1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Setiap orang juga berkewajiban untuk ikut serta dalam
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga dan lingkungannya. Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dan bertugas mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan agar merata dan terjangkau oleh masyarakat
yang kurang mampu Anonim, 1992.
Secara internasional obat hanya dibagi menjadi 2 yaitu obat paten dan
obat generik. Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan
memiliki masa paten yang tergantung dari jenis obatnya. Menurut UU No. 14 Tahun 2001 masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun. Selama 20 tahun itu
perusahaan farmasi tersebut memiliki hak eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud. Perusahaan lain tidak diperkenankan untuk
memproduksi dan memasarkan obat serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus dengan pemilik paten. Setelah obat paten berhenti masa patennya, obat
paten kemudian disebut sebagai obat generik generik = nama zat aktifnya. Obat generik inipun dibagi lagi menjadi 2 yaitu generik berlogo dan
generik bermerk branded generic. Tidak ada perbedaan zat berkhasiat antara generik berlogo dengan generik bermerk. Bedanya yang satu diberi merk dan
yang satu lagi diberi logo generik. Obat generik berlogo yang lebih umum disebut obat generik saja adalah obat yang menggunakan nama zat berkhasiatnya dan
mencantumkan logo perusahaan farmasi yang memproduksinya pada kemasan obat. Obat generik berlogo diluncurkan pada tahun 1991 oleh pemerintah yang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas menengah ke bawah akan obat Idris dan Widjajarta, 2006.
Masyarakat mengira bahwa mutu obat generik kurang baik dibandingkan obat bermerk. Harganya yang terbilang murah membuat masyarakat tidak percaya
2
bahwa obat generik sama berkualitasnya dengan obat bermerk Idris dan Widjajarta, 2006. Harga tablet Glibenklamida generik A adalah Rp. 75,- per biji
dan Glibenklamida generik B adalah Rp. 95,- per biji. Harga tablet Glibenklamida merk dagang C adalah Rp. 3200,- per biji, merk dagang D adalah Rp. 980,- per
biji dan merk dagang E adalah Rp. 170,- per biji. Jadi dapat disimpulkan bahwa harga tablet Glibenklamid merk dagang lebih mahal dibanding obat generik yang
beredar dipasaran Anonim, 2007. Generik atau zat berkhasiat yang dikandung obat generik sama dengan obat bermerk. Kualitas obat generik tidak kalah dengan
obat bermerk karena dalam memproduksinya perusahaan farmasi bersangkutan harus melengkapi persyaratan ketat dalam Cara-cara Pembuatan Obat yang Baik
CPOB yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan BPOM Idris dan Widjajarta, 2006.
Pembuat obat generik tidak perlu menanggung biaya yang tinggi untuk riset yang mendalam karena pembuat obat bermerk sebelumnya telah
melakukannya, sehingga harga obat generik bisa lebih murah. Pembuat obat generik dapat menjual obat generik lebih murah karena pembuat obat generik
tersebut tidak perlu mengeluarkan biaya riset obat tersebut. Harga obat bermerk atau obat paten bisa sepuluh kali lipat harga obat generik. Karena obat bermerk
serta obat paten memiliki biaya operasional tinggi dari biaya kemasan hingga biaya promosi. Penetapan harga obat generik sepenuhnya ditentukan pemerintah.
Sementara harga obat bermerk dan paten masih diserahkan pada mekanisme pasar karena di Indonesia belum ada mekanisme regulasi harga obat. Jadi tidak berarti
bahwa semakin mahal harga obat maka semakin baik mutunya. Anggapan itu keliru karena kandungankomposisi obat generik dan bermerek itu sama saja.
Sebelum dipasarkan pun obat generik akan melalui berbagai uji, seperti uji BA bio-availabilitas dan uji BE bio-ekuivalensi. Uji BA dan BE ini memang
dilakukan untuk membuktikan bahwa mutu suatu obat generik sama dengan obat bermerek dan obat paten. Artinya, isi kandungan obat generik dengan obat
bermerek sama saja hanya kemasannya saja yang berbeda. Sementara khasiat dan efek sampingnya pun tidak berbeda Anwar, 2010.
3
Dua tablet yang mengandung zat aktif dan kadar obat yang sama dari pabrik yang berlainan atau formula yang berlainan tidak selalu menghasilkan
kadar obat dalam darah dan efek terapi yang sama. Dalam satu pabrik saja tablet dari batch yang berlainan bisa memberikan efek yang berbeda. Hal ini
dikarenakan ketersediaan farmasi masing-masing berbeda karena setiap pabrik memiliki formula sendiri-sendiri Syamsuni, 2006. Faktor-faktor yang
mempengaruhi ketersediaan farmasi masing-masing tablet berbeda adalah formulasi, bahan aktif, pengemas, proses, metode. Bioavabilitas yang berbeda
antara produk-produk obat dari zat berkhasiat sama bisa jadi karena perbedaan formula yang digunakan, metode dari produk pabrik pembuat yang digunakan,
kerasnya prosedur kontrol kualitas dalam proses pembuatan dan bahkan metode penanganan, peralatan, pengemasan dan penyimpanan Ansel, dkk, 1999.
Menjamin mutu suatu obat jadi tidak hanya mengandalkan pelulusan dari serangkaian pengujian tetapi mutu obat hendaklah dibangun sejak awal ke dalam
produk tersebut. Mutu obat tergantung dari bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan dan peralatan yang dipakai serta semua personil
yang terlibat. Semua obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau dengan cermat agar obat yang dihasilkan dapat selalu memenuhi
persyaratan. Untuk melaksanakan kebijakan mutu dibutuhkan dua unsur dasar yaitu pertama, sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab
dan kewajiban, semua sumber daya yang diperlukan, semua prosedur yang mengatur proses yang ada. Kedua, tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem
mutu, yang disebut pemastian mutu atau quality assurance. Konsep keterkaitan mutu antara manajemen mutu yaitu memberikan arahan kebijakan tentang mutu.
Pemastian mutu yaitu tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu. CPOB Cara Pembuatan Obat yang Baik yaitu untuk menghindarkan atau
meminimalkan risiko yang tidak dapat dideteksi melalui serangkaian tes misalnya kontaminasi dan tercampurnya produk. Pengawasan mutu yaitu bagian dari CPOB
yang fokus pada pelaksanaan pengujian lingkungan, fasilitas, bahan, komponen dan produk sesuai dengan standar Anonim, 2009.
4
Untuk meyakinkan bahwa mutu produk generik tidak lebih rendah dari mutu merk dagang, maka dilakukan penelitian mutu fisik dan profil disolusi untuk
melihat ada tidaknya perbedaan antara merk dagang dan generik tablet Glibenklamida.
B. Perumusan Masalah