2 Memasangkan Peraih Prestasi dan Pekerjaan

Gambar 2.2 Memasangkan Peraih Prestasi dan Pekerjaan

tanggung jawab

Peraih prestasi

pribadi

lebih menyukai

umpan balik

pekerjaan yang

resiko sedang

menawarkan

Sumber : Stepphen P. Robbins, Organizationa Behaviour : Concepts, Controversies, Apllications, (New Jersey : Prentice Hall, Inc., 1989) p. 175

McClelland (1976:230), mengemukakan mtivasi berprestasi dalam dunia pendidikan merupakan kombinasi dari tiga faktor yaitu faktor keberhasilan pendidikan, keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan pengalaman sukses atau gagal dalam pelaksanaan tugas. Dalam motivasi keberhasilan ada enam kondisi eksperimen yaitu kondisi santai, netral, orientasi pada keberhasilan, sukses, gagal dan sukses gagal. Menurut Brophy (1990:205) motivasi ekstrinsik dalam dunia pendidikan dapat dilakukan oleh guru. Guru harus mengambil keputusan tentang apa yang harus diajarkan, bagaimana menyajikan pelajaran dan bagaimana menentukan cara pengajaran agar siswa mengerti apa yang diajarkan dan mampu menerapkan dalam kehidupan nyata. Dorongan eksternal ini sangat penting bagi guru untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan belajar mengajar.

langkah untuk mengembangkan motivasi berprestasi adalah sebagai berikut:

1. Tujuan-tujuan atau hasil-hasil akhir daripada kegiatan harus bersifat khusus dan ditentukan dengan tegas.

2. Tujuan-tujuan atau hasil-hasil yang diiginkan untuk dicapai harus menunjukkan suatu tingkat resiko yang sedang untuk individu-individu yang terlibat. Ini berarti bahwa tujuan-tujuan harus mengandung resiko yang tinggi, sehingga akan mengejutkan atau menghalang-halangi individu yang terlibat.

3. Tujuan-tujuan harus mempunyai sifat sedemikian rupa, sehingga tujuan-tujuan tersebut sewaktu-waktu dapat disesuaikan sebagai jaminan situasi, terutama apanila tujuan-tujuan tersebut berbeda banyak.

4. Individu-individu harus diberi umpan balik yang seksama dan jujur mengenai prestasi mereka.

5. Individu-individu diberi tanggung jawab untuk suksesnya hasil dari pada kegiatan-kegiatan mereka. Tanggung jawab terhadp hasil-hasil ini harus merupakan tanggung jawab yang sungguh-sungguh

6. Penghargaan-pengharagaan dan hukuman-hukuman dengan hasil kerja yang sukses atau yang gagal harus dihubungkan dengan selayaknya dengan tujuan- tujuan hsil kerja. Artinya harus ada penghargaan yang besar untuk hasil kerja yang besar dan sebaliknya hanya ada hukuman-hukuman yang ringan bagi yang mereka kegagalannya sedikit.

Berdasarkan atas uraian tersebut maka yang dimaksud dengan motivasi berprestasi adalah dorongan yang berasal dari dalam diri orang-orang untuk berprestasi dan berusaha berprestasi dalam upaya untuk mencapai tujuan. Motivasi berprestasi dapat dikembangkan di suatu organisasi kependidikan di mana kebutuhan untuk menyelesaikan masalah adalah tinggi. Guru-guru akan bekerja lebih baik jika mereka sungguh-sungguh diberi motivasi. Guru-guru yang berhasil karena adanya motivasi berprestasi akan memberikan sumbangan yang berharga kepada pendidikan.

3. Sikap Terhadap Manajemen Mutu Pendidikan

a. Pengertian Sikap

Sebelum membahas pengertian sikap terhadap manajemen mutu penidikan perlu dikemukakan di sini pengertian sikap secara umum. Definisi sikap menurut Thurstone yang dikutip Azwar (2002:3), adalah derajat afek positif atau afek negatif yang dikaitkan dengan suatu obyek psikologis. Sears (1992:137), Sikap adalah keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya. Dari sini sikap dapat digambarkan sebagai kecenderungan subyek merespon suka atau tidak suka terhadap suatu obyek. Dalam bahasan ini yang berperan sebagai subyek yaitu guru dan obyekyaitu manajemen mutu pendidikan yang sedang dikembangkan di sekolah.

Sikap adalah organisasi kognisi yang mempunyai valensi yaitu menerima atau menolak stimulus (Drever, 1988:508), yang akhirnya terintegrasi pada pola yang lebih luas. Dengan demikian individu mungkin akan mengarahkan sebagian besar tingkah lakunya ke suatu inti yang terdiri dari atas keyakinan keagamaan atau nilai tertentu. Sumarsono dan Partana (2002:357-359) menyimpulkan beberapa pendapat pakar psikologi seperti Allport Agheysi dan Fishman, mengenai 3 (tiga) komponen sikap sebagai berikut :

1. Komponen Kognitif menyangkut pengetahuan mengenai alam sekitar dan gagasan yang biasanya merupakan kategori.

2. Komponen Afektif menyangkut perasaan atau emosi yang mewarnai atau menjiwai pengetahuan atau gagasan yang terdapat dalam komponen kognitif.

Komponen ini menyangkut nilai “baik atau tidak baik”, “senang atau tidak senang”. Rasa baik atau senang menunjukkan sikap positif dan sebaliknya rasa tidak senang dan tidak baik menunjukkan sikap negatif.

3. Komponen Konatif, yaitu menyangkut kecenderungan seseorang untuk berbuat atau bereaksi dengan cara tertentu. Walgito (2001:114-115) mengemukakan tentang sikap adalah faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku tertentu. Adapun ciri-ciri sikap yaitu: tidak dibawa sejak lahir, selalu berhubungan dengan obyek sikap, dapat tertuju pada satu obyek saja maupun tertuju pada sekumpulan obyek-obyek, dapat berlangsung lama atau sebentar, dan mengandung faktor perasaan dan motivasi. Selanjutnya Walgito mengemukakan sikap mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap. Ketiga komponen itu adalah komponen kognitif, afektif dan konatif dengan uraian sebagai berikut: 1) komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal- hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap obyek sikap. 2) komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap obyek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang adalah hal negatif. 3) komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak atau berperilaku terhadap obyek sikap.

b. Konsep Mutu Pendidikan

Di lingkungan sistem persekolahan, konsep mutu pendidikan dipersepsi berbeda-beda oleh berbagai pihak. Menurut persepsi kebanyakan orang (orang tua dan masyarakat pada umumnya), mutu pendidikan di sekolah secara sederhana dilihat dan perolehan nilai atau angka yang dicapai seperti ditunjukkan dalam hasil-hasil ulangan dan ujian. Sekolah dianggap bermutu apabila para siswanya, sebagian besar atau seluruhnya, memperoleh nilai/angka yang tinggi, sehingga berpeluang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Persepsi tersebut tidak keliru apabila nilai atau angka tersebut diakui sebagai representasi dari totalitas hasil belajar, yang dapat dipercaya menggambarkan derajat perubahan tingkah laku atau penguasaan kemampuan yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan demikian, hasil pendidikan yang bermutu memiliki nuansa kuantitatif dan kualitatif. Artinya, di samping ditunjukkan oleh indikator seberapa banyak siswa yang berprestasi sebagaimana dilihat dalam perolehan angka/nilai yang tinggi, juga ditunjukkan oleh seberapa baik kepemilikan mutu pribadi para siswanya, seperti tampak dalam kepercayaan diri, kemandirian, disiplin, kerja keras dan ulet, terampil, berbudi-pekerti, beriman dan bertaqwa, tanggung jawab sosial dan kebangsaan, apresiasi, dan lain sebagainya. Analisis di atas memberikan pemahaman yang jelas bahwa konsep sekolah efektif berkaitan langsung dengan mutu kinerja sekolah.

Refleksi empirik (Satori, 1995) yang dibahas dalam satu diskusi tentang mutu pendidikan sampai pada kesepakatan bahwa mutu pendidikan (MP) di sekolah merupakan fungsi dari mutu input peserta didik yang ditunjukkan oleh potensi siswa (PS), mutu pengalaman belajar yang ditunjukkan oleh kemampuan profesional guru (KP), mutu penggunaan fasilitas belajar (FB), dan budaya sekolah (BS) yang merupakan refleksi mutu kepemimpinan kepala sekolah. Pernyataan tersebut dapat dirumuskan dalam formula sebagai berikut :

MP = f (PS.KP.FB.BS)

Potensi Siswa (PS) adalah kepemilikan kemampuan yang telah dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap manusia. Dalam wacana psikologi pendidikan kemampuan tersebut dikenal sebagai "natural or acquired talent" yang dibedakan menjadi kemampuan umum (General Aptitude) yang dinyatakan dalam Potensi Siswa (PS) adalah kepemilikan kemampuan yang telah dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap manusia. Dalam wacana psikologi pendidikan kemampuan tersebut dikenal sebagai "natural or acquired talent" yang dibedakan menjadi kemampuan umum (General Aptitude) yang dinyatakan dalam

Kemampuan profesional guru direfleksikan pada mutu pengalaman pembelajaran siswa yang berinteraksi dalam kondisi proses belajar mengajar. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh: (1) tingkat penguasaan guru terhadap bahan pelajaran dan penguasaan struktur konsep-konsep keilmuannya, (2) metode, pendekatan, gaya/seni dan prosedur mengajar, (3) pemanfaatan fasilitas belajar secara efektif dan efisien, (4) pemahaman guru terhadap karateristik kelompok dan perorangan siswa, (5) kemampuan guru menciptakan dialog kreatif dan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, dan (6) kepribadian guru. Atas dasar analisis tersebut, maka upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah harus disertai dengan upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan profesional dan memperbaiki mutu kepribadian gurunya. Pada tingkat sekolah, upaya tersebut ditunjukkan dalam kegiatan-kegiatan berikut (Garmston and Wellman, 1995), yaitu: (1) interaksi kolegialitas di antara guru- guru, (2) pemahaman proses-proses kognitif dalam penyelenggaraan pengajaran, (3) penguasaan struktur pengetahuan mata pelajaran, (4) pemilikan pemahaman dan penghayatan terhadap nilai, keyakinan, dan standar, serta (5) keterampilan mengajar, dan (6) pengetahuan bagaimana siswa belajar.

Fasilitas belajar menyangkut ketersediaan hal-hal yang dapat memberikan kemudahan bagi perolehan pengalaman belajar yang efektif dan efisien. Fasilitas belajar yang sangat penting adalah laboratorium yang memenuhi syarat bengkel kerja, perpustakaan, komputer, dan kondisi fisik lainnya yang secara langsung mempengaruhi kenyamanan belajar.

Budaya sekolah adalah seluruh pengalaman psikologis para siswa (sosial, emosional dan intelektual) yang diserap oleh mereka selama berada dalam lingkungan sekolah. Respon psikologis keseharian siswa terhadap hal-hal seperti cara-cara guru dan personil sekolah lainnya bersikap dan berperilaku (layanan wali kelas dan tenaga administratif misalnya), implementasi kebijakan sekolah, kondisi dan layanan warung sekolah, penataan keindahan, kebersihan dan kenyamanan kampus, semuanya membentuk budaya sekolah. Budaya sekolah merembes pada penghayatan psikologis warga sekolah termasuk siswa, yang pada gilirannya membentuk pola nilai, sikap, kebiasaan dan perilaku. Aspek penting yang turut membentuk budaya sekolah adalah kepemimpinan sekolah. Kepemimpinan sekolah yang efektif merupakan sumber nilai dan semangat, sumber tatanan dan perilaku kelembagaan yang berorientasi ke arah dan sejalan dengan pencapaian visi dan misi sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah hendaklah seseorang yang memiliki visi dan misi kelembagaan, memiliki kemampuan konseptual, memiliki keterampilan dan seni dalam hubungan antarmanusia, menguasai aspek-aspek teknis dan substantif pekerjaannya, memiliki semangat untuk maju, serta memiliki semangat mengabdi dan karakter yang diterima oleh lingkungannya.

Menurut Satori (1995:2), dari tema analisis sekolah efektif dalam perspektif mutu pendidikan dapat dikatakan bahwa sekolah yang efektif adalah sekolah yang: (1) Menurut Satori (1995:2), dari tema analisis sekolah efektif dalam perspektif mutu pendidikan dapat dikatakan bahwa sekolah yang efektif adalah sekolah yang: (1)

Sementara itu Miarso (2004:515-517) berpendapat bahwa kriteria mutu dapat dikategorikan ke dalam lima hal yaitu kesesuaian, daya tarik, efektivitas, efisiensi dan produktivitas.

Kesesuaian pendidikan mengandung ciri adanya:

1. Kesepadanan dengan karakteristik peserta didik perorangan maupun kelompok, yaitu aspek-aspek atau mutu seperti bakat, motivasi, dan kemampuan yang telah dimiliki oleh peserta didik

2. Keserasian dengan aspirasi perorangan maupun masyarakat

3. Kecocokan dengan kebutuhan masyarakat baik yang sifatnya normatif, proyektif, ekspresif, maupun komparatif

4. Kesesuaian dengan kondisi lingkungan, yang dapat meliputi budaya sosial, politik, ekonomi, dan wilayah

5. Keselarasan dengan tuntutan zaman, misalnya untuk belajar lebih banyak, lebih cepat dan terus menerus sepanjang hayat

6. Ketepatan dengan teori, prinsip, dan atau nilai baru dalam bidang pendidikan, misalnya belajar menyelidik (inquiry learning), belajar mandiri, belajar penguasaan, belajar struktur bidang studi dan lainnya. Pendidikan yang bermutu juga harus mempunyai daya tarik yang kuat, meliputi

diantaranya:

1. Sarana pendidikan yang tersebar dan karena itu mudah dicapai dan diikuti

2. Isi pendidikan yang mudah dicerna karena diolah sedemikian rupa

3. Kesempatan yang tersedia yang dapat diperoleh siapa saja pada saat diperlukan

4. Peran yang mustari, yaitu yang diberikan pada saat dan peristiwa yang tepat

5. Keterandalan (accountability) yang tinggi, terutama karena kinerja (performance) lembaga dan lulusannya yang menonjol

6. Keanekaragaman sumber, baik yang dengan sengaja dikembangkan maupun yang sudah tersedia dan dapat dipilih serta dimanfaatkan untuk kepentingan belajar

7. Suasana yang akrab, hangat dan merangsang Efektivitas pendidikan seringkali diukur dengan tercapainya tujuan atau dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi. Pengertian ini mengandung ciri:

1. Bersistem (sistematik), yaitu dilakukan melalui tahap perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan

2. Sensitif terhadap kebutuhan akan tugas belajar dan kebutuhan pembelajar

3. Kejelasan akan tujuan dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk mencapainya

4. Bertolak dari kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan (peserta didik, pendidik, masyarakat, dan pemerintah). Efisiensi pendidikan dapat diartikan sebagai kesepadanan antara waktu, biaya, dan

tenaga yang digunakan dengan hasil yang diperoleh. Ciri yang terkandung meliputi:

1. Organisasi yang rapi, misalnya lingkungan atau latar yang teratur, pembagian tugas yang seimbang, dan pelaksanaan yang tertib

2. Usaha yang tidak berlebihan Produktivitas pendidikan yang berarti bahwa hasilnya (lulusan, karya tulis,

penelitian dan sebagainya) bertambah, dengan pengurangan masukan atau tanpa pertambahan masukan; atau dengan tambahan masukan sedikit tapi pertambahan hasilnya lebih besar; atau pertambahan masukan yang banyak dengan hasil yang lebih banyak.

c. Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan

Manajemen Peningkatan Mutu (MPM) ini merupakan suatu model yang dikembangkan di dunia pendidikan, seperti yang telah berjalan di Sidney, Australia yang mencakup : a) School Review, b) Quality Assurance, dan c) Quality Control, dipadukan dengan model yang dikembangkan di Pittsburg, Amerika Serikat oleh Donald Adams, dkk. Dan model peningkatan mutu sekolah dasar yang dikembangkan oleh Sukamto, dkk. Dari IKIP Yogyakarta.

Menurut Falah Yunus (2000:2), manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode peningkatan mutu yang bertumpu pada sekolah itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan teknik, mendasarkan pada ketersediaan data kuantitatif & kualitatif, dan pemberdayaan semua komponen sekolah untuk secara berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi sekolah guna memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Dalam Peningkatan Mutu yang selanjutnya disingtkat MPM, terkandung upaya a) mengendalikan proses yang berlangsung di sekolah baik kurikuler maupun administrasi, b) melibatkan proses diagnose dan proses tindakan untuk menindak lanjuti diagnose, c) memerlukan partisipasi semua fihak : Kepala sekolah, guru, staf administrasi, siswa, orang tua dan pakar.

Berdasarkan pengertian di atas dapat difahami bahwa Manajemen Peningkatan Mutu memiliki prinsip :

1. Peningkatan mutu harus dilaksanakan di sekolah

2. Peningkatan mutu hanya dapat dilaksanakan dengan adanya kepemimpinan yang baik

3. Peningkatan mutu harus didasarkan pada data dan fakta baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif

4. Peningkatan mutu harus memberdayakan dan melibatkan semua unsur yang ada di sekolah

5. Peningkatan mutu memiliki tujuan bahwa sekolah dapat memberikan kepuasan kepada siswa, orang tua dan masyarakat (Depdiknas: 2000).

Adapun penyusunan program peningkatan mutu dengan mengaplikasikan empat teknik : a) school review, b) benchmarking, c) quality assurance, dan d) quality control. Berdasarkan “Panduan Manajemen Sekolah (2000:200-202) dijelaskan sebagai berikut :

a. School review Suatu proses dimana seluruh komponen sekolah bekerja sama khususnya dengan orang tua dan tenaga profesional (ahli) untuk mengevaluasi dan menilai efektivitas sekolah, serta mutu lulusan.

School review dilakukan untuk menjawab pertanyaan berikut :

1. Apakah yang dicapai sekolah sudah sesuai dengan harapan orang tua siswa dan siswa sendiri ?

2. Bagaimana prestasi siswa ?

3. Faktor apakah yang menghambat upaya untuk meningkatkan mutu

4. Apakah faktor-faktor pendukung yang dimiliki sekolah ? School review akan menghasilkan rumusan tentang kelemahan-kelemahan, kelebihan-kelebihan dan prestasi siswa, serta rekomendasi untuk pengembangan program tahun mendatang.

b. Benchmarking : Suatu kegiatan untuk menetapkan standar dan target yang akan dicapai dalam suatu periode tertentu. Benchmarking dapat diaplikasikan untuk individu, kelompok ataupun lembaga. Tiga pertanyaan mendasar yang akan dijawab oleh benchmarking adalah :

1. Seberapa baik kondisi kita?

2. Harus menjadi seberapa baik?

3. Bagaimana cara untuk mencapai yang baik tersebut? Langkah-langkah yang dilaksanakan adalah :

1. Tentukan fokus

2. Tentukan aspek/variabel atau indikator

3. Tentukan standar

4. Tentukan gap (kesenjangan) yang terjadi.

5. Bandingkan standar dengan kita

6. Rencanakan target untuk mencapai standar

7. Rumuskan cara-cara program untuk mencapai target

c. Quality assurance Suatu teknik untuk menentukan bahwa proses pendidikan telah berlangsung sebagaimana seharusnya. Dengan teknik ini akan dapat dideteksi adanya penyimpangan yang terjadi pada proses. Teknik menekankan pada monitoring yang berkesinambungan, dan melembaga, menjadi subsistem sekolah. Quality assurance akan menghasilkan informasi, yang :

1. Merupakan umpan balik bagi sekolah

2. Memberikan jaminan bagi orang tua siswa bahwa sekolah senantiasa memberikan pelayanan terbaik bagi siswa.

Untuk melaksanakan quality assurance menurut Bahrul Hayat dalam hand out pelatihan kepala sekolah, maka sekolah harus

1. Menekankan pada mutu hasil belajar

2. Hasil kerja siswa dimonitor secara terus menerus

3. Informasi dan data dari sekolah dikumpulkan dan dianalisis untuk memperbaiki proses di sekolah.

4. Semua pihak mulai kepala sekolah, guru, pegawai administrasi, dan juga orang tua siswa harus memiliki komitmen untuk secara bersama mengevaluasi kondisi sekolah yang kritis dan berupaya untuk memperbaiki.

d. Quality control Suatu sistem untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan mutu output yang tidak sesuai dengan standar. Quality control memerlukan indikator mutu yang jelas dan pasti, sehingga dapat ditentukan penyimpangan mutu yang terjadi.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan adalah penerapan manajemen pada dunia pendidikan agar memperoleh mutu pendidikan sesuai dengan standar yang telah ditentukan yang ditandai dengan peningkatan produktivitas, efektif dan efisiensi, adanya proses perbaikan yang berkelanjutan serta dapat memenuhi pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses pendidikan. Dari rumusan-rumusan di atas maka yang dimaksud sikap terhadap manajemen mutu pendidikan dalam penelitian ini adalah persepsi (setuju/tidak setuju), afeksi (senang/tidak senang), dan konasi (kecenderungan bertindak) terhadap pelaksanaan manajemen peningkatan mutu pendidikan yang dikembangkan di sekolah. Indikator-indikator sikap guru terhadap manajemen mutu pendidikan didasarkan pada pengembangan dari Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 087/U/2002 tentang Akreditasi Sekolah. Akreditasi sekolah adalah suatu kegiatan penilaian suatu sekolah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Badan Akreditasi Sekolah yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan peringkat kelayakan. Tujuan dari akreditasi adalah untuk memperoleh gambaran kinerja sekolah yang dapat digunakan sebagai alat pembinaan dan pengembangan serta peningkatan mutu pendidikan dan menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam menyelenggarakan pelayanan pendidikan.

Dalam penelitian ini pelaksanaan penilaian manajemen mutu pendidikan yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Sekolah dimodifikasi oleh penulis menjadi guru itu Dalam penelitian ini pelaksanaan penilaian manajemen mutu pendidikan yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Sekolah dimodifikasi oleh penulis menjadi guru itu

B. Dasar Teori

Kinerja guru dapat diartikan sebagai prestasi yang dicapai oleh guru setelah melaksanakan tugasnya sebagai pengajar. Kinerja guru sangat erat kaitannya dengan keberhasilan tujuan organisasi (keberhasilan pendidikan) dimana guru sebagai pelaku utamanya. Oleh karena itu guru dituntut untuk selalu meningkatkan kinerjanya agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Tanpa adanya kinerja guru yang berhasil baik maka proses kegiatan belajar mengajar tidak tercapai secara optimal.

Kinerja guru yang optimal akan tercapai jika mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi dalam bekerja. Tanpa adanya motivasi berprestasi yang timbul dari dalam diri guru itu sendiri ini mustahil kinerja guru akan tercapai, karena adanya motivasi berprestasi ini akan mendorong seorang guru untuk meningkatkan prestasi sebagai perwujudan dari kebanggaan dan peningkatan karir.

Motivasi dapat diartikan kemajuan/pendorong atau penarik seseorang untuk mau melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Motivasi merupakan suatu bentuk reaksi terhadap kebutuhan manusia yang menimbulkan eksistensi dalam diri manusia yaitu keinginan terhadap sesuatu yang belum terpenuhi dalam hidupnya sehingga terdorong untuk melakukan tindakan guna memenuhi dan memuaskan keinginannya.

Motivasi guru tidak lain adalah motivasi berprestasi guru atau bisa didefinisikan sebagai unsur yang membangkitkan, mengarahkan, dan mendorong seorang guru untuk melakukan tindakan dan mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya untuk mencapai tujuan pendidikan.

Motivasi berprestasi ini yang menyebabkan seorang guru untuk bersemangat dalam menjalankan tugas sebagai pendidik terutama sebagai pengajar karena telah terpenuhi kebutuhanannya untuk berprestasi.

Guru yang mempunyai motivasi berprestasi akan mempunyai tanggung jawab yang tinggi untuk bekerja dengan antusias dan sebaik mungkin mengerahkan segenap kemampuan dan keterampilan guna untuk mencapai prestasi yang optimal.

Berkenaan dengan hubungan antara motivasi dan kinerja (prestasi kerja), Abi Sujak (1999:199), menyatakan bahwa “Prinsip dasar dalam manajemen menyatakan

bahwa prestasi kerja berada pada perpaduan antara kemampuan pekerja melaksanakan suatu pekerjaan dengan motivasi yang ada pada dirinya”.

Sekolah sebagai suatu organisasi jika ingin berhasil memerlukan pengelolaan yang baik oleh semua unsur baik dari masyarakat, pemerintah dan warga sekolah. Guru mempunyai peran utama dalam mengelola pendidikan mengingat guru sebagai tulang punggung proses belajar mengajar di sekolah yang besentuhan langsung dengan siswa.

Semua guru diharapkan mempunyai komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan menentukan standar pendidikan baik dalam prestasi belajar siswa dan mutu lulusan. Sekolah harus dapat berjalan secara efektif dan efisien dengan kontrol yang kuat oleh masing-masing guru. Ini berarti guru mempunyai kontrol yang kuat pada dirinya sendiri untuk bekerja sesuai standar mutu kinerja yang telah ditetapkan di sekolahnya. Dengan komitmen yang yang tinggi oleh guru dalam upaya peningkatan mutu pendidikan serta adanya kesadaran yang tinggi terhadap arti pentingnya mutu pendidikan bagi masa depan lulusan dan masa depan bangsa maka akan dapat meningkatkan kemampuannya dan kinerjanya.

Sikap guru terhadap sikap terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan adalah suatu keadaan guru dalam merespon suka atau tidak suka pada kegiatan manajemen peningkatan mutu pendidikan yang sedang berlangsung di sekolahnya. Respon ini akan diungkapkan dalam bentuk bentuk kepercayaan, kepuasan maupun perilaku yang ditampilkan oleh seorang guru.

Sikap guru terhadap sikap terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan berarti guru sebagi suatu bentuk evaluasi guru atau reaksi perasaan seorang guru terhadap peberapan manajemen peningkatan mutu pendidikan yang sedang berlangsung di sekolahnya dimana guru juga terlibat secara langsung dalam kegiatan ini.

Sikap guru terhadap sikap terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolahnya akan mempengaruhi tindakan guru dalam melaksanakan pekerjaan. Jika guru mempunyai sikap yang positif terhadap sikap terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan maka guru akan dapat ikut terlibat dalam manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolahnya, disamping itu dia akan bekerja dengan rasa tanggung jawab dan senang hati. Sebaliknya, jika guru bersikap negative terhadap penerapan manajemen peningktan mutu pendidikan maka ia hanya akan menjalankan fungsi dan kedudukannya hanya rutinitas belaka.

C. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka maka hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi berprestasi dengan kinerja guru

2. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan dengan kinerja guru.

3. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan secara bersama-sama antara motivasi berprestasi dan sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan dengan kinerja guru.

BAB III CARA PENELITIAN

A. Subyek Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru SMK Negeri se kota Samarinda yang terdiri 10 SMK Negeri dengan populasi guru berjumlah 346 orang. Terdiri dari sekolah: 1) SMK Negeri 1 Samarinda yang beralamat di Jalan Pahlawan No.4 Samarinda, 2) SMK Negeri 2 Samarinda yang beralamat di Jalan A. Wahab Syahranie No.2 Samarinda, 3) SMK Negeri 3 Samarinda yang beralamat di Jalan K.H Wahid Hasyim No.4 Samarinda, 4) SMK Negeri 4 Samarinda yang beralamat di Jalan K.H Ahmad Dahlan No.7 Samarinda, 5) SMK Negeri 5 Samarinda yang beralamat di Jalan K.H Wahid Hasyim No.5 Samarinda, 6) SMK Negeri 6 Samarinda yang beralamat di Jalan Solong Durian Sempaja No.27 Samarinda, 7) SMK Negeri 7 Samarinda yang beralamat di Jalan Aminah Syukur No.14 Samarinda, 8) SMK Negeri 8 Samarinda yang beralamat di Jalan Soekarno – Hatta No.25 Samarinda, 9) SMK Negeri

9 Samarinda yang beralamat di Jalan Biola No.17 Samarinda, 10) SMK Negeri 10 Samarinda yang beralamat di Jalan Raya Samarinda - Bontang No. 42 Samarinda.

Tabel 3.1 Keadaan Populasi Guru SMK Negeri se Kota Samarinda

Jenis Kelamin No

Nama Sekolah Jumlah

1 SMK Negeri 1 Samarinda

2 SMK Negeri 2 Samarinda

3 SMK Negeri 3 Samarinda

4 SMK Negeri 4 Samarinda

5 SMK Negeri 5 Samarinda

6 SMK Negeri 6 Samarinda

7 SMK Negeri 7 Samarinda

8 SMK Negeri 8 Samarinda

9 SMK Negeri 9 Samarinda

10 SMK Negeri 10 Samarinda

Keadaan Populasi Guru SMK Negeri se Kota Samarinda Berdasarkan Pangkat /Golongan

No Pangkat / Golongan Jenis Kelamin Jumlah

1 Penata Muda , III / a

2 Penata Muda Tk.1, III / b

3 Penata, III / c

4 Penata Tk. 1, III / d

5 Pembina, IV / a

Jumlah

2. Sampel Penelitian

Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan sample. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Menurut Suharsimi Arikunto menyatakan: “Apabila subyeknya kurang dari 100, diambil semua

sekaligus sehingga penelitiannya penelitian populasi. Jika jumlah subyek besar maka diambil 10-15%, atau 20- 25% atau lebih”.

Dalam penelitian ini penulis mengambil subyek sebagai sampel 25% dari jumlah populasi 346 yaitu 84 responden. Adapun teknik pengambilan sampel sejumlah

84 orang tersebut penulis menggunakan teknik quota random sampling. Hasil pengambilan sample sebagai berikut:

Tabel 3.3 Keadaan Sampel Guru SMK Negeri se Kota Samarinda

No Nama Sekolah Jumlah

Jenis Kelamin

1 SMK Negeri 1 Samarinda

2 SMK Negeri 2 Samarinda

3 SMK Negeri 3 Samarinda

4 SMK Negeri 4 Samarinda

5 SMK Negeri 5 Samarinda

6 SMK Negeri 6 Samarinda

7 SMK Negeri 7 Samarinda

8 SMK Negeri 8 Samarinda

9 SMK Negeri 9 Samarinda

10 SMK Negeri 10 Samarinda

JUMLAH

Jadi dari tabel tersebut dapat di ketahui bahwa dari 10 SMK Negeri di Samarinda diambil sampel sejumlah 84 responden berdasarkan asal sekolah sebagai berikut: 1) SMK Negeri 1 Samarinda diambil 15 orang, 1) SMK Negeri 1 Samarinda diambil 15 orang, 2) SMK Negeri 2 Samarinda diambil 18 orang, 3) SMK Negeri 3 Samarinda diambil 12 orang, 4) SMK Negeri 4 Samarinda diambil 11 orang, 5) SMK Negeri 6 Samarinda diambil 15 orang, 6) SMK Negeri 7 Samarinda diambil 14 orang,

7) SMK Negeri 7 Samarinda diambil 2 orang, 8) SMK Negeri 8 Samarinda diambil 2 orang, 9) SMK Negeri 9 Samarinda diambil 2 orang, 10) SMK Negeri 10 Samarinda diambil 2 orang.

Dari hasil angket data penelitian dapat diketahui kategori responden berdasarkan pangkat/golongan dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 3.4 Keadaan Sampel Guru SMK Negeri se Kota Samarinda Berdasarkan Pangkat/Golongan

No Pangkat / Golongan Jenis Kelamin Jumlah

1 Penata Muda , III / a

2 Penata Muda Tk.1, III / b

3 Penata, III / c

4 Penata Tk. 1, III / d

5 Pembina, IV / a

Jumlah

Jadi dari tabel tersebut dapat di ketahui bahwa dari 10 SMK Negeri di Samarinda dengan sampel sejumlah 84 responden berdasarkan pangkat/golongan sebagai berikut: 1) Penata Muda, III/a terdiri 8 orang, 2) Penata Muda Tk 1, III/b terdiri

11 orang, 3) Penata, III/c terdiri 7 orang, 4) Penata Tk 1, III/d terdiri 20 orang, dan 5) Pembina, IV/a terdiri 40 orang

B. Variabel Penelitian dan Pengukurannya

Variabel penelitian berupa dua variabel bebas yaitu motivasi berprestasi (X 1 ) dan sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan (X 2 ) serta satu variabel tergantung yaitu kinerja guru (Y). Kedua variabel bebas (X 1 dan X 2 ) dihubungkan terhadap variabel tegantung (Y) dengan pola hubungan : (1) hubungan antara variabel X 1 terhadap variabel Y, (2) hubungan antara variabel X 2 terhadap variabel Y, dan (3) hubungan antara variabel X 1 dan variabel X 2 secara bersama-sama dengan variabel Y. Tipe hubungan yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1 Skema Hubungan Antara Variabel Penelitian

Keterangan :

X 1 = motivasi berprestasi

X 2 = sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan Y

= kinerja guru

1. Kinerja Guru

a. Definisi Operasional

Kinerja guru adalah keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang bermutu. Tugas mengajar merupakan tugas utama guru dalam sehari- hari di sekolah.

b. Pengembangan Alat Ukur

Menurut Nazir (1999:211), pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam metode ilmiah, karena pada umumnya, data yang dikumpulkan digunakan untuk menguji menguji hipotesis yang telah dirumuskan.

Untuk mengukur kinerja guru menggunakan alat penilaian kinerja guru oleh Kepala Sekolah yang penulis susun mengacu pada pendapat yang dikemukan oleh Djaman Satari dalam Ida Bagus Alit Ana (1994:35), Achmadi (1995:50) dan Depdikbud (1997:89). Adapun indikator kinerja guru dalam penelitian ini antara lain: 1). Menguasai materi pelajaran, 2). Menguasai metode mengajar, 3) Pendekatan dan Untuk mengukur kinerja guru menggunakan alat penilaian kinerja guru oleh Kepala Sekolah yang penulis susun mengacu pada pendapat yang dikemukan oleh Djaman Satari dalam Ida Bagus Alit Ana (1994:35), Achmadi (1995:50) dan Depdikbud (1997:89). Adapun indikator kinerja guru dalam penelitian ini antara lain: 1). Menguasai materi pelajaran, 2). Menguasai metode mengajar, 3) Pendekatan dan

Instrumen kuesioner kinerja guru berupa hasil penilain kepala sekolah terhadap guru yang dibimbingnya. Sebelum format kuesioner variabel disajikan kepada responden maka terlebih dahulu dibuat kisi-kisi. Dari variabel dibuat skala penilaian menggunakan skala Likert dengan rentang jawaban 1 sampai dengan 4. Skala kinerja guru terdiri pernyataan favorable dan pernyataan unfavorable. Pernyataan favorable menunjukkan indikator positif yang mendukung variable yang diukur, masing-masing opsi jawaban : sangat baik (SB) dengan skor 4, baik (B) dengan skor 3, tidak baik (TB) dengan skor 2, sangat tidak baik (STB) dengan skor 1.

Pernyataan unfavorable menunjukkan indikator negatif yang tidak mendukung variable yang diukur, masing-masing opsi jawaban : sangat baik (SB) dengan skor 1, baik (B) dengan skor 2, tidak baik (TB) dengan skor 3, sangat tidak baik (STB) dengan skor 4.

Tabel 3.5 Penyebaran Butir-Butir Angket Kinerja

No.

Indikator

Item Total Favorable Unfavorable

Item

1 Menguasai materi pelajaran

5,6 6 2 Menguasai dan mengembangkan metode

3 Pendekatan dan Strategi Mengajar

belajar/media 18,19,20

5 Melakukan interaksi untuk menimbulkan 23,23,25 26,27 5 motivasi

6 Menilai Proses dan Hasil Belajar

31,32 5 7 Keterampilan Sosial Yang Tinggi

c. Validitas dan Reliabilitas

Istrumen kinerja guru perlu diuji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui keabsahan dan kehandalan butir-butir instrumen yang digunakan dalam penelitian. Uji validitas dan reliabilitas secara internal consistency yaitu dilakukan hanya sekali sehingga diharpkan masalah-masalah yang timbul akibat penyajian yang berulang dapat dihindari.

Uji validitas dan reliabilitas dalam penelitian dilakukan menggunakan bantuan software Seri Program Statistik (SPS), edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih, Universita Gadjah Mada, Jogkakarta-Indonesia, Versi IBM/IN, Hak Cipta © 2005. Validitas diuji dengan menggunakan analisis butir (item analysis) yaitu korelasi skor butir dengan skor total. Koefisien

reliabilitas instrumen dimaksudkan untuk melihat konsistensi jawaban butir-butir pernyataan yang diberikan oleh responden. Adapun alat analisisnya menggunakan teknik Hoyt.

Hasil uji validitas (keshahihan) terhadap hasil penilaian kinerha guru oleh kepala sekolah dari 40 item yang dibuat, setelah dianalisis ditemukan terdapat 39 item yang valid (shahih) dan 1 item yang tidak valid (gugur). Item yang shahih mempunyai koefisien korelasi (r xy ) yang bergerak dari 0,261 – 0,781 dan r bt bergerak dari 0,122 - 0,762 dengan p=0,000 sampai dengan 0,020 (p<0,05). Butir –butir yang valid (shahih) terdiri dari nomor : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21,

22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 35, 36, 37, 38, 39, 40 sedangkan butir tidak valid (gugur) terdiri dari butir nomor : 24 yang secara rinci terlihat sebagai berikut :

Tabel 3.6 Penyebaran Butir-Butir Angket Kinerja Setelah dilakukan Analisis Butir

No.

Indikator

Item Yang

Item Yang

Valid

Gugur

1 Menguasai materi pelajaran

- 2 Menguasai dan mengembangkan metode

3 Pendekatan dan Strategi Mengajar

belajar/media 18,19,20,21,22

5 Melakukan interaksi untuk menimbulkan 23,23,25,26,27 - motivasi

6 Menilai Proses dan Hasil Belajar

- 7 Keterampilan Sosial Yang Tinggi

Sedang hasil uji reliabilitas (keandalan) dengan teknik Hoyt ditemukan r tt =0,937 pada p=0,000 (p<0,01), berarti angket dinyatakan reliable (andal).

2. Motivasi Berprestasi

a. Definisi Operasional

Motivasi berprestasi adalah dorongan yang berasal dari dalam diri orang-orang untuk berprestasi dan berusaha berprestasi dalam upaya untuk mencapai tujuan. Motivasi berprestasi dapat dikembangkan di suatu organisasi kependidikan dimana kebutuhan untuk menyelesaikan masalah adalah tinggi. Guru-guru akan bekerja lebih baik jika mereka sungguh-sungguh diberi motivasi. Guru-guru yang berhasil karena adanya motivasi berprestasi akan memberikan sumbangan yang berharga kepada pendidikan.

b. Pengembangan Alat Ukur

Menurut Nazir (1999:211), pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam metode ilmiah, karena pada umumnya, data yang dikumpulkan digunakan untuk menguji menguji hipotesis yang telah dirumuskan.

Untuk mengukur variabel ini menggunakan alat penilaian yang penulis susun mengacu pada teori motivasi berprestrasi dari McClelland (1976:230). Dengan demikian motivasi berprestasi dalam penelitian ini menggunakan indikator-indikator sebagai berikut: 1). Dorongan untuk mencapai tujuan tepat waktu, 2). Dorongan memiliki tanggung jawab yang tinggi, 3). Dorongan untuk menghadapi persaingan, 4). Dorongan untuk memiliki kebanggaan, 5). Berusaha menjalankan tugas dengan sebaik- baiknya, 6). Berusaha untuk bertanggung jawab 7). Berusaha untuk melakukan umpan balik, 8). Berusaha untuk menghadapi resiko

Instrumen kuesioner motivasi berprestasi berupa kuesionaer yang harus diisi oleh guru. Dari variabel dibuat skala penilaian menggunakan skala Likert dengan rentang jawaban 1 sampai dengan 4. Skala kinerja guru terdiri pernyataan favorable dan pernyataan unfavorable. Pernyataan favorable menunjukkan indikator positif yang mendukung variable yang diukur, masing-masing opsi jawaban : sangat baik (SB) Instrumen kuesioner motivasi berprestasi berupa kuesionaer yang harus diisi oleh guru. Dari variabel dibuat skala penilaian menggunakan skala Likert dengan rentang jawaban 1 sampai dengan 4. Skala kinerja guru terdiri pernyataan favorable dan pernyataan unfavorable. Pernyataan favorable menunjukkan indikator positif yang mendukung variable yang diukur, masing-masing opsi jawaban : sangat baik (SB)

Pernyataan unfavorable menunjukkan indikator negatif yang tidak mendukung variable yang diukur, masing-masing opsi jawaban : sangat baik (SB) dengan skor 1, baik (B) dengan skor 2, tidak baik (TB) dengan skor 3, sangat tidak baik (STB) dengan skor 4.

Tabel 3.7 Penyebaran Butir-Butir Angket Motivasi Berprestasi

Item Total No.

Item

Indikator

Favorable Unfavorable

1 Dorongan untuk mencapai tujuan

2 Dorongan memiliki keyakinan diri 6, 7, 8 9,10, 46

5 persaingan

3 Dorongan untuk menghadapi

4 Dorongan untuk memiliki

7 dengan baik

5 Berusaha menjalankan tugas

6 Berusaha untuk bertanggung

7 Berusaha untuk melakukan umpan 33,34,35 36,37, 44

6 balik

8 Berusaha untuk menghadapi resiko 38,39

c. Validitas dan Reliabilitas

Istrumen kinerja guru perlu diuji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui keabsahan dan kehandalan butir-butir instrumen yang digunakan dalam penelitian. Uji validitas dan reliabilitas secara internal consistency yaitu dilakukan hanya sekali sehingga diharapkan masalah-masalah yang timbul akibat penyajian yang berulang dapat dihindari.

Uji validitas dan reliabilitas dalam penelitian dilakukan menggunakan bantuan software Seri Program Statistik (SPS), edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih, Universita Gadjah Mada, Jogkakarta-Indonesia, Versi IBM/IN, Hak Cipta © 2005. Validitas item diuji dengan menggunakan analisis butir (item analysis) yaitu korelasi skor butir dengan skor total. Koefisien reliabilitas instrumen dimaksudkan untuk melihat konsistensi jawaban butir-butir pernyataan yang diberikan oleh responden. Adapun alat analisisnya menggunakan teknik Hoyt.

Hasil uji validitas (keshahihan) terhadap angket motivasi berprestasi dari 46 item yang dibuat setelah dianalisis ditemukan terdapat 39 item yang valid (shahih) dan

7 item yang tidak valid (gugur). Item yang shahih mempunyai koefisien korelasi (r xy ) yang bergerak dari 0,251 – 0,737 dan r bt bergerak dari 0,203 - 0,712 dengan p=0,000 sampai dengan 0,031 (p<0,05). Butir –butir yang valid (shahih) terdiri dari nomor : 1, 2,

33, 34, 35, 36, 37, 39, 41, 42, 44, 45, 46 sedangkan butir tidak valid (gugur) terdiri dari butir nomor : yang secara rinci terlihat sebagai berikut : 10, 17, 18, 19, 21, 38, 40.

Tabel 3.8 Penyebaran Butir-Butir Angket Motivasi Berprestasi Setelah dilakukan Analisis Butir

Item Yang No.

Item Yang

1 Dorongan untuk mencapai tujuan

2 Dorongan memiliki keyakinan diri 6, 7, 8,9, 46

3 Dorongan untuk menghadapi

- persaingan

4 Dorongan untuk memiliki

17,18,19 kebanggaan

21, dengan baik

5 Berusaha menjalankan tugas

6 Berusaha untuk bertanggung

7 Berusaha untuk melakukan umpan 33,34,35,36,37, - balik

8 Berusaha untuk menghadapi resiko 39 38,40

Jumlah

Sedang hasil uji reliabilitas (keandalan) dengan teknik Hoyt ditemukan r tt =0,914 pada p=0,000 (p<0,01), berarti angket dinyatakan reliable (andal).

3. Sikap Guru Terhadap Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan

a. Definisi Operasional

Sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan adalah kecenderungan guru merespon suka atau tidak suka terhadap penerapan manajemen pada dunia pendidikan agar memperoleh mutu pendidikan sesuai dengan standar yang telah ditentukan yang ditandai dengan peningkatan produktivitas, efektif dan efisiensi, adanya proses perbaikan yang berkelanjutan serta dapat memenuhi pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses pendidikan.

b. Pengembangan Alat Ukur

Menurut Nazir (1999:211), pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam metode ilmiah, karena pada umumnya, data yang dikumpulkan digunakan untuk menguji menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Skala sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan disusun oleh peneliti berdasarkan konsep pengukuran guru mengenai sejauh mana sekolah mengembangkan manajemen mutu pendidikan. Adapun indikator dari sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan adalah dapat dilihat pada kognisi (kepercayaan), afektif (kepuasan) dan konatif (perilaku) terhadap pelaksanaan manajemen sekolah berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 087/U/2002 tentang Akreditasi Sekolah, pada ruang lingkup akreditasi adalah meliputi unsur : 1) kurikulum, 2) administrasi, 3) organisasi, 4) sarana dan prasarana, 5) sumber daya manusia, 6) pembiayaan/anggaran,

7) peserta didik, 8) partisipasi masyarakat dan 9) lingkungan. Instrumen kuesioner manajemen mutu pendidikan berupa hasil penilaian guru terhadap pelaksanaan manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolahnya. Sebelum format kuesioner variabel disajikan kepada responden maka terlebih dahulu dibuat kisi- 7) peserta didik, 8) partisipasi masyarakat dan 9) lingkungan. Instrumen kuesioner manajemen mutu pendidikan berupa hasil penilaian guru terhadap pelaksanaan manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolahnya. Sebelum format kuesioner variabel disajikan kepada responden maka terlebih dahulu dibuat kisi-

Skala sikap guru terhadap manajemen mutu pendidikan terdiri pernyataan favorable dan pernyataan unfavorable. Pernyataan favorable menunjukkan indikator positif yang mendukung variable yang diukur, masing-masing opsi jawaban : sangat baik (SB) dengan skor 4, baik (B) dengan skor 3, tidak baik (TB) dengan skor 2, sangat tidak baik (STB) dengan skor 1.

Pernyataan unfavorable menunjukkan indikator negatif yang tidak mendukung variable yang diukur, masing-masing opsi jawaban : sangat baik (SB) dengan skor 1, baik (B) dengan skor 2, tidak baik (TB) dengan skor 3, sangat tidak baik (STB) dengan skor 4.

Tabel 3.9 Penyebaran Butir-Butir Angket Persepsi Terhadap Manajemen Mutu Pendidikan

No. Indikator

Item Total Favorable Unfavorable

Item

Percaya, merasa puas dan berperilaku dalam:

4 Sarana dan prasarana

5 Sumber daya manusia

6 Anggaran/pembiayaan

7 Peserta didik

8 Partisipasi masyarakat

c. Validitas dan Reliabilitas

Istrumen kinerja guru perlu diuji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui keabsahan dan kehandalan butir-butir instrumen yang digunakan dalam penelitian. Uji validitas dan reliabilitas secara internal consistency yaitu dilakukan hanya sekali sehingga diharpkan masalah-masalah yang timbul akibat penyajian yang berulang dapat dihindari.

Uji validitas dan reliabilitas dalam penelitian dilakukan menggunakan bantuan software Seri Program Statistik (SPS), edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih, Universita Gadjah Mada, Jogkakarta-Indonesia, Versi IBM/IN, Hak Cipta © 2005. Validitas diuji dengan menggunakan analisis butir (item analysis) yaitu korelasi skor butir dengan skor total.

reliabilitas instrumen dimaksudkan untuk melihat konsistensi jawaban butir-butir pernyataan yang diberikan oleh responden. Adapun alat analisisnya menggunakan teknik Hoyt.

Koefisien

Hasil uji validitas (keshahihan) terhadap angket sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan dari 46 item yang dibuat setelah dianalisis ditemukan terdapat 43 item yang valid (shahih) dan 3 item yang tidak valid (gugur). Item yang shahih mempunyai koefisien korelasi (r xy ) yang bergerak dari 0,240 – 0,709 dan r bt bergerak dari 0,202 - 0,692 dengan p=0,000 sampai dengan 0,031 (p<0,05). Butir –butir yang valid (shahih) terdiri dari nomor : 1, 2, 3, 4, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,

36, 37, 39, 41, 42, 44, 45, 46 sedangkan butir tidak valid (gugur) terdiri dari butir nomor : yang secara rinci terlihat sebagai berikut : 5, 7, 26.

Tabel 3.10 Penyebaran Butir-Butir Angket Persepsi Terhadap Manajemen Mutu Pendidikan Setelah dilakukan Analisis Butir

No. Indikator

Item Yang

Item Yang

Valid

Gugur

Percaya, merasa puas dan berperilaku dalam:

4 Sarana dan prasaran

5 Sumber daya manusia

6 Anggaran/pembiayaan

7 Peserta didik

8 Partisipasi masyarakat

Sedang hasil uji reliabilitas (keandalan) dengan teknik Hoyt ditemukan r tt =0,922 pada p=0,000 (p<0,01), berarti angket dinyatakan reliable (andal).

C. Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Penelitian ini menggunakan teknik korelasional karena penelitian ini berusaha menyelidiki hubungan antara beberapa variabel penelitian yaitu variabel motivasi berprestasi dan sikap guru terhadap manajemen mutu pendidikan sebagai variabel bebas dengan kinerja guru sebagai variabel tergantung. Hubungan antar variabel ini akan menggunakan analisis korelasi dan regresi.

Untuk menjawab ketiga hipotesis yang telah dirumuskan, maka dilakukan analisis data berupa analisis deskripsi, uji statistisk regresi sederhana dan korelasi sederhana dan uji statistik regresi ganda dan korelasi ganda.

Dalam penelitian penulis menggunkan uji statistik dengan menggunakan software Seri Program Statistik (SPS), edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih, Universita Gadjah Mada, Jogkakarta-Indonesia, Versi IBM/IN, Hak Cipta © 2005. Sebelum dilakukan analisis statistik terlebih dulu dilakukan uji prasyarat berupa uji normalitas sebaran dan uji lineritas hubungan.

1. Uji Prasyarat

a. Uji Normalitas Sebaran

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul berdistribusi normal atau tidak. Dengan uji normalitas akan diketahui sampel yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Apabila pengujian normal, maka hasil perhitungan statistik dapat digeneralisasi pada populasinya.

Uji normalitas sebaran menggunkan uji Kai Kuadrat ( 2 χ ), kaidah yang digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran adalah jika nilai p>0,050 maka

sebaranya normal dan jika nilai p<0,050 maka sebarannya tidak nomal. Berdasarkan penghitungan dengan bantuan software Seri Program Statistik (SPS), edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih, Universita Gadjah Mada, Jogkakarta-Indonesia, Versi

IBM/IN, Hak Cipta © 2005 hasilnya ketiga variable X 1 , X 2 dan Y mempunyai nilai p>0,05 tergolong normal.

Tabel 3.11 Rangkuman Hasil Uji Normalitas

No. Variabel

Kai Kuadrat

b. Uji Linieritas Hubungan

Uji kedua yang harus dipenuhi untuk analisis regresi adalah uji linearitas, bertujuan untuk melihat bentuk hubungan antara variabel bebas (X 1 =motivasi berprestasi) dan X 2 (sikap guru terhadap manajemen peningkatam mutu pendidikan), dengan variabel tergantung (Y=kinerja guru). Kaidah yang digunakan untuk mengetahui linier atau tidaknya suatu hubungan adalah jika nilai p tidak signifikan maka keadaan variabel tersebut adalah linier, sebaliknya jika nilai p signifikan maka keadaan variabel tersebut tidak linier.

Hasil pengujian menggunakan bantuan software Seri Program Statistik (SPS), edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih, Universita Gadjah Mada, Jogkakarta- Indonesia, Versi IBM/IN, Hak Cipta © 2005 hasilnya ketiga variabel X 1 , X 2 dan Y mempunyai nilai p>0,05 tergolong normal.

Tabel 3.12 Rangkuman Hasil Uji Linieritas

No. Korelasi

Keterangan

1 X1 dengan Y

2 X2 dengan Y

2. Uji Hipotesis

Untuk menguji hipotesis pertama, ke dua dan ke tiga, yaitu: (1) Terdapat hubungan yang positif antara Motivasi Berprestasi dengan kinerja guru, (2) Terdapat hubungan positif antara Sikap Guru terhadap Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan dengan kinerja guru; (3) Terdapat hubungan yang positif secara bersama- sama antara Motivasi Berprestasi dan Sikap Guru terhadap Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan dengan kinerja guru, melalui uji statistik analisis regresi (anareg).

Uji statistik analisi regresi (anareg) digunakan untuk: 1) mencari besarnya koefisien korelasi ( r ) yaitu tingkatan tinggi rendahnya hubungan antara variabel bebas

terhadap variable tegantung, 2) mencari besarnya koefisien determinasi (r 2 ) berguna untuk mengetahui sumbangan efektive variable x kepada variable y dan 3) Uji

signifikansi di uji dengan uji F, 4) Persamaan garis regresi untuk memprediksi variable

X 1 , X 2 secara bersama-sama terhadap variabel Y, 5) sedangkan untuk mengetahui tingkatan dari variable penelitian (khususnya dari angket dan berdata interval) dilakukan uji Z, yaitu membandingkan antara Rerata Harapan (Mean Teoretis) dengan Rerata Empiris (Mean Empiris).

Adapun interpretasi tingkat keeratan hubungan antara variabel X dengan Y (variabel bebas dengan variabel tergantung), digunakan tabel interpretasi koefisien korelasi dalam Sugiyono (2000:149) sebagai berikut:

Tabel 3.13

Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien

Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199

Sangat rendah

Sangat kuat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil pengujian persyaratan analisis tersebut menunjukkan bahwa skor setiap variabel penelitian telah memenuhi syarat untuk dilakukan pengujian statistik lebih lanjut, yaitu pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian bertujuan untuk menguji tiga hipotesis yang telah dirumuskan di bab II yaitu : (1) Terdapat hubungan yang positif antara Motivasi Berprestasi dengan kinerja guru, (2) Terdapat hubungan positif antara Sikap Guru terhadap Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan dengan kinerja guru; (3) Terdapat hubungan yang positif secara bersama-sama antara Motivasi Berprestasi dan Sikap Guru terhadap Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan dengan kinerja guru.

Teknik statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel- variabel tersebut adalah teknik statistik korelasi analisis regresi (anareg), teknik ini digunakan untuk menguji besarnya kontribusi dari variabel (X) terhadap variabel (Y). Hasil pengujian menggunakan bantuan software Seri Program Statistik (SPS), edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih, Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta- Indonesia, Versi IBM/IN, Hak Cipta © 2005

Hipotesis pertama dalam penelitian ini berbunyi terdapat hubungan positif antara Motivasi Berprestasi dengan kinerja guru. Untuk Pengujian hipotesis dengan menggunakan korelasi terhadap dua variabel motivasi berprestasi (X 1 ) atas kinerja guru (Y). Uji hipotesis secara komputasi menunjukkan Koefisien Korelasi (rx 1 y) sebesar 0,377 dengan p = 0,000 (p<0,01), artinya ada hubungan positif yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan kinerja guru.

Temuan ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Guru. Berarti makin baik guru dalam berprestasi maka akan membuat guru meningkat dalam melaksanakan pekerjaan, hal ini disebabkan adanya motivasi berprestasi merupakan dorongan dari dalam diri guru itu sendiri untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin untuk mencapai prestasi yang baik seperti kenaikan pangkat, memperoleh jabatan tambahan.

Hipotesis kedua dalam penelitian ini berbunyi terdapat hubungan positif antara sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan dengan kinerja guru. Untuk Pengujian hipotesis dengan menggunakan korelasi terhadap dua variabel sikap

guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan (X 2 ) atas kinerja guru (Y). Uji hipotesis secara komputasi diperoleh Koefisien Korelasi (rx 2 y) sebesar 0,505. Temuan ini menyimpulan bahwa terdapat hubungan yang positif antara Sikap Guru terhadap Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan dengan Kinerja Guru. Berarti makin baik Sikap Guru terhadap Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan akan membuat Guru meningkat dalam melaksanakan pekerjaan, hal ini disebabkan Sikap Guru terhadap Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan mampu untuk memecahkan hambatan yang terjadi dalam hubungan antara pemimpin dengan bawahan atau Kepala Sekolah dengan guru.

Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini menyatakan bahwa terdapat hubungan positif secara bersama-sama antara motivasi berprestasi dan sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan dengan kinerja guru. Dapat 76 dikatakan bahwa makin tinggi motivasi perprestasi guru dan makin baik sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan yang berlaku di sekolahnya, maka akan diikuti dengan semakin meningkat kinerja guru.

Uji hipotesis secara komputasi mencari korelasi ganda antara motivasi berprestasi (X 1 ) dan sikap guru terhadap peningkatan manajemen mutu pendidikan (X 2 ) secara bersama-sama dengan kinerja guru (Y), diperoleh harga koefisien korelasi sebesar R = 0,506. Harga r akan dikonsultasikan dengan tabel interpretasi nilai r, berdasarkan tabel tersebut maka harga Koefisien Korelasi (R) sebesar 0,506 berarti tingkat hubungan (korelasinya) termasuk cukup.

Uji keberartian koefisien korelasi ganda dengan menggunakan Uji F diperoleh sebesar F hitung = 13,963 dengan p=0,000 (p<0,01), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi berprestasi dan sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan secara bersama-

bersama dengan Kinerja. Besarnya koefisien determinasi adalah R 2 =0,256. Ini menunjukkan bahwa sumbangan efektif kedua variabel bebas terhadap variable

tergantung adalah 25,60%. Adapun rinciannya adalah :

a. Sumbangan efektif variabel motivasi berprestasi = 0,094%

b. Sumbangan efektif variabel sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan = 25,543% Sedang sisanya 74,4% adalah sumbangan efektif dari faktor lain Ternyata diperoleh hubungan antara Sikap Guru terhadap Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan dan motivasi perprestasi secara bersama-sama dengan kinerja, hal ini dapat dinyatakan melalui persamaan regresi :

Y ˆ  59 , 796960  0 , 040945 X 1  0 , 460312 X 2 Dari persamaan ini berarti kinerja guru akan naik, bila motivasi berprestasi dan sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan ditingkatkan. Koefisien regresi sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan (0,460312) lebih besar dari pada koefisien regresi motivasi berprestasi (0,040945), jadi misalnya sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan ditingkatkan sehingga mendapat nilai 10, dan juga tingkat motivasi berprestasi sampai mendapat nilai 10, maka kinerja guru menjadi :

ˆY  59 , 796960  0 , 040945 . 10  0 , 460312 .. 10  64,80947 Diperkirakan kinerja guru = 64,80947 Untuk mengetahui tingkatan dari variabel penelitian (khususnya yang berasal dari angket dan berdata interval) dilakukan Uji Z, yaitu membandingkan antara rerata harapan (mean teoretis) dengan rerata empiris (mean empiris) masing-masing variable yang diteliti (motivasi berprestasi, sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan dan kinerja guru). Secara komputasi hasil Uji Z sebagai berikut

Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Uji Z

No Variabel Mean

Keterangan Teoretis Empiris

Mean

1 X 1 97,50 124,107 25,474 0,000 ME>MT, rata-rata motivasi berprestasi tergolong tinggi

2 X 2 107,50 133,199 24,994 0,000 ME>MT, rata-rata sikap guru terhadap peningkatan manajemen mutu pendidikan tergolong tinggi

3 Y 97,50 126,155 28,856 0,000 ME>MT, rata-rata kinerja guru tergolong tinggi

B. Pembahasan

Hipotesis pertama menyatakan terdapat hubungan yang positif antara motivasi Berprestasi dengan kinerja guru. Data yang telah ditemukan menunjukkan bahwa hipotesis tersebut diterima karena variabel bebas dan variabel tergantung yang dihipotesiskan berkorelasi positif yang signifikan. Harga koefisien korelasi r setelah dikonsultasikan dengan tabel interpretasi (Sugiyono, 2000:149) nilai r ternyata harga

Koefisien Korelasi (rx 1 y) sebesar 0,377 berada antara 0,200-0,399 yang berarti tingkat hubungan (korelasinya) rendah artinya tingkat keeratan hubungan antara motivasi berprestasi dengan kinerja adalah rendah.

R. Mitchell dalam Sedarmayanti (2001:51), menyatakan pengukuran kinerja ditetapkan : performance = Ability x motivation. maksudnya untuk mendapatkan gambaran tentang kinerja seseorang, maka perlu pengkajian khusus tentang kemampuan dan motivasi. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan kemauan, banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga tetap tidak menghasilkan kinerja dan banyak orang mau tetapi tidak mampu juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa-apa.

Kinerja guru ditunjukkan oleh kemampuan dan kemauan guru sebagai pengajar, pengabdian guru yang tulus, penguasaan dan memahami materi pelajaran dan metoda belajar, menggunakan sumber belajar yang relevan, melakukan tes dan mengoreksinya kembali, disipin dalam mengajar dan patut untuk menjadi panutan siswa, mengajar berupaya memotivasi siswa dan berinteraksi dengan baik, melakukan bimbingan kepada siswa terutama pada siswa yang mengalami kesulitan belajar, selalu ingin mengembangkan kemampuan keguruan, mampu mengajar dan mengelola kelas dengan baik, sadar akan tanggung jawabnya sebagai pengajar, mempunyai sumbangan pikiran untuk mengembangkan sekolah dan tertib administrasi pengajaran.

Kinerja guru erat kaitanya dengan keberhasilan pendidikan di sekolah mengingat akan fungsi guru sebagai pendidik, pengajar dan pelatih. Kegiatan belajar mengajar yang efektif akan tercapai jika guru punya komitmen pada tugas, menguasai dan mengembangkan metode dan pelajaran, bertanggung jawab pada siswa, displin dalam bertugas, memotivasi siswa, obyektif dalam membimbing siswa, berpikir yang sistematis dan paham akan administrasi pengajaran dengan mempersiapkan dan merencanakan pengajarn dengan baik.

Motivasi berprestasi guru adalah dorongan seorang guru untuk berprestasi dengan melakukan tindakan dan mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya untuk mencapai tujuan pendidikan. Motivasi berprestasi merupakan faktor pendukung pada kinerja. Guru mengajar karena punya motif, guru mengajar karena adanya motivasi yang mendasari dirinya untuk mengajar. Motivasi bisa terjadi jika kebutuhan guru untuk berprestasi dipenuhi seperti dengan cara mendorong guru untuk meningkatkan karirnya; meningkatkan kesejahteraan guru,

memberikan reward/penghargaan kepada guru yang berhasil, membuat suasana kekeluargaan di sekolah, dan komunikasi yang terbuka maka akan berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja guru. Selanjutnya motivasi berprestasi bisa terjadi karena di dalam diri guru itu sendiri mempunyai dorongan untuk berprestasi, dorongan ini untuk memenuhi kebutuhan berprestasi guru.

Dalam kinerja guru memang terjadi dari perkalian antara kemampuan dengan motivasi sehingga dapat dikatakan motivasi berprestasi akan menghasilkan kinerja guru dan guru yang mempunyai motivasi berprestasi tentu mempunyai kemampuan dan kemauan untuk bekerja sebaik mungkin meraih prestasi.

Hipotesis kedua menyatakan terdapat hubungan positif antara Sikap Guru terhadap Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan dengan kinerja guru. Data yang Hipotesis kedua menyatakan terdapat hubungan positif antara Sikap Guru terhadap Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan dengan kinerja guru. Data yang

2000:149) nilai r ternyata harga Koefisien Korelasi (rx 1 y) sebesar 0,505 berada antara 0,400-0,599 yang berarti tingkat hubungan (korelasinya) sedang/cukup artinya tingkat keeratan hubungan antara sikap guru terhadap manajemen mutu pendidikan dengan kinerja adalah sedang/cukup tinggi.

Refleksi empirik (Satori, 1995) yang dibahas dalam satu diskusi tentang mutu pendidikan sampai pada kesepakatan bahwa mutu pendidikan (MP) di sekolah merupakan fungsi dari mutu input peserta didik yang ditunjukkan oleh potensi siswa (PS), mutu pengalaman belajar yang ditunjukkan oleh kemampuan profesional guru (KP), mutu penggunaan fasilitas belajar (FB), dan budaya sekolah (BS) yang merupakan refleksi mutu kepemimpinan kepala sekolah. Pernyataan tersebut dapat dirumuskan dalam formula sebagai berikut :

MP = f (PS.KP.FB.BS)

Sehubungan dengan itu kinerja guru erat kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Guru yang berkomitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan akan meningkatkan kinerjanya dalam tugasnya sebagai seorang pengajar. Namun demikian guru juga dituntut untuk ikut terlibat dalam adanya langkah antisipatif dan proaktif yang dilakukan secara terprogram, bertahap, dan berkelanjutan serta kontekstual dengan mensinergikan seluruh sumber daya internal dan eksternal dan upaya-upaya pengembangan mutu pendidikan yang ruang lingkupnya meliputi pengembangan kurikulum/PBM, organisasi, administrasi dan manajemen, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peserta didik/siswa, peran serta masyarakat, lingkungan/kultur sekolah.

Jadi dalam memperoleh mutu pendidikan diperlukan manajemen mutu pendidikan dengan meningkatkan mutu kurikulum dan profesionalitas guru dan proses belajar mengajar, mutu organisasi dengan mengembangkan organisasi yang terdiri dari orang-orang yan mau dan mampu bekerja, nutu dalam bidang administrasi dan manajemen di mana ketertiban administrasi dan pengelolaan sekolah yang efektif dan profesional bisa terlaksana, mutu sarana dan prasarana sekolah yang terpenuhi sesuai standar sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan lancar, mutu ketenagaan yaitu berupa tenaga pendidik dan tenaga non kependidikan yang ada sesuai dengan kompetensi dan jumlahnya sesuai dengan keadaan sekolah, mutu pembiayaan pendidikan dalam arti biaya pendidikan yang dikelola sesuai dengan rencana dan kebutuhan yang ada, mutu peserta didik/siswa di mana peserta didik adalah para siswa yang juga mau berkembang untuk maju dalam pendidikan, mutu peran serta masyarakat dalam ikut mengembangkan mutu pendidikan di mana masyarakat proaktif dalam terlibat mengembangkan pendidikan, mutu lingkungan/struktur sekolah di mana budaya sekolah adalah budaya belajar dengan disertai lingkungan sekolah yang mendukung upaya kegiatan belajar mengajar yang bermutu.

Setiap sekolah pasti mengembangkan upaya-upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan melibatkan semua unsur di sekolah. Guru-guru yang terlibat juga diharapkan dapat mempunyai sikap terhadap pengembangan mutu pendidikan. Sikap yang positif tentu akan berpengaruh terhadap guru dalam menjalankan tugasnya sehari- hari.

Jadi semakin baik sikap guru terhadap menajemen peningkatan mutu pendidikan yang diterapkan di sekolahnya maka akan diimbangi dengan kinerja guru. Hipotesis ketiga menyatakan terdapat hubungan yang positif secara bersama- sama antara Motivasi Berprestasi dan Sikap Guru terhadap Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan dengan kinerja guru. Data yang telah ditemukan menunjukkan bahwa hipotesis tersebut diterima karena variabel bebas kesatu, variable bebas kedua dan Jadi semakin baik sikap guru terhadap menajemen peningkatan mutu pendidikan yang diterapkan di sekolahnya maka akan diimbangi dengan kinerja guru. Hipotesis ketiga menyatakan terdapat hubungan yang positif secara bersama- sama antara Motivasi Berprestasi dan Sikap Guru terhadap Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan dengan kinerja guru. Data yang telah ditemukan menunjukkan bahwa hipotesis tersebut diterima karena variabel bebas kesatu, variable bebas kedua dan

Besarnya koefisien determinasi adalah R 2 =0,256. Ini menunjukkan bahwa sumbangan efektif kedua variabel bebas terhadap variable tergantung adalah 25,60%

dengan rincian sumbangan efektif variabel motivasi berprestasi = 0,094% dan sumbangan efektif variabel sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan = 25,543% sisanya 74,4% adalah sumbangan efektif dari faktor lain

Persamaan regresi Y ˆ  59 , 796960  0 , 040945 X 1  0 , 460312 X 2 menunjukkan bila motivasi berprestasi dan sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan ditingkatkan. Koefisien regresi sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan (0,460312) lebih besar dari pada koefisien regresi motivasi berprestasi (0,040945), jadi misalnya sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan ditingkatkan sehingga mendapat nilai 10, dan juga tingkat motivasi berprestasi sampai

mendapat nilai 10, maka kinerja guru menjadi : ˆY  59 , 796960  0 , 040945 . 10  0 , 460312 .. 10  64,80947 diperkirakan kinerja

guru = 64,80947 Abi Sujak (1999:199), menyatakan bahwa “Prinsip dasar dalam manajemen

menyatakan bahwa prestasi kerja berada pada perpaduan antara kemampuan pekerja melaksan akan suatu pekerjaan dengan motivasi yang ada pada dirinya”. Dari penelitian telah menunjukkan adanya motivasi berprestasi berhubungan yang signifikan dengan knerja guru. Dalam penelitian ini juga menunjukkan adanya sikap guru terhadap manajemen mutu pendidikan yang berhubungan secara yang signifikan secara bersama- sama dengan kinerja guru. Dengan demikian adanya motivasi guru untuk berprestasi dalam menjalankan tugas mengajar yang diimbangi akan sikap yang positif terhadap penerapan manajemen peningkatan mutu pendidikan akan berdampak positif pula terhadap kinerjanya.

Walaupun dalam penelitian besaranya korelasi antara motivasi berprestasi dan sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan dengan kinerja masih kategori cukup/sedang, hal ini menunjukkan akan berartinya variabel-variabel penelitian tersebut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan mutu sumber daya manusia. Mutu sumber daya manusia tersebut akan lebih efektif adan efisien jiak dikembangkan di lembaga- lembaga pendidikan. Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan mutu sumber daya manusia, pendidikan yang bermutu akan menghasilkan sumber daya manusia yang mutu pula.

Dalam dunia pendidikan guru yang professional mempunyai peranan yang penting dalam upaya mengembangkan dan meningkatan sumber daya manusia. Guru yang profesional dituntut mempunyai kinerja yang baik dan professional sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Guru-guru juga memiliki motivasi berprestasi dan mempunyai sikap yang positif terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan.

Kinerja guru adalah keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang bermutu. Tugas mengajar merupakan tugas utama guru dalam sehari- hari di sekolah.

Hipotesis dari penelitian ini adalah : 1) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi berprestasi dengan kinerja guru, 2) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan dengan kinerja guru, 3) terdapat hubungan yang positif dan signifikan secara bersama-sama antara motivasi berprestasi dan sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan dengan kinerja guru.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1) mengetahui hubungan antara motivasi berprestasi dengan kinerja guru, 2) mengetahui hubungan antara sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan dengan kinerja guru, 3) mengetahui hubungan secara bersama-sama antara motivasi berprestasi dan sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan dengan kinerja guru. 87

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh guru SMK Negeri se kota Samarinda berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil) sejumlah 346 dari sekolah SMK Negeri 1 Samarinda, SMK Negeri 2 Samarinda, SMK Negeri 3 Samarinda, SMK Negeri 4, SMK Negeri 5 Samarinda, SMK Negeri 6 Samarinda, SMK Negeri 7 Samarinda, SMK Negeri 8 Samarinda, SMK Negeri 9, SMK Negeri 10 Samarinda. Sebagai sampel 25% dari jumlah populasi 346 yaitu 84 responden, teknik pengambilan sampel menggunakan quota random sampling.

Istrumen penelitian perlu diuji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui keabsahan dan kehandalan butir-butir instrumen yang digunakan dalam penelitian. Uji validitas dan reliabilitas secara internal consistency. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Analisis data hubungan antar variabel ini akan menggunakan analisis regresi (anareg). Sebelum dilakukan analisis statistik terlebih dulu dilakukan uji prasyarat berupa uji normalitas sebaran dan uji lineritas hubungan.

Hasil penelitian adalah : 1) terdapat hubungan positif antara Motivasi Berprestasi dengan kinerja guru. Uji hipotesis secara komputasi menunjukkan Koefisien Korelasi (rx 1 y) sebesar 0,377 dengan p = 0,000 (p<0,01), artinya ada hubungan positif yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan kinerja guru. Interpretasi tingkat hubungan (korelasi) adalah rendah: 2) terdapat hubungan positif antara sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan dengan kinerja guru. Uji hipotesis secara komputasi diperoleh Koefisien Korelasi (r) sebesar 0,505. Interpretasi tingkat hubungan (korelasi) adalah termasuk cukup: 3) terdapat hubungan Hasil penelitian adalah : 1) terdapat hubungan positif antara Motivasi Berprestasi dengan kinerja guru. Uji hipotesis secara komputasi menunjukkan Koefisien Korelasi (rx 1 y) sebesar 0,377 dengan p = 0,000 (p<0,01), artinya ada hubungan positif yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan kinerja guru. Interpretasi tingkat hubungan (korelasi) adalah rendah: 2) terdapat hubungan positif antara sikap guru terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan dengan kinerja guru. Uji hipotesis secara komputasi diperoleh Koefisien Korelasi (r) sebesar 0,505. Interpretasi tingkat hubungan (korelasi) adalah termasuk cukup: 3) terdapat hubungan

besarnya koefisien determinasi adalah R 2 =0,256. Ini menunjukkan bahwa sumbangan efektif kedua variabel bebas terhadap variable tergantung adalah 25,60%.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan maka penulis mengajukan saran- saran sebagai berikut :

1. Saran kepada guru. Diharapkan guru untuk dapat meningkatkan kinerjanya agar menjadi guru yang professional upaya meningktkan kinerja guru diperlukan dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia Indonesia melalui sektor pendidikan. Peningkatan sumber daya manusia tersebut yang relevan dilaksanakan di sunia pendidikan memerlukan guru-guru yang mempunyai kinerja yang baik yaitu mampu dan mau melaksanakan kerja. Disamping itu upaya-upaya tersebut perlu diimbangi dengan peningkatan motivasi dari dalam diri guru sendiri (instrinsik) berupa motivasi berprestasi dimana guru berorientasi untuk melaksankan tugas sebaik-baiknya untuk berprestasi. Manajemen peningkatan mutu pendidikan yang dilaksanakan oleh sekolah yang perlu sikapi secara positif oleh guru dan guru terlibat di dalamnya. Adanya sikap yang positif alkan mendorong guru untuk bebuat positif dalam membantu pimpinan dalam meningkatan mutu mutu pendidikan.

2. Saran kepada organisasi (sekolah). Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai sub sistem pendidikan nasional yang bertanggung jawab dalam penyiapan sumber daya manusia tingkat menengah yang handal dituntut dapat memberikan lulusan yang sesuai kebutuhan pasar dan mampu mengembangkan inovasi untuk mempengaruhi perubahan kebutuhan pasar sehingga dapat mewujudkan kepuasan pelanggan. Disarankan agar sekolah untuk proaktif mengembangkan guru-guru dalam kinerjanya sehari-hari, berusaha untuk selalu memupuk guru untuk termotivasi bekerja dan melibatkan semua guru dalam manajemen peningkatan mutu pendidikan.

3. Saran kepada peneliti selanjutnya. Disarankan agar hasil penelitian ini perlu ditindak lanjuti oleh peneliti-peneliti berikutnya dengan menggunakan literatur yang lebih lengkap, waktu dan yang lebih lama dan menggunakan sampel yang lebih luas serta kajian yang lebih mendalam agar dapat menghasilkan penelitian yang lebih baik.