Analisis Tataniaga Kubis Di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.

ANALISIS TATANIAGA KUBIS (BRASSICA OLERACEA L) DI
DESA CIHERANG, KECAMATAN PACET, KABUPATEN
CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

KRISMAN PERDAMEN SEMBIRING

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tataniaga Kubis (Brassica
Oleracea L) di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa
Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013

Krisman Perdamen Sembiring
NIM H34090010

ii

ABSTRAK
KRISMAN PERDAMEN SEMBIRING, Analisis Tataniaga Kubis Di Desa Ciherang,
Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh Joko
Purwono
Kubis merupakan komoditas pertanian unggulan di Indonesia yang menghasilkan
nilai ekonomis dan strategis. Fluktuasi harga yang tinggi dan tingginya margin
tataniaga membuat bagian harga yang diterima oleh petani menjadi kecil. Oleh karena
itu, diperlukan penelitian efisiensi tataniaga kubis untuk menggambarkan tataniaga
kubis secara komprehensif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
saluran tataniaga, lembaga tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar dan keragaan

pasar dari tataniaga kubis untuk menganalisis efisiensi operasional melalui margin
tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. Observasi dan
wawancara dilakukan pada petani melalui random sampling sedangkan snowball
sampling digunakan untuk menentukan lembaga tataniaga apa saja yang terlibat
dalam proses tataniaga kubis. Ada 3 saluran yang terbentuk dalam menyampaikan
kubis kepada konsumen dengan fungsi tataniaga, lembaga tataniaga dan struktur
pasar yang berbeda. Didapatkan bahwa saluran III lebih efisien dibandingkan saluran
yang lain dimana saluran III terdiri dari petani dan pengecer dengan tingkat harga
jual Rp 3.500,- per kilogram dan farmer’s share tertinggi sebesar 58,34%.
Kata kunci : desa ciherang, efisien, efisiensi, farmers’s share, tataniaga kubis
KRISMAN PERDAMEN SEMBIRING, The Analysis Of Cabbage Marketing In
Ciherang Village, Subdistrict Pacet, Cianjur Regency, West Java. Supervised by
Joko Purwono
Cabbage is the leading agricultural commodities in Indonesia which produces
economic and strategic value. The fluctuating price and the high marketing margin
make the price received percentage by farmers is relatively small. Therefore, the
research of efficiency in marketing is needed to be done in order to provide cabbage
marketing overview comprehensively. The objective of this research was to identify
the marketing channels, functions, institutions, market structure of, market conduct,
and market performance of the cabbage marketing and to analyze the operational

efficiency of cabbage marketing with marketing margin approach, farmer's share,
and the ratio of benefits to costs. The observations and interviews were conducted to
the farmers with random sampling method, while the method of snowball sampling
was conducted to determine the involved institutions during the process of marketing.
There were 3 channels which formed in order to deliver cabbages from farmers to
consumers with different functions, institutions and different market structure on
every channel. The result showed that channel III was relatively more efficient than
the others. The channel III was the channel which consisted of farmers and retailer
with the selling price at the farm level was Rp3500 per kg and the highest farmer's
share was 58,34%.
Keywords : cabbage marketing, ciherang village, efficiency, efficient, farmer’s share
iii

iv

ANALISIS TATANIAGA KUBIS (BRASSICA OLERACEA L) DI
DESA CIHERANG, KECAMATAN PACET, KABUPATEN
CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

KRISMAN PERDAMEN SEMBIRING

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi
Nama
NIM

Analisis Tataniaga Kubis Di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Krisman Perdamen Sembiring
H34090089


Disetujui oleh

Ir Joko Purwono, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

MS

Tanggal Lulus:

1 0 DEC 2013

vi

Judul Skripsi
Nama
NIM


: Analisis Tataniaga Kubis Di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
: Krisman Perdamen Sembiring
: H34090089

Disetujui oleh

Ir Joko Purwono, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

vi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang MahaEsa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini adalah tataniaga,
dengan judul Analisis Tataniaga Kubis Di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Joko Purwono, MS selaku
dosen pembimbing. Kepada Ibu Tintin Sarianti dan Kepada Ibu Juniar Atmakusuma
yang telah menjadi dosen penguji pada siding skripsi saya untuk masukan dan saran
yang diberikan dalam perbaikan skripsi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Saudara Hamid Jamalludin yang telah bersedia menjadi pembahas pada seminar hasil
penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Ilah, Pak
Agus dan keluarga yang sudah menemani saya selama proses penelitian dan
pengumpulan data. Ungkapan terimakasih terbesar saya sampaikan kepada Ibu
Yosephine Margareth Pintauli Lumbantobing ibu saya atas semua semangat,
dukungan, doa dan kasih sayang yang tidak pernah berhenti. Terimakasih juga
kepada adik-adik yang selalu memberi motivasi dalam pengerjaan skripsi ini.
Terimakasih kepada sahabat terbaik Deri Dermansyah yang selalu memberi
senyuman selama proses akademis saya di IPB dan kepada Septy Hermaya Putri yang
selalu memberi dukungan dan pertolongan di setiap waktu, menemani saya di waktu
susah dan senang. Juga kepada saudara Josua Tobing, yang tanpa dukungan dan

hiburan yang diberikan selama pengerjaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor,

November 2013

Krisman Perdamen Sembiring

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya Kubis
Penelitian Terdahulu
Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Konseptual
Kerangka Berpikir
Kerangka Pemikiran Operasional
Hipotesis Penelitian
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan Sampel
Metode Pengolahan dan Analisis Data
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Karakteristik Umum Wilayah, Keadaan Alam, dan Penduduk
Karakteristik Petani Responden
Karakteristik Lembaga Tataniaga Responden

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Lembaga Dan Saluran
Identifikasi Fungsi Tataniaga
Identifikasi Struktur Pasar
Identifikasi Perilaku Pasar
Identifikasi Keragaan Pasar
Analisis Efisiensi Tataniaga
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
x
x
1
1
5
6

6
7
7
7
9
14
16
16
30
33
36
36
36
37
39
40
40
43
43
48
51
53
53
58
67
70
83
89
98
98
99
100
102

viii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Perkembangan PDB Hortikultura Tahun 2006-2010
1
Data Produksi Sayuran di Indonesia Dari Tahun 2007-2011
2
Data Produksi Kubis di Jawa Barat tahun 2010-2011
3
Data luas panen, produksi, dan produktifitas kol di Jawa Barat Tahun 2011 4
Perkembangan harga rata-rata bulanan kol dari sentra produksi dan pasar
induk Jawa barat di daerah Cipanas tahun 2011
5
Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu
15
Struktur Pasar dalam Sistem Pangan dan Serat
27
Tata Guna Lahan Desa Ciherang
44
Komposisi Penduduk Desa Ciherang Menurut Umur
46
Komposisi
Penduduk
Desa
Ciherang
Berdasarkan
Mata
Pencaharian
47
Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
47
Sebaran Petani Responden Berdasarkan Usia di Desa Ciherang
49
Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal di
Desa Ciherang
49
Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Kubis di
Desa Ciherang
50
Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan di Desa Ciherang
51
Sebaran Pedagang Responden Berdasarkan Usia
52
Sebaran Pedagang Responden Berdasarkan Pendidikan
52
Sebaran Pedagang Responden Berdasarkan Pengalaman Dagang
52
Fungsi Tataniaga Masing-masing Lembaaga Tataniaga Dalam Sistem
Tataniaga Kubis Desa Ciherang Tahun 2013
65
Struktur Pasar pada Masing-Masing Lembaga Tataniaga Kubis pada
Sistem Tataniaga Kubis Desa Ciherang
69
Perilaku Pasar yang Dilakukan oleh Lembaga Tataniaga Kubis di Desa
Ciherang Tahun 2013
81
Presentasi Total Biaya Tataniaga, Keuntungan, dan Margin Tataniaga
Kubis di Desa Ciherang 2013
83
Farmer’s share pada Saluran Tataniaga Kubis di Desa Ciherang Tahun
2013
87
Rasio Keuntungan dan Biaya Lembaga Tataniaga pada Tiap Saluran
Tataniaga Kubis di Desa Ciherang 2013
89
Nilai Efisiensi Tataniaga Kubis pada Tiap Saluran Tataniaga Kubis di Desa
Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat
Tahun 2013
90

ix

DAFTAR GAMBAR
1 Margin tataniaga
22
2 Kerangka pemikiran operasional
35
3 Saluran Tataniaga Kubis di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten
Cianjur, Provinsi Jawa Barat Tahun 2013.
54

DAFTAR LAMPIRAN
1 Rincian Biaya Tataniaga Kubis di Desa Ciherang Tahun 2013
2 Biaya Tataniaga Kubis Desa Ciherang Pada Saluran I
3 Biaya Tataniaga Kubis Desa Ciherang Pada Saluran II
4 Biaya Tataniaga Kubis Desa Ciherang Pada Saluran III
5 Rincian Margin Tataniaga Kubis di Desa Ciherang Tahun 2013
6 Dokumentasi Penelitiam
7 Kuisioner Penelitian

103
104
105
106
107
108
109

x

xi

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian Indonesia
yang mempunyai potensi untuk dikembangkan, dapat dikembangkan karena
mengingat wilayah Indonesia yang sebagian besar beriklim tropis, dimana iklim
tersebut cocok untuk bercocok tanam-tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura
memiliki klasifikasi antara lain: buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan
biofarmaka.Dalam keterkaitannya dengan perekonomian Indonesia sendiri,
komoditas hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian
nasional.Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB) yang
dihasilkan oleh komoditas hortikultura Indonesia yang dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun 2006-2010
Komoditas
Buah-Buahan
Sayuran
Tanaman Hias
Biofarmaka
Hortikultura

Nilai PDB (Milyar Rp.)
2006
2007
2008
2009
2010
35.447,59
42.362,48 47.059,78 48.436,70
45.481,89
24.694,25
25.587,03 28.205,27 30.505,71
31.244,16
4.734,27
4.740,92
5.084,78
5.494,24
6.173,97
3.762,41
4.104,87
3.852,67
3.896,90
3.665,44
68.638,53
76.795,30 84.202,50 88.333,56
86.565,49

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian (2011)

Dari tabel 1 dapat dilihat pada tahun 2006 hingga tahun 2009 nilai Produk
Domestik Bruto (PDB) hortikultura Indonesia mengalami peningkatan. Namun pada
tahun 2010 nilai tersebut mengalami penurunan sebesar Rp 1.768,07 milyar atau
sekitar dua persen apabila dibandingkan dengan nilai PDB tahun 2009. Pada tahun
2010, komoditas buah-buahan memberikan sumbangan terbesar dalam Produk
Domestik Bruto (PDB) hortikultura sebesar Rp 45.481,89 milyar atau sekitar 52,54
persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) hortikultura. Meskipun demikian,
nilai tersebut menurun sebesar Rp 2.954,81 milyar (6,1 persen) dari PDB tahun 2009.
Dapat dilihat bahwa komoditas yang memberi sumbangan PDB terbesar setelah buahbuahanpada tahun 2010 yaitu sayuran (Rp 31.244,16 milyar atau sekitar 36,09 pesen).
Kontibusi sayuran dalam Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan tahun 2009. Peningkatan tersebut sebesar Rp 738,45 milyar
(2,42 persen). Apabila dilihat lebih lanjut,dapat dilihat bahwa komoditas sayuran
terus memberikan kontribusi positif terhadap produk nasional bruto (PDB) Indonesia
dimana dapat dilihat bahwa besarnya kontribusi PDB yang diberikan komoditas
sayuran yang terus meningkat dari tahun 2006 sampai tahun 2010. Melihat hal ini
dapat diketahui bahwa komoditas sayuran memiliki daya tarik untuk terus
dikembangkan untuk meningkatkan PDB Indonesia dimanaSayuran yang menjadi

1

salah satu bagian dari komoditas hortikultura mempunyai peluang pasar yang baik
.Komoditas sayuran yang terdapat di indonesia terdiri dari berbagai macam jenis,
dimana untuk tiap jenis sayuran memberikan kontribusi yang berbeda-beda nilainya
dalam Produk Domestik Bruto (PDB) sayuran nasional. Hal ini dipengaruhi oleh
besarnya produksi yang dihasilkan oleh tiap-tiap jenis sayuran yang terdapat di
Indonesia.Besarnya produksi sayuran di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Data Produksi Sayuran di Indonesia Dari Tahun 2007-2011 (Ton)
No

Komoditi

1
Bawang Merah
2
Kentang
3
Kubis
4
Cabai
5
Sawi
6
Wortel
7
Bawang putih
8
Tomat
Total
Pertumbuhan (%)

2007
802,810
1,003,733
1,288,740
1,128,792
564,912
350,171
17,313
635,474
5,791,945
-

2008
853,615
1,071,543
1,323,702
1,153,060
565,636
367,111
12,339
725,973
6,072,979
4,85

Tahun
2009
965,164
1,176,304
1,358,113
1,378,727
562,838
358,014
15,419
853,061
6,667,640
9,79

2010
1,048,934
1,060,805
1,385,044
1,328,864
583,770
403,827
12,295
891,616
6,715,155
0,71

2011
893,124
955,488
1,363,741
1,903,229
580,969
526,917
14,749
954,046
7,192,263
7,1

Sumber: BPS 2012(diolah)

Pada Tabel 2 dapat dilihat bagaimana produksi dari beberapa komoditas
sayuran yang terdapat di Indonesia dan bagaimana pertumbuhannya mulai dari tahun
2007 sampai dengan tahun 2011. Dari total produksi komoditas sayuran yang ad
a di Indonesia, dapat dilihat terjadi peningkatan total produksi keseluruhan produk
mulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Pertumbuhan paling tinggi terjadi
pada tahun 2009 dimana pertumbuhan sayuran Indonesia meningkat sebesar 9,79%.
Penurunan produksi sayur-sayuran Indonesia terjadi pada tahun 2010 dimana hanya
terjadi peningkatan produksi sebesar 0,71%. Pada beberapa komoditas terjadi
penurunan produksi bawang merah pada tahun 2011 sebesar 14,85%. Pada komoditas
bawang putih juga terjadi penurunan produksi yang cukup signifikan pada tahun 2008
sebesar 28%.Penurunan ini diakibatkan oleh adanya perubahan iklim dan cuaca yang
akhirnya mempengaruhi produksi.
Pada tabel 2 juga dapat dilihat bahwa produksi kubis menempati jumlah
produksi tertinggi dibandingkan jenis sayuran lainnya.Selain besarnya produksi kubis
itu sendiri, pertumbuhan dari kubis relatif stabil setiap tahun. Hal ini dilihat dari
produksi per tahun yang selalu meningkat dimana dapat dilihat bahwa rata-rata
pertumbuhan komoditas kubis ini adalah 1,44 persen biarpun terjadi penurunan
produksi kubis pada tahun 2011 sebesar 1,54 persen. Melihat hal ini dapat diketahui
bahwa komoditas kubis memiliki potensi untuk dikembangkan karena memiliki
jumlah produksi yang tinggi dan juga memiliki rata-rata pertumbuhan produksi yang
meningkat tiap tahunnya. Peningkatan produksi yang cukup baik tiap tahunnya akan
menjadi lebih baik apabila diikuti dengan tataniaga yang efektif dan efisien. Dengan

2

upaya tataniaga yang efektif dan efisien diharapkan harga pasar untuk komoditas
kubis ini menjadi lebih stabil sehingga harga yang diterima petani sampai konsumen
tidak cenderung naik turun.
Produk sayuran untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri berasal dari beberapa
sentra produksi sayuran yang tersebar di provinsi Jawa Barat. Salah satu daerah
sentra produksi hortikultura sayuran di Jawa Barat adalah kabupaten Cianjur. Letak
kabupaten Cianjur yang secara relatif dekat dengan tujuan pasar seperti seperti
Jakarta, Bogor, Tanggerang, Bekasi dan Depok memberi keunggulan bagi produk
kubis dari Cianjur dan untuk memberikan keuntungan yang lebih, maka diperlukan
upaya tataniaga yang efektif dan efisien juga.Untuk mengetahui produktifitas dari
komoditas kol yang terdapat pada Provinsi Jawa Barat, dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Produksi Kubis di Jawa Barat Tahun 2010-2011(ton)
Lokasi
Kab. Bogor
Kab. Sukabumi
Kab. Cianjur
Kab. Bandung
Kab. Garut
Kab. Tasikmalaya
Kab. Ciamis
Kab. Kuningan
Kab. Majalengka
Kab. Sumedang
Kab. Subang
Kab. Purwakarta
Kab. Karawang
Kab. Bandung Barat
Kota Bandung
Kota Tasikmalaya

2010
517.00
2,131.00
8,660.00
102,349.00
122,462.00
1,829.00
222.00
1,353.00
21,319.00
13,953.00
795.00
16.00
0.00
11,040.00
2.00
0.00

2011
1,019.00
1,990.00
16,439.00
103,964.00
105,447.00
1,202.00
658.00
1,466.00
12,145.00
15,035.00
823.00
56.00
35.00
10,487.00
12.00
4.00

Sumber Data: Departemen Pertanian 2012

Pada tabel 3 produksi komoditas kubis yang dihasilkan di kota/kabupaten
yang terdapat di provinsi Jawa Barat.Produksi terbesar dihasilkan oleh kabupaten
Bandung sebesar 103,964 Ton dan kabupaten Garut sebesar 105,447 Ton. Namun
terjadi penurunan pada produksi Kubis kabupaten Garut sebesar 17,015 Ton ataupun
sebesar 13,89 persen. Kabupaten Cianjur sendiri pada tahun 2011, produksi kubis
yaitu sebesar 16,439 Ton. Produksi kubis kabupaten Cianjur meningkat sebesar 7,779
Ton atau sebesar 47,32 persen. Pertumbuhan ini dapat dikatakan cukup signifikan dan
melihat angka pertumbuhan ini dapat dilihat bahwa Kabupaten Cianjur memiliki
potensi yang baik untuk melakukan pengembangan pada komoditas kubis.
Pertumbuhan produksi ini akan sangat baik apabila disertai dengan tataniaga yang
baik. Melihat jumlah produksi kubis kabupaten Cianjur yang kalah dari Kabupaten
Bandung dan Kabupaten Garut disebabkan oleh luas lahan yang digunakan untuk

3

mengusahakan komoditas kubis tersebut. Pada tabel 4 dapat dilihat luas
panen,produksi, dan produktifitas yang terdapat pada tiap daerah penghasil kubis di
provinsi Jawa Barat pada tahun 2011.
Pada tabel 4 dapat dilihat bagaimana hubungan antara produksi, luas panen,
dan produktifitas Kubis yang terdapat di kota-kota dan kabupaten-kabupaten yang
terdapat di Jawa Barat. Luas panen terbesar dipegang oleh kabupaten Garut sebesar
4,624.00 Ha dan kabupaten Bandung sebesar 4,340.00 Ha. Produktifitas tertinggi
dipegang oleh kabupaten Bandung sebesar 23,95 ton/ha,kabupaten Garut sebesar 22,8
ton/ha. Produksi yang tinggi ini didukung oleh luas panen yang terdapat di kedua
kabupaten tersebut, dimana luas lahan yang terdapat di kabupaten bandung sebesar
4.340 ha dan luas lahan di kabupaten Garut sebesar 4.624 ha.
Tabel 4. Data luas panen, produksi, dan produktifitas kubis di Jawa Barat Tahun 2011
Lokasi
Luas panen(Ha) Produksi (Ton) Produktifitas(Ton/Ha)
Kab. Bogor
50.00
1,019.00
20.38
Kab. Sukabumi
146.00
1,990.00
13.63014
Kab. Cianjur
821.00
16,439.00
20.02314
Kab. Bandung
4,340.00
103,964.00
23.95484
Kab. Garut
4,624.00
105,447.00
22.80428
Kab. Tasikmalaya
99.00
1,202.00
12.14141
Kab. Ciamis
42.00
658.00
15.66667
Kab. Kuningan
75.00
1,466.00
19.54667
Kab. Majalengka
517.00
12,145.00
23.4913
Kab. Sumedang
656.00
15,035.00
22.91921
Kab. Subang
90.00
823.00
9.144444
Kab. Purwakarta
9.00
56.00
6.222222
Kab. Karawang
2.00
35.00
17.5
Kab. Bandung Barat
577.00
10,487.00
18.17504
Kota Bandung
14.00
12.00
0.857143
Kota Tasikmalaya
1.00
4.00
4
Sumber :Departemen Pertanian 2012 (diolah)

Kabupaten Cianjur yang hanya memiliki luas lahan panen sebesar 821 ha dan
produksi sebesar 16.439 ton ternyata memiliki produktifitas yang cukup tinggi
sebesar 20,02 ton/ha. Melihat angka produktifitas yang cukup tinggi ini dimana
produktifitas komoditas kol di kabupaten cianjur tidak kalah bersaing dengan
kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur menunjukkan potensi yang dapat
dikembangkan untuk meningkatkan manfaat yang diterima setiap pihak yang terlibat
dengan tataniaga kubis terutama petani sebagai pihak pertama yang melakukan
produksi komoditas kubis. Melihat baiknya produktifitas dari produk kubis di Cianjur
ini, akan lebih baik apabila disertai dengan harga yang stabil dan menguntungkan
bagi petani sebagai produsen utama komoditas ini.

4

Perumusan Masalah
Komoditas kubis sebagai produk agribisnis memerlukan sistem tataniaga yang
baik.Hal ini mengingat karakteristik produk agribisnis yang mudah rusak dan tidak
dapat disimpan dalam waktu yang lama. Melalui tataniaga yang baik, harga dari
komoditas kubis yang diusahakan akan menjadi lebih stabil sehingga memberikan
insentif bagi petani yang mengusahakannya. Pada tabel 5 akan ditunjukkan
perkembangan harga rata-rata bulanan kol dari sentra produksi dan pasar induk Jawa
barat di daerah Cipanas tahun 2011.
Tabel 5.perkembangan harga rata-rata bulanan kubis dari sentra produksi dan pasar
induk Jawa barat di daerah Cipanas tahun 2011
Harga (Rp/Kg)
Bulan
2313
Januari
1003
Februari
595
Maret
491
April
770
Mei
2172
Juni
2135
Juli
1481
Agustus
1478
September
1088
Oktober
1195
November
3175
Desember
1491
Rata-rata
Sumber :Rekap Harga PIP (Petugas Informasi Pasar).(2011)

Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa terjadinya fluktuasi pada harga kubis di
daerah Cipanas dimana terjadi naik dan turunnya harga pada komoditas kubis di
daerah tersebut. Pada tahun 2011 dapat dilihat bahwa kenaikan harga paling besar
terjadi pada bulan Desember dimana harga kubis naik sebesar Rp 1,985.- atau
kenaikan sebesar 165,7 persen. Penurunan harga juga sering terjadi dimana
penurunan harga terbesar terjadi pada bulan Februari dimana harga turun sebesar Rp
1,310.- atau sebesar 56,6 persen.Pertumbuhan produktifitas yang baik merupakan
keberhasilan dalam pelaksanaan usahatani kubis, namun apabila melihat fluktuasi
harga yang cenderung tidak stabil dan terkadang membuat harga komoditas kubis
menjadi sangat rendah membuat petani mendapatkan insentif yang kurang untuk
mengusahakan komoditas kubis.Melihat hal ini sangat dibutuhkan upaya tataniaga
yang efektif dan efisien.Dengan hal ini diharapkan mampu menyampaikan hasilhasilprodusen dengan biaya yang minimal dan dapat sampai ke tangan konsumenpada
waktu yang tepat dan terjamin kualitas dan kuantitas.
Masalah yang dihadapi oleh komoditas kubis yaitu bagaimana cara yang
efisien untuk menyampaikan produk dari petani ke tangan konsumen. Berbagaicara
dan mekanisme dilakukan untuk menyampaikan produk ini ke tangan konsumenyang

5

baik melalui produsen, pedagang pengumpul, pengecer dan konsumen. Dengan
adanya ikut campur berbagai lembaga tataniaga tersebut dalam upaya menyampaikan
produk kepada konsumen maka harga produk akan berubah sebagai akibat adanya
biaya yang dikeluarkan dalam menyampaikan produk kepada konsumen. Adanya
biaya tataniaga yang tinggi, akan memberi beban kepada konsumen atau petani
(produsen)kubis yaitu dengan cara meningkatkan harga jual kepada konsumen atau
dengan memperkecil bagian untuk produsen dari harga yang dibayarkan oleh
konsumen.Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa harga yang terjadi pada komoditas kubis
setiap saat dapat berubah.Naik dan turunnya harga tersebut merupakan dampak akibat
adanya ketidakseimbangan antara besarnya permintaan dan penawaran dimana
tingkat harga meningkat ketika volumepermintaan melebihi penawaran dan
sebaliknya. Hal tersebut mungkin terjadi sebagai akibat dari banyaknya keterlibatan
lembaga tataniaga, ketersediaan informasi yang kurang, kemudian kelemahan
dalammencari dan menentukan peluang pasar serta belum kuatnya segmentasi
pasar.Hal ini menyebabkan adanya margin atau perbedaan harga di tingkat produsen
dan di tingkat konsumen yang cukup besar, serta tidak adanya keterpaduan harga di
tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen.
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah dari penelitian yang akan
dikemukakan adalah :
1. Bagaimana saluran dan fungsi-fungsi tataniaga yang dijalankan oleh lembagalembaga tataniaga kubis di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten
Cianjur?
2. Bagaimana struktur, perilaku pasar dan keragaan pasar yang terjadi dalam
tataniaga kubis di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur?
3. Bagaimana margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap
biaya pada tataniaga kubis di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten
Cianjur?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang sudah diuraikan
diatas, maka tujuan penelitian ini, antara lain:
1. Menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi yang dijalankan oleh
lembaga-lembaga tataniaga, serta struktur pasar, perilaku pasar dan keragaan
pasar yang terjadi dalam tataniaga kubis Desa Ciherang, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur
2. Menganalisis efisiensi setiap saluran tataniaga kubis di Desa Ciherang,
Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur.
Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi petani kubis dan lembaga tataniaga lainnya
yang terkait untuk dapat meningkatkan efisiensi tataniaga melalui
rekomendasi yang diajukan.

6

2. Sebagai bahan informasi untuk pemerintah setempat dalam memutuskan
kebijakan mengenai tataniaga kubis di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur .
3. Sebagai referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya khususnya yang
terkait dengan tataniaga komoditas kubis.
4. Sebagai praktik bagi penulis dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang telah
dipelajari selama masa perkuliahan, untuk menambah pengalaman serta
pengetahuan baru yang diperoleh di lapangan.

Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan dalam lingkup Desa Ciherang, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur.Kubis adalah objek yang dijadikan komoditi yang diteliti.Petani
yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah petani yang berada di Desa
Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yang melakukan usahatani dan
pemanenan kubis di daerah tersebut.Lembaga tataniaga yang dijadikanresponden
adalah lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat langsung dalam kegiatan tataniaga
kubisdi Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur.Analisis penelitian
dibatasi untuk melihat dan mengkaji sistem tataniaga kubis di daerah
penelitian.Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan saluran tataniaga, fungsi
tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar.Selain itu, digunakan juga analisis
kuantitatif untuk menganalisis keragaan pasar dengan menggunakan perhitungan
margin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya untuk melihat
tingkat efisiensi tataniaga kubis di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten
Cianjur.

TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya Kubis
Syarat Tumbuh
Secara umum,komoditas kubis akan memberikan hasil yang baik apabila
ditanam di dataran tinggi dengan rentang ketinggian antara 1.000 - 3.000 mdpl.
Syarat penting yang juga harus dipenuhi agarkubis tumbuh dengan baik yaitu
keadaan tanahnya gembur, bersarang, mengandung bahan organic, serta memiliki
suhu udara yang rendah dan lembab.Syarat lainnya yaitu pH tanah antara 6- 7 karena
ada jenis kubis yaitu kubis bunga yang peka terhadappH rendah.Waktu tanam kubis
yang baik adalah pada awal musim hujan (awalOktober) atau awal musim kemarau
(Maret).
Cara Tanam
Tanaman Kubis dapat dikembangkan melalui biji atau stek, pengembangan ini
tergantung pada jenis kubis yang diusahakan.Untuk jenis kubis krop umumnya

7

dikembangbiakan dengan biji. Untuk jenis kubis lokal dikembangbiakan dengan stek
tunas batang, seperti Argalingga dan Wonosobo. Kubis lokal umumnya tidak mampu
berbunga (berbiji). Kubis tunas yang dikembangkan dengan biji disebut semi. Akan
tetapi, biji yang akan dijadikan bibit umumnya masih didatangkan dari luar negeri
(impor). Cara menanam kubis baik dengan biji atau dengan carastek pada dasarnya
sama. Yang berbeda yaitubiji-biji kubis yang akan ditanam perlu disemaikan
sebelumnya, sedangkanstek atau tunas, dapat langsung ditanam di kebun yang telah
dipersiapkan. Biji yang akan disemai sebelumnya disiapkan di tempat persemaian.
Lahan persemaian dicangkul dan diberikan pupuk kandang.Setelah itu, dibuatkan
atap dengan arah yang miring ke barat. Persemaian dalam keadaan basah akan
menyebabkan bibit kubis mudah terserang cendawan.

Hama dan Penyakit
Dalam melakukan usahatani kubis, Tanaman kubis banyak memerlukan
perawatan khusus. Pemeliharaan yang harus dilakukan di samping membersihkan
rumput-rumput pengganggu dan memberikan air bila kekeringan adalah memberantas
hama serta penyakit-penyakit yang mengganggu pertumbuhan tanaman kubis itu
sendiri. Beberapa jenis hamayang sangat berbahaya terhadap tanaman kubis adalah
ulat kubis yang dibagi menjadi yaitu Plutella maculipennis atau Plutella xylostella
dan Crocidolomia binotalis.Ulat kubis Plutella maculipennis ini merusak kubis
dengan memakan daging daun (epidermis).Daun yang sering terserang adalah daun
muda sebelah bawah.
Ulat ini dapat diatasi dengan menyemprotkan insektisida Ambush 2 EC atau
Decis 2.5 EC 0.1-0.2 cc/liter air jika belum terlambat atau sebagai langkah
pencegahan.Penyemprotan dilakukan tiap minggu.Pada musim hujan penyemprotan
ini sering dilakukan untuk mencegah kerusakan yang diakibatkan jenis ulat
ini.Pemberian penyemprotan diberhentikan satu bulan sebelum krop dipungut untuk
mengurangi sisa racun (residu) dalam daun.
Jenis ulat lainnya yang merusak panen kubis adalah ulat Crocidolomia
binotalis.Ulat ini menyerang daun yang masih muda, terutama krop-kropnya. Ulat
yang sudah masuk ke dalam krop, akan sulit diberantas. Ulat-ulat ini dapat
dikendalikan dengan semprotan insektisida Ambush 2 EC atau Decis 2.5.EC 0.1-0.3
%.Selain hama yang sering mengancam kelangsungan hidup tanaman kubis adalah
penyakit. Penyakit pada kubis biasanya dapat disebabkan oleh bakteri dan
cendawan.Penyakit yang disebabkan oleh bakteri adalah penyakit busuk hitam dan
penyakit
busuk
lunak.Penyakit
busuk
hitam
disebabkan
bakteri
Xanthomonascampestris.Penyakit ini dapat dikenali dengan terdapatnyawarna merah
pada tepi daun yang berbentuk huruf V. Pencegahan terhadap penyakit ini yaitu
dengan tidak menanam kubis di tempat bekas tanaman Cruciferae.Penyakit busuk
lunak disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovorus.Penyakit ini ditandai dengan
terjadinya pembusukan (bau telur busuk) pada krop dan batang kubis.Penyakit ini
sukar diberantas dan cepat menular.Biasanya penyakit ini dikarenakan serangan
penyakit busuk hitam.

8

Panen dan Pasca Panen
Tanaman kubis dapat dipanen hasilnya setelah kropnya menjadi besar dan
padat penuh.Umur dimana kbis dapat dipanen yaitu kira-kira 3 - 4 bulan dari waktu
sebar. Pemungutan tidak boleh terlambat karena kropnya akan pecah (retak) dan
kadang-kadang busuk. Jika terjadi pada kubis bunga, bunga akan pecah dan
bertangkai hingga mutu kubis menjadi rendah. Kubis yang terawat dengan baik dapat
menghasilkan krop antara 10 - 40 ton tiap hektar, tergantung dari jenis kubis yang
diusahakan. Untuk kubis telur hasil panen dapat mencapai 30 - 40 ton krop bersih per
hektar, kubis tunas dapat menghasilkam 10 - 15 ton krop tiap hektar, sedangkan kubis
bunga dapat menghasilkam 5 - 10 ton bunga per hektar. Hasil produksi kubis putih
merupakan komoditas ekspor penting, menghendaki kubis yang bulat, berukuran
sedang dan beratnya berkisar 1.5 - 2 kg per krop.
Penelitian Terdahulu
Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga
Hutabarat (2012) melakukan penelitian mengenai sistem tataniaga komoditas
brokoli di Desa Tugu, kecamatan Cisarua, kabupaten Bogor yang bertujuan
menganalisis sistem tataniaga brokoli yang dilakukan pada kelompok tani Suka Tani
di Desa Tugu Utara
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, saluran tataniaga dari komoditas
brokoli akan melalui beberapa saluran tataniaga yaitu : Saluran I: Petani - Pedagang
Pengumpul Desa – Pedagang Besar – Pedagang Pengecer – Konsumen Akhir,
Saluran II : Petani – Pedagang Besar – Pedagang Pengecer – Konsumen Akhir.
Saluran III: Petani – Pedagang Pengecer – Konsumen Akhir.
Pada penelitian ini, fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan pada lembaga-lembaga
tataniaga yang terlibat yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas dimana
fungsi-fungsi tataniaga yang terjadi pada penelitian ini sudah berjalan cukup baik
dimana fungsi-fungsi tataniaga yang terjadi memberikan nilai tambah kepada produk
sehingga memiliki nilai dan kegunaan yang lebih tinggi.
Struktur pasar yang terbentuk dalam memasarkan komoditas kubis pada penelitian ini
adalah struktur pasar oligopsoni dimana hal ini dapat diketahui dari jumlah petani
(penjual) lebih banyak dibanding dengan jumlah pedagang (pembeli) dari segi harga,
harga ditentukan oleh pedagang sehingga petani menjadi penerima harga (price
taker). Sementara itu petani mengalami hambatan dalam memasuki pasar berupa
kemampuan dalam budidaya, modal, dan ketersediaan input. Sedangkan hambatan
keluar yang dihadapi oleh petani relatif tidak ada. Akses terhadap informasi akan
harga diperoleh dengan cara melakukan survei via telepon.
Perilaku pasar yang terbentuk pada penelitian yang dilakukan terdiri dari proses jual
beli terhadap komoditas yang dialirkan, penentuan dan pembayaran harga produk,
serta kerjasama yang terjadi diantara lembaga-lembaga tataniaga yang terdapat dalam
sistem tataniaga untuk mengalirkan produk dari produsen sampai kepada konsumen.
Didalam perilaku pasar yang terjadi, kerjasama yang terjadi diantara lembaga
tataniaga terjadi dengan baik sehingga proses tataniaga dapat terjadi dengan lancar.

9

Untuk menilai keragaan pasar dilakukan dengan menganalisis efisiensi tataniaga
secara kuantitatif dengan alat analisis margin tataniaga, farmer’s share, dan rasio
keuntungan dari biaya. Tingkat farmer’s share terendah dan marjin tataniaga tertinggi
pada tataniaga brokoli di di Desa Tugu, kecamatan Cisarua, kabupaten Bogor
terdapat pada saluran I yaitu sebesar 33,33 persen dan 66,67 persen. Hal ini
dikarenakan saluran I merupakan saluran terpanjang dari tiga saluran yang ada.
Setelah dilakukan analisis terhadap farmer’s share, tingkat farmer’s share tertinggi
dan marjin tataniaga terendah terdapat pada saluran III yaitu sebesar 76,92 persen dan
23,08 persen. Hal ini dikarenakan saluran tiga adalah saluran terpendek di antara tiga
saluran yang terbentuk. Dari hal ini dapat dilihat bahwa panjang pendeknya suatu
rantai tataniaga mempengaruhi besarnya margin tataniaga, farmer’s share , dan rasio
keuntungan terhadap biaya karena semakin panjang rantai tataniaga, maka semakin
tinggi pula biaya yang harus dikeluarkan untuk memasarkan suatu produk. Rasio
keuntungan dari biaya tertinggi terdapat pada saluran I yaitu sebesar 2,16.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat dilihat bahwa saluran I merupakan saluran
tataniaga komoditas brokoli yang paling efisien di Desa Tugu Utara. Hal ini dapat
dilihat berdasarkan sebaran harga yang tidak berbeda secara signifikan yaitu sebesar
dan rasio keuntungan terhadap biaya yaitu sebesar 2,16 dimana untuk tiap rupiah
biaya yang dikeluarkan, akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 2.16.
Prihatin (2012) melakukan penelitian mengenai analisis tataniaga kubis di
Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagar Alam, Provinsi
Sumatera Selatan yang bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga dan fungsifungsi yang dijalankan oleh lembaga-lembaga tataniaga, serta struktur pasar dan
perilaku pasar yang terjadi serta efisiensi tataniaga yang terjadi dalam proses
tataniaga produk dari produsen sampai kepada konsumen.Dari hasil analisis, terdapat
lima saluran tataniaga kubis di Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo
Utara, Kota Pagar Alam yang melibatkan beberapa lembaga yaitu pedagang
pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul pasar lokal, pedagang pengumpul
pasar luar kota, pedagang pengecer (lokal) dan pedagang pengecer luar kota (nonlokal). Lembaga-lembaga yang terkait dalam usaha memasarkan produk tersebut
menjalankan fungsi-fungsi tataniaga yang berbeda-beda dan menghadapi struktur
pasar yang berbeda pula. Selain itu, perilaku pasar yang dihadapi oleh tiap lembaga
tataniaga juga berbeda. Sistem tataniaga kubis di Kelurahan Agung Lawangan,
Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagar Alam secara keseluruhan belum efisien.
Saluran tataniaga I dan saluran III merupakan jalur yang relatif lebih efisien jika
dibandingkan dengan saluran lainnya. Hal ini berdasarkan pertimbangan atas
perhitungan farmer’s share, margin tataniaga dan rasio keuntungan terhadap biaya.
Pada saluran pertama didapatkan besarnya margin tataniaga sebesar Rp 1.000,00 dan
pada saluran ketiga sebesar Rp 2.000,00, untuk bagian yang diterima petani pada
saluran pertama yaitu sebesar 50% dan untuk saluran ketiga yaitu sebesar 33,33%,
dari rasio keuntungan terhadap biaya, didapatkan untuk saluran pertama sebesar 3,44
yang merupakan rasio keuntungan terhadap biaya yang terbesar dibandingkan saluran
yang lain.
Soetrisniati (2011) melakukan penelitian mengenai analisis tataniaga tebu di
Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur dimana
10

penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fungsi, struktur dan perilaku pasar serta
efisiensi tataniaga tebu pada setiap saluran tataniaga.
Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan bahwa Saluran tataniaga tebu yang
terbentuk di Desa Pulorejo ada empat saluran yaitu: saluran tataniaga 1) Petani –
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) – Pabrik Gula. Saluran tataniaga 2)
Petani – Kelompok Tani – Pabrik Gula.Saluran tataniaga 3) Petani – Kontraktor Tebu
– Pabrik Gula.Saluran tataniaga 4) Petani – Pedagang Sari Tebu – Konsumen.
Fungsi tataniaga yang terjadi di lembaga tataniaga yang ikut dalam proses tataniaga
tebu adalah fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa
pengangkutan, pengemasan, penyimpanan, fungsi fasilitas berupa penanggungan
risiko, sortasi, pembiayaan, pengolahan dan informasi pasar.
Struktur pasar yang dihadapi oleh tiap lembaga tataniaga dalam tataniaga memiliki
perbedaan. Struktur pasar yang yang dihadapi oleh petani mengarah ke pasar
persaingan sempurna. Pasar yang dihadapi oleh Asosiasi Petani Tebu Rakyat
Indonesia (APTRI) adalah pasar oligopoli. Struktur pasar yang dilihat dari kelompok
tani mengarah kepada pasar oligopoli. Struktur pasar yang dihadapi oleh kontrakator
tebu dan pedagang sari tebu adalah pasar persaingan sempurna.
Bila dilihat dari perilaku pasar yang terjadi pada tataniaga tebu yang terjadi pada
penelitian, perilaku pasar yang terjadi terdiri dari praktek pembelian dan penjualan,
sistem penentuan harga, dan kerjasama antar lembaga tataniaga.
Berdasarkan analisis terhadap keragaan pasar yang terjadi pada penelitian ini,
keragaan pasar dinilai melalui margin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan
terhadap biaya menunjukkan saluran tataniaga I merupakan saluran yang paling
efisien. Hal ini dapat dilihat dari margin tataniaga yang terendah sebesar 15,40%
yang menunjukkan bahwa hanya terjadi sedikit pertambahan biaya yang dikeluarkan
untuk memasarkan produk sehingga mengakibatkan margin tataniaga kecil, farmer’s
share yang bernilai 84,60% menunjukkan bahwa bagian pendapatan petani terhadap
total harga yang digunakan dalam menjual produk sebesar 84,60%. Hal ini
menunjukkan tidak banyak terjadi perubahan harga dalam memasarkan tebu dari
petani sampai ke pabrik.
Utami (2009) melakukan penelitian mengenai Analisis Cabang Usahatani dan
Tataniaga Pisang RajaBulu yang terdapat di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang bertujuan menganalisis sistem tataniaga
komoditas dan mengkaji pendapatan cabang usahatani pisang raja bulu.
Berdasarkan analisis saluran tataniaga diketahui terdapat enam saluran tataniaga yang
digunakan oleh petani pisang raja bulu di Desa Talaga, yaitu: saluran A yang terdiri
dari (Petani - Pedagang Pengecer - Konsumen Akhir), saluran B (Petani - Pedagang
Pengumpul Daerah - Pedagang Pengecer - Konsumen Akhir), saluran C (Petani –
Pedagang Pengumpul Daerah - Pedagang Besar Daerah - Pedagang Pengecer Konsumen Akhir), saluran D (Petani - Pedagang Pengumpul Daerah - Pedagang
Besar Daerah - Konsumen Akhir), saluran E1 (Petani – Pedagang Pengumpul Daerah
- Pedagang Besar Luar Daerah - Pasar Swalayan (Giant) - Konsumen Akhir) dan
saluran E2 (Petani - Pedagang Pengumpul Daerah - Pedagang Besar Luar Daerah Pasar Swalayan (Carefour) – Konsumen Akhir). Lembaga-lembaga tataniaga yang
terlibat dalam penyaluran pisang pisang raja bulu mulai dari tingkat petani hingga
11

konsumen akhir adalah pedagang pengumpul, pedagang besar daerah dan luar daerah,
pasar swalayan dan pedagang pengecer.
Dari analisis terhadap fungsi tataniaga, lembaga-lembaga tataniaga tersebut telah
melakukan fungsi tataniaga berupa fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan),
fungsi pengadaan secara fisik (penyimpanan, pengolahan, pengangkutan) serta fungsi
pelancar (sortasi dan grading). Namun tidak semua fungsi tataniaga tersebut
dilakukan oleh semua lembaga. Dari penelitian ini juga didapatkan bahwa pada
umumnya lembaga yang melakukan fungsi pengolahan cenderung memperoleh
keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan lembaga tataniaga lainnya karena
pengolahan memberikan nilai tambah kepada produk sehingga memiliki nilai tambah
yang lebih pula. Dari keenam saluran tataniaga pisang raja bulu di Desa Talaga dapat
dikatakan bahwa saluran tataniaga A adalah saluran tataniaga yang paling efisien bagi
konsumen dan petani karena memiliki total marjin yang terkecil dengan nilai
farmer’s share terbesar dimana nilai total marginnya tataniaganya adalah 38,85%
yang mengindikasikan hanya terjadi perubahan harga yang tidak terlalu besar dari
tingkat petani sampai kepada konsumen akhir. Nilai farmer’s share sebesar 76,92%
menunjukkan bagian pendapatan petani dari tataniaga komoditas cukup baik karena
memiliki nilai yang cukup besar. Untuk rasio keuntungan terhadap biaya didapatkan
sebesar sebesar 2.19 yang berarti untuk tiap satu satuan biaya yang dikeluarkan maka
akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 2.19. Saluran A juga merupakan saluran
yang paling efisien karena memberikan keuntungan yang terbesar yaitu sebesar
60,77%.
Afrizal (2009) dalam tesisnya melakukan penelitian mengenai Analisis
Produksi dan Tataniaga Gambir di Kabupaten LimaPuluh Kota Provinsi Sumatera
Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efisiensi penggunaan
faktor-faktor produksi dalam usahatani gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota dan
menganalisis efisiensi tataniaga gambir dengan menggunakan pendekatan structureconduct-performance (SCP) serta keterpaduan pasar gambir di Kabupaten Lima
Puluh Kota.
Dari penelitian ini didapatkan bahwa terdapat empat saluran tataniaga yang
terdapat di lokasi penelitian yaitu: Saluran I yang terdiri dari petani, pedagang
pengumpul, pedagang besar, dan pedagang yang berada di luar Provinsi Sumatera
Barat, Saluran II yang terdiri dari petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan
eksportir lokal yang berada di Provinsi Sumatera Barat, Saluran III yang terdiri dari
petani, pedagang besar, dan pedagang yang berada di luar Provinsi Sumatera Barat,
serta saluran IV yang terdiri dari petani, pedagang besar, dan eksportir lokal yang
berada di Provinsi Sumatera Barat. Dari penelitian yang dilakukan oleh Afrizal
didapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi tataniaga yaitu fungsi
tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar yang
terjadi dalam proses tataniaga yang dilakukan untuk menyampaikan produk dari
produsen sampai kepada konsumen. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Afrizal,
diketahui bahwa fungsi tataniaga mempengaruhi efisiensi tataniaga komoditas
dimana dengan semakin banyak fungsi tataniaga yang efisien maka akan
meningkatkan efisiensi tataniaga suatu komoditas. Hal ini dikarenakan fungsi
tataniaga menciptakan nilai tambah terhadap produk yang akan dialirkan sehingga
12

meningkatkan harga jual dari suatu komoditas. Dengan meningkatnya harga
komoditas maka akan meningkatka keuntungan dari lembaga tataniaga yang terkait
dalam proses tataniaga kubis. Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembagalembaga tataniaga pada tataniaga gambir meliputi fungsi pertukaran yang terdiri atas
kegiatan penjualan dan pembelian, fungsi fisik yang terdiri dari kegiatan pengolahan,
pengangkutan, dan pengemasan. Sedangkan fungsi fasilitas tidak terdapat pada
tataniaga gambir.
Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Afrizal juga didapatkan bahwa
struktur pasar mempengaruhi efisiensi tataniaga dimana sistem tataniaga yang efisien
akan tercapai apabila terdapat banyak penjual dan pembeli dimana pihak-pihak
tersebut tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga pasar, tidak terdapat
diferensiasi produk, pembeli dan penjual dapat dengan mudah untuk keluar dan
masuk pasar, informasi yang dimiliki oleh pembeli dan penjual mengenai kondisi
pasar relatif sempurna, dan mobilitas faktor-faktor produksi juga berjalan secara
sempurna. melalui penjelasan ini maka didapat intisari bahwa suatu sistem tattaniaga
akan semakin efisien apabila semakin mendekati struktur persaingan sempurna
karena struktur ini akan meningkatkan keuntungan dan menurunkan biaya tataniaga
yang haruss dikeluarkan.Struktur pasar gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota sendiri
adalah weak oligopsony atau pasar persaingan tidak sempurna dikarenakan oleh
sangat tidak seimbangnya rasio antara petani dan pedagang serta ada indikasi
tingginya hambatan untuk masuk pasar bagi pedagang baru. Sehingga apabila dinilai
dari struktur pasar yang dihadapi maka sistem tataniaga yang dihadapi, maka sistem
tataniaga pada penelitian ini dapat dikatakan tidak efisien.
Afrizal juga mengemukakan bahwa perilaku pasar mempengaruhi efisiensi
tataniaga melalui praktek jual beli antara petani, pedagang bandar atau bandar besar,
pedagang besar, dan pedagang pengecer, praktek penentuan dan pembayaran harga,
serta kerjasama antar lembaga tataniaga. Sebuah sistem tataniaga akan semakin
efisien apabila faktor-faktor ini berjalan dengan baik karena akan menurunkan biaya
tataniaga yang dikeluarkan untuk menyampaikan produk dari produsen sampai
kepada konsumen. Perilaku pasar yang terjadi yang terjadi pada tataniaga gambir
sangat dipengaruhi oleh bentuk struktur pasar yang terjadi. Pada penelitian yang
dilakukan Afrizal dalam hubungannya dengan perilaku pasar didapatkan bahwa peran
pedagang dan eksportir dalam menentukan harga relatif lebih kuat jika dibandingkan
dengan petani yang memiliki kemampuan mempengaruhi harga yang kecil. Perilaku
yang menyebabkan kondisi ini adalah petani tersebar di berbagai wilayah dengan
waktu panen yang beragam, tempat penjualan yang tersebar, transaksi jual beli tidak
serentak dan cenderung dilakukan pada pedagang yang sama, jumlah yang dipanen
masing-masing petani relatif sedikit, sebagian petani masih terikat dengan pedagang
tertentu karena keterbatasan modal, produk yang dihasilkan relatif beragam dan
belum adanya standarisasi produk di tingkat petani yang mengarah pada perbaikan
mutu, dan pasar akhir gambir atau konsumen akhir yang sebagian besar berada sangat
jauh dari sentra produksi.
Bila dilihat melalui keragaan pasar, efisiennya suatu sistem tataniaga dapat
diukur melalui margin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap
biaya. Melalui indikator tersebut, sebuah sistem tataniaga dikatakan efisien apabila
13

memiliki margin tataniaga yang rendah, farmer’s share yang memiliki nilai tinggi,
dan rasio keuntungan terhadap biaya yang tinggi. Pada penelitian yang dilakukan
Afrizal, saluran ketiga merupakan saluran yang paling efisien dilihat dari tingginya
harga yang yang diterima petani dibandingkan saluran lain, margin tataniaga yang
lebih kecil daripada saluran yang lain, biaya tataniaga yang lebih rendah, dan
seimbangnya distribusi keuntungan dan biaya antar lembaga tataniaga yang terdapat
dalam tataniaga gambir.
Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu
Dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hutabarat (2012), Prihatin
(2012), Soetrisniati (2011), Utami (2009), dan Afrizal (2009) memiliki persamaan
dimana penelitian yang dilakukan adalah untuk melihat efisiensi tataniaga yang
terjadi terhadap komoditas yang dijadikan sebagai objek penelitian. Alat analisis yang
digunakan dalam penelitian terdahulu memiliki persamaan dimana untuk
menganalisis efisiensi tataniaga dari komoditas yang diteliti digunakan alat analisis
kualitatif dan kuantitatif. Untuk menganalisis efisiensi tataniaga secara kualitatif
digunakan alat analisis lembaga dan saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga,
struktur pasar, dan perilaku pasar. Sedangkan untuk menganalisis efisiensi tataniaga
secara kualtitatif digunakan alat analisis margin tataniaga farmer’s share rasio
keuntungan terhadap biaya.
Namun pada penelitian yang dilakukan Afrizal yang menganalisis mengenai
analisis produksi dan tataniaga gambir di Kabupaten LimaPuluh Kota Provinsi
Sumatera Barat terdapat perbedaan dimana untuk menanalisis efisiensi tataniaga yang
terjadi digunakan alat analisis pendekatan S-C-P, margin tataniaga, farmer’s share,
dan keterpaduan harga.
Penelitian mengenai tataniga kubis yang dilakukan merupakan penelitian
mengenai bagaimana efisiensi tataniaga yang dilakukan untuk menyampaikan
komoditas kubis dari petani sampai tingkat konsumen akhir. sebagai penelitan yang
bertujuan menganalisis efisiensi tataniaga, penelitian ini menggunakan alat analisis
kualitatif yang meliputi analisis lembaga dan saluran tataniaga, fungsi-fungsi
tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar serta menggunakan analisis kuantitatif
yang meliputi margin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya
(π/c).
Penelitian mengenai tataniaga umumnya ditujukan untuk melihat efisiensi
sistem tataniaga pada komoditas yang diteliti. Sehingga untuk untuk menilai efisiensi
di dalam suatu saluran tataniaga dapat dianalisis melalui dua sisi yaitu analisis
kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis lembaga dan
saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar. Analisis
secara kuantitatif efisiensi tataniaga diukur dari margin tataniaga, farm