BAB IV PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terdapat 2 dua masalah pokok penelitian dalam tesis ini, maka dapat ditarik kesimpulan dan saran
sebagai berikut:
A. KESIMPULAN 1. Status Perkawinan Konghucu menurut UU No. 1 tahun 1974
Perkawinan merupakan peristiwa yang sangat penting untuk dicatatkan dan mendapatkan status hukum yang jelas. Seperti yang
tercantum dalam Pasal 2 ayat 1 UU No. 1 tahun 1974 bahwa “perkawinan adalah sah apabila dilakukan menutut hukum masing –
masing agama dan kepercayaannya itu.” Meskipun agama Konghucu sebenarnya secara tidak langsung sudah diakui sebagai
agama yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia, seharusnya perkawinan Konghucu mendapatkan kedudukan yang sama dengan
perkawinan 5 lima agama yang diakui versi pemerintah. Namun dengan dikeluarkannya Inpres No. 14 tahun 1967 serta
dikeluarkannya Surat Edaran mendagri No. 477 Tahun 1978, perkawinan secara Konghucu tidak dapat dicatatkan di Catatan
Sipil. Sampai dengan Dikeluarkannya Keppres No. 6 Tahun 2000 tentang pencabutan Inpres No. 14 Tahun 1967 dan disertai pula
dengan pencabutan Surat Edaran Mendagri No. 477 Tahun 1978 belum juga menjamin perkawinan Konghucu dapat dicatatkan dan
114
mendapapatkan status Hukum. Sehingga Perkawinan konghucu baru mendapatkan status Hukumnya setelah dikeluarkannya Surat
Edaran Menteri Agama No. 12MA2006 mengenai status perkawinan menurut agama Konghucu dan pendidikan agama
Konghucu yang menyatakan bahwa sesuai pasal 2 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
hukum masing – masing agamanya dan kepercayaannya itu, maka perkawinan umat Konghucu yang dipimpin oleh pendeta Konghucu
adalah sah, maka perkawinan Konghucu adalah sah menurut UU No. 1 Tahun 1974 sesuai Pasal 2 ayat 1.
2. Tata cara pelaksanaan Perkawinan Konghucu sebelum dan sesudah dikeluarkannya Keppres No. 6 Tahun 2000
Tata cara pelaksanaan perkawinan Konghucu sebelum dan sesudah dikeluarkannya Keppres No. 6 Tahun 2000 terdapat
persamaan dan perbedaan. Persamaan hanya secara materiil saja untuk formil perbedaannya sebelum tidak dapat dicatatkan dan
sesudah dapat dicatatkan namun peraturan pelaksanaannya belum ada.
Sejak tanggal 24 januari 2006 dengan diterbitkannya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 470336SJ tentang pelayanan
administrasi kependudukan penganut agama Konghucu, perkawinan umat konghucu dapat dicatatkan di catatan sipil. Dan
berhak untuk mendapatkan hak dan kewajibannya sebagai warganegara seperti yang telah ternyata dalam Undang – Undang
No. 23 Tahun 2006 pasal 2 huruf b bahwa setiap penduduk mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dalam
pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil, sedangkan pasal 3 menyatakan bahwa setiap penduduk wajib melaporkan peristiwa
kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya kepada instansi pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan
dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil, khususnya pencatatan perkawinan Konghucu.
B. Saran