06-Perempuan dan Keragaman 13

PEREMPUAN DAN KERAGAMAN PENGHIDUPAN DI PEDESAAN JAWA

PEREMPUAN DAN KERAGAMAN
PENGHIDUPAN DI PEDESAAN JAWA
Dede Mulyanto 1

Abstract
This paper describes sources of livelihood and the channels through which women tap in to gain income for their household. Women manage to gain land right
for their planting plots and enter the network of land ownership. Among landless
peasants, the chance for women peasants for employment is lower than their
male counterparts, and their wage is lower as well. This happens also in smallscale industry sector in the village. On the contrary, in small trade women are
more dominant. In general gender and social class are inseparable, both of
which influence women's role and position in the structure of household livelihood.
Keywords: women, livelihood, Javanese village

Pendahuluan

penelitian lapangan dari Mei sampai
Oktober 2007 di sebuah desa di Ba-

Tulisan ini mengulas arti penting kate-


2 Penelitian unyumas, Jawa Tengah.n

gori gender dalam penghidupan ru-

tama yang menaunginya berkenaan

mah tangga di sebuah desa tani. Arti-

dengan dinamika kerja dan penghi-

kel ini merupakan bagian dari hasil

dupan rumah tangga pedesaan Jawa,

1 Peneliti AKATIGA Pusat Analisis Sosial; Staf Pengajar Jurusan Antropologi Universitas Padjadjaran.
2 Data primer dibantu dikumpulkan oleh Putu Aryo dan Deni Mukbar, staf peneliti AKATIGA Pusat
Analisis Sosial, Bandung.

14


JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

BAHASAN UTAMA

khususnya desa pertanian sawah. De-

sa Wetankali di Kecamatan Kutocilikn3

dah berada di lapisan buruh tani untuk
memiliki lahan garapan.

yang diteliti berada di tepi jalan raya
lintas selatan Jawa yang menghu-

Kurang dari 1% penduduk menerjun-

bungkan Yogyakarta dan Cilacap. De-

kan diri ke dalam kerja-kerja berupah


sa seluas kurang lebih 219 hektare ini

dan self-exploited di luar pertanian.

dihuni tidak kurang 2500 jiwa. Lebih

Hanya sekitar 1% rumah tangga me-

dari 74% lahannya adalah sawah de-

ngandalkan

perdagangan,

industri

ngan rata-rata luas kepemilikan oleh

kecil, dan usaha kecil-kecilan sebagai


penduduk desa hanya 0,2 hektare.

sumber nafkah. Di antara yang 1%

Bagi orang Jawa di Wetankali, lahan

itulah sebagian perempuan di Wetan-

garapan bukan sekadar sumber peng-

kali mencari penghidupan.

hidupan, melainkan juga pengaji atau
sesuatu yang menjadikan pemiliknya

Secara tipologis, Wetankali merupa-

memiliki derajat setingkat lebih tinggi


kan desa khas tepi jalan raya di Jawa.

dari orang lain.

Sudah sejak lama Wetankali menjadi
bagian dari jaringan perdagangan

Rumah tangga tanpa sawah mencapai

yang menghubungkan pusat kekua-

57% dan rumah tangga tunakisma

saan tradisional Jawa dengan pela-

absolut sekitar 22%. Sekitar 40%

buhan pantai selatan Cilacap di barat

penduduk dewasa adalah buruh tani.


dayanya. Mungkin itulah sebabnya

Dari sekitar 200 ha lahan pertanian,

sumber penghidupan Wetankali tidak

14% adalah milik desa yang pengua-

hanya pertanian Jawa warisan negara

saannya diberikan kepada aparat de-

agraris Mataram, tetapi juga industri

sa dan hanya 6% saja lahan garapan

kecil dan perdagangan.

milik desa yang bisa digarap bergiliran

di antara penduduk. Selebihnya, yakni 80%, adalah lahan milik pribadi

Metodologi

yang satu-satunya saluran memanfaatkannya ialah melalui pasar lahan

Metode etnografis yang disertai survei

(beli-sewa-gadai). Karena harga beli

dengan kuesioner dan analisis data

lahan sawah mencapai Rp200—500

sekunder digunakan dalam penelitian

ribu per ubin (14 m ), maka kemung-

ini. Survei dimanfaatkan untuk me-


kinannya kecil bagi mereka yang su-

ngetahui latar sosial-ekonomi secara

2

3

Nama desa dan nama-nama lainnya disamarkan.

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

15

PEREMPUAN DAN KERAGAMAN PENGHIDUPAN DI PEDESAAN JAWA

umum. Sedangkan data mengenai

praktikkan pewarisan berdasarkan a-


konteks kedudukan perempuan da-

dat kebiasaan setempat, sehingga pe-

lam kegiatan penghidupan lebih digali

rempuan juga memperoleh hak me-

lewat

miliki lahan yang sama dengan laki-

wawancara

mendalam

(in-

depth interview) dengan beberapa in-


laki. Baik laki-laki maupun perem-

forman. Wawancara mendalam terha-

puan diakui kedudukannya sebagai

dap informan terpilih dilakukan sete-

pemegang hak milik atas lahan, pa-

lah terlebih dahulu dilakukan wawan-

ling tidak secara formal seperti yang

cara biasa dan penelusuran data u-

tercatat dalam buku pencatatan ke-

mum rumah tangga melalui survei.


pemilikan di kantor desa.

Informan terpilih bisa dari berbagai
rentang usia, gender, status pernikah-

Dalam hal pewarisan, sistem kekera-

an, atau pun tingkat pendidikan. Se-

batan bilateral mungkin berpengaruh

lain itu, pengamatan terstruktur un-

terhadap kedudukan perempuan se-

sehari-hari

bagai ahli waris yang haknya sama

penduduk juga dilakukan sebagai ba-

dengan laki-laki. Praktik pewarisan di

gian dari strategi triangulasi.

Wetankali menunjukkan ada perbe-

tuk

berbagai

aktivitas

daan dengan praktik pewarisan yang
Penelitian lapangannya sendiri dilaku-

berlaku di dalam kebudayaan Jawa.

kan dalam dua tahap. Di masing-ma-

Ada kecenderungan sistem pewarisan

sing tahap, peneliti tinggal di desa

di Wetankali dekat dengan praktik se-

yang diteliti selama kurang lebih 30

rupa di wilayah Pasundan.

hari. Tahap pertama dari Mei hingga
Juni, dan tahap kedua dari Juli sampai

Satu gambaran yang tampil ketika

Agustus 2007.

menilik catatan pemilik-pemilik lahan
sawah dalam Daftar IPEDA Desa Wetankali Kopak I adalah bahwa lahan

Perempuan dan Pertanian

seluas 31 hektare lebih dimiliki oleh
139 penduduk Wetankali. Dari jumlah

Di Wetankali, perempuan tampil ham-

total pemilik, 84 orang, atau sekitar

pir di semua kegiatan ekonomis. Da-

60%, adalah laki-laki. Selebihnya, ya-

lam hal kepemilikan dan penguasaan

itu 55 orang atau 40% adalah perem-

atas lahan, kedudukan perempuan

puan. Rata-rata kepemilikannya sama

pada umumnya tidaklah begitu berbe-

dengan rata-rata kepemilikan seluruh

da dibanding laki-laki. Orang-orang

desa, yaitu hanya 0,2 hektare saja.

Wetankali, misalnya, masih mem-

Meski seluruh pemilik perempuan me-

16

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

BAHASAN UTAMA

nguasai hanya 13 hektare, rata-rata

ambil alih meski sebelumnya mesti

kepemilikan per orangnya sedikit le-

meminta izin. Dengan hadirnya hand-

bih tinggi daripada rata-rata kepemi-

phone dalam daftar peralatan rumah

likan per orang laki-laki.

tangga, izin pengambilalihan ini men-

Tampilan dalam kepemilikan lahan sa-

bila suami mengirim pesan kepada is-

wah tak begitu jauh berbeda dengan

trinya untuk menangani transaksi.

kepemilikan lahan kering. Perempuan

Dalam transaksi jual-beli hasil lahan

mempunyai hak kepemilikan atas la-

ada juga kecenderungan mengikuti

han pekarangan dan juga atas rumah

jenis kelamin pembelinya. Pedagang-

jadi semakin sering dan mudah; atau

yang berdiri di atasnya. Dari 119 pe-

pedagang pengangkut yang biasa

rempuan pemilik di Kopak I, sebagian

mendatangi rumah ke rumah bisa se-

besarnya (86 orang atau 70%) memi-

orang laki-laki, tapi tak jarang juga

liki antara 10 hingga 50 ubin. Untuk

perempuan. Pedagang pengangkut

membangun sebuah rumah dengan

kelapa, misalnya, hampir selalu laki-

pekarangan yang bisa ditanami, 10

laki dewasa. Karenanya, anggota laki-

ubin (140 m ) sudah memadai. Secara

laki dalam rumah tangga yang meng-

keseluruhan, jumlah laki-laki pemilik

hadapinya. Namun, lagi-lagi, ini bu-

2

(53%) memang lebih banyak daripa-

kanlah keharusan yang baku. Sering

da perempuan pemilik (47%). Arti

ditemui justru suami menyerahkan

penting kepemilikan lahan darat ialah

semua transaksi jual kepada isteri-

karena di atas lahan itulah sebuah ru-

nya. Terutama, bila rumah tangga ter-

mah tangga bisa mendirikan rumah.

sebut tergolong penggarap sawah

Kepemilikan lahan pekarangan meru-

yang cukup luas.

pakan jaminan adanya bidang yang
bisa menjadi tempat bernaung. Selain

Untuk transaksi-transaksi yang meli-

itu, harga jual lahan pekarangan lebih

batkan sejumlah besar uang, suami

tinggi daripada harga jual sawah.

atau laki-laki tertua dalam rumah
tangga akan turun tangan. Sementa-

Dalam pemasaran hasil sawah, tegal-

ra itu untuk transaksi yang hanya me-

an, dan pekarangan ada beberapa ke-

nyangkut beberapa puluh atau ratus

cenderungan sebagai berikut. Untuk

ribu rupiah dan berkenaan dengan ha-

transaksi gabah biasanya dilakukan

sil pekarangan, isterilah yang akan

oleh anggota rumah tangga laki-laki

mengambil alih.

(suami). Namun bila suami tidak ada
di tempat, isterilah yang akan meng-

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

17

PEREMPUAN DAN KERAGAMAN PENGHIDUPAN DI PEDESAAN JAWA

Di dalam kerja-kerja pertanian di sa-

Dua bentuk kerja di luar keempat ker-

wah, pemilahan jenis kerja secara te-

ja di atas, yaitu menyiangi (matun)

gas berdasarkan jenis kelamin hanya

dan menuai (derep) dikerjakan baik

berlaku pada empat bentuk kerja, yai-

oleh buruh laki-laki maupun buruh

tu

nampingi

perempuan. Dalam penyiangan, per-

(merapikan pematang), ndhaut (me-

ngluku

(membajak),

bandingan buruh laki-laki dan perem-

nyiapkan benih siap tanam), dan tan-

puan tidaklah baku. Dalam beberapa

dur (menanam). Ngluku yang pada

kasus, satu kelompok penyiang ber-

masa lalu menggunakan tenaga ker-

anggota enam orang terdiri atas 4

bau sebagai penarik bajak (luku), dan

orang buruh perempuan dan dua bu-

saat ini menggunakan traktor, selalu

ruh laki-laki. Dalam kasus lain yang

dikerjakan buruh laki-laki. Begitu pula

beranggotakan 8 orang, 5 orang bu-

nampingi atau merapikan pematang

ruh laki-laki dan 3 orang buruh pe-

yang rusak saat pembajakan dan dila-

rempuan.

kukan tepat setelah ngluku juga biasanya dilakukan oleh laki-laki, entah

Derep merupakan kerja pertanian

dengan mengupah buruh laki-laki

yang padat karya. Meski sekilas ada

atau pun dilakukan sendiri oleh ang-

keterbukaan relatif mengenai siapa

gota rumah tangga penggarapnya.

saja yang boleh ikut terjun, pada kenyataannya sudah menjadi lazim bila

Dua bentuk kerja, yaitu ndhaut dan

si pemilik lahan mempunyai seorang

tandur dilakukan berturut-turut da-

buruh kepercayaan yang selain ikut

lam

susul-menyusul.

serta dalam panen juga mengorgani-

Ndhaut atau mencabuti benih siap ta-

sasi buruh-buruh yang akan ikut ser-

waktu

yang

nam (winih) dari semaian dan mena-

ta. Beberapa hari sebelum panen di-

ruhnya di tepi-tepi pematang petak

laksanakan, buruh kepercayaan ini

sawah yang akan ditanami selalu di-

segera menghubungi buruh-buruh ta-

kerjakan oleh buruh tani laki-laki.

ni di lingkaran kerabat atau tetangga

Esok harinya, benih-benih yang siap

dan memberikan jadual pemanenan.

tanam ini ditanam dengan cara me-

Pencarian ini tidak mudah karena da-

nancapkan akarnya ke dalam tanah di

lam masa panen kebutuhan akan

dalam petakan sawah. Inilah kerja

jumlah buruh begitu tinggi. Setiap pe-

tandur yang selalu dikerjakan oleh

milik sawah ingin padinya segera di-

buruh-buruh perempuan.

panen. Perebutan tenaga kerja memang lazim. Di sinilah peran buruh
langganan bagi keberhasilan panen di

18

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

BAHASAN UTAMA

sawah majikannya. Fungsi pengawas-

ripada kepada perseorangan suami-

an dan pengorganisasian dari buruh

nya. Artinya, selama ini kedudukan

langganan menjadi penting karena

Slamiati adalah anggota sebuah ru-

kecurangan-kecurangan selama pa-

mah tangga buruh tani yang bisa di-

nen bukan sekadar desas-desus bela-

percaya dan berkinerja baik. Hingga

ka. Dalam beberapa kasus ada pem-

sekarang, di samping tetangga, bebe-

bedaan rasio pembagian bawon anta-

rapa anggota keluarganya, yaitu seo-

ra bawon untuk buruh langganan dan

rang anak perempuan dan menantu

buruh panen bukan langganan. Untuk

laki-lakinya yang tinggal di desa te-

bawon buruh langganan atau buruh-

tangga, selalu saja diikutkan ke dalam

buruh yang diorganisasi oleh buruh

kelompok kerjanya. Kepercayaan si

langganan

1:8

pemilik sawah untuk mempekerjakan

rasionya

adalah

(12,5%), sedangkan untuk bawon bu-

buruh-buruh di bawah pimpinan Sla-

ruh bukan langganan bisa dipatok

miati setelah suaminya meninggal

1:10 (10%).

menunjukkan bahwa pemilihan buruh
langganan tidaklah berdasarkan jenis

Seorang buruh langganan dipilih bu-

kelamin.

kan karena gendernya. Beberapa kasus menunjukkan seorang buruh tani

Keikutsertaan perempuan dalam ker-

perempuan dijadikan buruh langgan-

ja-kerja pertanian dilatari oleh kedu-

an oleh satu atau dua pemilik sawah.

dukan rumah tangganya dalam pela-

Dalam kasus Slamiati (60 tahun), ki-

pisan sosial pemilikan lahan. Perem-

nerja yang ditunjukkan selama lebih

puan-perempuan dari rumah tangga

dari dua puluh tahun sebagai buruh

petani pemilik sawah mengupah bu-

tani tampak dalam lamanya hubu-

ruh penggarap, kerja-kerja pertanian

ngan berlangganan dengan beberapa

di sawah bukan kegiatan yang layak.

petani pemilik sawah hingga saat ini.

Sumbangsih mereka biasanya dicu-

Selain itu, kemampuannya menyewa

rahkan untuk kerja-kerja di luar sa-

beberapa petak sawah bengkok juga

wah seperti menyediakan makanan

menunjukkan kinerjanya yang baik.

untuk suami atau buruh-buruh upah-

Memang ada kemungkinan bahwa hu-

an (bancakan), mengawasi pemanen,

bungan berlangganannya merupakan

mengawasi kerja penjemur atau jus-

warisan dari suaminya, tapi penelu-

tru ikut menjemur gabah, dan me-

suran lebih lanjut menunjukkan bah-

ngawasi pembagian bawon.

wa hubungan berlangganan ini lebih
diikatkan pada rumah tangganya da-

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

19

PEREMPUAN DAN KERAGAMAN PENGHIDUPAN DI PEDESAAN JAWA

Ada sekitar 57% penduduk dewasa

wab sebagai anggota rumah tangga

yang tidak memiliki lahan sawah.

untuk menghasilkan gabah demi pe-

Orang-orang dalam golongan inilah

menuhan kebutuhan rumah tangga.

yang sebagian besar memasuki kerja-

Untuk memperoleh uang tunai dan

kerja upahan pertanian sebagai buruh

tambahan cadangan gabah, ikut kerja

upahan,

dalam kerja-kerja upahan, baik di sa-

termasuk

perempuannya.

Bagi perempuan dari rumah tangga

wah maupun di luar sawah, tidak ja-

buruh tani, kerja-kerja pertanian me-

rang juga dilakukan.

rupakan tulang punggung perolehan
uang tunai dan gabah untuk kebutuh-

Arti penting kelengkapan anggota ru-

an rumah tangganya. Selebihnya,

mah tangga bagi rumah tangga buruh

kerja-kerja upahan di luar sawah dan

tani dan petani penggarap kecil-kecil-

kerja-kerja kegiatan sosial yang diu-

an

pah makanan atau beras (seperti

tingkat perolehan tahunan. Bila ada

membantu perhelatan tetangga atau

salah satu (suami/isteri) dari rumah

kerabat) dilakukan untuk menambah

tangga buruh tani yang meninggal

pemasukan rumah tangga. Bagi pe-

dunia, maka tak pelak lagi besaran

rempuan dari rumah tangga buruh ta-

perolehan bawon akan berkurang.

ni dan petani kecil, keikutsertaan da-

Dari informasi seorang perempuan

lam membantu perhelatan tetangga

buruh tani yang sudah menjalani pe-

atau kerabat merupakan salah satu

kerjaannya lebih dari 15 tahun diper-

sumber asupan pangan (terutama

oleh keterangan bahwa sejak suami-

protein daging dan telur).

ditunjukkan

oleh

menurunnya

nya meninggal semua kerja tani demi
pendapatan rumah tangga dilakukan-

Ada sekitar 14% penduduk yang ter-

nya sendiri (anaknya ikut serta juga

catat memiliki lahan sawah kurang

tapi demi rumah tangganya sendiri).

dari 1000 m dan sekitar 17,8% yang

Itupun

memiliki lahan sekitar seperempat

yang jauh lebih sedikit. Bila sebelum-

bahu. Mereka umumnya adalah peta-

nya bisa diperoleh sekitar 3 kuintal

ni-petani penggarap yang menggarap

bawonan, maka setelah suami me-

2

dengan

jumlah

perolehan

sendiri lahan yang dimiliki. Perem-

ninggal dunia perolehan bawon hanya

puan dalam rumah tangga petani

mencapai

angka

setengahnya

(1

penggarap ikut mengerjakan bebera-

hingga 1,5 kuintal). Dari kasus ini je-

pa kerja pertanian (seperti menanam,

las bahwa bagi perempuan-perem-

menyiangi, dan memberi pupuk) yang

puan buruh tani (dan petani pengga-

merupakan bagian dari tanggung ja-

rap), kerja sama dengan semua ang-

20

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

BAHASAN UTAMA

gota rumah tangga yang bisa bekerja

alami oleh perempuan dari rumah

untuk terjun ke kerja-kerja upahan

tangga pemilik sawah. Ketiadaan laki-

bukanlah tanda kesadaran gender un-

laki dewasa yang sebelumnya me-

tuk menguasai tenaga kerjanya sen-

ngerjakan hampir semua kerja perta-

diri demi perolehan kedudukan dalam

nian bisa digantikan dengan mene-

jaringan pengerahan tenaga kerja,

rapkan sistem bagi-hasil atau menye-

melainkan keharusan ekonomis untuk

wakan lahan (biasanya kepada kera-

mempertahankan cadangan ekonomi

bat). Memang ada kemungkinan pe-

rumah tangga. Kehilangan salah satu

nurunan pendapatan tahunan dari sa-

anggota berarti kehilangan kesem-

wah, tapi tidak sebesar yang dirasa-

patan ekonomis.

kan oleh rumah tangga buruh tani.

Bagi rumah tangga buruh tani yang

Jadi, dapat dikatakan bahwa keikut-

hanya mempunyai tenaga kerja untuk

sertaan perempuan dalam kerja-ker-

ditukar dengan beras atau uang, ke-

ja pertanian sangat dipengaruhi oleh

lengkapan komposisi rumah tangga

kedudukan rumah tangganya dalam

berdasarkan jenis kelamin amat pen-

pelapisan sosial yang ada dan pelapis-

ting. Seperti sudah diulas di muka,

an sosial yang pokok didasarkan pada

beberapa kerja khusus dikerjakan o-

kepemilikan lahan. Sumber-sumber

leh buruh laki-laki dan satu pekerjaan

penghidupan yang mungkin dimasuki

yang khusus dilakukan buruh perem-

perempuan akan beragam, bergan-

puan. Menurunnya pendapatan mu-

tung pada kedudukan rumah tangga-

siman dari kerja-kerja pertanian sa-

nya dalam hubungan dengan produk-

ngat terasa bila laki-laki dewasa da-

si pertanian. Arti penting masuk dan

lam rumah tangga tidak bisa lagi ter-

tidaknya perempuan ke dalam berba-

jun ke kerja-kerja upahan (sakit pa-

gai saluran penghidupan juga dipe-

rah, meninggal dunia, atau pergi da-

ngaruhi oleh kedudukan rumah tang-

lam waktu lama). Hal ini tidak akan di-

ganya.

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

21

PEREMPUAN DAN KERAGAMAN PENGHIDUPAN DI PEDESAAN JAWA

Tabel 1 Jenis Kerja dan Upah Rata-rata per Jam dalam Satu Musim Tanam
Jenis kerja

Ngluku/nraktor
Nampingi
Tebar
Dhaut
Tandur
Matun neras
Matun mindo
Derep

Buruh
L
P
+
+
+
+
+
+
+

+
+
+
+
+

Rata-rata
upah per
jam (Kg
gabah)
1,30
0,97
0,97
3,98
1,36
0,97
0,97
7,14

Kebutuhan tenaga
kerja rata-rata
tertinggi
(orang/bahu/musim)
2
2
1
2
20
8
8
20

Kebutuhan tenaga
kerja rata-rata
tertinggi
(jam/bahu/musim)
16
14
8
16
280
112
112
200
758

Sumber: diolah dari data wawancara Juni 2007
+ : diikutsertakan
- : tidak diikutsertakan
L : laki-laki
P : perempuan
Harga gabah kering 2350/kg (jenis IR-64 panen 2007)

Selain ada perbedaan-perbedaan ber-

perempuan. Sebelumnya, pengelu-

dasarkan kelas sosial di antara buruh-

pasan kulit gabah dilakukan dengan

buruh tani, kasus-kasus menunjuk-

teknologi sederhana dengan cara me-

kan bahwa perolehan upah rata-rata

numbuknya dengan kayu penumbuk

buruh tidaklah setara antara buruh

(alu). Kerja pascapanen ini biasanya

tani laki-laki dan perempuan. Buruh

dilakukan oleh buruh-buruh perem-

laki-laki berkesempatan memasuki li-

puan dan laki-laki di satu kelompok

ma atau lebih jenis pekerjaan. Rata-

ketetanggaan. Buruh perempuan se-

rata perolehan upah yang mungkin di-

bagai penumbuk dan buruh laki-laki

dapat buruh laki-laki adalah 1,5 kg

sebagai pengangkutnya. Setelah ada

gabah per jam untuk setiap jam kerja

mesin penggilingan gabah, perem-

dari enam kali kesempatan kerja dari

puan tersingkir, dan tugasnya diganti-

lima jenis kerja di sawah. Sedangkan

kan oleh mesin buatan Jepang atau

buruh perempuan hanya mungkin

Cina. Sementara itu, buruh laki-laki

memperoleh rata-rata 1,1 kg gabah

masih terpakai sebagai kuli pengang-

per jam dari tiga kali kesempatan ker-

kut gabah dan beras seperti sebelum-

ja dua jenis kerja saja.

nya. Selain menyingkirkan buruh perempuan, mesin penggiling juga me-

Dalam hal lainnya, masuknya mesin

ngurangi jumlah buruh yang bisa me-

penggiling gabah di awal 1980-an bo-

ngais rezeki. Amatan saat ini di tem-

leh dikatakan telah menghilangkan

pat penggilingan gabah, buruh laki-la-

salah satu sumber pendapatan buruh

ki yang dipakai hanya berkisar antara

22

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

BAHASAN UTAMA

2—6 orang saja bergantung pada

sebelum Revolusi Hijau derep dikerja-

jumlah mesin giling yang ada (2 mesin

kan oleh 200 hingga 500 buruh pe-

bisa dikerjakan oleh 1 orang buruh).

rempuan untuk satu hektare sawah.

Di masa-masa ramai (masa panen,

Setelah teknologi panen baru diperke-

misalnya) jumlah ini hanya bertam-

nalkan, yaitu penggunaan sabit, satu

bah tak lebih 4—6 orang saja.

hektare sawah hanya membutuhkan
10 hingga 20 buruh pemanen, baik

Dari berbagai penelitian dampak me-

perempuan maupun laki-laki (lihat ju-

kanisasi pertanian terhadap kerja-

ga Collier dkk. 1996:60—3). Menurut

kerja buruh tani di perdesaan Jawa,

Tjondronegoro (1999: 293), sistem

ditemukan

kecenderungan

derep dan bawon tidak banyak dipakai

penyingkiran buruh perempuan dari

adanya

lagi karena ongkosnya dianggap terla-

beberapa pekerjaan atau masuknya

lu mahal bagi pemilik sawah dan pe-

laki-laki ke dalam pekerjaan yang se-

nebas. Artinya, komersialisasi mera-

belumnya selalu dilakukan oleh buruh

suk ke dalam ekonomi sawah sedemi-

perempuan. Dalam panen, misalnya,

kian rupa sehingga perhitungan kapi-

sebelum Revolusi Hijau memuncak,

talistik lebih diutamakan ketimbang

panen selalu dikerjakan oleh buruh-

perhitungan sosial.

buruh perempuan dengan menggunakan ani-ani. Dengan masuknya bibit

Perbandingan Benjamin White (1985)

baru yang mensyaratkan pemanenan

atas sejarah curahan tenaga kerja bu-

cepat untuk mengejar musim tanam

ruh laki-laki dan perempuan dalam

berikutnya, panen tidak lagi dilakukan

kerja-kerja pertanian sebelum dan

dengan ani-ani yang sebelumnya me-

sesudah Revolusi Hijau menunjukkan

rupakan perkakas pokok yang ada di

adanya pengurangan jumlah penggu-

tangan perempuan. Dengan diperke-

naan tenaga kerja perempuan. Peru-

nalkannya teknik panen yang cepat

bahan sistem panen tidak hanya ber-

oleh para penyuluh, yaitu dengan

pengaruh terhadap perubahan tekno-

menggunakan sabit (arit), maka laki-

logi budidaya padi atau memberikan

laki yang secara tradisional adalah pe-

tekanan baru kepada penggarap un-

megang sabit masuk ke dalam panen.

tuk mengurangi ongkos kerja, tapi ju-

Dalam hasil penelitian Collier dkk.

ga kemampuan politik perempuan

(1973, dikutip Tjondronegoro 1999:

mempertahankan diri dari perubah-

293) yang mengulas pengerahan te-

an-perubahan yang berdampak pada

naga kerja dalam pertanian padi dari

pengurangan 'jatah'nya dalam kerja-

1878 hingga 1980, terungkap bahwa

kerja pertanian (White 1985:142—4).

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

23

PEREMPUAN DAN KERAGAMAN PENGHIDUPAN DI PEDESAAN JAWA

Kesimpulan serupa diajukan oleh Hes-

logi terhadap peluang kerja perem-

ti Wijaya dalam penelitiannya di bebe-

puan dalam budidaya padi sawah di-

rapa desa di Jawa Timur dan Pudjiwati

simpulkan bahwa sejak akhir 1960-an

Sajogyo di Jawa Barat. Menurut Hesti

hingga 1970-an telah terjadi peru-

Wijaya, masuknya teknologi baru sa-

bahan berarti dalam pola kerja perta-

ma sekali tidak mengubah hak perem-

nian. Kerja-kerja pertanian seperti

puan untuk memiliki dan mengalihkan

panen dan pengolahan produksi padi

lahan miliknya. Perubahan paling po-

cenderung didominasi tenaga kerja

kok yang diakibatkan teknologi baru

la-ki-laki. Hal itu tampak dari ketim-

adalah menurunnya kesempatan un-

pangan jam kerja, upah, dan menge-

tuk mengerjakan beberapa kerja tani

cilnya saluran yang mungkin dimasuki

tertentu, baik sebelum maupun sesu-

buruh perempuan. Dampaknya bagi

dah panen (Wijaya 1985:183—4).

rumah tangga miskin adalah menurun
atau hilangnya sebagian pendapatan

Dalam hasil kajian tentang dampak

rumah tangga dan mendorong pe-

teknologi baru dalam pertanian padi

rempuan memasuki sektor bukan-

terhadap pengerahan tenaga kerja

pertanian (Sajogyo 1993:140—1).

perempuan, selain menemukan adanya kecenderungan peminggiran te-

Perubahan-perubahan dalam budida-

naga kerja perempuan dari beberapa

ya padi sawah, terutama mekanisasi

kerja pertanian, Pudjiwati Sajogyo

sejak dasawarsa 1970-an di pedesaan

menemukan juga kaitan antara latar

Jawa, dipandang Collier dkk. sebagai

belakang rumah tangga dalam hal ke-

penanda menurunnya suatu jaringan

pemilikan lahan dan siasat pemilihan

kesejahteraan sosial bagi penduduk

saluran

miskin, terutama perempuan. Peru-

penghidupan

anggotanya.

perempuan

Menurutnya,

semakin

bahan perkakas panen dari ani-ani ke

sedikit lahan yang bisa dijangkau,

sabit memungkinkan panen cukup di-

maka semakin besar kemungkinan-

kerjakan oleh beberapa buruh laki-la-

nya perempuan memasuki saluran-

ki saja dan bukannya dilakukan oleh

saluran penghidupan bukan-perta-

beratus-ratus buruh perempuan (Col-

nian seperti perdagangan, jasa, in-

lier dkk. 1996:65). Perubahan ke-

dustri

kuatan produktif, terutama teknik dan

renik

perdesaan

(Sajogyo

1985:168).

perkakas, tidak pernah berhenti. Sepanjang sejarah manusia, teknologi,

Dalam hasil penelitian Pudjiwati Sa-

perkakas, dan teknik pengolahan la-

jogyo lainnya tentang dampak tekno-

han serta budidaya tanaman pangan

24

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

BAHASAN UTAMA

terus berubah. Dampaknya adalah

kerja manusia secara bertahap (lihat

menurunnya kebutuhan akan tenaga

tabel berikut).

Tabel 2 Kebutuhan Tenaga Kerja Rata-rata dalam
Budidaya Padi Sawah di Jawa
Tahun
1875—1876
1878
1886—1887
1925—1931
1969—1971
1975—1980
1987
1992—1993

Kebutuhan tenaga kerja
(jam-orang/hektar)
1747
1888
1563
1534
1357
1246
1162
1030
832
937
805

Keterangan

jenis padi lokal
jenis padi unggul
tanpa traktor
dengan traktor
tanpa traktor
dengan traktor

Sumber: diolah kembali dari Collier dkk. (1996:101—4)

Dalam kurun waktu 118 tahun telah

lain, penurunan kebutuhan jumlah te-

terjadi penyusutan kebutuhan sekitar

naga kerja diiringi dengan peningkat-

942 jam kerja orang per hektarenya

an dalam produksi padi. Di Jawa, pe-

atau sekitar 54%. Dengan kata lain,

ningkatan produktivitas itu mencapai

penyusutan rata-rata per tahun men-

lebih dari 350% dalam jangka waktu

capai 7 hingga 8 jam. Namun, seperti

107 tahun. Perubahan drastis dimulai

cepatnya perputaran bola bumi, peru-

dasawarsa 1970-an ketika bibit ung-

bahan kebutuhan tenaga kerja dalam

gul diperkenalkan dan dipercepat de-

budidaya padi sawah tak begitu terasa

ngan masuknya traktor yang mering-

dalam kehidupan sehari-hari. Penu-

kas waktu pengolahan tanah (lihat ta-

runan kebutuhan tenaga kerja me-

bel berikut).

nyusut sedikit demi sedikit. Di sisi

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

25

PEREMPUAN DAN KERAGAMAN PENGHIDUPAN DI PEDESAAN JAWA

Tabel 3 Produksi Padi Rata-rata Tertinggi di Jawa 1886—1993
Tahun
1886—1887
1916—1920
1925—1930
1969—1971

Jumlah
(ton/ha)
1,7
2,2
2,39
3,2

1975—1981
1987
1992—1993

3,9
5,6
6,1

Keterangan
Jenis bibit lokal
Jenis bibit lokal
Jenis bibit lokal
Sebagian jenis
unggul
Jenis bibit unggul
Jenis bibit unggul
Jenis bibit unggul

Sumber: diolah kembali dari Collier dkk. (1996:96—97)

Di Jawa secara umum, dan di Wetan-

an serta meningkatkan efektivitas dan

kali secara khusus, kebutuhan tenaga

efisiensi pemanfaatan air irigasi. Ti-

kerja dalam budidaya padi sawah a-

dak ada data perhitungan yang bisa

kan tetap berkisar 700—800 jam/ba-

diperoleh, namun ada kecenderungan

hu/musim dengan produktivitas ter-

umum bahwa hasil produksi padi me-

tinggi sekitar 5—6 ton/bahu (6—7

nurun pada musim tanam kedua. Se-

ton/ha). Jenis traktor tidak berubah

bab pokoknya adalah kelangkaan air.

sejak pertengahan dasawarsa 1980-

Ketergantungan semua petani kepada

an, begitu pula dengan bibit. Pada te-

air dari saluran irigasi nonteknis men-

ngah dasawarsa 1990-an, jenis pupuk

jadikan musim berperan penting da-

baru, yaitu pupuk tablet yang ditanam

lam meningkatkan atau menurunkan

di tanah, mulai diperkenalkan. Sam-

hasil produksi. Oleh karena itu, lagi-

pai saat ini sebagian petani menggu-

lagi, irigasi menjadi jalan keluar ter-

nakan pupuk tablet dan sebagian lain-

dekat untuk mengatasi penurunan

nya masih menggunakan pupuk se-

produktivitas sawah.

bar. Namun, tidak ada peningkatan
produktivitas yang dramatis karena

Peningkatan produktivitas sawah de-

masuknya bentuk pupuk baru. Boleh

ngan memperbaiki penyaluran air iri-

dikatakan bahwa sampai saat ini be-

gasi terutama berfaedah bagi buruh

lum ada peningkatan kekuatan pro-

tani karena selama ini kekurangan air

duktif baru lagi.

di musim tanam kedua telah mempengaruhi sebagian petani untuk tidak

Sampai sekarang, di Wetankali, pe-

menanam padi dan lebih memilih pa-

ningkatan produktivitas tahunan ha-

lawija atau sayur-mayur. Kedua jenis

nya mungkin dengan menjaga pasok-

tanaman ini umumnya tidak padat

26

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

BAHASAN UTAMA

karya dan bisa dibudidaya dengan te-

pun ada perkembangan di masa de-

naga kerja yang tersedia dalam ru-

pan, maka di Wetankali dampaknya

mah tangga. Lebih-lebih, keduanya ti-

akan beragam terhadap rumah tang-

dak dipanen dengan sistem bawon se-

ga petani pemilik lahan, penggarap,

hingga menutup saluran buruh tani

dan buruh tani. Dampaknya akan be-

memperoleh cadangan pangan. Bila

ragam juga terhadap laki-laki dan pe-

kekeringan di musim tanam kedua te-

rempuan tani. Sebagai contoh, bila

rus berlangsung dan meluas, maka a-

perkembangan terjadi dalam hal per-

kan semakin banyak petak sawah

kakas atau permesinan, seperti seja-

yang tidak ditanami padi dan beru-

rah masuknya sabit dan mesin peng-

jung pada penyempitan saluran pero-

giling padi yang pernah terjadi sebe-

lehan gabah bagi rumah tangga buruh

lumnya, maka tenaga kerja buruh pe-

tani.

rempuanlah yang akan pertama-tama
terdepak. Masuknya teknologi baru,
ini

terutama yang paling mungkin terjadi

mungkin akan berujung juga pada

di masa depan, yaitu mesin pemanen,

Perkembangan

masalah

air

munculnya mesin penyedot air dalam

akan sangat mengguncang saluran-

seperti yang sudah banyak disaksikan

saluran yang selama ini bisa dimasuki

di desa-desa yang mengalami nasib

lapisan buruh tani perempuan. Na-

serupa dengan Wetankali. Seperti

mun secara umum, perkembangan

ketika

dalam

permesinan di satu sisi akan berujung

menyingkirkan

pada bertambahnya tingkat keter-

traktor

pembajakan

dan

hadir

kerbau-kerbau dari sawah, kehadiran

singkiran buruh tani dan petani miskin

sumur pompa dan mesin sedot air

untuk memperoleh manfaat dari sa-

pasti

wah, dan di sisi lain peningkatan ke-

akan

mengubah

tampilan

masyarakat.

mungkinan akumulasi kekayaan di
kalangan petani kaya dan pemilik ka-

Peningkatan produktivitas dari luar

pital uang. Meski hubungan desa dan

irigasi tampaknya belum menunjuk-

kota semakin mudah dan murah di-

kan kemungkinannya. Teknologi per-

banding 50 tahun lalu dan memung-

tanian Indonesia belum memuncul-

kinkan migrasi keluar dari desa sema-

kan perkembangan baru yang betul-

kin besar, tetap saja ketegangan di

betul revolusioner seperti ketika di-

dalam akan muncul.

perkenalkannya bibit unggul berumur
110 hari dan traktor tangan berke-

Dalam etnografinya tentang kehidup-

kuatan 12 tenaga kuda. Namun, bila

an kampung di Semenanjung Malaya,

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

27

PEREMPUAN DAN KERAGAMAN PENGHIDUPAN DI PEDESAAN JAWA

James Scott menyoroti perubahan-

hingga mampu menampung buruh-

perubahan teknis dalam budidaya pa-

buruh tani yang terusir dari lahan itu.

di di sawah dan dampaknya terhadap

Tampilan seperti ini belum tentu bisa

penghidupan masyarakat. Dalam te-

ditemui di banyak desa di luar desa-

muannya, kemunculan mesin pema-

desa sentra kerajinan dan industri ke-

nen mengurangi penerimaan upah

cil.

buruh tani sampai 44% yang berarti
“menghancurkan dan sukar untuk

Di Wetankali, orang-orang yang ter-

membayangkan bagaimana mereka

desak keluar dari pertanian tidak ha-

dapat hidup dalam keadaan yang baru

nya buruh-buruh tani perempuan, ta-

itu” (Scott 2000:101). Scott juga me-

pi juga para buruh tani laki-laki. Se-

negaskan bahwa dampak langsung

mentara itu perkembangan bidang in-

mesin pemanen terhadap upah begitu

dustri dan perdagangan boleh dikata-

jelas dan dramatis, “akan tetapi da-

kan lambat dan tidak mampu menam-

lam jangka panjang akibat tidak lang-

pung kelebihan tenaga kerja di perta-

sungnya mungkin lebih menghancur-

nian. Itulah sebabnya tidak sedikit

kan” (idem).

penduduk, terutama yang tergolong
usia muda, keluar dari desa dan mencoba

memasuki

saluran-saluran

Perempuan dan Penghidupan di

penghidupan di perkotaan. Migrasi

luar Pertanian

keluar karena alasan ekonomi ini bukan gejala yang muncul akhir-akhir ini

Pudjiwati Sayogjo (1985, 1993) me-

saja.

nyimpulkan bahwa ketika permesinan
yang

Dari sedikit kegiatan industri di dalam

mengakibatkan tenaga-tenaga kerja

memasuki

bidang

pertanian

dan sekitar desa, hampir sebagian be-

perempuan tersingkir dari atau kian

sarnya merupakan saluran yang sedi-

sempit kesempatannya untuk mema-

kit sekali terbuka bagi buruh perem-

suki saluran-saluran penghidupan di

puan. Kegiatan industri pembuatan

pertanian, maka jumlah perempuan

batako, pencetakan bata merah, usa-

yang memasuki saluran penghidupan

ha pembuatan nisan, bengkel per-

di luar pertanian akan besar. Mungkin

baikan

kesimpulan ini didasarkan pada peng-

pembuatan jenang hanya mempeker-

andaian bahwa kegiatan industri dan

jakan buruh laki-laki. Itupun dengan

kendaraan

bermotor,

dan

perdagangan di desa dan sekitarnya

kebutuhan jumlah tenaga kerja yang

cukup banyak dan padat karya se-

tidak melampaui 10 orang. Kerja ba-

28

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

BAHASAN UTAMA

ngunan dan pertukangan pun demi-

pasar atau berkeliling dari satu tem-

kian. Baik tukang maupun buruh ba-

pat ke tempat lainnya. Hampir semua

ngunan semuanya laki-laki. Saluran

penjaja makanan di pinggir-pinggir

yang terbuka bagi buruh perempuan

jalan raya juga perempuan.

hanya usaha kecil-kecilan seperti usaha pembuatan tempe atau pembuat-

Bagi sebagian buruh perempuan, sa-

an tape kenyas. Perempuan-perem-

luran-saluran penghidupan di pedesa-

puan dari rumah tangga buruh tani ju-

an boleh dikatakan sudah sangat

ga hanya berkesempatan menjadi

sempit dan hampir-hampir tertutup.

pembantu rumah tangga di rumah-

Ada semacam peminggiran perem-

rumah orang kaya atau pelayan di wa-

puan dalam arti bahwa perempuan

rung atau rumah makan yang jumlah-

dari rumah tangga buruh tani yang

nya tidak sebanding dengan banyak-

terdepak dari pertanian berkumpul di

nya buruh perempuan yang mencari

sektor-sektor yang pinggiran dan se-

nafkah di luar pertanian.

kadar memperoleh nafas tambahan
agar tetap bisa hidup melanjutkan ke-

Tampilan gender dalam perdagangan

hidupan rumah tangga. Gambaran ini

cukup menarik untuk diperhatikan.

tidak terjadi pada perempuan dari ka-

Pertama-tama, perempuan ada di

langan rumah tangga lapisan atas.

berbagai lapisan kegiatan perdaga-

Ketika perempuan-perempuan dari

ngan. Perempuan dari rumah tangga

rumah tangga lapisan atas memasuki

petani penggarap atau dari rumah

perdagangan, maka yang dimasuki

tangga miskin lainnya hanya mungkin

adalah kedudukan sebagai pemilik

memasuki bidang perdagangan kecil-

atau manajer toko, pedagang pe-

kecilan seperti warung rumahan atau

nampung hasil pertanian, manajer

penjaja makanan berkeliling. Kegiat-

keuangan dan pemasaran perusaha-

an marung (membuka usaha warung)

an keluarga, atau penyelenggara usa-

kecil-kecilan di rumah hampir sudah

ha-usaha jasa yang pasarnya melam-

menjadi kebiasaan umum dilakukan

paui wilayah desa.

oleh perempuan. Bila rumah tangga
tersebut mengandalkan saluran per-

Pilihan saluran penghidupan perem-

dagangan

puan tidak bisa dilepaskan dari siasat

sebagai

sumber

pokok

penghidupan, maka biasanya perem-

rumah tangga secara umum. Itulah

puanlah yang menangani perdaga-

sebabnya tesis tentang pemiskinan

ngan kecil-kecilan di rumah sementa-

perempuan hanya berlaku pada ting-

ra laki-laki berdagang dari pasar ke

kat praanggapan yang umum saja.

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

29

PEREMPUAN DAN KERAGAMAN PENGHIDUPAN DI PEDESAAN JAWA

Dari kasus-kasus mikro, nyatanya ke-

rang-orang tanpa lahan untuk mema-

las sosial lebih berperan dalam mem-

suki saluran pencarian kekayaan di

pengaruhi pilihan-pilihan penghidup-

negeri asing ini.

an perempuan di luar pertanian. Persoalan kelas sosial bukan hanya ter-

Para perempuan yang mengadu nasib

kait dengan kedudukan dalam suatu

ke luar negeri umumnya berasal dari

pembagian kerja sosial, melainkan ju-

lapisan yang boleh dikatakan bukan

ga terhubung dengan nilai-nilai dan

dari buruh-tani. Meski sejak perte-

gaya hidup yang dikembangkan kelas

ngahan dasawarsa 1990-an ada ke-

tersebut. Putri keluarga petani kaya

mungkinan memasuki saluran TKW

yang pernah mengenyam pendidikan

dengan sistem pinjaman yang dibayar

perguruan tinggi di kota tentu kecil

bila sudah bekerja, hingga sekarang

kerja-

hanya anak perempuan dari rumah

kerja upahan di desa. Sebaliknya,

kemungkinannya

memasuki

tangga golongan menengah saja yang

anak perempuan dari rumah tangga

pergi bekerja di luar negeri.

petani penggarap yang seumur hidupnya berada di lingkungan yang meng-

Pada 2007 tercatat 26 orang TKI/W

agungkan nilai bertahan hidup rutin

yang masih terdaftar sebagai pendu-

dari musim ke musim tentu akan be-

duk Wetankali. Dalam Daftar Pemilih

sar kemungkinannya untuk mema-

Sementara Pilkades Wetankali 2007,

suki kerja-kerja upahan di dalam de-

negara-negara tujuan para TKI/W ada

sa, entah menjadi pelayan warung

enam, yaitu Arab Saudi, Malaysia, Si-

atau pembantu rumah tangga untuk

ngapura, Taiwan, Jepang, dan Korea

keluarga kaya.

Selatan. Sebenarnya, jumlah TKI/W

Salah satu saluran yang sekarang se-

dari data yang ada di kantor desa, se-

dari Wetankali bisa jadi lebih besar
makin mungkin untuk dimasuki pe-

bab tidak semua calon pekerja men-

rempuan adalah menjadi tenaga kerja

catatkan diri ke kantor desa. Menurut

ke luar negeri. Berita derita TKW tidak

kabar dari beberapa orang penduduk,

bisa menghalangi harapan sebagian

tidak sedikit calon pekerja yang tidak

orang untuk bekerja ke negeri asing.

tercatat atau dibuatkan KTP dan surat

Iming-iming limpahan kekayaan yang

keterangan palsu oleh agen-agen pe-

bisa dibawa pulang, seperti yang ter-

nampung TKI/W. Dari berbagai kabar

pajang secara simbolis dari toko ba-

setempatan, sejak 2000 hingga 2007

han bangunan milik mantan TKI di

bisa diperkirakan ada sekitar 40—70

Dusun I, terus-menerus menarik o-

penduduk Wetankali yang menjadi
TKI/W.

30

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

BAHASAN UTAMA

Dari keseluruhan 26 TKI/W, 54% ada-

40-an. Pekerja laki-laki umumnya be-

lah pekerja perempuan yang sebagian

rangkat ke luar negeri pada usia-usia

besar, yaitu 70%, bekerja di Arab

muda, yaitu 20—25 tahun, sedangkan

Saudi sebagai pembantu rumah tang-

pekerja perempuan terbanyak be-

ga. Sementara itu, pekerja laki-laki

rangkat pada usia di atas 35—39 ta-

sebagian besar (42%) bekerja di Ma-

hun. Menurut penuturan beberapa

laysia sebagai buruh bangunan, buruh

mantan TKI, ada kecenderungan bah-

perkebunan, atau buruh pabrik manu-

wa yang dibutuhkan pabrik-pabrik e-

faktur. Jumlah pekerja laki-laki di Arab

lektronik di Jepang dan Korea Selatan

Saudi juga cukup banyak. Sebagian

adalah pekerja-pekerja yang berpe-

besar mereka bekerja sebagai sopir.

ngalaman 1 atau 2 tahun saja setelah
lulus sekolah menengah teknik.

Jepang dan Korea tampaknya bukan
negara tujuan bagi pekerja perem-

Ada beberapa saluran yang bisa dima-

puan dari Wetankali. Semua TKI/W

suki seorang calon TKI/W. Salah satu-

dari Wetankali yang pergi ke dua ne-

nya adalah melalui agen penyalur

gara Timur Jauh itu adalah laki-laki

(sponsor), baik yang tinggal di Wetan-

dan umumnya bekerja sebagai buruh

kali maupun dari luar desa. Agen-a-

pabrik elektronik atau perakitan ken-

gen besar banyak berkantor di bebe-

daraan bermotor. Mungkin hal ini ter-

rapa kota sekitar Wetankali seperti

kait dengan latar belakang pendidikan

Banyumas, Gombong, Kebumen, Ci-

yang berbeda antara pekerja laki-laki

lacap, dan Purwokerto. Agen-agen

dan perempuan. Umumnya, pekerja

besar ini biasanya mempunyai sema-

laki-laki yang pergi ke luar negeri

cam agen di tingkat desa yang bekerja

mempunyai latar pendidikan sekolah

secara perseorangan. Para penyalur

teknik (STM), sedangkan pekerja pe-

biasa mendatangi rumah-rumah pen-

rempuan

sebagian

besar

berlatar

duduk yang memiliki anggota rumah

pendidikan sekolah umum.

tangga dengan kualifikasi cocok untuk

Rentang usia pekerja adalah dari 20

ini merupakan salah satu sumber in-

menjadi TKI/W. Agen-agen penyalur
tahun sampai 46 tahun. Sebagian be-

formasi mengenai besarnya upah, ta-

sar pekerja (46%) berangkat pada

ta cara menjadi TKI/W, dan negara tu-

rentang usia 20—30 tahun. Tiga puluh

juan yang sesuai dengan ketrampilan

persen dari mereka berusia 30 hingga

dan latar pendidikan yang dimiliki ca-

menjelang usia 40. Sebagian kecil sa-

lon.

ja (23%) yang tercatat berusia di atas

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

31

PEREMPUAN DAN KERAGAMAN PENGHIDUPAN DI PEDESAAN JAWA

Selain dari agen penyalur, pengeta-

saluran untuk mencari penghidupan

huan mengenai seluk-beluk kerja di

yang bisa mempertahankan cada-

luar negeri juga bisa diperoleh dari ik-

ngan ekonomi rumah tangga atau, bi-

lan-iklan radio. Beberapa agen penya-

la beruntung, bisa menjadi sumber

lur resmi yang cukup besar biasanya

akumulasi kekayaan.

mengiklankan

tawaran

penyaluran

kerja di luar negeri melalui radio. Namun, sebagian besar TKI/W memper-

Kesimpulan

oleh berbagai informasi pertama-tama melalui mantan TKI/W yang sudah

Sulit dipungkiri bahwa kategori gen-

kembali ke desa. Tidak jarang TKI/W

der berperan penting dalam penghi-

yang sedang pulang ini berangkat

dupan dan bertahan hidupnya rumah

kembali dengan membawa teman a-

tangga. Pembagian kerja berdasarkan

tau tetangganya yang tertarik untuk

gender di tingkat komuniti berkelin-

ikut bersamanya.

dan dengan pembagian kerja dan
komposisi

berdasarkan

gender

di

Fenomena TKI/W bukan sesuatu yang

tingkat rumah tangga. Namun, gen-

khas Jawa, tapi jelas sangat khas pe-

der bukan dan tidak bisa dijadikan pa-

desaan. Seperti halnya Breman dan

tokan satu-satunya untuk mengulas

Wiradi (2004), kami melihat gejala ini

pola pekerjaan dan penghidupan ru-

pertama-tama sebagai bagian dari

mah tangga. Kemungkinan mema-

proses internasionalisasi tenaga kerja

suki, keluar, ditarik, atau terdepak da-

karena munculnya kelebihan relatif

ri sumber penghidupan tertentu teru-

tenaga kerja di pedesaan, baik sektor

tama dipengaruhi oleh latar belakang

pertanian maupun bukan-pertanian.

kelas meski unsur gender tetap tak bi-

Selain itu, dilihat dari latar belakang

sa dilepaskan. Sebagai kategori so-

ekonomi rumah tangganya, berang-

sial, kelas menjadi semacam simpul

kat ke luar negeri sebagai TKI/W me-

pengikat berbagai kategori sosial po-

rupakan bagian dari siasat konsolidasi

kok lainnya (usia, gender, orientasi

ekonomi rumah tangga lapisan mene-

politik, orientasi keagamaan).

ngah yang melihat terbukanya satu

32

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

BAHASAN UTAMA

DAFTAR ACUAN
Breman, Jan dan Gunawan Wiradi. 2004. Masa Cerah dan Masa Suram di Pedesaan Jawa: Studi Kasus Dinamika Sosio-ekonomi di Dua Desa Menjelang Akhir Abad ke-20. Jakarta: LP3ES dan KITLV-Jakarta.
Collier, William dkk. 1996. Pendekatan Baru dalam Pembangunan Pedesaan di
Jawa: Kajian Pedesaan Selama Dua Puluh Lima Tahun. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sajogyo, Pudjiwati. 1985. “The Impact of New Farming Technology on Women's Employment”. Women in Rice Farming. Aldershot dan Vermont:
Gower Publishing Company untuk International Rice Research Institute.
hlm. 149—169.
___________. 1993. “Teknologi Pertanian dan Peluang Kerja Wanita di Pedesaan: Suatu Kasus Padi Sawah”, dalam Mubyarto (ed.). Peluang Kerja
dan Berusaha di Pedesaan. Yogyakarta: BPFE untuk P3PK UGM. hlm.
83—141.
Scott, James C. 2000. Senjatanya Orang-orang Kalah: Bentuk-bentuk Perlawanan Sehari-hari Kaum Tani. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Tjondronegoro, Sediono M.P. 1999. “Revolusi Hijau dan Perubahan Sosial di
Pedesaan Jawa”, dalam Sediono M.P. Tjondronegoro. Keping-keping Sosiologi dari Pedesaan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 282—311.
White, Benjamin. 1985. “Women and the Modernization of Rice Agriculture:
Some General Issues and a Javanese Case Study”. Women in Rice
Farming. Aldershot dan Vermont: Gower Publishing Company untuk
International Rice Research Institute. hlm. 119—148.
Wijaya, Hesti R. 1985 “Women's Access to Land Resources: Some Observation from East Javanese Rural Agriculture”. Women in Rice Farming. Aldershot dan Vermont: Gower Publishing Company untuk International
Rice Research Institute. hlm. 171—185.

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008

33