Analisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi peternak probiotik dan non probiotik pada usaha ternak ayam ras pedaging

(1)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN

FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PETERNAK PROBIOTIK

DAN NON PROBIOTIK PADA USAHA TERNAK AYAM RAS

PEDAGING

Oleh

ARIF KARYA KUSUMA

A07498198

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

ARIF KARYA KUSUMA. A07498198. 2005. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Peternak Probiotik dan Peternak Non Probiotik pada Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, dibawah bimbingan NUNUNG KUSNADI.

Bisnis ayam broiler merupakan bisnis yang banyak diminati oleh para investor. Hal ini disebabkan laju perputaran modalnya yang cepat dan didukung oleh infrastruktur yang lengkap. Selain itu pertumbuhan permintaan terhadap daging ayam broiler rata-rata yang mencapai 7 persen per tahun pada tahun 2002 dan kontribusi daging ayam terhadap total konsumsi daging yang mencapai 56 persen turut mendukung berkembangnya usaha ternak ayam broiler. Namun selain memiliki keuntungan, usahaternak ayam broiler juga beresiko tinggi terhadap fluktuasi harga. Pendapatan peternak sangat dipengaruhi oleh ketersediaan modal, ketersediaan input produksi, harga input produksi, kondisi pasar yang mempengaruhi outputnya dan kondisi hasil ternaknya. Peningkatan pendapatan usaha dalam tingkat produksi yang optimum merupakan masalah yang harus dihadapi oleh setiap kegiatan usaha yang bertujuan untuk memperoleh pendapatan maksimum dari kegiatan produksinya. Usaha yang efisien akan memberikan hasil produksi yang optimal sekaligus penekanan biaya serendah mungkin, sehingga peningkatan pendapatan dapat tercapai.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui pengaruh penggunaan teknologi probiotik yang dilakukan oleh peternak probiotik; (2) mengetahui efisiensi dari penggunaan faktor-faktor produksi yang dilakukan oleh peternak probiotik dan non probiotik; (3) mengukur tingkat pendapatan yang diperoleh peternak probiotik dan non probiotik.

Penelitian ini dilakukan pada Sunan Kudus Farm yang terletak di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara serta data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait dan literatur yang relevan.

Model fungsi produksi yang digunakan untuk menjelaskan kondisi usaha ternak yang dilakukan oleh peternak probiotik dan peternak non probiotik adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan analisis model komponen utama. Model tersebut dipilih karena pada Cobb-Douglas biasa ditemui adanya masalah multikolinier, sehingga hasil pendugaan dari model tersebut tidak dapat diintepretasikan.

Berdasarkan nilai dari elastisitas produksinya menunjukkan bahwa penggunaan bibit, pakan, dan pemanas oleh peternak probiotik lebih responsif terhadap produksi dibanding peternak non probiotik. Sedangkan penggunaan tenaga kerja dan obat-obatan oleh peternak non probiotik lebih responsif terhadap produksinya.

Penggunaan probiotik terbukti mampu menekan penggunaan jumlah pakan, hal ini dapat dilihat dari nilai feed convertion ratio (FCR) pada peternak probiotik lebih rendah dibandingkan peternak non probiotik.


(3)

Penggunaan faktor-faktor produksi baik peternak probiotik maupun peternak non probiotik belum efisien . Karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Hal ini menunjukkan peternak probiotik tidak lebih efisien dibandingkan peternak non probiotik dalam penggunaan input produksi.

Dari hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio) diketahui bahwa R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total peternak probiotik sebesar 1,18 dan 1,17. Sedangkan peternak non probiotik memiliki R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total lebih rendah yaitu sebesar 1,15 dan 1,14. Artinya kegiatan usaha ternak yang dilakukan oleh peternak probiotik memperoleh penerimaan yang lebih besar dibandingkan penerimaan peternak non probiotik.

Saran dalam penelitian ini antara lain : (1) penggunaan probiotik dianjurkan karena terbukti berpengaruh terhadap penekanan jumlah pakan ternak; (2) Peternak probiotik disarankan untuk menambah penggunaan pemanas dan bibit serta mengurangi penggunaan pakan, tenaga kerja dan obat-obatan, dan untuk peternak non probiotik disarankan untuk menambahkan penggunaan tenaga kerja, pemanas dan bibit serta mengurangi penggunaan pakan dan obat-obatan.


(4)

DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh : Nama : Arif Karya Kusuma

NRP : A07498198

Program Studi : Manajeme n Agribisnis

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Peternak Probiotik dan Peternak Non Probiotik Pada Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi.MS NIP. 131 415 082

Mengetahui, Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698


(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PETERNAK PROBIOTIK DAN NON PROBIOTIK PADA USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING ” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHA K LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Desember 2005

Arif Karya Kusuma A07498198


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 21 Mei 1980. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ir.H. Hendi Hermawan dan Ibu Hj. Isnaeni Suryaningsih.

Penulis memulai pendidikan dasarnya pada tahun 1986 di SD Negeri Semplak 2, Bogor, dan menyelesaikannya pada tahun 1992. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Bogor, dan lulus tahun 1996. Kemudian, penulis diterima di SMUN 2 Bogor, dan lulus pada tahun 1998.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, pada tahun 1998 melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri).


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdu’lillaahirabbil’aalamin penulis panjatkan, berkat rahmat karunia serta kekuatan yang diberikan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis bermaksud menghaturkan terimakasih kepada banyak pihak yang menjadi bagian disetiap langkah penyusunan penelitian ini hingga terselesaikannya penulisan ini :

1. Mama dan Papa, orang tua penulis yang telah mengajarkan do’a, kerja keras dan kesabara n adalah kombinasi terbaik meraih cita-cita.

1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. selaku dosen pembimbing yang dengan kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, kritik dan saran dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Lukman M. Baga, MEc atas kesediaan menjadi dosen penguji utama. 3. Ir. Netti Tinaprilla, MM atas kesediaannya menjadi dosen penguji komisi

pendidikan.

4. Rekan-rekan di Sunan Kudus Farm, atas kerjasama dan do’anya.

5. Untuk teh Ida di komdik yang telah banyak membantu dalan hal administrasi. 6. Untuk saudara -saudaraku Andrie, Rini, Aviani serta Syarif dan juga

keponakanku Haura dan Fathin.

7. Untuk mbak Dewi dan Suprehatin di sekretariat program studi agribisnis atas bantuannya selama ini.

8. Untuk Kiki-k u atas dukungan dan doanya selama ini, Mia, Yulia, Radit, Indra mustika, serta anak-anak RUKO’s lainnya atas kebersamaannya selama ini. 9. Hendri Metro Purba sebagai teman satu bimbingan dan satu perjuangan

semasa kuliah.

10. Cay, Donald, Reza, Edo, para penghuni base one dan rekan-rekan ’35 lainnya atas saran dan dorongannya selama ini.

11. Pihak-pihak lain yang membantu saya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Desember 2005


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke pada Tuhan Allah Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia -Nya yang besar yang memberikan segala hikmat dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Judul skripsi ini adalah “Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Peternak Probiotik dan Non Probiotik Pada Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging”. Sesuai dengan judul tersebut, skripsi ini menganalisis pendapatan yang diperoleh peternak dari usaha ternak ayam ras pedaging, menganalisis faktor -faktor yang mempengaruhi produksi dalam usaha ternak ayam ras pedaging, dan melakukan analisis efisiensi ekonomis penggunaan faktor produksi pada usaha ternak ayam ras pedaging.

Penulis menyadari kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga diperlukan kritik dan saran unt uk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap penelitian yang dilakukan dapat diterima dan dimanfaatkan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pihak lain yang berkepentingan.

Bogor, Desember 2005


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

UCAPAN TERIMA KASIH... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II. TINJ AUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Usaha Petermakan Ayam Broiler ... 10

2.2. Potensi Ayam Broiler di Indonesia ... 10

2.3. Kendala Budidaya Ayam Broiler di Indonesia ... 11

2.4. Karakteristik Ayam Broiler... 13

2.5. Definisi Mikroorganisme Probiotik ... 14

2.6. Faktor Produksi Ayam Broiler ... 15

2.6.1. Bibit (DOC) ... 16

2.6.2. Pakan... 17

2.6.3. Obat-obatan dan Vaksin ... 18

2.6.4. Tenaga Kerja... 19

2.6.5. Kandang ... 20

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 22

3.1. Kerangka Teoritis ... 22

3.1.1. Analisis Analisis Usahatani... 22


(10)

3.1.3. Model Fungsi Produksi... 29

3.1.4 Efisiensi Ekonomi... 32

3.2. Pengaruh Probiotik Terhadap Efisiensi ... 35

BAB IV. METODE PENELITIAN ... 37

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel ... 37

4.3. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data ... 38

4.3.1. Analisis Kualitatif ... 38

4.3.2. Analisis Kuantitatif... 38

4.3.2.1. Analisis Pendapatan Usahatani ... 39

4.3.2.2. Analisis Imbangan Penerimaan Terhadap Biaya ... 39

4.3.2. 3. Analisis Fungsi Produksi... 40

4.3.2. 4. Pengujian Hipotesa... 41

4.3.2. 5. Analisis Efisiensi Ekonomi ... 45

4.4. Pengukuran Variabel... 46

4.5. Batasan Istilah (Definisi Istilah) ... 47

4.6. Langkah-Langkah Metode Penelitian... 50

BAB V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 51

5.1. Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Bogor... 51

5.2. Keadaan Umum Perusahaan ... 52

5.3. Struktur Organisasi... 53

5.4. Manajemen Budidaya Ayam Broiler... 54

5.4.1. Masa Kosong Kandang ... 55

5.4.2. Persiapan DOC Tiba ... 55

5.4.3. Masa Pemeliharaan ... 56

5.4.4. Masa Panen... 58

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 60

6.1. Analisis Usaha Ternak Ayam Broiler... 60

6.1.1. Total Biaya Tunai ... 67

6.1.2. Total Biaya Yang Diperhitungkan... 67

6.1.3. Total Biaya Faktor Produksi ... 68


(11)

6.1.5. Analisis Imbangan Penerimaan Terhadap Biaya ... 71

6.2. Analisis Model Fungsi Produksi... 73

6.3. Model Fungsi Cobb-Douglas Dengan Analisis Komponen Utama.... 74

6.4. Analisis Efisiensi Faktor Produksi... ... 78

6.4.1. Analisis Penggunaan Faktor Produksi ... 78

6.4.2. Feed Convertion Ratio (FCR) ... 81

6.4.3. Analisis Efisiensi Ekonomi... 82

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN... 86

7.1. Kesimpulan ... 86

7.2. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA... 88


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Program Kesehatan Yang Dilakukan Oleh Peternak Probiotik

dan Non Probiotik Pada Sunan Kudus Farm... 56 2. Umur Pemakaian dan Penyusutan Peralatan Kandang Per 1000 Ekor

Peternak Probiotik dan Peternak Non Probiotik ... 58 3. Total Biaya Tunai Per 1000 Ekor Peternak Probiotik dan Peternak Non Probiotik ... 60 4. Total Biaya Tidak Tunai Per 1000 Ekor Peternak Probiotik

dan Peternak Non Probiotik ... 61 5. Total Biaya Faktor Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler Per 1000 Ekor

Peternak Probiotik dan Peternak Non Probiotik ... 61 6. Analisis Pendapatan Usaha Ternak Ayam Broiler Per 1000 Ekor Per periode Produksi di Sunan Kudus Farm, Periode Juli-Agustus 2005... 62 7. Analisis Regresi Dengan SK1 dan SK2 Sebagai Variabel Bebas ... 67 8. Analisis Ragam Fungs i Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler Peternak

Probiotik ... 67 9. Hasil Pendugaan Variabel Fungsi Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler

Peternak Probiotik ... 68 10. Analisis Regresi Dengan SK1 dan SK2 Sebagai Variabel Bebas... 68 11. Analisis Ragam Fungsi Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler Peternak

Non Probiotik ... 69 12. Hasil Pendugaan Variabel Fungsi Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler

Peternak Non Probiotik ... 69 13. Rasio NPM-BKM Usaha Ternak Ayam Broiler Peternak Probiotik

Periode Juli-Agustus 2005 ... 74 14. Rasio NPM-BKM Usaha Ternak Ayam Broiler Peternak Non Probiotik


(13)

DAFTAR GAMBAR

No Halamaan Teks

1. Kurva Fungsi Produksi Total dan Hubungannya Dengan Produk Marginal... 25 2. Tahap-Tahap Metode Penelitian...45 3. Struktur Organisasi Sunan Kudus Farm... ... 48


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Jumlah Populasi dan Produksi Ayam Broiler di Indonesia Tahun 2000 - 2002 ... 82 2. Data Produksi Peternak Non Probiotik ... 83 3. Data Produksi Peternak Probiotik ... 84 4. Hasil Analisis Regresi Cobb-Douglas Peternak Probiotik Dengan Metode

Kuadrat Terkecil... 85 5. Hasil Analisis Komponen Utama Peternak Probiotik ... 86 6. Hasil Analisis Regresi Cobb-Douglas Peternak Non Probiotik Dengan

Metode Kuadrat Terkecil... ... 88 7. Hasil Analisis Komponen Utama Peternak Non Probiotik...

89


(15)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan subsektor pertanian, yang memiliki tujuan jangka panjang: (1) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak; (2) meningkatkan penyediaan komoditi ternak dan hasil ternak untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan internasional; (3) meningkatkan ketersediaan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif dari subsektor peternakan; (4) meningkatkan perolehan devisa dari ekspor ternak dan hasil ternak; dan (5) memelihara kelestarian sumberdaya peternakan untuk pembangunan yang berkelanjutan (Direktorat Jenderal Peternakan, 2002).

Pembangunan subsektor peternakan khususnya peternakan ayam broiler dapat dilihat dari perkembangan populasi dan produksi daging yang dihasilkan. Berdasarkan data dari buku Statistik Peternakan (2002), populasi ayam broiler di Indonesia pada tahun 2000 berjumlah 530.874.057 ekor dan pada tahun 2001 meningkat menjadi 621.870.428 ekor atau mengalami peningkatan 17,14 persen. Pada tahun 2002 meningkat lagi menjadi 716.131.475 ekor atau mengalami peningkatan sebesar 15,16 persen dari tahun 2001. Untuk produksi daging ayam broiler terus mengalami peningkatan dari tahun 2000 hingga 2002. Produksi ayam broiler pada tahun 2000 berjumlah 515.002 ton, kemudian pada tahun 2001 mengalami peningkatan sebesar 4,26 persen (536.954) dan pada tahun 2002 berjumlah 555.721 ton atau mengalami peningkatan sebesar 3,49 persen dari tahun 2001. Perkembangan populasi dan produksi ayam broiler dapat dilihat pada lampiran I.


(16)

Pada tahun 2002 kontribusi konsumsi daging ayam terhadap total konsumsi daging mencapai 56 persen sedangkan daging sapi hanya 23 persen dan daging babi 13 persen. Kecenderungannya, kontribusi daging ayam akan terus meningkat dan mendesak daging sapi dan kambing atau domba (Tangendjaya, 2002).

Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa usaha ternak ayam broiler mempunyai peluang yang cukup baik. Permintaan akan produk hasil ternak ayam broiler diperkirakan akan terus meningkat, hal ini dipengaruhi oleh 5 faktor yaitu: (1) Pendapatan, konsumsi produk hasil ternak meningkat ketika pendapatan penduduk naik; (2) Harga, menurunnya harga akan meningkatkan konsumsi. Harga riel daging, susu, biji-bijian di dunia menurun antara 23 persen hingga 46 persen sehingga mendorong konsumsi lebih tinggi lagi; (3) Gaya hidup masyarakat. Penduduk di perkotaan (urban) mendiversifikasikan pola makanannya sehingga mengkonsumsi daging dan susu lebih tinggi lagi; (4) Meningkatnya populasi penduduk dunia akan mendorong permintaan produk daging yang makin tinggi, hal ini tampak dari permintaan negara-negara tertentu seperti China, Asia Tenggara bahkan India; (5) Perdagangan dan komunikasi global mengakibatkan tersedianya produk ternak sampai pelosok-pelosok (Tangendjaya, 2002). Berdasarkan data SI-LMUK (Sistem Informasi Pola Pengembangan / Lending Model Usaha Kecil, 2002).

Saat ini pertumbuhan permintaan terhadap daging ayam broiler rata-rata 7 persen per tahun. Angka kebutuhan nasional terhadap daging ayam broiler sebesar 3,3 kilogram per kapita per tahun, sementara permintaan terhadap total daging


(17)

ayam unggas 4,6 persen kilogram per tahun. Dengan demikian protein hewani asal daging unggas, yang berasal dari daging ayam broiler mencapai 71,7 persen.

Ditengah laju peningkatan produksi ayam broiler di Indonesia. Merebaknya isu wabah penyakit flu burung (Avian Influenza) sejak bulan September dan Oktober 2003 mengejutkan dunia subsektor peternakan. Sekitar 15 juta ekor unggas di Indonesia mati akibat wabah flu burung (AI) tersebut. Jumlah tersebut merata di Jawa Timur, Bali, sebagian Jawa Tengah dan Jawa Barat. Namun, pemerintah saat itu belum mengakui dan terkesan menutup-nutupi (Sukarno, 2004). Tindakan pemerintah yang terkesan lambat dan menutup-nutupi akan adanya wabah flu burung (Avian Influenza) dengan tujuan untuk menjaga ekspor ternak unggas Indonesia, ternyata membawa dampak positif dan negatif.

Dampak positif tersebut hanya dirasakan oleh perusahaan-perusahaan besar yang melakukan ekspor, sedangkan dampak negatif dirasakan oleh peternak rakyat dalam negeri. Berkembangnya isu tentang virus flu burung (AI) yang dapat menular kepada manusia diduga bisa mengakibatkan konsumsi masyarakat terhadap daging ayam broiler menjadi menurun sehingga jumlah permintaan dan harga jual terhadap ayam broiler juga mengalami penurunan. Penurunan harga jual ayam broiler tersebut diduga akan dapat mengakibatkan penurunan penerimaan peternak rakyat ayam broiler.

Selain dihadapkan pada wabah penyakit flu burung (AI) yang menyerang ternaknya, para peternak ayam broiler juga dihadapkan pada kendala tingginya harga input produksi dan rendahnya harga hasil produksi. Di Indonesia masuknya peternak ayam besar pada sektor budidaya yang dimulai pada tahun 1999 telah membuat ketidakmenentuan pasar ternak, apalagi peternak ayam besar menguasai


(18)

70 persen pasokan ayam yang dikonsumsi masyarakat1). Dengan memproduksi

DOC dan pakan sendiri mereka dapat menekan harga jual ayam di pasar yang otomatis merugikan usaha peternakan kecil karena harga jualnya tidak menutupi biaya produksi. Hal lain yang terjadi adalah over produksi DOC dan peternak ayam besar yang membuat berlimpahnya pasokan ayam yang beredar di pasar sehingga harga ayam di pasar jatuh.

Kestabilan nilai tukar rupiah juga sangat berpengaruh pada naik turunnya harga input produksi ayam broiler karena sebagian besar bahan baku utama pakan ternak, yakni; jagung dan kedelai serta beberapa jenis vaksin, antibiotik dan beberapa jenis desinfektan masih merupakan bahan impor. Fluktuasi harga pakan memang tidak seperti fluktuasi harga DOC dan ayam broiler yang dapat berubah setiap harinya. Namun sangat signifikan pengaruhnya karena biaya pakan dalam usaha budidaya ternak ayam broiler merupakan komponen terbesar, yaitu sekitar 70 persen. Ketersediaan yang tidak menentu dan tidak adanya jaminan stabilitas kualitas bahan pakan dalam negeri menyebabkan penggunaan bahan baku impor, yang biayanya jelas lebih tinggi. Akibat masuknya industri peternakan ayam besar dan pengaruh nilai rupiah pada besarnya penggunaan bahan baku impor seperti yang telah dijelaskan diatas menggambarkan bahwa tidak saja dalam pemasaran hasil produksinya tetapi juga dalam pembelian sarana produksi ternaknya, usaha peternakan ayam kecil bertindak sebagai price taker.

Dalam usaha ternak ayam broiler, pendapatan yang diperoleh peternak merupakan hasil dari selisih setiap modal yang ditanam per ekor ayam dengan harga penjualan per kilo bobot ayam hidup siap potong. Dengan kondisi tersebut, pendapatan yang diperoleh merupakan kemampuan dari peternak itu sendiri dalam


(19)

memanajemen faktor produksi yag dimilikinya seefisien mungkin. Alokasi modal yang efisien menjadi kendala utama para peternak ayam broiler untuk menjadikannya usaha yang maju dan menjadi bisnis yang baik. Ditengah banyaknya pilihan input produksi dari berbagai perusahaan yang menawarkan keunggulan produknya dengan harga yang kompetitif, para peternak ayam broiler khususnya para peternak ayam skala usaha kecil dituntut untuk memilih input produksi apa yang dapat memberikan hasil produksi optimal dengan biaya yang relatif murah, kemudian mengalokasikan faktor-faktor produksi yang digunakannya secara efisien.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlangsung disegala bidang membawa perubahan pada berbagai bidang kehidupan termasuk bidang peternakan dan kesehatan. Berbagai perubahan-perubahan baru ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengarah kepada efisiensi penggunaan input produksi pada usahaternak banyak dilakukan, salah satunya adalah teknologi penggunaan mikrobiotik. Mikrobiotik atau yang lebih dikenal dengan istilah probiotik yaitu biakan mikroorganisme tertentu yang ada dalam tubuh hewan dan akan menjamin pembentukan secara efektif organisme yang bermanf aat dalam tubuh inang (hewan) terutama sistem pencernaan.

Penggunaan teknologi probiotik ini banyak digunakan karena mampu mengefisienkan input-input produksi pada usahaternak ayam ras terutama dalam input produksi pakan yang mempunyai komposisi biaya terbesar dalam biaya produksi. Probiotik mampu meningkatkan pertambahan bobot badan ternak, konversi pakan yang lebih rendah serta menjaga kesehatan ternak dan merupakan alternatif yang aman karena aktivitasnya dalam mendukung perkembangan


(20)

mikroba yang menguntungkan dan menekan pertumbuhan bakteri patogen dalam saluran pencernaan. Pemberian probiotik dapat menjaga keseimbangan komposisi mikroorganisme dalam sistem pencernaan ternak yang berakibat meningkatnya daya cerna dan hewan ternak menjadi lebih kebal terhadap penyakit yang menyerang.

1.2. Perumusan Masalah

Usaha peternakan ayam ras pedaging merupakan alternatif usaha yang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan peternakan penghasil daging lainnya. Keunggulannya itu diantaranya adalah laju perputaran modal yang cepat, waktu pemeliharaan yang singkat yaitu dalam waktu lima minggu sudah dapat dipanen dengan bobot 1,5 hingga 1,56 kilogram per ekor dan dapat dimulai dengan jumlah modal yang dimiliki baik dalam bentuk usaha sampingan maupun usaha pokok. Jadi dalam hal ini peternakan ayam ras pedaging merupakan salah satu usaha peternakan yang cepat menghasilkan produk dan cepat menghasilkan penerimaan sehingga menjadi daya tarik bagi peternak untuk mengusahakannya.

Selain merupakan usaha yang memiliki laju perputaran modal yang cepat dan waktu pemeliharaan yang singkat, usaha ternak ayam ras pedaging juga merupakan usaha yang beresiko tinggi terhadap fluktuasi harga. Pendapatan peternak sangat dipengaruhi oleh ketersedian modal, ketersediaan input produksi, harga input produksi, kondisi pasar yang mempengaruhi harga outputnya dan kondisi hasil ternaknya. Peningkatan pendapatan usaha dalam tingkat produksi yang optimum merupakan masalah yang harus dihadapi oleh setiap kegiatan usaha yang bertujuan memperoleh pendapatan maksimum dari kegiatan produksinya. Usaha yang efisien akan memberikan hasil produksi yang optimal sekaligus


(21)

penekanan biaya produksi serendah mungkin, sehingga peningkatan pendapatan dapat dicapai.

Usaha yang efisien sangat bergantung pada kemampuan peternak dalam mengelola faktor-faktor produksinya, hal ini berkaitan erat dengan penggunaan dan pengalokasian faktor-faktor produksi tersebut secara tepat. Penggunaan teknologi mikrobiotik yang lebih dikenal dengan istilah probiotik, mulai banyak digunakan oleh para peternak ayam ras pedaging sebagai salah satu cara untuk dapat mengurangi stres pada ternak dan meningkatkan nafsu makan sesuai dengan kenaikan berat badan dan tingginya rasio keberhasilan berbagai program vaksinasi, serta hasil akhir yang dapat menekan jumlah penggunaan pakan. Hal ini dapat terlihat dari nilai FCR (feed convertion ratio) yaitu rasio konversi pakan ternak. Nilai FCR yang lebih kecil mengindikasikan bahwa dibutuhkan pakan yang lebih sedikit untuk mencapai satu kilogram bobot badan ayam.

Sebagai teknologi yang baru dikenal dalam dunia usaha ternak ayam ras pedaging, masih terdapat berbagai opini dan silang pendapat diantara para peternak mengenai dampak dan manfaat dari penggunaan probiotik tersebut. Menurut Infovet (2003), berdasarkan hasil dilapangan mengenai pengaruh penggunaan teknologi probiotik. Ada pihak yang merasakan dampak dari penggunaan probiotik dalam menekan jumlah penggunaan pakan dan mempunyai hasil nyata yang signifikan terhadap penekanan biaya produksi sehingga pendapatan usaha ternaknya meningkat, namun ada pula yang mengeluhkan bahwa penggunaan probiotik tidak berpengaruh secara nyata pada penekanan biaya pakan. Mereka merasa penggunaan probiotik tidak membuat pendapatan usaha ternak mereka mengalami peningkatan. Akan tetapi sebaliknya,


(22)

penggunaannya hanya akan menambah pengeluaran baru dalam biaya produksi sehingga yang terjadi bukan peningkatan pendapatan yang tercapai. Yang terjadi adalah penurunan pendapatan pada usaha ternak mereka.

Alokasi faktor-faktor produksi yang efisien pada usaha peternakan ayam broiler berkaitan erat dengan manajemen budidaya yang dilaksanakan suatu usaha peternakan. Kondisi ini menunjukkan perlunya peninjauan kembali bagaimana para peternak ayam broiler mengalokasikan faktor-faktor produksi yang dimilikinya selama ini dan bagaimana yang seharusnya sehingga, pendapatan yang maksimum pada tingkat produksi yang optimum dapat tercapai.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut :

1. Sejauhmana pengaruh penggunaan probiotik dalam faktor produksi pakan pada usaha ternak ayam ras pedaging ?

2. Bagaimana efisiensi ekonomis dari penggunaan factor-faktor produksi pada peternak probiotik dan non probiotik dalam usaha ternak ayam ras pedaging ?

3. Apakah benar usaha ternak ayam ras pedaging dengan menggunakan probiotik lebih menguntungkan daripada usaha ternak ayam ras pedaging yang tidak menggunakan probiotik ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan probiotik dalam upaya menekan penggunaan jumlah pakan ternak.


(23)

2. Untuk mengetahui analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi yang dilakukan peternak probiotik dan non probiotik.

3. Untuk mengukur tingkat pendapatan usaha ternak yang dilakukan oleh peternak probiotik dan non probiotik dalam upaya mencapai peningkatan pendapatan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai :

1. Bahan masukkan bagi perusahaan peternaka n ayam ras pedaging dalam evaluasi usaha yang dilakukan untuk perencanaan pengembangan usaha selanjutnya.

2. Informasi bagi pihak yang terkait dengan usaha peternakan ayam ras pedaging (Dinas Peternakan, Praktisi, Peneliti).

3. Melatih penulis agar mampu melaksanakan penelitian dan menuangkannya menjadi suatu karya ilmiah.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.362/kpts/TN.120/5/1990, skala usaha peternakan di Indonesia dapat dibedakan menjadi perusahaan peternakan dan peternakan rakyat. Perusahaan peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit atau ternak potong), telur, susu serta usaha menggemukkan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkan produk-produk peternakan. Peternakan rakyat adalah usaha peternakan yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang jumlah maksimum kegiatannya untuk tiap jenis ternak 15.000 ekor per periode produksi.

Ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan kecil, siap dipotong pada umur yang relatif muda serta menghasilkan kualitas daging berserat. Strain ayam broiler yang beredar di Indonesia antara lain Arbor Acress, Cobb, Hubbard, Hybro, Cobb 100, Kimber dan Pilch (Suharno, 2002).

2.2. Potensi Ayam Broiler di Indonesia

Menurut Nichol (2003), prospek industri perunggasan di Indonesia sangat menjanjikan. Hal tersebut dapat terwujud bila industri ini dikembangkan dengan manajemen produksi yang lebih efisien, biaya produksi yang lebih murah dengan memanfaatkan bahan baku yang ada, menekan konversi pakan dan mortalitas,


(25)

meningkatkan pertumbuhan populasi serta kebijakan yang mendukung industri ini.

Sebagai suatu bidang ilmu yang terkait dengan bidang usaha, peternakan ayam ras pedaging di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dari segi tatalaksana. Dari sisi permintaan dalam struktur konsumsi daging nasional, dari tahun ke tahun peranan daging ayam broiler tercatat peningkatannya , dari 13 persen pada tahun 1970 menjadi sekitar 60 persen pada tahun 1990-an (Abidin, 2003).

Menurutnya lagi, hal tersebut perlu di antisipasi oleh para peternak agar usaha mereka menghasilkan keuntungan sesuai dengan yang mereka harapkan. Semua yang terkait dengan bidang usaha ini harus melakukan koreksi total terhadap penanganan usaha peternakan rakyat, yang pada skala makro tidak hanya meningkatkan taraf kehidupan peternak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara peningkatan skala usaha, penanganan yang lebih intensif dan penggunaan berbagai hasil penelitian yang terbukti mampu meningkatkan produktivitas ternak.

2.3. Kendala Budidaya Ayam Broiler di Indonesia

Keadaan sektor peternakan saat ini banyak mengalami hambatan dalam kemajuannya. Fakta tersebut adalah; 1) ketidakberdayaan peternak kecil dalam menjalankan usahanya terutama pada ketidakmampuan peternak dalam merencanakan budidayanya karena aspek supply dan demand yang digerakkan invisible hand, 2) Daya konsumsi komoditi peternakan masih rendah yang disebabkan oleh politik beras yang berkepanjangan dan 3) Pola korporasi sektor peternakan khususnya perunggasan sangat leluasa gerakannya, seperti tumbuhnya gaya konglomerasi industri peternakan. (Sahid, 2003).


(26)

Sahid (2003) lebih lanjut mengatakan bahwa dengan pertumbuhan industri perunggasan, persaingan yang semakin ketat akan semakin menguntungkan peternak sebagai produsen, namun yang terjadi adalah anomali perunggasan yaitu semakin banyak persaingan yang secara logika semakin kompetitif produknya dan konsumen semakin leluasa memilih produk yang ditawarkan, kondisi peternak semakin tidak berdaya karena ketidak menentuan harga beli sarana produksi dan nilai jual komoditi.

Tantangan usaha budidaya ayam broiler menurut Abidin (2003), antara lain adalah :

1. Kelemahan manajemen pemeliharaan; karena ayam broiler merupakan hasil dari berbagai perkawinan silang dan seleksi yang rumit, kesalahan dan kesilapan dari segi manajemen pemeliharaan akan mengakibatkan kerugian.

2. Fluktuasi harga SAPRONAK; sama halnya dengan harga ayam ras pedaging siap potong. Harga sarana produksi seperti DOC, pakan ternak, vaksin, dan obat-obatan juga mengalami fluktuasi yang bermuara pada keseimbangan penawaran dan permintaan di pasar.

3. Tidak ada kepastian waktu jual; dalam kondisi normal peternak ayam broiler mandiri mudah menjual ayam broiler siap potong tetapi tidak dalam kondisi penawaran yang lebih tinggi dari permintaan. Disinilah letak tidak adanya kepastian waktu jual, peternak dapat saja menjual murah hasil ternaknya atau menunggu harga yang lebih baik tapi sekaligus akan menjadi pengeluaran ekstra untuk pakan.

4. Margin usaha rendah; margin usaha budidaya ayam broiler keuntungannya sangat tipis yakni 5 hingga 10 persen dari setiap siklus produksinya (sekitar 2


(27)

bulan). Jika dilihat angkanya mungkin masih lebih tinggi dari bunga Bank tetapi dengan berbagai resiko yang tidak pasti misalnya outbreak ND yang bisa menyebabkan kematian ternak hingga 100 persen.

5. Faktor lain yang menghambat; lebih dari separuh harga sapronak misalnya vaksin, obat-obatan, feed supplement, bahan baku pakan (tepung ikan, jagung, dan bungkil kedelai) merupakan produk impor.

2.4. Karakteristik Ayam Broiler

Menurut Abidin (2003), melalui berbagai penelitian perkawinan silang dan seleksi para ahli pemuliaan ternak dengan mencari dan menggabungkan berbagai keunggulan dari berbagai jenis ayam seperti ayam hutan merah (Galus galus, Galus bankiva), ayam hutan ceton (Galus lafayetti), ayam hutan abu-abu (galus sonerati), dan ayam hutan hijau (Galus varius, Galus javanicus) pada tahun 1945 ditemukan strain ayam pedaging yang mampu mencapai berat 1 kilogram dalam waktu 8 minggu. Penelitian dan penemuan terus berlanjut disertai dengan perbaikan konversi pakan hingga pada tahun 1965 kembali dirilis ayam ras pedaging yang mampu mencapai berat badan 1,72 kilogram dalam waktu 8 minggu dengan konversi pakan 2,2 kilogram. Sejak saat itu berbagai perusahaan pembibitan berlomba menciptakan strain baru.

Yang dimaksud dengan ayam ras pedaging adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur dibawah 8 minggu ketika dijual dengan bobot tertentu, mempunyai pertumbuhan cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang banyak. (Rasyaf. M, 1998). Ayam ras pedaging disebut juga ayam broiler, merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam


(28)

memproduksi daging ayam. Pemeliharaannya pun relatif singkat, sekitar 5 hingga 6 minggu sudah bisa dipanen. (Prihatman, 2002).

2.5. Definisi Mikroorganisme Probiotik

Probiotik dapat diterjemahkan sebagai Pro, yaitu pendukung atau pemihak; dan biotik, adalah mahluk hidup, sehingga mikroorganisme probiotik dapat diungkapkan sebagai mahluk mikroskopik atau jasad renik yang mendukung kehidupan dan pertumbuhan mahluk hidup (Essicipta Lestari, 2002).

Menurut Infovet (2003), istilah probiotik berasal dari bahasa Yunani yang artinya “untuk hidup”. Istilah ini mula-mula digunakan tahun 1965 oleh Lilley dan Still Well, untuk menjelaskan suatu zat yang disekresikan oleh mikroorganisme yang mampu menstimulasi pertumbuhan. Istilah Probiotik digunakan oleh Perker (1974) menggambarkan tentang keseimbangan mikroorganisme di saluran pencernaan. Pada saat ternak mengalami stres, keseimbangan mikroorganisme di dalam saluran pencernaan jadi terganggu, mengakibatkan sistem pertahanan tubuh menurun dan bakteri-bakteri patogen berkembang dengan cepat. Pemberian probiotik dapat menjaga keseimbangan komposisi mikroorganisme dalam sistem pencernaan ternak, yang berakibat meningkatnya daya cerna bahan pakan dan menjaga kesehatan ternak.

Ahli mikrobiologi Crawford (1977) mendefinisikan probiotik sebagai biakan mikroorganisme tertentu yang ada dalam tubuh hewan dan akan menjamin pembentukan secara efektif organisme yang bermanfaat dalam tubuh inang (hewan) terutama sistem pencernaan. Belakangan rekannya Fuller (1991) mendiskripsikan sebagai sejenis makanan suplemen dari organisme hidup yang menguntungkan inang (hewan) melalui perbaikan keseimbangan organisme di


(29)

saluran pencernaannya. Ada juga yang be rpendapat bahwa itu sebenarnya merupakan kultur campuran dari berbagai mikroorganisme yang bersahabat dan sangat kondusif untuk mahluk hidup yang telah dibudidayakan.

Dari bermacam-macam definisi yang di buat, yang paling banyak dipakai dan berlaku secara saintifik dikemukakan oleh Fuller (1992) dan Gibson (1995) yaitu bakteri hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan yang mempunyai pengaruh menguntungkan pada kesehatan baik pada manusia dan binatang, dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal. Mikroflora yang digolongkan sebagai probiotik adalah yang memproduksi asam laktat terutama misalnya Lactobacilli dan bifidobacteria walaupun jenis yang lain juga ada.

Probiotik yang efektif harus bisa memenuhi beberapa kriteria : (1) memberi efek yang menguntungkan pada induk semang; (2) tidak menyebabkan penyakit dan tidak beracun; (3) mengandung sejumlah besar sel hidup; (4) mampu bertahan dan melakukan kegiatan metabolisme dalam usus; (5) tetap hidup selama penyimpanan dan waktu digunakan; (6) mempunyai sifat sensor yang baik.

Dalam pemakaian, probiotik akan bisa meningkatkan populasi mikroorganisme dan keragamannya, hingga aspek positif berupa pertumbuhan (produksi) dan kesehatan (kualitas) ternak akan optimal.

2.6. Faktor-faktor Produksi Peternakan Ayam Broiler

Rasyaf (2000) menyatakan bahwa faktor-faktor produksi yang dibutuhkan dalam produksi ayam broiler adalah DOC, ransum, obat-obatan, tenaga kerja dan kandang. Hasil penelitian Indrayati (1993) menyatakan bahwa ada enam faktor produksi dalam usaha peternakan ayam broiler yaitu: (1) bibit / DOC; (2) ransum starter; (3) ransum finisher; (4) tenaga kerja; (5) obat-obatan; dan (6) pemanas.


(30)

Penelitian yang dilakukan oleh Pakarti (2000) pada kelompok peternak plasma memasukkan tiga faktor produksi yaitu (1) pakan starter; (2) pakan finisher; dan (3) tenaga kerja. Mubyarto (1982) dalam Rostini (1993), faktor-faktor produksi yang terlibat dalam usaha peternakan adalah tanah, modal dan tenaga kerja, disamping wiraswasta (enterpreneur) yaitu pimpinan usahatani yang mengkombinasikannya.

2.6.1. DOC (Day Old Chick)

Rasyaf (2002) menyatakan bahwa pedoman untuk memilih DOC yaitu anak ayam harus berasal dari induk yang sehat agar tidak membawa penyakit bawaan; ukuran atau bobot ayam yaitu untuk bobot normal DOC sekitar 35 hingga 40 gram; anak ayam itu memperhatikan mata yang cerah dan bercahaya, aktif serta tampak tegar; DOC tidak memperlihatkan cacat fisik seperti kaki bengkok, mata buta atau kelainan fisik lainnya yang mudah dilihat dan tidak ada lekatan tinja di duburnya.

Direktorat Jenderal Peternakan (1985) menyatakan bahwa bibit anak ayam (DOC broiler) yang akan dipelihara dan dibesarkan menjadi penghasil daging haruslah DOC yang bermutu, baik kesehatannya maupun keadaan tubuhnya. Penelitian Pakarti (2000) menyatakan bahwa kombinasi dari faktor pakan, lingkungan dan manajemen pemeliharaan dicerminkan dalam bentuk keragaan teknis usaha peternakan dengan beberapa indikator penting yaitu (1) tingkat mortalitas; (2) konversi pakan dan (3) bobot hidup broiler yang dicapai.

Pakarti (2000) menyatakan bahwa pada skala usaha lebih dari 3000 ekor ayam tingkat mortalitas 6,66 persen, konversi pakan 1,65 dan bobot hidup ayam broiler sebesar 1,35 kilogram, menurut informasi penyebab kematian karena


(31)

serangan penyakit Gumboro dan Chronic Respiratory Disease (CRD) serta manajemen pemeliharaan yang kurang baik.

2.6.2. Pakan

Direktorat Jenderal Peternakan (1985) menyatakan bahwa makanan ayam merupakan masukan (input) atau sarana produksi ternak (sapronak) terpenting disamping bibit yang menentukan keberhasilan usaha peternakan ayam. Pakan merupakan kumpulan bahan makanan yang layak dimakan oleh ayam dan telah disusun mengikuti aturan tertentu. Aturan itu meliputi nilai gizi bagi ayam dan nilai kandungan gizi dari bahan makanan yang digunakan. Bahan makanan yang tersedia dan terbanyak dimakan oleh bangsa unggas berasal dari biji-bijian, limbah pertanian dan sedikit hasil hewani dan perikanan. Ayam broiler membutuhkan energi yang lebih tinggi (lebih dari 3000 kkal per kilogram ransum) (Rasyaf, 2002).

Hasil penelitian Pakarti (2000), menyatakan bahwa pada skala usaha ayam pedaging lebih dari 3000 ekor konversi pakan sebesar 1,65 dengan bobot hidup ayam pedaging 1,35 kilogram. Hasil penelitian Harahap (1992) menyatakan bahwa pada umur 1 hingga 25 hari ayam diberi pakan starter berbentuk Pellet pecah (Crumble), setelah umur 25 hari sampai dengan panen ayam diberi pakan finisher berbentuk pellet. Penelitian Arisani (2001), menyatakan bahwa ransum starter yang dibutuhkan oleh DOC pada suatu lokasi kandang sebesar 0,74 kilogram per ekor dan pada kondisi optimal sebesar 0,66 kilogram per ekor. Selanjutnya dinyatakan bahwa ransum finisher yang digunakan sebesar 2,59 kilogram per ekor dan pada kondisi optimal sebesar 2,23 kilogram per ekor. Pakarti (2000) dalam hasil penelitian penggunaan pakan starter secara aktual


(32)

sebesar 1.130,257 kilogram dan pada kondisi optimal sebesar 1.340,64 kilogram. Selanjutnya secara aktual untuk pakan finisher yang digunakan sebesar 1.161,073 kilogram dan pakan finisher ini pada kondisi optimal dapat digunakan sebesar 896,27 kilogram.

2.6.3. Obat-obatan dan Vaksin

Obat-obatan dan vaksin yang dimaksud disini adalah obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan ternak yang terserang penyakit, vaksin digunakan untuk pencegahan penyakit serta antibiotika dan vitamin dapat mendukung pertumbuhan ayam sehingga dapat tumbuh secara optimal (Rasyaf, 2002).

Direktorat Jenderal Peternakan (1985) menyatakan bahwa pencegahan penyakit pada hewan dapat ditempuh melalui : (1) program sanitasi yaitu tindakan pembersihan dan pencucihamaan yang dilakukan secara teratur pada kandang, perlengkapan dan alat-alat lainnya, (2) program vaksinasi (pengebalan) terhadap penyakit tertentu (ND / tetelo dan cacar) dan (3) penyediaan dan pemberian makanan yang baik dan memenuhi syarat serta pemberian makanan yang teratur.

Menurut Rasyaf (2002), vaksin yang digunakan untuk mencegah penyakit asal virus, misalnya ND. Cara penggunaan vaksin ini ada tiga cara yaitu melalui air minum, melalui suntikan, atau semprotan. Hasil penelitian Pakarti (2000) menyatakan bahwa vaksinasi yang dilakukan pada usaha ternak ayam broiler tiga kali yaitu vaksinasi tetelo 1 (ND 1) dengan tetes mata pada umur 3 sampai 4 hari. Vaksinasi Gumboro diberikan umur 12 hingga 16 hari melalui air minum dan vaksinasi kedua (ND 2) diberi melalui air minum pada umur 18 hingga 20 hari. Pengobatan terhadap ayam yang sakit dilakukan dengan pemberian obat sesuai


(33)

anjuran mantri hewan serta melakukan isolasi terhadap ayam sakit dengan tujuan menghindari penularan penyakit.

2.6.4. Tenaga Kerja

Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa tenaga kerja adalah daya manusia untuk melakukan kegiatan dalam menghasilkan produksi. Tenaga kerja usahatani dapat berasal dari dua sumber, yaitu tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Pekerjaan dalam usahatani menuntut macam-macam pekerjaan yang berbeda yang disebabkan oleh adanya perbedaan keahlian, keterampilan, kegiatan dan pengalaman. Kebutuhan tenaga kerja untuk usahatani antara lain, untuk membuat persemaian, mengelola lahan, memelihara ternak, memelihara tanaman dan mengumpulkan hasil panen.

Rasyaf (2002), tenaga kerja pada peternakan ayam broiler yang dikelola secara manual (tanpa alat-alat otomatis) untuk 2000 ekor ayam broiler mampu dipelihara oleh satu orang dewasa. Bila mempergunakan alat otomatis (pemberian ransum dan minum dilakukan secara otomatis) maka untuk 6000 ekor ayam cukup satu orang dewasa sebagai tenaga kandang atau disebut anak kandang yang melakukan tugas sehari-hari di kandang. Disamping itu perlu tenaga kerja bantu umum untuk vaksinasi, pengaturan ransum dan pekerjaan lainnya.

Hasil penelitian Harahap (1992), menyatakan bahwa pemakaian tenaga kerja rata-rata pada setiap peternakan sebesar 21,66 Hari Kerja Pria (HKP) setiap 1000 ekor DOC per siklus produksi. Hari Kerja Pria dihitung selama delapan jam kerja selama satu hari. Penelitian Arisani (2001), menyatakan bahwa tenaga kerja tetap pada peternakan ayam pedaging CV. Pekerja Keras terdiri dari manajer, supervisor dan staf administrasi. Kondisi aktual penggunaan tenaga kerja tetap


(34)

pada salah satu lokasi kandang masing-masing bernilai 140 HKP, 40 HKP dan 28 HKP. Tenaga kerja tidak tetap adalah tenaga kerja yang langsung berhubungan dengan proses produksi yaitu tenaga kerja karyawan kandang dan tenaga satpam. Penggunaan tenaga kerja tidak tetapnya tergantung pada jumlah ayam yang dipelihara. Penggunaan tenaga kerja karyawan dan keamanan yang paling banyak sebesar 3.360 HKP untuk anak kandang dan 490 HKP untuk keamanan. Selanjutnya Arisani (2001), menyatakan bahwa kondisi optimal penggunaan tenaga kerja tetap sebesar 133 HKP, 30 HKP dan 21 HKP. Penggunaan tenaga kerja tidak tetap sebesar 2.542 HKP untuk karyawan kandang dan 385 HKP untuk keamanan.

2.6.5. Kandang

Mulyono (2001), kandang dan peralatan kandang berfungsi sebagai pelindung ayam dari gangguan musuh, pelindung dari angin, terik matahari, dan hujan; tempat ayam beristirahat; tempat tumbuh dan berkembang biak; dan tempat melakukan penanganan terhadap ayam.

Syarat-syarat kandang yang baik yaitu kandang harus cukup mendapat sinar matahari; kandang harus cukup mendapat udara segar; posisi kandang terletak pada tanah yang sedikit lebih tinggi dan dilengkapi saluran drainase yang baik; kandang tidak terletak pada lokasi yang sibuk dan gaduh mengingat ayam mudah stres, ukuran dan luas kandang disesuaikan dengan jumlah dan umur ayam.

Hasil penelitian Pakarti (2000), menyatakan bahwa persiapan kandang merupakan langkah awal dalam memulai pemeliharaan ayam yang terdiri dari kegiatan pembersihan, pengapuran, pencucihamaan kandang dan peralatan yang digunakan. Pemakaian pemanas digunakan pada masa starter 10 hingga 20 hari


(35)

atau selama tiga minggu. Pada minggu pertama pemanas dinyalakan selama 24 jam, sedangkan minggu kedua dan ketiga hanya dinyalakan selama 12 jam pada malam hari, namun demikian pemberian pemanas tergantung pada cuaca.

Penelitian Herawati (2001) menyatakan bahwa jumlah DOC per luas kandang sekitar 12 ekor DOC per m². Setiap kandang dilengkapi dengan peralatan kandang seperti induk pemanas (gasolec), tempat pakan, tempat minum, tirai penutup kandang, seng pembatas dan alat penerangan. Hasil penelitian Dewi (1993) menunjukkan bahwa kepadatan kandang 10 ekor per m² menghasilkan berat karkas yang lebih baik yaitu rata-rata 1,27 kilogram dibandingkan dengan kepadatan kandang 12 ekor per m² yaitu rata-rata 1,2 kilogram bagi ayam broiler umur enam minggu.


(36)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Usahatani

Usahata ni adalah setiap organisasi yang tersusun dari alam tenaga kerja, modal dan manajemen yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Pada dasarnya setiap usahatani memiliki empat unsur pokok yang terdiri dari unsur lahan yang diwakili oleh alam, unsur tenaga kerja yang terdiri atas petani (bersama keluarga), unsur modal yang beragam jenisnya (ternak, tanaman, alat-alat) dan unsur manajemen yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani. Keempat unsur tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan dalam usahatani karena sama pentingnya (TB. Bachtiar Rifai dalam Soeharjo dan Patong, 1973).

Tujuan setiap kegiatan usahatani berbeda-beda tergantung lingkungan dan kemampuan pengusahaan. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), apabila motif usahatani ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik melalui atau tanpa peredaran uang, maka usahatani yang demikian disebut usahatani pencukup kebutuhan keluarga (self sufficient farm atau subsistance farm). Bila motif usahataninya didorong oleh keinginan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, maka usahatani yang demikian disebut usahatani komersial (commercial farm). Pada dasarnya dalam menyelenggarakan usahatani setiap petani berusaha agar hasil panennya melimpah dengan harapan mendapatkan keuntungan yang besar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun hal tersebut sering tidak tercapai karena adanya alokasi sumberdaya yang kurang tepat. Usahatani yang


(37)

baik adalah usahatani yang bersifat produktif dan efisien yaitu mempunyai produktivitas yang tinggi dan bersifat kontinyu.

Keberhasilan dalam mengelola usahatani dapat diukur dari pengeluaran dan pendapatan yang diperoleh. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Dalam menghitung pendapatan kotor, semua komponen produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar.

Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) didefinisikan sebagai nilai semua masukkan yang habis terpakai dan atau dikeluarkan di dalam produksi tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran yang dihitung dalam tahun pembukuan adalah nilai yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk dalam tahun pembukuan tersebut. Pengeluaran total usahatani dapat dipisahkan menjadi pengeluaran tetap (fixed cost) dan pengeluaran tidak tetap (variabel cost). Pengeluaran tetap (fixed cost) adalah pengeluaran usahatani yang tidak bergantung kepada besarnya produksi. Pengeluaran tidak tetap (variabel cost) adalah pengeluaran yang digunakan untuk tanaman atau ternak tertentu dan jumlahnya berubah-ubah kira-kira sebanding dengan besarnya produksi tanaman atau ternak tersebut.

Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayarkan dengan benda-benda atau berdasarkan kredit harus dimasukkan sebagai pengeluaran. Apabila dalam usahatani digunakan alat-alat pertanian, maka harus dihitung penyusutannya dan dianggap sebagai pengeluaran. Penyusutan ini merupakan penurunan nilai inventaris yang disebabkan oleh pemakaian selama tahun pembukuan. Dalam


(38)

penelitian ini, biaya penyusutan alat-alat pertanian dan barang yang memiliki unsur ekonomis dihitung dengan menggunakan Metode Garis Lurus (Straight Line Method) dengan nilai sisa (salvage value) diasumsikan sama dengan nol.

Harga Pembelian – Nilai Sisa Penyusutan = —————————————

Umur Pemakaian

Biaya tunai untuk biaya tetap, misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan untuk biaya variabel, misalnya pembelian bibit, obat-obatan dan tenaga kerja. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) untuk biaya tetap, misalnya biaya penyusutan bangunan dan alat-alat pertanian, serta sewa lahan/kandang milik sendiri. Untuk biaya variabel, misalnya biaya tenaga kerja keluarga bila dapat dipisahkan.

Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani merupakan pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Oleh karena itu, nilai tersebut merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani.

Apabila salah satu faktor produksi dalam usahatani menyewa dari orang lain maka petani penyewa dianggap sebagai peminjam modal. Bunga modal ini harus dibayar dalam bentuk sewa berupa uang atau benda. Jadi, pendapatan bersih usahatani dihitung tanpa memasukkan sewa sebagai pengeluaran usahatani. Sewa akan dikurangkan bersama-sama dengan bunga lainnya yang dibayar apabila


(39)

menghitung penghasilan bersih usahatani. Pajak tanah dapat dianggap sebagai bentuk sewa yang dibayar kepada pemerintah (Soekartawi, 1986).

Analisis pendapatan mempunyai dua tujuan yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Analisis pendapatan dapat memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak. Alat analisis lain yang memberikan ukuran efisiensi usahatani adalah analisis imbangan penerimaan terhadap biaya (R/C Ratio). Dalam analisis R/C Ratio akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan cabang usahatani yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya (Soeharjo dan Patong, 1973).

3.1.2. Fungsi Produksi

Mubyarto (1989) mendefinisikan fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi (output) dengan faktor produksi (input). Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi dinyatakan sebagai berikut :

Y = f(X1, X2, X3, X4, X5) ... (3.1) dimana :

Y = Hasil produksi fisik X = Faktor produksi

Faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu : (1) faktor yang sifatnya tidak habis dalam satu proses produksi yang dinamakan faktor produksi tetap, seperti tanah dan bangunan; (2) faktor produksi yang sifatnya habis dipakai dalam satu proses produksi yang dinamakan faktor produksi variabel, seperti pakan, pupuk, dan obat-obatan. Selain


(40)

itu faktor produksi yang digunakan dalam usahatani dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: (1) yang dapat dikuasai oleh petani, seperti luas tanah, pupuk, jumlah pakan, obat-obatan, tenaga kerja dan lainnya; (2) yang tidak dapat dikuasai oleh petani, seperti iklim dan penyakit.

Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi yaitu “Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang” (The Law of Diminishing Return). Hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang mempunyai pengertian bahwa jika faktor produksi variabel terus menerus ditambah dalam suatu proses produksi sedangkan faktor produksi lainnya tetap, maka tambahan jumlah produksi per satuan faktor produksi akhirnya akan menurun. Hukum ini akan menggambarkan adanya kenaikan hasil yang negatif dalam kurva fungsi produksi (Soekartawi, 1986).

Fungsi produksi menggambarkan transformasi sejumlah faktor produksi dalam jumlah produksi yang dihasilkan, sedangkan untuk mengetahui efisiensi dapat dilihat elastisitas produksinya. Elastisitas produksi merupakan persentase perubahan dari produk yang dihasilkan sebagai akibat persentase perubahan faktor produksi yang digunakan. Berdasarkan nilai elastisitas produksinya, fungsi produksi dibagi atas tiga daerah yaitu daerah dengan daerah produksi yang lebih besar dari satu (daerah I), antara nol dan satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol (daerah III) dapat dilihat pada Gambar 1.

Daerah produksi I (daerah irrational) mempunyai nilai elastisitas produksi lebih dari satu, yang berarti penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan


(41)

maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan penggunaan faktor produksi yang lebih banyak.

Daerah II dalam kurva produksi memiliki nilai elastisitas produksi antara nol dan satu. Artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu di dalam daerah ini (tergantung harga faktor produksi dan harga produk) akan tercapai keuntungan maksimum, sehingga daerah ini disebut daerah rasional.

Daerah III mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya setiap penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan penggunaan faktor-faktor produksi yang sudah tidak efisien, sehingga daerah ini disebut daerah irrational.


(42)

Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi Total dan Hubungannya dengan Produk Marjinal (Doll dan Orazem, 1984)

Keterangan : TP : Total Produksi

MP : Marginal Product (Produk Marjinal) AP : Average Product (Produk Rata-rata)

I II III

MP atau AP

A

MP T Y(Produksi

)

X (Faktor


(43)

3.1.3. Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Untuk mengamati pengaruh dari beberapa faktor produksi tertentu terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak mungkin. Oleh karena itu hubungan antara faktor produksi dengan hasil produksi (output) perlu disederhanakan dalam suatu bentuk yang disebut model. Untuk mendapatkan model suatu bentuk fungsi produksi yang baik, hendaknya fungsi tersebut :(1) dapat dipertangungjawabkan; (2) mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun ekonomik; (3) mudah dianalisa; dan (4) mempunyai implikasi ekonomi (Soekartawi, 1986)

Model fungsi yang dapat digunakan untuk membuat fungsi produksi ada beberapa macam antara lain adalah model akar pangkat dua, model fungsi kuadratik, model fungsi Cobb-Douglas dan sebagainya. Model fungsi yang baik harus memperhitungkan fasilitas yang ada, kesesuaian dengan kenyataan dan kemampuan model dalam memberikan gambaran mengenai masalah yang sedang dianalisis.

Model fungsi Cobb-Douglas merupakan salah satu model untuk menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penggunaan fungsi Cobb-Douglas didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan berikut : (1) koefisien pangkat dari masing-masing fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap output; (2) jumlah elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang diduga sekaligus merupakan pendugaan terhadap skala usaha dari proses produksi yang berlangsung; (3) mengurangi terjadinya heterokedastisitas. Hal ini karena bentuk


(44)

linier dari fungsi produksi Cobb-Douglas ditransformasikan ke dalam bentuk log e (ln) sehingga variasi data menjadi lebih kecil; (4) perhitungan sederhana karena dapat dimanipulasi ke dalam bentuk persamaan linier; (5) bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas paling banyak digunakan dalam penelitian, khususnya penelitian bidang pertanian.

Namun demikian fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki beberapa kelemahan antara lain: (1) elastisitas produksinya dianggap konstan (sama dengan satu); (2) nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkannya berbias apabila faktor yang digunakan tidak lengkap; (3) model fungsi Cobb-Douglas tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor produksi sama dengan nol; (4) sering terjadi multikolinier (Soekartawi, 1986)

Persamaan matematik dari fungsi Cobb-Douglas secara umum dirumuskan sebagai berikut :

Y = bo X1 b1 X2 b2 X3 b3 X4 b4 X5 b5 e u ... (3.2)

dimana :

Y = jumlah produksi fisik X , X ,…Xn = Faktor-faktor produksi

b , b ,…bn = Parameter variabel penduga dan merupakan

elastisitas masing-masing fungsi produksi bo = Intersep

e = Bilangan natural (2,1782) u = Unsur sisa

Dengan mentransformasikan dari fungsi produksi Cobb-Douglas kedalam bentuk linier logaritmik, maka model fungsi produksi tersebut dapat ditulis sebagai berikut :


(45)

Menurut Soekartawi (1986), agar relevan dengan analisis ekonomi, maka nilai bi harus positif dan lebih kecil dari satu. Ini artinya berlaku asumsi tambahan hasil yang semakin berkurang (Diminishing Return) untuk semua variabel X.

Dalam penaksiran model linier majemuk yang dikemukakan digunakan metode kuadrat terkecil biasa (Method of Ordinary Least Square, OLS). Dengan demikian asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut (Ramanathan, 1998) :

1. E(ui) = 0, untuk setiap i, i = 1,2,3,…n

Artinya nilai rata-rata atau rata -rata hitung sama dengan nol 2. Cov (ut, us) = 0, t s

Artinya tidak ada korelasi antara simpangan ut dan us

3. Var (ut) = ó², untuk setiap t, t = 1, 2, 3…n

Artinya setiap simpangan mempunyai varian yang sama sebesar ó ² 4. Cov (ut,x2s) = cov (ut,x3s) = 0

Artinya tidak ada korelasi antara simpangan dengan tiap variabel yang menjelaskan (Xi)

5. Tidak ada multikolinier, yang berarti tidak ada hubungan linier yang nyata antara variabel-variabel yang menjelaskan

Multikolinier adalah saling korelasi diantara peubah bebas didalam suatu model regresi berganda. Kelemahan fungsi produksi Cobb-Douglas saat diduga dengan metode OLS adalah adanya masalah multikolinier. Salah satu metode yang digunakan untuk mengatasi masalah ini adalah metode komponen utama.

Analisis regresi komponen utama merupakan teknik analisis regresi yang dikombinasikan dengan analisis komponen utama. Variabel-variabel asal yang saling berkolerasi kuat ditransformasikan menjadi variabel-variabel baru yang


(46)

saling bebas satu sama lain, yaitu komponen utama. Koefisien penduga dari metode ini diperoleh melalui penyusutan dimensi komponen utama, dimana subset komponen utama yang dipilih harus tetap mempertahankan keragaman yang sebesar-besarnya.

Jika akar ciri diurutkan dari nilai terbesar sampai terkecil, maka pengurutan komponen utama SCi berpadanan dengan pengurutan ëj. Ini berarti

bahwa komponen utama tersebut menerangkan proporsi keragaman terhadap respon Y yang semakin kecil. Penggunaan analisis regresi komponen utama biasanya dilakukan dalam studi penelitian yang melibatkan banyak variabel bebas dari sistem konkret serta diketahui bahwa terdapat saling hubungan diantara variabel-variabel bebas.

3.1.4. Efisiensi Ekonomi

Pengertian efisiensi sangat relatif. Dalam tulisan yang disajikan pada penelitian ini, efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi yang demikian akan terjadi kalau peternak mampu membuat suatu upaya nilai produk marginal (NPMx) untuk suatu input sama dengan harga input (Px) tersebut; atau

dapat dituliskan :

NPMx = Px; atau

1

=

Px NPMx

……… (3.4)

Dalam banyak kenyataan NPMx tidak selalu sama dengan Px. Yang sering terjadi

adalah sebagai berikut :

a. (NPMx / Px) > 1; artinya penggunaan input X belum efisien. Untuk


(47)

b. (NPMx / Px) < 1; artinya penggunaan input X tidak efisien, untuk

menjadi efisien, penggunaan input X perlu dikurangi.

Menurut Doll dan Orazem (1984), keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi penerimaan total dengan biaya total. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut

n

ð = Py Y – [ Pxi Xi + BTT ] ……… (3.5)

i=1

dimana : ð = Keuntungan i = 1,2,3,…n Y = Output Py = Harga output

Xi = Input ke-i Pxi = Harga input ke-i

BTT = Biaya tetap total

Keuntungan maksimum tercapai pada saat turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol, sehingga :

Py Xi= ∂ ∂π 0 = − ∂ ∂ Pxi X Y

..……….. (3.6)

Px Xi Y Py = ∂ ∂

………... (3.7)

dimana Xi

Y

∂ ∂

adalah Produk Marjinal faktor produksi ke-i

sehingga Py • PMxi = Px

dimana : Py • PMxi = Nilai Produk Marjinal Xi (NPMxi)

Px = Harga faktor produksi atau Biaya Korbanan Marjinal Xi (BKMXi)

Maka apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian faktor produksi, maka persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :

NPMxi = BKMxi

1

=

BKMxi NPMxi


(48)

Untuk penggunaan lebih dari satu faktor produksi misalnya n faktor produksi,

maka keuntungan maksimum dapat dicapai apabila :

1 ... 2 2 1 1 = = = = BKMxn NPMxn BKMx NPMx BKMx NPMx

………... (3.9)

Berdasarkan kondisi kecukupan bahwa efisiensi ekonomi dengan keuntungan maksimum tercapai apabila NPM sama dengan BKM. Hal ini berarti tambahan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi mampu memberikan tambahan penerimaan dengan jumlah yang sama. Jika rasio NPM dengan BKM kurang dari satu, menunjukkan penggunaan faktor produksi telah melampaui batas optimal, maka setiap penambahan biaya yang dikeluarkan akan lebih besar daripada tambahan penerimaannya. Bagi produsen yang rasional akan mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama dengan BKM. Pada saat rasio NPM dengan BKM lebih besar dari satu, berarti kondisi optimum belum tercapai, sehingga produsen yang rasional akan menambah penggunaan faktor produksi agar tercapai kondisi NPM sama dengan BKM.

Persamaan bagi kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada kondisi optimal dapat juga ditulis di dalam bentuk sebagai berikut :

1 = = Pxi Py Xi Y bi BKMxi NPMxi

………... (3.10)

Pxi Py Y bi

Xi= • • .………... (3.11)

dimana :

bi = Elastisistas faktor produksi ke-i Y = Jumlah hasil produksi

Py = Harga perunit produk yang dihasilkan Xi = Jumlah faktor produksi ke-i

Pxi = Harga faktor produksi ke-i i = 1,2,3,…..,n


(49)

3.2.Pengaruh Probiotik Terhadap Efisiensi

Sampai sekarang konsep tentang probiotik di dasarkan pada terbentuknya kolonisasi mikroba yang menguntungkan yang masuk ke dalam saluran pencernaan, mencegah perkembangan bakteri patogen, netralisasi racun pada saluran pencernaan, mengatur aktivitas enzim bakteri tertentu dan menguatkan pengaruh substansi yang merangsang sintesis antibodi pada sistem kekebalan (Cruywagen, 1996).

Walijah (1999) mengatakan bahwa istilah probiotik pertama kali digunakan oleh Lilley dan Stillwell pada tahun 1965 untuk menggambarkan substansi yang dikeluarkan oleh suatu mikroba dalam merangsang pertumbuhan mikroba lainnya, dan penggunaan probiotik sebagai bahan pakan tambahan untuk meningkatkan pertambahan bobot badan, konversi pakan dan kesehatan ternak merupakan alternatif yang aman karena aktivitasnya dalam mendukung perkembangan mikroba yang menguntungkan dan menekan pertumbuhan bakteri patogen dalam saluran pencernaan. Probiotik dapat berupa satu atau beberapa jenis mikroorganisme (mikroorganisme tunggal atau kultur campuran). Spesies bakteri yang sering digunakan sebagai probiotik adalah Lactobacillus sp, Leuconostoc, Pediococcus, Propionibacterium dan Bacillus, dari spesies yeast meliputi Saccharomyces cerevisae dan Candida pintolopesii, dan dari jamur meliputi Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae (Fuller, 1992).

Wallace (1994) menyatakan bahwa Saccharomyces cerevisae dapat meningkatkan kecernaan serat, dan sintesa protein mikroba yang menyebabkan laju aliran pakan ke usus halus menjadi lebih cepat, sehingga dapat meningkatkan jumlah pakan yang dikonsumsi dan pasokan substrat ke usus halus. Dengan


(50)

demikian efisiensi penggunaan pakan berserat dan produktivitas ternak akan meningkat pula.

Fuller (1992) menyebutkan bahwa penggunaan probiotik untuk memperoleh keuntungan seperti : 1) memperbaiki laju pertumbuhan ternak, 2) memperbaiki penggunaan makanan; hal ini dicapai dengan peningkatan efisiensi dari proses pencernaan sebelumnya, 3) meningkatkan produksi telur, dan 4) memperbaiki kesehatan; hal ini mencakup ketahanan terhadap infeksi penyakit lain oleh antagonisme langsung atau dengan stimulasi kekebalan.

Pada ternak, penggunaan probiotik bertujuan untuk memperbaiki kondisi saluran pencernaan dengan menekan reaksi pembentukan racun dan metabolit yang bersifat karsinogenik, merangsang reaksi enzim yang dapat menetralisir senyawa beracun yang tertelan atau dihasilkan oleh saluran pencernaan, merangsang produksi enzim yang diperlukan untuk mencerna pakan dan memproduksi vitamin serta zat-zat yang tidak terpenuhi dalam pakan (Seifert dan Gessler, 1997).


(51)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Sunan Kudus Farm yang berlokasi di Ciampea, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Sunan Kudus Farm merupakan perusahaan yang telah lama berkecimpung di bisnis ayam broiler sejak 1989 dan mandiri dalam hal pemasaran produk yang dihasilkannya yaitu ayam hidup dan ayam bersih. Selain itu Sunan Kudus Farm juga merupakan salah satu perusahaan pengguna probiotik untuk peningkatan produktifitas ternaknya serta melakukan banyak percobaan untuk menghasilkan produk yang lebih baik. Pengambilan data dilakukan selama dua bulan yang dimulai pada bulan Juli dan berakhir bulan Agustus 2005.

4.2. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara langsung dengan pihak peternak dan perusahaan yang memiliki informasi langsung yang berguna bagi pelaksanaan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Departemen Pertanian, Kantor Kecamatan dan literatur seperti majalah dan skripsi.

Pemilihan responden (sample) dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) dari data perusahaan Sunan Kudus Farm. Responden dari peternak yang bekerja sama dengan Sunan Kudus Farm diambil sebanyak 30 orang untuk peternak probiotik dan 30 orang untuk peternak non probiotik.


(52)

Pemilihan tempat penelitian dilakukan pada Sunan Kudus Farm dikarenakan masih belum banyak perusahaan-perusahaan peternakan ayam ras yang menggunakan probiotik dan juga mengingat produk probiotik masih merupakan produk baru di pasaran dunia peternakan di Indonesia, oleh karena itu berdasarkan kondisi lapangan tersebut maka metode penarikan dan penentuan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) dengan pertimbangan; 1) data dan alamat responden telah tersedia, 2) keterbatasan waktu penelitian, 3) Sunan Kudus Farm telah menggunakan produk probiotik tersebut, serta 4) Sunan Kudus Farm merupakan perusahaan peternakan yang sedang melakukan percobaan tentang keuntungan dan manfaat produk probiotik tersebut.

4.3. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data 4.3.1. Analisis Kualitatif

Data yang diolah dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif yang telah diperoleh dari wawancara dan pengamatan langsung, dianalisis secara deskriptif sesuai dengan landasan teori yang terkait, ditunjang dengan data kuantitatif dalam bentuk daftar atau tabel-tabel.

4.3.2. Analisis Kuantitatif

Analisis efisiensi faktor-faktor produksi dilakukan dengan cara membandingkan faktor-faktor produksi yang digunakan oleh peternak yang menggunakan probiotik dan peternak yang tidak menggunakan probiotik. Untuk analisis usaha ternak dilakukan dengan cara membandingkan usaha ternak peternak pengguna dan yang bukan pengguna probiotik. Analisis usaha ternak


(53)

ayam broiler dapat diuji dengan analisis pendapatan usaha ternak, dan analisis efisiensi usaha ternak ayam broiler diuji dengan R/C ratio.

4.3.2.1. Analisis Pendapatan Usahatani

Keuntungan (Pendapatan) = Penerimaan Total Biaya

Pendapatan = Penerimaan (Biaya variabel total + Biaya tetap total)

ð = Py • Y –

= + • n i BTT Xi Pxi 1 ]

[ ...(4.1)

bi = Elastisitas produksi Y = Rata-rata output Py = Harga output produksi Xi = Kuantitas input produksi ke-i Pxi = Harga input produksi ke-i BTT = Biaya tetap total

4.3.2.2. Analisis Imbangan Penerimaan Terhadap Biaya Total (R/C Ratio)

Analisis R/C ratio dapat digunakan untuk mengukur tingkat penerimaan relatif kegiatan usaha ternak artinya dari angka rasio tersebut dapat diketahui apakah suatu usaha ternak efisien atau tidak. Usaha ternak dikatakan efisien bila nilai R/C Ratio lebih besar dari satu yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan untuk usaha ternak akan memberikan penerimaan lebih besar dari satu rupiah. Sebaliknya, usaha ternak dikatakan tidak efisien bila nilai R/C Ratio lebih kecil dari satu, yang artinya setia p rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan kurang dari satu rupiah.

= • + • = = n i BTT Y Pxi Y Py Total Biaya Penerimaan Ratio C R 1 ] [ /


(54)

4.3.2.3. Analisis Fungsi Produksi

Setelah menguraikan faktor-faktor produksi, kemudian disusun suatu model fungsi produksi untuk menduga hubungan fisik atau teknis antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan produksi yang dihasilkan. Fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas, yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

Y = bo X1b1 X2 b2 X3 b3 X4 b 4 X5 b5 eu...(4.3) Dengan mentransformasikan dari fungsi Cobb-Douglas ke dalam bentuk logaritmik, model fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut :

Ln Y = Ln bo + b1 LnX1 + b2 LnX2 + ………+ b5 LnX5 + u... (4.4)

dimana :

Y = Hasil produksi daging per periode (kilogram broiler hidup) X1 = Bibit / DOC per periode (ekor)

X2 = Pakan per periode (kilogram)

X3 = Tenaga kerja per periode (HKP)

X4 = Pemanas per periode (liter)

X5 = Obat-obatan per periode (mililiter)

Ln bo = Intersep, merupakan besaran parameter u = Unsur sisa

b1, b2,…b5 = Koefisien regresi, merupakan nilai dugaan besaran parameter

Metode statistik yang digunakan untuk menerangkan hubungan sebab akibat dari faktor produksi dalam fungsi produksi diatas adalah regresi. Dari analisis regresi linier sederhana logaritmik akan didapat besarnya nilai F-hitung, t-hitung dan R². Nilai F-t-hitung digunakan untuk melihat apakah parameter bebas yang digunakan X1, X2,…,X5 secara bersama -sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Bila F-hitung lebih besar daripada F-tabel maka parameter bebas secara bersama -sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi


(55)

dari masing-masing parameter bebas (Xn) yang dipakai, secara terpisah

berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (Y). Apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel berarti parameter yang diuji berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas, sebaliknya bila t-hitung lebih kecil dari t-tabel berarti parameter yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap parameter bebas. R² digunakan untuk melihat sejauh mana keragaman yang diterangkan oleh parameter bebas (X) terhadap parameter tidak bebas (Y).

Untuk memenuhi asumsi OLS, maka dalam menduga persamaan regresi tersebut digunakan teknik analisis komponen utama kemudian diregresikan. Analisis komponen utama pada dasarnya bertujuan untuk menyederhanakan parameter yang diamati dengan cara menyusutkan dimensinya. Hal ini dilakukan dengan jalan menghilangkan korelasi diantara parameter melalui transformasi parameter asal ke parameter baru yang tidak berkorelasi. model analisis regresi komponen utama tersebut:

Ln Y = wo + w1SC1 + w2SC2 + v ... (4.5)

dimana :

Ln Y = Parameter terikat

Sci = Parameter bebas komponen utama yang merupakan kombinasi linier dari semua parameter asal

wo = Konstanta w1 = Koefisien regresi v = Galat

4.3.2.4. Pengujian Hipotesa

Pengujian hipotesa secara statistik hanya dilakukan untuk hasil regresi dari model fungsi produksi yang dihasilkan dari perolehan data. Pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut :


(56)

1. Pengujian Terhadap Model Penduga

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter dan fungsi produksi. Uji yang digunakan adalah uji-F.

Prosedur pengujian :

Ho : b1 = b2 = b3 =…..= b6 = 0 H1 : b1 b2 b3 …. b6 0

) ( ) 1 ( ) 1 ( 2 2 k n R k R hitung F − − − = − ...(4.6) dimana :

R² = Koefisien determinasi n = Jumlah data

k = Jumlah parameter

Kriteria pengujian :

Jika F-hitung > F-tabel (á; k-1; n-k) maka tolak Ho, artinya faktor -faktor produksi (Xi) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi ayam broiler (Y) pada selang kepercayaan (1- á)

Jika F-hitung < F-tabel (á; k-1; n-k) maka terima Ho, artinya faktor -faktor produksi (Xi) secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap

produksi ayam broiler pada selang kepercayaan (1- á) 2. Pengujian Koefisien Regresi

Pengujian koefisien regresi dilakukan untuk mengetahui apakah faktor-faktor produksi (Xi) beRpengaruh nyata terhadap produksi ayam broiler (Y). Uji yang digunakan adalah uji-t.


(57)

Ho :bi = 0 (tidak ada pengaruh nyata)

H1 :b1 0 (ada pengaruh nyata)

) (bi Se

bi hitung

t− = ...(4.7)

dimana :

bi = Koefisien regresi Se (bi) = Standar deviasi dari bi

i = 1,2,3…,5

Kriteria Pengujian

Jika t-hitung > t -tabel (á/2;n-k) maka tolak Ho, artinya Xi berpengaruh nyata terhadap Y pada selang kepercayaan (1- á)

3. Pengujian Koefisien Determinasi

Pengujian ini bertujuan untuk melihat kebaikan dari suatu model yang memperlihatkan persentase variasi total dari parameter terikat (Y) yang dapat dijelaskan oleh parameter bebas (Xi).

Prosedur pengujian :

2 2 Y Y X bi

R =

• ...(4.8)

dimana - X = Xi - X

- Y = Yi- Y

Kriteria pengujian :

Jika R² tinggi berarti model yang digunakan mampu menjelaskan keragaman dari Y, dan demikian juga sebaliknya.

4. Uji Kenormalan Unsur Sisa (galat)

Uji kenormalan bertujuan untuk mengetahui apakah galat dari data yang digunakan menyebar normal atau tidak.


(58)

Prosedur Pengujian :

Ho : galat menyebar normal Hi : galat tidak menyebar normal

Kriteria pengujian

Jika p-value á maka tolak Ho, artinya galat tidak menyebar normal Jika p-value á maka terima Ho, artinya galat menyebar normal 5. Uji Kehomogenan Ragam

Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat heterokedastisitas atau tidak

Prosedur pengujian

Ho : galat menyebar homogen Hi : galat tidak menyebar homogen Kriteria pengujian

Jika p-value á maka tolak Ho, artinya galat tidak menyebar homogen (heterokedastisitas)

Jika p-value á maka terima Ho, artinya galat menyebar homogen (homokedastisitas)

6. Uji Multikolinier

Uji multikolinier dapat diduga dengan menggunakan metode VIF (Variance Inflation Factor). Bila nilai VIF besar yaitu lebih dari 10 maka terdapat kolinier antar parameter bebas. Multikolinier yang serius tidak dapat diabaikan karena akan mengakibatkan bias dalam model. Nilai VIF dari masing-masing parameter bebas dapat dihitung sebagai berikut :


(59)

2 1 1 R VIF − = ………(4.9) dimana:

VIF : Variance Inflation Factor

R²i : Koefisien determinasi pada parameter i terhadap parameter lain

7. Pengujian Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor produksi

Efisiensi teknis faktor -faktor produksi dalam fungsi produksi Cobb-Douglas dapat langsung diketahui dari nilai koefisien regresi yang merupakan nilai elastisitas produksinya. Jika nilai (bi) > 1 maka berada dalam daerah tidak rasional (daerah 1 ), jika nilai 0 < (bi) < 1 maka berada dalam daerah rasional (daerah II).

Kondisi efisiensi ekonomi (keuntungan maksimum) dengan kombinasi faktor-faktor produksi yang efisien harus memenuhi kondisi kecukupan sebagai berikut : 1 ... 5 5 2 2 1

1 = = = =

BKMx NPMx BKMx NPMx BKMx NPMx ...(4.10)

Untuk menghitung NPMxi diperlukan besaran produk marjinal (PMxi) dan harga produk (Py), karena NPM merupakan hasil kali harga produk dengan produk marjinal. Menurut Soekartawi (1986), produk marjinal adalah perubahan produksi yang diakibatkan oleh adanya tambahan unit variabel. Produk marjinal dihitung dengan menurunkan atau menghitung turunan pertama dari fungsi produksi terhadap variabel X.

Xi Y bi Xi Y = ∂ ∂ ...(4.11)


(1)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PETERNAK PROBIOTIK DAN NON PROBIOTIK PADA USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING ” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHA K LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Desember 2005

Arif Karya Kusuma A07498198


(2)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 21 Mei 1980. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ir.H. Hendi Hermawan dan Ibu Hj. Isnaeni Suryaningsih.

Penulis memulai pendidikan dasarnya pada tahun 1986 di SD Negeri Semplak 2, Bogor, dan menyelesaikannya pada tahun 1992. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Bogor, dan lulus tahun 1996. Kemudian, penulis diterima di SMUN 2 Bogor, dan lulus pada tahun 1998.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, pada tahun 1998 melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri).


(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdu’lillaahirabbil’aalamin penulis panjatkan, berkat rahmat karunia serta kekuatan yang diberikan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis bermaksud menghaturkan terimakasih kepada banyak pihak yang menjadi bagian disetiap langkah penyusunan penelitian ini hingga terselesaikannya penulisan ini :

1. Mama dan Papa, orang tua penulis yang telah mengajarkan do’a, kerja keras dan kesabara n adalah kombinasi terbaik meraih cita-cita.

1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. selaku dosen pembimbing yang dengan kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, kritik dan saran dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Lukman M. Baga, MEc atas kesediaan menjadi dosen penguji utama. 3. Ir. Netti Tinaprilla, MM atas kesediaannya menjadi dosen penguji komisi

pendidikan.

4. Rekan-rekan di Sunan Kudus Farm, atas kerjasama dan do’anya.

5. Untuk teh Ida di komdik yang telah banyak membantu dalan hal administrasi. 6. Untuk saudara -saudaraku Andrie, Rini, Aviani serta Syarif dan juga

keponakanku Haura dan Fathin.

7. Untuk mbak Dewi dan Suprehatin di sekretariat program studi agribisnis atas bantuannya selama ini.

8. Untuk Kiki-k u atas dukungan dan doanya selama ini, Mia, Yulia, Radit, Indra

mustika, serta anak-anak RUKO’s lainnya atas kebersamaannya selama ini. 9. Hendri Metro Purba sebagai teman satu bimbingan dan satu perjuangan

semasa kuliah.

10. Cay, Donald, Reza, Edo, para penghuni base one dan rekan-rekan ’35 lainnya atas saran dan dorongannya selama ini.

11. Pihak-pihak lain yang membantu saya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Desember 2005


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke pada Tuhan Allah Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia -Nya yang besar yang memberikan segala hikmat dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Judul skripsi ini adalah “Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Peternak Probiotik dan Non Probiotik Pada Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging”. Sesuai dengan judul tersebut, skripsi ini menganalisis pendapatan yang diperoleh peternak dari usaha ternak ayam ras pedaging, menganalisis faktor -faktor yang mempengaruhi produksi dalam usaha ternak ayam ras pedaging, dan melakukan analisis efisiensi ekonomis penggunaan faktor produksi pada usaha ternak ayam ras pedaging.

Penulis menyadari kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga diperlukan kritik dan saran unt uk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap penelitian yang dilakukan dapat diterima dan dimanfaatkan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pihak lain yang berkepentingan.

Bogor, Desember 2005


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

UCAPAN TERIMA KASIH... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II. TINJ AUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Usaha Petermakan Ayam Broiler ... 10

2.2. Potensi Ayam Broiler di Indonesia ... 10

2.3. Kendala Budidaya Ayam Broiler di Indonesia ... 11

2.4. Karakteristik Ayam Broiler... 13

2.5. Definisi Mikroorganisme Probiotik ... 14

2.6. Faktor Produksi Ayam Broiler ... 15

2.6.1. Bibit (DOC) ... 16

2.6.2. Pakan... 17

2.6.3. Obat-obatan dan Vaksin ... 18

2.6.4. Tenaga Kerja... 19

2.6.5. Kandang ... 20

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 22

3.1. Kerangka Teoritis ... 22

3.1.1. Analisis Analisis Usahatani... 22


(6)

3.1.3. Model Fungsi Produksi... 29

3.1.4 Efisiensi Ekonomi... 32

3.2. Pengaruh Probiotik Terhadap Efisiensi ... 35

BAB IV. METODE PENELITIAN ... 37

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel ... 37

4.3. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data ... 38

4.3.1. Analisis Kualitatif ... 38

4.3.2. Analisis Kuantitatif... 38

4.3.2.1. Analisis Pendapatan Usahatani ... 39

4.3.2.2. Analisis Imbangan Penerimaan Terhadap Biaya ... 39

4.3.2. 3. Analisis Fungsi Produksi... 40

4.3.2. 4. Pengujian Hipotesa... 41

4.3.2. 5. Analisis Efisiensi Ekonomi ... 45

4.4. Pengukuran Variabel... 46

4.5. Batasan Istilah (Definisi Istilah) ... 47

4.6. Langkah-Langkah Metode Penelitian... 50

BAB V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 51

5.1. Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Bogor... 51

5.2. Keadaan Umum Perusahaan ... 52

5.3. Struktur Organisasi... 53

5.4. Manajemen Budidaya Ayam Broiler... 54

5.4.1. Masa Kosong Kandang ... 55

5.4.2. Persiapan DOC Tiba ... 55

5.4.3. Masa Pemeliharaan ... 56

5.4.4. Masa Panen... 58

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 60

6.1. Analisis Usaha Ternak Ayam Broiler... 60

6.1.1. Total Biaya Tunai ... 67

6.1.2. Total Biaya Yang Diperhitungkan... 67

6.1.3. Total Biaya Faktor Produksi ... 68