Pengertian Pembaharuan Hukum Pidana

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, hanyalah hukum yang mengandung motivasi dan memberi ruang gerak bagi terwujudnya pengakuan dan perlindungan HAM. Ketiga, menolak keberadaan hukum yang bertentangan dengan pengakuan dan perlindungan HAM. Artinya, asas legalitas melarang rakyat dan pemerintah menggunakan hukum yang bertentangan dengan pengakuan dan perlindungan HAM sebagai dasar hukum bagi setiap langkah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berkaitan dengan uraian diatas, sangatlah tidak etis jika masih ada warga masyarakat atau aparatur pemerintah apalagi aparat penegak hukum melakukan tindakan atau perbuatan yang bertentangan dengan HAM dengan dalih sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Bagi politik hukum pidana sesuai dengan yang diharapkan, yaitu mampu melindungi warga masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena dasar hukum tersebut berfungsi sebagai pedoman, tolak ukur keadilan, rambu-rambu dan alasan pembenaran bagi pelaksanaan politik hukum pidana. Bertolak dari fungsi dasar hukum tersebut diatas, dapat dinyatakan, bahwa tujuan dasar hukum politik hukum pidana adalah “terlaksananya politik hukum pidana yang mampu melindungi warga masyarakat dari kejahatan dalam rangka mensejahterakan warga masyarakat. D. PEMBAHARUAN SUBSTANSI HUKUM PIDANA

1. Pengertian Pembaharuan Hukum Pidana

“Pembaharuan” atau “Pembaruan” dalam kamus umum Bahasa Indonesia karangan W.J.S. Poerwadarminta 26 diartikan sebagai “perbuatan atau cara membarui”. “Membarui” mempunyai tiga pengertian, yaitu 1 Memperbaiki supaya menjadi baru merehab, pen.; 2 Mengulang sekali lagimemulai lagi; 3 Mengganti dengan yang baru. Menghubungkan ketiga pengertian di atas dengan hukum pidana sebagai obyek pembaharuan, maka pengertian yang paling tepat untuk digunakan untuk pembaharuan hukum pidana adalah pengertian yang ketiga, yaitu “mengganti dengan yang baru”. Sebab, menurut Gustav Radbruch 27 membarui hukum pidana tidak berarti memperbaiki hukum pidana, akan tetapi menggantikannya dengan yang lebih baik Bertolak dari pendapat Gustav Radbruch diatas dikaitkan dengan pembahruan hukum pidana Indonesia, khususnya KUHP, Sudarto 28 mengatakan, bahwa cukup banyak yang telah dilakukan, amun apa yang telah dikerjakan itu sama sekali tidak bisa dikatakan suatu law Reform secara total seperti yang dimaksud oleh Gustav Radbrrch. Apa yang telah dilakukan adalah tambal sulam. Berdasarkan uraian tentang pengertian “pembaharuan” yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dinyatakan bahwa pembaharuan diatas, maka dapat dinyatakan bahwa pembaharuan hukum pidana diartikan sebagai usaha atau cara untuk menggantikan hukum pidana yang ada dengan hukum pidana yang lebih baik, yang sesuai dengan keadilan dan perkembangan masyarakat. Hukum pidana meliputi hukum pidana material, hukum pidana formal dan hukum pelaksanaan pidana atau sering juga disebut hukum pidana substantif, hukum acara pidana dan hukum pelaksanaan pidana. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ruang lingkup pidana tersebut, yaitu hukum pidana material atau hukum pidana substantif, hukum pidana formal atau hukum acara pidana dan hukum pelaksanaan pidana. 26 WJS Purwodarminta, Kamus Umumr Bahasa Indonesiahal. PN. Balai Pustaka, Jakarta. Hal. 93. 1976; 27 Sudarto, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, hal 62, Sinar Baru, Bandung. 1983; 28 Sudarto, Op. Cit, hal 94; Sehubungan dengan ruang lingkup pembaharuan hukum pidana tersebut, Sudarto 29 menyatakan : Pelaksanaan pembaharuan hukum pidana yang menyeluruh harus meliputi pembaharuan hukum pidana material substantif. Hukum pidana formal hukum acara pidana dan hukum pelaksanaan pidana strafvillsteckuenggesterz. Ketiga bidang hukum pidana itu harus bersama- sama dibaharui. Kalau hanya salah satu timbul kesulitan dalam pelaksanaannya, dan tujuan dari pembaharuan itu tidak akan tercapai sepenuhnya. Adapun tujuan utama dari pembaharuan itu ialah penanggulangan kejahatan. Ketiga bidang hukum itu erat sekali hubungannya. Oleh karena itu menurut Barda Nawawi Arief 30 Dengan direncanakannya pembaharuan hukum pidana material, yaitu dengan telah disiapkannya konsep KUHP Baru, perlu kiranya dilakukan pengkajian seberapa jauh beberapa aspek baru tersebut menimbulkan permasalahan dilihat dari sudut hukum acara pidana. Seberapa jauh pula konsep KUHP baru dalam konsep tersebut memerlukan dukungan aturan-aturan bari dibidang hukum acara pidana, atau sebaliknya seberapa jauh hukum acara pidana yang saat ini berlaku khususnya yang terdapat didalam KUHAP memerlukan peninjauan dan penyesuaian kembali dengan ketentuan- ketentuan yang terdapat di dalam konsep KUHP Baru tersebut. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa pembaharuan hukum pidana diartikan sebagai suatu usaha atau cara untuk menggantikan hukum pidana yang ada dengan hukum pidana yang lebih baik, yang sesuai dengan keadilan dan perkembangan masyarakat. Ini berarti bahwa pembaharuan hukum pidana tidak dapat dilepaskan dari politik hukum pidana sebagai bagian dari politik hukum, yang mengandung arti bagaimana mengusahakan atau membuat dan merumuskan perundang-undangan pidana yang baik. Dilihat dari tujuannya, pembaharuan hukum pidana adalah bagian dari politik kriminal dalam arti penal. Sebab menurut Sudarto 31 tujuan utama dari 29 Sudarto, Op. Cit, hal. 60; 30 Barda Nawawi Arief, Beberapa Permasalahan Hukum Acara Pidana dalam Mengantisipasi Berlakunya Konsep KUHP Baru. hal. 1, Makalah disajikan dalam Penataran Nasional Hukum Pidana dan Kriminologi yang diselenggarakan Undip Semarang tanggal 12-31 Januari 1993; 31 Sudarto, Op. Cit, hal. 60; pembaharuan hukum pidana adalah penanggulangan kejahatan. Pengertian ini sama dengan pengertian politik kriminal. Sebagai bagian dari upaya penanggulangan kejahatan melalui sarana penal, maka pembaharuan hukum pidana juga merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat social defence. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tujuan akhir dari pembaharuan hukum pidana ialah perlindungan masyarakat social defence. Sehubungan dengan social defence, Barda Nawawi Arief 32 mengemukakan dua interprestasi pokok mengenai social defence : a. Interprestasi yang kuno tradisional, yang membatasi pengertian perlindungan masyarakat itu dalam arti “penindasan kejahatan” repression of crime. b. Konsepsi modern, yang menafsirkan perlindungan masyarakat dalam arti “pencegahan kejahatan dan pembinaan pada pelanggar” the prevention of crime and the treatment of offenders. Dari uraian di atas, ternyatakan pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian integral dari politik sosial.

2. Alasan Pembaharuan Hukum Pidana