Bersifat Final

Tabel 3. Skema Tarif dan Dasar Pengenaan PPh yang Bersifat Final untuk Jasa Konstruksi

dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat kualifikasi usaha; dan e) enam persen untuk

ditagih kembali, tetap dikenakan PPh yang Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan

bersifat final.

Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa Batas waktu penyetoran PPh Pasal 4 ayat yang tidak memiliki kualifikasi usaha. Menurut

(2) atas kegiatan usaha jasa konstruksi adalah buku

sebagai berikut: (1) PPh Pasal 4 ayat (2) yang (Direktorat Peraturan Perpajakan II, 2011: 14),

Oasis

Pemotongan/Pemungutan

dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan skema tarif dan dasar pengenaan PPh yang

harus disetor paling lama tanggal 10 bulan bersifat final untuk Jasa Konstruksi dapat

berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali dilihat pada tabel 3.

ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan; (2) PPh Pelunasan Pajak Penghasilan yang bersifat

Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh final atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi

Wajib Pajak harus disetor paling lama tanggal melalui cara: (1) dipotong oleh Pengguna Jasa

15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna

berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Jasa merupakan pemotong pajak; (2) disetor

Keuangan.

sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal Pengguna Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran Jasa bukan merupakan pemotong pajak; (3)

atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari dalam hal: (a) pemotongan oleh Pengguna Jasa

libur termasuk hari Sabtu atau hari libur terdapat selisih kekurangan PPh yang terutang

nasional, pembayaran atau penyetoran pajak berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi

dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. dengan PPh berdasarkan pembayaran yang

Hari libur nasional tersebut termasuk hari yang telah dipotong atau disetor sendiri, selisih

diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan kekurangan tersebut disetor sendiri oleh

Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan Penyedia Jasa; (b) nilai Kontrak Jasa

cuti bersama secara nasional yang ditetapkan Konstruksi tidak dibayar sepenuhnya oleh

oleh Pemerintah.

Pengguna Jasa, atas Nilai Kontrak Jasa Batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Konstruksi yang tidak dibayar tersebut tidak

Pasal 4 ayat (2) atas kegiatan usaha jasa terutang PPh yang bersifat final, dengan syarat

konstruksi adalah Wajib Pajak orang pribadi Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak

atau badan, baik yang melakukan pembayaran dibayar tersebut dicatat sebagai piutang yang

pajak tersendiri maupun yang ditunjuk sebagai tidak dapat ditagih; (1) Piutang yang tidak

Pemotong PPh wajib menyampaikan Surat dapat ditagih merupakan piutang yang nyata-

Pemberitahuan Masa paling lama dua puluh nyata tidak dapat ditagih; (2) Dalam hal piutang

hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal

TRANSPARANSI Volume VI, Nomor 02, September 2014

Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi ISSN 2085-1162

Tabel 4. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (4) bagi BUT

Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (4) UU PPh

( Penghasilan Kena Pajak – PPh Terutang Bentuk Usaha Tetap ) x 20% (Tax Treaty)

Pembukuan Komersial – Koreksi Fiskal

PPh termasuk PPh Pasal 4 ayat (2) Final

batas akhir pelaporan tersebut bertepatan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari

peserta pendiri; (b) penyertaan modal pada libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada

perusahaan yang sudah didirikan dan hari kerja berikutnya. Hari libur nasional

berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang tersebut termasuk hari yang diliburkan untuk

saham; (c) pembelian aktiva tetap yang penyelenggaraan Pemilihan Umum yang

digunakan oleh Bentuk Usaha Tetap untuk ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama

menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau secara nasional yang ditetapkan oleh

melakukan kegiatan Bentuk Usaha Tetap di Pemerintah.

Indonesia; (d) investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh Bentuk Usaha Tetap untuk

Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (4)

menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk Usaha Tetap di

Dalam hal Penyedia Jasa adalah Bentuk

Indonesia.

Usaha Tetap (BUT), tarif Pajak Penghasilan

Pasal 4 ayat (2) Final tidak termasuk Pajak

Simpulan

Penghasilan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang PPh. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pasal 26

Berdasarkan pembahasan penelitian proses ayat (4) Undang-Undang PPh adalah

bisnis dan aspek perpajakan jasa penunjang Penghasilan Kena Pajak yang dihitung

minyak dan gas bumi untuk kegiatan jasa berdasarkan pembukuan yang sudah dikoreksi

konstruksi dengan teknik analisis data content fiskal dikurangi dengan Pajak Penghasilan

analysis dan hermeneutic analyisis, dengan ini termasuk Pajak Penghasilan yang bersifat final

dapat disimpulkan beberapa hal adalah sebagai (Gunadi, 2010: 111). Untuk memberikan

berikut: (1) Kegiatan usaha jasa konstruksi gambaran yang jelas tentang sistematika

menurut undang-undang jasa konstruksi penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat

merupakan kegiatan yang terkait dengan (4) bagi BUT yang memperoleh penghasilan

layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan yang dikenakan PPh yang bersifat final seperti

konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan PPh Pasal 4 ayat (2) atas Jasa Konstruksi dapat

konstruksi, dan layanan jasa konsultansi dilihat pada tabel 4.

pengawasan atas keseluruhan atau sebagian Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (4)

rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau Undang-Undang PPh tidak dikenakan di

pengawasan yang Indonesia, apabila seluruh Penghasilan Kena

pelaksanaan

beserta

mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari

mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan suatu Bentuk Usaha Tetap ditanamkan kembali

masing-masing beserta kelengkapannya untuk di Indonesia dalam bentuk: (a) penyertaan

mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik modal pada perusahaan yang baru didirikan dan

lain. Setiap usaha orang perseorangan yang

Deddy Arief Setiawan, Proses Bisnis dan Aspek Perpajakan Jasa Penunjang Minyak dan Gas Bumi untuk Kegiatan . . .

Studi Kasus Penghitungan PPh Pasal 4 ayat (2) Bersifat Final dan PPh Pasal 26 ayat (4) Wajib Pajak Dalam Negeri (Perseroan Terbatas)

TRANSPARANSI Volume VI, Nomor 02, September 2014

Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi ISSN 2085-1162

4.5.2. Wajib Pajak Luar Negeri (Bentuk Usaha Tetap)

Deddy Arief Setiawan, Proses Bisnis dan Aspek Perpajakan Jasa Penunjang Minyak dan Gas Bumi untuk Kegiatan . . .

Tabel 5. Skema Kegiatan Usaha Jasa Konstruksi Menurut Undang-Undang Jasa Konstruksi

Jasa Konstruksi

Penyedia Jasa Konstruksi Pengguna Jasa Konstruksi

Jasa Pelaksana, Jasa Perencana, dan Jasa Pengawas Konstruksi

Usaha Orang

Catatan: Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Badan Usaha

Perseorangan

Nasional dan Asing

Tanda Daftar Usaha Orang Perseorangan

LPJK *)

Sertifikat Badan Usaha

Asing

Nasional

Izin Usaha Jasa Konstruksi Nasional

Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing

Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/Walikota) Pemerintah Pusat (Menteri Pekerjaan Umum)

melakukan usaha jasa pelaksana konstruksi, izin usaha jasa konstruksi nasional atau izin jasa perencana konstruksi dan jasa pengawas

perwakilan badan usaha jasa konstruksi asing. konstruksi harus memiliki Tanda Daftar Usaha

Berikut dibawah ini simpulan kegiatan usaha Orang Perseorangan, sedangkan setiap badan

jasa konstruksi menurut undang-undang jasa usaha baik nasional dan asing yang melakukan

konstruksi dalam bentuk skema adalah sebagai usaha jasa pelaksana konstruksi, jasa perencana

berikut: (tabel 5).

konstruksi dan jasa pengawas konstruksi harus (2) Kegiatan usaha jasa konstruksi menurut memiliki Sertifikat Badan Usaha. Tanda Daftar

undang-undang minyak dan gas bumi Usaha Orang Perseorangan dan Sertifikat

merupakan salah satu kegiatan usaha jasa Badan Usaha sebagai persyaratan permohonan

penunjang minyak dan gas bumi yang 218

TRANSPARANSI Volume VI, Nomor 02, September 2014

Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi ISSN 2085-1162