Keragaman Dan Pemetaan Penyebab Bulai Jagung Di 13 Provinsi Indonesia

KERAGAMAN DAN PEMETAAN PENYEBAB PENYAKIT
BULAI JAGUNG DI 13 PROVINSI INDONESIA

UMMU SALAMAH RUSTIANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “ Keragaman dan
Pemetaan Penyebab Penyakit Bulai Jagung di 13 Provinsi Indonesia ” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Ummu Salamah Rustiani
NIM A362110061

RINGKASAN
UMMU SALAMAH RUSTIANI. Keragaman dan Pemetaan Penyebab Bulai Jagung di
13 Provinsi Indonesia. Dibimbing oleh MEITY SURADJI SINAGA, SRI
HENDRASTUTI HIDAYAT, dan SURYO WIYONO.
Penyakit bulai pada jagung di Indonesia merupakan kendala utama penurunan
produksi karena dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 100%. Penggunaan
kultivar tahan bulai yang intensif di tahun 1970-an mampu menurunkan tingkat kejadian
penyakit bulai. Namun kejadian penyakit bulai dilaporkan kembali pada tahun 1990-an
ketika ada temuan bahwa telah terjadi pematahan ketahanan beberapa kultivar hibrida
yang pada mulanya dilaporkan tahan bulai, mulai terinfeksi oleh penyebab bulai.
Data penurunan hasil hingga puso, kejadian ketahanan bulai terhadap fungisida,
patahnya ketahanan kultivar tahan bulai, serta kejadian penyakit yang selalu ada
sepanjang tahun, memicu upaya pengendalian bulai terus dilakukan. Langkah
pengendalian yang tepat perlu didukung oleh diagnosis penyebab penyakit yang
memadai. Namun hingga kini, identifikasi pseudo fungi penyebab bulai yang tergolong
dalam kelas Oomycetes masih sulit dilakukan. Identifikasi secara molekuler terkendala
ketiadaan primer spesifik spesies di Indonesia. Langkah pengendalian juga terkendala

oleh terbatasnya informasi tentang fisiologi dan ekologi, serta keragaman yang tinggi
diantara pseudo fungi penyebab bulai di Indonesia.
Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan mempelajari karakter
morfologi, molekuler, fisiologi, dan lingkungan abiotik spesies pseudo fungi penyebab
penyakit bulai pada jagung di Indonesia. Penelitian tersebut telah menambah
pengetahuan tentang keragaman morfologi, molekuler, gejala dan perubahan fisiologi
yang terjadi, serta faktor lingkungan abiotik yang mempengaruhi perkembangan
penyakit. Pengetahuan tersebut digunakan dalam penyusunan peta sebar penyakit bulai
berbasis morfologi, molekuler dan peta preferensi penyakit berbasis faktor abiotik yang
berpengaruh terhadap kejadian penyakit bulai di Indonesia.
Pengamatan terhadap jagung bergejala bulai di-13 provinsi di Indonesia
menunjukkan adanya tiga kelompok morfologi pseudo fungi penyebab bulai.
Kelompok pertama mempunyai konidia dengan bentuk bulat dan agak bulat (spherical
dan subspherical) berukuran 12-23 x 25-44 µm dan berdinding tipis, konidiofor
bercabang 3 sampai 4 kali berukuran 111-410 µm dilengkapi dengan sterigmata
diidentifikasi sebagai P. maydis. Konidia kelompok ke-2 berbentuk spherical berlapis
tebal dengan ukuran ketebalan 1-2 µm, berdiameter 9-10 x 10-11 µm, dengan
konidiofor membentuk percabangan sebanyak 2 kali teridentifikasi sebagai P. sorghi.
Konidia kelompok ke-3 berdinding tipis, berbentuk oval, berdiameter 11-15 x 15-40
µm dengan konidiofor bercabang 3 kali, berukuran 150-300 µm diidentifikasi sebagai

P. philippinensis. Spesimen Peronosclerospora sp. aff. P. sorghi asal NTT berbeda
dengan spesimen asal Bogor dan Malang, sehingga spesimen P. sorghi asal NTT,
berpeluang diusulkan sebagai kandidat jenis baru.
Uji konfirmasi secara molekuler menggunakan empat pasang primer spesifik yaitu
PmUF/PmUR, PsUF/PsUR, PsrUF/PsrUR, dan PpUF/PpUR direkomendasikan sebagai
metode identifikasi pseudo fungi penyebab bulai pada jagung di Indonesia berbasis
PCR. Empat pasang primer spesifik tersebut dirancang di area lestari gen penyandi
cytochrome oxidase 1, cytochrome oxidase 2, dan area ITS (internal transcribed
spacer).
Spesimen Peronosclerospora yang ditemukan menunjukkan tingkat

keragaman genetik yang tinggi. Analisis sikuen DNA dan asam amino menunjukkan
bahwa terjadi variasi yang tinggi antar spesimen pseudo fungi penyebab bulai jagung di
Indonesia.
Pengamatan terhadap faktor lingkungan abiotik di-5 provinsi di Jawa
menunjukkan bahwa spesies pseudo fungi P. maydis lebih banyak dijumpai pada
dataran rendah (400 mdpl) dan sedang (400-700 mdpl) bersuhu sekitar 25-30 °C,
kelembapan relatif 80-100%, curah hujan 1000-4000 mm/tahun, dan tipe tanah aluvial.
Namun kejadian penyakit di-13 provinsi di Indonesia menunjukkan preferensi terhadap
curah hujan rerata tahunan yang beragam sesuai dengan spesies penyebab penyakit.

Spesies P. maydis dijumpai pada curah hujan dengan kisaran paling lebar yaitu 1000
sampai 4000 mm/tahun, selanjutnya untuk P. sorghi dijumpai pada kisaran 1500-3000
mm/tahun. Spesies P. philippinensis mempunyai kisaran terpendek yaitu 1500-2000
mm/tahun.
Preferensi spesies pseudo fungi juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat dan
lokasi. Pemetaan daerah sebar penyakit bulai dan pemetaan preferensi spesies pseudo
fungi penyebab bulai terhadap curah hujan rerata per tahun telah disusun. Peta yang
telah disusun dapat digunakan sebagai dasar penentuan kultivar jagung yang akan
ditanam di suatu lokasi berbasis karakter lingkungan abiotik yang berpengaruh terhadap
penyakit bulai di Indonesia.
Variasi gejala di lapangan dan di rumah kaca telah diamati di semua area survei
pada fase pertumbuhan tanaman dan kultivar jagung yang berbeda-beda. Kejadian
penyakit dengan kisaran tertinggi lebih banyak diamati terjadi pada fase vegetatif
tanaman. Keragaman respons tanaman jagung berbeda-beda, dan tidak dipengaruhi
oleh jenis kultivar jagung yang ditanam. Variasi gejala yang diamati antara lain gejala
klorotik sistemik, klorotik non sistemik, gejala kerdil, gejala daun menyempit dan tegak
seperti kipas, serta gejala malformasi tongkol dan biji jagung. Keragaman gejala di
lapangan tampaknya berhubungan dengan spesies pseudo fungi penyebab bulai pada
jagung.
Konfirmasi perubahan fisiologi di rumah kaca menunjukkan bahwa gejala klorosis

berkaitan dengan penurunan kandungan total klorofil daun berkisar 75.9% sampai
89.8% dan penurunan konduktansi stomata akibat penutupan stomata oleh propagul
pseudo fungi bulai. Abnormalitas tongkol jagung disebabkan oleh gangguan proses
fotosintesis yang ditunjukkan dengan penurunan gula total pada daun. Infeksi pseudo
fungi pada beberapa kultivar lokal jagung berpengaruh terhadap peningkatan enzim
yang berperan dalam pertahanan tanaman terhadap penyakit yakni polifenol oksidase
dan peroksidase.
Pengetahuan memadai yang dihasilkan dari penelitian ini dapat dimanfaatkan
untuk menunjang penyusunan strategi pengendalian terhadap penyakit bulai jagung di
Indonesia. Pengendalian penyakit bulai yang tepat berdasarkan pengetahuan terkini
tentang morfologi dan molekuler pseudo fungi penyebab bulai, fisiologi tanaman jagung
terinfeksi bulai, dan lingkungan abiotik yang mempengaruhi perkembangan penyakit
bulai diharapkan mampu mengurangi risiko kejadian epidemi bulai di tingkat lapangan.
Kata kunci: ekologi, morfologi, fisiologi, primer spesifik

SUMMARY
UMMU SALAMAH RUSTIANI. Diversity and Disease Mapping of Downy Mildew of
Maize in 13 Provinces in Indonesia. Supervised by MEITY SURADJI SINAGA, SRI
HENDRASTUTI HIDAYAT, and SURYO WIYONO.
Downy mildew is very detrimental disease of maize production in the world. The

use of intensive downy mildew-resistant cultivars in the 1970s was able to decrease the
incidence of downy mildew. However, the incidence of downy mildew was reported
back in the 1990s when there were reports that there has been resistance to metalaxyl in
Kediri and Bengkayang, as well as some of the cultivars which are initially reported
downy mildew resistant, again infected by downy mildew.
The economic importance of downy mildew of maize and the recent report of
disease emergence of downy mildew in some of hybride of maize, as well as the
obstacles of control strategies of the disease, triggering the ongoing research to mitigate
this disease. Appropriate control measures require to be supported by adequate
etiological diagnosis. Identification of downy mildew based on morphological
characters still unreliable. Control measures are also constrained by limited information
on the physiology and ecology, as well as a high diversity among pseudo fungi causes
downy mildew in Indonesia.
Adequate information regarding the identification key based on morphological
and morphometric characteristic of the causal fungi of maize downy mildew in
Indonesia is limited. However there were no specific primers available to identify the
causal pseudo fungi of maize downy mildew based on PCR. Study for detection and
identification of morphological, morphometric, and molecular based is urgently
required. Conducted a study to characterize morphological, molecular, physiological,
and environmental abiotic pseudo species of fungi causes downy mildew on maize in

Indonesia is highly needed. Furthermore, the results of the characterization purposed
gathering information about the diversity of morphology, molecular, symptoms and
physiological changes that occur, as well as abiotic environmental factors that influence
the development of disease.
Artificial sporulation induction method performed to obtain the whole
morphology of the pseudo fungi. The fungi were morphologically identified based on
the shape and morphometric conidia, conidiophores, and sterigmata. Observation of
symptomatic maize downy mildew collected from 13 provinces in Indonesia showed
that conidia with spherical and subspherical measuring 10.4-21.4 x 9.7-12.1 µm,
branched conidiophores 3 to 4 times the size of 111-410 µm equipped with sterigmata
identified as P. maydis. Another spherical conidia padded with size of 1-2 µm thickness,
diameter of 9-10 x 10-11 µm, with a branching conidiophores forming 2 times
identified as P. sorghi. P. philippinensis observed with thin-walled conidia, oval,
diameter of 11-15 x 15-40 µm with branched conidiophores 3 times, measuring 150-300
µm. Peronosclerospora sp. aff. P. sorghi specimens from NTT differs with other two
specimens from Bogor and Malang. Based on those conidia characters of the specimens
this species from NTT propose as a new species candidate infra species level
Molecular confirmation test using specific primers were designed in the
cytochrome oxidase sub unit 1, 2 and ITS is recommended as a method of confirmatory
test of the morphological characteristics of downy mildew of in Indonesia. Disease

mapping indicated that P. maydis was found more prevalence in maize at low and

moderate altitudes compared to the high altitude. Alluvial soil type was more
predominant than other types. Ecological character of this disease is limited during last
four decades. The prevalence and morphological character of P. maydis at different
geographic and climate were studied. A total of 228 samples to determine prevalence of
P. maydis were surveyed in this study from five provinces of Java.
Disease incidence and ecological data for each location were recorded.
Morphological character was observed including conidial and coniodiophore
measurement suporting identification of the causal fungi. Identification based on
morphological character of conidium showed that 68% as samples identified as P.
maydis. The most prevalence of java downy mildew based on disease incidence in Java,
highly occured in area with temperature range of 25-30 °C, relative humidity 80-100%,
and 1000-3000 mm annual rain fall. P. maydis was found frequently in maize at low
altitude (0-500 m.asl), vegetative stadia of maize, and alluvial soil type. Two examples
of downy mildew symptoms were observed in Bogor and Malang with a range of
medium to high altitude identified as P. sorghi.
However, the average annual rainfall showed varies of disease incidence in 13
provinces in Indonesia. The preferences of annual rainfall depend on the causal species
of downy mildew. P. maydis found in precipitation with the widest range of 1000 to

4000 mm / year , P. sorghi found in the range of 1500-3000 mm / year, and P.
philippinensis species have the shortest range is 1500-2000 mm / year.
Variations of symptoms in the field and in the greenhouse have been observed
ranging from symptoms of systemic and non-systemic chlorotic, stunted symptoms,
symptoms of leaf narrow and upright like a fan, as well as symptoms of malformations
cobs and maize kernels. Confirmation of physiological changes in the greenhouse
showed that chlorosis symptoms associated with a decrease in total chlorophyll content
of leaves ranging from 75.9% to 89.8% and a decrease in stomatal conductance due to
stomatal closure by propagules of downy mildew. Decreasing of chlorophyll content
and total sugars in leaves results an abnormal of maize cobs infected by downy mildew
artificially. However, increasing of enzymes of phenolic compound that play an
important role in plant defense against the disease (polyphenol oxidase and peroxidase)
showed at local cultivars of maize from 5 provinces in Indonesia.
Adequate knowledge generated from this research can be used to support the
strategies of control against downy mildew of maize in Indonesia. Control strategies of
downy mildew is based on current knowledge about morphology and molecular pseudo
fungus causes downy mildew, as well as physiology of infected maize and abiotic
environment that influence the development of downy mildew is expected to reduce the
risk of downy mildew epidemic at the field level.
Keywords: ecology, morphology, physiology, specific primer


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KERAGAMAN DAN PEMETAAN PENYEBAB PENYAKIT
BULAI JAGUNG DI 13 PROVINSI INDONESIA

UMMU SALAMAH RUSTIANI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Fitopatologi


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji pada Sidang Tertutup:
1. Prof. Dr. Memen Surahman, M.Sc.Agr.r I
(Departemen Agronomi dan Hortikultura Bagian Ilmu dan Teknologi Benih,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor)
2. Dr. Ir. Gayuh Rahayu
(Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Insitut Pertanian Bogor, Bogor)
, MS
Penguji pada Sidang Promosi:
1. Dr. Ir. Gayuh Rahayu
(Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Insitut Pertanian Bogor, Bogor)
2. Dr. Ir. Eliza Suryati Rusli, M.Si
(Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, Badan Karantina Pertanian,
Kementerian Pertanian, Surabaya)
Prof Dr Ir Marimin, MS
Dr Ir Naresworo Nugroho, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah keragaman dan
pemetaan penyebab penyakit bulai jagung di-13 provinsi Indonesia.
Terima kasih penulis haturkan kepada Prof. Dr. Meity Suradji Sinaga, M.Sc.,
Prof. Dr. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc., dan Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc. selaku
komisi pembimbing. Penghargaan penulis juga disampaikan kepada Prof. Dr. memen
Surachman, M.Sc.Agr, Dr. Ir. Gayuh Rahayu, MS, dan Dr. Eliza Suryati Rusli, M.Si.
sebagai penguji luar komisi. Disamping itu tak lupa penulis ucapkan terima kasih
kepada Ir.Rudi Eko Subagiono M.Sc. dari BB Litbang Sumber Daya Lahan
Pertanianatas verifikasi data jenis tanah penulis dan Dr. Dono Wahyuno, M.Sc atas
sumbangan isolatnya.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Badan SDM Kementerian
Pertanian, Kepala Badan Karantina Pertanian, Kepala Unit Pelaksana Teknis lingkup
Badan Karantina Pertanian beserta staf antara lain BUTTMKP, BBKP Tanjung Priok,
BBKP Makassar, BBKP Tanjung Perak, dan UPT lain diantaranya BKP Bengkulu,
BKP Lampung, BKP Yogyakarta, BKP Cilacap, BKP Kupang, BKP Manado, dan BKP
Pontianak, yang telah memfasilitasi selama survei di lapangan dan pelaksanaan
penelitian di rumah kaca.
Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
fungsional POPT, rekan-rekan yang membantu di rumah kaca dan di lapangan yang
tidak bisa disebut satu persatu, serta semua rekan seperjuangan Fitopatologi Angkatan
2011 atas saling memberi semangat. Penghormatan yang tinggi kepada ayah, ibu,
mertua, suami, anak-anak, dan keluarga besar atas doa dan dukungannya hingga akhir
studi.
Semoga disertasi ini bermanfaat bagi perkembangan pertanian bangsa.
Bogor, Agustus 2015
Ummu Salamah Rustiani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kebaharuan dan Keunggulan
Ruang Lingkup Penelitian

x
x
xiii

2 TINJAUAN PUSTAKA

7

3 PEMETAAN PSEUDO FUNGI PENYEBAB BULAI JAGUNG DI
INDONESIA BERBASIS KERAGAMAN MORFOLOGI
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan
4 KERAGAMAN GENETIK PERONOSCLEROSPORA DI INDONESIA
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan
5 KERAGAMAN GEJALA PENYAKIT BULAI DAN RESPONS
FISIOLOGI KULTIVAR JAGUNG TERHADAP INFEKSI
Peronosclerospora maydis DI RUMAH KACA
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan
6 PEMETAAN BERBASIS LINGKUNGAN ABIOTIK YANG
BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT BULAI
JAGUNG DI INDONESIA
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan
7 PEMBAHASAN UMUM
8 SIMPULAN UMUM
9 SARAN

1
4
4
4
5
5

17
18
21
32
35
36
37
38
47
52

53
54
55
62
66

67
68
68
73
76
77
81
82

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

83

RIWAYAT HIDUP

108

91

DAFTAR TABEL
1
2

3

4

5

6
7
8

9

10

Deskripsi morfologi dan morfometri spesies pseudo fungi penyebab bulai
jagung (Smith dan Renfro 2002; CIMMYT 2010)
Nama pasangan, urutan basa, dan ukuran pita DNA masing-masing primer
spesifik yang digunakan untuk uji konfirmasi morfologi pseudo fungi bulai
temuan di area survei di-13 provinsi di Indonesia
Program siklus PCR untuk pasangan primer PmUF/PmUR, PsUF/PsUR,
PsrUF/PsrUR, dan ppUF/PpUR, dengan 1 kali siklus pada awal sintesa
yang dilanjutkan dengan jumlah siklus sesuai dengan nama primer
Daftar runutan nukleotida, daerah asal, dan nomor asesi spesimen
Peronosclerospora spp yang telah didaftar di pangkalan data nukleotida
NCBI
Persen homologi maksimum, nilai e-value, dan query cover spesimen
pseudo fungi Peronosclerospora spp hasil survei di-13 provinsi di
Indonesia dibandingkan dengan sikuen yang tersedia di NCBI
Penilaian ketahanan tanaman terhadap infeksi pseudo fungi penyakit bulai
jagung
Masa inkubasi dan persen kejadian penyakit kultivar jagung lokal terinfeksi
Peronosclerospora maydis di rumah kaca
Kejadian penyakit yang diamati pada kultivar lokal jagung dari beberapa
lokasi survei, berikut informasi lain diantaranya hasil identifikasi secara
morfologi dan/ atau molekuler Peronosclerospora spp
Rerata kandungan unsur kimia akibat perubahan fisiologi jagung kultivar
lokal oleh infeksi Peronosclerospora maydis di rumah kaca dengan
inokulasi buatan
Frekuensi kejadian penyakit bulai pada 228 titik di-5 provinsi di Jawa
berdasarkan tipe tanah dan ketinggian tempat

10
27

28

29

40

54
56
61

62

71

DAFTAR GAMBAR
1
2

3

4

5

6

7

8

9

Bagan alur penelitian keragaman dan pemetaan penyakit bulai di Indonesia
Morfologi pseudo fungi penyebab bulai jagung, a) Peronosclerospora
maydis, b) P. philippinensis, c) P. sorghi, d) P. sacchari, e) P. spontanea,
f) Sclerospora graminicola, g) Sclerophthora macrospora
Metode pengambilan contoh secara transek garis, untuk menghitung
kejadian penyakit (KP) pada satu petak contoh; a) garis transek kondisi di
lapangan, b) petak contoh untuk penghitungan KP
Konidiofor Peronosclerospora spp dengan panjang 377 µm keluar dari
stomata daun (tanda panah) dengan bentuk menyempit ke arah sel basal,
hyaline, bercabang, dan determinate, diamati di bawah mikroskop elektron
(SEM)
Perbedaan morfologi konidia Peronosclerospora sorghi spesimen asal a)
Bogor dan b) Malang, dengan P. sorghi spesimen asal c) NTT, diamati di
bawah mikroskop cahaya
Perkecambahan konidia Peronosclerospora spp diamati di bawah
mikroskop kompon, a) tabung kecambah konidia, b) perkembangan lebih
lanjut tabung kecambah membentuk sel yang menggembung (bloated), c)
sel konidiofor memulai percabangan membentuk bakal sterigmata, d)
pertumbuhan sterigmata yang dilengkapi konidia yang telah masak,
menempel di ujung sterigmata
Konidiofor dan konidia Peronosclerospora spp. (a) konidia kelompok 1
(P. maydis) dengan dinding sel tipis, dibandingkan dengan konidia
kelompok 2 (P. sorghi) yang berdinding tebal, dan konidia oval penciri
kelompok 3 (P. philippinensis), (b) konidiofor P. maydis dengan 4 kali
percabangan sterigmata dibandingkan dengan konidiofor P. sorghi
dengan 2 kali percabangan, dan P. philippinensis dengan 3 kali
percabangan konidiofor, c) konidiofor dan konidia kelompok 1 untuk P.
maydis, kelompok 2 untuk P. sorghi, dan konidia dan konidiofor
kelompok 3 untuk P. philippinensis, yang diamati di bawah mikroskop
cahaya menggunakan pewarna methylene blue
Konstruksi primer spesifik P. maydis, P. sorghi. P. eriochloae, P. sacchari,
Sclerospora macrospora, pada area COXII dan COX, serta P.
philippinensis dan Slerophthora graminicola pada area ITS
Visualisasi pita DNA hasil amplifikasi dengan A) primer PmUF/PmUR
pada gel agaros 1,5% (M) Penanda DNA 100pb (Thermosci), (1) kontrol
positif, (2) kontrol negatif, (3) Peronosclerospora maydis spesimen Bogor,
(4) P. maydis spesimen Lampung; B) Primer PsUF/PsUR pada gel agaros
2%, (M) Penanda 50pb (Thermosci), (1) kontrol negatif, (2) kontrol positif,
(3) spesimen Phythophthora capsici (BIOTROP), (4) spesimen
Colletotrichum acutatum (Hartati 2014), (5) spesimen Malang, (C) Primer
PpUF/PpUR pada gel agaros 2%, (M) penanda DNA 50pb (Thermosci),
(1) kontrol negatif, (2) kontrol positif, (3) spesimen P. philippinensis
spesimen Lampung, (4) P. philippinensis spesimen Sulawesi Selatan, (5) P.
philippinensis spesimen Sulawesi Utara, (D) primer PsrUF/PsrUR pada gel
agarose 1,2%, (M) penanda DNA 100pb, (1) kontrol negatif, (2)
Peronosclerospora sorghi spesimen Lampung, (3) P. sorghi spesimen

6
12

19

21

22

24

25

28

29

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

Makassar, (4) P. sorghi spesimen NTT, (5) P. sorghi spesimen Malang
Peta sebar pseudo fungi penyebab penyakit bulai jagung
Peronosclerospora maydis, P. sorghi, dan P. philippinensis di-13 provinsi
di Indonesia yang diamati mulai bulan Januari 2013 sampai Februari 2014
berdasarkan ciri morfologi dan sikuen DNA
Visualisasi fragmen DNA hasil amplifikasi dengan (A) primer
PpUF/PpUR pada gel agaros 2%; (M) penanda DNA 100pb (Thermosci);
(1) kontrol negatif; (2) spesimen Peronosclerospora philippinensis asal
Lampung; (3) Takalar; (4) Maros; (5) Minahasa Selatan; (6) kontrol
positif; (B) primer PmUF/PmUR pada gel agaros 1,5%; (1) spesimen P.
maydis asal Sukabumi; (2) Purwokerto; (3) Madura; (4) Maros; (6) kontrol
positif P. maydis; (C) primer PsUF/PsUR pada gel agaros 1,5%; (1)
spesimen P. sorghi asal lampung; (1) Bogor; (2) Malang; (3) Bengkayang;
(4) Maros; (5) Takalar; (6) NTT; (8) kontrol positif P. sorghi; (M) penanda
DNA 100pb (Thermosci)
Kladogram hubungan antara spesimen Peronosclerospora spp dari
beberapa lokasi di Indonesia berbasis cytochrome oxidase COX untuk P.
maydis dan P. sorghi dengan P. philippinensis yang dideposit di
pangkalan data NCBI sebagai spesies out of group. Analisis didasarkan
pada metode Neighbour Joining dengan nilai ulangan bootstrap 1000x
yang tersedia di perangkat lunak Mega 6.0 menunjukkan 2 kelompok
yang terpisah berbasis COX. Kelompok 1 terdiri dari spesies P. maydis
dan kelompok 2 teridiri dari spesimen P. sorghi.
Cladogram spesimen Peronosclerospora maydis (Pm) hasil survei di-13
provinsi di Indonesia dengan spesimen Pm yang tersimpan di pangkalan
data NCBI
Variasi sangat tinggi (blok merah) urutan nukleotida DNA hasil
pensejajaran antara spesimen Peronosclerospora maydis (Pm) hasil survei
dengan spesimen Pm yang tersimpan di pangkalan data NCBI
Cladogram spesimen Peronosclerospora sorghi (Ps) hasil survei di-13
provinsi di Indonesia dengan spesimen Ps yang tersimpan di pangkalan
data NCBI
Variasi sangat tinggi (blok merah) urutan nukleotida DNA hasil
pensejajaran antara spesimen Peronosclerospora sorghi (Ps) hasil survei
dengan spesimen Ps yang tersimpan di pangkalan data NCBI
Cladogram spesimen Peronosclerospora philippinensis (Pp) hasil survei
di-13 provinsi di Indonesia dengan spesimen Pp yang tersimpan di
pangkalan data NCBI
Variasi sangat tinggi (blok merah) urutan nukleotida DNA hasil
pensejajaran antara spesimen Peronosclerospora philippinensis (Pp) hasil
survei dengan spesimen Pp yang tersimpan di pangkalan data NCBI
Area konservasi (blok kuning) variasi (tanda panah berwarna merah) hasil
pensejajaran asam amino spesimen Peronosclerospora maydis (Pm) dan P.
sorghi (Ps) hasil survei dengan spesimen Pm dan Ps yang terdeposit di
pangkalan data NCBI menggunakan perangkat lunak clustal omega dan
jalview version 2
Variasi gejala infeksi Peronosclerospora spp pada stadia vegetatif tanaman
jagung di lapangan; a) klorotik sistemik; b) klorotik non sistemik; c)

31

39

41

42

42

44

44

45

45

46

57

21

22

23

24
25

26

27

klorotik sejajar venasi daun; d) daun seperti kipas dan tanaman mengerdil;
dan e) belang daun sistemik
Variasi gejala kipas dijumpai di lokasi yang berbeda yakni a) kipas disertai
tanaman mengerdil di Yogyakarta dataran sedang; b) kipas disertai
penyempitan daun di NTT dan Sulawesi Utara; c) kipas tanpa disertai
pengerdilan tanaman di Lampung, serta d) tanda berupa butiran seperti
tepung yang menyertai semua gejala yang diamati
Gejala abnormalitas tongkol jagung akibat infeksi pseudo fungi bulai pada
fase pertumbuhan generatif jagung jagung; a) tongkol tidak tertutup klobot;
b) tongkol tidak terisi penuh dengan biji
Kisaran persen kejadian penyakit bulai dari sangat rendah (0-5); rendah
(>5-10); sedang (>10-20); agak tinggi (>20-40); tinggi (>40-60); sangat
tinggi (>60) pada fase vegetatif dan fase generatif tanaman jagung berbagai
kultivar di-5 Provinsi di Jawa
Gejala infeksi Peronosclerospora maydis pada tongkol jagung kultivar
lokal Raja Madura dengan teknik inokulasi buatan di rumah kaca
Persen kejadian penyakit (KP) di-13 provinsi di Indonesia pada nilai rerata
kondisi faktor lingkungan abiotik meliputi suhu (°C), kelembapan relatif
(%), curah hujan (cm/tahun), dan jumlah hari hujan berdasarkan data BPS
tahun 2014
Dominasi rerata suhu (A); kelembapan relatif enam bulan (B); dan curah
hujan enam bulan (mm) (C); terhadap persentase kejadian penyakit (%)
yang diamati di 228 lokasi di-5 Provinsi di Jawa mulai bulan Januari
sampai Juli 2013
Peta preferensi penyakit bulai pada curah hujan rerata per tahun di
Indonesia versi Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
tahun 2013

58

59

60

60
70

71

72

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

3
4
5
6
7
8

Data lokasi survei di-13 provinsi di Indonesia
Rerata suhu, kelembapan relatif, curah hujan, dan jumlah hari hujan
(BPS 2014) dan persen kejadian penyakit (KP) bulai pada tanaman
jagung di-13 provinsi di Indonesia yang menjadi area survei penelitian
Tahap induksi sporulasi buatan pseudo fungi Peronosclerospora penyebab
bulai jagung (Burhanuddin 2011)
Tahap identifikasi Peronosclerospora dengan metode PCR
Teknik inokulasi buatan spesimen Peronosclerospora maydis pada
beberapa kultivar jagung lokal di rumah kaca
Daftar istilah bentuk konidia yang digunakan dalam penentuan
morfologi pseudo fungi (Ulloa dan Hanlin 2000)
Istilah morfologi yang tercantum pada Illustrated Dictionary of
Micology edisi pertama oleh Ulloa dan Hanlin (2000)
Empat lokasi survei di-3 provinsi di Jawa yang tidak menunjukkan
gejala bulai jagung

91

100
101
102
103
104
106
107

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang
mempunyai peran strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian
Indonesia. Komoditas ini mempunyai beragam fungsi baik untuk pangan maupun
pakan ternak. Sistem perekonomian nasional menempatkan jagung sebagai
kontributor terbesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan. Hal ini
dikarenakan sumbangan jagung terhadap produk domestik bruto (PDB) terus
meningkat setiap tahun.
Upaya maksimal peningkatan produksi jagung di dalam negeri sebagai
upaya swasembada jagung telah mampu menaikkan angka produksi jagung
nasional pada tahun 2014 sebesar 3.3% (BPS 2014). Akan tetapi jumlah produksi
tersebut hingga kini belum mampu mencukupi kebutuhan lokal, sehingga masih
diperlukan impor baik dalam bentuk biji-bijian konsumsi maupun benih. Menurut
catatan BPS (2014), importasi jagung dari beberapa negara produsen antara lain
India, Brasil, Thailand, dan Amerika pada tahun 2014 ditujukan untuk mengisi
kebutuhan nasional sekitar 50%. Negara-negara pengimpor jagung termasuk
daerah endemik organisme penganggu tumbuhan karantina (OPTK) terbawa benih
dan biji-bijian, antara lain pseudo fungi penyebab bulai jagung (BKP 2011).
Spesies penyebab bulai di Indonesia hingga kini adalah Peronosclerospora
maydis, P. philippinensis, dan P. sorghi. Spesies P. maydis telah dilaporkan
sebagai penyebab utama bulai jagung di Indonesia sejak seratus tahun lalu.
Spesies asli Indonesia ini dikenal sebagai java downy mildew. Dua spesies lain
penyebab bulai jagung termasuk dalam daftar OPTK kategori A2 (Semangun
2008; Wakman 2005; BKP 2011). Hasil analisis risiko introduksi pseudo fungi P.
sorghi melalui importasi jagung dari negara endemik bulai menunjukkan kategori
risiko tinggi. Oleh karena itu kewaspadaan terhadap masuk dan tersebar spesies
tersebut di wilayah Indonesia harus ditingkatkan.
Kewaspadaan akan masuk dan tersebarnya OPTK tersebut di Indonesia
diinisiasi melalui penelitian tentang morfologi, molekuler, peta daerah sebar, dan
lingkungan abiotik yang berpengaruh terhadap pseudo fungi penyebab bulai
jagung yang hingga kini masih kurang memadai. Kesamaan morfologi yang
tinggi di antara spesies penyebab bulai masih menjadi kendala diagnosis penyakit
yang valid. Penelitian komprehensif tentang cara bertahan dan peta daerah sebar
penyakit bulai jagung tertuang dalam suatu disertasi oleh Semangoen pada tahun
1968. Namun informasi yang sudah lama tersebut perlu diperbarui. Oleh sebab
itu, informasi terkini tentang pseudo fungi bulai jagung di Indonesia masih
diperlukan, terlebih karena pseudo fungi bulai mempunyai arti penting secara
ekonomi.
Kerugian secara ekonomi karena penyakit bulai telah dikompilasi oleh
Semangoen (1968) berdasarkan laporan peneliti lain mulai tahun 1919 hingga
1937 di wilayah Jawa dan Madura. Kisaran kerugian tersebut tercatat 10%
sampai lebih dari 90% atau puso. Penggunaan kultivar tahan bulai yang intensif di
tahun 1970-an menyebabkan penurunan kejadian penyakit bulai. Kejadian
penyakit bulai dilaporkan kembali terjadi pada tahun 1990-an ketika ada laporan
kejadian ketahanan bulai terhadap fungisida metalaksil (Wakman 2009;

2

Burhanuddin 2009) serta beberapa kultivar yang dilaporkan tahan bulai, mulai
terinfeksi oleh pseudo fungi bulai.
Laporan terkini tentang kejadian penyakit hingga menyebabkan kerugian
sampai 80% di beberapa sentra jagung di Jawa Timur, di Kabupaten Sidrap, dan
di Kalimantan Barat menambah data tentang arti penting bulai jagung di Indonesia
(Bachtiar dan Tenrirawe 2008; Soenartiningsih dan Talanca 2010; Soenartiningsih
2011; Surtikanti 2011). Lebih lanjut dilaporkan bahwa kejadian penyakit pada
kultivar jagung rentan bulai, pada bulan Januari sampai Februari 2013 di daerah
Jawa Barat dan Jawa Timur mencapai lebih dari 90% pada jagung berumur 20-30
hari, namun pada umur lebih dari 70 hari kejadian penyakit menurun hingga
mencapai 10% (pengamatan pribadi).
Penyakit bulai berdasarkan penelitian terdahulu, disebabkan oleh 10 spesies
pseudo fungi yang tergolong dalam 3 genera yaitu 7 spesies dari genus
Peronosclerospora, 2 spesies dari Sclerophthora, dan 1 spesies dari Sclerospora
(White 2000; Wakman 2006). Laporan peta sebar pseudo fungi penyebab
penyakit di Indonesia, yang hanya disebabkan oleh 3 spesies pseudo fungi yaitu P.
maydis, P. philippinensis, dan P. sorghi telah dilakukan Balai Penelitian Tanaman
Serealia (Balitsereal) Maros sejak tahun 2002 (Wakman 2006; Burhanuddin
2011b; Surtikanti 2012). Namun demikian pemetaan tersebut belum mewakili
kondisi geografis lokasi Indonesia secara keseluruhan. Kondisi geografis
diketahui turut berperan dalam kejadian penyakit. Oleh karena itu pemetaan yang
mewakili kondisi geografis lokasi di Indonesia perlu dilakukan. Informasi
pemetaan suatu penyakit tanaman diperlukan guna efisiensi tindakan pengelolaan
dalam rangka pengendalian penyakit tanaman.
Laporan terbaru ditemukannya spesies P. sorghi berdasarkan karakter
morfologi pada tahun 2002 dan 2006 oleh Balitsereal Maros, merupakan laporan
yang masih perlu dikonfirmasi. Konfirmasi laporan tersebut penting berkenaan
dengan status P. sorghi sebagai OPTK kategori A1, yakni OPTK yang belum
pernah dilaporkan terdapat di Indonesia. Status OPTK P. sorghi berdasarkan
laporan tersebut sejak tahun 2011 berubah menjadi kategori A2 yaitu OPTK yang
dilaporkan ada di wilayah terbatas di Indonesia (BKP 2011).
Spesies P. sorghi telah dilaporkan juga terdapat di Malaysia dan Thailand
sejak lama (Bonman 1983, Ahmad et al. 1994), namun masih terdapat keraguan
penamaan atau identitas spesies, karena morfologi yang menyerupai diantara
spesies penyebab bulai. Konfirmasi dengan metode molekuler untuk mengetahui
identitas pseudo fungi penyebab bulai dengan tepat masih sangat diperlukan,
untuk memperoleh identitas spesies penyebab bulai yang valid. Semangoen
(1968) menduga bahwa spesies P. sorghi sebenarnya bukan spesies yang berbeda
dengan P. maydis, namun mungkin patovar dari P. maydis. Dugaan ini makin
menambah informasi bahwa identifikasi morfologi terkendala dalam penentuan
spesies penyebab yang lebih valid.
Spesies P. philippinensis dan P. spontaneum diidentifikasi sebagai pseudo
fungi penyebab bulai jagung di Filipina, namun pernah dilaporkan ada di Sulawesi
(Semangoen 1968). Laporan temuan spesies baru yang menginfeksi jagung di
Australia bagian utara yakni P. australiensis (Shivas et al. 2011) yang
sebelumnya teridentifikasi sebagai P. maydis menjadikan penyebab bulai jagung
saat ini berjumlah 11 spesies.

3

Temuan terbaru spesies P. sorghi pada tahun 2002, laporan ketahanan
penyebab bulai terhadap fungisida, serta temuan spesies baru di Australia,
semakin mendorong pentingnya segera dilakukan pemetaan penyebab penyakit
bulai di Indonesia. Lebih-lebih spesies P. philippinensis juga telah dilaporkan
menyebar ke wilayah Lampung serta laporan terdahulu keberadaan spesies P.
spontaneum di Sulawesi Utara, yang saat ini belum pernah lagi dilaporkan.
Keseluruhan informasi keberadaan OPT/K tersebut masih perlu dikonfirmasi.
Konfirmasi atas keberadaan suatu OPT/K diperlukan guna pembaruan status
kategori OPT/K serta langkah mitigasi risiko pemasukan pseudo fungi tersebut di
wilayah Indonesia. Oleh karena itu identifikasi penyebab bulai diperlukan dalam
rangka optimalisasi langkah mitigasi dampak negatif yang ditimbulkan melalui
tindakan pengendalian. Identifikasi dilakukan di area sentra produksi dan bukan
sentra produksi, khususnya di area perbatasan yang berpotensi terjadi introduksi
OPT/K yang merugikan tersebut.
Langkah pengendalian yang tepat perlu didukung oleh diagnosis penyebab
penyakit yang memadai. Namun hingga kini, identifikasi pseudo fungi penyebab
bulai yang tergolong dalam kelas Oomycetes masih sulit dilakukan. Hal ini
disebabkan adanya kesamaan morfologi konidia dan konidiofor pseudo fungi yang
tinggi. Oleh karena itu, identifikasi morfologi perlu dikonfirmasi dengan
identifikasi secara molekuler. Beberapa penelitian molekuler terutama untuk
Peronosclerospora di Indonesia berbasis simple sequence repeats (SSR)
menunjukkan adanya perbedaan spesies penyebab bulai di lokasi yang terpisah
secara geografi.
Hasil konfirmasi morfologi dan keragaman berbasis marka SSR oleh
peneliti sebelumnya menyebutkan bahwa spesimen penyebab bulai di Indonesia
terbagi 3, yakni spesimen Kediri, spesimen Karo, dan spesimen Sulawesi (Muis et
al. 2013, Lukman et al. 2013). Keragaman morfologi dan molekuler spesimen
Peronosclerospora spp. yang terjadi di Indonesia menimbulkan dugaan telah
terjadi evolusi di tingkat spesies. Menurut Nei dan Kumar (2000), sejarah evolusi
makhluk hidup dapat dilakukan melalui pendekatan perubahan morfologi dan
fisiologi.
Studi evolusi berbasis molekuler digunakan sebagai perangkat
pendukung pendekatan morfologi dan fisiologi. Pada bidang sistematika biologi,
pengetahuan tentang filogenetik baik morfologi maupun molekuler berperan
penting dan menjadi dasar ilmiah penetapan sistematika atau taksonomi mahluk
hidup.
Akhirnya penentuan identitas makhluk hidup yang digunakan sebagai dasar
taksonomi suatu organisme sangat esensial dilakukan. Namun kondisi saat ini di
Indonesia terjadi kelangkaan pengetahuan tentang karakter morfologi, molekuler,
fisiologi inang, pola hubungan patogen dengan inang dan ekologi penyakit bulai
jagung. Studi ekologi yang dilakukan peneliti sebelumnya, antara lain tentang
pengaruh faktor lingkungan abiotik yang berpengaruh terhadap perkembangan
pseudo fungi penyebab bulai masih kurang memadai. Studi pengaruh cahaya,
suhu, dan kelembapan optimum untuk perkecambahan konidia (Sudjadi et al.
1978, Bonde et al. 1992) belum mencukupi untuk kondisi saat ini.
Berkenaan dengan hal tersebut, penting dilakukan penelitian yang mengkaji
pemetaan daerah sebar pseudo fungi, karakter morfologi, molekuler, ekologi, dan
respons fisiologi dalam rangka efektifitas pengendalian penyakit bulai pada
jagung. Hasil kajian morfologi, morfometri, dan molekuler dapat dimanfaatkan

4

dalam pengembangan kunci identifikasi pseudo fungi bulai pada jagung. Kunci
identifikasi yang tersedia dapat berguna sebagai informasi awal dalam penentuan
strategi pengendalian. Informasi morfologi, molekuler, fisiologi, dan ekologi
dapat digunakan dalam analisis keragaman intra dan inter spesies
Peronosclerospora di Indonesia sebagai dasar pembuatan peta daerah sebar
pseudo fungi bulai di Indonesia.

Perumusan Masalah
Berbekal latar belakang dan kerangka pikir, maka dapat ditentukan
perumusan masalah dari penelitian ini antara lain adalah pengetahuan tentang
keragaman morfologi dan molekuler pseudo fungi penyebab penyakit bulai jagung
di Indonesia masih terbatas. Oleh karena itu, identifikasi berbasis morfologi dan
molekuler merupakan metode diagnosis yang esensial dilakukan. Metode
diagnosis perlu didukung oleh pengetahuan tentang deteksi pseudo fungi
penyebab bulai pada jagung di lapangan berdasarkan gejala serta konfirmasi
perubahan fisiologis tanaman jagung terinfeksi bulai di rumah kaca. Kedua hal
tersebut digunakan untuk data pendukung yang memadai dalam mengetahui pola
hubungan pseudo fungi bulai dengan tanaman jagung sebagai inangnya.
Pengetahuan tentang karakter ekologi yang mempengaruhi perkembangan
penyakit juga penting diketahui dalam rangka pengetahuan dasar epidemik
penyakit bulai di Indonesia. beberapa hal tersebut diatas juga bermanfaat untuk
mengetahui perkembangan kejadian evolusi bulai di Indonesia berdasarkan
pendekatan morfologi, molekuler, fisiologi, dan ekologi. Keseluruhan informasi
akan dituang dalam suatu peta sebar penyebab penyakit bulai jagung di Indonesia.
Peta sebar penyakit bulai penting dilakukan untuk efisiensi strategi pengendalian
penyakit bulai yang akan diterapkan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan tentang keragaman
morfologi dan genetika pseudo fungi penyebab bulai jagung di Indonesia,
menetapkan kunci identifikasi berbasis morfologi, morfometri, dan molekuler
beberapa spesimen Peronosclerospora penyebab bulai di Indonesia, memetakan
penyebab penyakit bulai di beberapa sentra produksi dan bukan sentra produksi di
Indonesia, memperoleh pengetahuan tentang keragaman gejala dan perubahan
bahan kimia tanaman sebagai respons fisiologi tanaman jagung terhadap infeksi
pseudo fungi penyebab bulai yang berbeda-beda, serta memetakan kejadian
penyakit berbasis lingkungan abiotik yang berpengaruh terhadap perkembangan
penyakit bulai jagung di Indonesia.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat dalam hal menunjang pengelolaan mitigasi risiko
pseudo fungi penyebab bulai di Indonesia serta membantu pengembangan kultivar
tahan bulai berbasis lokasi melalui peta sebar penyakit di Indonesia.

5

Kebaharuan dan Keunggulan
Nilai kebaruan dan keunggulan penelitian ini terletak pada pengetahuan
dasar terkini tentang pseudofungi penyebab penyakit bulai jagung di Indonesia
yang mempunyai keragaman morfologi, morfometri, dan molekuler. Pengetahuan
tersebut digunakan dalam penyusunan kunci identifikasi pseudofungi penyebab
bulai serta peta sebar penyebab penyakit bulai jagung di Indonesia. Kedua hal
tersebut merupakan hal esensial dalam penentuan strategi pengendalian penyakit
bulai yang akan diterapkan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan survei keberadaan penyakit bulai
jagung di area pertanaman jagung pada beberapa provinsi di Indonesia untuk
mendeteksi dan identifikasi pseudo fungi penyebab berbasis morfologi dan
molekuler, mengetahui respon beberapa kultivar lokal dari beberapa provinsi
terhadap infeksi pseudo fungi, determinasi karakter molekuler meliputi keragaman
dan kekerabatan genetik, analisis evolusi tingkat spesies, serta preferensi penyakit
terhadap beberapa faktor lingkungan abiotik yang berperan dalam kejadian
penyakit bulai di Indonesia (Gambar 1).

6

Keragaman dan Pemetaan Penyebab
Penyakit Bulai pada Jagung
Di Indonesia

Penelitian 1
Pemetaan berbasis
Keragaman Morfologi
dan Molekuler

Identifikasi
Penyebab
Penyakit
Secara
Morfologi
Identifikasi
Penyebab
Penyakit
secara
Molekuler

Peta sebar penyakit
berbasis morfologi dan
molekuler

Penelitian 2
Keragaman
Genetik inter
dan intra
spesies

Keragaman Genetik
Penyebab Penyakit
berbasis lokasi

Filogeni
Spesimen di
13 Provinsi

Penelitian 3
Keragaman
fisiologis

Penelitian 4
Pemetaan berbasis
Lingkungan
Abiotik

Deteksi
Penyakit
Tingkat
Lapangan

Kejadian
Penyakit Bulai
di Berbagai
Lingkungan
Abiotik

Deteksi
Penyakit di
Rumah

Peta sebar
penyakit
berbasis
lingkungan
abiotik

Karakterisasi
Keragaman Fisiologi
Tanaman Jagung
Terinfeksi Bulai

Gambar 1 Bagan alur penelitian keragaman dan pemetaan penyakit bulai
jagung di Indonesia

7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pseudo fungi Penyebab Bulai pada Jagung
Laporan terkini menyebutkan bahwa pseudo fungi penyebab bulai (downy
mildew) pada jagung ada 11 spesies. Spesies penyebab bulai telah dilaporkan di
Australia, China, Filipina, India, Indonesia, Jepang, Nigeria, Malaysia, Kenya,
Thailand, dan AS. Spesies penyebab bulai di beberapa negara tersebut berbedabeda. Secara keseluruhan spesies penyebab bulai jagung adalah kelompok pseudo
fungi Peronosclerospora australiensis, P. heteropogoni, P. maydis, P.
philippinensis, P. sacchari, P. sorghi, P. spontanea, Sclerospora graminicola,
Sclerophthora macrospora, dan S. rayssiae (Thakur dan Mathur 2002, Putnam
2007, Perumal et al. 2008, Lukman et al. 2013, BKP 2013). Namun Telle et al.
(2011) melaporkan spesies P. eriochloae dapat menginfeksi jagung di wilayah
subtropis Australia, yakni daerah Queensland sebelah tenggara. Informasi ini
masih perlu konfirmasi untuk mendapatkan nama spesies penyebab yang lebih
tepat.
Taksonomi. Pseudo fungi penyebab penyakit bulai pada awalnya
merupakan anggota Kingdom Mycetae famili Peronosporaceae (Quimio 1981).
Namun demikian taksonomi pseudo fungi lebih lanjut memasukkan penyebab
bulai tersebut kedalam Kingdom Stramenopila (Chromista), Filum Oomycota,
Kelas Oomycetes, Famili Sclerosporaceae, Ordo Sclerosporales, yang tergolong
pseudo fungi/ fungal like organism (Alexopoulus et al. 1996; Phillips et al. 2002;
Dick 2002; CABI 2014). Morfologi pseudo fungi Peronosclerospora dulu
dimasukkan dalam anggota Sclerospora. Studi lebih lanjut menunjukkan bahwa
terjadi perbedaan antara ke-2 genus tersebut. Perbedaan utama terletak pada
perkecambahan konidia atau sporangia. Pada Peronosclerospora, konidia
berkecambah membentuk tabung kecambah, sedangkan sporangia Sclerospora
berkecambah membentuk zoospora, yakni spora motil berflagel ganda (Quimio
1998; Dick 2002).
P. australiensis. Identifikasi awal terhadap spesimen yang menginfeksi
jagung di wilayah Australia Barat adalah P. maydis. Studi lebih lanjut oleh
Shivas et al. (2011) mengemukakan bahwa spesies penyebab bulai jagung di
Australia Barat tersebut adalah P. australiensis. Tanaman inang selain jagung
yang dapat terinfeksi spesies tersebut adalah Sorghum plumosum, dan S.
timorense.
P. eriochloae.
Inang utama pseudo fungi ini adalah Eriochloa
pseudoacrotricha, namun juga dijumpai menginfeksi jagung. Spesies ini hanya
pernah dilaporkan dapat melakukan infeksi pada tanaman jagung di Australia,
namun masih perlu konfirmasi lebih lanjut tentang identitas pseudo fungi
penyebab bulai tersebut (Telle et al. 2011).
P. sorghi. Beberapa nama yang menjadi sinonim pseudo fungi ini antara
lain Sclerospora sorghi-vulgaris, Protomyces graminicola,
Sclerospora
graminicola, dan Sclerospora sorghi. Pseudo fungi ini mempunyai beberapa
nama umum yang sering digunakan dalam penulisan para ahli diantaranya adalah
sorghum downy mildew dan mildew of corn and sorghum. Pseudo fungi ini
pertama kali ditemukan menginfeksi jagung di daerah Rajasthan, India, yang pada
awalnya diidentifikasi sebagai Sclerospora sorghi, dan kemudian menjadi nama
yang lebih umum yaitu Peronosclerospora sorghi. Negara-negara di Eropa yang

8

tergabung dengan EPPO (European Plant Protection Organization) memberi
kode untuk spesies ini yakni PRSCSO (CABI 2007; White 2000).
P. maydis. Sinonim nama pseudo fungi ini adalah Sclerospora maydis
Butl. et Bisby dan Peronospora maydis Racib, namun nama yang diterima saat ini
adalah Peronosclerospora maydis (Shaw). Nama umum yang sering digunakan
dalam penulisan ilmiah adalah downy mildew of corn dan Java downy mildew
(CABI 2014). Pseudo fungi ini merupakan spesies asli Indonesia yang sudah
dilaporkan sejak seratus tahun lalu (Semangun 2008).
P. philippinensis. Pseudo fungi ini bersinonim dengan Sclerospora
phillippensis, dengan nama umum yang sering dipakai oleh peneliti adalah
Phillippine downy mildew. Analisis isoenzim oleh Bonde et al. (1984)
menunjukkan bahwa P. philippinensis yang berasal dari Filipina dengan P.
sacchari asal Taiwan ternyata merupakan spesies yang sama. Namun demikian
studi ini masih perlu kajian lebih dalam untuk mengetahui status takson antara dua
spesies tersebut.
P. heteropogoni. Spesies P. heteropogoni menyebabkan penyakit yang
dikenal dengan Rajasthan downy mildew, yang telah dilaporkan menimbulkan
masalah serius produksi jagung di Rajasthan, India. Inokulum awal pseudo fungi
pada tanaman Heteropogon contortus menjadi sumber inokulum untuk
pertanaman jagung. Tanaman jagung yang ditanam terlambat dari musim tanam,
akan rusak akibat infeksi P. heteropogoni yang melimpah di alam (Smith dan
Renfro 2002). Miselia pseudo fungi ini diketahui dapat terbawa benih jagung,
sebagai media penularan ke benih jagung yang sehat (Thakur dan Mathur 2002).
P. spontaneum. Inang utama spesies P. spontaneum adalah tebu, namun
demikian tanaman jagung diketahui sebagai inang sekundernya. Nama ilmiah
yang lebih dulu digunakan adalah Sclerospora spontanea. Nama umum dari
pseudo fungi ini adalah Spontaneum downy mildew (White 2000; CABI 2014).
P. sacchari. Spesies pseudo fungi ini mempunyai sinonim dan nama
umum Sclerospora sacchari dan Sugarcane downy mildew, dikarenakan inang
utamanya adalah tebu. Studi terdahulu juga menyebutkan bahwa P. philippinensis
yang selama ini dijumpai sebenarnya adalah spesies P. sacchari (White 2000;
CABI 2014).
Sclerospora graminicola. Pseudo fungi ini telah menjadi masalah serius
sejak 70 tahun lalu di pertanaman jagung di Israel dan AS. Pseudo fungi yang
disebut sebagai graminicola downy mildew atau penyakit green ear, dijumpai
pada beberapa rumput-rumputan di dunia. Struktur oospora pseudo fungi
diketahui mampu bertahan selama 3 tahun, yang kemudian akan menjadi
inokulum primer infeksi pada tanaman jagung (Smith dan Renfro 2002).
Sporangia pseudo fungi dapat terdispersi oleh angin sejauh 3 km dalam kondisi
lingkungan yang mendukung perkembangan penyakit bulai di lapangan (Thakur
dan Mathur 2002).
Sclerophthora macrospora. Pseudo fungi ini menyebabkan penyakit yang
disebut crazy top, yang biasanya dijumpai di area dengan suhu hangat. Namun
demikian di AS dan Canada penyakit ini menyebar luas di area jagung sehingga
menyebabkan kerugian yang cukup substansial (Smith dan Renfro 2002).
S. rayssiae pvar. zeae. Spesies pseudo fungi ini menyebabkan penyakit
yang dikenal sebagai brown downy mildew. Di India kerugian hasil mencapai
63%. Penyakit ini juga telah dilaporkan sebagai masalah serius di Pakistan, Nepal,

9

dan Thailand, pada area dengan curah hujan pertahun 100-200 cm (Smith dan
Renfro 2002). Spesies ini menimbulkan kerugian yang sangat tinggi pada
pertanaman jagung rentan yang ditanam di area dengan curah hujan yang tinggi.
Kejadian penyakit pada area tersebut dijumpai berkisar 70 sampai 100%. Kondisi
suhu tanah yang hangat dan kelembapan udara yang tinggi berperan dalam
kepar