1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Beberapa tahun terakhir kondisi ekonomi Indonesia secara makro telah makin membaik. Hal ini terlihat dari angka pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi, namun pembangunan nasional bukan cuma menyangkut ekonomi atau aspek fisik. Aspek penting lain yang tak bisa ditinggalkan adalah
pembentukan watak atau karakter
character building
, yang mencakup sikap mental manusia. Pembangunan menuntut adanya perubahan sikap mental
manusia, yang selain merupakan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan, ia juga merupakan salah satu tujuan utama pembangunan itu
sendiri. Akhir-akhir ini mulai dirasakan kurang diperhatikannya pembangunan
karakter bangsa. Hal ini dapat dilihat dari munculnya manusia-manusia yang individualistis dan bermental kurang baik. Melalui media seringkali dapat
dilihat masalah korupsi, pudarnya rasa kesetiakawanan sosial, pupusnya nasionalisme, kurangnya semangat kemandirian dan kepercayaan diri yang
semua berasal dari kelemahan watak atau karakter. Sistem pendidikan nasional pun tampaknya lebih berorientasi pada sekadar pemenuhan
kebutuhan pasar atas tenaga kerja yaitu pemberian pengetahuan dan keterampilan teknis yang ternyata kurang diimbangi dengan pembangunan
karakter.
2
Sebenarnya pembangunan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di
antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU
Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter,
sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Pendidikan dapat dilakukan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Seiring makin tingginya tuntutan ekonomi yang menyibukan orang tua dan besarnya
arus perubahan nilai di masyarakat, maka peran sekolah untuk turut membangun karakter positif peserta didiknya semakin besar. Orang tua sangat
mengandalkan dan mengharapkan bahwa para guru di sekolah dapat mewakili mereka mengembangkan nilai moral dan sistem nilai untuk membangun
karakter yang baik pada anak-anaknya. Karakter dapat diartikan sebagai tabiat, perangai, watak, sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang yang lain Narwanti, 2011: 2. Membangun karakter sebenarnya adalah proses
mengukir atau menempa jiwa sedemikian rupa, sehingga berbentuk unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain.
Sesuai dengan pendapat Arismantoro 2008: 31 yang menyatakan bahwa pendidikan karakter bertujuan mendorong terbentuknya anak-anak
yang baik. Anak-anak yang berkarakter baik tumbuh dengan kapasitas dan
3
komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar, dan cenderung memiliki tujuan hidup. Pendidikan
karakter yang efektif, ditemukan dalam lingkungan sekolah yang memungkinkan semua peserta didik menunjukkan potensi mereka untuk
mencapai tujuan yang sangat penting. Proses pembentukan karakter bermula dari pengenalan nilai-nilai
secara kognitif, yang berlanjut dengan penghayatan nilai-nilai secara afektif, yang diharapkan berujung pada penerapan dan pengamalan nilai-nilai tersebut
secara nyata dalam kehidupan praksis. Sebelum terwujud pengamalan nyata, dalam diri manusia bersangkutan harus bangkit keinginan atau dorongan
alamiah yang sangat kuat tekad, untuk mengamalkan nilai-nilai tersebut Arismunandar, 2012: 2.
Persoalannya, ada ”ketidaktuntasan” dalam sistem pendidikan yang menyangkut pembentukan karakter ini. Memang di sekolah-sekolah sudah
diajarkan pelajaran agama, kewarnegaraan, kewiraan, dan sebagainya, yang dianggap sebagai bagian dari pendidikan karakter. Namun pendidikan karakter
macam ini tampaknya lebih banyak pada aspek kognitif, pengetahuan di permukaan, kurang masuk lebih dalam ke tahap penghayatan, apalagi ke tahap
pengamalan Arismunandar, 2012: 2. Artinya untuk kepentingan pembangunan karakter tersebut, banyak hal
yang dibenahi. Sistem pendidikan dan arus informasi harus dikondisikan sedemikian rupa agar siswa mendapat pembelajaran yang lebih baik. Dalam
hal ini media berperan penting dalam pembangunan karakter bangsa. Aspek
4
media ini semakin penting, mengingat luasnya wilayah geografis Indonesia yang harus dijangkau, jumlah penduduk yang begitu besar, dan berbagai
lapisan masyarakat yang perlu dilibatkan. Serta, pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi akhir-akhir ini, di mana mayoritas masyarakat
Indonesia telah mengakses dan menggunakannya, melalui berbagai piranti dan produk yang tersedia bebas di pasar.
Melalui media dapat disampaikan pesan-pesan moral dalam upaya pendidikan karakter bangsa. Pembentukan karakter bangsa ini sebenarnya
dapat dimulai dari penetapan karakter pribadi yang sama-sama diharapkan berakumulasi menjadi karakter masyarakat dan pada akhirnya menjadi
karakter bangsa. Untuk kemajuan negara Republik Indonesia diperlukan karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, berbudi
luhur, toleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi iptek yang semuanya dijiwai iman dan takwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa berdasarkan Pancasila. Tampak bahwa karakter bangsa Indonesia adalah karakter yang berlandaskan Pancasila yang memuat elemen
kepribadian yang sama-sama diharapkan sama sebagai jadi diri bangsa Budimansyah, dkk, 2005: 5
Secara umum, ada tiga fungsi media massa. Pertama, memberi informasi. Kedua, mendidik. Ketiga, menghibur. Dan, dalam masyarakat
demokrasi seperti kita, sering disebutkan fungsi keempat, yaitu melakukan kontrol sosial. Di sini, media berfungsi seperti anjing penjaga watchdog
yang mengawasi jalannya pemerintahan; mengritik berbagai penyimpangan di
5
lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif; serta berbagai fenomena yang berlangsung dalam masyarakat itu sendiri. Seringnya terjadi tawuran
antarsiswa, meluasnya penyebaran narkoba di sekolah, bentrokan kekerasan antarwarga, adalah contoh hal-hal dalam masyarakat yang patut dikritisi
media. Jika ingin membahas peran media massa dalam pembentukan karakter bangsa, maka peran itu harus diwujudkan melalui pelaksanaan fungsi-fungsi
media yang sudah tersebut di atas. Dari semua fungsi itu, fungsi yang menonjol adalah fungsi mendidik to educate. Dalam hal ini, media massa
ikut berpartisipasi dalam upaya-upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk karakter warga negara Arismunandar, 2005: 3.
Media menjadi alternatif penyampaian pesan dalam pendidikan karakter. Media menjadi saluran komunikasi yang menjangkau publik yang
berjumlah besar. Media massa secara sederhana terdiri dari media cetak suratkabar, majalah, buku, dan lain-lain, media elektronik televisi dan
radio, dan media online. Berkat perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi, pengertian media massa ini makin meluas. Penulis di sini
akan lebih berfokus pada media film. Menurut Riza 2005 film adalah medium yang dapat dengan efektif
menangkap kegelisahan-kegelisahan manusia. Film mempunyai kemampuan untuk menyatakan realita apa adanya, secara tiga dimensi dengan gambar dan
suara. Mengenai fungsi film sendiri mengacu pada Mukadimah Anggaran Dasar Karyawan Film dan Televisi 1995 dijelaskan bahwa:“….film dan
televisi tidak semata-mata barang dagangan, tetapi merupakan alat pendidikan
6
dan penerangan yang mempunyai daya pengaruh yang besar sekali atas masyarakat, sebagai alat revolusi yang dapat menyumbangkan darmabaktinya
dalam menggalang kesatuan dan persatuan nasional, membina nation dan
character building
mencapai masyarakat sosialis Indonesia berdasarkan Pancasila.”
Dari pernyataan di atas jelas bahwa film bukan sekedar media pandang dengar dan barang dagangan, juga berfungsi sebagai hiburan dan mengandung
aspek-aspek pendidikan dan penerangan dan karenanya merupakan salah satu sarana pembinaan bangsa dan pembangun watak.
Menurut Qardhawi 2009: 311 film merupakan alat yang sangat vital untuk mengarahkan dan memberikan hiburan. Dapat dilakukan untuk hal-hal
yang baik dan hal-hal yang tidak baik. Bila ada itikad baik dan sanggup mempergunakan dengan baik kemungkinan-kemungkinan yang positif dari
film, maka itu dapat member manfaat yang sangat besar bagi manusia, dapat memperkaya jiwa, manusia, dapat memberi bantuan yang sangat berharga bagi
manusia, sebaliknya jika kita mempunyai itikad yang tidak baik, kita juga dapat menyalahgunakannya dengan mengeksploitir segi-segi negatif dari film
itu dan meracuni jiwa manusia. Film merupakan alat propaganda yang paling ampuh untuk mempengaruhi umum untuk tujuan baik, maupun jahat. Dengan
demikian, film dapat digunakan sebagai media pendidikan dan dakwah sehingga menghasilkan karya-karya bernilai luhur..
Film ”Tendangan Dari Langit” merupakan salah satu film yang mampu menjalankan misinya menggugah semangat para penonton mudanya, termasuk
7
di dalamnya suapan petuah-petuah moralnya tentang hubungan anak dan orangtua. Semangat tidak menyerah, mengejar impian, nasionalisme, roman
picisan pra remaja sampai persahabatan. Semuanya terangkum dalam sepak terjang karakter Wahyu, pemuda yang memiliki bakat luar biasa dalam sepak
bola. Namun tidak mendapatkan kesempatan karena ia hanya sebagai anak dari penjual minuman hangat dan kerupuk dari desa Langitan, di lereng
Gunung Bromo yang terpencil. Film ”Tendangan Dari Langit” mengisahkan usaha keras karakter
Wahyu dalam membuktikan kemampuan dirinya, memang menjadi kisah utama yang ditampilkan sangat menarik. Namun kisah hubungan antara
Wahyu dengan ayahnya yang menjadi detak kehidupan perdana bagi film ini. Fajar menggarap karakter Wahyu dan Darto sebagai dua karakter yang saling
bertolak belakang, antara yang satu dengan yang lain. Tetapi lama-kelamaan, penonton dapat melihat bahwa dua karakter ini merupakan sebuah refleksi diri
satu sama lain yang saling berusaha melindungi. Ini yang membuat hubungan kedua karakter begitu hangat, bahkan menyentuh di beberapa bagian cerita.
Bertolak dari uraian di atas, maka melalui kajian semiotika terhadap film
”Tendangan Dari Langit” diharapkan mampu menciptakan konstruksi- konstruksi ideologi melalui pesan-pesan yang mengandung muatan pendidikan
karakter. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul: ”PENDIDIKAN KARAKTER DALAM FILM ”TENDANGAN DARI
LANGIT” Analisis Semiotik Dalam Perspektif PPKn.”
8
B. Identifikasi Masalah