1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas
dari pengaruh perubahan global, seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Perubahan secara terus menerus ini menuntut
perbaikan sistem pendidikan nasional untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Untuk itu,
upaya peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh yang mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya, yakni aspek-
aspek moral, ahlak, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan, seni, olah raga, dan perilaku. Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan
dan pengembangan kecakapan hidup life skill yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi siswa untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan
berhasil di masa datang. dengan demikian siswa memiliki ketangguhan, kemandirian, dan jati diri yang dikembangkan melalui pembelajaran dan atau
pelatihan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.
Salah satu instrumen yang berperan dalam pendidikan yakni kurikulum. Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua
pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan.
Kurikulum disusun oleh para ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik,
pejabat pendidikan, pengusaha serta unsur-unsur masyarakat lainnya. Rancangan ini dimaksud untuk memberi pedoman kepada para pelaksana
pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh siswa, keluarga maupun masyarakat.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses
pelaksanaan dan hasil pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan hidup manusia, maka penyusunan
kurikulum tidak dapat disusun secara sembarangan. Menurut Sukmadinata 2005:38, ”penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang
kuat yang didasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. dalam mengevaluasi kurikulum juga membutuhkan kecakapan yang sama
sebagaimana menyusun kurikulum”. Untuk dapat merencanakan atau mengembangkan kurikulum harus didasarkan pada evaluasi kurikulum yang
telah terlaksana, agar dalam mengimplementasikan kurikulum tersebut tidak terjadi lagi kesalahan atau kekeliruan yang sama.
Penerapan kurikulum dalam kegiatan belajar mengajar, terjadi interaksi yang bertujuan. Guru dan siswa yang menggerakkannya, Interaksi yang
bertujuan itu disebabkan gurulah yang memaknainya dengan menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif demi kepentingan siswa. Guru ingin
memberikan layanan yang terbaik bagai siswa, dengan menyediakan lingkungan yang menyenangkan dan menggairahkan. Guru berusaha menjadi
pembimbing yang baik, arif dan bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua
arah yang harmonis antara guru dan siswa. Ketika kegiatan belajar mengajar itu berproses, guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat, serta mau
memahami siswanya dengan segala konsekuensinya. Aktivitas guru ini akan tercermin melalui kegiatan pembelajaran yang
dilakukan. Berbagai pendekatanmetode yang digunakan dalam pembelajaran selayaknya membawa siswa mencapai tujuan sesuai yang diharapkan.
Demikian pula terjadi pada pembelajaran bahasa Inggris. Penggunaan metode dalam pembelajaran bahasa Inggris terutama untuk pembelajaran menulis,
peranan guru sangat penting. Kompetensi menulis yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran
menulis, menjadikan pembelajaran ini dikemas dengan perencanaan yang baik, karena kompetensi menulis merupakan aplikasi dari apa yang dipikirkan
ditambah dengan aspek-aspek bahasa dan teknik penulisan yang harus dikuasainya.
Menurut Achmad dalam Laisouw 2008:3 ”menulis adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kiri rasio, logika, intelektualitas
serta belahan otak kanan emosi, seni, keindahan. Untuk itu, perlu menggabungkan
antara keduanya”.
Gabungan antara
kemampuan intelektualitas, wawasan dan pengetahuan diramu dengan stabilitas emosi,
kegembiraan, kenyamanan, semangat, gairah serta imajinasi. Hasilnya, akan muncul tulisan yang berbobot dan punya estetika tertentu Menulis merupakan
keterampilan yang dapat dikembangkan dengan latihan secara berkelanjutan. Laksana dalam Laisouw 2008:3. Menulis merupakan sebuah upaya melatih
berpikir lebih baik dan dengan demikian ia juga merupakan latihan terus menerus untuk memelihara akal sehat Dan ”menulis tidaklah gampang jika
hanya satu atau dua kali mencoba”. Menulis memerlukan keterampilan karena itu diperlukan latihan-latihan yang berkelanjutan dan terus menerus. Ada tiga
komponen yang tergabung dalam perbuatan menulis, yaitu: 1 penguasaan bahasa tulis, yang akan berfungsi sebagai media tulisan, meliputi: kosakata,
struktur kalimat, paragraf, ejaan, pragmatik, dan sebagainya; 2 penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis; dan 3 penguasaan tentang
jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan, seperti
esai, artikel, cerita pendek, makalah, dan sebagainya. Pembelajaran menulis memiliki berbagai macam bentuk. Salah satunya
adalah keterampilan menulis berbagai bentuk paragraf eksposisi. Dalam pembelajaran menulis paragraf eksposisi, diharapkan siswa tidak hanya dapat
mengembangkan kemampuan membuat berbagai bentuk paragraf namun juga diperlukan kecermatan untuk membuat argumen, memiliki kemampuan untuk
menuangkan ide atau gagasan dengan cara membuat paragraf yang menarik untuk dibaca. Oleh karena itu, mereka harus dapat menyusun dan
menghubungkan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain, paragraf yang satu dengan paragraf yang lain sehingga menjadi sebuah karangan yang
utuh, sehingga dapat mencapai tujuan dari pembelajaran menulis yang dikehendaki oleh kurikulum.
Dalam pembelajaran menulis paragraf eksposisi biasanya ada dua unsur yang sama-sama penting, yaitu substansi atau isi karangan dan bahasa sebagai
alat penyampai gagasan. Para guru sejak dulu dalam memberikan pelajaran menulis ekposisi selalu menekankan pentingnya dua hal tersebut pada para
siswa. Karena itu, di mata siswa, eksposisi yang baik adalah paragrafkarangan yang selain isinya baik juga bahasa, tata tulisnya baik. Sejak anak belajar
menulis, kedua hal itu sudah ditekankan oleh para guru tidak boleh dihilangkan sedikit pun oleh siswa. Akibat dari pembelajaran metode seperti itu, banyak
siswa yang kemudian tidak mampu menulis. Mengapa mereka tidak mampu? Karena selain terbebani oleh substansi paragraf eksposisi, mereka juga dalam
waktu yang bersamaan harus berpikir tentang bahasa yang benar dalam membuat paragraf eksposisi tersebut. Persoalan bahasa dalam dunia tulis-
menulis bukanlah persoalan yang sederhana. Selain menyangkut keruntutan dalam menyampaikan gagasan, persoalan bahasa juga menyangkut hal-hal
yang bersifat teknis: ejaan, diksi, sistematika, kesatuan dan koherensi paragraf, keefektifan kalimat, tanda baca, dan sebagainya. Karena itu, tidak
mengherankan jika kemudian siswa tidak dapat menulis eksposisi, karena menulis eksposisi memang pekerjaan yang amat berat. Agar gagasan tersebut
dapat terlahirkan dalam bentuk tulisan, dibutuhkan keterampilan khusus, yaitu keterampilan menulis. Di sinilah sebenarnya tugas guru dalam pelajaran
menulis paragraf eksposisi, yaitu membuat siswa mampu mengungkapkan gagasannya ke dalam berbagai bentuk tulisan.
Berbagai fenomena di atas mengindikasi adanya kekeliruan dalam proses pembelajaran menulis yang dilakukan guru yang berimbas kepada siswa.
”Kekeliruan dalam pembelajaran menulis menurut Alwasilah 2005:47 karena siswa lebih banyak diajari tata bahasa atau teori menulis dan sedikit sekali
berlatih menulis”. Siswa tidak memiliki keberanian untuk menulis karena takut berbuat salah dan ditertawakan orang. Guru cenderung menilai hasil akhir
paragraf eksposisi sehingga fokus kepada kualitas dan ketepatan gramatikal, para siswapun menganggap tugas mereka hanyalah memproduksi paragraf
eksposisi dan tugas guru adalah memberi nilai. Bagi siswa, menulis dianggap sebagai kegiatan menyendiri dan hanya dibaca oleh guru saja. Guru tidak
mengetahui benar-salahnya tulisan mereka karena tidak ada yang memberitahu. Berbagai hal yang dikemukakan di atas terjadi dalam
pembelajaran menulis di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kampar. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman selama ini masih banyak
terlihat siswa kelas X yang telah dinyatakan naik ke kelas XI belum mampu menulisparagraf eksposisi dengan baik. Mereka belum mampu menuangkan
ide, imajinasi, atau menceritakan pengalaman meskipun dalam bentuk paragraf eksposisi sederhana.
Informasi dari kepala sekolah dan guru bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Kampar, menunjukkan bahwa proses belajar mengajar bahasa Inggris masih
dikelola secara konvensional. Artinya, para guru belum sepenuhnya melaksanakan pembelajaran secara kreatif, terutama pembelajaran menulis.
Biasanya guru menyediakan beberapa macam topik karangan atau siswa
diminta untuk melanjutkan wacana yang ada di dalam LKS. Bahkan dalam pembelajaran menulis karangan guru memberi tema yang tidak sesuai dengan
pengetahuan yang tidak pernah dialami oleh siswa. Kemudian siswa disuruh untuk menulis. Setelah selesai, hasil pekerjaan siswa dikumpulkan, dikoreksi
dan dinilai oleh guru. Kegiatan ini terus menerus terjadi sehingga para siswa merasa jenuh dan kurang menyukai pembelajaran menulis.
Berdasarkan kondisi di atas, dapat dipahami bahwa pembaharuan dalam proses pembelajaran menulis sudah menjadi suatu keharusan. Hal di atas
memerlukan suatu tindakan nyata dari guru sebagai ujung tombak pendidikan. Guru dituntut agar selalu berupaya mengevaluasi diri, mencarikan berbagai
solusi, demi tercapainya hasil yang lebih optimal. Dalam rangka itulah penulis mencoba melakukan upaya penyempurnaan pembelajaran menulis dengan
menggunakan pendekatanmetode yang relevan dan sesuai dengan kemampuan siswa.
Alternatif untuk memecahkan permasalahan dalam pembelajaran menulis di atas dapat dilakukan dengan uji coba setiap pendekatan dalam pembelajaran
menulis, agar pembelajaran menulis dapat membangkitkan motivasi, menumbuhkan minat dan kreatifitas imajinasi dalam mengekspresikan gagasan
siswa. Dengan demikian tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran menulis adalah agar siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, dan
pengetahuan secara tertulis serta memiliki kegemaran menulis dapat tercapai. Dengan keterampilan menulis yang dimiliki, siswa dapat mengembangkan
kreatifitas dan dapat menggunakan bahasa sebagai sarana menyalurkan kreativitasnya.
Metode field Trip menjadi pilihan karena metode ini, menjadikan pengalaman sebagai landasan dalam proses menulis siswa, dan untuk menulis
dibutuhkan pengalaman baik pengetahuan tentang isi karangan maupun tentang teknik menulis. Dengan metode ini siswa mengekspresikan gagasan-gagasan
mereka berdasarkan pengalaman yang secara logis, jelas dan ditata secara menarik, namun masih ada guru yang beranggapan bahwa metode field trip
adalah metode yang membawa siswa untuk berpergian jauh padahal, field trip dapat dilaksanakan di lingkungan sekolah seperti di pasar, perpustakaan, toko
kelontong, toko serba ada, bengkel dan sebagainya yang ada disekitar sekolah. Edgar Dale Seels, 1994:14, ”pengalaman yang paling tinggi nilainya
adalah direct purposeful experience yaitu pengalaman yang diperoleh dari kontak langsung dengan lingkungan, objek, manusia, hewan, dsb”. Pengalaman
secara langsung yang dijadikan sebagai landasan dalam penulisan paragraf eksposisi siswa. Menulis dari pengalaman berlangsung dalam bentuk wacana,
sehingga diharapkan dengan metode ini dapat meningkatkan keterampilan menulis siswa, dan siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, dan
pengetahuan secara tertulis serta memiliki kegemaran menulispun dapat tercapai.
B. Rumusan Masalah 1.