Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data,

93 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu hasil pengamatan ini tidak hanya membuat yakin bagi pengamat tetapi dapat mengetahui apa yang terjadi sesungguhnya dari penyebab perkelahian tawuran dikalangan pelajar tersebut Setelah peneliti melakukan observasi ternyata peneliti menemukan sejumlah data dan dokumentasi dari kepolisian. Adapun data dan dokumentasi tersebut dikumpulkan, kemudian dipelajari untuk mendapatkan jawaban tentang faktor penyebabnya, bagaimana solusinya dan apakah cara tersebut dapat mengatasi, kemudian apa bukti dari keberhasilannya. Untuk mendapatkan informasi tentang proses penelusuran bahan dokumen tawuran, kemudian dapat digambarkan ke dalam bagan sebagai berikut: Gambar 3.7 Proses Penelusuran Bahan Penelitian Proses penelitiannya ada beberapa langkah di dalam penelusuran bahan dokumennya masalah ini untuk dapat tercapainya tujuan yang akan ditempuh dalam perolehan penelitiannya secara efektif dan lebih efesien lagi hasilnya seperti: 1.Pengecekan Keabsahan Bahan Bahan Dokumen 2Pengecekan Informasi Bahan Dokumendata 4.Kategorisasi 5.Analisis DokumenData 1Pengecekan Keabsahan Bahan 3.Pengecekan Kelengkapan Bahan 94 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Pengecekan dilakukan adalah dari hasil pemberitaan dari masyarakat, media kemudian mengadakan kunjungan ke kantor kepolisian, untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya. setelah melakukan kunjungan maka didapat daftar sekolah yang tertangkap polisi karena telah melakukan tawuran. disertai pengecekan inforamsi bahan dokumennya. 2. Pengecekan Informasi Bahan Dokumen Tanggal 8- 3- 2008, ada perkelahian tawuran antara STM Pasundan dan STM Kartika Candra,. Tanggal 20- 1- 2009 terjadi perkelahian tawuran antara SMK Angkatan Muda Siliwangi dengan SMK Pasundan Tanggal 20- 1- 2010 ada perkelahian antara SMK Pasundan dan SMK Angkatan Muda Siliwangi Tanggal 21 Januari 2010, terjadi tawuran antara SMK Pasundan dan SMK Kartika Candra Tanggal 27 Januari 2010 telah berkelahi dari SMK Angkatan Muda Siliwangi, SMK Kartika Candra dan SMK Pasundan, Tanggal 7 Pebruari ada perkelahian antara SMK Pasundan dan SMK Angkatan Muda Siliwangi, Tanggal 20 Juli 2010 ada perkelahian,antara SMK Pasundan dan SMK Kartika Candra, Tanggal 30 juli terjadi perkelahian antara SMK Pasundan dan SMK Kartika Candra, Tanggal 31 Agustus 2010 ada perkelahian antara SMK Pasundan dan SMK Angkatan Muda Siliwangi Tanggal 21 September 2010 Ada perkelahian,antara SMK Pasundan dan SMK Kartika Candra, Tanggal 13 Nopember 2010 telah berkelahi antara SMK Pasundan dan SMK Angkatan Muda Siliwangi Tanggal 16 Desember 2010 ada perkelahian antara SMK Kartika Candra dan SMK Pasundan satu orang meninggal dunia dari SMK Kartika Candra, Tanggal 13 Januari 2011 terjadi perkelahian antara pelajar SMK Muhamadiyah dengan SMK Pasundan Tanggal 26 Pebruari 2011 terjadi perkelahian antara SMK Angkatan Muda Siliwangi dengan SMK Pasundan Dari bahan data tersebut, dicek keabsahannya apakah benar telah terjadi perkelahian tawuran dari peserta didik, dan apa faktor pemicunya dan lebih jelasnya ada di bab empat. 95 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3. Pengecekan Kelengkapan Bahan Dokumen Melalui studi dokumentasi ini peneliti akan memanfaatkan sumber kepustakaan berupa buku, jurnal, tulisan internet, dokumen kurikulum, hasil penelitian adapun dokumen negara seperti: kurikulum pelajaran nilai- nilai karakter PKn pada tingkat sekolah menengah atas, Kurikulum tahun 2000 dan kurikulum tahun 2013, dokumen negara dari kantor kepolisian tentang kebenaran data, dengan cara mengunjungi sekolah yang ada dalam daftar perkelahian tawuran di kantor Polres, yaitu dengan menemui kepala sekolah, tanya jawab tentang benar tidaknya peserta didik dari sekolahnya telah terlibat perkelahian tawuran;. 4.Kategorisasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke Tiga 2001: 516 menyatakan bahwa katagorisasi adalah 1. Penyusunan berdasarkan, penggolongan 2. lingkungan adalah: a Proses dan hasil pengelompokan unsur bahasa dan bagian pengalaman manusia yang digambarkan kedalam kategori b.Cara untuk mengungkapkan makna dengan berbagai potensi yang ada. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil pengumpulan data dari Polres, pihak sekolah yang bertikai maka perkelahian tawuran sudah menjadi bagian aktifitas pelajarnya karena ada beberapa tujuan sebagai pemicu seperti ajang memperlihatkan bahwa dirinya adalah pria yang gagah selain faktor dendam dari almamtaer yang diwariskan kepada generasi berikutnya.sebagai rasa hormat dan simpati toleransi yang salah penempatannya oleh karena itu perlu penangan yang lebih serius dan kerja keras seperti dari berbagai instansi pemerintah setempat : Para pejabatnya, guru, pihak kepolisian, dan pemuka 96 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu agama. Terutama pihak pendidik dengan perangkat proses belajar- mengajarnya seperti 5.Analisis Bahan Dokumen Melalui bahan dokumentasi ini peneliti melakukan serangkaian praktik interpretatif atas data yang terdapat pada dokumen kemudian secara teoritis dianalisis Denzim Lincoln, 2009: 493-497 dokumntasi ini penting untuk dipelajari oleh peneliti yang menerapkan metode kualitatif karena informasi yang bersifat tertulis merupakan informasi fisik dan memberikan arti yang penting dan sifatnya berbeda dengan informasi perilaku yang dihasilkan oleh pertanyaan yang ada dikuesioner, karena informasi yang didapat dari seseorang biasanya ada perbedaan dengan apa yang telah diperolehnya. Sesuai dengan obyek yang akan diteliti maka dokumntasi tersebut dikumpulkan kemudian dianalisis. Adapun dokumen yang ada dalam tulisan tersebut, yaitu : a. Dokumen dari kantor kepolisian tentang kebenaran data, disesuaikan dengan berkunjung kesekolah yang ada dalam daftar perkelahian tawuran sekolah di kantor Polres, dan tanya jawab tentang kebenaran data dengan menemui kepala sekolah, yang telah terlibat perkelahian tawuran,

b. Mencari buku- buku, bahan referensi,terutama pendidikan resolusi konflik, PKn, dan

Pendidikan sosiologi. c. Dokumen yang didapat dari ketua kelompok belajar guru MGMP seperti RPP Guru atau rencana program pengajaran PKn, buku referensi yang dipakai guru kemudian program RPP tahunan dan RPP semester. Setelah itu, dokumntasi yang telah didapat kemudian dipelajari dan dianlisis, untuk mendapatkan solusi terbaiknya dari peneliti. 6. Penggunaan Bahan Dokumen : Pendekatan kualitatif adalah dianggap sesuai dengan masalah yang akan diteliti karena ada beberapa alasan untuk penerapannya seperti: 97 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu a. Peneliti mencoba untuk mengungkap tentang faktor utama penyebab terjadinya tawuran dikalangan peserta didik b. Peneliti mengungkap dokumen yang berhubungan dengan ada tidaknya internalisasi nilai toleransi yang ada di dalam PKn ketika terjadinya perkelahian tawuran c. Bagaimana pengaruhnya kalau saja internalisasi nilai toleransi diterapkan melalui model pengajaran telling story pada pendidikan kewarganegaraan untuk mengatasi tawuran. Alasan peneliti menggunakan dokumen tersebut sebagaimana dikemukakan Guba Lincoln dalam Syahri.M 2013:12 sebagai berikut “1.Dokumen merupakan sumber informasi yang lestari 2.Dokumen merupakan bukti yang dapat dijadikan dasar untuk mempertahankan diri terhadap tuduhan atau kekeliruan interpretasi 3.Dokumen itu sumber data alami, bukan hanya muncul dari konteks itu sendiri 4.Dokumen itu relatif mudah dan murah 5.Dokumen itu sumber data yang non reaktif 6.Dokumen berperan sebagai sumber pelengkap dan memperkaya bagi informasi yang diperoleh melalui intervieu atau observasi ”. Adapun metode interaksi sebagai langkah tindakan di antara peneliti dengan pihak sekolah yang bertikai ini pada dasarnya meliputi : 1.Pengumpulan data data collection dengan melakukan kunjungan dan berdiskusi, kemudian didapatkan data tentang: Peserta didik yang terluka dari ketiga sekolah tahun 2010 Sampai tahun 2012 yaitu : a. Peserta Didik Dari SMK Pasundan sebanyak = 20 orang b. Peserta Didik Dari SMK Taman Siswa tahun 2012 sd sekarang 2013 sebanyak = 7 orang. c. Peserta Didik Dari Kartika Candra sebanyak= 22 orang. Dari bahan dokumen tersebut, dicek keabsahannya apakah benar sebanyak itu yang terluka dari masing-masing sekolahnya untuk lebih jelasnya ada di bab IV. Adapun langkah selanjutnya adalah : 98 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Pemihan literatur untuk dipergunakan dalam penelitian kualitatif yang ditempatkan pada tinjauan pustaka dan didalam alurnya berkiblat kepada gounded theory dimana seseorang dapat membedakan dan membandingkan satu teori dengan teori- teori lainnya yang terdapat dalam literatur atau membandingkan atas pola-pola atau teori yang diperkenalkan dalam penelitian selain itu peneliti menggunakan literatur dengan cara konsisten yang berdasarkan kepada asumsi- asumsi yang berasal dari para partisipan seperti hasil wawancara tertutup maupun terbuka dari pihak kepolisian dan Kepala Sekolah, Guru dan Peserta didik yang terlibat perkelahian dan masyarakat setempat dengan cara mendengarkan opini mereka dengan maksud untuk membangun pemahaman berdasarkan kepada apa yang didengar dan apa yang dilihat oleh peneliti sehubungan observasi yang dilakukan peneliti ini adalah sebagai teknik pengumpulan data dan observasi ini ternyata mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Setelah melakukan wawnncara sebelumnya kita bahas mengenai pengetian kuesioner, seperti menurut kamus bahasa indonesia kuesioner adalah alat riset atau survey yang terdiri atas serangkaian pertanyaan tertulis, bertujuan untuk mendapatkan tanggapan dari kelompok orang terpilih melalui wawancara pribadi atau melalui yang lainnya melalui daftar pertanyaannya, sedangkan wawancara yang peneliti lakukan adalah tanya jawab dengan seseorang pejabat dsb yang diperlukan untuk diminta keterangan atau pendapatanya mengenai suatu hal, untuk dimuat dan disiarkan atau ditayangkan dengan tanaya jawab peneliti Dengan nara sumber seperti Kasat Binmas Polres sukabumi beserta Stafnya dan Kepala sekolah. Kalau saja wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, akan tetapi kepada barang atau alam. Sugiyono, 2011:145 kemudian teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan apabila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala, dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Dari pendapat tersebut, sesungguhnya peneliti dapat memperoleh informasi dengan komunikasi misalnya wawancara dengan orang yang dapat dipercaya, namun 99 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu cara tersebut tidak dapat meyakinkan dengan pasti apa yang terjadi sesungguhnya, terutama yang berkaitan dengan situasi permasalahan. Peneliti ingin memastikan apa sesungguhnya terjadi dari pengamatannya sendiri. Hasil pengamatan ini tidak hanya membuat yakin pengamat tetapi dapat mengetahui apa yang terjadi sesungguhnya dari penyebab perkelahian tawuran dikalanga pelajar. Setelah peneliti melakukan observasi sebagai langkah berikutnya melakukan wawancara dengan beberapa instansi terkai mengenai kasus yang telah terjadi pada peserta didik seperti : 1. Wawancara : melalui beberapa definisi wawancara yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut 1. Beeg 2007:89 membatasi wawancara sebagai suatu percakapan dengan suatu tujuan, khususnya tujuan untuk mengumpulkan informasi 2. Sudjana 2000:234 wawancara adalah proses pengumpulan data atau informasi melalui tatap muka antara pihak penanya interviewer dengan pihak yang ditanya atau penjawab inetrvierwee 3. Esterberg 2002, interview, a meeting of two persons to exchange information and idea through question and responses, resulting in communication and joint countruktion of meaning about a particular topic wawancara merupakan suatu pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topic tertentu dalam Satori.D. dan Komariah,A.2010:130 Kemudian, Sugiyono 2011:137- 138 mengemukakan bahwa : “wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasar diri pada laporan tentang diri sendiri atau self- report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi Sutrisno Hadi 1986 mengemukakan bahwa: anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview dan juga kuesioner angket adalah sebagai berikut : 100 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu a. Bahwa aspek responden adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri. b. Bahwa apa yang ditanyakan oleh subyek kepada peneliti adaaalah benar dan daaapat dipercaya c. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur dan dapat dilakukan melalui tatap muka face to face maupun dengan menggunakan telepon. 1. Wawancara Terstruktur: Digunakan apabila teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh dan ketika wawancara harus membawa instrument sebagai pedoman untuk wawancara. 2. Wawancara tidak Terstruktur: Adalah wawncara yang bebas di mana penliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang tersususn secara sistimatis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Wawancara tidak terstruktur atau terbuka, sering digunakan dalam penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam tentang responden” Setelah melakukan proses observasi, wawancara, pemberian kuesioner,tindakan peneliti selanjutnya adalah analisis dan penyajian data adapun analisis yang dimaksud dsini adalah data-data dan dokumen yang telah diperoleh dianalisis untuk mendapatkan jawaban dan cara solusinya, kemudian solusi tersebut bagaimana proses penerapanya kemudian bagaimana pengaruhnya tentang solusi tersebut. C.Analisis dan Penyajian Data Penelitian ini mengenai perkelahian tawuran yang telah terjadi diantara peserta didik dengan sekolah lain, maka seperti apa penerapan dan pengaruhnya internalisasi nilai toleransi ketika diterapkan pada model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaran untuk mengatasi tawuran. 101 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Karena internalisasi nilai toleransi, di dalam prosesnya peserta didik diajak untuk lebih dewasa dalam memberikan keputusan dalam menyelasainkan konflik permasalahan yang ada pada diri peserta didik; 3..Cara Ditempuh dari Penelitian a. Dengan penerapan model telling story pada PKn kemungkinan akan berpengaruh bagi peserta didik dalam proses penerapan b Mengusahakan pembelajaran PKn melalui penerapan model telling story untuk mendapatkan solusi dalam mengatasi konflik identitas peserta didik karena di saat berlangsungnya proses belajar mengajar peserta didik harus memberikan keputusan permasalahan dirinya yang lebih baik menurut orang yang dianggap lebih dewasa dalam arti dari hasil pemikiran orang yang dianggap berpengalaman dan berpengetahuan yaitu dari guru PKn disertai dengan tetap untuk mempertahankan internalisasi nilai-nilai toleransi sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan model pembelajaran telling story ini sangat cocok untuk diterapkan kepada peserta didik yang sedang bertikai karena perkelahian tawurannya; c. Melalui penerapan model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan pada pserta didik yang sedang bertikai akan mengetahui factor- faktor penyebabnya dari pertikaian yang sudah mengarah kepada perkelahian tawurannya. c.Peneliti mencari informasi perihal perkelahian tawuran, Caranya dengan berkunjung ke kantor Polres dan ke sekolah kejuruan karena peserta didiknya terlibat tawuran. Penggunaan Model Telling Story Penelitian ini berisi kajian analisis dari internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pada PKn untuk mengatasi masalah tawuran kasus tawuran pelajar sekolah menengah di Sukabumi. Karena tujuan PKn diharapkan dapat menghasilkan manusia yang baik good citizenship dan sesuai dengan United Nations 102 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Development Programme Bureu For Development Policy Democratic Governance Group 1.Analisis Penggunaan Model Pengajaran Telling story a. Mengkaji secara kritis penerapan internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pada PKn untuk mengatasi masalah tawuran; b. Mengkaji secara kritis penerapan model pengajaran telling story pada PKn apakah dapat dijadikan solusi dalam mengatasi koflik identitas sebagai bagian warga negara yang baik bagi peserta didik. Dengan penggunaan model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan pada tahap ini, dilakukan kajian berupa menentukan keputusan permasalahan peserta didik kepada orang yang dianggap lebih dewasa dan berpengalaman serta berpengetahuan tinggi jika dibandingkan dengan dirinya dalam mengemukakan permasalahan yang ada pada diri peserta didik kepada guru PKn. Selain itu bagaimana solusi penangannya di dalam menentukan keputusan permasalahan diri bagi peserta didiknya dalam keadaan usia remaja yang mudah dipengaruhi internal, dan faktor eksternal dari pengaruh lingkungan. Hal yang baru mengakibatkan konflik identitas sebagai warganegara yang baik good citizenship peserta didik tahap deskripsi dalam pengambilan makna tahap interprestasi dan penafsiran konflik dari identitas diri peserta didik yang bertentangan dengan budaya orang tua terdahulu melalui pepatah suku sunda di Jawa Barat, dan pendapatnya Koencaraningrat dengan kenakalan pelajar yaitu perkelahian tawuran. Pengaruh eksternal diri peserta didik Model telling story pada pembelajaran PKn Pengaruh internal diri peserta didik 103 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Sumber : Ilustrasi Peneliti Gambar 3.8 Strategi Penyelesaian Konflik Identitas Peserta Didik Alur Bagan Strategi Konflik ini bisa mengarah kepada, 1 Pengaruh eksternal, dari lingkungan seperti ada riwayat kakak kelasnya dulu pernah berkelahi; 2 Pengaruh internal yang ada pada peserta didik yaitu usianya yang mudah dipengaruhi dan menjadikan konflik diantara peserta didik sebagai warganegara muda oleh karena itu untuk menyelesaikannya melalui strategi proses belajar mengajar dari guru PKn dengan penerapan model pembelajarannya, dari salah satu topik yaitu “Menampilkan sikap keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; “ 3 Dari bagian topik materi tersebut di atas maka dijabarkan menjadi internalisasi nilai toleransi sikap = afektif yang diterapkan melalui model pembelajaran telling story pendidikan kewarganegaraan untuk mengatasi masalah tawuran; a Harapannya penerapan model pembelajaran telling story pendidikan kewarganegaraan tersebut diharapkan dapat mengatasi masalah tawuran terutama sekolah kejuruan SMK Pasundan, SMK Taman Siswa dan SMK Kartika Candra di sukabumi. b Melalui tata cara penerapannya, seperti: Pelaksanaan Model Telling story untuk ketiga SMK yang bertikai : Proses Pelaksanaannya : 104 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Pelaksanaan model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan tersebut diterapkan diketiga sekolah kejuruan, yaitu : SMK Pasundan, SMK Taman Siswa, dan SMK Kartika Candra dan yang paling sering dikunjungi oleh peneliti SMK Kartika Candra karena ada yang meninggal dunia yaitu Ade Surya. Setelah selesai proses pelaksanaan penerapan model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan kemudian sudah diketahui kegunaannya melalui pembuktian hasil wawancara dengan bentuk tabel dari pihak Polres Swales dan Feak 1994;2004 mengatakan bahwa : “Penulis pada umumnya berusaha untuk bisa mengantisipasi kemungkinan pertanyaan yang muncul dari pembaca k etika membaca data,” Kemudian peneliti mencoba mengadakan kunjungan lagi ke Polres pada akhir bulan Desember tahun 2013 ternyata menurut informasi Polres bagian Kasat Binmas AKP Edi Priyono NRP 64020300 beserta stafnya Brigadir Novan Spd NRP 85110309 dan Briptu Gin Gin Ginanjar NRP 90040085, bahwa angka kasus kenakalan pelajar seperti perkelahian tawurannya berkurang jumlah aktifitasnya menurun hal ini bisa dilihat di grafik, dan Data kasus Pelajar pada bab empat. Sebagai peneliti masih merasa belum puas akhirnya keputusan ditentukan untuk mengunjungi pihak penerbit surat kabar Radar ke bagian Staf Pracetak sebagai berikut Nama : Asep Rizal Maulana Nama : Sri Sumarni Nama : Andi. Jabatan : Staff Radar Jabatan : Redaktur Jabaat : Staff Menurut Staf Pracetak, memang benar terdapat penurunan aktifitas perkelahian tawuran dikalangan pelajar bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Untuk pembuktian seberapa besar angka penurunannya bisa dilihat di grafik pada bab empat Adapun pada pelaksanaan ada penilaian angket yang disebar disertai sistim penilaian mulai dari angka 10 sampai 100. Dan diberikan kepada peserta didik SMK Kartika Candra karena peserta didiknya telah ada yang meninggal dunia dan dikuatirkan akan ada pembalasan untuk menyerang dengan jumlah pesertanya sebanyak 20 dengan lembar pertanyaan masing-masing lima yang dibagikan pada pertemuan pembelajaran ke satu dan kedua. 105 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Banyak penulis memasukkan komentar atau interpreatasi data langsung ketika memaparkan data karena mereka sadar akan adanya pembaca dari tulisan yang dibuatnya penilaian angket pada penerapan model pembelajaran telling story ke satu dan penerapan model pembelajaran telling story kedua dengan cara penghitungan statistik ini menyesaikan pendapatnya dari Moleong, Lexy J.2010:162 pada lembar sebelumnya. Menyesuiakan dari pendapatnya Moleong, Lexy tersebut peneliti memcoba menarapkannya melalui penghitungan Uji t berpasangan dari Sudjana, dengan maksud untuk mengetahui nilai dari hasil kegunaan dari pengaruhnya terhadap temuan solusinya. Metode Uji Perbandingan Penelitian ini digunakan dengan perhitungan analisis perbandingan komparatif dari Sudjana 2005 : 30 “dengan rumus uji t berpasangan dan uji t independen. Uji t berpasangan digunakan untuk melihat perbandingan skor angket siswa antara sebelum dan sesudah pen erapan model “telling story”, sedangkan uji t independen digunakan untuk melihat perbandingan skor angket peserta didik sebelum penerapan model “telling story” pada dua sekolah yang dibandingkan. Demikian pula uji t independen ini digunakan untuk melihat perbandingan skor angket peserta didik sesudah penerapan model “telling story” pada dua sekolah yang dibandingkan. a. Uji t Berpasangan Paired Sample t Test Pada uji t berpasangan akan diuji apakah skor angket peserta didik pada pertemuan kesatu penerapan model berbeda signifikan ataukah tidak dengan pertemuan kedua diterapkannya model. Pengajaran Telling story pendidikan kewarganegaraan untuk mengatasi tawuran terutama internalisasi nilao toleransinya. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut 106 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu H : Tidak terdapat perbedaan skor antara pertemuan kesatu dan kedua setelah diterapkannya model “telling story” H a H 1 : Terdapat perbedaan skor antara pertemuan kesatu dan kedua setelah diterapkannya mo del “telling story” Rumus uji t berpasangan yang digunakan adalah: B B t S n  Dimana: i B B n   Bi = Y – X, dengan Y adalah skor pertemuan kedua penerapan model, dan X adalah skor pertemuan kesatu sesudah diterapkannya model.pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan untuk mengatasi tawuran n = banyak sampel     2 2 1 i i B n B B s n n      S B = simpangan baku skor B Setelah diperoleh nilai t hasil perhitungan di atas, maka selanjutnya nilai t hitung tersebut dibandingkan dengan nilai t tabel yang diperoleh pada tabel distribusi t student, dengan α=0,05 dan df=n-1. Jika nilai t hitung t tabel atau t hitung -t tabel maka H ditolak dan H 1 diterima, artinya terdapat perbedaan skor yang signifikan antara pertemuan kesatu dan kedua diterapkannya model. Jika nilai t hitung berada di antara kedua nilai t tabel atau – t tabel t hitung t tabel maka H diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak terdapat perbedaan skor yang signifikan antara pertemusan kesatu dan kedua diterapkannya model 107 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan untuk mengatasi tawuran terutama internalisasi nilai toleransinya. Hasilnya bisa dilihat secara lengkap di bab IV tentang pembahasan hasil penelitian. Selanjutnya dibuatkan gambaran dari stuktur organisasi dengan pembahasan data sebagai berikut D. Tahapan Penelitian : 1..Gambaran dan Kategorisasi Penelitian : Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini kemudian memahaminya secara keseluruhan isi dari penelitian sehingga dapat membantu tentang hal penelitiannya dalam suatu kerangka pikir paradikma yang dituangkan ke dalam bagan sebagai berikut Gambar.3.9 Kerangka Pikir Peneliti 2 Reduksi data reduction, yaitu suatu proses solusi yang memfokuskan bagaimana untuk menanganinya kemudian di terapkan melalui cara seperti : Ketika terjadi perkelahian tawuran penerapan internalisasi nilai toleransi harus dipertahankan oleh peserta didik meskipun dalam keadaan pertikaian dalam pemilihan model pengajarannya ketika prosesnya model telling story adalah salah satu cara yang dipilih oleh peneliti dengan maksud untuk menyesuaikan strategi belajar mengajar dengan topik pembelajaran dengan keadaan peserta Sumber belajar Guru Kuri- kulum Nilai Karakter Lingkungan peserta didik Peserta evluasi Pemahaman Internalisasi Nilai Toleransi Model 108 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu didiknya yang sedang bertikai diantara sesama pelajar dari sekolah lainnya Selain itu guru ketika mengajar harus mengacu kepada kurikulum disertai pengembangannya dan salah satu pengembangan pelajaran PKn adalah nilai- nilai karakternya yaitu internalisasi nilai toleransi yang di terapkan melalui topik pembahasan secara umumnya adalah : Sikap keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.yang difokuskan kepada sub tema pokok bahasan yaitu, penerapan dan pelestarian internalisasi nilai toleransi ketika proses belajar mengajar dengan mempergunakan model telling story pendidikan kewarganegaraan untuk mengatasi tawuran dikalanagan peserta didiknya. 3 Data yang merupakan suatu susunan informasi yang memungkinkan untuk menarik suatu kesimpulan yang dapat dilakukan dan nantinya dapat ditarik suatu kesimpulan dalam pemecahan masalahnya sehingga nantinya ada gambaran dari persoalannya Huberman 1984 Menyesuaikan dengan pendapatnya Huberman tersebut maka peneliti berkunjung ke Kantor Polres di jalan Perintis Kemerdekaan No. 10 Sukabumi, kemudian kebeberapa sekolah yang terlibat perkelahian tawuran dan berkunjung ke ketua kelompok MGMP dengan cara wawancara terbuka atau wawancara tertutup. Setelah itu informasi dikumpulkan melalui pembicaraan langsung konteks natural dalam setiap setting yang alamiah dan melakukan interaksi secara tatap muka atau pertemuan secara khusus untuk sepanjang penelitian. Dan dilanjutkan dengan penentuan responden untuk menentukan Tanya jawab terbuka atau tertutup Adapun secara khusunya yaitu :Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan untuk mengatasi tawuran. Untuk keseluruhan penelitian ini ada satu kemungkinan cara yang dapat ditempuh yaitu melalui penerapan model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan diharapkan dapat : a. Mengatasi perkelahian tawuran karena terdapat adanya konflik diri peserta didik yang tidak bisa dikelola dengan cara baik hasilnya akan bertentangan dengan 109 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu penanaman nilai-nilai karakter bangsa pada pengajaran pendidikan kewarganegaraan satu diantaranya adalah internalisasi nilai toleransi ketika terjadi pertentangan pendapat kemudian menjadi konflik dan akhirnya dinyatakan dalam bentuk tindakan diri secara spontan tampa adanya pertimbangaan pemikiran bagaimana baik buruk kedepannya. b. Melalui penerapan model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan dapat mengetahui faktor penyebabnya perkelahian tawuran dari peserta didik yang bertentangan dengan identitas sebagai warganegara yang baik good citizenship diantaranya internalisasi nilai-nilai toleransi pada pelajaran PKn karena internalisasi nilai toleransi adalah sebagai penerapan dari nilai-nilai karaketer bangsa yang sekarang ini sedang gencar-gencarnya di sosialisasikan melalui pencantumannya keberbagai bidang mata pelajaran baik ditingkat SD sampai dengan tingkat SMA, c. Melalui model pembelajaran telling story kemudian pola ini dijadikan rujukan unttuk penyesuaian pemilihan model pengajaran dengan permasalahan peserta didik yang telah terjadi sekarang, karena dari tahun ketahunnya telah menjadikan kecurigaan akan ada lagi penyeragan karena ada sejarah dari almamaternya terdahulu.. Seperti yang disarankan oleh Sternberg 1988: 54 yang mengatakan bahwa: Cara kedua ketika penulis memaparkan data dan pembahasan disebut sebagai cara ketika penulis memaparkan data dan pembahasan dalam satu bagian sebagai cara tematik. Dalam organisasi non tematik sementara itu dalam organisasi tematik data dan pembahasan Kemudian dituangkan dalam gambar yang mengacu kepada penulisan karya ilmiah Unniversitan Pendidikan Indonesia 2012: 31 110 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Data dan Pembahasan : A.Data A: 1.Pemaparan 2.Pembahasan B.Data B : 1. Pemaparan 2.Pembahasan C.Data C : 1. Pemaparan 2. Pembahasan Sternberg,1988: 54 Gambar 3.10 Daftar Data dan Pembahan Hasil penelitian yang dilakukan oleh Swales dan Feak 1994; 2004 Berkenkotter dan Huckin 1995; Hyland 2002; Hamilton dan Claire 2003a membuktikan bahwa : perbedaan antara data dan analisis atau pembahasan data tidak setajam yang selama ini diyakini oleh kebanyakan orang. 2. Pemaparan dan Pembahasan Data Kualitatif a. Pemaparan Data Kualitatif Pedoman penulisan karya ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia UPI, 2012: 27 mengatakan bahwa: “Bagian pemaparan data sebaiknya membahas bagaimana peneliti menganalisis data yang dikumpulkan dalam penelitian, temuan utama yang dihasilkan dari analisis data dan apakan temuan mendukung pertanyaan penelitian yang diajukan Burton, 2007: 71. Menyesuaikan pendapatnya Burton tersebut, maka langkah yang ditempuh oleh peneliti dalam beberapa teknik keabsahan dari ada atau tidak adanya kesesuai data tersebut maka caranya adalah sebagai berikut 111 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Dengan ketekunan kesabaran peneliti dalam melaksanakan pengamatan dilapangan, perpanjangan waktu penelitian dengan beberapa kali melakukan kunjungan ke pusat sumber informasi, kecukupan referensi melalui pengecekan sumber pustaka, melaksanakan reulang dalam bentuk aktifitas pengecekan kembali terhadap hasil penelitian dengan sumber data, metode dan pengumpulan data yang digunakan serta mencari apakah ada kesuaian atau tidaknya diantara tujuan penelitiannya. Selanjutnya ke bab pemaparan data, dengan ringkasan singkat mengenai temuan penelitian, kemudian mengatakan kembali tujuan penelitian. Karena penelitian kualitatif biasanya menggunakan metode deskriptif, seperti observasi dan wawancara untuk memaparkan dan menganalisis datanya. Rudestam Newton, 1992 Dalam memaparkan data, menurut Rudestam dan Newton 1992:111 penulis penelitian kualitatif sangat perlu untuk menggambarkan konteks dimana suatu kejadian terjadi, selain itu penelitian kualitatif perlu memperlihatkan upaya untuk membahas setiap kalimat dari setiap ujaran every single sentence of an ulterance dari data yang dipaparkannya. b. Pembahasan Data: Dalam membahas data kualitatif ada beberapa tahap yang harus dilakukan sebagai berikut :1 Data bisa menjawab pertanyaan penelitian kualitatif 2 Membuat pernyataan kesimpulan 3 Membahas atau mendiskusikan data dmenghubungkannya dengan teori dan implikasi hasil penelitian E. Sistematika Penulisan 1. Struktur Organisasi Elemen : Pembuatan struktur organisasi atau elemen yang biasanya ada dalam pembahasan data dan bisa dipaparkan hanya kepada poin- poinnya saja untuk selanjutnya di dalam pembahasannya secara mendetail bisa disimak dari bab demi babnya sebagai berikut a. Latar belakang penelitian informasi mengenai latar belakang penelitian; 112 Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu b. Pernyataan hasil penelitian dengan hanya batasan gambaran statement of results; c. Hasil yang diharapkan dan tidak diharapkan; d. Referensi terhadap penelitian sebelumnya; e. Penjelasan mengenai hasil penelitian yang tidak diharapkan; f. Deduksi atau pernyataan – membuat pernyataan yang lebih umum yang muncul dari hasil, misalnya menarik kesimpulan, menyatakan hipotesa; g. Dukungan dari penelitian sebelumnya: mengutip penelitian sebelumnya untuk mendukung pernyataan yang dibuat; h. Rekomendasi – membuat rekomendasi untuk penelitian yang akan datang; i. Pembenaran penelitian yang akan datang: dengan memberikan argumentasi mengapa penelitian yang akan datang direkomendasikan Paltridge Stairfield, 207: 147 Kemudian hasil Penelitian seperti yang disarankan oleh Sternberg 1988: 54, yaitu cara kedua ketika penulis memaparkan data dan pembahasan disebut sebagai cara ketika penulis memaparkan data dan pembahasannya dalam satu bagian. Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam Bab empat sebelumnya, maka dapat peneliti rumuskan suatu simpulan dan rekomendasi sebagai berikut Simpulan dan Saran : Merujuk kepada temuan penelitian tentang internalisasi nilai toleransi melalui model telling story pada pembelajaran PKn untuk mengatasi masalah tawuran pelajar di Sukabumi, maka penulis memberikan simpulan serta saran- saran sebagai berikut 1.Simpulan dan Saran secara umum a. Faktor utama penyebab terjadinya tawuran antar pelajar adalah adanya solidaritas sesama peserta didik sekolahnya dan rasa toleransi yang salah penempatannya terhadap almamaternya sehingga tawuran bagi mereka merupakan keharusan karena ada keinginan untuk menolong meskipun harus ditempuh dengan cara berkelahi eufemistik menurut pemikiran dari peserta didik terhadap temannya yang telah dianiaya. konflik eksternal yang mengarah kepada konflik identitas dari peserta didiknya karena diperlukan pengarahan-pengarahan dari guru PKnnya, terutama didalam hal penyajian materi seperti proses belajar mengajarn- ya harus lebih menantang dan lebih menarik untuk disimak sehingga peserta didik tergerak pikiran dan tersentuh hatinya untuk mau menerapkan materi dari pelajaran PKn, umpamanya pemilihan dari model pembelajaran, selain metode, dan media, serta pembuatan RPPnya, dan semua akan menunjang kepada keber- hasilan proses belajar mengajar guru dan peserta didiknya b. Peranan PKn di dalam kehidupan peserta didik sangat diharapkan keberadaan dan penerapannya untuk mengatasi konflik identitas sebagai bagian dari warganegara muda yang baik good citizenship dengan penuh peradaban bangsanya karena sikap dan budaya negara kita sudah terkenal ke mancanegara sebagai bangsa Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu yang Berbhineka Tunggal Ika. PKn mempunyai tujuan untuk menjadikan peserta didik sebagai warga negara yang lebih baik, sehingga diharapkan sebagai gen- erasi penerus dapat mempertahankan nilai-nilai internalisai toleransi, seperti adat leluhur orang Sunda dengan disesuaian kesepakatan pendapatnya : United Nations adaevelopment Programme Bureu For Development Policy Dem- ocratic Governance Group : Civic Education is Generally Understood to Com- prise Three Elements : Civic Disposition, Civic Knowledge and Civic Skills, a.Civic Disposition Involves Citizens : Being Open, Tolerant and Responsible in Exercising Their Rights and Responsibities Pendidikan Kewarganegaraan adalah secara umum untuk dapat dipahami meli- puti tiga unsur : a disposisi kewarganegaraan b keterampilan kewarganegaraan c pengetahuan kewarganegaraan contohnya : a Disposisi kewarganegaraan Ci- cic Disposition melibatkan warga negara : Menjadi terbuka, toleransi dan ber- tanggung jawab dalam melatih hak dan tanggung jawab mereka. Menyesuaikan terhadap masyarakat lama, yaitu orang tua kita terdahulu melalui budayanya mereka sudah terbiasa dengan saling menghargai perbedaan baik itu perbedaan pendapat, adat istiadat ketika bermusyawarah, akan tetapi mereka tetap saling tolong menolong, saling menghargai, toleransi, dan saling menghormati, satu sama lainnya silih asah, silih asuh, dan silih asih. Dan semua itu di sosialisasikan melalui pertunjukan seni wayang golek Karena pertunjukan dari cerita wayang golek sebagai media yang paling disukai oleh ber bagai lapisan masyarakat kita terdahulu seperti halnya tokoh wayangnya, disertai pertunjukan ceritanya banyak digemari oleh banyak orang dan mereka menjadikan sosok yang diteladani dengan pernyataan dari contoh si- kap dalam penerapan kehidupan keseharian melalui tokoh wayang golek masyarakatnya sehingga bisa belajar tentang arti dari suatu kebaikan, kebajikan, dan kejahatan. Sekarang warga masyarakat mempunyai ideologi sekaligus sum- Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ber dari segala sumber hukum, yaitu Pancasila yang bisa dijadikan patokan dalam penerapan aktivitas berbangsa dan bernegara. c.Faktor internal dari diri peserta didik yaitu posisi usia yang sedang beranjak rema- ja kemudian mengarah kepada usia dewasa yang cenderung untuk meminta per- hatian dari sekeliling lingkungan dimana peserta didik berada. Dikatakan bahwa dirinya mampu untuk bertindak sebagai laki-laki.konflik internal diri peserta didik karena faktor usia yang labil pendiriannya selain itu ada beberapa faktor dari luar seperti terdapat adanya ketidak sesuaian diantara kenginan dirinya dengan kenyataan yang ada konflik eksternal, maka perlu banyak mendengarkan ceramah agama disertai penerapan materi PKn terutama internalisasi nilai toler- ansi terhadap sesama temannya, seperti didalam hal perbedaan pendapat, agama, adat istiadat, namun tetap saling menghargai satu sama lain; d. Faktor riwayat keterlibatan tawuran di antara peserta didik dari sekolah yang satu dengan sekolah lain, maka terjadilah saling curiga jangan- jangan suatu waktu ada lagi penyerangan. Tidak heran di dalam tasnya terdapat benda-benda tajam untuk membela dirinya dari serangan sesama teman sekolah lainnya. Selain itu karena ada toleransi yang salah pada penempatannya, maka generasi berikutnya menjadi terpengaruh selain simpati dan rasa hormat dari peserta didik terhadap almamater terdahulunya secara berlebihan. Oleh karena itu, perlu diingatkan bahwa seorang pelajar itu tugasnya belajar saja untuk menata masa depannya dan perlu pertimbangan atas segala tindakan yang akan dilakukannya mengingat kemajuan teknologi dan pengetahuan sudah semakin maju berarti sebagai peserta didik ditantang untuk bisa menyesuaikannya dan harus dapat memilah- milah ke- budayaan mana yang terbaik dan cocok untuk dirinya. Seperti penerapan internal- isasi nilai toleransi yang ada di materi pelajaran PKn harus dapat dipertahankan kepada penerapan lingkungan dimana mereka berada. e. Melalui operasi pintar dari pihak kepolisian diharapkan di dalam prosesnya kedepan lebih menekankan kepada sosialisasi karena pada umumnya mereka Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu membawa benda- benda tajam tersebut hanya untuk menjaga diri saja bukan un- tuk dipergunakan yang lain- lainnya apalagi untuk mengancam masyarakat pada umumnya.Karena peserta didik keberadaannya di tengah lingkungannya dimana- pun mereka berada hanya untuk mendapatkan pengakuan dan ada keinginan un- tuk dapat diterima dihargai oleh masyarakat lingkungannya; f.Masyarakat dan lingkungan sekitar harus dapat memaklumi bahwa peserta didik telah berada pada transisi dalam pencarian identitas diri dan usia masih labil be- lum statis pemikrannya dengan mudah terpengaruh oleh sesuatu yang baru di- mana keberadaannya belum tentu kegunaannya. Untuk itu masyarakatpun harus memberi himbauan atau teguran dengan hati-hati jangan sampai menyinggung perasaannya juga sensitif. Karena perhatiannya hanya kepada dirinya sendiri. Te- gurlah dengan cara halus apabila ada kesalahan pada pesrta didik.Permasalahannya masyarakat masih awam terhadap peserta didik yang te- lah berada pada pencarian identitas dirinya oleh karena itu masih banyak masyarakat memberikan teguran-teguran dengan cara kasar. Karena apabila pe- serta didik ditegur dengan cara yang kasar akan balik menyerang dengan tampa adanya pemikiran yang panjang dan perhitungan baik buruknya mereka pada umumnya memberikan perlawanan secara spontan karena perasaannya agresif. g.Ketika penerapan model telling story pada pelajaran PKn untuk pertama kalinya peserta didik malu dan takut mengatakan bahwa ada perselisihan di antara sesa- ma teman dengan sekolah lain, namun karena guru PKn telah membahas materi internalisasi nilai toleransi disertai desakan pertanyaan dari guru PKn, akhirnya peserta didik berterus terang bahwa dirinya telah berselisih kemudian terjadi perkelahian tawuran. Tidak merasa takut, bersikap jujur, dan berterus terang un- tuk mengakui bahwa dirinya ada perselisihan dengan temannya dari sekolah lain adalah sarat utama untuk keberhasilan dari penerapan model telling stori pada pelajaran PKn. Oleh karena itu, Guru harus lebih pandai lagi untuk bisa membuat peserta didik agar mau berterus terang dengan membahas materi: ”Penyebab pelanggaran hak asasi manusia dari faktor internal dan eksternal seperti faktor in- Juliati, 2014 Internalisasi nilai toleransi melalui model pengajaran telling story pendidikan kewarganegaraan Untuk mencegah perkelahian tawuran StudiKasusTawuran Pelajar Sekolah Menengah di Kota Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ternal tidak adanya internalisaasi nilai toleransi pada pelajaran PKn” Setelah selesai membahas materi tersebut pada proses penerapannya ternyata peserta didik sangat antusias dan diikuti segala program pengajarannya karena guru sela- lu digugu dan ditiru selain ingin mendapatkan nilai terbaik dari guru dan dapat naik kelas atau lulus dalam sekolahnya namun posisi guru disaat peserta didik mendapatkan masalah melalui pertikaian tawuran antar pelajar profesi ke guru- annya benar-benar dipertaruhkan oleh karena itu guru dituntut untuk lebih kreatif lagi. Keberhasilan seorang peserta didik tergantung kepada kreativitas guru dalam berlangsungnya proses belajar mengajar. h. Sebagai penerapan sikap afektif salah satu di antara materinya adalah Internal- isasi nilai-nilai toleransi, ketika diterapkan melalui model pembelajaran telling story pada pelajaran PKn untuk peserta didik SMK Pasundan, SMK Taman Siswa dan SMK Kartika Candra ternyata dapat menekan angka kenakalan perkelahian tawuran hal ini sesuai informasi dan tanya- jawab dengan Polres Sukabumi lebih sedikit jika dibandingkan pada tahun 2010 sampai awal tahun 2012 datanya bisa dilihat pada bab.IV.di mana pada waktu itu hampir seminggu sekali terjadi tawuran dan selama pertengahan tahun 2012 sampai pertengahan 2013 jumlah angka perkelahian tersebut sudah berkurang menjadi satu atau dua bulan sekali data kantor Polres Sukabumi.Untuk proses kedepan dan seterusnya model tell- ing stori perlu secara terus menerus diterapkan dengan tujuan untuk mengan- tisipasi peserta didik agar tidak dapat melakukan berbagai kenakalan, karena didalam pelaksanaan proses belajar mengajarnya ada semacam desakan melalui pertanyaan yang digabungkan dengan tujuan materi PKn good citizen- ship.mengingat pelajaran PKn itu tidak hanya di Indonesia saja, tetapi ada diberbagai negara. Belajar PKn civic education dengan keseragaman tujuan pembelajarannya, yaitu agar mencintai tanah airnya dan menjadikan patriotisme bagi semua warganegaranya.

2. Simpulan dan Saran Khusus