Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA GURU SMK NEGERI SE KABUPATEN KUTAI TIMUR ABSTRACT

The objectives of this research is to find out the relationship between the headmaster leadership, the motivation and the job satisfaction. This study was conducted at the SMK Negeri in Kutai Timur with sample 80 selected randomly from 107 population. The result of the research are as follows : (1) there is a positive correlation between the headmaster leadership with the job satisfaction, (2) there is a positive correlation between the motivation with the job satisfaction, (3) there is

a positive correlation between those two independent variables (the headmaster leadership an the motivation) with the job satisfaction. The conclusion of this research that the satisfaction job is build by the development of headmaster leadership. There is positive correlation between teacher’s motivation and headmaster leadership. Headmaster should optimalized as manager, teacher, leader, administrator and

guidance .

Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Motivasi Kerja Dengan Kepuasan Kerja Pada Guru SMK Negeri se Kabupaten Kutai Timur. Penelitian bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja dengan Kepuasan Kerja guru SMK Negeri se Kabupaten Kutai Timur. Subyek penelitian dipilih secara random sejumlah 80 guru dari populasi sejumlah 107 guru. Hasil dari penelitian menemukan bahwa : (1) terdapat hubungan yang positif

signifikan antara Kepemimpinan Kepala Sekolah (X 1 ) dengan Kepuasan Kerja Guru (Y) dengan koefisien  y1 = 0,328 dan ditemukan persamaan regresi linier Y ˆ  66 ,855  0,362 X 1 . Adapun interpretasi tingkat keeratan hubungan sebesar

 y1 = 0,328 adalah rendah; (2) terdapat hubungan yang positif signifikan antara Motivasi Kerja (X 2 ) dengan Kepuasan Kerja guru(Y) dengan koefisien  y2 = 0,446 dan dengan persamaan regresi linier Y ˆ  49 ,174  0,525 X 2 . Adapun

interpretasi tingkat keeratan hubungan sebesar  y2 = 0,446 adalah sangat sedang; (3) terdapat hubungan yang positif signifikan antara Kepemimpinan

Kepala Sekolah (X 1 ) dan Motivasi Kerja (X 2 ) secara bersama –sama dengan Prestasi Belajar Guru (Y) dengan koefisien  y1.2 = 0,452 dan persamaan regresi linier Y ˆ  45 ,169  0,164 X 1  0,458 X 2 . Adapun interpretasi tingkat keeratan

hubungan sebesar  y1.2 = 0,452 adalah sedang. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Kepuasan Kerja guru dapat dibangun dengan pengembangan Kepemimpinan Kepala Sekolah yang positif dan pengembangan Motivasi Kerja guru.

Kata kunci : Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi dan Kepuasan Kerja

hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja dengan kepuasan kerja guru smk

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guru memiliki multi peran, tidak terbatas hanya sebagai pengajar yang melakukan transfer of knowledge, tetapi juga sebagai pembimbing yang mendorong potensi, mengembangkan alternatif, dan memobilisasi siswa dalam belajar. Guru memiliki tugas dan tanggung jawab yang kompleks terhadap pencapaian tujuan pendidikan, dimana guru tidak hanya dituntut untuk menguasai ilmu yang akan diajarkan dan memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan teknis mengajar, namun guru juga dituntut untuk menampilkan kepribadian yang mampu menjadi teladan bagi siswa.

Dengan beratnya tugas-tugas yang harus dilakukan oleh seorang guru, maka sudah sepantasnya dalam manajemen sekolah perlunya upaya-uapaya untuk meningkatkan semangat guru dalam bekerja. Guru pada sebuah organisasi pendidikan tentunya berusaha mengajar sebaik mungkin dengan mengerahkan segenap kemampuan yang mereka miliki agar dapat mencapai kepuasan kerja yang diinginkan. Menurut As‘ad, bahwa semakin banyak aspek – aspek dalam pekerjaan yang sesuai 1

dengan keinginan pegawai, semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya. Kepuasan kerja (job satisfaction) guru merupakan sasaran penting dalam manajemen sumber daya manusia, karena secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi produktivitas kerja. Suatu gejala yang dapat membuat rusaknya kondisi organisasi sekolah adalah rendahnya kepuasan kerja guru dimana timbul gejala seperti kemangkiran, malas bekerja, banyaknya keluhan guru, rendahnya prestasi kerja, rendahnya kualitas pengajaran, indisipliner guru dan gejala negatif lainnya. Sebaliknya kepuasan yang tinggi diinginkan oleh kepala sekolah karena dapat dikaitkan dengan hasil positif yang mereka harapkan. Kepuasan kerja yang tinggi menandakan bahwa sebuah organisasi sekolah telah dikelola dengan baik dengan manajemen yang efektif. Kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan kesesuaian antara harapan guru dengan imbalan yang disediakan oleh organisasi. Dengan demikian meningkatkan kepuasan kerja bagi guru merupakan keniscayaan, karena menyangkut masalah hasil kerja guru yang merupakan salah satu langkah dalam meningkatkan mutu pelayanan kepada siswa. Selanjutnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa

Hasil studi di negara-negara berkembang, guru memberikan sumbangan dalam prestasi belajar siswa (36%), selanjutnya manajemen (23%), waktu belajar (22%), dan sarana fisik (19%). Aspek yang berkaitan dengan guru adalah menyangkut citra/mutu

guru dan kesejahteraan. 2 Salah satu hal yang patut dipertimbangkan untuk meningkatkan mutu guru adalah dengan cara meningkatkan kepuasan kerjanya, sebab

dengan kepuasan guru yang meningkat maka guru akan berusaha untuk meningkatkan profesi dan mutunya, dengan demikian diharapkan keberhasilan pendidikan akan tercapai. Kepuasan kerja guru itu dapat dilaksanakan dengan beberapa cara diantaranya adalah organisasi dapat membuat iklim organisasi yang berpihak pada kesejahteraan guru, terbuka dan menekankan pada prestasi, bisa pula kepuasan ditingkatkan menggunakan faktor motivasi terutama motivasi berprestasi guru, karena hal tugas guru menyangkut dengan keberhasilan siswa yang merupakan keberhasilan pendidikan.

Menurut Wahjosumidjo, Kepuasan kerja guru banyak dipengaruhi beberapa faktor antara lain adalah faktor dari pemimpin /kepala sekolah dan motivasi kerja guru. Keberhasilan suatu sekolah pada hakikatnya terletak pada efisiensi dan efektivitas

penampilan seorang kepala sekolah. 3

2 As‘ad, Moh, 1999. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty, h. 105 Indra Djati Sidi, Pendidikan dan Peran Guru Dalam Era Globalisasi, dalam majalah Komunika

No. 25 /tahun VIII/2000 3 Wahjosumidjo.

Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, h. 45

Kepemimpinan

Kepala

Sekolah,

Dalam pelaksanaan penyelengaraan pendidikan, yang merupakan satu kesatuan dari sistem pendidikan. Pimpinan memiliki peran yang penting, dalam pelaksanaannya seorang pimpinan harus menciptakan iklim atau suasana kerja yang kondusif. Gaya memimpin seorang pimpinan dapat mendorong prestasi kerja guru, salah satunya dengan cara mengadakan pelatihan yang mendukung produktivitas guru dalam mengajar serta memberikan motivasi bagi para guru agar meningkatkan prestasi mengajarnya, akan tetapi walaupun gaya kepemimpinan sudah cukup baik, tetapi prestasi kerja guru saat ini masih rendah.

Wahyosumidjo (2002) menjelaskan tentang peranan Kepala Sekolah sebagai pendidik. Sebagai seorang pendidik, Kepala Sekolah harus mampu menanamkan, memajukan, dan meningkatkan nilai mental, moral, fisik dan artistik kepada para guru atau tenaga fungsional yang lainnya, tenaga administrasi (staf) dan kelompok para siswa atau peserta didik. Untuk menanamkan peranannya ini Kepala Sekolah harus menunjukkan sikap persuasif dan keteladanan. Sikap persuasif dan keteladanan inilah yang akan mewarnai kepemimpinan termasuk didalamnya pembinaan yang dilakukan oleh Kepala Sekolah terhadap guru yang ada di sekolah tersebut. Kepala Sekolah sebagai edukator, supervisor, motivator yang harus melaksanakan pembinaan kepada para karyawan dan para guru di sekolah yang dipimpinnya karena faktor manusia merupakan faktor sentral yang menentukan seluruh gerak aktivitas suatu organisasi, walau secanggih apapun teknologi yang digunakan tetap faktor manusia yang

menentukannya. 4 Menurut Wahjosumidjo (2002), agar fungsi kepemimpinan kepala sekolah

berhasil memberdayakan segala sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan sesuai dengan situasi, diperlukan seorang kepala sekolah yang memiliki kemampuan profesional yaitu: kepribadian, keahlian dasar, pengalaman, pelatihan dan

pengetahuan profesional, serta kompetensi administrasi dan pengawasan. 5 Sekolah merupakan lembaga yang bersifat kompleks karena sekolah sebagai

organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sekolah juga mempunyai sifat unik yaitu menunjukkan bahwa sekolah bebagai organisasi memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi organisasi-organisasi lain. Ciri-ciri yang menempatkan sekolah memiliki karakter tersendiri, di mana terjadi proses pembelajaran, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan umat manusia. Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebutlah, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah.

Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah.

Salah satu aspek kunci bagi keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau sistem swamanajemen di sekolah adalah peran kepemimpinan kepala sekolah. hal ini juga disadari para kepala sekolah. Sudah saatnya kepala sekolah sebagai pemegang kendali organisasi memahami arti dan perannya serta kewenanganya yang kian luas dan kesibukan luar biasa padat, dapat mengembang suatu istilah atau dalam akronim EMASLIM. Maksudnya, seorang kepala sekolah dituntut mampu melaksanakan sejumlah peran, yaitu sebagai Edukator, Manajer, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator, dan Motivator sekaligus di lingkungan komunitas sekolah yang dipimpinnya. namun dalam praktik para kepala sekolah rupanya masih menghadapi sejumlah kendala.

Motivasi merupakan daya dorong pada diri seseorang untuk melakukan suatu aktivitas dalam upaya untuk mencapai apa yang diinginkannya. Motivasi berkembang dalam diri individu dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Jika dikaitkan dalam kegiatan belajar mengajar, maka motivasi mengajar merupakan suatu dorongan atau

5 Ibid, h. 44 Ibid, h. 46 5 Ibid, h. 44 Ibid, h. 46

Rasa aman akan suasana kerja yang mampu mendorong guru untuk lebih berdedikasi tinggi dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh pimpinan baik suasana aman sebelum kerja, saat kerja maupun setelah kerja. Kondisi kerja yang aman semacam ini, serta didukung rekan kerja yang dapat diajak untuk bekerjasama dalam berbagai aktifitas merupakan keinginan dari setiap guru di sekolah. Dengan situasi semacam itu diharapkan para guru dapat bekerja secara maksimal dan senang terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan guru terhadap pekerjaannya. Guru tidak hanya secara formalitas bekerja dikantor, tetapi harus mampu merasakan dan menikmati pekerjaannya, sehingga ia tidak akan merasa bosan dan lebih tekun dalam beraktifitas. Para guru akan lebih senang dalam bekerja apabila didukung oleh berbagai situasi yang kondusif, sehingga dapat mengembangkan kompetensi yang dimilikinya.

Sementara itu, kebutuhan guru dalam memenuhi keinginannya semakin meningkat. Para guru bekerja dengan harapan akan memperoleh upah/gaji yang dapat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan yang saat ini sangat begitu kompleks dari hal yang paling pokok/primer terutama masalah kebutuhan sandang, pangan, perumahan, pendidikan, istirahat kerja yang cukup, perlu mendapatkan skala prioritas utama dalam hal pemenuhannya. Selain itu, pemenuhan kebutuhan dari para guru akan pelayanan dan penghargaan oleh atasan terhadap prestasi kerja yang dihasilkannya yang sesuai dengan prinsip keadilan dapat memotivasi kerja mereka. Sehingga As‘ad menyatakan bahwa dengan seringnya para pegawai termotivasi untuk melakukan pekerjaannya dengan baik, akan meningkatkan kualitas dan kepuasan kerja yag diinginkan, karena kuat lemahnya dorongan atau motivasi kerja seseorang

akan menentukan besar kecilnya kepuasan kerja. 6

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi masalah yang ketemukan yaitu :

1. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan kepuasan kerja guru ?

2. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara motivasi kerja guru dengan kepuasan kerja guru ?

3. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan prestasi kerja guru ?

4. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan disiplin kerja guru ?

5. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepuasan kerja guru dengan kompetensi profesionalitas guru ?

6. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja guru secara bersama – sama dengan kepuasan kerja guru?

C. Pembatasan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada Kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai variabel independent atau variabel bebas pertana (X 1 ), Motivasi kerja guru sebagai variobel independent atau variabel bebas kedua (X 2 ) dan Kepuasan Kerja Guru sebagai variabel dependen atau variabel terikat (Y).

Ibid, h. 45

D. Perumusan Masalah

Masalah yang muncul berkenaan dengan hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja guru dengan kepuasan kerja guru, diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru SMK se Kutai Timur?

2. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja guru SMK se Kutai Timur?.

3. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan secara bersama-sama antara kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja guru dengan Kepuasan kerja guru SMK se Kutai Timur?.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian ini, tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh data kuantitaif mengenai variabel yang berhubungan dengan kepemimpinan Kepala Sekolah, kepuasan kerja, Motivasi guru. Dan Kepuasan Kerja guru dan Motivasi kerja guru. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hubungan kepemimpinan Kepala Sekolah dengan kepuasan kerja guru SMK se Kutai Timur.

2. Untuk mengetahui hubungan motivasi kerja dengan kepuasan kerja guru SMK se Kutai Timur.

3. Untuk mengetahui hubungan kepemimpinan Kepala Sekolah dan motivasi kerja secara bersama-sama dengan kepuasan kerja guru SMK se Kutai Timur.

F. Kegunaan Penelitian

Secara teoretis hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang kaitan kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja guru dengan kepuasan kerja.

Secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi :

1. Manajer pendidikan (Kepala Sekolah) agar dapat memperoleh informasi dari hasil penelitian ini sebagai alat untuk introspeksi diri dalam melaksanakan kepemimpinan.

2. Guru agar hasil penelitian sebagai masukan agar dapat meningkatkan motivasi kerjanya sehingga dapat meningkat pula kepuasan kerja yang juga meningkatkan kinerjanya untuk menjadi guru yang professional.

3. Stakeholder agar hasil penelitian agar dapat dijadikan pertimbangan untuk ikut meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan SDM guru.

4. Pihak terkait (Disdik Kabupaten Kutai Timur) agar dapat dijadikan masukan dalam penyusunan program peningkatan pendidikan melalui peningkatan kompetensi Kepala Sekolah, Guru dan staf tata usaha sekolah..

II. PENYUSUNAN KERANGKA TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Hakikat Kepuasan Kerja Guru

Guru menjadi perencana, pelaksana yang selalu berperan aktif dalam mewujudkan tujuan pendidikan, menjadi pelaku yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan, mempunyai pikiran, perasaan dan keinginan yang dapat mempengaruhi sikap-sikap terhadap pekerjaanya. Sikap ini akan menentukan kinerja guru, dedikasi, dan kecintaan terhadap pekerjaan yang dibebankan di pundaknya. Sikap yang positif harus dibina, sedang yang negatif harus dihilangkan sedini mungkin. Sikap guru itu seperti kepuasan kerja, stress dan frustasi yang ditimbulkan adanya pekerjaan, peralatan, lingkungan, iklim organisasi dan sebagainya.

Davis & Newstroom menyatakan kepuasan Kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka. 7 Ada

perbedaan yang penting antara perasaan ini dengan unsur lainnya dari sikap guru. Kepuasan kerja adalah perasaan senang atau tidak senang yang relatif yang berbeda dari pemikiran obyektif dan keinginan perilaku. Hasibuan mendefinisikan kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja adalah perasaan senang atau tidak senang yang relatif yang berbeda dari pemikiran obyektif dan keinginan perilaku.

Kepuasan Kerja adalah sikap umum pekerja yang menilai perbedaan antara jumlah imbalan yang diterima dengan yang diyakininya seharusnya diterima. 8 Sedang

menurut Hunt dan Osborn bahwa kepuasan kerja adalah tingkat dimana seseorang merasa positif atau negatif tentang berbagai segi dari pekerjaan, tempat kerja dan

hubungannya dengan teman kerja. 9 Kepuasan adalah keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja akan muncul saat

harapan-harapan ini tidak dipenuhi. Sebagai contoh, jika seorang tenaga kerja mengharapkan kondisi kerja yang aman dan bersih, maka tenaga kerja mungkin bisa

menjadi tidak puas jika tempat kerja tidak aman dan kotor. 10 Berdasarkan atas beberapa pendapat ahli tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan kepuasan kerja adalah refleksi perasaan seseorang yang menyenangkan mengenai pekerjaan berdasarkan atas harapan dengan imbalan yang diberikan oleh organisasi.

Arni Muhammad menyebutkan ada dua hal yang mungkin menyebabkan orang tidak puas dengan pekerjaannya. Hal pertama, apabila orang tersebut tidak mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjannya. Yang kedua, apabila hubungan sesama teman sekerja kurang baik. Atau dengan kata lain ketidakpuasan kerja ini berhubungan dengan masalah komunikasi. 11 Sedang Malayu

SP. Hasibuan menyebutkan bahwa kepuasan kerja guru dipengaruhi faktor-faktor berikut :1). balas jasa yang adil dan layak; 2) penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian; 3) Berat-ringannya pekerjaan; 4) suasana dan lingkungan pekerjaan; 5) peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan; 6) sikap pimpinan dalam

kepemimpinannya; 7) sifat pekerjaan monoton atau tidak. 12 Hasibuan menjelaskan bahwa tolok ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak

ada karena setiap individu guru berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan kerja hanya diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, dan turnover besar maka secara relatif kepuasan kerja guru baik. Sebaliknya jika kedisiplinan. moral kerja, dan turnover kecil maka kepuasan kerja guru diperusahaan bertambah.

Kepuasan kerja merupakan kunci pendorong moral, kedisiplinan dan prestasi kerja guru dalam mendukung terwujudnya tujuan pendidikan. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa kepuasan dan ketidak puasan kerja guru adalah perasaan guru tentang menyenangkan atau tidak mengenai pekerjaan berdasarkan atas harapan guru dengan imbalan yang diberikan oleh sekolah/organisasi. Jika pekerjaan mengajar guru mendapat imbalan yang menurutnya pantas ia akan puas, sebaliknya jika hasil kerjanya memperoleh imbalan yang tidak pantas menurutnya maka guru menjadi tidak puas.

7 Keith Davis & John W. Newstrom, 1995. Human Behaviour at Work, Alih bahasa : Agus

8 Dharma, Jakarta : Erlangga, h.105 Robbin, Stephen, 1989. Organizational Behaviour, Concept, Controversial and Application

9 New Jersey : Prentice Hall, h. 27 Shermerhorn, Jihn R. James G.Hunt dan Richarad N. Osborn, 1995. Managing Organizational

10 Behaviour New York : Prentice Hall, h. 144. Mathias, Robert L. dan Kohn H. Jacksons, 2000. Human Resource Management,

11 Penerjemah : Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira Hie , Jakarta : Salemba Empat, h. 98 Arni Muhammad, 1996. Komunikasi Organisasi, Jakarta : Bumi Aksara, h. 79

Malayu Hasibuan, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara, h. 203

Kepuasan yang tinggi diinginkan oleh kepala sekolah karena dapat dikaitkan dengan hasil yang positif yang mereka harapkan, yang menunjukkan manajemen pendidikan yang efektif dan efisien oleh kepala sekolah.

Survey untuk menentukan kepuasan kerja adalah bisa melalui survey objektif dan survey deskriptif. Survey objektif menyediakan pertanyaan dan pilihan jawaban sedemikian rupa sehingga guru hanya perlu memilih dan menandai jawaban yang paling mewakili perasaan mereka sendiri. Survey deskriptif menyajikan pertanyaan tentang berbagai topik tetapi memberikan keleluasaan bagi guru untuk menjawabnya dengan kata-kata mereka sendiri, sedang indikator-indikator untuk survei kepuasan kerja terdiri sebagai berikut :1) Pergantian pegawai, 2) Kemangkiran dan keterlambatan, 3) Catatan prestasi, 4) Pemborosan dan barang sisa, 5) Catatan kualitas 6) Laporan dari penyuluh, 7) Laporan kecelakaan, 8) Keluhan, 9) Catatan pelatihan, 10) Sasaran, 11) Catatan

perawatan, 13) Wawancara keluar 13 . Menurut Robbins, menyatakan elemen-elemen kepuasan kerja yang lazim

digunakan meliputi : 1) tipe kerja, 2) rekan sekerja, 3) tunjangan, 4) diperlakukan dengan hormat dan adil, 5) keamanan kerja, 6) peluang menyumbangkan gagasan, 7) upah, 8) pengakuan akan kinerja, dan 9) kesempalan untuk maju". Faktor-faktor tersebut dapat diikhtisarkan dalam empat faktor, yaitu kerja yang secara mental menatang, imbalan yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, dan rekan sekerja

yang mendukung. 14 Wexley telah mengkategorikan teori-teori kepuasan kerja kepada tiga

kumpulan utama, yaitu : 1). Teori ketidaksesuaian (discrepancy) 2) Teori keadilan (equity theory) dan 3) Teori Dua Faktor.

1). Teori Ketidaksesuaian. Menurut Locke, kepuasan atau ketidak puasan dengan aspek pekerjaan tergantung pada selisih (discrepancy) antara apa yang

dianggap telah didapatkan dengan apa yang diinginkan. Jumlah yang ―diinginkan‖ dari karakteristik pekerjaan didefinisikan sebagai jumlah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan anda. Seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dan semakin banyak hal-hal penting yang diinginkan, semakin besar ketidak puasannya, Jika lebih banyak jumlah faktor pekerjaan yang diterima secara minimal dan kelebihannya menguntungkan (misalnya : upah ekstra, jam kerja yang lebih lama) orang yang bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat selisih dari jumlah yang

diinginkan. 15 2). Teori Keadilan (Equity Theory). Teori keadilan memerinci kondisi-kondisi

yang mendasari seorang bekerja akan menganggap fair dan masuk akal insentif dan keuntungan dalam pekerjannya. Teori ini telah dikembangkan oleh Adam dan teori ini merupakan variasi dari teori proses perbandingan sosial. Komponen utama dari teori

ini adalah ―input‖, ‗hasil‖, ‗orang bandingan‖ dan ‗keadilan dan ketidak adilan‘. Input adalah sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung

pekerjaannya, seperti : pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya usaha yang dicurahkan, jumlah jam kerja, dan peralatan atau perlengkapan pribadi yang dipergunakan untuk pekerjaannya. Hasil adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang pekerja yang diperoleh dari pekerjaanya, seperti : upah/gaji, keuntungan sampingan, simbul status, penghargaan, serta kesempatan untuk berhasil atau ekspresi diri.

Menurut teori ini, seorang menilai fair hasilnya dengan membandingkan hasilnya : rasio inputnya dengan hasil : rasio input seseorang/sejumlah orang bandingan. Orang bandingan mungkin saja dari orang-orang dalam organisasi maupun organisasi lain dan bahkan dengan dirinya sendiri dengan pekerjaan-pekerjaan

13 Stephen P. Robbins,1998. Organizational Behaviour, buku 2, Alih bahasa : Hadyana 14 Pujaatmaka, Jakarta: Prenhallindo, 1998 h. 114

Robbin, Stephen, Op cit, h. 28

Wexley, Kenneth N dan Gary A. Op Cit h.130 Wexley, Kenneth N dan Gary A. Op Cit h.130

Ketidakadilan dapat terjadi dalam banyak cara. Misalnya, seorang pekerja menganggap gaji/upahnya tidak adil jika pekerja lain dengan kualifikasi yang sama menerima gaji/upah lebih besar, atau jika pekerja yang lain lebih rendah kualifikasinya menerima gaji/upah yang sama. Ini contoh ketidak adilan karena kompensasi yang lebih rendah. Menurut teori ini, seseorang juga akan mengalami ketidakadilan jika mendapat kompensasi relatif lebih banyak dari orang bandingannya.

3). Teori Dua Faktor. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan ‗disatisfier‖ atau ― hygiene

factors ‖ dan yang lainnya dinamakan ‗satisfier‖ atau ‗motivators‖. Hygiene factor meliputi hal-hal seperti : gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. Jumlah tertentu dari hygiene factors diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar seseorang seperti :kebutuhan keamanan dan berkelompok. Jika kebutuhan-kebutuhan ini tidak terpenuhi, seseorang tidak puas. Namun jika besarnya hygiene factors memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, seseorang tidak akan kecewa lagi tetapi belum tentu terpuaskan. Seseorang hanya terpuaskan jika terdapat jumlah yang memadai untuk faktor-faktor pekerjaan dinamakan satisfier. Satisfier adalah karakteristik pekerjaan yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan urutan lebih tinggi seseorang serta perkembangan psikologisnya, mencakup pekerjaan yang menarik penuh tantangan, kesempatan untuk berprestasi, penghargaan dan promosi. Jumlah satisfier yang tidak mencukupi akan merintangi para pekerja mendapatkan kepuasan positif yang menyertai

pertumbuhan psikologis. 16 Jadi dalam teori dua faktor ini membedakan antara kepuasan dengan ketidak

puasan. Faktor yang menjadi sumber kepuasan disebut ―satisfier‖ atau ‗motivators‖ dan dan faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan disebut ‗disastifier‖ atau ―hygiene factors ‖.

Berdasarkan beberapa pendapat dan beberapa uraian teori kepuasan kerja tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan kerja guru adalah sikap dan perasaan puas atau tidak puas seorang guru terhadap pekerjaan yang merupakan hasil penilaian yang bersifat subyektif terhadap aspek-aspek pekerjaan itu sendiri, gaji yang diterima, kesempatan untuk promosi dan pengembangan karir, kualitas kepala sekolah sebagai supervisor, dan hubungan dengan rekan sekerja.

2. Hakikat Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang harus ada dalam organisasi. Maju mundurnya organisasi, dinamis dan statisnya organisasi, tumbuh kembangnya organisasi, mati hidupnya organisasi, puas tidaknya orang dalam organisasi, gagal atau berhasilnya organisasi sebagian besar ditentukan oleh tepat tidaknya kepemimpinan seorang manajer organisasi.

Istilah ―kepala sekolah‖ tersusun dari dua kata yaitu ―kepala‖ yang dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga, dan ―sekolah‖ yaitu sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan member pelajaran. Jadi kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seseorang guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses

belajar mengajar, atau tempat di mana terjadinya interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.

Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang bersifat unik karena

Ibid, h. 136 Ibid, h. 136

tinggi. ―Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah.‖ 17 Kepala Sekolah sebagai manajer dan sekaligus sebagai seorang pemimpin punya andil besar terhadap

kelancaran pendidikan di bawah kepemimpinanannya. Kemampuan Kepala Sekolah untuk melakukan manajemen pendidikan perlu untuk di kuasai dan di tingkatkan mengingat sekolah sebagai suatu usaha yang menelorkan produk berupa sumber daya manusia dan bukan produk berupa barang komoditas.

Kepemimpinan dalam bahasa Inggris biasa disebut leadership. Gibson, Kepemimpinan adalah suatu upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan

(concoersive) untuk memotivasi orang-orang mencapai tujuan tertentu 18 . Bass (1990) sebagaimana dikutip Gibson et all , memberikan definisi kepemimpinan sebagai ―suatu

interaksi antara anggota suatu kelompok. Pemimpin merupakan agen perubahan, orang yang perilakunya akan lebih mempengaruhi orang lain daripada perilaku orang lain kelompok mengubah motivasi atau kompetensi anggota lainnya di dalam kelompok. 19 Davis mendefinisikan kepemimpinan adalah proses mendorong dan membantu orang lain untuk bekerja dengan antusias mencapai tujuan. 20 . Sedang

menurut Hersey dan Blanchard, kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam

suatu situasi tertentu. 21 Berdasarkan definisi tersebut, kepemimpinan itu akan terjadi apabila di dalam situasi tertentu seseorang mempengaruhi perilaku orang lain baik

secara perorangan ataupun kelompok. Setiap guru akan mempunyai tanggapan/respon masing-masing terhadap kegiatan kepemimpinan Kepala Sekolah. Tanggapan/respon tersebut bisa positif bisa negatif tergantung seberapa jauh persepsi guru menanggapi tingkah laku kepemimpinan Kepala Sekolah.

Jadi dapat disimpulkan yang dimaksud dengan kepemimpinan Kepala Sekolah adalah tanggapan guru terhadap cara atau usaha Kepala Sekolah dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan guru, staf, siswa, orang tua siswa, serta pihak lain yang terkait untuk bekerja, berperan serta guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Mengenai kriteria pemimpin suatu organisasi yang sukses harus memiliki beberapa syarat yaitu: (1) mempunyai kecerdasan yang lebih, untuk memikirkan dan memecahkan setiap persoalan yang timbul dengan tepat dan bijaksana, (2) mempunyai emosi yang stabil, tidak mudah diombang ambing oleh suasana yang yang berganti, dan dapat memisahkan persoalan pribadi, rumah tangga, dan organisasi, (3) mempunyai keahlian dalam menghadapi manusia serta bisa membuat bawahan menjadi senang dan merasa puas, (4) mempunyai keahlian untuk mengorganisir dan menggerakkan bawahannya dengan kebijaksanaan dalam mewujudkan tujuan organisasi, umpamanya tahapan bila dan kepada siapa tanggung jawab dan

wewenang akan diserahkan, dan (5) kondisi fisik yang sehat dan kuat 22 . Wahjosumidjo, mengemukakan empat pola perilaku kepemimpinan yang lazim

disebut gaya kepemimpinan yaitu perilaku instruktif, konsultatif, partisipatif, dan delegatif. Menurut Wahjosumidjo, perilaku kepemimpinan tersebut masing-masing memiliki ciri-ciri pokok, yaitu: (1) perilaku instruktif; komunikasi satu arah, pimpinan

18 Wahjosumidjo. Op cit, h. 349. Gibson, James L, et . all., 1988. Organisasi Perilaku, Struktur, Proses, Alih bahasa :

19 Djarkasih, Jakarta : Erlangga, h. 334 20 ibid, buku 2 hal. 5 Keith Davis & John W. Newstrom, 1985. Human Behaviour at Work, Alih bahasa : Agus 21 Dharma, Erlangga, Jakarta, h. 152 Paul Hersey dan Ken Blancard, 1982. Management of Organizational Behaviour, (Prentice

22 Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey, h. 83

Ermaya Suradinata. 1979. Psikologi Keguruan. Bandung: Ramandan, h. 79.

membatasi peranan bawahan, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan menjadi tanggung jawab pemimpin, pelaksanaan pekerjaan diawasi dengan ketat, (2) perilaku konsultatif; pemimpin masih memberikan instruksi yang cukup besar serta menentukan keputusan, telah diharapkan komunikasi dua arah dan memberikan supportif terhadap bawahan, pemimpin mau mendengar keluhan dan perasaan bawahan tentang pengambilan keputusan, bantuan terhadap bawahan ditingkatkan tetapi pelaksanaan keputusan tetap pada pemimpin, (3) perilaku partisipatif; kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan antara pimpinan dan bawahan seimbang, pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, komunikasi dua arah makin meningkat, pemimpin makin mendengarkan secara intensif terhadap bawahannya, keikutsertaan bawahan dalam pemecahan dan pengambilan keputusan makin bertambah, (4) perilaku delegatif; pemimpin mendiskusikan masalah yang dihadapi dengan bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan seluruhnya kepada bawahan, bawahan diberi hak untuk menentukan langkah-langkah bagaimana keputusan dilaksanakan, dan bawahan diberi wewenang untuk menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan keputusan sendiri. Dari keempat model tersebut yang penting untuk dikembangkan

adalah model kepemimpinan situasi. 23 . Menurut Miftah Toha persepsi terhadap kepemimpinan Kepala Sekolah didasarkan pada saling berhubungannya di antara hal- hal berikut ini: 1) jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, 2) jumlah dukungan emosional yang diberikan oleh pimpinan, 3) tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi atau tujuan

tertentu 24 .

Dalam hal ini, maka perilaku pengikut atau bawahan ini sangat penting untuk mengetahui kepemimpinan Kepala Sekolah karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau menolak pimpinannya, akan tetapi sebagai pengikut secara kenyataannya dapat menentukan kekuatan pribadi apapun yang dipunyai pemimpin. Untuk itu diperlukan gaya kepemimpinan dengan perilaku mengarahkan dan perilaku mendukung. ‖ Perilaku mengarahkan dapat dirumuskan sejauh mana seorang pemimpin melibatkan dalam komunikasi satu arah. Bentuk pengarahan dalam komunikasi satu arah ini antara lain menetapkan peranan yang seharusnya dilakukan pengikut, memberi tahu apa yang seharusnya dikerjakan di mana melakukan hal tersebut, bagaimana melakukannya serta melakukan pengawasan yang ketat. Perilaku mendukung adalah sejauh mana seorang pemimpin melibatkan dalam komunikasi dua arah, misalnya mendengar, menyediakan dukungan dan dorongan, memudahkan interaksi dan melibatkan pengikut dalam mengambil.

Jabatan kepala sekolah adalah seorang guru yang memiliki tugas tambahan sebagai kepala sekolah, oleh karena itu masih memiliki kewajiban jam mengajar tatap muka minimal 6 jam pelajaran. Menurut PP No. 19 Tahun 2005 pasal 38 seorang guru dapat menjadi kepala sekolah, harus memenuhi kriteria yang meliputi:

a. Berstatus sebagai guru;

b. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

c. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun; dan Sesuai keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah, Pasal 9 ayat (2), dijelaskan bahwa aspek penilaian Kepala Sekolah atas dasar tugas dan tanggungjawab Kepala Sekolah sebagai sebagai : (1) leader (pemimpin), (2) manajer; (3) educator (pendidik), (4) administrator, (5) wirausahawan, (6) pencipta iklim kerja, dan (7) supervisor (penyelia).

1. Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin)

24 Wahjosumidjo, Op cit, h, 25-26

Miftah Thoha, 1993. Kepemimpinan dalam Manajemen Suatu Pendekatan Perilaku,

Jakarta:Raya Srafindo Pustaka, h..56

Kepemimpinan Kepala Sekolah perlu diberdayakan yaitu melalui peningkatan kemampuan secara fungsional, sehingga Kepala Sekolah mampu berperan sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya. Kepala Sekolah harus bertindak sebagai manajer dan pemimpin yang efektif. Sebagai manajer ia harus mampu mengatur agar semua potensi sekolah dapat berfungsi secara optimal. Hal ini dapat dilakukan jika kepala sekolah mampu melakukan fungsi-fungsi manajemen dengan baik, meliputi (1) perencanaan; (2) pengorganisasian; (3) pengarahan; dan (4) pengawasan.

Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian, dan kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat sebagai berikut : (1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan (E. Mulyasa, 2003).

2. Kepala sekolah sebagai manajer Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, –seperti : MGMP/MGP tingkat sekolah, in house training, diskusi profesional dan sebagainya –, atau melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan di luar sekolah, seperti : kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain.

3. Kepala sekolah sebagai educator (pendidik) Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efisien.

4. Kepala sekolah sebagai administrator Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru.

5. Kepala sekolah sebagai wirausahawan Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan dihubungkan dengan peningkatan kompetensi guru, maka kepala sekolah seyogyanya dapat menciptakan pembaharuan, keunggulan komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang. Kepala sekolah dengan sikap kewirausahaan yang kuat akan berani melakukan perubahan- perubahan yang inovatif di sekolahnya, termasuk perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran siswa beserta kompetensi gurunya.

Sejauh mana kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, yang pada gilirannya dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

6. Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru lebih termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, (2) tujuan kegiatan perlu disusun dengan 6. Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru lebih termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, (2) tujuan kegiatan perlu disusun dengan

7. Kepala sekolah sebagai supervisor Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran (E. Mulyasa, 2004). Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, — tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan –, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran. .

Dengan demikian maka Kepala Sekolah yang kompeten secara umum harus memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, performance dan etika kerja sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Kepala Sekolah. Secara rinci komponen kompetensi profesional Kepala Sekolah pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah sebagai berikut :

Tabel 1 : Kompetensi Profesional Kepala SMK

No. Peran Unit Kompetensi

1 Kepala sekolah sebagai

1. Menyusun perencanaan sekolah Pemimpin

2. Mengelola kelembangaan sekolah

3. Menerapkan kepemimpinan Sekolah

4. Mengelola tenaga kependidikan Manajer

2 Kepala sekolah sebagai

5. Mengelola kesiswaan

6. Mengelola sarana dan prasarana

7. Mengelola hubungan sekolah dengan

masyarakat

8. Mengelola sistem informasi sekolah

9. Mengelola kegiatan produksi/jasa

3 Kepala sekolah sebagai

10. Mengelola pengembangan kurikulum dan Pendidik

kegiatan belajar mengajar

11. Mengelola ketatausahaan dan keuangan Administrator

4 Kepala sekolah sebagai

Sekolah

5 Kepala sekolah sebagai

12. Menerapkan prinsip-prinsip kewirausahaan Wirausahawan

13.Menerapkan pemanfaatan kemajuan IPTEK

dalam pendidikan

6 Kepala sekolah sebagai

14. Menciptakan budaya dan iklim kerja yang Pencipta iklim kerja

Kondusif

7 Kepala sekolah sebagai

15. Melakukan supervisi

Penyelia

16. Melakukan evaluasi

Sumber : Depdiknas : 2000

3. Hakikat Motivasi Kerja Guru

Kata motivasi berasal dari kata ―motive‖ yang berarti gerakan, motif juga diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.

Motivasi adalah dorongan seseorang untuk melaksanakan suatu hal, dorongan tersebut timbul dari dalam diri maupun dari lingkungan tempat tinggal seseorang.

Kata motivasi atau motivation berarti pemberian motif, penimbulan motif atau yang

atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Motivasi dapat pula berarti sebagai faktor yang mendorong orang untuk bertindak

menimbulkan

dorongan dorongan

organisasi. 25 Berendoom dan Stainer dalam Sedarmayanti (2001), mendefinisikan motivasi adalah kondisi mental yang mendorong aktivitas dan memberi energi yang

mengarah kepada pencapaian kebutuhan memberi kepuasan atau mengurangi ketidak seimbangan. 26 Menurut Nimran (1997), motivasi mengajar adalah keadaan diman

usaha dan kemauan keras seorang guru diarahkan kepada pencapaian hasil-hasil. Hasil-hasil yang dimaksud

Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan dari dalam diri untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi menimbulkan semangat pencapaian tersebut yang dipengaruhi oleh kemampuan komunikasi, penyajian materi dengan metode yang lebih baik, serta penguunaan media ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

Untuk memotivasi para guru kepala sekolah harus mengetahui motif dan motivasi yang diinginkan guru. Orang mau bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan baik kebutuhan yang disadari (conscious needs) maupun kebutuhan yang tidak disadarai (unsconscious needs), berbentuk materi atau nonmateri, kebutuhan fisik maupun rohani.

Peterson dan Plowman mengatakan bahwa orang mau bekerja karena faktor- faktor berikut :

a. TheDesire to Live (keinginan untuk hidup). Keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari setiap orang, manusia bekerja untuk dapat makan dan makan untuk dapat melanjutkan hidupnya.

b. The Desire for Position (keinginan untuk suatu posisi), Keinginan untuk suatu posisi dengan memiliki sesuatu merupakan keinginan manusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa manusia mau bekerja.

c. The Desire for Power (keinginan akan kekuasaan). Keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan selangkah diatas keinginan untuk memiliki, yang mendorong orang mau bekerja

d. The Desire for Recognation (keinginan akan pengakuan). Keinginan akan pengakuan, penghormatan, dan status sosial, merupakan jenis terakhir dari kebutuhan yang mendorong orang untuk bekerja. Dengan demikian, setiap pekerja mempunayai motiv keinginan (want) dan kebutuhan (needs) tertentu

dan mengharapkan kepuasan dari hasil kinerjanya. 27 Teori motivasi berhubungan dengan pengusahaan pemuasan kebutuhan

manusia. Teori yang paling terkenal antara lain sebagai berikut Hierarki kebutuhan Maslow. Suatu teori motivasi manusia yang telah mendapat banyak perhatian pad masa lalu dikembangkan oleh Abraham Maslow. Abraham Maslow dalam Soewarno Handayaningrat membagi kebutuhan manusia dalam hirarki kebutuhan, bahwa motivasi manusia berhubungan dengan lima kebutuhan, yaitu (1) kebutuhan fisik ( Physiological need ), (2) kebutuhan untuk memperoleh keamanan dan keselamatan (Security of Safety Need), (3) kebutuhan bermasyarakat (Social Need), (4) kebutuhan untuk memperoleh kehormatan (esteem need) (5) kebutuhan

untuk memperoleh kebanggaan (Self Actualization need). 28 Menurut Abraham Maslow, proses motivasi seseorang secara bertahap

mengikuti pemenuhan kebutuhan, dari kebutuhan yang paling dasar hingga kebutuhan yang paling kompleks. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan dasar, yang bersifat primer dan vital, yang menyangkut fungsi-fungsi biologis seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan, kesehatan fisik, seks, dan lain-lain. Kebutuhan rasa

25 Malayu S.P. Hasibuan, 1999. Organisasi dan Motivasi, Bumi Aksara, Jakarta, h. 102

27 Sedarmayanti, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, h. 70 28 Malayu Hasibuan, Op Cit, hal. 142 Soewarno Handayaningrat, 1982, Pengantar Studi Administrasi dan Management, Jakarta :

Gunung Agung, h. 99 Gunung Agung, h. 99

As‘ad, mengemukakan bahwa motivasi ialah segala sesuatu yang menggerakkan organisme baik itu sumbernya dari faktor internal ataupun eksternal.