Penguatan Peran Kelembagaan Petani Dalam Peningkatan Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi Berbasis Teknologi Informasi

PENGUATAN PERAN KELEMBAGAAN PETANI DALAM
PENINGKATAN KAPABILITAS PETANI MENGELOLA
INOVASI BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI
(Kasus Petani Sayuran di Dataran Tinggi Jawa Barat)

DAROJAT PRAWIRANEGARA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Penguatan Peran
Kelembagaan Petani dalam Peningkatan Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi Berbasis
Teknologi Informasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Darojat Prawiranegara
NIM I361110031

RINGKASAN
DAROJAT PRAWIRANEGARA. Penguatan Peran Kelembagaan Petani dalam
Peningkatan Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi Berbasis Teknologi Informasi.
Dibimbing oleh SUMARDJO, DJUARA P. LUBIS dan SRI HARIJATI.
Penguatan peran kelembagaan petani dalam peningkatan kapabilitas petani
mengelola inovasi berbasis teknologi informasi pada dasarnya ditujukan guna
menghadapi isu daya saing produk hortikultura khususnya sayuran/globalilisasi
ekonomi, meminimalkan ketergantungan petani terhadap informasi saluran formal,
efektivitas layanan informasi bagi petani, memecah kebuntuan/stagnasi informasi,
menjembatani petani yang berakses lemah informasi, optimalisasi realisasi UU
Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Nomor 16 Tahun 2006, UU
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Nomor 19 Tahun 2013, PerMentan
No:82/Permentan/OT.140/8/2013 dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Secara spesifik, penguatan peran kelembagaan

juga penting dalam menghadapi kompleksitas peluang dan tantangan pembangunan
pertanian ke depan, kemajuan teknologi informasi, konvergensi komunikasi, inovasi
masa depan, akses terhadap pasar, akses terhadap sumberdaya produktif, penyuluhan
cafetaria, daya saing lembaga petani. Kelembagaan petani yang dinamis dan adaptif
yang mampu mengaplikasi teknologi informasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan
informasi serta akses pada sumber informasi secara global merupakan salah satu
jawaban yang patut diperhitungkan untuk menangkap peluang perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi/TIK bagi peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi.
Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis peran kelembagaan petani dalam
meningkatkan kapabilitas petani mengelola inovasi berbasis teknologi informasi di
dataran tinggi Jawa Barat; (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
kelembagaan petani dalam proses peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi
berbasis teknologi informasi di dataran tinggi Jawa Barat; (3) merumuskan strategi
penguatan peran kelembagaan petani dalam meningkatkan kapabilitas petani mengelola
inovasi berbasis teknologi informasi di dataran tinggi Jawa Barat.
Penelitian dilakukan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat dan di
Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat yang merupakan dua sentra
penghasil sayuran dengan ragam dan jenis produk inovatif terbanyak di Jawa Barat.
Selain itu, penentuan daerah penelitian didasarkan pada pertimbangan antara lain
jumlah petani yang mengembangkan produk inovatif komoditas sayuran banyak,

tipologi geografis dataran tinggi, serta banyaknya petani dan kelembagaan petani yang
telah memanfaatkan informasi melalui jaringan internet (internetworking). Sampel
penelitian berjumlah 243 orang (114 orang petani di Kabupaten Bandung Barat dan 129
orang petani di Kabupaten Cianjur).
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei, studi literatur dan
wawancara. Survei lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengamatan, survey terstruktur
dengan kuesioner, wawancara mendalam (in-depth interview) dan fokus grup
diskusi/FGD. Data sekunder diperoleh dari dokumentasi laporan dari berbagai instansi
terkait. Strategi penguatan peran kelembagaan petani menggunakan dasar hasil analisis
Structural Equational Moddelling/SEM.
Hasil penelitian menunjukkan pentingnya penguatan peran kelembagaan petani
dalam meningkatkan kapabilitas petani mengelola inovasi melalui peran mengelola
informasi, mediasi informasi, edukasi insan informasi, wahana kerjasama dan unit
usaha yang didukung oleh penguatan karakteristik individu anggota kelembagaan
petani, dinamisasi kelembagaaan petani, perbaikan kualitas informasi dan dukungan

kelembagaan eksternal (lembaga penyuluhan, penelitian, lembaga pendidikan dan
latihan, lembaga input/output, lembaga kebijakan dan dukungan jaringan sarana
prasarana teknologi informasi komunikasi/ICT).

Secara simultan peran kelembagaan petani di Jawa Barat telah memiliki peran
yang cukup baik di lihat dari nilai validitas perananya mengelola informasi (0.91),
mediasi informasi (0.81), edukasi insan informasi (0.64), wadah kerjasama (0.63) dan
unit usaha/peningkatan nilai tambah (0.64). Penguatan peran kelembagaan petani
sangat bergantung pada karakteristik individu anggota (thitung5.89), kualitas informasi
(thitung1.20), dinamika kelompok (thitung10.21) dan dukungan kelembagaan eksternal
(thitung1.21). Model matematik dari faktor-faktor yang berpengaruh pada peran
kelembagaan petani adalah: Y1 = 0.25*X1 + 0.042*X2 + 0.65*X3 + 0.095*X4,
errorvar = 0.23 dan R2 = 0.77. Nilai R menunjukkan bahwa 77% varian dari peran
kelembagaan petani dipengaruhi 25% oleh karakteristik individu, 4.2% oleh kualitas
informasi, 65% oleh kedinamisan kelompok dan 9.5% oleh dukungan kelembagaan
eksternal sisanya 23% pengaruhi faktor lain. Peran kelembagaan berpengaruh nyata
(thitung8.59 > 1.96), karakteristik petani (thitung6.68 > 1.96), kualitas informasi (thitung9.56
> 1.96) terhadap peningkatan kapabilitas inovasi petani. Tingkat kapabilitas petani
sayuran dataran tinggi Jawa Barat masih rendah. Berdasarkan hasil pengukuran
validitas dengan menggunakan Confirmatory Faktor Analysis (CFA) pengukuran
kapabilitas inovasi individu petani dapat dilakukan dengan indikator: (1) kemampuan
beradaptasi dengan inovasi (0.89); (2) kemampuan menyaring inovasi (0.97); (3)
kemampuan komitmen terhadap inovasi (0.92); (4) perilaku mengelola sumberdaya
yang ada (0.89); dan (5) kemampuan melaksanakan inovasi (0.91).

Rumusan strategi peningkatan kapabilitas inovasi petani sayuran di dataran tinggi
Jawa Barat berbasis teknologi informasi dilakukan melalui empat pendekatan. Pertama,
perbaikan terhadap intern kelembagaan kelompoktani; kedua, perbaikan terhadap
karakteristik perilaku inovasi individu petani; ketiga, perbaikan terhadap kualitas
informasi; dan keempat, tingkatkan dukungan eksternal kelembagaan kelompok tani.

Kata kunci: kapabilitas petani mengelola inovasi, peran kelembagaan petani, teknologi
informasi dan komunikasi

SUMMARY
DAROJAT PRAWIRANEGARA. Strengthening the Role of Farmers Institution in
Improving Farmers Innovation Capability Based on Information Technology. Guided
by SUMARDJO, DJUARA P. LUBIS and SRI HARIJATI.
Strengthening the farmers institution role in improving innovation capabilities
based on information technology is essentially intended to address the issue of
competitiveness of horticultural products, especially vegetables/economy
globalizations, minimize the dependence of farmers on the formal information
channels, the effectiveness of information services for farmers, to break the
deadlock/stagnation information, bridging farmers weak-access information,
optimizing the realization of the Law of Agriculture Fisheries and Forestry Extension

No. 16 of 2006, and Empowerment of Farmer Protection Act No. 19 of 2013, to
Regulation No: 82/Permentan/OT.140/8/2013 and Law No. 14 of 2008 concerning
Openness of Public Information (OPI). Specifically, the strengthening of the role of
institutions is also crucial in the face of the complexity of the opportunities and
challenges of agricultural development in the future, advances in information
technology, the convergence of communications, future innovation, access to markets,
access to productive resources, counseling cafeteria, the competitiveness of farmers‟
organizations. The dynamic and adaptive farmers institution where is able to apply
information technology in the management and utilization of information and access to
global resources is one of the answers to be reckoned to capture the growth
opportunities of information and communication technology/ICT for increased farmers
innovation capabilities.
This study aims to: (1) analyzing farmers institution role in improving farmers
innovation capabilities of information technology-based in the highlands of West Java;
(2) analyze the factors that affect farmers institution in the process of increasing
farmers innovation capabilities of information technology-based in the highlands of
West Java; (3) formulate a strategy of strengthening the farmers institution role in
improving farmers innovation capabilities of information technology-based in the
highlands of West Java.
The study was conducted in District Lembang, West Bandung Regency and in the

District Pacet Cianjur Regency West Java Province which is two production centers
with a variety of vegetables and most kinds of innovative products in West Java.
Moreover, determination of the study area based on considerations such as the great
number of farmers who develop innovative products of vegetables, geographical
typologies plateau, and the number of farmers and farmer institution that has utilized
the information through the Internet (internetworking). These samples included 243
people (114 farmers in West Bandung Regency and 129 farmers in Cianjur).
The research was conducted using survey methods, literature study and
interviews. The field survey was conducted to collect primary data and secondary data.
Primary data were collected by observation, structured questionnaire survey, in-depth
interviews and focus group discussions/FGD. Secondary data were obtained from the
documentation of reports from various relevant agencies. Results analysis of farmers‟
institution role strengthening strategy is using basic Structural Equational
Moddelling/SEM.
The results showed the importance of strengthening the institutional role of
farmers in improving innovation capabilities of farmers institution role of managing
information, mediation of information, education human information, a vehicle for
cooperation and business units are supported by the strengthening of the individual
characteristics of farmers institution members, farmers institution dynamic, improving


the quality of information and external institutional support (extension services,
research, education and training institutions, institutions of input/output, agency
policies and network support infrastructure information communication
technology/ICT).
Simultaneously farmers institution role in West Java has had a considerable role
both in view of the validity role to manage information (0.91), mediation of
information (0.81), education information man (0.64), the container co-operation (0.63)
and business unit/increase value added (0.64). Optimal farmers institution role is very
dependent on the individual characteristics of members (t5.89), the quality of
information (t 1.20), the dynamics of the group (p-value 10.21) and external institutional
support (t1.21). The mathematical model of the factors that affect farmers institution role
is: Y1 = 0.25 * X1 + X2 + 0.042 * 0.65 * 0095 * X3 + X4, error variance = 0.23 and
R2 = 0.77. The value of R indicates that 77% variance from the institutional role of the
25% of farmers affected by individual characteristics, 4.2% by the quality of
information, 65% by the dynamic group and 9.5% by external institutional support for
the remaining 23% influence of other factors. Institutional role (t 8.59> 1.96),
characteristic of the farmers (t6.68> 1.96), the quality of information (t 9.56> 1.96) is
significant affected to the improvement of farmers' innovation capabilities. Level
capabilities highland vegetable farmers in West Java are still low. Based on the validity
of the measurement results by using Confirmatory Factor Analysis (CFA) measurement

of innovation capabilities of individual farmers can be done with the indicator: (1) the
ability to adapt to innovation (0.89); (2) the ability to filter innovation (0.97); (3) the
ability of the commitment to innovation (0.92); (4) managing the behavior of existing
resources (0.89); and (5) the ability to implement innovations (0.91).
The strategy formulation of increasing vegetable farmers‟ innovation capability
in the highlands of West Java technology-based information is done through four
approaches. First, improvements to the internal farmers group institution; secondly, the
improvement of the characteristics of farmers individual innovation behavior; The
third, the improvement of the quality of information; and fourth, increase external
support farmers group institution.
Keywords: farmers’ innovation capabilities, farmers’ institution role, information and
communication technology

(C) Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PENGUATAN PERAN KELEMBAGAAN PETANI DALAM
PENINGKATAN KAPABILITAS PETANI MENGELOLA
INOVASI BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI
(Kasus Petani Sayuran di Dataran Tinggi Jawa Barat)

DAROJAT PRAWIRANEGARA

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:
1. Dr Ir Retno Sri Hartati Mulyandari, MSi.
2. Dr Ir Siti Amanah, MSc.
Pelaksanaan Ujian Tertutup:
Hari/Tanggal : Senin, 01 Februari 2016
Waktu
: 09.00 – 11.00 WIB
Tempat
: Gedung Pasca,
R.SPs 303, Lt. 3

Penguji pada Ujian Promosi:
1. Dr Ir Ranny Mutiara Chaidirsyah
2. Dr Ir Siti Amanah, MSc.
Pelaksanaan Ujian Promosi:
Hari/Tanggal : Senin, 07 Maret 2016
Waktu
: 09.00 WIB - selesai
Tempat
: Gedung Pasca,
R. SPs 202, Lt. 2

Judul Disertasi

:

Nama
NIM

:
:

Penguatan Peran Kelembagaan Petani dalam Peningkatan
Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi Berbasis Teknologi
Informasi (Kasus Petani Sayuran di Dataran Tinggi Jawa
Barat)
Darojat Prawiranegara
I361110031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sumardjo, MS
Ketua

Dr Ir Djuara P. Lubis, MS
Anggota

Dr Ir Sri Harijati, MA
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Sumardjo, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian Tertutup: 01 Februari 2016
Tanggal Ujian Promosi: 07 Maret 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan Kehadirat Illahi Robbi, yang senantiasa
mencurahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kita semua, yang salah satunya adalah
ilmu yang bermanfaat. Pada hakekatnya, atas Rahmat dan Karunia-Nya jualah penulis
dapat menyelesaikan laporan disertasi ini. Meskipun disadari bahwa disertasi ini masih
banyak kekurangannya, namun melalui pembimbingan, penelaahan, prelim, kolokium,
seminar hasil penelitian dan serangkaian sidang komisi penulis mendapatkan masukanmasukan berharga untuk melengkapinya. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih
yang tulus dan tak terhingga kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS.,
selaku Ketua Komisi Pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. dan Ibu
Dr. Ir. Sri Harijati, MA., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah dengan kritis
memberikan masukan bagi penajaman laporan disertasi, baik pada saat bimbingan,
ujian kualifikasi, kolokium, seminar hasil penelitian, sidang tertutup maupun sidang
komisi.
Kepada penguji luar komisi dalam sidang tertutup, Ibu Dr. Ir. Retno Sri Hartati
Mulyandari, MSi. dan Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, MSc., serta penguji luar komisi dalam
sidang promosi, Ibu Dr. Ir. Ranny Mutiara Chaidirsyah dan Ibu Dr. Ir. Siti Amanah,
MSc., diucapkan terima kasih atas kesediaan dan masukan-masukannya. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada semua dosen di Program Studi Ilmu Penyuluhan
Pembangunan (khususnya), di FEMA dan IPB (umumnya) yang telah dengan tulus
memberikan banyak ilmu dan pelajaran kepada penulis. Bapak Dr. Ir. H. Amiruddin
Saleh, MS. dan Bapak Dr. Ir. Prabowo Tjitropranoto, MSc., atas kesediaannya untuk
menjadi penguji luar komisi dalam ujian kualifikasi lisan, yang telah mengkritisi dan
memberikan masukan-masukan yang konstruktif bagi penyempurnaan laporan disertasi
ini. Terima kasih juga diucapkan kepada Mbak Desiar Ismoyowati, AMd., yang tidak
pernah lelah membantu penulis dalam pengurusan administrasi.
Kepada semua pengurus gapoktan, pengurus kelompok tani, para petani sayuran,
dan informan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat dan Kecamatan Pacet
Kabupaten Cianjur yang telah dengan tulus ikhlas memberikan informasi dan berbagi
pengalamannya kepada penulis diucapkan terima kasih. Kepada Bapak Ahmad
Hanafiah, Teh Lia, Kang Yunus, Bapak Daud, Bapak Darwin, Bapak Djamaludin,
Bapak Tony, Bapak Abdul Sidik, dan Bapak Muhamad Dillah, diucapkan terima kasih
atas bantuannya yang tidak pernah lelah membantu penulis dalam penggalian data di
lapangan. Kepada Bapak Dr. Mapaona, Bapak Dr. Kasdi Subagyono, Bapak Dr.
Bambang Irawan, Bapak Dr. Saeful Bachrein, dan Bapak Ir. Trisna Subarna, MM.,
diucapkan terima kasih atas kepercayaan dan rekomendasinya kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan Doktoral di IPB. Diucapkan terima kasih yang sebesar besarnya
kepada pejabat dan pemangku kebijakan di Badan Litbang Pertanian yang telah
memberikan kepercayaan dan bantuan beasiswa pendidikan Doktoral di IPB.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan penyuluh, peneliti dan
litkayasa di BPTP Jawa Barat, khususnya rekan-rekan di kelompok pengkaji sosial
ekonomi pertanian, yang telah memberikan suport kepada penulis untuk segera
menyelesaikan studi di IPB. Kepada sahabat seperjuangan di IPB, PPN 2011 (Kang
Iwan Setiawan dan Pak Akrab), kepada teman-teman PPN S2 2011 (Pak Suherdi, Pak
Zaenudin, dkk.), PPN 2010 (Kang Jahron, Kang Ustad Hamzah, Ibu Hayati, Ibu
Megawati, Pak Taufik, dkk.), PPN 2012 (Pak Yekti, dkk.), PPN 2014 (Ibu Epsi, Ibu
Angga, Ibu Hera, dkk.), serta rekan-rekan dari KMP (Pak Fuad, Ibu Dame, Ibu Sri,
dkk.), diucapkan terimakasih atas dukungan, diskusi dan motivasinya. Kepada
saudaraku Ani Suryani, yang tidak pernah alfa dan tidak pernah lelah membantu dan
menemani dalam setiap tahapan penyelesaian disertasi, diucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya.

Atas segala do‟a, kasih sayang dan pengorbanannya yang tiada tara, diucapkan
terima kasih yang tidak terhingga kepada Ibunda Yayah Rodiah dan Ayahanda
Suwarna (Alm.) dan saudara-saudaraku A Dodo dan Teh Dede, Asep dan Yuli, Eneng
dan Dendi (keluarga besar Rancaekek), serta kepada Bapak dan Ibu Mertua, Bapak
Priyatna dan Ibu Teti Widianti dan saudara-saudaraku Teh Dian dan Kang Haji, Reni
dan Enjang, Revi dan Oka, Rika dan Asrul (keluarga besar Laladon), serta kepada
Bapak Iri Wari dan Ibu Yatini dan saudara-saudaraku Papap, Bunda, Kakak, Teh Ai
(keluarga besar Sekeloa). Khusus buat istriku tercinta Rina Noviyanti Prawiranegara
dan putri-putri tersayangku Taqiya Puteri Prawiranegara dan Sarah Puteri Hayya
Prawiranegara, yang banyak tersita waktu dan hak-hak nya, terima kasih atas do‟a,
kesabaran dan segala pengorbanannya.
Akhir kata, semoga amal kebaikan dari semua pihak yang telah membantu
penulis dalam menempuh studi program Doktor di IPB, yang telah disebutkan dan yang
mungkin belum tersebut namanya, dibalas dengan pahala yang berlipat oleh Allah
SWT. Amiin…..
Bogor, Maret 2016
Darojat Prawiranegara

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

Hal.
xiii
xiv
xv

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Hasil Penelitian
Kebaruan (Novelty)

1
1
4
7
7
8

2

TINJAUAN PUSTAKA
Cyber Extension: Perspektif Baru Penyuluhan Pertanian
Konsep Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi
Peran Kelembagaaan Petani: Entry Point Peningkatan Kapabilitas
Petani Mengelola Inovasi
Karakteristik Individu Mendukung Penguatan Peran Kelembagaan
Petani dalam Peningkatan Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi
Kualitas Informasi: Sumber Peningkatan Kapabilitas Petani Mengelola
Inovasi
Dinamika Kelembagaan Kelompok
Lingkungan Eksternal: Mendukung Peran Kelembagaan dan
Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi
State of The Art

9
9
12

3

KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS
Kerangka Berfikir
Hipotesis Penelitian

44
44
54

4

METODE PENELITIAN

54

5

KARAKTERISTIK PETANI, PERAN KELEMBAGAAN DAN
KAPABILITAS PETANI MENGELOLA INOVASI
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Individu Mendukung Peran Kelembagaan Petani
Karakteristik Individu Mendukung Kapabilitas Petani Mengelola
Inovasi
Kesimpulan

6

PENGARUH
KUALITAS
INFORMASI
BERBASIS
CYBER
TERHADAP KAPABILITAS PETANI MENGELOLA INOVASI
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Persepsi Petani terhadap Karakteristik Kualitas Informasi
Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi

23
29
33
36
38
41

56
56
58
58
59
62
64

65
65
66
67
67
71

Pengaruh Kualitas
Mengelola Inovasi
Kesimpulan
7

8

9

Informasi

terhadap

Kapabilitas

Petani

DINAMIKA KELOMPOK TANI MENDUKUNG PENGUATAN PERAN
KELEMBAGAAN PETANI
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Kelompok Tani di Kabupaten Cianjur
Karakteristik Kelompok Tani di Kabupaten Bandung Barat
Dinamika Kelompok Tani Sayuran di Jawa Barat
Kesimpulan
LINGKUNGAN EKSTERNAL MENDUKUNG PENGUATAN PERAN
KELEMBAGAAN PETANI
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Lingkungan Eksternal Pendukung Kelembagaan
Petani
Kelembagaan Penyuluhan
Kelembagaan Penelitian dan Pengkajian
Kelembagaan Pendidikan dan Pelatihan
Lembaga Pembuat Kebijakan
Dukungan Infrastruktur dan Pemanfaatan Jaringan Teknologi
Informasi
Kelembagaan Input-output Usahatani
Analisis Sistem Penyebaran Informasi melalui Kelompok Tani
Kesimpulan
PERAN KELEMBAGAAN PETANI DALAM PENINGKATAN
KAPABILITAS PETANI MENGELOLA INOVASI
Pendahuluan
Konsep Penguatan Peran Kelembagaan Petani Berbasis ICT
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Peran Kelembagaan Petani
Faktor Penentu Peran Kelembagaan Petani
Strategi Penguatan Peran Kelembagaan Petani dalam Peningkatan
Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi
Implikasi Kebijakan
Kesimpulan

73
73

74
74
75
76
76
78
80
89

90
90
91
91
91
92
95
96
97
98
101
102
107

108
108
109
110
111
111
113
114
120
121

10

PEMBAHASAN UMUM

121

11

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

125
125
126

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN

127
139

DAFTAR TABEL

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15

Posisi model penelitian
Perkembangan kajian cyber extension di Indonesia
Perbedaan dimensi kapasitas, kompetensi, dan kapabilitas
Jumlah populasi dan sampel penelitian
Karakteristik petani sayuran di dataran tinggi Jawa Barat
Tipe inovator pada level kelompok tani di Jawa Barat
Jumlah dan persentase penilaian petani terhadap indikator kualitas
informasi yang di akses pada media internet, Tahun 2015
Jumlah dan persentase penilaian petani terhadap indikator kapabilitas
petani mengelola inovasi, Tahun 2015
Kondisi awal, bentuk inovasi dan kondisi petani sekarang, 2015
Persentase penilaian petani terhadap unsur kedinamisan kelompok di
Jawa Barat, Tahun 2015
Perspektif konvensional dan perspektif alternatif unsur dinamika
kelembagaan petani di Jawa Barat
Persentase penilaian petani terhadap unsur kedinamisan kelompok
pada perspektif alternatif kelembagaan petani di Jawa Barat
Jumlah populasi dan sampel penelitian
Faktor yang berpengaruh terhadap peran kelembagaan petani
Kapabilitas petani mengelola inovasi

Hal.
9
11
17
58
60
62
69
72
77
81
86
87
91
113
116

DAFTAR GAMBAR

Hal.
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7

Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Gambar 14
Gambar 15
Gambar 16
Gambar 17
Gambar 18
Gambar 19
Gambar 20

Peningkatan kapabilitas inovasi dan teknologikal dengan model
3D
Siklus berbagi pengetahuan (knowledge sharing) dalam perspektif
konvergensi komunikasi
Model DeLone dan McLean (1992)
Kerangka logis alur pikir dan proses penelitian
Skema kerangka berpikir studi penguatan peran kelembagaan
petani dalam meningkatkan kapabilitas petani mengelola inovasi
Hubungan kapasitas, kompetensi dan kapabilitas
Hubungan antar variabel dalam analisis penguatan peran
kelembagaan petani dalam meningkatkan kapabilitas petani
mengelola inovasi
Persentase tingkat kapabilitas petani mengelola inovasi
Persentase penilaian petani terhadap kualitas informasi pertanian
yang diakses pada media internet
Sistem alur pemasaran hasil pertanian di Kecamatan Lembang
Kabupaten Bandung Barat, 2015
Persentase dukungan lingkungan eksternal, 2015
Persentase kerjasama, kepercayaan dan harapan terhadap lembaga
penelitian, Tahun 2015
Persentase penilaian petani terhadap kebijakan pertanian, 2015
Analisis sistem penyebaran informasi melalui kelompok tani
Persentase peran kelembagaan petani sayuran di Jawa Barat
Proses validasi inovasi pada kelembagaan petani di Jawa Barat
Model struktural faktor dominan yang mempengaruhi kapabilitas
petani mengelola inovasi (Standardized loading factor)
Peran kelembagaan petani
Kapabilitas petani mengelola inovasi
Delapan jalur alternatif menuju peningkatan kapabilitas petani
mengelola inovasi

26
28
35
48
50
52

53
63
68
79
93
95
98
105
111
112
115
117
117
118

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8

Peta Kabupaten Bandung Barat
Peta Kabupaten Cianjur
Definisi operasional variabel penelitian
Abstrak Bab 5
Abstrak Bab 6
Abstrak Bab 7
Abstrak Bab 8
Abstrak Bab 9

Hal.
141
142
143
149
150
151
152
153

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penguatan peran kelembagaan petani dalam peningkatan kapabilitas petani
mengelola inovasi berbasis teknologi informasi pada dasarnya ditujukan guna
menghadapi isu daya saing produk hortikultura khususnya sayuran, globalilisasi
ekonomi, meminimalkan ketergantungan petani terhadap informasi saluran formal
(pemerintah), efektivitas layanan informasi bagi petani sebagai realisasi UU
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Nomor 19 Tahun 2013, PerMentan
No:82/Permentan/OT.140/8/2013 dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (KIP), memecah kebuntuan/stagnasi informasi,
menjembatani petani yang berakses lemah informasi, realisasi UU Penyuluhan
Pertanian Perikanan dan Kehutanan Nomor 16 Tahun 2006 yang mengutamakan
manusia sebagai titik sentral pembangunan pertanian.
Pada masa orde baru, penekanan penyuluhan pertanian bertumpu pada
peningkatan produktivitas dan produksi. Pendekatan sentralistik, dengan dukungan
dana dari negara, statis dan mekanis, pola komunikasi linear, cenderung bersifat
instruksional telah menjadikan petani sebagai objek pembangunan pemerintah serta
menjadikan para penyuluh sebagai alat pelaksana kebijakan pemerintah. Penyuluhan
lebih pada penekanan transfer teknologi bukan pada orangnya maupun pada proses
belajarnya. Pendekatan yang tidak mengutamakan manusianya ini ternyata telah
menghasilkan ketergantungan yang tinggi dari masyarakat terhadap pemerintah.
Chambers (1992) mengatakan bahwa dampak yang ditimbulkan dari paradigma
konvensional tersebut adalah: (1) menurunkan kreativitas petani dan menumbuhkan
sikap ketergantungan pada bantuan pemerintah; (2) kreativitas dan kearifan lembagalembaga lokal tidak berkembang bahkan banyak yang hilang; (3) program
pembangunan agribisnis menjadi tidak efisien dan efektif karena biaya birokrasi
pemerintah yang relatif tinggi; dan (4) program pembangunan sentralistik tidak sesuai
dengan kondisi lokal, sehingga komoditi unggulan lokal terdesak pilihan dari atas atau
pusat.
Undang-undang No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa pembangunan pertanian,
kini bertumpu pada manusianya (pelaku utama) dengan segenap sumberdaya yang
dimilikinya. Ditegaskan bahwa penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku
utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan
mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan
dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi
usaha, pendapatan dan kesejahteraan petani. Di sisi lain, begitu banyak hasil penelitian
bidang pertanian baik yang dihasilkan oleh swasta maupun pemerintah melalui badanbadan penelitian hanya tersimpan dan hanya menjadi konsumsi para peneliti. Hasil
penelitian yang berupa informasi pertanian pada hakekatnya adalah untuk memperbaiki
atau memecahkan masalah yang ada pada petani. Kenyataannya, informasi hasil
penelitian pertanian belum mencapai sasaran utamanya, yaitu para petani.
Petani sebagai mahluk sosial kehidupannya tidak lepas dari pengaruh orang lain
atau masyarakat. Petani menjadi individu yang tumbuh dan berkembang ke arah yang
baik atau tidak merupakan hasil interaksi faktor individu dengan lingkungan sosialnya.
Kemampuan seseorang dapat berkembang melalui proses aliran informasi dari
lingkungan di sekitarnya. Kelembagaan petani sebagai wadah berkumpulnya para
petani dalam lingkungan terdekatnya, berpotensi membawa pengaruh terhadap
perkembangan kehidupannya. Para penganut paham behaviorisme sepakat bahwa
petani bukan mahluk pasif atau semata-mata dikendalikan oleh dorongan instingtif dan
mengikuti kehendak lingkungan, melainkan bisa secara aktif merancang bahkan
merubah lingkungannya. Artinya, kelembagaan petani juga dipengaruhi oleh

2
keberadaan atau kondisi para anggota. Kapasitas seseorang selain ditentukan oleh
karakter pribadi, juga dapat ditingkatkan melalui proses berbagi pengetahuan,
pendidikan dan pembelajaran dalam kelompoknya. Petani dalam mengelola
usahataninya mencari dan menggunakan sumber-sumber pengetahuan dan informasi
yang berbeda baik perorangan maupun yang bersumber dari lembaga
swasta/pemerintah dengan perantaraan berbagai media.
Terdapat banyak elemen lembaga mulai dari subsistem penciptaan pengetahuan
sampai pada subsistem penerimaan pengetahuan. Di Indonesia, antar subsistem tersebut
dilakukan oleh lembaga yang berbeda, sehingga lambatnya koordinasi menjadi salah
satu penghambat lambatnya suatu inovasi. Untuk merajut simpul antara subsistem
rantai pasok pengadaan inovasi (generating subsystem) dengan subsistem penyampaian
(delivery subsystem) dan subsistem penerimaan (receiving subsystem) inovasi, maka
pemanfaatan teknologi informasi merupakan salah satu alternatif solusi dalam
penyampaian inovasi. Keterbukaan informasi global dalam dunia internetworking dapat
berperan dalam membantu petani dengan melibatkannya secara langsung dengan
sejumlah besar kesempatan dan membantu petani untuk memilih inovasi yang sesuai
dengan situasi dan kondisi di lapangan. Inovasi yang sederhana yang bersifat
inkremental (penyesuaian dan perbaikan usahatani dalam skala kecil); dapat berupa
inovasi produk seperti benih, bibit atau tanaman baru; inovasi proses pengelolaan/cara
budidaya terbaru tanaman sampai pada inovasi pengolahan hasil produksi seperti
packaging atau diversifikasi olahan hasil. Perkembangan jaringan pertukaran informasi
di antara pelaku yang terkait, merupakan aspek penting untuk mewujudkan sistem
pengetahuan dan informasi pertanian. Dengan dukungan teknologi informasi dan peran
aktif institusi bidang pertanian, upaya untuk mengembangkan jaringan informasi
bidang pertanian sampai di tingkat petani diharapkan dapat diwujudkan.
Teknologi informasi dan komunikasi (information and communication
technology/TIK) telah membangun sistem sosial ekonomi menjadi lebih sederhana,
praktis, luas, cepat dan multitasting. Melalui multimedia, jejaring nirkabel, teknologi
seluler, internet dan akses serba digital, setiap orang di dunia dapat terkoneksi,
berkomunikasi, berkolaborasi dan berbisnis secara online atau melalui instant
messenger dan jejaring sosial (seperti facebook, friendster, linked, coprol, twitter,
whatsapp dan sebagainya). Seiring dengan membaiknya sarana prasarana penunjang,
meningkatnya upaya sosialisasi dan internalisasi TIK ke berbagai ruang, maka
masyarakat pedesaan yang semula berakses lemah terhadap informasi dunia luar dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kini interaksinya menjadi semakin
terbuka, terutama dengan massifnya penggunaan TIK, seperti handphone dan internet.
Sosialisasi dan institusionalisasi TIK ke pedesaan kini menjadi program seluruh negara
di dunia.
Park et al. (2011) menyatakan bahwa Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Canada
dan Korea Selatan telah lebih dulu mengembangkan program pembangunan pedesaan
berbasis TIK. Selanjutnya China dan India yang mengembangkan TIK murah (frugal
innovation). Bahkan, sampai Tahun 2012, hampir 80 persen masyarakat pedesaan di
India dan China sudah akses terhadap TIK (Krishnan 2012; Ha et al. 2011). Afrika dan
Amerika Selatan juga mengembangkan apa yang disebut dengan program
pemberdayaan masyarakat pedesaan berbasis TIK (Pippet 2010).
Berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam rangka memenuhi keputusan yang
sudah disepakati dalam WSIS (World Summit on the Information Society) di Genewa
Tahun 2003 yang kemudian dilanjutkan Tahun 2005 di Tunisia, bahwa perwujudan
masyarakat informasi diutamakan untuk masyarakat pedesaan. Secara riil pemerintah
Indonesia telah juga mengembangkan beberapa program yang ditujukan untuk
memasyarakatkan internet kepada seluruh pelosok daerah, terutama ke pedesaan,
seperti Program Nusantara 21, Program Internet Masuk Desa (PIMD) dan Program

3
Internetisasi Sekolah (PIS). Selain itu, rintisan penyuluhan berbasis cyber yang dikenal
dengan cyber extension telah dilaksanakan di Indonesia melalui program: (1)
pengembangan sumber informasi pertanian lokal dan nasional pada program
peningkatan pendapatan petani melalui inovasi dari Deptan; (2) program Unlimited
Potential (UP) melalui Community Training and Learning Centre (CTLC); (3)
Partnerships for e-Prosperity for the Poor (Pe-PP); dan (4) program Pusat Layanan
Internet Kecamatan (PLIK) dan Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan atau yang
umum dikenal dengan MPLIK dari Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kominfo), dengan menyediakan satu unit server dan lima unit personal computer (PC)
client serta akses internet melalui koneksi satelit disetiap kecamatan.
Upaya-upaya tersebut juga disertai dengan pembangunan infrastruktur penunjang
jejaring dan akses teknologinya. Hingga Tahun 2012, jumlah pengguna TIK di
Indonesia meningkat tajam, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Menurut
Kemenkominfo (2010), program desa informasi dan desa berdering hingga Januari
2010 telah mencapai lebih dari 25 ribu desa termasuk di dalamnya 100 desa pintar yang
dilengkapi dengan jaringan internet. Kerja sama antar kementerian atau bagian di
dalam satu perkantoran merupakan pekerjaan besar yang harus dilalui untuk
menerapkan penggunaan teknologi informasi secara nasional. Pada Tahun 2010 melalui
Kemenkominfo sudah dirintis penggunaan open source software yang mendominasi
Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) yang diharapkan dapat menjadikan
Indonesia sebagai basis pengguna open source terbesar di dunia. PLIK menargetkan di
5,748 titik kecamatan pada akhir 2010. PLIK melibatkan internet berkecepatan pita
lebar (broadband) 256 kilobite per second (kbps), lima komputer dan didominasi oleh
penggunaan software sumber terbuka (open source software/OSS) yang secara alamiah
melibatkan kerja sama dengan usaha kecil menengah seperti penyedia jasa internet
termasuk warung Internet (Yunianto 2010).
Keuntungan yang potensial dari informasi yang didapat dari jaringan terkoneksi
internet adalah ketersediaan yang secara terus menerus, kekayaan informasi (informasi
nyaris tanpa batas), jangkauan wilayah internasional secara instan, pendekatan yang
berorientasi kepada penerima, bersifat pribadi (individual), dan menghemat biaya,
waktu, dan tenaga (Adekoya 2007). Secara riil, pemanfaatan TIK sebagai sarana akses
informasi masyarakat di pedesaan belum ditangani serius, baik oleh institusi formal
konvensional (seperti pusat informasi, balai pengkajian teknologi, lembaga
penyuluhan) maupun oleh lembaga-lembaga alternatif yang selama ini bergerak di
pedesaan (seperti lembaga swadaya, lembaga advokasi dan lembaga penyiaran),
padahal kecenderungan ke depan akan mengarah pada sistem sosial, ekonomi-bisnis
dan pemerintahan yang berbasis TIK, termasuk dalam pemberdayaan masyarakat di
pedesaan. Leeuwis (2010) menegaskan bahwa teknologi komunikasi dan informasi
(TIK), khususnya internet dan jejaring sosial merupakan potensi alternatif bagi
pemberdayaan masyarakat pedesaan.
Pemanfaatan teknologi informasi sebagai sarana untuk mempermudah dan
mempercepat akses ke sumber informasi (Cyber extension) merupakan salah satu
jawaban yang patut diperhitungkan untuk menangkap peluang bagi peningkatan
kesejahteraan petani dalam menghadapi persaingan global. Pertanyaannya, bagaimana
pemanfaatan TIK sebagai sarana akses informasi menjangkau seluruh petani terutama
petani dengan keterbatasan akses informasi dan teknologi?. Melalui perantaraan
kelembagaan petani, diharapkan permasalahan tersebut dapat teratasi. Ditegaskan
dalam Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) Tahun 2005 sampai
Tahun 2025 bahwa pengembangan kelembagaan merupakan komponen pokok
pembangunan pertanian dan harus dirancang sebagai upaya untuk peningkatan
kemampuan petani guna menjadikannya menjadi individu yang berkualitas.

4
Salah satu peran kelembagaan petani pedesaan adalah memperbaiki akses petani
terhadap informasi. Kenyataannya, peran tersebut saat ini baru sampai pada tahap
mediasi proses transfer pengetahuan dari para sumber informasi (petugas pertanian)
kepada para petani. Akses langsung peran kelembagaan petani terhadap jaringan
terkoneksi internet dalam perolehan informasi belum secara optimal dilakukan.
Kelembagaan petani diharapkan dapat berperan dalam mengelola informasi, memediasi
informasi, mengedukasi insan informasi bagi seluruh anggota petani. Posisi dan fungsi
kelembagaan petani merupakan bagian pranata sosial yang memfasilitasi interaksi
sosial atau social interplay dalam suatu komunitas. Setiap keputusan yang diambil oleh
individu dipengaruhi oleh lingkungannya. Kondisi demikian menunjukkan bahwa
proses pengambilan keputusan dalam masyarakat petani merupakan suatu tindakan
berbasis kondisi komunitas (community-based action) yang dapat dimanfaatkan sebagai
salah satu celah masuk (entry-point) upaya diseminasi teknologi. Proses diseminasi
teknologi berjalan lebih mulus bila disertai dengan pemahaman dan pemanfaatan
potensi elemen-elemen kelembagaan dan status petani dalam proses alih teknologi atau
diseminasi inovasi (Suradisastra 2008).
Penyebaran inovasi melalui perantaraan kelembagaan petani merupakan aktivitas
penting dalam mendorong terjadinya kapabilitas petani mengelola inovasi.
Perkembangan teknologi informasi melalui jaringan terkoneksi internet
(internetworking) yang terjadi makin cepat mengisyaratkan bahwa proses inovasi pun
terjadi makin cepat pula. Artinya, apabila kita tidak memiliki kemampuan dalam proses
inovasi ini, maka sudah jelas akibatnya, yaitu kita tertinggal. Informasi terbarukan (up
date) yang berkembang di dunia luar dapat dengan cepat diakses dan dimanfaatkan
oleh petani tanpa batas ruang dan waktu. Singkatnya, melalui pemanfaatan TIK sebagai
sarana akses informasi yang berupa inovasi, petani mempunyai kapabilitas dalam
mengelola inovasi. Petani dapat menyerap, menghasilkan, memperkenalkan, dan
mengaplikasikan hal-hal „baru‟ yang bermanfaat bagi dirinya dan lingkungan
sekitarnya. Peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi dapat terwujud apabila
didukung oleh: (1) karakteristik petani atau sumberdaya manusia yang baik; (2)
mendapatkan kualitas informasi yang sesuai dengan kebutuhan petani; (3) kelembagaan
petani yang dinamis sejalan dengan aspirasi anggota dan perkembangan lingkungan;
(4) mendapat dukungan dari lingkungan eksternal; dan (5) mempunyai strategi yang
tepat penguatan peran kelembagaan petani dalam meningkatkan kapabilitas petani
mengelola inovasi.
Perumusan Masalah
Era globalisasi ekonomi seperti Asean Free Trade Area (AFTA), Asia Pacific
Economic Cooperation (APEC) dan dalam menghadapi sistem perdagangan bebas
anatara negara-negara asean (Masyarakat Ekonomi Asean/MEA Tahun 2015), sebagian
pasar domestik Indonesia saat ini telah diisi oleh produk hortikultura impor dengan
kualitas, cara pengepakan, diversifikasi produk, dan penampilan yang lebih baik serta
harga yang bersaing dengan produk domestik. Terbukanya arus informasi mendorong
pada semakin berkembangnya desakan produk impor dan peningkatan ragam selera
konsumen, baik domestik maupun global. Pada produk hortikultura termasuk di
dalamnya komoditas sayuran, perkembangan teknologi jenis sayuran dengan
bibit/benih yang didatangkan dari luar negeri semakin membuat petani sayuran dalam
negeri bersaing memenuhi selera konsumen. Berbeda dengan petani yang mengelola
komoditas padi dan palawija yang cenderung masih bersifat pasif, petani sayuran
cenderung bersifat proaktif, kreatif dan inovatif. Hal ini di antaranya disebabkan oleh
tuntutan pasar dan pemenuhan selera konsumen.
Inovasi yang lebih baik selalu mendominasi pasar dan konsumen. Proses ini
merupakan proses akumulasi inisiatif dan kreativitas individu atau masyarakat

5
menghasilkan daya inovasi dan daya adaptasi yang tinggi terhadap segala bentuk
perubahan. Seiring dengan kemajuan di bidang TIK, proses perubahan ini terjadi secara
berkesinambungan dan dalam tempo yang makin cepat. Dengan demikian kemampuan
adaptasi dan inovasi individu harus berkembang lebih cepat. Dalam proses tersebut
terjadi proses seleksi. Individu atau masyarakat yang berhasil melalui proses seleksi itu
adalah individu yang dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan melalui "learning
process".
Perubahan lingkungan yang begitu cepat saat ini terjadi melalui perkembangan
TIK utamanya adalah internet. Beberapa pemanfaatan teknologi informasi internet
dalam berbagai bidang kita kenal e-government (bidang pemerintahan), e-bussiness, ecommerce, e-banking (bidang bisnis perusahaan) dan e-learning (bidang pendidikan)
serta OER (Open Educational Resources) yang diterbitkan UNESCO Tahun 2011.
Dalam bidang pertanian, Maureen (2009) menyatakan bahwa internet dapat
dimanfaatkan dalam memperbaiki aksesibilitas petani terhadap informasi pasar, input
produksi, tren konsumen, yang secara positif berdampak pada kualitas dan kuantitas
produksi. Informasi pemasaran, praktek pengelolaan ternak dan tanaman yang baru,
teknologi pengendalian penyakit dan hama tanaman/ternak, informasi peluang pasar
dan harga pasar input maupun output pertanian merupakan sumber bagi petani untuk
mengelola inovasi. Hasil penelitian Saravanan (2008) di India menunjukkan bahwa
TIK diperlukan untuk menyiapkan kebutuhan informasi baru bagi para petani dan
menyampaikan pesan dan teknologi tertentu dan juga untuk mengembangkan modul
pelatihan. Teknologi informasi dapat membantu dalam mengumpulkan, menyimpan,
mengambil, mengolah dan menyebarkan informasi yang diperlukan oleh petani (Vivek
2011).
Informasi-informasi pertanian yang diperoleh melalui media internet tersebut
dikenal dengan cyber extension. Cyber extension merupakan salah satu mekanisme
pengembangan jaringan informasi inovasi pertanian yang terprogram secara efektif
dengan mengimplementasikan teknologi informasi dalam sistem penyuluhan pertanian
yang diharapkan dapat meningkatkan keberdayaan petani melalui penyiapan informasi
pertanian yang tepat waktu dan relevan kepada petani dalam mendukung proses
pengambilan keputusan berusahatani untuk meningkatkan produktivitasnya
(Mulyandari 2011). Meskipun cyber extension memiliki peranan yang sangat penting
dalam mendukung kapasitas inovasi petani, namun sampai saat ini petani di Indonesia,
masih belum seluruhnya memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai
sumber informasi. Kecenderungannya, fakta dilapangan menunjukkan bahwa
aksesibilitas dan literasi masyarakat terhadap pemanfaatan TIK sebagai sarana akses
informasi masih bias lokasi, bias kelas dan bias generasi. Akibatnya, terjadi
ketimpangan pemanfaatan TIK antara kelas atau kelompok masyarakat dominan
dengan minoritas elit, termasuk di pedesaan. Implikasinya, keadilan informasi atau
keadilan distributif tidak terbangun, sehingga kembali terjadi dominasi penguasaan
informasi ilmu pengetahuan dan teknologi oleh kelompok minoritas (elit desa baru).
Artinya, masih banyak petani sayuran yang kurang informasi tidak dapat
memanfaatkan peluang tersebut.
Penyebab ketimpangan pemanfaatan teknologi informasi pada saat ini adalah: (1)
terbatasnya kemampuan sumber informasi dalam menyediakan informasi pertanian
yang relevan dan tepat waktu karena belum ada institusi/lembaga yang bertanggung
jawab mengolah, menyediakan dan menyebarkan informasi pertanian bagi petani dan
kurangnya komitmen pemerintah dalam menyediakan informasi pertanian bagi petani
(Anwas 2009); (2) rendahnya tingkat interaksi petani dengan kelompok tani, penyuluh
inovator, dan masyarakat luas, rendahnya penggunaan saluran komunikasi melalui
media massa tercetak maupun elektronis/teknologi informasi dan komunikasi lainnya
(telepon genggam, komputer, dan internet) untuk akses informasi; (3) belum

6
dimanfaatkannya secara optimal teknologi informasi dan komunikasi secara bijaksana
untuk pengelolaan dan akses inovasi pertanian karena keterbatasan infrastruktur,
kapasitas sumberdaya manusia, dan manajerial; dan (4) lemahnya budaya berbagi
informasi (Sumardjo et al. 2009).
Menyikapi ragam persoalan tersebut dan dinamika pembangunan yang begitu
kompleks dan cepat berubah, maka menjadi keharusan bagi generasi pembangunan
untuk menghadirkan kelembagaan penyuluhan yang benar-benar adaptif, akomodatif,
prediktif dan antisipatif. Kelembagaan penyuluhan yang memungkinkan semua pihak
(user), terutama kaum lemah tidak berdaya, akses terhadap ragam pelayanan, ragam
pilihan, ragam manfaat, ragam pendekatan, ragam teknologi, ragam informasi dan
sebagainya. Undang-undang No. 19 Tahun 2013 menyebutkan bahwa pemberdayaan
petani adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan petani, salah satunya
adalah kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, serta penguatan
kelembagaan petani. Kelembagaan petani adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan
dari, oleh, dan untuk petani guna memperkuat dan memperjuangkan kepentingan
petani. Kelembagaan petani seperti tertuang dalam UU No. 19 Tahun 2013 terdiri dari
kelompok tani, gabungan kelompok tani, asosiasi komoditas pertanian dan dewan
komoditas pertanian nasional.
Kegiatan penyuluhan di Indonesia tidak hanya menjadi tanggungjawab
pemerintah saja, tetapi pihak swasta dan masyarakat swadayapun ikut serta dalam
kegiatan penyuluhan (UU No. 16 Tahun 2006). Selain itu, keterbatasan penyuluh dalam
kelembagaan penyuluhan formal (pemerintah) menjadikan tuntutan bagi penyuluh
swadaya yang terhimpun dalam kelembagaan petani untuk ikut berperanserta dalam
proses penyebaran informasi dan pengetahuan sekaligus bimbingan inovasi terhadap
petani. Data Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 belum menunjukkan
kondisi ideal (satu penyuluh per desa) bila dibandingkan antara jumlah desa sebanyak
5,879 dan jumlah tenaga penyuluh sebanyak 3,948 orang penyuluh termasuk di
dalamnya penyuluh THL-TBPP sebanyak 1,748 orang. Sementara peluang
kelembagaan petani sebagai media sumber informasi berbasis teknologi informasi
ditunjukan dengan banyaknya kelompok tani sebanyak 30,729 dan Gapoktan sebanyak
4,950.
Mulyandari (2011) menegaskan bahwa peluang dan potensi kelembagaan lokal
(petani) dalam pemanfaatan sistem informasi berbasis TIK perlu diteliti lebih lanjut, hal
ini merujuk pada hasil penelitiannya yang mengungkap adanya beberapa kelemahan
pengguna TIK oleh petani, yakni: (1) terbatasnya kemampuan kapasitas sumberdaya
manusia; (2) rendahnya kultur berbagi (sharring) informasi dan pengetahuan serta
rendahnya kesadaran untuk selalu mendokumentasikan data/informasi/kegiatan yang
dimiliki atau dapat diakses); dan (3) content atau isi yang terkait dengan kredibilitas isi
dan sumbernya. Sumardjo et al. (2010) menyebutkan bahwa melalui kegiatan pelatihan
dan sosialisasi pemanfaatan TIK kepada petani telah berhasil meningkatkan tingkat
aksesibilitas petani terhadap sistem informasi berbasis TIK sekurang-kurangnya 20
persen untuk mendukung peningkatan usahatani dan sekurang-kurangnya 10 persen
keberdayaan petani dalam pengambilan keputusan usahatani.
Bagaimana mengubah seluruh anggota kelompok, baik secara individual maupun
(terutama) kolektif, menjadi pelaku inovatif atau makhluk produktif merupakan
tantangan besar dalam meningkatkan kapabilitas kelembagaan petani (Pranadji et al.
2000). Dalam kaitan ini mempercepat proses transformasi kelembagaan petani harus
dipandang sebagai instrument strategis untuk mencapai hal tersebut. Kelembagaan
petani yang dinamis dan adaptif yang mampu mengaplikasi teknologi informasi dalam
pengelolaan dan pemanfaatan informasi serta akses pada sumber informasi secara
global merupakan salah satu jawaban yang patut diperhitungkan untuk menangkap
peluang perkembangan TIK bagi peningkatan kapabilitas petani dalam menghadapi

7
persaingan global. Pertanyaannya kemudian adalah: (1) apakah keberadaan
kelembagaan petani mampu berperan sebagai media berbag