Indonesia SMP KK I Bagian 1 ok

(1)

GURU PEMBELAJAR

MODUL

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Kelompok Kompetensi I

Profesional

: Aliran-aliran Linguistik

Pedagogik

: Pemanfaatan Hasil Penilaian

Penyusun:

Endang Kurniawan, M. Pd.

Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


(2)

Penyusun:

1. Endang Kurniawan, M. Pd. HP: 081314544113

e-mail: kangendangk@yahoo.com

2. Elya Ratna Hartawati, M.M.Pd HP: 081386711717 e-mail : rosfiane@gmail.com

3. Nurhayati Sawi, M. Pd. HP: 08124242566

e-mail: Nurhayati16tati@gmail.com

4. Supriyono, M. Pd. HP: 081290968007,

e-mail: msima30@yahoo.com

Penelaah:

1. Dr. Yeti Mulyati, M.Pd. HP: 087821486596

e-mail: yetimulya@yahoo.com

2. Drs. Krisanjaya, M.Hum HP: 0818157653

e-mail: ksanjaya@yahoo.com

Copyright © 2016

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Bahasa, Direktorat Jederal Guru dan Tenaga Kependidikan

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengcopy sebagian atau keseluruhan isi buku untuk kepentingan komersial tanpa izin tertulis dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan


(3)

Kata Sambutan

Peran guru profesional dalam proses pembelajaran sangat penting sebagai kunci keberhasilan belajar siswa. Guru profesional adalah guru yang kompeten membangun proses pembelajaran yang baik sehingga dapat menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Hal tersebut menjadikan guru sebagai komponen yang menjadi fokus perhatian pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam peningkatan mutu pendidikan terutama menyangkut kompetensi guru. Pengembangan profesionalitas guru melalui program Guru Pembelajar merupakan upaya peningkatan kompetensi untuk semua guru. Sejalan dengan hal tersebut, pemetaan kompetensi guru telah dilakukan melalui uji kompetensi guru (UKG) untuk kompetensi pedagogik profesional pada akhir tahun 2015. Hasil UKG menunjukkan peta kekuatan dan kelemahan kompetensi guru dalam penguasaan pengetahuan. Peta kompetensi guru tersebut dikelompokkan menjadi 10 (sepuluh) kelompok kompetensi. Tindak lanjut pelaksanaan UKG diwujudkan dalam bentuk pelatihan guru paska UKG melalui program Guru Pembelajar. Tujuannya untuk meningkatkan kompetensi guru sebagai agen perubahan dan sumber belajar utama bagi peserta didik. Program Guru Pembelajar dilaksanakan melalui pola tatap muka, daring (online), dan kombinasi (blended) tatap muka dengan online.

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK), Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kelautan Perikanan Teknologi Informasi danKomunikasi (LP3TK KPTK) dan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LP2KS) merupakan Unit Pelaksanana Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal

Guru dan Tenaga Kependidikan yang bertanggung jawab dalam

mengembangkan perangkat dan melaksanakan peningkatan kompetensi guru sesuai bidangnya. Adapun perangkat pembelajaran yang dikembangkan tersebut adalah modul untuk program Guru Pembelajar tatap muka dan daring untuk semua mata pelajaran dan kelompok kompetensi. Dengan modul ini diharapkan program Guru Pembelajar memberikan sumbangan yang sangat besar dalam peningkatan kualitas kompetensi guru.

Mari kita sukseskan program Guru Pembelajar ini untuk mewujudkan Guru Mulia Karena Karya.

Jakarta, Maret 2016

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan,

Sumarna Surapranata, Ph.D. NIP 195908011985031002


(4)

Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya Modul Pendidikan dan Pelatihan (diklat) Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP dan SMA, Bahasa Inggris SMP dan SMA, Bahasa Arab SMA, Bahasa Jerman SMA, Bahasa Perancis SMA, Bahasa Jepang SMA, dan Bahasa Mandarin SMA. Modul ini merupakan dokumen wajib untuk kegiatan diklat bagi guru pembelajar.

Program diklat guru pembelajar merupakan tindak lanjut dari hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) dan bertujuan meningkatkan kompetensi guru dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan mata pelajaranyang diampunya.

Sebagai salah satu upaya untuk mendukung keberhasilan suatu program diklat, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Bahasa pada tahun 2015 melaksanakan pengembangan modul yang berisi materi-materi pembelajaran yang akan dipelajari oleh para peserta selama mengikuti program diklat tersebut.

Modul diklat guru pembelajar bahasa ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan wajib bagi para peserta diklat untuk dapat meningkatkan pemahaman tentang kompetensi pedagogik dan profesional terkait dengan tugas pokok dan fungsinya.

Saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggikepada para pejabat, widyaiswara di PPPPTK Bahasa, dosen perguruan tinggi, dan guru yang terlibat di dalam penyusunan modul ini.

Jakarta, Februari2016 Kepala PPPPTK Bahasa,

Dr. Luizah F. Saidi, M.Pd. NIP 196312191986012002


(5)

KOMPETENSI PROFESIONAL

ALIRAN-ALIRAN LINGUISTIK

Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


(6)

vi

Daftar Isi

Kata Sambutan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 1

C. Peta Kompetensi ... 1

D. Ruang Lingkup ... 2

E. Cara Penggunaan Modul ... 2

Kegiatan Pembelajaran... 3

A. Tujuan ... 3

B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Tujuan ... 3

C. Uraian Materi ... 4

D. Aktivitas Pembelajaran ... 35

E. Latihan/ Kasus/Tugas ... 37

F. Rangkuman ... 39

G. Umpan Balik/ Tindak Lanjut ... 40

Kunci Jawaban Latihan/ Kasus/Tugas ... 41

Penutup ... 45

Daftar Pustaka ... 46


(7)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 1

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Modul ini ditujukan untuk peserta diklat guru pembelajar bagi guru bahasa Indonesia SMP pada kelompok kompetensi I. Modul ini pada dasarnya adalah sarana peningkatan kompetensi guru, khususnya salah satu kompetensi profesional dengan merujuk pada Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Guru.

Kegiatan belajar pada topik ini dirancang dengan menggunakan pendekatan andragogi dengan metode diskusi dan penugasan. Semua kegiatan tersebut dapat dilakukan baik dalam pembelajaran langsung maupun tidak langsung.

B. Tujuan

Setelah mempelajari seluruh kegiatan pembelajaran pada modul ini, Anda mampu memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa.

C. Peta Kompetensi

Kompetensi yang akan dicapai atau ditingkatkan melalui modul ini mengacu pada kompetensi Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 sebagai berikut.

Kompetensi

Utama Kompetensi Inti (KI) Kompetensi Guru Mapel (KG)

Profesional 20. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang

diampu.

20.1. Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan

pengembangan materi pembelajaran bahasa.


(8)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 2

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pembelajaran pada bagian ini adalah pemahaman terhadap aliran-aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi ajar pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu aliran struktural, fungsional, dan deskriptif. Pembelajaran diawali dengan penjabaran tujuan, kompetensi dan indkator. Selanjutnya, agar tujuan tersebut dapat dicapai dengan maksimal, modul ini menjabarkan materi dan bagaimana pembelajarannya dalam bentuk aktivitas pembelajaran yang dilengkapi dengan lembar kerja atau tugas. Di akhir pembelajaran modul ini disajikan evaluasi berupa tes untuk mengukur ketercapaian atau hasil belajar.

E. Cara Penggunaan Modul

Modul ini pada dasarnya disusun sebagai pedoman bagi Anda untuk mempelajari materi pedagogik, khususnya pemanfaatan hasil penilaian dalam upaya meningkatkan kemampuan diri dan memperbaiki kualitas pembelajaran, baik dilakukan dalam kegiatan tatap muka maupun kegiatan mandiri.

Cara menggunakan modul ini adalah sebagai berikut.

1. Gunakan modul ini secara berurutan bagian per bagian dimulai dari pengantar, pendahuluan, kegiatan-kegiatan hingga glosarium.

2. Bacalah pendahuluan modul ini, cermatilah setiap tujuan, peta kompetensi dan ruang lingkupnya.

3. Ikutilah langkah-langkah aktivitas pembelajaran dan model/teknik pembelajaran yang digunakan pada setiap kegiatan pembelajaran dalam modul ini.

4. Gunakan LK-LK yang telah disediakan untuk menyelesaikan setiap tugas/latihan/studi kasus yang diminta. Melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dilakukan, Anda diharapkan dapat menghasilkan produk seperti berikut ini. a. portofolio hasil belajar

b. rencana tindak lanjut untuk pelaksanaan PKB Guru. c. evaluasi akhir setiap modul

Pada prinsipnya aktivitas pembelajaran dalam modul ini menuntut partisipasi aktif Anda agar alur kegiatan belajar dapat dilaksanakan. Tujuan yang ditetapkan pun dapat dicapai seperti yang diharapkan.


(9)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 3

Kegiatan Pembelajaran

Aliran-Aliran Linguistik

A.

Tujuan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda dapat memahami dan mengembangkan materi pembelajaran bahasa berdasarkan aliran struktural, deskriptif, dan fungsional.

B.

Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi

Kompetensi Guru Indikator

20.1. Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi

pembelajaran bahasa.

20.1.1 Menjelaskan konsep, teori, dan materi aliran struktural yang terkait dengan

pengembangan materi pembelajaran

bahasa.

20.1.2 Menjelaskan konsep, teori, dan materi aliran deskriptif yang terkait dengan

pengembangan materi pembelajaran

bahasa.

20.1.3 Menjelaskan konsep, teori, dan materi aliran fungsional yang terkait dengan

pengembangan materi pembelajaran

bahasa.

20.1.4 Mengembangkan materi pembelajaran bahasa berdasarkan aliran struktural. 20.1.5 Mengembangkan materi pembelajaran

bahasa berdasarkan aliran deskriptif. 20.1.6 Mengembangkan materi pembelajaran


(10)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 4

C.

Uraian Materi

1. Aliran Struktural

Aliran linguistik struktural mempunyai asumsi dan hipotesis tentang bahasa berdasarkan pada hasil pemakaian yang otonom . Asumsi dan hipotesis tentang bahasa diuji atau diverifikasi dengan data bahasa baik yang lisan maupun yang tertulis. Teori kebahasaan struktural lebih mendasarkan diri pada data-data bahasa yang empiris. Hal Ini berarti dapat dimulai dari perekaman bahasa yang diujarkan.

Pada awal abad XX di Perancis lahir aliran linguistik struktural. Aliran ini lahir

bersamaan dengan diluncurkannya buku ”Course de linguistique Generale”

karya Saussure tahun 1916. Ferdinad de Saussure (1857-1913) yang juga dikenal sebagai Bapak Strukturalisme dan sekaligus Bapak Linguistik Modern dengan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya. Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai konsep: (1) telaah sinkronik (mempelajari bahasa dalam kurun waktu tertentu saja) dan diakronik (telaah bahasa sepanjang masa), (2) perbedaan langue dan parole. Langue yaitu keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota suatu masyarakat bahasa, sifatnya abstrak, sedangkan parole sifatnya konkret karena parole tidak lain daripada realitas fisis yang berbeda dari orang yang satu dengan orang lain, (3) membedakan signifiant dan signifie. Signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam alam pikiran (bentuk), signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita (makna), (4) Hubungan sintagmatik dan paradigmatik. Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, bersifat linear. Hubungan paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan (Chaer, 2003:346). Tokoh-tokoh lain yang merupakan penganut teori ini adalah : Bally, Sachahaye, E. Nida, L. Bloomfield, Hockett, Gleason, Bloch, G.L. Trager, Lado, Hausen, Harris, Fries, Sapir, Trubetzkoy, Mackey, jacobson, Joos, Wells, Nelson.


(11)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 5 1.1 Ciri-ciri Aliran Struktural

Berdasarkan asumsi dan hipotesis umum yang melandasi teori kebahasaan struktural memiliki ciri-ciri:

a. Berlandaskan pada faham behaviourisme. Dalam hal ini berbahasa

merupakan proses rangsang-tanggap (stimulus-response).

b. Bahasa berupa ujaran artinya hanya ujaran saja yang termasuk dalam bahasa.

c. Bahasa merupakan sistem tanda (signifie dan signifiant) yang arbitrer dan

konvensional. Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa pada dasarnya merupakan paduan dua unsur yaitu signifie dan signifiant. Signifie adalah unsur bahasa yang berada di balik tanda yang berupa konsep di balik sang penutur atau disebut juga makna. Sedangkan signifiant adalah wujud fisik atau hanya yang berupa bunyi ujar.

d. Bahasa merupakan kebiasaan (habit), dalam hal ini pengajaran bahasa menggunakan metode drill and practice yakni suatu bentuk latihan yang terus menerus, berkelanjutan, dan berulang-ulang sehingga membentuk kebiasaan.

e. Kegramatikalan berdasarkan keumuman.

f. Level-level gramatikal ditegakkan secara rapi mulai dari yang morfem sampai menjadi kalimat.

g. Analisis dimulai dari bidang morfologi.

h. Bahasa merupakan deret sintakmatik dan paradigmatik i. Analisis bahasa secara deskriptif.

j. Analisis struktur bahasa berdasarkan unsur langsung, yaitu unsur yang secara langsung membentuk struktur tersebut. Ada empat model analisis unsur langsung yaitu model Nida, model Hockett, model Nelson, dan model Wells.

1.2 Pernyataan Pokok Aliran Struktural

Asumsi Ferdinand De Saussure yang terkenal dan merupakan dasar kajian ailran struktural adalah bahwa bahasa merupakan realitas sosial yaitu kajian


(12)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 6

terhadap sruktur bahasa karena Saussure menganggap bahwa bahasa

sebagai satu struktur sehingga pendekatannya sering disebut Structural

Linguistics. Hal tersebut dikembangkan ke dalam enam dikotomi tentang

bahasa, yaitu (a) dikotomi sinkronik dan diakronik, (b) dikotomi bentuk (form)

dan substansi, (c) dikotomi Signifian dan signifie, (d) dikotomi langue dan Parole, (e) dikotomi individu dan sosial, dan (f) hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik.

Ferdinand de Saussure mengistilahkan bahasa-bahasa sebagai fakta-fakta sosial. Fakta sosial adalah istilah dari pendiri sosiologi, untuk mengacu pada

fenomena gagasan-gagasan ‘minda kolektif’ dalam suatu masyarakat, yaitu

yang berada di luar fenomena psikologis maupun fisikal. Fakta sosial bisa berupa konvensi atau aturan-aturan. Contoh fakta sosial yang konvensional adalah kecenderungan orang Amerika mengambil jarak fisik dengan lawan bicara. Contoh fakta sosial yang berupa aturan-aturan adalah sistem hukum suatu masyarakat. Bahasa bisa disetarakan dengan sistem hukum atau struktur konvensi. Datanya berupa fenomena-fenomena fisikal atau parole,

sedangkan sistem umumnya adalah langue atau ‘bahasa’. Data konkret

parole diproduksi oleh pengujar-pengujar secara indivual. Hal ini dikarenakan penguasaan bahasa setiap orang berbeda-beda, artinya suatu bahasa tidak pernah lengkap pada diri seseorang tetapi lengkap dan secara sempurna bahasa hanya di dalam kolektivitas. Jadi, fakta sosial menurut Saussure bukan berupa minda kolektif maupun gagasan kolektif seperti yang diterangkan oleh Durkheim. Akibat perbedaan tersebut, muncul dua

pendekatan, yaitu pendekatan ‘individualisme metodologis’ yang

berseberangan dengan pendekatan Durkheim‘kolektivisme metodologis’.

1.3 Enam Dikotomi tentang Bahasa 1.3.1 Sinkronik-Diakronik

Gagasan Ferdinad de Saussure dapat digunakan sebagai acuan baru dalam studi bahasa, bahwa kajian linguistik hendaknya dilakukan secara diakronik dan sinkronik. Hal ini dilakukan agar dapat memotret


(13)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 7

pada suatu waktu tertentu diperlukan pemahaman tentang bahasa itu untuk satu rentangan waktu. Sebagai pemakai, bahasa dapat ditelaah

dari “keberadaan” bahasa itu sendiri tanpa terikat oleh rentangan waktu

yang berbeda. Kajian diakronik dianggap terlalu sederhana karena hanya mendeskripsikan peristiwa-peristiwa yang terpisah-pisah, sedangkan kajian sinkronik dipandang lebih rumit karena harus mendeskripsikan bahasa itu sendiri.

1.3.1.1 Sinkronik

Kata sinkronis berasal dari bahasa Yunani syn yang berarti

dengan, dan khronos yang berarti waktu/masa. Dengan

demikian, linguistik sinkronis mempelajari bahasa sezaman. Fakta dan data bahasa adalah rekaman yang diujarkan oleh pembicara, atau bersifat horisontal. Linguistik sinkronis mempelajari bahasa pada suatu kurun waktu tertentu, misalnya mempelajari bahasa Indonesia di masa reformasi saja.

Saussure mengemukakan bahwa kajian bahasa secara sinkronis amat perlu, meskipun beliau banyak berkecimpung dalam kajian diakronis. Baginya, kajian sinkronis bahasa

mengandung kesistematisan tinggi, sedangkan kajian

diakronis tidak. Kajian sinkronis justru lebih serius dan sulit.

Sistem keadaan bahasa ‘sinkronik’ seperti sistem permainan

catur. Setiap buah catur (setara dengan suatu unit bahasa) memiliki tempat tersendiri dan memiliki keterkaitan tertentu dengan buah catur lain, dan kekuatan serta pola gerak/jalan tersendiri.

1.3.1.2 Diakronik

Kata diakronis berasal dari bahasa Yunani, dia yang berarti

melalui, dan khronos yang berarti waktu, masa. Linguistik


(14)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 8

suatu bahasa dari masa ke masa. Linguistik diakronis adalah semua yang memiliki ciri evolusi. Ada berbagai contoh untuk melukiskan dualisme intern (sinkronis dan diakronis).

Jika seseorang hanya melihat sisi diakronis bahasa, maka yang ia lihat bukan lagi langue, melainkan sederet “peristiwa” dan merupakan parole. Linguistik diakronis akan menelaah hubungan-hubungan di antara unsur-unsur yang berturutan dan tidak dilihat oleh kesadaran kolektif yang sama, dan yang satu menggantikan yang lain tanpa membentuk sistem di antara mereka. Sebaliknya, linguistik sinkronis akan mengurusi

hubungan-hubungan logis dan psikologis yang

menghubungkan unsur-unsur yang hadir bersama dan membentuk sistem, seperti dilihat dalam kesadaran kolektif yang sama.

1.3.2 Bentuk-Substansi

Dikotomi antara bentuk dengan substansi menekankan bahwa kajian linguistik harus ditinjau dari segi bentuk dan substansi. Bagi Saussure, substansi penting, namun bentuk lebih penting. Oleh karena itu, dalam kajian bahasa, nilai suatu unsur (langsung atau tidak langsung) sangat bergantung pada nilai unsur lain.

1.3.3 Signifie-Signifiant

Bahasa adalah alat komunikasi di dalam masyarakat yang menggunakan sistem tanda yang maknanya dipahami secara konvensional oleh anggota masyarakat bahasa tersebut. Tanda bahasa terdiri atas dua unsur yang tak terpisahkan yaitu unsur citra akustik (signifiant/petanda) dan unsur konsep (signifie)/penanda). Hubungan kedua unsur ini didasari konvensi dalam kehidupan sosial. Kedua unsur ini terdapat di dalam pikiran atau kognisi pemakai bahasa.


(15)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 9

Saussure berpendapat bahwa bahasa meliputi suatu himpunan tanda satu lambang yang berupa menyatunya signifiant (bunyi ujaran) dengan signifie (makna). Kedua bagian itu tidak dapat dipisahkan karena ujaran dan makna ditentukan oleh adanya kontras terhadap lambang-lambang lain dari sistem itu. Bahasa tanpa suatu sistem tidak akan ada dasar yang dapat dipergunakan untuk membedakan bunyi-bunyi yang ada ataupun konsep-konsep yang ada.

1.3.3.1 Signifie

Signifie adalah makna suatu bahasa. Signifie (penanda) merupakan pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita. Setiap tanda tidak dapat dipisahkan dari tanda yang lain baik lafal maupun maknanya. Dari segi mental, bahasa merupakan suatu totalitas pikiran dalam jiwa manusia. Dari segi fisik, bahasa adalah getaran udara yang lewat suatu tabung dalam alat bicara manusia. Jadi, bahasa merupakan pertemuan antara totalitas pikiran dalam jiwa dan getaran yang dibuat manusia melalui alat-alat bicaranya. Misalnya gambar meja dilambangkan dengan meja (Indonesia), table (Inggris). Apabila ada orang berujar meja dan kita mendengar rentetan bunyi /m, e, j, a/ itulah yang disebut signifiant, sedangkan bayangan kita terhadap sebuah meja disebut signifienya, yaitu sebuah prabot rumah tangga/kantor berkaki, permukaannya datar, bisa berbentuk bundar, atau bersegi, dan deskripsi lainnya tentang meja.

1.3.3.2 Signifiant

Bahasa adalah sistem lambang dan lambang itu sendiri adalah kombinasi antara bentuk (signifiant) dan arti (signifie). Signifiant merupakan bentuk bahasa yang terkandung dalam sekumpulan fonem. Signifiant juga sebagai perwujudan akustik suatu bahasa atau wujud dasar sistem fonologi suatu bahasa. Jadi, signifiant


(16)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 10

(penanda) merupakan citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran kita.

1.3.4 Individu-Sosial

Dikotomi antara individu dan sosial, Saussure mengatakan bahwa perilaku berbahasa anggota masyarakat sangat ditentukan oleh kelompoknya, meskipun ciri perilaku berbahasa masing-masing anggota berbeda antara satu dan lainnya. Perbedaan perilaku individu tidak akan menyimpang dari perilaku kolektif yang ada pada kelompok. 1.3.5 Langue-Parole

Dikotomi antara langue dan parole sebagai bukti bahwa bahasa merupakan realitas sosial. Sebagai realitas sosial bahasa sangat terikat oleh collective mind bukan individual mind. Sebagai collective mind, bahasa merupakan perpaduan antara parole dan langue. Parole mengacu pada tindak ujar dalam situasi yang sesungguhnya oleh masing masing individu. Langue ialah sistem bahasa yang dipakai secara bersama-sama oleh masyarakat penuturnya.

Gagasan Saussure tentang fakta sosial, langue, dan parole, menjadi pilar-pilar konsepnya mengenai struktur gagasan yang amat kontroversial. Para bahasawan tertarik berkomentar. Pendekatan Saussure kembali mengemuka ketika dihadapkan pada pandangan Noam Chomsky. Pandangan Chomsky (1964) yang amat berpengaruh adalah yang membedakan kompetensi dari performance. Pembedaan tersebut tampak ada kemiripan dengan pembedaan langue dan parole oleh Saussure. Bahkan, Chomsky sendiri menyamakan konsep

Linguistic Competence yang diperkenalkannya dengan konsep langue.

Namun, sesungguhnya kedua konsep tersebut berbeda.

Langue mengacu pada sistem bahasa yang abstrak. Sistem ini mendasari semua ujaran dari setiap individu. Langue bukanlah suatu ujaran yang terdengar, tulisan yang terbaca, melainkan suatu sistem


(17)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 11

peraturan yang umum dan mendasari semua ujaran nyata. Langue merupakan totalitas dari sekumpulan fakta bahasa yang disimpulkan dari ingatan pemakai bahasa dan merupakan gudang kebahasaan yang ada dalam otak setiap individu.

Langue merupakan keseluruhan kebiasaan (kata) yang diperoleh secara pasif yang diajarkan dalam masyarakat bahasa dan memungkinkan para penutur saling memahami dan menghasilkan unsur-unsur yang dipahami penutur dan masyarakat serta bersenyawa dengan kehidupan masyarakat secara alami. Eksistensi langue memungkinkan adanya parole merujuk pada cara pembicara

menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dirinya. Jadi,

masyarakat merupakan pihak pelestari langue.

Langue tidak bisa dipisahkan antara bunyi dan gerak mulut. Langue juga dapat berupa lambang-lambang bahasa konkret; tulisan-tulisan yang terindera dan teraba (terutama bagi tuna rungu). Langue adalah suatu sistem tanda yang mengungkapkan gagasan. Contoh: Pergi! Dalam kata ini, gagasan kita adalah ingin mengusir, menyuruh. Nah, kata pergi! dapat juga kita ungkapkan kepada tuna runggu dengan abjad tuna rungu, atau dengan simbol atau dengan tanda-tanda militer. Langue seperti permainan catur, apabila buah caturnya dikurangi akan berubah dan bahkan permainan akan kacau, demikian halnya dalam langue. Jika struktur (sistem) kita ubah, maka akan menimbulkan makna yang lain. Misalnya: saya makan nasi, jika kalimat ini diubah menjadi: nasi makan saya, maka akan menjadi rancu.

Langue perlu agar parole dapat saling dipahami; dan parole perlu agar langue terbentuk. Dengan kata lain, secara historis, fakta parole selalu

mendahului langue. Bunyi kata: “pergi!” adalah parole, tetapi ia juga

termasuk langue karena sistem tanda ada di sana dan maknanya pun ada. Langue hadir secara utuh dalam bentuk sejumlah guratan yang tersimpan di dalam setiap otak; kira-kira seperti kamus yang


(18)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 12

eksemplarnya identik (fotocopy), yang akan terbagi di kalangan

individu. Jadi, langue adalah sesuatu yang ada pada setiap individu. Langue bersifat kolektif: bersifat homogen, bahasan konvensional.

Rumusnya: 1 + 1 + 1 + 1….= 1. Artinya, kata yang diucapkan oleh

individu, diucapkan secara sama oleh orang banyak, begitu juga dengan maknanya, semua masyarakat bahasa tahu. Menurut Alwasilah langue adalah tata bahasa + kosakata + sistem pengucapan. Langue bersifat stabil dan sistematis.

Parole merupakan bahasa tuturan, bahasa sehari-hari, artinya parole merupakan keseluruhan dari apa yang diajarkan orang, termasuk konstruksi-konstruksi individu yang muncul dari pilihan penutur dan

pengucapan-pengucapan yang diperlukan untuk menghasilkan

konstruksi individu berdasarkan pilihan bebas juga. Parole perwujudan langue pada individu. Parole merupakan manifestasi individu dari bahasa. Parole bukan fakta sosial karena seluruhnya merupakan hasil individu yang sadar, termasuk kata apapun yang diucapkan oleh penutur. Parole bersifat heterogen. Unsur-unsur parole dibedakan kedalam beberapa bagian, seperti : (1) kombinasi-kombinasi kode

bahasa (tanda baca) yang dipergunakan penutur untuk

mengungkapkan gagasan pribadinya. Misalnya, perang, kataku,

perang! Kalimat ini jika diucapkan oleh orang yang sama pun, hasilnya

akan berbeda dalam penyampaiannya karena pelafalannya pun berbeda, kata perang pertama dilafalkan secara berbeda dengan kata perang kedua; (2) mekanisme psikis-fisik yang memungkinkan seseorang mengungkapkan kombinasi-kombinasi tersebut. Parolelah yang membuat langue berubah. Jadi, antara langue dan parole saling terkait; langue sekaligus alat dan produk parole. Parole dapat

dirumuskan: (1’ + 1’’ + 1’’’ + 1’’’’…..). artinya, kata yang sama pun akan

dilafalkan secara berbeda, baik orang yang sama maupun oleh banyak orang.


(19)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 13 1.3.6 Sintakmatik-Paradigmatik

Hubungan sintakmatik ialah hubungan dalam rantai ujaran yang ada dan nyata dalam tutur. Hubungan ini paling kurang dua atau lebih unit bahasa. Dalam hubungan ini kata-kata bersatu demi kesinambungan, hubungan didasari pada tuturan yang linier. Perhatikan contoh kalimat berikut!

Kuda dibeli paman.

Kalimat tersebut terbentuk dari unsur-unsur kata. Unsur-unsur itu mempunyai hubungan yang tetap. Kita tidak dapat menempatkan unsur-unsur kata itu semau kita. Kita tidak pernah mendengar orang mengatakan:

Kuda dibeli paman

Paman dibeli kuda

Kuda paman dibeli

Hubungan yang terdapat antara unsur-unsur kata dalam contoh di atas adalah hubungan yang terdapat dalam tataran kalimat. Hubung-an sintakmatik diuji dengHubung-an cara permutasi, yaitu perubah Hubung-an urutan satuan-satuan unsur bahasa. Hubungan sintagmatik dapat terjadi pada setiap tataran analisis bahasa. Hubungan sintagmatik menunjukkan hubungan makna dan fungsi antara satuan bahasa sesuai tataran.

a. Hubungan sintagmatik pada tataran fonologi

Urutan fonem dalam kata pada umumnya tidak dapat diubah. Di sini ada hubungan sintagmatik tertentu antara fonem dalam setiap kata:

ina i / n / a

ana a / n / a


(20)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 14

eka e /k / a

Urutan fonem pada kata ina, ani, ika, eka tidak bertukar posisi karena akan mengubah makna. Jadi urutan fonem pada kata tersebut harus tetap.

b. Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi

Contoh hubungan sintakmatik pada tataran morfologi dapat dilihat dari bentuk morfem. Urutan morfem dalam kata pada umumnya tidak dapat diubah, contohnya:

meN-panggil tidak dapat diubah urutannya menjadi panggil-meN meN-suruh dak dapat diubah urutannya menjadi suruh-meN meN-kirim tidak dapat diubah urutannya menjadi kirim-meN

meN-sampaikan tidak dapat diubah urutannya menjadi

sampaikan –meN

c. Hubungan sintagmatik pada tataran sintaksis

Unsur-unsur kalimat pada pertanyaan di atas mempunyai hubungan yang tetap, polanya tidak bisa diubah.

Kalimat ’Ina memanggil Nana’ tidak dapat dipermutasi, yaitu diubah urutan satuan-satuan unsur bahasanya.

Tidak bisa menjadi Nana memanggil Ina.

Begitu juga pada kalimat

Ana menyuruh Eno.

Ika mengirim barang.

Eka menyampaikan surat.

Namun, dapat pula urutan kata dalam kalimat boleh diubah tanpa mengubah arti, bergantung pada adanya hubungan sintagmatik. Lihat contoh berikut:

Kemarin dia datang. Dia datang kemarin.


(21)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 15

Dia kemarin datang.

Keterjalinan hubungan pada tataran sintaksis ditentukan oleh letak hubungan antarunsurnya. Dalam kaitan dengan peran dan fungsi gramatikal pada satu pihak dan makna gramatikal pada pihak yang lain, kita dapat mengajukan dua kemungkinan. Pertama, hubungan sintagmatik itu telah menemukan peran dan fungsi gramatikal bentuk-bentuk bahasa itu. Ini berarti perubahan letak hubungan akan membawa perbedaan dalam peran dan fungsi gramatikal. Jadi, letaknya tidak boleh ditukar-tukar.

Contoh: Ina memanggil Nana dan Nana memanggil Ina.

Perubahan tempat Ina dan Nana sudah membawa peran dan fungsi yang lain. Dan ini membawa pula perbedaan makna. Ini berarti hubungan sintagmatik ini telah baku dan konstan. Ia bersifat tertutup dan tetap. Kedua, hubungan sintagmatik bersifat labil. Ini berarti tempat unsur-unsur itu dapat ditukar-tukar tanpa membawa perbedaan makna yang esensial. Ia hanya membawa perbedaan makna dalam bentuk pementingan atau penekanan atau pengutamaan. Umpamanya kalimat Kemarin dia datang dan Dia datang kemarin biasanya unsur yang dapat ditukar-tukarkan tempatnya itu adalah unsur-unsur yang berada di luar pola dasar. Di samping hubungan sintakmatik, analisis bahasa dapat dikaji

dengan hubungan paradigmatik. Hubungan paradigmatik

merupakan hubungan yang menyatakan adanya kemampuan mengganti unsur dalam suatu lingkungan yang sama, sedangkan hubungan sintakmatik (horizontal) merupakan hubungan yang menyatakan adanya kemampuan mengombinasikan ke dalam konstruksi yang lebih besar. Contoh. Budi menendang bola adalah deretan Budi-menendang-bola. Urutan ketiga kata ini bukan bersifat manasuka tanpa berpatokan pada kaidah (langue) bahasa


(22)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 16

Meskipun urutan itu diubah, fungsi gramatikal tetap misalnya Bola-Budi-tendang; Tendang-bola-Budi.

Pada kalimat Budi menendang bola terbentuk dari unsur Budi,

menendang, bola yang masing-masing menempati ruang kosong

yang kemudian disebut gatra. Kaidah (langue) bahasa Indonesia gatra dapat diisi dengan unsur bahasa tertentu saja. Jadi, gatra adalah ruang kosong yang terdapat sebelum, di tengah, dan sesudah tanda hubung.

Pada contoh kalimat di atas, dapat kita sebut gatra [1] - [2] - [3]. Dalam sintaksis [1], [2], [3] disebut fungsi sintaksis dan dalam hal ini setiap fungsi itu dapat diisi oleh kata tertentu sesuai dengan kaidah. Dalam contoh yang sama Budi-menendang-bola, gatra [1] yang diisi Budi bisa diisi Ali, Candra, Damar, Dia, Mereka, Adik, dll. Tetapi kata-kata itu tidak dapat berada di ruang dan waktu yang sama.

Kata-kata itu hanya bisa diasosiasikan secara in absentia.

Hubungan itu dikatakan hubungan asosiatif atau kata-kata itu berada dalam relasi asosiatif. Kata-kata yang mengisi gatra tergolong kata sejenis atau disebut berada dalam paradigma yang sama. Hal yag sama bisa berlaku untuk kata menendang bisa diisi kata mengambil, melempar, menyembunyikan, membuang; bola bisa isi dengan kata batu, kelapa, piring. Relasi asosiatif ini kemudian disebut relasi paradigmatik.

Pada tataran langue setiap penutur bahasa menguasai semacam piranti atau jejaring unsur-unsur bahasa yang tergolong-golong dalam paradigma dan unsur-unsur itu saling membedakan. Jejaring inilah yang disebut sebagai sistem bahasa. Berikut ini analisis hubungan paradikmatik.

a. Hubungan paradigmatik pada tataran fonologi

Fonem /i/ dalam kataina mempunyai hubungan paradigmatik


(23)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 17

/a/ pada kata ana begitu juga fonem /i/ dalam kata ika

mempunyai hubungan paradigmatik dengan fonem yang dapat

menggantikannya, seperti fonem /e/ pada kata eka.

Contoh lain : fonem /t/ padakata tari dapat digantikan oleh fonem seperti fonem /d/, /c/, dan /j/ pada kata

t tari

d dari

c cari

j jari

b. Hubungan paradigmatik pada tataran morfologi memanggil

menyuruh mengirim menyampaikan

MorfemmeN- dalam kata memanggil mempunyai hubungan

paradigmatik dengan morfem men pada kata memanggil, menyuruh, mengirim dan menyampaikan .Contoh lain morfem meN-

berelasi paradigmatik dengan morfem di-, ter-, ataupe- pada kata

meN- melukis di- dilukis ter- terlukis pe- pelukis

c. Hubungan paradigmatik pada tataran sintaksis

Ina memanggil Nana

Ana menyuruh Eno

Ika mengirim barang

Eka menyampaikan surat

Kata ina dalam kalimat di atas mempunyai hubungan


(24)

Kata-Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 18

kata yang lain mempunyai hubungan paradigmatik adalah

memanggil dan menyuruh, kata mengirim dan menyampaikan.

begitu juga kata Nana dan Eno, kata barang dan surat.

Dengan mempelajari hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik antara tiap satuan seperti tersebut di atas, kita dapat menguji distribusi masing-masing satuan tersebut. Dengan kata lain kita dapat memberikan tempat hadirnya masing-masing satuan dalam keseluruhan struktur bahasa yang dianalisis.

Tokoh aliran linguistik struktural yang lain adalah Leonard Bloomfield (1887-1949). Bloomfield salah seorang ahli bahasa Amerika yang paling besar sumbangannya dalam menyebarluaskan prinsip-prinsip

dan metode-metode yang biasa disebut “Strukturalisme Amerika”.

Hal baru dalam teori Bloomfiled adalah adanya penekanan filosofis dalam status linguistik sebagai sains. Teori Bloomfiled tentang bahasa sangat berbau behaviorism. Aliran Bloomfield ini berkembang pesat di Amerika pada tahun tiga puluhan sampai akhir tahun lima puluhan.

Ada beberapa faktor yang memnyebabkan aliran ini dapat berkembang pesat, yaitu pertama, pada masa itu para linguis di Amerika menghadapi masalah yang sama, yaitu banyak bahasa Indian di Amerika yang belum diperikan. Mereka ingin memerikan bahasa-bahasa Indian itu dengan cara baru, yaitu secara sinkronik. Kedua, sikap Bloomfield yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada masa itu di Amerika, yaitu

filsafat behaviorisme. Oleh karena itu, dalam memerikan bahasa

aliran strukturalisme ini selalu mendasarkan diri pada fakta-fakta objektif yang dapat dicocokkan dengan kenyataan-kenyataan yang

dapat diamati. Ketiga, diantara linguis-linguis itu ada hubungan yang


(25)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 19

menerbitkan majalah Language wadah tempat melaporkan hasil kerja mereka.

Dalam bukunya Language, Bloomfield mempunyai pendapat yang

bertentangan dengan Sapir. Sapir berpendapat fonem sebagai satuan psikologis, tetapi Bloomfield berpendapat fonem merupakan satuan behavioral. Bloomfield dan pengikutnya melakukan penelitian atas dasar struktur bahasa yang diteliti, karena itu mereka disebut kaum strukturalisme dan pandangannya disebut strukturalis. Bloomfield beserta pengikutnya menguasai percaturan linguistik selama lebih dari 20 tahun. Selama kurun waktu itu kaum Bloomfieldian berusaha menulis tata bahasa deskriptif dari bahasa-bahasa yang belum memiliki aksara. Kaum Bloomfieldian telah berjasa meletakkan dasar-dasar bagi penelitian linguistik di masa setelah itu. Bloomfield berpendapat fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan bidang mandiri dan tidak berhubungan. Seorang tokoh linguistik Amerika yang pada awalnya tidak mempunyai perhatian pada bidang linguistik, bercita-cita menjadi seorang akademikus dan mau mengabdikan diri pada ilmu pengetahuan. Namun setelah bertemu dengan temannya yaitu Prokosch dan berbincang-bincang tentang tata bahasa, lalu memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya dalam bidang linguistik. Dalam analisa bahasa, Bloomfield menekankan bahwa bahasa harus bersifat deskriptif ilmiah. Keilmiahan itu berarti bahwa setiap definisi bahasa yang diberikan harus dalam istilah-istilah fisik yang diambil dari kenyataan yang ada.Selain itu, Bloomfield memperluas bidang linguistik dalam beberapa aspek.

Tata bahasa lain yang memperlakukan bahasa sebagai sistem hubungan adalah tata bahasa stratifikasi yang dipelopori oleh S.M. Lamb. Tata bahasa lainnya yang memperlakukan bahasa sebagai sistem unsur adalah tata bahasa tagmemik yang dipelopori oleh K.


(26)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 20

Pike. Menurut pendekatan ini setiap gatra diisi oleh sebuah elemen. Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu satuan yang disebut tagmem.

1.4 Keunggulan Aliran Struktural

Aliran struktural memiliki beberapa keunggulan, yaitu:

a. Aliran ini sukses membedakan konsep grafem dan fonem.

b. Metode drill and practice membentuk keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaan

c. Kriteria kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga mudah diterima masyrakat awam.

d. Level kegramatikalan mulai rapi mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat.

e. Berpijak pada fakta, tidak mereka-reka data.

1.5 Kelemahan Aliran Struktural

Aliran struktural memiliki beberapa kelemahan, yaitu: a. Bidang morfologi dan sintaksis dipisahkan secara tegas.

b. Metode drill and practice sangat memerlukan ketekunan, kesabaran, dan sangat menjemukan.

c. Proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap berlangsung secara fisis dan mekanis padahal manusia bukan mesin.

d. Kegramatikalan berdasarkan kriteria keumumam, suatu kaidah yang salah pun bisa benar jika dianggap umum.

e. Faktor historis sama sekali tidak diperhitungkan dalam analisis bahasa.

f. Objek kajian terbatas sampai level kalimat, tidak menyentuh aspek komunikatif.


(27)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 21

2. Aliran Deskriptif

2.1 Konsep Aliran Deskriptif

Menurut bahasa, linguistik adalah ilmu yang mempelajari atau menelaah tentang tata bahasa, sedangkan deskriptif adalah menggambarkan apa adanya. Misalnya, mengkaji bahasa Indonesia apa adanya. Linguistik deskriptif, artinya mendeskripsikan bahasa secara apa adanya. Objek kajian linguistik deskriptif adalah fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.

Aliran deskriptif adalah aliran yang memberikan deskripsi (pemerian) dan analisis bahasa (Alwasilah,1993:96). Aliran lahir pada akhir abad ke XIX dan permulaan abad XX ketika Saussure sedang mengajukan ide-idenya di Eropa, muncul linguistik sinkronis di Amerika di bawah pelopor Franz Boas. Boas memberikan arah bagi linguistik Amerika yang kemudian menjadi besar dan berkembang.

Dalam aliran ini muncul beberapa tokoh penting seperti Franz boas dan Leonard Bloomfield. Boas dan teman-temannya memberikan perhatian yang besar pada penguraian struktur bahasa-bahasa Indian. Oleh sebab itu, mereka disebut juga golongan deskriptif. Kaum deskriptif ini berusaha keras membangun teori-teori bahasa yang abstrak dan bersifat umum berdasarkan hasil-hasil penelitian yang dilakukannya. Menurut Boas, tidak ada satu bahasa yang merupakan bahasa ideal yang menjadi ukuran bahasa-bahasa lainnya. Selain itu, sekelompok pemakai bahasa tertentu tidak berhak mengatakan bahwa bahasa yang digunakan oleh kelompok lainnya tidak rasional. Yang benar adalah pada setiap bahasa terdapat kategori-kategori logis tertentu yang harus digunakan pada bahasa tersebut. Bagi Boas bahasa hanyalah merupakan tuturan artikulasi, yaitu bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat artikulasi. Kunci dasar pemikiran Boas terletak pada kesadarannya, yang muncul dalam masa perjalananya

(ke Tanah Baffin pada 1883-1844). Karyanya berupa buku Handbook of


(28)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 22

koleganya. Di dalam buku tersebut terdapat uraian tentang fonetik, kategori makna dan proses gramatikal yang digunakan untuk mengungkapkan makna.

Pada tahun 1917 diterbitkan jurnal ilmiah berjudul International Journal of

American Linguistics. Perbedaan utama antara tradisi Boas dan Saussure

ialah terletak pada hakikat tentang bahasa. Saussure mengikat perhatian kepada para sarjana dengan menemukan cara baru untuk mengamati fenomena yang sudah lama dikenal dan sudah tidak lagi mengherankan bagi mereka. Boas dan rekan-rekannya berhadapan dengan masalah-masalah praktis untuk menghasilkan bagaimana bentuk struktur yang ada dalam berbagai bahasa yang diucapkannya.

Aliran deskriptif bertujuan untuk memikirkan pembuat teori linguistik yang abstrak sebagai alat untuk menyelesaikan deskripsi bahasa-bahasa tertentu dengan praktis dan sukses. Salah satu ciri dari aliran yang dipelopori oleh Boas adalah relativisme. Menurut aliran ini tidak ada bahasa yang ideal, di mana bahasa-bahasa yang sebenarnya lebih dekat atau agak jauh hubungannya. Boas juga berusaha keras membantah aliran Romantis abad XIX yang menganggap bahwa bahasa adalah kerangka jiwa suatu bangsa. Bahwa bangsa dalam arti keturunan, bahasa dan kebudayaan adalah tiga masalah terpisah yang jelas berjalan bersama-sama.

Berikut adalah ide-ide Boas: (1) kategori gramatikal, setiap bahasa memiliki sistem gramatikal dan sistem fonetik masing-masing. Sistem fonetik digunakan sesuai dengan kebutuhan makna oleh karena itu, unit dasar bahasa adalah kalimat.; (2) pronomina kata ganti, tidak ada orang pertama jamak, karena kata ganti itu tidak tetap; (3) verba memiliki sifat arbitrari dan berkembang tidak merata pada berbagai bahasa di sana. Selain Boas, Seorang linguis Inggris yang bernama John Ruperth Firthpada tahun 1994 mendirikan sekolah linguistik deskriptif di London. Menurutnya dalam kajian linguistik yang paling penting adalah konteks.


(29)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 23

Menurutnya, bahasa itu terdiri dari lima tingkatan yaitu tingkatan fonetik, leksikon, morfologi, sintaksis, dan semantik.

2.2 Keunggulan Aliran Deskriptif

Aliran deskriptif memiliki keunggulan yaitu:

a. Aliran ini sudah memerikan bahasa Indian dengan cara yang baru secara sinkronis.

b. Menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang

pada masa itu yaitu behaviorisme.

c. Aliran ini sudah mengelompokkan kategori gramatikal, verbal dan pronomina kata ganti.

d. Terjadinya hubungan yang baik antar sesama linguis.

e. Mimiliki cara kerja yang sangat menekankan pentingnya data yang objektif untuk memerikan suatu bahasa.

2.3 Kelemahan Aliran Deskriptif

Aliran deskriptif memiliki kekurangan hanya memperhatikan akan makna dan arti karena aliran ini lebih cenderung menganalisis fakta-fakta secara objektif dan nyata.

3. Aliran Fungsional

3.1 Konsep Aliran Fungsional

Aliran Linguistik fungsional dipelopori oleh Roman Jakobson dan Andre Martinet, kehadirannya sangat berarti dalam upaya menjembatani

kesenjangan (gap) antara linguistik struktural Amerika dan Eropa.

Linguistik struktural (Eropa) banyak dipengaruhi oleh gagasan fungsi-fungsi linguistik yang menjadi ciri khas aliran Praha. Trubeckoj terkenal mengembangkan metode-metode deskripsi fonologi, maka R. Jakobson terkenal karena telah menyatakan dengan pasti pentingnya fonologi


(30)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 24

diakronis yang mengkaji kembali dikotomi-dikotomi F. de Saussure antara lain dikotomi yang memisahkan dengan tegas sinkronis dan diakronis. Andre Martinet banyak mengembangkan teori-teori aliran Praha. Dengan tulisannya tentang netralisasi dan segmentasi dan telah memperkaya dalam pengembangan studi linguistik, terutama fonologi deskriptif, fonologi diakronis, sintaksis, dan linguistik umum. Disamping ia menerapkan metode dan linguistik modern, ia juga menaruh perhatian yang luar biasa pada kenyataan bahasa aktual.

Gagasan Jakobson merupakan pengembangan dari pemikiran-pemikiran aliran Praha. Selain fungsi linguistik sebagai ciri khas sekolah Praha, Jakobson juga menyoroti fungsi-fungsi unsur tertentu dan fungsi-fungsi aktivitas linguistik itu sendiri. Jakobson memandang suatu tindak linguistik dari enam sudut, yaitu (1) dalam hubungan dengan pembicara, (2) pendengar, (3) konteks, (4) kontak, (5) kode, dan (6) pesan. Sehingga ditemukan enam fungsi, yaitu: (a) ekspresif, berpusat pada pembicara, yang ditujukan oleh interjeksi-interjeksi; (b) konatif, berpusat pada pendengar, yang ditujukan oleh vokatif dan imperative; (c) denotative, berpusat pada konteks, yang ditujukan oleh pernyataan-pernyataan faktual, dalam pelaku ketiga, dan dalam suasana hati indikatif; (d) phatic, berpusat pada kontak, yang ditujukan oleh adanya jalur yang tidak terputus antara pembicara dan pendengar. Misalnya, dalam pembicaraan

melalui telefon, kata-kata ‘hello, ya..ya…, heeh’ yang dipergunakan untuk

membuat jelas bahwa seseorang masih mendengarkan dan menunjukan jalur percakapan tidak terputus; (e) metalinguistik, berpusat pada kode; yang berupa bahasa pengantar ilmu pengetahuan, biasanya berisi rumus-rumus atau lambang tertentu; dan (f) puitis, berpusat pada pesan.

Selanjutnya, gagasan dan pandangan Jakobson lain adalah telaah

tentang aphasia dan bahasa kanak-kanak. Aphasia yang dimaksud adalah

gejala kehilangan kemampuan menggunakan bahasa lisan baik sebagian maupun seluruhnya, sebagai akibat perkembangan yang salah. Gangguan


(31)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 25

afasik dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni: (1) similarity disorders, yang mempengaruhi seleksi dan subtitusi item, dengan stabilitas

kombinasi dan konstektur yang bersifat relative; dan (2) contiguity

disorders, yang seleksi dan subtitusinya secara relatif normal sedangkan kombinasi rusak dan tidak gramatikal, urutan kata kacau, hilangnya infleksi dan preposisi, konjungsi, dan sebagainya

Jakobson juga menekankan pentingnya korelasi-korelasi fonologis sebagai seuntai perbedaan-perbedaan arti yang terpisah. Menurut buku

Jakobson dan Halle Fundamentals of Language, 1956, menyatakan

ciri-ciri expressive, configurative, dan distinctive: expressive, meletakan tekanan pada bagian ujaran yang berbeda atau pada ujaran yang

berbeda; menyarankan sikap emosi pembicara; configurative, menandai

bagian ujaran ke dalam satuan-satuan gramatikal, dengan memisahkan ciri kulminatif satu persatu, atau dengan memisahkan membatasinya (ciri-ciri demarkatif); Distinctive, bertindak untuk memperinci satuan-satuan linguistik, ciri-ciri itu terjadi secara serempak dalam untaian, yang berujud fonem. Fonem-fonem dirangkaikan ke dalam urutan; pola dasar urutan serupa itu berujud suku kata. Dalam setiap suku kata terdapat bagian yang lebih nyaring yang berupa puncak. Puncak itu berisi dua fonem atau lebih, maka salah satu darinya adalah puncak fonem atau puncak suku kata.

Andre Maertinet, mengembangkan teori-teori mengenai fonologi deskriptif, fonologi diakronis, sintaksis, dan linguistik umum merupakan sumbangan pemikiran bagi linguistik modern. Fonologi sebagai fonetik fungsional harus berdasarkan fakta-fakta dasar atau mengetahui fungsi-fungsi perbedaan bunyi bahasa sebagaimana mestinya. Martinet mencurahkan perhatian pada fonologi diakronis, dengan mencoba membuat deskripsi murni, fonologisasi dan defonologisasi direkam, disertai keterangan tentang perubahan-perubahan menurut prinsip-prinsip umum. Kriterium interpretasi dasar diberikan oleh dua unsur yang berlawanan: (1) efisiensi


(32)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 26

dalam komunikasi, dan (2) tendensi pada upaya yang minimum. Ia juga menyatakan analisis fonem ke dalam ciri-ciri distingtif mengungkapkan adanya korelasi-korelasi sebuah fonem yang terintegrasi dalam untaian korelatif akan menjadi stabil. Selain itu, dikembangkan pula artikulasi rangkap yang menarik dan menggarisbawahi pada fungsi sintaksis sebagai gagasan yang sentral.

Gagasannya ini berupa kelanjutan wawasan fungsional yang telah disarankan oleh Sekolah Praha. Fungsi-fungsi bahasa dan fungsi-fungsi unsur linguistik sebagai suatu sistem unsur atau struktur unsur-unsur, dipelajari untuk menjelaskan perbedaan bahasa dengan sistem tanda buatan yang mungkin distrukturkan dalam suatu cara yang sama tetapi tak dapat memiliki fungsi-fungsi yang sama seperti bahasa. Pandangan struktural itu dapat dirujukkan kembali dengan pandangan fungsional, tetapi hal itu bagi Martinet adalah pelengkap logisnya. Pilihan nama fungsional sebagai pengganti struktural, menunjukkan bahwa aspek fungsional paling membuka pikiran, dan hal itu tidak mesti dipelajari secara terpisah dari yang lain.

Kemunculan aliran fungsionalisme dalam bidang linguistik merupakan kontribusi dari berbagai bidang ilmu diantaranya adalah antropologi, sosiologi, dan psikologi yang menganut strukturalisme. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh besar Saussure hingga Chomsky. Fungsionalisme dalam kajian ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan Struktural Fungsional.

Fungsionalisme adalah gerakan dalam linguistik yang berusaha menjelaskan fenomena bahasa dengan segala manifestasinya dan beranggapan bahwa mekanisme bahasa dijelaskan dengan konseuensi-konsekuensi yang ada kemudian dari mekanisme itu sendiri. Wujud bahasa sebagai sistem komunikasi manusia tidak dapat dipisahkan dari tujuan berbahasa, sadar atau tidak sadar. Konsep utama dalam


(33)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 27

fungsionalisme ialah fungsi bahasa dan fungsi dalam bahasa. Sikap fungsionalistis terhadap fungsi bahasa sebagai berikut.

a. Analisis bahasa mulai dari fungsi ke bentuk.

b. Sudut pandang pembicara menjadi perspektif analisis.

c. Deskripsi yang sistematis dan menyeluruh tentang hubungan antara fungsi dan bentuk.

d. Pemahaman atas kemampuan komunikatif sebagai tujuan analisis bahasa.

e. Perhatian yang cukup pada bidang interdisipliner, misalnya sosiolinguistik dan penerapan linguistik pada masalah praktis, misalnya pembinaan bahasa.

3.1 Keunggulan Linguistik Fungsional

Aliran lingustik fungsional memiliki keunggulan sebagai berikut.

a. Pada khasanah kebahasaan, linguistik Fungsional sangat

mempengaruhi tata bahasa dalam khasanah perkembangan linguistik sebelumnya, sekaligus membuka cakrawala baru agar aspek

fungsional menjadi pertimbangan penelitian bahasa. Dengan

menelurkan istilah fungsional, praktis landasan yang digunakan dalam melihat bahasa berdasarkan fungsi, khususnya tataran fonologi, morfem, dan sintaksis.

Keunggulan aliran ini adalah kita dapat mengetahui bahwa setiap fonem (bunyi) itu memiliki fungsi, sehingga dapat, membedakan arti. Setiap monem (istilah Martinet) yang diartikulasikan memiliki isi dan ekspresi, dengan begitu dapat dilihat fungsinya. Kemudian pada tataran yang lebih besar yaitu sintaksis, aliran ini menekankan pada fungsi preposisi dan struktur kalimat, maksudnya unsur linguistik dalam sebuah kalimat dapat dijelaskan dengan merujuk pada fungsi sehingga ditemukan pemahaman logis yang utuh. Jadi, aliran ini telah berhasil


(34)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 28

menginspirasi gagasan adanya relasi antara struktur dan fungsi bahasa.

b. Sementara dalam dunia sastra, gagasan Jakobson tentang enam fungsi bahasa menjadi pijakan dalam menelaah karya sastra. Idenya tersebut melahirkan istilah model komunikasi sastra, yang memusatkan pada pesan yang terkandung dalam karya sastra. Model ini banyak diadopsi untuk menggali fungsi bahasa dalam wacana baik wacana ilmiah maupun nonilmiah, sastra maupun nonsastra.

3.2 Kelemahan Linguistik Fungsional

Aliran lingustik fungsional memiliki kelemahan sebagai berikut.

a. Gagasan fungsional tidak menyentuh secara mendalam komponen fungsional untuk menentukan makna dalam penelitian bahasa, seperti pada tataran sintaksis hanya menyebutkan adanya fungsi dalam setiap struktur bahasa, namun tidak menjelaskan terminologi apa saja yang tercakup di dalamnya. Selanjutnya, bagaimana menyusun kalimat yang benar berdasarkan fungsi pun tidak jelas. Demikian halnya pada tataran fonologi dan morfologi. Jadi, kelemahan aliran ini adalah tidak mampu menguraikan fungsi unsur linguistik lebih rinci, khsususnya .pada tataran sintaksis. Dalam struktur kalimat, gagasan aliran ini tidak menjelaskan komponen apa saja yang tercakup dalam aspek fungsional pada kalimat. Sebagaimana kita ketahui ada fungsi lain dalam kalimat yaitu fungsi semantis dan fungsi pragmatis.

b. Sementara dalam dunia sastra, fungsi bahasa yang dinyatakan oleh Jakobson, ketika diterapkan dalam menganalisis karya sastra memiliki kekurangan. Model komunikasi sastra Jakobson tidak memperhatikan potensi kebahasaan yang lain seperti mengabaikan relevansi sosial budaya. Padahal, sosial budaya memainkan peranan penting dalam memahami makna bahasa, terlebih dalam karya sastra karena di dalamnya melibatkan aspek sosio cultural yang sangat kental. Mengacu pada model komunikasi sastra, karya sastra hanya bertumpu


(35)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 29

pada pesan yang disampaikan, padahal pemahaman karya sastra sangat tergantung pada pemahaman pembaca. Adanya unsur keterkaitan intertektualitas dan intratekstualitas dalam memahami karya sastra perlu diperhatikan, karena setiap karya sastra tidak ada yang berdiri sendiri.

4. Pengembangan Materi Berdasarkan Aliran Linguistik Struktural, Deskriptif, dan Fungsional dalam Pembelajaran Bahasa

a. Aliran Linguistik Struktural 1) Signifiant dan Signifie

Hubungan antara signifiant dan signifie sangat erat, karena keduanya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Contoh:m/, /e/, /j/, /a/ (signifiant)

Meja (tanda linguistik)

‘sejenis perabot rumah tangga/kantor

(signifie)

2) Hubungan sintagmatik dan paradigmatik

a) Hubungan sintagmatik dalam tataran fonologi tampak pada urutan fonrm-fonem dalam sebuah kata yang tidak dapat diubah tanpa merusak makna kata itu.

Contoh : /k, i, t, a/ ; /a/t/i/k ; /t/i/k/a/ ; /k/a/t/I; /i/t/a/k/

Apabila urutannya diubah maka maknanya akan berubah, atau tidak bermakna sama sekali.

b) Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi tampak pada urutan morfem-morfem pada suatu kata. Ada kemungkinan maknanya berubah tetapi ada kemungkinan pula tak bermakna sama sekali.


(36)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 30

Contoh : segitiga ≠ tigasegi;

barangkali ≠ kalibarang;

tertua ≠ tuater.

c) Hubungan sintakmatik pada tataran sintaksis tampak pada urutan kata yang mungkin dapat diubah tetapi mungkin juga tidak dapat diubah tanpa mengubah makna kalimat tersebut atau menyebabkan tak bermakna sama sekali.

Contohnya:

Evi membeli tas baru Evi baru membeli tas Membeli Evi tas baru Baru Evi membeli tas

d) Hubungan paradigmatik pada tataran fonologi

contoh : antar bunyi /r/, /k/, /b/, /m/, dan /d/ yang terdapat pada kata rata, kata, bata, mata, dan data.

e) Hubungan paradigmatik pada tataran morfologi

contoh : prefiks me-di-, pe-,dan te- yang terdapat pada kata-kata merawat, dirawat, perawat, dan terawat.

f) Hubungan paradigmatik pada tataran sintaksis dapat dilihat pada contoh antara kata-kata yang menduduki fungsi subjek, predikat, dan objek.

Contoh : Ani menulis surat

Ani makan bakso Dia memakai sepatu


(37)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 31

a. Model Nida

1) Saya membuka pintu Saya membuka pintu 2) Ibu membuat bolu

Ibu membuat bolu

3) Saya menyampaikan pesan kepada adik Saya menyampaikan pesan kepada adik Saya menyampaikan pesan kepada adik Saya menyampaikan pesan kepada kami

4) Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi 5) Kita mengerjakan tugas linguistik

Kita mengerjakan tugas linguistik Kita mengerjakan tugas linguistik b. Model Hockett

1) Saya membuka pintu.

Saya Membuka Pintu

membuka pintu Saya membuka pintu 2) Ibu membuat bolu.

Ibu Membuat Bolu

membuat bolu Ibu membuat bolu 3) Saya menyampaikan pesan kepada adik.


(38)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 32

Saya menyampaikan pesan kepada Adik

Saya menyampaikan pesan kepada adik

Saya menyampaikan pesan kepada adik

Saya menyampaikan pesan kepada adik

4) Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi. Kita kuliah Dalam rangka meningkatkan Kompetensi

Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi

Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi

5) Kami mengerjakan tugas linguistik.

Kami Mengerjakan tugas Linguistik

Kami Mengerjakan tugas linguistik

Kami mengerjakan tugas linguistik

Kami mengerjakan tugas linguistik

c. Model Nelson

1) Saya membuka pintu. {[(saya)[(membuka)(pintu)]]} 2) Ibu membuat bolu.

{[(Ibu)[(membuat)( bolu)]]}

3) Saya menyampaikan pesan kepada adik.


(39)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 33

4) Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi. {[(Kita)[(kuliah) [[(dalam) (rangka)] [(meningkatkan) (kompetensi)]]]]}

5) Kami mengerjakan tugas linguistik.

{[(Kami)[[(mengerjakan) (tugas)] (linguistik)]]} d. Model Wells

1) Saya membuka pintu. 2) Ibu membuat bolu.

3) Saya menyampaikan pesan kepada adik.

4) Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi. 5) Kami mengerjakan tugas linguistik.

b. Aliran Linguistik Deskriptif

Menurut lingustik struktural, linguistik adalah ilmu yang mempelajari atau menelaah tentang tata bahasa, sedangkan lingustik deskriptif adalah menggambarkan apa adanya.

Contoh:

1) Peserta Pendidikan dan Pelatihan Kurikulum Nasional mulai berdatangan.

2) Dodi Kusmayadi berlibur ke Hawai 3) Ayah pergi

4) Mau kemana ?

5) Peserta didik kelas XII mengikuti seminar.

c. Aliran Linguistik Fungsional

Lingustik fungsionalisme merupakan aliran linguistik yang berusaha menjelaskan fenomena bahasa dengan segala manifestasinya. Aliran ini


(40)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 34

beranggapan bahwa mekanisme bahasa dijelaskan dengan konseuensi-konsekuensi yang ada kemudian dari mekanisme itu sendiri. Wujud bahasa sebagai sistem komunikasi manusia tidak dapat dipisahkan dari tujuan berbahasa, sadar atau tidak sadar. Konsep utama dalam fungsionalisme ialah fungsi bahasa dan fungsi dalam bahasa. Berikut ini diuraikan pengembangan materi bahasa Indonesia berdasarkan aliran linguistik fungsional.

Fonologi Morfologi Sintaksis

<baku> /b/, /a/, /k/, /u/ <saku> /p/, /a/, /k/, /u/

Me + tulis Pe + tulis

Letusan Gunung Merapi itu telah menewaskan 200 orang.

1) Jika dilihat dari contoh fonologi, penggunaan fonem /b/ pada kata <baku> dan /p/ pada <paku> tidak mempunyai makna. Namun karena diposisikan bersama sebagai pasangan minimal (minimal pairs), dimana keduanya memiliki daerah artikulasi yang sama yakni bilabial, maka penggunaan fonem /b/ dan /p/ menjadi memiliki fungsi pembeda makna. 2) Dari aspek morfologi dapat dilihat contoh penggunaan awalan me- dan

pe-. Awalan me-tulis dan pe-tulis memiliki fungsi pembeda. Me-tulis

menjadi ‘menulis’ sebagai kata kerja dan pe-tulis menjadi ‘penulis’. Penggunaan morfem bebas atau kata dasar yang sama namun didahului oleh morfem terikat yang berbeda maka fungsinya pun menjadi berbeda. 3) Selanjutnya dari tataran sintaksis, kalimat tersebut memiliki struktur yang benar. Jika disegmentasikan kalimat itu menjadi/letusan gunung Merapi/, /menewaskan/, dan /200 orang/. Pemenggalan struktur kalimat dilakukan berdasarkan fungsi masing-masing unsur.


(41)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 35

4) Kemudian penerapan fungsi bahasa menurut Jakobson dapat kita aplikasikan dalam analisis wacana baik berupa teks maupun non-teks. Penerapan aliran fungsional dalam bahasa Indonesia tidak sepenuhnya dapat diterima. Selain adanya konsep bahasa yang berbeda, namun juga sulit mencari padanan istilah dalam bahasa Indonesia. Namun, demikian aliran ini sangat mempengaruhi dalam perkembangan tata bahasa bahasa Indonesia. Dengan mengenal fungsional maka kita

mengetahui fungsi bahasa bukan hanya sebagai sistem ‘langue’ (istilah Sassure), tetapi juga dalam bentuk tuturan ‘parole’.

5) Dalam ranah kesusasteraan, enam fungsi bahasa dapat dimanfaatkan untuk menelaah karya sastra. Model komunikasi sastra yang lebih dikenal dengan model komunikasi Jakobson dapat digunakan dalam kajian, puisi, novel, drama, dan hal lain yang menggunakan bahasa. Jadi, sebagai pijakan awal dalam mengkaji bahasa baik dalam sastra mapun linguistik, enam fungsi bahasa dapat diterapkan dalam analisis bahasa Indonesia. Kendati demikian, sangat diperlukan adanya

pengembangan konsep dan gagasan yang dapat menjawab

problematika kebahasaan secara tuntas.

D.

Aktivitas Pembelajaran

1.

Pendahuluan

Silakan Anda pahami tujuan, kompetensi, dan indikator pencapaian kompetensi pada kegiatan pembelajaran ini supaya pembelajaran lebih terarah dan terukur.

2. Curah Pendapat

Pada kegiatan ini Anda diminta untuk menanyakan berbagai masalah yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Sebagai langkah awal dan agar kegiatan curah pendapat berjalan dengan baik, Anda dapat menjawab pertanyaan berikut ini.


(42)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 36

3. Telaah Materi

Peserta dibagi menjadi tiga kelompok besar dan diberi nama sesuai aliran lingusitik yang akan dipelajari, yaitu kelompok struktural, kelompok deskriptif, dan kelompok fungsional. Kelompok kesatu membaca, mengkaji, dan menelaah sumber belajar yang berhubungan dengan alian struktural. Kelompok kedua membaca, mengkaji, dan menelaah sumber belajar yang berhubungan dengan alian deskriptif. Kelompok ketiga membaca, mengkaji, dan menelaah sumber belajar yang berhubungan dengan alian fungsional. Setelah itu, setiap kelompok membaca, mengkaji, dan menelaah sumber belajar yang berhubungan dengan hal yang ingin dipahami tersebut. Adapun sumber belajar yang dirujuk adalah bahan bacaan yang terdapat pada bagian uraian materi dan sumber belajar lainnya yang relevan. Setelah itu, setiap kelompok memilih dua orang juru bicara untuk menjelaskan hasil diskusinya kepada kelompok lain. Anggota kelompok lainnya berkeliling menemui kelompok lainnya untuk memahami aliran lingusitik yang didiskusikan oleh kelompok tersebut. Selanjutnya, setiap kelompok mendiskusikan kembali hasil penjelasan dari kelopok lain dan membuat laporan secara utuh tentang aliran-aliran linguistik. Silakan Anda kerjakan LK 1.1 sebagai laporan hasil diskusi.

4. Laporan dan Konfirmasi

Masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusi dan kelompok lain bertanya atau memberikan tanggapan. Setelah itu, peserta menyimak penguatan dari fasilitator.

Masihkah Anda ingat apa yang dimaksud dengan aliran linguistik? Coba Anda

sebutkan!

Perlukah guru bahasa Indonesia mengetahui aliran-aliran linguistik? Mengapa?

Bagaimanakan pengembangan materi pembelajaran bahasa berdasarkan


(43)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 37

5. Diskusi Kasus

Bacalah kembali contoh analisis pengembangan materi beberapa aliran linguistik. Setelah itu, silakan Anda diskusikan kasus yang terdapat pada LK 1.2

6. Laporan dan Konfirmasi Kasus

Masing-masing kelompok menukarkan hasil diskusinya. Secara bergantian masing-masing kelompok membacakan hasil diskusi kelompok lain dan mengomentarinya. Kelompok lain ikut mengomentari. Kelompok asal menanggapi. Setelah itu, peserta menyimak penguatan dari fasilitator. Hasil kerja atau diskusi dikembalikan ke kelompok asal dan diperbaiki sesuai dengan masukkan.

7. Penutup

Setelah mengerjakan semua LK, Anda dapat mencocokan jawaban dengan kunci jawaban yang tersedia untuk mengukur dan menilai ketuntasan pembelajaran. Langkah terakhir silakan Anda melakukan kegiatan refleksi dengan menjawab pertanyaan pada bagian umpan balik dan tindak lanjut.

E.

Latihan/Kasus/Tugas

LK 1.1 Pemahaman Konsep

Diskusikan dan isilah pertanyaan-pertanyaan berikut.

No Pertanyaan Jawaban

1 Tulislah lima tokoh

aliran struktural !

2 Jelaskan tiga ciri-ciri


(44)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 38

3 Jelaskan pokok-pokok

pandangan aliran deskriptif berdasarkan Boas!

4 Jelaskan kelebihan

dan kekurangan aliran deskriptif!

5 Jelaskan enam fungsi

bahasa dalam linguistik fungsional!

6 Jelaskan hubungan

antara signifiant dan signifie sehingga menunjukkan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan disertai dengan contoh!

7 Jelaskan hubungan

sintagmatik dan paradigmatik disertai dengan contoh!


(45)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 39 LK 1.2 Pemahaman Kasus

Diskusikan dan isilah pertanyaan-pertanyaan berikut. 1. Para peserta didik membuka pintu untuk dosen.

Analisislah kalimat tersebut dengan model Nida! 2. Irma menyampaikan pesan kepada Arda.

Analisislah kalimat tersebut dengan model Nelson! 3. Agus menyampaikan pesan kepada Iwan.

Analisislah kalimat tersebut dengan model Hokcett!

4. Buatlah pengembangan materi pembelajaran bahasa berdasarkan aliran deskriptif!

F.

Rangkuman

Aliran linguistik struktural memandang ketatabahasaan disusun dari tataran terendah berupa fonem, morfem, kata, frase, klausa sampai tataran tertinggi berupa kalimat. Aliran struktural dikembangkan ke dalam enam dikotomi tentang bahasa, yaitu (a) dikotomi sinkronik dan diakronik, (b) dikotomi bentuk (form) dan substansi, (c) dikotomi Signifian dan signifie, (d) dikotomi langue dan Parole, (e) dikotomi individu dan sosial, dan (f) hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik.

Aliran linguistik deskriptif artinya mendeskripsikan bahasa secara apa adanya. Aliran deskriptif bertujuan untuk memikirkan pembuat teori linguistik yang abstrak sebagai alat untuk menyelesaikan deskripsi bahasa-bahasa tertentu dengan praktis dan sukses.bahasa itu terdiri dari lima tingkatan yaitu tingkatan fonetik, leksikon, morfologi, sintaksis, dan semantik.

G.

Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Isilah umpan balik/refleksi pembelajaran pada tabel berikut!

1. Hal-hal apa sajakah yang sudah Anda pahami dalam kegiatan pembelajaran


(46)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 40

2. Hal-hal apa sajakah yang belum Anda pahami dalam kegiatan pembelajaran

ini?

3. Apa masalah yang Anda hadapi selama melaksanakan kegiatan pembelajaran ini?

Kunci Jawaban Latihan/Kasus/Tugas

LK 1.1 Pemahaman Konsep

1. Tokoh- tokoh Aliran lingusitik struktural; Ferdinad de Saussure, Nida, Bloomfield, Hockett, Gleason, G.L. Trager, Lado, Hausen.

2. Alternatif jawaban tiga ciri aliran struktural

a. Berlandaskan pada faham behaviourisme. Dalam hal ini berbahasa

merupakan proses rangsang-tanggap (stimulus-response).

b. Bahasa berupa ujaran artinya hanya ujaran saja yang termasuk dalam bahasa.

c. Bahasa merupakan sistem tanda (signifie dan signifiant) yang arbitrer dan

konvensional.

d. Kegramatikalan berdasarkan keumuman.

e. Level-level gramatikal ditegakkan secara rapi mulai dari yang morfem sampai menjadi kalimat.


(47)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 41

3. Tiga gagasan pokok aliran deskriptif menurut Boas

a. kategori gramatikal, setiap bahasa memiliki sistem gramatikal dan sistem fonetik masing-masing. Sistem fonetik digunakan sesuai dengan kebutuhan makna yang dimaksudkan. Oleh karena itu, unit dasar bahasa adalah kalimat.

b. pronomina kata ganti, tidak ada orang pertama jamak, karena kata ganti itu tidak tetap.

c. verba memiliki sifat arbitrari dan berkembang tidak merata pada berbagai bahasa di sana.

4. Kelebihan aliran deskriptif

a. Aliran ini sukses membedakan konsep grafem dan fonem.

b. Metode drill and practice membentuk keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaan.

c. Kriteria kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga mudah diterima masyrakat awam.

d. Level kegramatikalan mulai rapi mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat.

e. Berpijak pada fakta, tidak mereka-reka data. Kekurangan aliran deskriptif

Hanya memperhatikan makna karena aliran ini lebih cenderung menganalisis fakta-fakta secara objektif dan nyata.

5. Enam fungsi bahasa;

a) ekspresif, berpusat pada pembicara, yang ditujukan oleh interjeksi-interjeksi;

b) konatif, berpusat pada pendengar, yang ditujukan oleh vokatif dan imperative;


(48)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 42

c) denotative, berpusat pada konteks, yang ditujukan oleh pernyataan-pernyataan faktual, dalam pelaku ketiga, dan dalam suasana hati indikatif; d) phatic, berpusat pada kontak, yang ditujukan oleh adanya jalur yang tidak

terputus antara pembicara dan pendengar.

e) metalinguistik, berpusat pada kode; yang berupa bahasa pengantar ilmu pengetahuan, biasanya berisi rumus-rumus atau lambang-lambang tertentu;

f) puitis, berpusat pada pesan.

6. Bahasa meliputi suatu himpunan tanda satu lambang yang berupa menyatunya signifiant (bunyi ujaran) dengan signifie (makna). Kedua bagian itu tidak dapat dipisahkan karena ujaran dan makna ditentukan oleh adanya kontras terhadap lambang-lambang lain dari sistem itu. Bahasa tanpa suatu sistem tidak akan ada dasar yang dapat dipergunakan untuk membedakan bunyi-bunyi yang ada ataupun konsep-konsep yang ada.

7. Hubungan sintakmatik dan hubungan paradigmatik

Hubungan sintakmatik ialah hubungan dalam rantai ujaran yang ada dan nyata dalam tutur. Hubungan ini sekurang-kurangnya terdiri dari dua atau lebih unit bahasa. Dalam hubungan ini kata-kata bersatu demi kesinambungan, hubungan didasari pada tuturan yang linier. Hubungan paradigmatik merupakan hubungan yang menyatakan adanya kemampuan mengganti unsur dalam suatu lingkungan yang sama, sedangkan hubungan sintakmatik (horizontal)

merupakan hubungan yang menyatakan adanya kemampuan

mengombinasikan ke dalam konstruksi yang lebih besar. LK 1.2 Pemahaman Kasus

1. Analisis kalimat model Nida

Para peserta didik membuka pintu untuk dosen Para peserta didik membuka pintu untuk dosen Para peserta didik membuka pintu untuk dosen


(49)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 43

Para peserta didik membuka pintu untuk dosen 2. Analisis kalimat model Nelson

{[[(Irma)[( menyampaikan) (pesan)]][(kepada) (arda)]]} 3. Analisis kalimat model Hocket

4. Alternatif contoh pengembangan materi berdasarkan aliran deskriptif Peserta Pendidikan dan Pelatihan Kurikulum Nasional mulai berdatangan. Kalimat tersebut menggambarkan situasi apa adanya sesuai dengan makna pada kata-kata tersebut

5. Alternatif contoh pengembangan materi berdasarkan aliran

Fonologi Morfologi Sintaksis

<baku> /b/, /a/, /k/, /u/

<paku> /p/, /a/, /k/, /u/

Me + tulis Pe + tulis

Letusan Gunung Merapi itu telah menewaskan 200 orang.

a. Jika dilihat dari contoh fonologi, penggunaan fonem /b/ pada kata <baku> dan /p/ pada <paku> tidak mempunyai makna. Namun karena diposisikan bersama sebagai pasangan minimal (minimal pairs), dimana keduanya daerah artikulasi yang sama yakni bilabial, maka penggunaan fonem /b/ dan /p/ menjadi memiliki fungsi pembeda makna.

Agus menyampaikan pesan kepada Iwan

Agus menyampaikan pesan kepada Iwan

Agus menyampaikan pesan kepada Iwan


(50)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 44

b. Dari aspek morfologi dapat dilihat contoh penggunaan awalan Me- dan Pe-. Awalan me-tulis dan pe-tulis memiliki fungsi pembeda. Me-tulis

menjadi ‘menulis’ sebagai kata kerja dan pe-tulis menjadi ‘penulis’. Penggunaan morfem bebas atau kata dasar yang sama namun didahului oleh morfem terikat yang berbeda maka fungsinya pun menjadi berbeda. c. Selanjutnya dari tataran sintaksis, kalimat tersebut memiliki struktur yang

benar. Jika disegmentasikan kalimat itu menjadi /letusan gunung Merapi/, /menewaskan/, dan /200 orang/. Pemenggalan struktur kalimat dilakukan berdasarkan fungsi masing-masing unsur.


(51)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 45

Penutup

Studi bahasa telah berlangsung sangat lama, hampir dua puluh tiga abad. Studi bahasa sudah pasti memiliki sejumlah besar asumsi, hipotesis, dan teori tentang bahasa. Pada akhir abad XX berdasarkan asumsi, hipotesis, dan teori-teori kebahasaan dapat dikelompokkan menjadi beberapa aliran lingustik. Aliran lingustik struktural, deskriptif, dan fungsional merupakan tiga aliran yang dapat dirujuk untuk pengembangan materi pembelajaran bahasa Indonesia.

Penjelasan konsep dan pembelajaran dalam modul ini diharapkan dapat membangkitkan kembali pemahaman tehadap konsep aliran-aliran linguistik dan menginspirasi untuk mengembangkan materi pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan aliran-aliran linguistik, khususnya struktural, deskriptif, dan fungsional.


(1)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 42

c) denotative, berpusat pada konteks, yang ditujukan oleh pernyataan-pernyataan faktual, dalam pelaku ketiga, dan dalam suasana hati indikatif; d) phatic, berpusat pada kontak, yang ditujukan oleh adanya jalur yang tidak

terputus antara pembicara dan pendengar.

e) metalinguistik, berpusat pada kode; yang berupa bahasa pengantar ilmu pengetahuan, biasanya berisi rumus-rumus atau lambang-lambang tertentu;

f) puitis, berpusat pada pesan.

6. Bahasa meliputi suatu himpunan tanda satu lambang yang berupa menyatunya signifiant (bunyi ujaran) dengan signifie (makna). Kedua bagian itu tidak dapat dipisahkan karena ujaran dan makna ditentukan oleh adanya kontras terhadap lambang-lambang lain dari sistem itu. Bahasa tanpa suatu sistem tidak akan ada dasar yang dapat dipergunakan untuk membedakan bunyi-bunyi yang ada ataupun konsep-konsep yang ada.

7. Hubungan sintakmatik dan hubungan paradigmatik

Hubungan sintakmatik ialah hubungan dalam rantai ujaran yang ada dan nyata dalam tutur. Hubungan ini sekurang-kurangnya terdiri dari dua atau lebih unit bahasa. Dalam hubungan ini kata-kata bersatu demi kesinambungan, hubungan didasari pada tuturan yang linier. Hubungan paradigmatik merupakan hubungan yang menyatakan adanya kemampuan mengganti unsur dalam suatu lingkungan yang sama, sedangkan hubungan sintakmatik (horizontal) merupakan hubungan yang menyatakan adanya kemampuan mengombinasikan ke dalam konstruksi yang lebih besar.

LK 1.2 Pemahaman Kasus 1. Analisis kalimat model Nida

Para peserta didik membuka pintu untuk dosen Para peserta didik membuka pintu untuk dosen Para peserta didik membuka pintu untuk dosen


(2)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 43

Para peserta didik membuka pintu untuk dosen 2. Analisis kalimat model Nelson

{[[(Irma)[( menyampaikan) (pesan)]][(kepada) (arda)]]} 3. Analisis kalimat model Hocket

4. Alternatif contoh pengembangan materi berdasarkan aliran deskriptif

Peserta Pendidikan dan Pelatihan Kurikulum Nasional mulai berdatangan.

Kalimat tersebut menggambarkan situasi apa adanya sesuai dengan makna pada kata-kata tersebut

5. Alternatif contoh pengembangan materi berdasarkan aliran

Fonologi Morfologi Sintaksis

<baku> /b/, /a/, /k/, /u/

<paku> /p/, /a/, /k/, /u/

Me + tulis Pe + tulis

Letusan Gunung Merapi itu telah menewaskan 200 orang.

a. Jika dilihat dari contoh fonologi, penggunaan fonem /b/ pada kata <baku> dan /p/ pada <paku> tidak mempunyai makna. Namun karena diposisikan bersama sebagai pasangan minimal (minimal pairs), dimana keduanya daerah artikulasi yang sama yakni bilabial, maka penggunaan fonem /b/ dan /p/ menjadi memiliki fungsi pembeda makna.

Agus menyampaikan pesan kepada Iwan Agus menyampaikan pesan kepada Iwan

Agus menyampaikan pesan kepada Iwan Agus menyampaikan pesan kepada Iwan


(3)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 44

b. Dari aspek morfologi dapat dilihat contoh penggunaan awalan Me- dan Pe-. Awalan me-tulis dan pe-tulis memiliki fungsi pembeda. Me-tulis

menjadi ‘menulis’ sebagai kata kerja dan pe-tulis menjadi ‘penulis’.

Penggunaan morfem bebas atau kata dasar yang sama namun didahului oleh morfem terikat yang berbeda maka fungsinya pun menjadi berbeda. c. Selanjutnya dari tataran sintaksis, kalimat tersebut memiliki struktur yang

benar. Jika disegmentasikan kalimat itu menjadi /letusan gunung Merapi/, /menewaskan/, dan /200 orang/. Pemenggalan struktur kalimat dilakukan berdasarkan fungsi masing-masing unsur.


(4)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 45

Penutup

Studi bahasa telah berlangsung sangat lama, hampir dua puluh tiga abad. Studi bahasa sudah pasti memiliki sejumlah besar asumsi, hipotesis, dan teori tentang bahasa. Pada akhir abad XX berdasarkan asumsi, hipotesis, dan teori-teori kebahasaan dapat dikelompokkan menjadi beberapa aliran lingustik. Aliran lingustik struktural, deskriptif, dan fungsional merupakan tiga aliran yang dapat dirujuk untuk pengembangan materi pembelajaran bahasa Indonesia.

Penjelasan konsep dan pembelajaran dalam modul ini diharapkan dapat membangkitkan kembali pemahaman tehadap konsep aliran-aliran linguistik dan menginspirasi untuk mengembangkan materi pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan aliran-aliran linguistik, khususnya struktural, deskriptif, dan fungsional.


(5)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 46

Daftar Pustaka

Chaer, Abdul.2007. Linguistik Umum. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.

___________. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: PT Rineka Cipta Halliday, M.A.K. dan Ruqaiya Hasan. 1992. Bahasa, Teks, dan Konteks.Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

http ://www. ariprasetyo_ aliran-aliran linguistk..com. diakses tanggal 17 September 2015

http://cakrabuwana.files.wordpress.com/2008/09/perdana-wira-s-bahasa-indonesia-bab-8.pdf. Diakses tanggal 17 September 2015

http ://www. kamalyusuf_ perkembangan linguistik di Indonesia hingga akhir90-an. Diakses tanggal 17 September 2015

http://nurirvan19.blogspot.com/2014/02/pengertian-aliran-struktural- dan.html. diakses tanggal 17 September 2015

http://zeyacute.blogspot.com/2013/07/aliran-aliran-dalam linguistik.html. diakses tanggal 17 Septembe 2015

Jati Sri Ningsih, Makalah Aliran-aliran Linguistik.

Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Gramedia. Jakarta.

Lubis, Hamid Hasan. 1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa. Mangatur, dkk. 2014. Aliran Linguistik. Pekanbaru: Mandala Publishing Mansoer, Pateda. 1988. Linguistik Sebuah Pengantar. Gorontalo : Angkasa. Samsuri. 1988. Berbagai Aliran Linguistik. Dikbud. Jakarta.


(6)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional I 47

Glosarium

aliran deskriptif: aliran yang memberikan deskripsi (pemerian) dan analisis bahasa. aliran Fungsional: menyoroti fungsi-fungsi unsur tertentu dan fungsi-fungsi aktivitas

linguistik itu sendiri.

aliran linguistik deskriptif: aliran linguistik yang mendeskripsikan bahasa secara apa adanya.

aliran linguistik struktural: aliran linguistik yang memandang ketatabahasaan disusun dari tataran terendah berupa fonem, morfem, kata, frase, klausa sampai tataran tertinggi berupa kalimat

materi pembelajaran: bahan ajar minimal yang harus dipelajari peserta didik untuk menguasai kompetensi dasar.