Dampak Serangan Patogen Pada Tanaman Kubis-Kubisan Terhadap Kesejahteraan Petani: Studi Kasus Di Daerah Agropolitan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

DAMPAK SERANGAN PATOGEN PADA TANAMAN KUBISKUBISAN TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI: STUDI
KASUS DI DAERAH AGROPOLITAN KABUPATEN
CIANJUR, JAWA BARAT

TEGUH PRATAMA PUJI PAMUNGKAS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Dampak Serangan
Patogen pada Tanaman Kubis-kubisan terhadap Kesejahteraan Petani: Studi Kasus
di Daerah Agropolitan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat” adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,

September 2016

Teguh Pratama Puji Pamungkas
A352120041

RINGKASAN
TEGUH PRATAMA PUJI PAMUNGKAS. Dampak Serangan Patogen pada
Tanaman Kubis-kubisan terhadap Kesejahteraan Petani: Studi Kasus di Daerah
Agropolitan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA
dan ALI NURMANSYAH.
Sayuran kubis-kubisan (Brassicaceae) merupakan komoditas pertanian yang
memiliki nilai ekonomi tinggi dan berperan penting dalam meningkatkan
kesejahteraan petani. Namun demikian, pembudidayaan sayuran ini tidak terlepas
dari infestasi organisme pengganggu tanaman (OPT) terutama infestasi patogen
yang dapat menyebabkan penurunan produksi tanaman. Hal ini juga berdampak
pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat khususnya penurunan pendapatan dan

kesejahteraan petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis patogen utama
dan intensitas penyakit pada sayuran kubis-kubisan dan dampaknya terhadap
kesejahteraan petani di daerah Agropolitan, Kabupaten Cianjur.
Penelitian ini dilakukan melalui 2 kegiatan, yaitu (1) penelitian lapangan
yang terdiri atas survei petani dan pengukuran intensitas infeksi patogen di Desa
Sukatani (Kecamatan Pacet) dan Desa Sindangjaya (Kecamatan Cipanas),
kawasan Agropolitan, Kabupaten Cianjur, dan (2) penelitian laboratorium yang
berupa identifikasi patogen di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan
Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut
Pertanian Bogor. Survei petani melibatkan 100 petani kubis-kubisan sebagai
responden yang dipilih secara acak sistematis. Analisis terhadap data karakteristik
petani dan jenis-jenis penyakit utama dilakukan secara deskriptif, sedangkan data
hubungan antara intensitas penyakit dengan produksi tanaman dan tingkat
kesejahteraan petani dilakukan dengan pendekatan regresi linier berganda. Selain
itu, analisis data ekonomi dilakukan menggunakan analisis rasio penerimaan
terhadap biaya (R/C) dan keuntungan terhadap biaya (B/C).
Di daerah Agropolitan, Cianjur, patogen utama yang sering menginfestasi
tanaman kubis-kubisan (kubis, brokoli, pakcoy, sawi, kembang kol, dan caisin)
adalah Plasmodiophora brassicae (penyakit akar gada), Alternaria brassiccicola
(penyakit bercak daun), dan Xanthomonas campestris (penyakit busuk hitam).

Tingkat keparahan penyakit yang disebabkan oleh tiga patogen tersebut masih
tergolong rendah (< 20 %), yaitu berturut-turut sebesar 16.67 % (akar gada), 18.7
% (bercak daun Alternaria), dan 15.11 % (busuk hitam). Hasil analisis regresi
linear menunjukkan bahwa penyakit akar gada merupakan penyakit yang paling
berpengaruh terhadap penurunan produksi tanaman dan pendapatan petani. Infeksi
penyakit akar gada dengan rata-rata intensitas serangan sebesar 16.7 % dapat
menyebabkan penurunan pendapatan petani sebesar 24 % - 28 % pada tingkat
kepercayaan 95 %. Tingkat infestasi akar gada di bawah 40 % tidak berpengaruh
terhadap tingkat kesejahteraan petani. Akan tetapi, ketika intensitas penyakit
tersebut paling sedikit sebesar 40 %, maka infestasi penyakit akar gada, baik
dengan maupun tanpa ada infestasi 2 penyakit utama lainnya, akan berpengaruh
terhadap kesejahteraan petani.
Hasil penelitian ini memberikan informasi yang penting tentang dampak
ekonomi dari infestasi penyakit akar gada pada tanaman kubis-kubisan. Informasi

ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi pihak-pihak
terkait dalam mencari solusi terbaik untuk menurunkan kerugian petani akibat
infestasi penyakit akar gada pada pertanamannya.
Kata kunci: akar gada, bercak daun Alternaria, busuk hitam, intensitas penyakit,
pendapatan petani


SUMMARY
TEGUH PRATAMA PUJI PAMUNGKAS. The Impact of Plant Pathogen
Infestation on Cruciferous Crops against Farmer Welfare: a Case Study of
Agropolitan Region in Cianjur Regency, West Java. Guided by GEDE
SUASTIKA and ALI NURMANSYAH.
Cruciferous vegetables are agricultural commodities that have high economic
value and play an important role in improving the welfare of farmers. However,
cultivation of the vegetables is not independent of the infestation of plant pests,
especially the infestation of pathogens that can cause a decrease in crop
production. It also affects the social and economic conditions of society,
especially the reduction in income and welfare of farmers. This study was aimed
to determine the type of primary pathogens and disease intensities on cruciferous
vegetables and their impact on the welfare of farmers in Agropolitan area of
Cianjur Regency.
This research was conducted through two activities: (1) field research
consisted of farmer survey and measurement of disease intensity in Sukatani
Village (District of Pacet) and Sindangjaya Village (District of Cipanas),
Agropolitan Area, Cianjur Regency, and (2) laboratory research in the form of
pathogens identification in the Laboratories of Plant Bacteria and Plant Mycology,

Department of Plant Protection, Bogor Agricultural University. The farmer
survey involves 100 cruciferous vegetable farmers as respondents which
systematically randomly selected. Data on farmer characteristic and major disease
types were analyzed descriptively, while data on the relationship between disease
intensity with crop production and the welfare of farmers were analyzed by
multiple linear regression approach. The analysis of economic data was performed
using revenue and cost ratio (R/C) and benefit and cost ratio (B/C).
In Agropolitan area of Cianjur, primary pathogens that often infested the
cruciferous crops (cabbage, broccoli, bok choy, cauliflower, etc.) were
Plasmodiophora brassicae (club root disease), Alternaria brassiccicola (leaf spot
disease), and Xanthomonas campestris (black rot disease). The disease severity
caused by the three pathogens were relatively low (< 20 %), namely as much as
16.67 % (club root), 18.7 % (leaf spot Alternaria), and 15.1 % (black rot),
respectively. Results of regression analysis showed that the club root disease was
a disease that most affect the decline in crop production and farmer income.
Infection of club root disease with an average disease intensity of 16.7 % can lead
to a decrease in farmer income by 24% - 28%. The level of infestation of club
root disease below 40% did not affect the level of farmer welfare. However, when
the intensity of the disease at least by 40%, the infestation of the club root disease,
either with or without infestation of two other major diseases, will affect the

welfare farmer.
The results of this research provide an important information about the
economic impact of the infestation of club root disease on cruciferous vegetable

crops. This information is expected to provide a valuable contribution to the
parties involved in finding the best solution to reduce farmers’ loss due to the
infestation of club root disease in their crops.
Key words: Alternaria leaf spot, black rot, club root, disease intensity, farmer
income

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


DAMPAK SERANGAN PATOGEN PADA TANAMAN KUBISKUBISAN TERHADAPA KESEJAHTERAAN PETANI: STUDI
KASUS DI DAERAH AGROPOLITAN KABUPATEN
CIANJUR, JAWA BARAT

TEGUH PRATAMA PUJI PAMUNGKAS

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Supramana, MSi

PRAKATA


Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan tesis ini dengan judul “Dampak serangan patogen pada
tanaman kubis-kubisan terhadap kesejahteraan petani: studi kasus di Daerah
Agropolitan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat”.
Ucapkan terimakasih penulis kepada Dr Ir Gede Suastika MSc dan Dr Ir Ali
Nurmansyah, MSi selaku pembimbing yang telah memberi saran, petunjuk,
koreksi, dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan
penulisan tesis ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Sri
Hendrastuti Hidayat, MSc sebagai Ketua Program Studi Fitopatologi atas
petunjuk dan saran kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan.
Ungkapan terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada kelompok tani
di daerah Agropolitan Kabupaten Cianjur, yang telah membantu selama proses
pengambilan data di Daerah Agropolitan Kabupaten Cianjur. Ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua dan seluruh keluarga atas segala
perhatian, doa, motivasi, dan kasih sayangnya kepada penulis selama menempuh
pendidikan. Tak lupa penulis juga ucapkan terimakasih kepada temen-temen yang
telah membantu saya dalam pengambilan data di daerah Agropolitan dan
pengolahan data, serta seluruh teman-teman di Prodi Fitopatologi atas dukungan

dan kerjasamanya.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan bermanfaat.

Bogor, September 2016

Teguh Pratama Puji Pamungkas

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sayuran Kubis-Kubisan
Penyakit Tanaman Kubis-kubisan
Analisis Pendapatan Usahatani
Kesejahteraan Petani

4
4

4
8
9

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode
Survei Petani
Pengukuran Intensitas Penyakit
Identifikasi Penyakit
Analisis Hubungan antara Intensitas Serangan Patogen dan Pendapatan
Petani
Analisis Deskrispi
Analisis Ekonomi Usahatani
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Produksi
Analisis Pengaruh Serangan Patogen terhadap Pendapatan Petani
Analisis Kesejahteraan Petani Kubis-kubisan

11
11
11
11
11
12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Daerah Penelitian dan Karakteristik Petani Responden
Penyakit Utama dan Intensitas Serangan
Nilai Ekonomi Usahatani Kubis-kubisan
Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Produksi Kubis-kubisan
Dampak Serangan Patogen terhadap Pendapatan Petani
Dampak Serangan Patogen terhadap Kesejahteraan Petani

15
15
18
23
24
29
29

5 PEMBAHASAN UMUM

31

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

34
34
34

12
12
12
13
13
14

DAFTAR PUSTAKA

35

LAMPIRAN

41

RIWAYAT HIDUP

55

DAFTAR TABEL
1 Analisis usahatani sayuran kubis-kubisan dalam satu musim tanam di
daerah Agropolitan, Kabupaten Cianjur
2 Hubungan faktor produksi dan intensitas serangan patogen dengan
produski kubis-kubisan
3 Pengaruh serangan penyakit terhadap pendapatan
4 Estimasi pendapatan petani menurut intensitas serangan penyakit

23
24
28
29

DAFTAR GAMBAR
1 Distribusi luas lahan petani responden
2 Distribusi tingkat umur petani responden
3 Distribusi tingkat pendidikan petani responden
4 Distribusi pengalaman petani responden
5 Distribusi status kepemilikan lahan responden
6 Gejala akar gada pada 4 jenis kubis-kubisan
7 Spora P. brassicae yang diisolasi dari beberapa inang
8 Gejala bercak daun Alternaria pada 4 jenis kubis-kubisan
9 Hifa dan konidia bercak daun Alternaria
10 Gejala Xanthomonas campestris pada 4 jenis kubis-kubisan
11 Mikroskopik X. campestris

16
16
17
17
18
19
19
20
21
22
22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Skoring keparahan penyakit kubis-kubisan
2 Asumsi klasik regresi linear berganda
3 Data regresi

4 Kuesioner

41
42
44
47

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sayuran kubis-kubisan kelompok Crucifera, seperti kubis (kol), brokoli,
kembang kol, pakcoy, caisim, dan sawi adalah jenis sayuran yang memiliki arti
ekonomi penting sebagai sumber gizi (vitamin A dan C), mengandung senyawa
anti kanker (Anwar dan Khomsan 2009), dan sebagai sumber pendapatan petani
(Marsudi 2014; Wijaya et al. 2012). Dengan asumsi produktivitas sebesar 21
ton/ha (DITJENHOR 2015), setiap petani yang umumnya memiliki luas lahan
0.4 ha mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp 12 600 000 per musim dari
hasil panen sayuran kubis-kubisan. Dengan demikian, bila dalam 1 tahun petani
mampu menanam sebanyak 2 kali, maka usahatani sayuran kubis-kubisan ini
dapat menghasilkan keuntungan kepada setiap petani sebesar Rp 25 200 000 per
tahun. Dengan besarnya potensi yang dimiliki, budidaya sayuran kubis-kubisan
perlu terus dikembangkan.
Salah satu daerah sentra produksi kubis-kubisan terbesar di Indonesia adalah
Jawa Barat yang memberikan kontribusi sebesar 20.7% dari produksi nasional
(KEMENTAN 2014). Tingkat produksi ini menempatkan Provinsi Jawa Barat
sebagai daerah dengan produksi tertinggi kedua setelah Jawa Tengah. Walaupun
memberi kontribusi , produksi kubis-kubisan ini mengalami penurunan. Menurut
Kementan (2014) dari tahun 2013 - 2014 terjadi penurunan produksi kubiskubisan yaitu sebesar 191.815 ton menjadi 177.907 ton atau terjadi penurunan
sebesar 7.2%.
Penurunan kubis-kubisan tersebut menghadapi banyak kendala yaitu salah
satunya adanya infeksi patogen yang dapat menggagalkan panen sehingga akan
berpengaruh terhadap penerimaan petani (Sastrosiswojo et al. 2005; Srivastava et
al. 2011). Di Indonesia, beberapa patogen yang banyak menyerang tanaman
kubis-kubisan adalah Plasmodiophora brassicae, Peronospora parasitica,
Alternaria brassicae, A. brassicicola, Phoma lingam, Xanthomonas campestris, dan
Erwinia carotovora (Sastrosiswojo et al. 2005).
Penyakit akar gada yang disebabkan oleh P. brassicae merupakan penyakit
utama dengan tingkat infeksi mencapai 46%-89% di beberapa tempat seperti
Cianjur, Jawa Barat, dan Tomohon, Manado (Towaki 2014; Widodo dan Suheri
1995). Hadiwiyono et al. (2011) melaporkan bahwa lahan yang terkontaminasi
berat akar gada pada tanaman caisim di daerah Ngargoyoso Karanganyar, Jawa
Tengah mencapai 90%. Nugroho (2012) melaporkan bahwa persentase insidensi
penyakit busuk hitam yang disebabkan oleh Xanthomnas campestris di Desa
Kopeng, Kabupaten Semarang mencapai 61%. Kerugian akibat infeksi patogen
tersebut dapat menyebabkan penurunan produksi dan kualitas kubis-kubisan
sehingga harga menjadi turun. Kondisi ini akan berdampak pada rendahnya
pendapatan yang diterima oleh petani.
Berbagai penelitian telah dilakukan yang berkaitan dengan identifikasi dan
pengendalian penyakit serta analisis usahatani kubis-kubisan. Vidyani (2013)
melaporkan bahwa dengan kombinasi metode filter Gaussian (Gaussian filter)
dan transformasi Wavelet (Wavelet transformation) dapat diidentifikasi 3 jenis
penyakit kubis yaitu bercak daun Alternaria, busuk hitam, dan embun bulu.

2

Marsudi (2014) melaporkan bahwa usahatani sayuran sawi merupakan jenis
usahatani yang memiliki pendapatan yang paling besar dibandingkan dengan
sayuran kangkung, bayam, dan daun selada.
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa keberadaan patogen-patogen
yang menginfeksi pertanaman kubis-kubisan dapat menurunkan produksi kubiskubisan. Kondisi seperti ini tentu akan berrpengaruh terhadap tingkat pendapatan
petani yang secara tidak langsung akan berdampak terhadap kesejahteraan petani.
Sementara itu, kajian mengenai pengaruh infeksi patogen terhadap kesejahteraan
petani belum banyak dilakukan. Oleh sebab itu, penelitian ini perlu dilakukan
untuk mengetahui jenis patogen utama serta intensitas penyakit, dan mengukur
dampak serangan patogen tersebut terhadap kesejahteraan petani kubis-kubisan di
daerah Agropolitan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Perumusan Masalah
Daerah Agropolitan, Kabupaten Cianjur merupakan salah satu sentra
penghasil kubis-kubisan. Usahatani kubis-kubisan di daerah tersebut merupakan
salah satu sumber mata pencaharian keluarga petani. Oleh karena itu, kubis-kubisan
menjadi salah satu komoditas andalan dalam peningkatan pendapatan dalam
mencukupi kebutuhan dasar rumah tangga petani di daerah tersebut.
Pengembangan usahatani kubis-kubisan tak lepas dari kendala-kendala dalam
budidaya yang dapat menurunkan produksi. Kendala tersebut diantaranya adalah
penggunaaan bibit yang kurang bermutu, pemupukan yang berlebih, penggunaan
pestisida yang belum maksimal, kurangnya keterampilan tenaga kerja, dan
peningkatan intensitas penyakit. Salah satu faktor penghambat utama yang dapat
mempengaruhi penurunan produksi disebabkan oleh peningkatan infeksi patogen.
Beberapa patogen yang banyak menginfeksi kubis-kubisan adalah dari kelompok
cendawan yaitu Plasmodiophora brassicae, Peronospora parasitica, Alternaria
brassicae, A. brassicicola, Phoma lingam, dan dari kelompok bakteri yaitu
Xanthomonas campestris, Erwinia carotovora (Sastrosiswojo et al. 2005).
Kerugian akibat infeksi patogen diantaranya dapat meningkatnya biaya
produksi untuk pengendalian, menurunnya kualitas dan kuantitas produksi
berdampak pada harga jual, dan menurunnya pendapatan petani. Hal ini
mengakibatkan perolehan keuntungan yang didapatkan petani sedikit atau bahkan
mengalami kerugian.
Usahatani kubis-kubisan yang baik dapat dilihat dari adanya peningkatan
produksi. Peningkatan produksi akan berdampak pada peningkatan pendapatan
petani. Semakin besar keuntungan yang diperoleh petani maka semakin besar
peluang untuk dapat menigkatkan kesejahteraan petani melalui usahatani kubiskubisan. Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat hubungan antara infeksi patogen
dan produksi yang berdampak pada pendapatan petani dan kesejahteraan petani.
Oleh karena itu dapat dirumuskan permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini:
1. Apa jenis patogen utama yang menginfeksi pertanaman kubis-kubisan dan
seberapa besar intensitas penyakit yang ditimbulkan?
2. Bagaimana dampak serangan patogen tersebut terhadap kesejahteraan petani
kubis-kubisan di daerah Agropolitan Kabupaten Cianjur?

3

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis patogen utama serta
menghitung intensitas serangannya pada pertanaman kubis-kubisan dan mengukur
dampak serangan patogen tersebut terhadap kesejahteraan petani di daerah
Agropolitan, Kabupaten Cianjur.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah menjadi bahan informasi bagi petani
kubis-kubisan dan pihak lain yang terkait tentang jenis patogen utama yang
menyerang pertanaman kubis-kubisan di daerah Agropolitan Kabupaten
Cianjur, dan memberikan informasi tentang dampak ekonomi dari serangan
patogen tersebut terhadap kesejahteraan petani.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sayuran Kubis-kubisan
Kubis-kubisan (Brassicaceae) termasuk dalam famili Cruciferae merupakan
sayuran daun dan tanaman berbunga. Sayuran ini memiliki karakteristik
dengan daun tebal, daun rata, sistem perakaran yang dangkal berakar
serabut, tanaman semusim atau berumur pendek, dan perbanyakan dapat
dilakukan dengan biji (Vincent dan Yamaguchi 1998). Kubis-kubisan ini
memiliki jenis yang cukup banyak, tetapi yang sering ditanam di Indonesia antara
lain kubis, kubis ungu, kembang kol, pakcoy, kailan, caisin, sawi putih, serta
brokoli.
Kubis-kubisan ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena hampir semua
bagiannya (bunga, krop, dan daun) dapat diolah menjadi sumber makanan bagi
manusia. Sayuran ini juga mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia,
karena sayuran sangat bermanfaat bagi pemenuhan gizi manusia. Kandungan
yang terdapat dalam kubis-kubisan antara lain karbohidrat, vitamin, mineral,
protein, dan memiliki antioksidan yang bermanfaat dalam mengurangi resiko
penyakit kanker (Draghici et al. 2013; Jeffery et al. 2009). Penelitian Rokayya et
al. (2013) mengemukakan bahwa sayuran kubis-kubisan sebagai sumber
antioksidan yang tinggi untuk pencegahan penyakit kronis, seperti penyakit
kanker.
Kubis-kubisan merupakan jenis sayuran yang berasal dari daerah subtropis
dan dapat berkembang pada berbagai jenis tanah. Namun demikian, sayuran ini
akan tumbuh dengan optimal ketika ditanam pada tanah yang kaya akan bahan
organik. Secara umum kubis-kubisan ini dapat tumbuh di daerah beriklim sedang
dan beberapa diantaranya tumbuh di iklim subratik (Vincent 1998).
Penyakit Tanaman Kubis-kubisan
Salah satu permasalahan yang terjadi pada budidaya kubis-kubisan adalah
adanya serangan penyakit tanaman. Menurut Sastrosiswojo (2005), beberapa
penyakit yang sering menyerang pertanaman kubis-kubisan antara lain :
Penyakit akar gada
Penyakit akar gada disebabkan oleh cendawan P. brassicae merupakan
penyakit utama yang menyerang pertanaman kubis-kubisan. Di Negara-negara,
seperti Australia, Eropa, Jepan, Amerika Serikat, dan Afrika Selatan kerusakan
akibat penyakit ini berkisar antara 15%-55% (Dixon 2009). Di Indonesia,
penyakit ini dapat menyebabkan kerugian yang signifikan terhadap hasil panen
kubis-kubisan (Widodo & Suheri 1995). Cicu (2006) menyatakan bahwa kerugian
yang disebabkan oleh penyakit ini sekitar 88.60%.
Daun tanaman yang terserang P. brassicae akan layu seperti mengalami
stres karena kekurangan air, daun mengalami nekrosis, serta pertumbuhan
tanaman kerdil (Dixon 2009). Jika penyakit berkembang terus maka daun-daun
menjadi kuning, tanaman menjadi kerdil, dan akhirnya mati karena
pembengkakan akar (Sastrosiswojo et al. 2005). Pembengkakan merupakan ciri

5

khas dari penyakit akar gada. Semakin banyak spora yang ada di dalam tanah,
maka semakin parah gejalanya yang akan menyebabkan tanaman mungkin akan
tumbuh tanpa crop (Kageyama 2009).
Kepadatan spora P. brassicae berada di permukaan tanah (0-5 cm)
mencapai 97% dan hanya sedikit spora istirahat yang ditemukan di kedalaman
tanah 40 cm. Hal inilah yang mempermudah penyebaran spora P. brassicae,
karena penyebaran penyakit ini dapat melalui drainase, bibit, alat-alat pertanian
(Cicu 2006). Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa spora istirahat P.
brassicae dapat hidup dalam air selama 34 bulan dan menyebar melalui irigasi
yang mengandung spora P. Brassicae sedikitnya 10 spora/ml mengakibatkan akar
terinfeksi (Donald 2005).
Pengendalian penyakit akar gada untuk saat ini dilakukan dengan pemberian
kapur, rotasi tanaman, penggunaan fungisida, serta penggunaan benih yang
resisten. Cicu (2006) melaporkan bahwa penggunaan tanaman varietas tahan,
kultur teknis, pengendalian hayati, dan perlakuan tanah pembibitan dengan teknik
solarisasi juga dapat menjadi alternatif pengendalian penyakit akar gada.
Busuk lunak
Busuk basah atau busuk lunak (soft rot) adalah salah satu penyakit yang
merugikan pada tanaman sayuran termasuk kubis-kubisan (Mee-Ngan et al.
2004). Penyakit ini disebabkan oleh bakteri E. carotovora pv. carotovora, dimana
infeksinya terjadi karena adanya luka pada pangkal bunga yang hampir panen
(Schaad et al. 2001).
Gejala pada tanaman yang terserang penyakit ini adalah busuk basah
berwarna coklat atau kehitaman pada daun pembungkus krop, batang, dan umbi.
Pada bagian yang terinfeksi memperlihatkan bercak kebasahan yang akan
membesar, bentuknya tidak teratur, berwarna coklat tua kehitaman. Jaringan yang
membusuk pada mulanya tidak berbau akan tetapi dengan adanya serangan
bakteri sekunder menyebabkan jaringan tersebut mengeluarkan bau khas yang
menusuk hidung. Bakteri ini juga dapat mempertahankan diri di dalam tanah dan
sisa-sisa tanaman di lahan. Pada umumnya, infeksi terjadi melalui luka karena
gigitan serangga atau karena alat-alat pertanian. Larva dan imago lalat buah
(Bactrocera spp.) dapat menularkan bakteri ini, karena serangga ini membuat luka
dan mengandung bakteri di dalam tubuhnya (Mee-Ngan et al. 2004, Sastrosiswojo
et al. 2005). Gejala lain yang disebabkan oleh E. carotovora adalah ditandai
dengan adanya busuk pada batang dan pangkal bunga yang mengeluarkan bau
yang khas (Schaad et al. 2001)
Pengendalian untuk penyakit ini dapat dilakukan dengan mencabut dan
memusnahkan tanaman yang terserang, menanam varietas yang tahan terhadap
busuk hitam, pengaturan drainase untuk menghambat penyebaran penyakit, dan
menjauhi terjadinya pelukaan pada saat penanaman (Sastrosiswojo et al. 2005).
Penelitian Kyeremeh et al. (2000) melaporkan bahwa penggunaan dua strain
patogen E. carotovora subsp. carotovora 2T-2 dan TT-4 dengan aktivitas
bakteriosin yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan petogen E. carotovora.
Penyakit tepung berbulu
Penyakit tepung berbulu disebabkan oleh cendawan P. parasitica yang
merupakan parasit obligat (Romero et al. 2005). Penyakit ini dapat menyebabkan
kerugian yang lebih besar pada bibit dibanding dengan tanaman yang tua

6

(Rimmer et al. 2007). Penelitian Johansen (2010) menjelaskan bahwa tingkat
keparahan pada daun mencapai 100% pada tanaman muda.
Gejala pada daun menimbulkan bintik-bintik nekrosis dan bercak yang
berwarna coklat yang menyebabkan kualitas daun berkurang (Rimmer et al.
2007). Gejala lain yang terlihat pada jaringan daun di antara tulang-tulang daun
menguning, lama kelamaan akan berubah menjadi coklat-ungu dan tekstur daun
menjadi seperti kertas, yang akhirnya akan rontok dan pada permukaan bawah
daun terdapat kapang putih seperti tepung (Sastrosiswojo et al. 2005). Rimmer et
al. (2007) menjelaskan bahwa penyakit ini dapat menyerang tanaman muda
sehingga dapat menyebabkan kematian.
P. parasitica dapat bertahan dari musim ke musim di Indonesia karena
selalu terdapat dilahan kubis-kubis. P. parasitica terutama bertahan dalam bentuk
oospora dalam sisa-sisa tanaman sakit di dalam tanah (Rimmer et al. 2007).
Konidia cendawan ini dapat tersebar melalui angin, percikan air, dan dapat
bertahan hidup baberapa hari dibawah daun. Suhu 10 - 15 0C dan kelembapann
90%-98% merupakan kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan penyakit
ini, dan pada suhu rendah atau tidak adanya uap air penyakit ini dapat bertahan
lebih dari 100 hari (Romero et al. 2005)
Penyakit ini dapat dikendalikan dengan pola pergiliran tanaman, pengaturan
drainase tanah, sanitasi kebun, serta penyemprotan dengan fungisida (Rimmer et
al. 2007). Menurut Romero et al. (2005) mengemukakan bahwa penekanan
penyakit ini dapat dilakukan dengan mengurangi kelambaban yang dapat
diterapkan terutama di rumah kaca, dan pengendalian yang terpenting adalah pada
benih tanaman.
Busuk hitam
Penyakit busuk hitam disebabkan oleh bakteri X. campestris pv. campestris
merupakan penyakit penting yag dapat menyerang pertanaman kubis-kubisan
(Joana et al. 2013). Penyakit ini merupakan bakteri gram negatif yang dapat
menyebabkan kegagalan produksi tanaman dari keluarga kubis-kubisan, seperti
kubis, brokoli, kubis bunga, caisin, dan kalian. Bila et al. (2013) melaporkan
bahwa X. campestris merupakan patogen yang menyebabkan kegagalan produksi
tanaman keluarga kubis-kubisan di Negara Montenegro.
Gejala penyakit X. campestris terlihat pada tanaman kubis dewasa dengan
gejala khas adanya bercak kuning yang menyerupai huruf V di sepanjang pinggir
daun diikuti oleh nekrosis (Alvares et al. 1994). Pada serangan yang berat, seluruh
daun menguning dan mudah luruh atau gugur sebelum waktunya, dan pada
akhirnya penyakit ini meluas terus melalui tulang-tulang daun kemudian masuk ke
dalam batang yang sakit sehingga tampak berkas pembuluh yang berwarna gelap
(Roohie et al. 2012).
X. campestris dapat mempertahankan diri pada biji tanaman, sehingga biji
yang terinfeksi akan menghasilkan bibit yang sakit. Penyebaran bakteri ini dapat
melalui percikan hujan, irigasi, serangga, alat-alat pertanian, dan dapat ditemukan
pada residu atau sisa-tanaman yang telah terinfeksi dan dapat bertahan di dalam
tanah dalam waktu yang lama (Arias et al. 2000). Lopes et al. (1999)
mengemukakan bahwa bakteri X. campestris dapat bertahan hidup dalam tanah
karena bakteri ini mampu menghasilkan senyawa polisakarida selular yang
berperan penting bagi kelangsungan hidupnya.

7

Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan sanitasi tanaman, rotasi
tanaman, perlakuan benih dengan air panas, dan menggunakan varietas resisten
penyakit busuk hitam (Joana et al. 2013). Alternatif pengendalian juga dapat
dilakukan dengan pemanfaatan antagonis dari patogen tanaman yang sering
disebut dengan biokotrol. Treesna (2015) melaporkan bahwa Trichoderma
harzianum dan Pseudomonas sp dapat menghambat pertumbuhan X. campestris
pv. campestris pada pada in vitro dan skala ruma kaca.
Bercak daun Alternaria
Penyakit bercak daun Alternaria (Alternaria leaf spot) disebabkan oleh
cendawan A. brassicae dan A brassicicola (Nowicki et al.2012). Kedua penyakit
ini menyebabkan kerugian secara ekonomi yang cukup parah. Di Eropa, kedua
penyakit dapat menyerang benih yang diperkirakan sampai dengan 86% (Maude
dan Hampherson-Jones 1980).
Gejala pada daun diawali dengan munculnya binti-bintik kecil nekrotik
berwarna hitam lingkarang konsentris menyerupai cincin sehingga menjadi becak
bulat. Kemudian, lama-kelamaan bercak-bercak tersebut akan menyebar dengan
cepat memenuhi permukaan daun (Nowicki et al.2012). Cendawan ini dapat
bertahan pada kulit biji, gulma yang rentan, serta pada tanaman tahunan. Propagul
patogen ini dapat disebarkan oleh angin, air, alat-alat pertanian. Cendawan ini
dapat bertahan hidup dalam tanah (Chauhan et al. 2009).
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan penggunaan benih
resisten atau perlakuan benih dengan fungisida, pengolahan lahan dengan baik,
rotasi tanaman, penyemprotan fungisida (Nowicki et al.2012). Selain itu
pengendalian juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan agens hayati seperti
cendawan atau bakteri. Penelitian Intansari (2015) melaporkan bahwa perlakuan
Trichoderma sp. pada sistem hidroponik Nutrient Film Technique mampu
menghambat intensitas serangan patogen A. brassicicola.
Penyakit kaki hitam
Penyakit ini disebabkan oleh cendawann Phoma lingam yang merupakan
patogen serius yang dapat menyebabkan penyakit kaki hitam, kanker, dan busuk
kering (Hadrami et al. 2009). P. lingam dapat menyebabkan kerugian di seluruh
dunia lebih dari £ 1000 M setiap tahun pada harga £ 370 per ton (Fitt et al. 2006).
Di Kanada dan Eropa, peyakit ini menyebabkan kerugian hingga 95% pada rumah
kaca (Gugel dan Petrieitt 1992).
Gejala awal penyakit kaki hitam akan terlihat pada pangkal batang kubis
terdapat bercak bulat lonjong berwarna coklat kehitaman, kanker memanjang pada
pangkal batang, mula-mula berwarna coklat muda, dan lama kelamaan akan
mejadi kehitaman (Brazaukiene et al. 2008). Perakaran yang sakit akan rusak
sedikit demi sedikit sehingga tanaman menjadi layu dan kemudian mati (West et
al. 1999). P. lingam merupakan patogen seedborne sehingga dapat bertahan
selama bertahun-tahun pada tanaman. Patogen ini dapat mempertahankan diri
pada kulit biji, sisa-sisa tanaman sakit, dan dapat hidup pada residu tanaman.
Selain itu, penyebaran patogen ini dapat melalui alat-alat pertanian, dibantu
dengan percikan air, dan angin dalam jarak jauh (Brazaukiene et al. 2008).
Pengendalian yang dapat dilakukan dengan menggunakan benih yang
bersertifikat, menghindari penanaman bekas lahan epidemik patogen P. lingam,
pengendalian gulma, dan sanitasi lingkungan disekitar pertanaman yang dapat

8

menjadi sumber infeksi bagi pertanaman selanjutnya (West et al. 2001).
Pengendalian P. lingam
juga dapat dilakukan dengan menggunakan agen
biokontrol. Penelitian Hammoudi (2012) melaporkan bahwa isolat Serratia
plymuthica adalah isolat yang paling efektif dalam mengendalikan penyakit yang
disebabkan oleh patogen ini dengan intensitas penyakit berkurang 54%-63% pada
tanaman yang ditanam di rumah kaca, serta perlakuan benih dengan Glicaldiom
catenulatum, Pseudomonas fluorescens dan P. chlororaphis dapat mengurangi
intensitas sebesar 52%.
Analisis Pendapatan Usahatani
Konsep usahatani pada dasarnya dapat diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya dengan
memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya
(lahan, kerja, modal, waktu, dan pengelolaan) yang terbatas secara efektif dan
efesien untuk mencapai tujuannya dengan memperoleh keuntungan yang tinggi
pada waktu tertentu (Soekartawi 2002). Rahim dan Hastuti (2007) menjelaskan
bahwa usahatani merupakan cara bagaimana petani mengelola faktor-faktor
produksi (tanah, modal, tenaga kerja, pupuk, benih, dan pestisida) dengan efektif,
efisien, dan kontinu untuk dapat menghasilkan produksi yang lebih tinggi
sehingga pendapatan petani meningkat. Dikatakan efektif bila petani dapat
mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya sehingga
memberikan manfaat dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut
menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi
2002).
Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua komponen pokok yaitu
penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Menurut
Suratiyah (2006) menjelaskan bahwa penerimaan atau pendapatan kotor adalah
seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode yang
diperhitungkan dari hasil penjualan. Penerimaan usahatani diperoleh dari jumlah
produksi dikali harga per satuan tanaman. Sedangkan pengeluaran usahatani
adalah semua input atau biaya yang habis digunakan selama proses produksi
(Soekartawi et al. 1986). Biaya yang di maksud adalah biaya tidak tetap yang
meliputi biaya yang diperlukan untuk membeli bibit, pupuk, pestisida, dan biaya
tenaga kerja.
Usahatani sebagai suatu kegiatan untuk memperoleh produksi dari tanaman
yang dibudidayakan, pada akhirnya akan menghasilkan nilai antara total
penerimaan yang diperoleh dengan semua biaya yang dikeluarkan. Selisih antara
biaya tersebut adalah pendapatan yang diperoleh selama proses berusahatani
(Soekartawi et al. 2002). Analisis pendapatan usahatani ini dapat digunakan
sebagai ukuran dalam melihat apakah usahatani tersebut menguntungkan atau
merugikan, dan seberapa besar keuntungan atau kerugian yang diperoleh petani
dalam usahatani tersebut (Soekartawi et al. 2006).
Keberhasilan dalam usahatani ini tidak lepas dari faktor-faktor produksi
yang mempengaruhinya. Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang dimaksud
adalah luas lahan, bibit, pupuk, pestisida, biaya tenaga kerja, serta intensitas
seranga penyakit. Indikator dalam penelitian ini untuk mengetahui keberhasilan
usahatani dilihat dari niai Revenue/Cost Ratio (ratio R/C) dan Benefit/Cost Ratio

9

(ratio B/C). Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah usahatani tersebut layak
atau tidak dan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh. Harmono
dan Andoko (2005) menjelaskan bahwa analisis rasio R/C ini menunjukan
besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya
yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani tersebut, semakin besar nilai ratio R/C
yang diperoleh semakin besar peningkatan penerimaan usahatani tersebut.
Sedangakan analisis ratio B/C menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh
dengan total biaya yang dikeluarkan selama proses usahatani, semakin besar ratio
B/C yang dipeoleh maka akan semakin besar keuntungan yang diperoleh dari
usahatani tersebut (Rahardi & Hartono 2003).

Kesejahteraan Petani
Kesejahteraan keluarga petani merupakan tujuan pembangunan pertanian
dan pembangunan nasional untuk mencapai kesejahteraan anggota
keluarganya. Menurut BPS (2005) menjelaskan bahwa kesejahteraan adalah
suatu kondisi dimana seluruh kebutuhan jasmani dan rohani dari rumah tangga
tersebut dapat dipenuhi sesuai dengan tingkat hidup. Sementara itu, Norizan
(2003) mendefinisikan kesejahteraan bersifat objektif dan subjektif. Kesejahteraan
hidup bersifat objektif dapat dilihat dari terpenuhinya keperluan hidup seperti
pendapatan, perumahan, kesehatan dan pendidikan. Sedangkan, kesejahteraan
hidup bersifat subjektif dapat dinilai berdasarkan kepuasan dan nikmat hidup
yang dirasakan oleh individu seperti dapat hidup bahagia, bersyukur karena
memiliki pekerjaan yang baik, serta memiliki kepuasan dalam hidup
berumahtangga.
Setiap orang pasti memiliki keinginan untuk hidup dengan sejahtera,
dimana kondisi keluarga dapat hidup dengan layak, damai, dan makmur.
Untuk mencapai kesejahteraan itu, sebagian besar manusia melakukan
berbagai macam usaha untuk memperoleh pendapatan yang bertujuan untuk
menghidupi keluargnya, salah satunya adalah dengan melakukan usahatani
(Wiryono 1997). Menurut Mosher (1987), hal yang paling penting dari
kesejahteraaan adalah pendapatan, sebab beberapa aspek dari kesejahteraan
rumah tangga tergantung pada tingkat pendapatan.
Kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor, antara
lain faktor internal meliputi pendidikan, pekerjaan, umur, tabungan, pekerjaan,
jumlah anggota keluarga, dan pendapatan, dan faktor eksternal meliputi
kemudahan akses finansial, akses bantuan pemerintah, akses dalam kredit
barang, dan lokasi tempat tinggal (Iskandar et al. 2010). Sedangkan menurut
BPS (2015a), indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
kesejahteraan keluarga meliputi kependudukan, kesehatan, pendidikan,
ketenagakerjaan, tingkat pengeluaran dan pola konsumsi, perumahan dan
lingukungan, dan kemiskinan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini indikator
yang digunakan adalah pendapatan dan tingkat pengeluaran dan pola konsumsi
rumah tangga petani.
Iskandar et al. (2010) menjelaskan bahwa salah satu indikator yang dapat
dijadikan sebagai tolak ukur kesejahteraan rumah tangga adalah pendapatan.
Tingkat proporsi pengeluaran/konsumsi rumah tangga merupakan salah satu

10

indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan rumha
tangga (BPS 2005a). Pada umumnya konsumsi/pengeluaran rumahtangga
berupa kebutuhan pangan dan kebutuhan non pangan di pengaruhi oleh
tingkat pendapatan, apabila tingkat pendapatan relatif rendah maka terlebih
dahulu mementingkan kebutuhan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi
pangan
dibanding
bukan
makanan. Rumah tangga dapat
dikategorikan sejahtera ketika proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pangan
sebanding dengan proporsi pengeluaran untuk kebutuhan bukan pangan.
Pendekatan dengan menganalisa antara pendapatan petani yang dipeoleh dari
usahatani dengan proporsi pengeluaran/konsumsi rumah tangga yang pada
akhirnya dapat menjelaskan seberapa besar tingkat kesejahteraan petani (BPS
2015b).

11

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian lapangan terdiri atas survei petani dan pengukuran intensitas
penyakit di Desa Sukatani, Kecamatan Pacet dan Desa Sindangjaya, Kecamatan
Cipanas, di daerah Agropolitan, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat mulai bulan
Februari sampai Desember 2014. Penelitian laboratorium, yaitu identifikasi
patogen dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Laboratorium
Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor mulai bulan Januari sampai Mei 2015.
Metode
Survei Petani
Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang latar belakang
petani, teknik budidaya tanaman, jenis-jenis patogen yang menyerang tanaman,
teknik pengendaliannya, dan nilai ekonomi dari infeksi patogen. Survei dilakukan
dengan metode wawancara langsung terhadap petani kubis-kubisan menggunakan
kuesioner terstruktur. Wawancara dengan petani dilakukan satu per satu yang
dilaksanakan di lahan pertanaman kubis-kubisan milik petani tersebut mulai dari
pukul 07.00 sampai 16.00. Jumlah petani responden adalah 100 orang terdiri atas
68 orang dari Desa Sukatani dan 32 orang dari Desa Sindangjaya. Petani
responden dipilih secara sistematis dengan cara menemuinya di lahan pertanaman
pada saat mereka sedang bekerja.
Pengukuran Intensitas Penyakit
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat intensitas penyakit
beberapa patogen utama yang menyerang tanaman kubis, pakcoy, brokoli, sawi,
caisin, dan kembang kol. Pengukuran intensitas serangan dilakukan dengan
menghitung insidensi penyakit (IP) dan keparahan penyakit (KP). IP adalah
persentase tanaman yang terserang patogen dari seluruh tanaman yang diamati,
sedangkan KP merupakan persentase bagian tanaman (daun, buah, batang, dan
akar) yang rusak atau bergejala penyakit akibat infeksi patogen dalam satu
tanaman.
Perhitungan insidensi penyakit dan keparahan penyakit dilakukan dengan
menggunakan rumus intensitas serangan penyakit (Cooke et al. 2006), sebagai
berikut:
Insidensi penyakit dihitung dengan rumus:
dengan IP adalah insidensi penyakit, a jumlah tanaman terserang, dan b jumlah
tanaman yang diamati.
Keparahan penyakit dihitung dengan rumus:

12

Dengan KP adalah keparahan penyakit, n jumlah tanaman yang terserang dalam
kategori skor, v nilai skala untuk setiap kategori serangan, Z nilai skala tertinggi
dari kategori gejala serangan, dan N jumlah tanaman yang diamati.
Banyaknya tanaman contoh untuk menghitung KiP dan KeP ini ditentukan
berdasarkan rumus Solvin (Sevilla et al. 1992) sebagai berikut:

dengan n adalah ukuran contoh, N adalah ukuran populasi, dan e adalah tingkat
kesalahan (ketidakefektifan dalam pengambilan contoh), yaitu 5%. Pengambilan
setiap individu tanaman dari ke-n tanaman dilakukan secara acak sistematik
dengan pola zig zag.
Identifikasi Penyakit
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memastikan penyebab dari penyakitpenyakit utama yang menginfeksi tanaman kubis-kubisan di lahan petani.
Identifikasi ini dilakukan dengan mengambil sebanyak 5 tanaman contoh yang
bergejala yang mewakili setiap jenis penyakit pada ke-4 jenis kubis-kubisan yang
dikaji (kubis, pakcoy, brokoli, dan sawi). Tanaman yang bergejala penyakit
kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi. Jenis patogen yang
ditemukan kemudian ditumbuhkan ke dalam media buatan, untuk isolasi
cendawan pada media agar dekstrosa kentang (ADK), kemudian akan melihat ciri
cendawan tersebut seperti bentuk hifa, bentuk konidia dan konidium, dan isolasi
bakteri pada media yeast dextrose casamino-acid agar (YDCA), selanjutnya akan
diamati bentuk dan warna koloni patogen.
Analisis Hubungan antara Intensitas Serangan Patogen dan Pendapatan
Petani
Analisis dalam penelitian ini meliputi analisis deskripsi petani, analisis
ekonomi usahatani, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi
tanaman., dan analisis pengaruh serangan patogen terhadap pendapatan petani.
Analisis Deskripsi. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan
karakteristik petani kubis-kubisan dalam menjalankan usahatani kubis-kubisan di
lokasi penelitian.
Analisis Ekonomi Usahatani. Analisis ini dimaksudkan untuk
menentukan besarnya pendapatan yang diperoleh petani ketika ia melakukan
budidaya tanaman kubis, brokoli, pakcoy, sawi, kembang kol, dan caisin. Nilai
ekonomi dari usahatani pada masing-masing jenis komoditas dilakukan
menggunakan analisis finansial yang meliputi biaya produksi, total penerimaan,
pendapatan, rasio R/C, dan rasio B/C (Soekartawi 2002). Secara sederhana
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pd = TR – TC
TR = Y . Py
TC = VC
dengan Pd adalah pendapatan usahatani, TR total peneriman, TC total biaya, Y
produksi yang diperoleh /musim tanam, Py harga komoditi /kg, dan VC biaya
variabel.

13

Analisis R/C rasio merupakan analisis dalam usahatani yang berfungsi
untuk mengetahui kelayakan dari kegiatan usahatani yang dilaksanakan dimana
membandingkan penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahataninya.
Analisis rasio R/C dilakukan untuk mengetahui besarnya penerimaan yang
dihasilkan dari setiap rupiah yang dikeluarkan pada suatu kegiatan usahatani.
Rasio R/C yang dihitung dalam analisis ini terdiri atas R/C atas total penerimaan
dan R/C total biaya. Nilai R/C < 1 menunjukkan bahwa usahatani tidak
memberikan keuntungan kepada petani, R/C = 1 berarti usahatani yang impas
(penerimaan sama dengan biaya produksi), dan R/C > 1 adalah usahatani mampu
memberikan keuntungan kepada petani. Adapun rumus yang digunakan sebagai
berikut:
a = R/C
dengan a adalah rasio R/C, R total penerimaan, dan C total biaya.
Analisis rasio B/C digunakan untuk menghitung tingkat keuntungan yang
diperoleh petani. Rasio B/C merupakan perbandingan antara total keuntungan
dengan total biaya produksi. Jika Nilai B/C < 0 menunjukkan bahwa usahatani
tidak memberikan keuntungan kepada petani, B/C = 0 berarti usahatani yang
impas (penerimaan sama dengan biaya produksi), dan B/C > 0 adalah usahatani
mampu memberikan keuntungan kepada petani. Nilai B/C = 1 menandakan
bahwa keuntungan yang diperoleh petani sama dengan besarnya biaya produksi.
Rumus yang digunakan sebagai berikut:
b = B/C
dengan b adalah rasio B/C, B total keuntungan, dan C total biaya.
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Produksi
Tanaman. Analisis ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor apa saja yang
berpengaruh terhadap produksi tanaman kubis-kubisan. Data yang dikumpulkan
berupa luas lahan, pemakaian input pertanian, tenaga kerja hingga keparahan
penyakit tanaman. Selanjutnya data diolah secara kuantitatif dengan analisis
berganda dalam persamaan model sebagai berikut::
dengan Y1 adalah produksi kubis-kubisan, X1 luas lahan, X2 benih, X3 pupuk
anorganik, X4 pupuk organik , X5 kapur, X6 pestisida, X7 tenaga kerja, X8
keparahan penyakit ke-1, X9 keparahan penyakit ke-2, dan X10 keparahan
penyakit ke-n. Koefisien bi yang nyata (uji t dengan nilai P < 0.05) menunjukkan
adanya korelasi yang nyata antara faktor produksi tersebut dengan produksi
tanaman. Pendugaan terhadap nilai koefisien regresi (b1, b2, ..., bn) dan
pengujiannya dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS versi
17.0.
Analisis Pengaruh Serangan Patogen terhadap Pendapatan Petani.
Analisis ini bertujuan untuk menentukan seberapa besar kontribusi dari serangan
patogen tersebut terhadap penurunan pendapatan petani. Kajian ini juga
dilakukan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan persamaan
model sebagai berikut:
denganY2 adalah pendapatan petani, X1 keparahan penyakit patogen ke-1, X2
keparahan penyakit patogen ke-2, dan Xn keparahan penyakit patogen ke-n.

14

Analis Kesejahteraan Petani Kubis-kubisan. Penelitian yang dilakukan
Sadikin et al. (2008) untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani dilakukan
dengan menggunakan indikator struktur pendapatan petani, pengeluaran rumah
tangga, tingkat ketahanan pangan rumah tangga, daya beli rumah tangga petani,
dan nilai tukar petani. Oleh karena itu, indikator pengukuran kesejahteraan petani
dalam penelitian ini adalah melalui perbandingan tingkat pendapatan yang
diterima oleh petani ketika ada serangan patogen terhadap pengeluaran/konsumsi
rumah tangga per kapita di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat 2015 yaitu sebesar Rp
553 869 (BPS 2015b). Kebutuhan rumah tangga dibedakan atas konsumsi untuk
pangan meliputi padi-padian, umbi-umbian, makanan laut, daging, telur dan susu,
sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan kelapa, bahan
minuman, bumbu dapur, makanan dan minuman olahan, dan rokok. Konsumsi
non pangan meliputi pakaian, alas kaki, dan penutup kepala, perumahan dan
fasilitas rumah tangga, aneka barang jasa, bahan tahan lama, pajak punguntan dan
asuransi, dan keperluan pesta. Berdasarka hal tersebut maka dalam penelitian ini,
akan dilihat apakah pendapatan yang diterima lebih besar dari
pengeluaran/konsumsi rumah tangga yang dikeluarkan selama sebulan.

15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Daerah Penelitian dan Karakteristik Petani Responden
Kabupaten Cianjur menetapkan dua desa dalam program agropolitan yaitu,
Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, yang memiliki luas wilayah 512 ha dan
Desa Sukatani, Kecamatan Pacet, yang memiliki luas wilayah 376 ha. Kedua desa
tersebut dipilih karena daerah ini termasuk ke dalam desa dengan tingkat produksi
sayuran yang tinggi, memiliki ketersediaan sumber daya manusia, dan lahan yang
luas untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian khususnya untuk budidaya
kubis-kubisan. Jamilah (2010) menjelaskan bahwa Desa Sindangjaya dan Desa
Sukatani dipilih sebagai daerah inti agropolitan karena memiliki keunggulan di
sektor pertanian khususnya kubis-kubisan. Selain itu, sebagian besar penduduk di
daerah agropolitan sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani
hortikultura.
Daerah Agropolitan di Kabupaten Cianjur merupakan Kabupaten yang
menjadi sentra pertanaman sayuran khususnya kubis-kubisan dikarenakan
ketinggian tempat yang sesuai serta memiliki tanah yang gembur untuk budidaya
kubis-kubisan. Daerah Agropolitan berada pada ketinggian 1 100 - 1 350 m dpl
sehingga daerah ini sangat sesuai untuk pertanaman kubis-kubisan. Desa
Sindangjaya dan Desa Sukatani merupakan desa di daerah dataran tinggi yang
memiliki kisaran suhu antara 20-25 °C. Berdasarkan letak dan kondisi geografis di
atas, wilayah seperti ini sangat cocok untuk budidaya sayuran diantaranya wortel,
kubis-kubisan, dan daun bawang (Jamilah 2010).
Jenis tanaman yang banyak diusahakan di daerah agropolitan sebagian besar
adalah sayuran seperti kubis-kubisan (kubis, sawi, pakcoy, brokoli, kembang kol,
caisim, kailan), tomat, wortel, bawang daun, dan lobak. Hasil panen umumnya
dijual kepada tengkulak atau langsung dijual ke pasar. Petani umumnya
mengusahakan tanamannya secara monokultur dan tumpangsari sepanjang musim.
Hal ini sesuai dengan Jamilah (2010) bahwa rata-rata petani di kedua desa
melakukan sistem tumpangsari dalam satu kali musim.
Petani responden sebagian besar belum bisa memproduksi benih sendiri,
sehingga benih harus dibeli ke toko atau pedagang benih. Sama halnya dengan
penggunaan pupuk yang diperoleh dengan cara membeli langsung ke toko-toko
pertanian. Pupuk yang digunakan meliputi pupuk anorganik dan organik (pupuk
kandang dan kompos). Selain itu, petani juga menggunakan