Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan timur di Samarinda

(1)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PUSAT KEBUDAYAAN SUKU DAYAK KALIMANTAN

TIMUR DI SAMARINDA

Diajukan untuk memenuhi mata kuliah DI 38309 Tugas Akhir Semester VIII (delapan) tahun akademik 2013/2014

         

Oleh :

Rizki Prasetya Pribadi Putra 52010008

               

PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

(3)

                                                 


(4)

Nama : Rizki Prasetya Pribadi Putra Tempat Tanggal Lahir : Tarakan, 21 November 1991 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat Tetap : Jl. Patimura RT 15 No. 27 Kelurahan Pamusian , Kota Tarakan – Kalimantan Timur Alamat Kos : Cikutra Barat RT/RW 01/20

No. 03, Bandung – Jawa Barat

Telepon : +62 852 464 649 62

E-mail : rizki.pribadi.putra@gmail.com Hobi : Tadarus, Tenis, Bernyanyi.

Formal

Institusi Waktu

SD Negeri 009 Kota Tarakan, Kalimantan Timur 1998 – 2004 SMP Negeri 1 Kota Tarakan, Kalimantan Timur 2004– 2007 SMA Hang Tuah Tarakan, Kalimantan Timur 2007 – 2010 Universitas Komputer Indonesia Program Studi Desain

Interior

2010 - sekarang

Organisasi Waktu Posisi

OSIS SMP Negeri 1 Tarakan 2006 - 2007 Anggota

Buletin Harian SMA Hang Tuah Tarakan 2008 - 2009 Ketua Paduan Suara Mahasiswa UNIKOM 2013 - sekarang Ketua Mubes  

Pendidikan 

 

Pengalaman Organisasi 

 

Data Riwayat Hidup 

 

Deskripsi Diri 

 

Mahasiswa tingkat akhir Program Studi Desain Interior yang mempunyai ketenangan yang baik, sabar, dan jujur , serta memiliki semangat tinggi. Senang mempelajari hal-hal baru dan senang berkreasi.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN i

LEMBAR PERNYATAAN ORGINALITAS KARYA ii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI iii

DATA RIWAYAT HIDUP iv

KATA PENGANTAR vi

ABSTRAK viii

DAFTAR ISI x

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR BAGAN xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Gagasan Perancangan 3

1.3. Identifikasi Masalah 4

1.4. Rumusan Masalah 4

1.5. Tujuan dan Maksud Perancangan 5

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Studi Literatur 6

2.1.1. Tinjauan Umum Kebudayaan 6 2.1.2. Suku Dayak Kalimantan Timur 10


(6)

2.1.3. Definisi Neo Vernakular 35

2.1.4. Fungsi Pusat Kebudayaan 38

2.2. Studi Antropometri 39 2.3. Studi Banding 41 BAB III PERENCANAAN PROYEK 3.1 Deskripsi Proyek 47 3.2 Struktur Organisasi Proyek 48 3.3 Karakteristik Pengunjung 48 3.4 Program Aktivitas 50 3.5 Program Fasilitas 52 3.6 Alur Sirkulasi 54 3.7 Pola Kedekatan Antar Ruang 56

3.8 Tabel Aktifitas dan Fasilitas 57

3.9 Zoning dan Blocking 60

3.10 Image Studi 62

BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4.1 Tema 63

4.2 Penggayaan 64


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ukiran khas Suku Dayak 11

Gambar 2.2 Rumah Panjang 11

Gambar 2.3 Rumah Lamin 14

Gambar 2.4 Talawan/Tameng 17

Gambar 2.5 Mandau 34

Gambar 2.6 Ergonomi dan Antropometri Ruang Pamer 40

Gambar 2.7 Ergonomi dan Antropometri Display 40

Gambar 2.8 Teater terbuka Taman Budaya Jawa Barat 43

Gambar 2.9 Wisma / Penginapan Taman Budaya Jawa Barat 45

Gambar 3.1 Zoning 60

Gambar 3.2 Blocking 61

Gambar 3.3 Image Studi 62

Gambar 4.1 Implementasi Konsep Bentuk Pada Denah Khusus 65

Gambar 4.2 Konsep Material Pada Denah Khusus 66

Gambar 4.3 Konsep Display 67

Gambar 4.4 Implementasi Konsep Display 68

Gambar 4.5 Implementasi Konsep Furnitur Pada Denah Khusus 68

Gambar 4.6 Penghawaan Ceiling AC 69

Gambar 4.7 Glass wool 70

Gambar 4.8 CCTV - Fire Sprinkler 70


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Aktifitas dan Fasilitas

Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur 57 Tabel 3.2 Tabel Aktifitas dan Fasilitas

Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur 58 Tabel 3.3 Tabel Aktifitas dan Fasilitas


(9)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Skema/Denah Rumah Panjang 13

Bagan 2.2 Skema Kawasan Rumah Panjang 13

Bagan 2.3 Struktur Organisasi 42

Bagan 3.1 Struktur Organisasi Pusat Kebudayaan

Suku Dayak Kalimantan timur 48

Bagan 3.2 Alur Sirkulasi - Main Enterance 54

Bagan 3.3 Alur Sirkulasi - Auditorium 54

Bagan 3.4 Alur Sirkulasi – Area Tari dan Musik 55

Bagan 3.5 Pola kedekatan ruang 56

Bagan 4.1 Konsep Bentuk Pada Denah Khusus 64


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1. SITE PLAN 72

2. POTONGAN ARSITEKTUR 73

3. DENAH UMUM LANTAI 1 74

4. DENAH UMUM LANTAI 2 75

5. DENAH KHUSUS 1 76

6. DENAH KHUSUS 2 77

7. CEILING PLAN - DENAH KHUSUS 1 78

8. CEILING PLAN - DENAH KHUSUS 2 79

9. FLOOR PLAN - DENAH KHUSUS 1 80

10. FLOOR PLAN - DENAH KHUSUS 2 81

11. POTONGAN A-A’ 82

12. TAMPAK B-B’ 83

13. TAMPAK C-C’ 84

14. POTONGAN D-D’ 85

15. DETAIL INTERIOR 1 86

16. DETAIL INTERIOR 2 87

17. DESAIN FURNITUR 88

18. DETAIL FURNITUR 89

19. PERSPEKTIF “GALERI BUDAYA TEMPORER” 90

20. PERSPEKTIF “AREA AUDIO VISUAL” 91

21. PERSPEKTIF “AREA SEJARAH” 92


(11)

DAFTAR PUSTAKA

Ukur, Fridolin, 1971, Tantang Jawab Suku Dayak, Jakarta ; BPK Gunung

Tylor, E.B., 1871, Primitive Culture, London; John Murray Albemarle street

Koentjaraningrat, 1958, Metode Antropologi. Ichtisar dari Metode-metode

Antropologi Dalam Penjelidikan Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia,

Djakarta; Penerbitan Universitas

Lontaan, J.U, 1975, Sejarah hukum adat dan adat istiadat Kalimantan Barat,

Pontianak : Pemda Tingkat I Kalimantan Barat

Jenks. A Charles, 1977, The Language of Post-Modern Architecture, London:

Academy Edition

Panero Julius, Zelnik Martin, 1979, Human Dimension Interior Space, Erlangga,

Jakarta. National Geographic, September 2009, PT Gramedia.

Barth, Fredrick, 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta; UI Press

Uluk dkk, Asung, 2001. Ketergantungan Masyarakat Dayak Terhadap Hutan Di

Sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang, Jakarta; Center for

International Forestry Research (CIFOR)

WWF-Indonesia. (2012). Masyarakat di Heart of Borneo. Retrieved from


(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas kesempatan dan kekuatan yang telah diberikan kepada penulis selama ini sehingga dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir. Laporan ini merupakan pelengkap Tugas Akhir juga salah satu syarat untuk memenuhi kelulusan pada program studi Desain Interior S1. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rasulullah Saw. atas pedoman untuk kehidupan di dunia dan akhirat sehingga segala sesuatu yang terjadi terhadap penulis tidak lepas dari ketakwaan kepada Allah SWT melalui apa yang telah diajarkan beliau. 2. Kedua orang tua penulis, Bpk. Ary Sadry dan Ibu Pani serta

saudara-saudari penulis, Verdyanto, Metty Aryani dan Dimas Nugroho Putra yang senantiasa memberikan dukungan tanpa pamrih dalam mengerjakan segala keperluan Tugas Akhir.

3. Ibu Ryanty Derwentyana, M.Ds, sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dukungan, kritik dan saran yang mendorong penulis demi hasil yang lebih baik.

4. Dosen-dosen program studi Desain Interior yang telah berjasa dalam memberikan sebagian ilmunya untuk peningkatan mutu pembelajaran penulis.

5. Pengelola Balai Taman Budaya Jawa Barat yang membantu penulis dalam melakukan penelitian.


(13)

6. Teman-teman mahasiswa Desain Interior angkatan 2010 dan peserta Tugas Akhir, atas informasi, dukungan dan bantuannya.

7. Teman-teman penghuni kontrakan Rizki, Falih, Wendra, Wenny, Masiv, Ikbal yang sudah menjadi keluarga penulis selama di Bandung.

8. Teman-teman asrama Kalimantan timur, baik asrama Kudungga maupaun asrama Lamin Mahakam yang telah menerima penulis layaknya keluarga.

9. Anggota dan pelatih UKM Paduan Suara UNIKOM yang telah menjadi bagian dari kehidupan penulis selama ini

10. Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas bantuan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir

Penulis menyadari bahwa laporan masih terdapat kekurangan dalam penyusunan kata dan penulisan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kata-kata yang menyinggung dan tidak berkenan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Kritik dan saran yang membangun diperlukan untuk menyempurnakan tulisan ini.

Bandung, 22 Agustus 2014


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kalimantan terkenal sebagai salah satu pulau penghasil alam terbesar di dunia yang kekayaan alamnya menjadi aset bagi Negara yang berada disekitarnya. Indonesia merupakan salah satu Negara yang mendapatkan keuntungan dari kekayaan alam yang ada di Kalimantan, yaitu minyak, batu bara dan hutan. Luas hutan di Kalimantan menjadi salah satu paru-paru dunia yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup manusia di bumi. Namun dibalik luasnya hutan Kalimantan terdapat penduduk pribumi yang hidupnya bergantung pada pertumbuhan hutan. Masyarakat suku dayak adalah kelompok masyarakat yang sumber kebutuhan pokok dan ekonominya bergantung pada hutan. Selain sebagai sumber kebutuhan pokok, hutan juga digunakan suku dayak sebagai tempat pencarian bahan-bahan untuk pembangunan rumah, ritual atau upacara, dan kebudayaan, contohnya untuk ritual menghilangkan rasa takut pada saat didalam hutan, mereka menggunakan tumbuh-tumbuhan seperti sekau (Aquilaria beccariana, dan A. Malaccensis), pa’ung lung (Homalomena cordata), kerenga’ (Acarus calamus) dan simang (sejenis pohon, tidak diketahui), tumbuh-tumbuhan ini dibakar, bau harumnya dipercaya oleh suku dayak mampu mengusir roh-roh jahat dan mahkluk halus, sedangkan untuk kebudayaannya seperti keterampilan dalam membuat topi dari daun da’a


(15)

   

Masyarakat suku dayak juga memiliki berbagai pengetahuan yang tidak mudah dipahami dan dikerjakan oleh semua orang, pengetahuan ini diajarkan secara turun temurun dari leluhur mereka, seperti pengetahuan lingkungan fisik hutan, bagaimana cara menentukan hutan mana yang baik serta kesuburan tanah yang mencukupi untuk dijadikan ladang, juga tentang pengetahuan gejala alam bintang tujuh yang berkaitan dengan sistem perladangan, dan pengetahuan tentang tanaman, baik untuk dijadikan sebagai obat ataupun konsumsi sehari-hari.

Di Kalimantan timur terdapat beberapa sub-suku dayak yaitu Kenyah, Modang, Kayan, Benuaq, Tunjung, Bahau, dan Punan yang sebagian besar tinggal di pedalaman, perbatasan hingga pegunungan. Masing-masing suku memiliki banyak perbedaan, baik dari segi bahasa, gaya hidup, tradisi dan keseniannya. Beberapa kegiatan seni kebudayaan suku dayak antara lain adalah seni tari, seni suara, seni musik dan seni rupa yang diminati oleh warga sekitar ataupun wisatawan asing, terlihat dengan maraknya pengunjung dari berbagai daerah dan negara asing yang turut meramaikan acara karnaval tahunan yang diadakan oleh pemerintah daerah maupun kota sebagai bentuk dukungan untuk memajukan kualitas kota dan daerah yang ada di provinsi Kalimantan Timur.

Di kota Samarinda, fasilitas yang mengangkat kebudayaan daerah lebih kepada pusat perdagangannya seperti tempat menjual kerajinan tangan khas suku dayak yang terdapat di Kawasan Citra Niaga yang dijadikan sebagai salah satu tempat wisata budaya yang mengangkat produk-produk kesenian daerah Kalimantan timur. Pemerintah kota


(16)

   

Samarinda juga secara rutin mengadakan berbagai acara tahunan yang mengangkat seni tradisional seperti Festival Kemilau Seni Budaya Etam yang didalamnya terdapat beraneka perlombaan seperti lomba busana daerah, lomba musik dan lagu, lomba tari tradisional kreasi pesisir dan pedalaman serta lomba olahraga tradisional begasing dan menyumpit. Acara tahunan ini digelar sebagai salah satu cara untuk mewujudkan visi dari pariwisata provinsi Kalimantan timur yaitu sebagai daerah tujuan wisata minat khusus yang berbasis alam dan budaya menuju kesejahteraan masyarakat yang berkesinambungan. Dengan adanya Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur ini bukan hanya mampu mewujudkan visi pariwisata provinsi Kalimantan Timur, tapi juga sebagai langkah baru untuk kota Samarinda dalam meningkatkan fasilitas kota dalam hal infrastruktur yang mengangkat kebudayaan daerah. Juga menjadi wadah untuk masyarakat suku dayak sebagai penduduk asli Kalimantan, untuk memperkenalkan kembali eksistensi dan identitas kebudayaannya kepada masyarakat setempat juga penduduk Indonesia pada umumnya, sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia yang patut dipertahankan kelestariannya.

I.2 Gagasan Perancangan

Konsep yang digunakan dalam perancangan ini adalah The Magnificent Tribes of Borneo yang berarti keindahan yang terdapat dalam kelompok sosial atau suku di Kalimantan dengan menggunakan penggayaan neo-vernakular yang bertujuan untuk dapat memberikan keseimbangan


(17)

   

antara kebudayaan suku dayak dengan kehidupan modern di Kalimantan timur.

I.3 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diuraikan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Kebutuhan kota Samarinda akan sebuah sarana Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur untuk dijadikan sebagai tujuan wisata yang juga dapat mengembangkan seni dan kebudayaan Kalimantan Timur di kalangan masyarakat. Seperti kesenian pahat, tari-tarian, musik, dan pengetahuan alam.

2. Di provinsi Kalimantan timur terdapat beberapa suku dayak yaitu Kenyah, Modang, Kayan, Benuaq, Tunjung, Bahau, dan Punan.

3. Penggayaan Neo vernakular diterapkan ke dalam perancangan untuk memenuhi konsep The Magnificent Tribes of Borneo di Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur

I.4 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang mengacu kepada permasalahan perancangan Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana merancang sebuah Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur yang dapat melestarikan dan memfasilitasi berbagai kegiatan kebudayaan suku dayak seperti pertunjukkan seni tari, musik


(18)

   

dan pameran, dan juga dapat menunjang potensi daerah yang mampu mewujudkan visi dari provinsi Kalimantan timur.

2. Bagaimana merancang sebuah Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan yang dapat mewujudkan kesatuan antar budaya yang ada di Kalimantan timur dengan menggunakan “tameng” yang menjadi simbol pertahanan utama seluruh suku dayak ke dalam konsep bentuk.

3. Bagaimana merancang sebuah Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur yang dapat memberikan nuansa etnik suku dayak Kalimantan Timur ke dalam rancangan interior.

I.5 Tujuan dan Maksud Perancangan

Adapun tujuan dan maksud perancangan Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur , yaitu :

1. Memperkenalkan kebudayaan Dayak kepada seluruh masyarakat Indonesia

2. Menjadikan Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur sebagai wadah kegiatan dan informasi yang edukatif dan interaktif melalui desain diplay, sirkulasi yang berhubungan dengan area terbuka dan komposisi zoning yang mempermudah pengunjung melalui penempatan fasilitas ruang yang ideal.

3. Mengungkap elemen interior yang diterapkan pada Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur


(19)

BAB II

LANDASAN TEORI

2. 1 STUDI LITERATUR

2. 1.1 TINJAUAN UMUM KEBUDAYAAN

Menurut E.B. Tylor (1871 : hal. 238), Secara sistematis dan ilmiah bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.

Sedangkan, menurut Koentjaraningrat (1871 : hal. 77-78), Hasil dari kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang didapatkanya dengan belajar yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Secara etimologis kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta “budhayah”, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupanan masyarakat. Secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia, yang meliputi:

a. Kebudayaan materil (bersifat jasmaniah), yang meliputi benda-benda ciptaan manusia, misalnya senjata, alat rumah tangga, dan lain-lain.


(20)

b. Kebudayaan non-materil (bersifat rohaniah), yaitu semua hal yang tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya agama, bahasa, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.

2. Kebudayaan itu tidak diwariskan secara generatif (biologis), melainkan hanya diperoleh dengan cara belajar.

3. Kebudayaan diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat kemungkinannya sangat kecil untuk membentuk kebudayaan. Sebaliknya, tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia (secara individual maupun kelompok) dapat mempertahankan kehidupannya. Jadi, kebudayaan adalah hampir semua tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari.

A. Wujud Kebudayaan

Koentjaraningrat mengemukakan bahwa kebudayaan itu dibagi atau digolongkan kedalam tiga wujud yaitu:

1. Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan nilai-nilai norma-norma dan peraturan

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Berdasarkan penggolongan wujud budaya tersebut, maka kebudayaan dapat dikelompokan menjadi dua:

1. Budaya yang bersifat abstrak dan 2. Budaya yang bersifat kongkrit.


(21)

Sebagaimana telah disebutkan koentjaraningrat wujud budaya kongkrit ini dengan sistem sosial dan fisik, yang terdiri dari:

• Perilaku

Perilaku adalah cara bertindak atau bertingkahlaku tertentu dalam situasi tertentu. Setiap perilaku manusia dalam masyarakat harus mengikuti pola-pola perilaku (patterns of behavior) masyarakat. Pola-pola perilaku adalah cara bertindak seluruh anggota suatu masyarakat yang mempunyai norma-norma dan kebudayaan yang sama. Manusia mempunyai aturan main tersendiri dalam hidupnya di masyarakat, karena itu dalam mengatur hubungan antarmanusia diperlukan design for living atau garis-garis petunjuk dalam hidup sebagai bagian budaya, misalnya:

1. Apa yang baik dan buruk, benar dan salah, sesuai dan tidak sesuai dengan keinginan (valuational element)

2. Bagaimana orang harus berlaku (priscriptive element) 3. Perlu tidaknya diadakan upacara ritual adat atau

kepercayaan, (cognitive element).

• Bahasa

Salah satu penyebab paling penting dalam memperlambangkan budaya sampai mencapai tarafnya seperti sekarang ialah bahasa. Bahasa berfungsi sebagai alat berfikir dan alat berkomunikasi. Tanpa berfikir dan berkomunikasi kebudayaan sulit ada. Bahasa menunjukan bangsa, melalui


(22)

bahasa kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina, dikembangkan, serta dapat diwariskan pada generasi mendatang.

• Materi

Budaya materi merupakan hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat. Bentuk materi ini berupa pakaian, alat-alat rumah tangga, alat produksi, alat transportasi, alat komunikasi, dan sebagainya.

Klasifikasi unsur budaya dari yang kecil hingga yang besar adalah sebagai berikut:

1. Items, unsur yang paling kecil dalam budaya

2. Traits, merupakan gabungan beberapa unsur terkecil 3. Kompleks budaya, gabungan beberapa dari items dan

trait

4. Aktivitas budaya, merupakan gabungan dari beberapa kompleks budaya. Gabungan dari beberapa aktivitas budaya menghasilkan unsur-unsur budaya menyeluruh (cultural universal). Terjadinya unsur budaya tersebut dapat melalui discovery, yaitu penemuan yang terjadi secara sengaja atau kebetulan, yang sebelumnya tidak ada. Dan invention, yaitu penemuan atau usaha yang sengaja untuk memperoleh hal-hal baru.


(23)

2.1. 2 SUKU DAYAK KALIMANTAN TIMUR

Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di pedalaman, di gunung dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur. Suku Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam, ditambah kedatangan orang-orang Bugis, Makasar dan Jawa pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan, dalam tradisi lisan Dayak sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 (Fridolin Ukur,1971). Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman). Sebagian besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar.

Ada banyak suku Dayak di Kalimantan, Ada yang membagi orang Dayak dalam enam rumpun yakni rumpun Klemantan alias Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan


(24)

rumpun Punan. Terdapat 7 (tujuh) subsuku dayak yang ada di kalimantan timur, antara lain: Kenyah, Kayan, Tunjung, Benuaq, Modang, Bahau dan Punan. Masing-masing subsuku ini mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip , contohnya seperti bentuk rumah adat yang sama, yaitu rumah panjang, hanya saja terdapat perbedaan ukiran untuk beberapa suku.

Gambar 2.1 Ukiran khas Suku Dayak

Sumber: www.putratonyooi.wordpress.com

A. RUMAH ADAT DAYAK KALIMANTAN TIMUR

Gambar 2.2 Rumah Panjang

Sumber : www.indotimnet.wordpress.com

“Rumah panjang” atau rumah betang orang Dayak. Beberapa peneliti dan pengamat rumah panjang sering menonjolkan

Dayak Benuaq Dayak Kenyah Dayak Tunjung Dayak Bahau


(25)

peranan rumah panjang dalam perang antar suku serta suatu cara beradaptasi dengan alam lingkungan sekitarnya. Sedangkan nilai-nilai peradaban lainnya, hubungan kekerabatan serta nilai budaya kurang mendapat perhatian. Interpretasi demikian mengarah pada kesimpulan keliru yang menganggap bahwa rumah panjang yang masih hanyalah merupakan sisa-sisa peninggalan kebudayaan Dayak yang kurang relevan dengan pembangunan saat ini. Masyarakat Dayak memandang rumah panjang sebagai sarana penting untuk menjalani kehidupan bermasyarakat, dalam membina dan mempertahankan warisan budaya serta adat-istiadat yang merupakan nilai-nilai luhur yang ditaati dan dihormati secara turun-temurun. Rumah panjang telah membentuk mempersatukan mereka dalam komunitas, dan berperanan penting dalam pelaksanaan upacara-upacara adat.

Sebuah kampung dalam masyarakat Dayak, hanya memiliki sebuah rumah yang didiami oleh semua masyarakat dalam satu kampung. Selain itu, dalam satu kampung juga hanya terdapat sebuah dango (lumbung) padi. Masyarakat Dayak hidup dalam adat, semua yang mereka akan lakukan harus melalui ataupun menurut aturan adat. Dalam sebuah kampung, akan dikepalai oleh seorang kepala kampung dan juga sebagai kepala adat dalam kampung tersebut. Perkampungan suku Dayak tidak semua sama. Baik bentuk rumah ataupun tangga. Rumah suku Dayak atau yang lebih dikenal dengan Rumah Panjang atau Betang, memiliki panjang kurang lebih seratus meter. Ada juga yang lebih panjang,


(26)

menurut banyaknya penghuni di dalam Rumah Panjang. Biasanya rumah ini akan bertambah panjang diwaktu bertambahnya keluarga.

Bagan 2.1 Skema/Denah Rumah Panjang

(Sumber: Buku “Sejarah – Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat” oleh J.U Lontaan,1975)

Bagan 2.2 Skema Kawasan Rumah Panjang

(Sumber: Buku “Sejarah – Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat” oleh J.U Lontaan,1975)

D  D  D  D 

A  A  A  A 

B  C  Keterangan :    A = Bilik/Kamar   B = Jalan Panjang   C = Tangga   D = Dapur   D    B  C  Keterangan :    A = Lumbung Padi  B = Rumah Panjang  C = Menara  D = Pantak (Tempat ritual)  A 


(27)

Gambar 2.3 Rumah Lamin

Sumber: mastri.staff.ugm.ac.id/wisatapedia

Rumah lamin merupakan hunian adat Masyarakat Dayak, khususnya yang berada di Kalimantan Timur. Kata Rumah Lamin memiliki arti rumah panjang, yang diasumsikan dengan milik kita semua, sebab rumah ini digunakan untuk beberapa keluarga yang tergabung dalam satu keluarga besar, bisa digunakan untuk 25 sampai 30 keluarga sekaligus, bahkan dapat mencapai 60 keluarga. Bentuk arsitektur rumah lamin antara suku yang satu dengan yang lain memiliki kemiripan. Perbedaan hanya terdapat pada penamaan komponen bangunan dan motif ornamennya. Namun diantara semua suku, Suku Dayak Kenyah memiliki ciri yang paling khas, yakni ornamen yang lebih meriah dengan hiasan seni ukir dan lukisan yang bermotif lebih khas dan dinamis. Ukuran sebuah lamin bervariasi menyesuaikan kebutuhan. Panjangnya berkisar antara 100 - 200 m dan lebarnya antara 20 – 25 meter, serta dapat menampung 60 keluarga. Rumah Lamin dihiasi dengan ornamen dan


(28)

dekorasi yang memiliki makna filosofis khas adat Masyarakat Dayak. Ornamen yang khusus dari rumah lamin milik bangsawan adalah hiasan atapnya memiliki dimensi dengan ukuran mencapai 4 m dan terletak di bumbungan. Warna-warna yang digunakan untuk rumah lamin juga memiliki makna tersendiri. Warna kuning melambangkan kewibawaan, warna merah melambangkan keberanian, warna biru melambangkan loyalitas dan warna putih melambangkan kebersihan jiwa.

a) Komponen Lamin 1. Tiang bawah

Sukaq adalah tiang bawah (tiang utama) yang berfungsi sebagai pondasi bangunan lamin. Sukaq dibuat dari kayu ulin (kayu besi) berdiameter ½ - 1 m dan panjang 6 m, dipancang

ditanah dengan kedalaman 2 m dan berjarak 4 m antar tiang satu dengan tiang yang lain.

2. Tangga

Lamin mempunyai beberapa buah can (tangga) yang dibuat dari batang pohon berdiameter 30 - 40 cm. Tangga ini bisa dibalik atau kalau perlu dinaikkan dan diturunkan.

3. Lantai

Asoq (lantai lamin) terdiri dari tiga bagian, yaitu usoq (serambi), bilik (kamar tidur) dan jayung (dapur). Asoq tersusun atas 4 lapisan, yaitu merurat (gelagar pertama), matuukng (gelagar kedua), lala (lantai bagian bawah)


(29)

dan diatas lala dipasang lantai yang sebenarnya. Asoq terbuat dari jejeran kayu meranti yang di buat papan dengan ukuran 1x10 m.

4. Dinding dan Tiang Atas

Dinding lamin terbuat dari jejeran papan berbahan kayu meranti. Dinding inilah yang akan membentuk peruntukan ruang pada lamin. Dinding bagian luar dilapisi dengan ornamen-ornamen ukiran khas suku Dayak. Sedangkan tiang atas dibuat dari batang pohon belengkanai berdiameter 0,5 m. Fungsi utama tiang-tiang atas adalah untuk menyangga atap pada bagian usoq (serambi) karena tidak berdinding. Tiang-tiang atas juga berfungsi sebagai hiasan karena dipahat menjadi patung-patung dengan berbagai bentuk, pada umumnya berbentuk wajah manusia dan binatang.

5. Atap

Kepang (Atap), terbuat dari jejeran kepingan kayu keras berukuran 70 x 40 cm. Setiap lembaran kayu tersebut diberi lubang sebagai tempat pengikat, kemudian disusun dengan teratur, sehingga bagian tepi lembar yang satu menutupi tepi lembar yang lainnya. Bagian puncak atap ditutup dengan kulit kayu keras yang diikat sedemikian rupa sehingga cukup kuat untuk menahan terpaan angin. Pada bagian ujung atap dipasang hiasan berupa kayu les yang sudah diukir dan mencuat hingga 2m. Ukiran tersebut bermotif kepala naga sebagai simbol keagungan, budi luhur dan kepahlawanan.


(30)

B. TALAWAN ( TAMENG/PERISAI)

Masyarakat Suku Dayak menggunakan talawang (tameng atau perisai) dalam berperang. Sama halnya dengan mandau, talawang merupakan benda budaya yang lahir dari kepercayaan masyarakat Dayak terhadap kekuatan magis. Selain itu, talawang juga memiliki sisi estetis yang ditunjukkan pada motif ukirannya. Talawang dibuat dari kayu ulin atau kayu besi. Tapi, ada juga yang terbuat dari kayu liat. Kayu jenis ini merupakan bahan pokok yang sering digunakan dalam pembuatan talawang. Kayu-kayu tersebut dipilih karena selain ringan, juga mampu bertahan hingga ratusan tahun. Seperti perisai pada umumnya, talawang berbentuk persegi panjang yang dibuat runcing pada bagian atas dan bawahnya. Panjang talawang sekitar 1-2 meter dengan lebar maksimal 50 centimeter. Sisi luar talawang dihias dengan ukiran yang mencirikan kebudayaan Dayak, sementara bagian dalamnya diberi pegangan.

Gambar 2.4 Talawan/Tameng

Sumber: http://motifdayak.blogspot.com

Konon, ukiran pada talawang memiliki daya magis yang mampu membangkitkan semangat hingga menjadikan kuat orang yang menyandangnya. Ukiran talawang pada umumnya bermotifkan burung


(31)

tingang, yaitu burung yang dianggap suci oleh Suku Dayak. Selain motif burung tingang, motif lain yang sering digunakan adalah ukiran kamang. Kamang merupakan perwujudan dari roh leluhur Suku Dayak. Motif kamang digambarkan dengan seseorang yang sedang duduk menggunakan cawat dan wajahnya berwarna merah. Walaupun setiap sub-Suku Dayak mengenal kebudayaan mandau dan talawang, ternyata penggunaan warna dan motif ukiran pada talawang berbeda-beda. Seiring berjalannya waktu, talawang mengalami pergeseran nilai kegunaan. Jika dahulu talawang digunakan sebagai pertahanan terakhir dalam berperang, kini talawang lebih berfungsi sebagai benda pajangan yang bernilai estetis sekaligus ekonomis. Satu buah talawang bermotif indah bisa dihargai ratusan hingga jutaan rupiah. Harga tersebut sebanding dengan keindahan motif yang ditawarkan para pembuatnya. Selain itu, bersama dengan mandau, talawang juga masih digunakan sebagai properti dalam pertunjukan tari Suku Dayak, seperti tari mandau dan tari pepatay.

C. Unsur-unsur Budaya Suku Dayak a. Bahasa

Bahasa-bahasa daerah di Kalimantan Timur merupakan bahasa Austronesia dari rumpun Malayo-Polynesia, diantaranya adalah Bahasa Tidung, Bahasa Banjar, Bahasa Berau dan Bahasa Kutai. Bahasa lainnya adalah Bahasa Lundayeh.


(32)

b. Sistem Kepercayaan Suku Dayak

Animisme dan dinamisme merupakan kepercayaan nenek moyang bangsa Indonesia secara umum. Bagi orang Dayak alam semesta dan semua makhluk hidup mempunyai roh dan perasaan sama seperti manusia, kecuali soal akal. Oleh sebab itu bagi Suku Dayak segenap alam semesta termasuk tumbuh-tumbuhan dan hewan harus diperlakukan sebaik-baiknya dengan penuh kasih sayang. Mereka percaya perbuatan semena-mena dan tidak terpuji akan dapat menimbulkan malapetaka. Itu sebabnya selain sikap hormat, mereka berusaha mengelola alam semesta dengan se-arif dan se-bijaksana mungkin. Meskipun sepintas kepercayaan orang Dayak seperti polytheisme, tetapi mereka percaya bahwa alam semesta ini diciptakan dan dikendalikan oleh penguasa tunggal yaitu Letalla. Letalla mendelegasikan tugas-tugas tertentu sesuai dengan bidang-bidang tertentu, kepada para Seniang, Nayuq dan lain-lain. Seniang memberikan pembimbingan, sedangkan Nayuq akan mengeksekusi akibat pelanggaran terhadap adat dan norma. Seiring berjalan waktu, kini beberapa orang yang berasal dari suku Dayak banyak yang sudah memeluk agama antara lain islam, kristen katolik, kristen protestan dan konghucu.

c. Kesenian

1. Seni Suara


(33)

Biasanya dinyanyikan oleh pria dalam suatu pesta perkawinan tapi dilarang ditampilkan saat upacara kematian.

! Nyanyian Dadeo dan Ngaloak

Ditemukan oleh suku Dayak Dusun Tengah dan dilakukan pada saat perkawinan ataupun pesta lain yang dihadiri oleh masyarakat dan pejabat kampong.

! Nyanyian Setangis

Dilakukan oleh pria dan wanita pada suatu upacara kematian. Tema lagu menceritakan riwayat hidup orang yang meninggal

! Manawur

Unsur religius dimana seorang pemuka agama menaburkan beras sambil membacakan mantra-mantra.

! Mansana Kayau

Menceritakan sesuatu dalam bentuk nyanyian yang bersahutan.

! Mansana Kayau Pulang

Nyanyian buaian sebelum tidur di malam hari. Dianyanyikan orang tua yang ditujukan kepada anak-anaknya dengan maksud mengobarkan semangat mereka untuk membalas dendam leluhur yang telah dibunuh oleh Tambun Baputi.

! Mohing Asang

Nyanyian perang yang merupakan komando dari panglima perang dengan membunyikan serentak 7 kali dan terdengar Mohing Asang, yang artinya siap maju bertempur.


(34)

! Karunya

Diadakan pada saat menyambut tamu yang sangat dihormati atau pada saat penobatan seorang pimpinan. Nyanyian ini diiringi oleh bunyi-bunyian dan dibawakan oleh 2-7 orang. Tema nyanyian memuji dan menyembah Tuhan Yang Maha Esa.

2. Seni Berpantun Suku Dayak

! Perentangin

! Ngelengot

! Ngakey

! Ngeloak

3. Seni Tari Suku Dayak

! Tari Gantar

! Tari Perang

! Tari Kancet Ledo

! Tari Kancet Lasan

! Tari Leleng

! Tari Hudoq

! Tari Hudoq Kita’

! Tari Serumpai

! Tari Belian Bawo

! Tari Kuyang

! Tari Pecuk Kina

! Tari Datun

! Tari Ngerangkau


(35)

4. Seni Musik

! Gendang

Ada beberapa jenis Gendang yang dikenal oleh suku Dayak yaitu;

o Prahi o Gimar

o Tuukng Tuat o Pampong o Genikng • Gong

Jenis alat musik yang sama seperti yang terdapat di pulau jawa

! Glunikng

Sejenis alat musik pukul yang bilah-bilahnya terbuat dari kayu ulin. Mirip alat musik saron di Jawa.

! Jatung Tutup

Gendang besar dengan ukuran panjang 3 m dan diameter 50 cm

! Jatung Utang

Sejenis alat musik pukul dari kayu yang berbentuk gambang. Memiliki 12 kunci, tergantung dari atas sampai bawah dan dimainkan dengan kedua belah tangan.

! Kadire

Alat musik tiup yang terbuat dari pelepah batang pisang dan memiliki 5 buah pipa bambu yang dibunyikan dengan


(36)

mempermainkan udara pada rongga mulut untuk menghasilkan suara dengung.

! Klentangan

Alat musik pukul yang terdiri dari enam buah gong kecil tersusun menurut nada-nada tertentu pada sebuah tempat dudukan berbentuk semacam kotak persegi panjang (rancak). Bentuk alat musik ini mirip denganbonang di Jawa. Gong-gong kecil terbuat dari logam sedangkan tempat dudukannya terbuat dari kayu.

! Sape’

Sejenis gitar atau alat musik petik dengan dawai berjumlah 3 atau 4. Biasanya diberi hiasan atau ukiran khas suku Dayak.

! Suliikng

Alat musik tiup yang terbuat dari bambu. Ada beberapa jenis suliikng:

o Bangsi / Serunai o Suliikng Dewa o Kelaii

o Tompong ! Uding (Uring)

Sebuah kecapi yang terbuat dari bambu atau batang kelapa. Alat musik ini dikenal juga sebagai Genggong (Bali) atau Karinding (Jawa Barat).


(37)

5. Seni Ukir / Pahat

Fungsi patung bagi suku dayak sebagai ajimat, kelengkapan upacara atau sebagai alat upacara.

! Patung Ajimat

Patung sebagai ajimat terbuat dari berbagai jenis kayu yang dianggap berkhasiat untuk menolak penyakit atau mengembalikan semangat orang yang sakit.

! Patung Kelengkapan Upacara

Patung-patung kecil untuk kelengkapan upacara biasanya digunakan saat pelaksanaan upacara adat seperti pelas tahun, kuangkai dan pesta adat lainnya. Patung kecil ini terbuat dari berbagai bahan, seperti kayu, bambu hingga tepung ketan.

! Patung Upacara Adat

Patung sebagai alat upacara contohnya adalah patung blontang yang terbuat dari kayu ulin. Tinggi patung antara 2-4 meter dan dasarnya ditancapkan ke dalam tanah sedalam 1 meter.

! Motif Pahatan Suku Dayak

Suku dayak memiliki motif-motif atau pola yang unik dalam setiap pahatan mereka. Umumnya mereka mengambil pola dari bentuk alam seperti tumbuhan, binatang serta bentuk-bentuk yang mereka percaya sebagai roh dari dewa-dewa, misalnya Naang Brang, Pen Lih, Deing Wung loh dan sebagainya.


(38)

d. Upacara Adat

Upacara adat adalah segala bentuk ritual ataupun tradisi yang dilakukan oleh masyarakat sebagai ungkapan pengakuan akan eksistensi suatu kekuasaan atau kekuatan lain yang melebihi kemampuan manusia. Pada masa sekarang ini, penyelenggaraan upacara adat yang murni sudah semakin sulit ditemukan. Hal tersebut dapat dimaklumi mengingat semakin meningkatnya kesadaran beragama di kalangan masyarakat Kalimantan Timur, bahkan di wilayah pedalaman. Namun upacara adat tetap dapat dijumpai sebagai salah satu daya tarik wisata. Penyelenggaraan upacara adat sangat erat kaitannya dengan kesenian tari. Berikut ini diuraikan jenis upacara adat dan jenis tari yang menyertainya.

! Upacara Pengobatan

Menyajikan tari Belian. Merupakan upacara yang diselenggarakan untuk menyembuhkan orang sakit, baik itu sakit secara jasmani maupun rohani. Namun metode pengobatannya tetap sama, yaitu dengan menggunakan sesajen-sesajen yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang melalui pembacaan mantra-mantra tertentu oleh seorang dukun. Harapan yang ingin dicapai adalah agar roh nenek moyang memberikan kesembuhan kepada orang yang sakit. Namun bukan berarti setiap penyakit dapat disebuhkan, karena masyarakat juga meyakini bahwa kematian adalah takdir yang harus mereka hadapi. Keputusan antara peluang


(39)

hidup dan matinya seseorang tersebut akan disampaikan oleh sang dukun setelah tarian belian selesai dilakukan.

! Upacara Tolak Bala

Menyajikan tari Belian. Merupakan upacara yang diselenggarakan untuk mempelas kampung. Upacara ini diadakan ketika pembentukan/pendirian koloni baru di suatu tempat dan ketika sedang terjadi bencana yang melanda kampung tersebut. Upacara ini dipimpin oleh seorang dukun dengan mempersembahkan sesajen dan membaca mantra sambil menari, sebagai bentuk komunikasi dengan roh nenek moyang.Harapan yang ingin dicapai adalah agar roh nenek moyang menghindarkan/menghilangkan bencana dan memberikan keselamatan bagi kampung.

! Upacara Pernikahan

Menyajikan tari Datun, tari Jepen dan tari Jepen Tungku. Merupakan upacara peresmian hubungan sepasang muda-mudi menjadi ikatan suami-istri untuk membentuk rumah tangga. Upacara ini disertai seserahan dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang diwakilkan oleh wali masing-masing, dengan beberapa tahapan tertentu. Jenis seserahan dan cara penyerahan sangat beragam bergantung dari strata keluarga dalam masyarakat. Upacara ini ditutup dengan penyelenggaraan pesta yang dihibur dengan beberapa jenis tarian daerah.Harapan yang ingin dicapai adalah sebagai


(40)

bentuk sosialisasi agar semua masyarakat mengetahui berita baik tersebut, serta mendoakan agar setiap rumah tangga mendapat berkah bagi kelangsungan hidupnya secara khusus dan menjadi berkah bagi masyarakat di kampung tersebut secara umum.

! Upacara Membuang Bangkai

Merupakan upacara pemindahan tulang-tulang arwah yang telah meninggal dari kuburan keluarga ke suatu kuburan lain yang dikhususkan dan dianggap sebagai tempat keabadian. Upacara ini dilaksanakan 2-3 kali dalam setahun, tergantung dari perintah kepala suku. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengenang jasa para arwah semasa hidupnya serta mempersembahkan tempat peristirahatan terakhir yang istimewa.

! Upacara Sebelum Menanam

Menyajikan tari Hudog. Merupakan upacara yang diselenggarakan sebelum memulai musim bertani/berkebun. Upacara ini disertai pula dengan persembahan sesajen kepada roh nenek moyang. Upacara ini dilakukan 1 kali dalam setahun. Tujuan dari upacara ini adalah agar roh nenek moyang memberkati sawah/kebun yang akan diolah serta menjauhkannya dari roh-roh jahat perusak tanaman.


(41)

! Upacara Setelah Panen

Menyajikan tari Enggang Terbang, tari Hudog dan tari Jiak. Merupakan upacara yang diselenggarakan pada saat panen, mulai dari sebelum memetik hasil panen hingga perayaan setelah memetik hasil panen dilakukan, sebagai wujud rasa syukur atas rejeki yang telah diperoleh. Upacara ini juga menjadi simbol bahwa hasil panen yang telah dipetik, layak/boleh untuk dinikmati. Tujuan dari upacara ini adalah mendoakan agar roh nenek moyang memberkati hasil panen yang telah dipetik dan agar semua hasil panen tersebut membawa keberkahan bagi seluruh kampung.

! Upacara Selamatan

Menyajikan tari Enggang Terbang, tari Gantar dan tari Pecuk-pecuk Kina. Merupakan upacara yang diselenggarakan jika terjadi suatu keberkahan yang luar biasa pada kampung. Upacara ini disertai pula dengan persembahan sesajen kepada roh nenek moyang. Upacara ini diadakan sebagai wujud rasa syukur terhadap kebaikan roh nenek moyang yang telah memberikan anugerah tersebut.

! Upacara Pemujaan

Menyajikan tari Gantar. Merupakan upacara yang diselenggarakan sebagai bentuk pengakuan dan pemujaan sekaligus wujud kepasrahan diri terhadap roh nenek moyang yang dipercaya memiliki kekuatan jauh melebihi kemampuan


(42)

manusia, yaitu berupa kekuatan dalam mengatur dan mengendalikan kehidupan secara mutlak, dan mereka tunduk serta taat kepadanya.

! Upacara Penerimaan Tamu Agung

Menyajikan tari Enggang Terbang dan tari Ronggeng. Merupakan upacara yang diselenggarakan oleh suatu kampung jika kedatangan seorang atau rombongan tamu. Upacara ini tidak semeriah upacara-upacara adat lainnya, karena bersifat insidental dan diadakan segera setelah tamu tersebut memasuki wilayah kampung, sehingga waktu persiapannya pun terbatas. Namun maksud terpenting dari upacara ini bukanlah meriahnya acara, melainkan untuk menunjukkan keramahan dari tuan rumah dalam menyambut tamu tersebut, untuk menimbulkan kesan positif pada setiap tamu yang datang. Pada akhirnya akan terwujud suatu bentuk kerjasama tertentu antara kedua belah pihak.

! Upacara Pemberian Gelar

Menyajikan tari Kanjar dan Ganjur. Merupakan upacara yang dilakukan untuk menganugerahkan gelar yang diberikan oleh Raja kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap berjasa terhadap Kerajaan. Upacara ini dilengkapi dengan jamuan mewah kepada rakyat sebagai tanda terima kasih dari Raja atas pengabdian rakyatnya.


(43)

! Upacara Penobatan Raja

Menyajikan tari Kanjar dan Ganjur. Merupakan upacara yang diselenggarakan dalam rangka peresmian/penobatan raja yang baru terpilih. Upacara ini dilakukan setiap terjadi pergantian masa kekuasaan kerajaan. Upacara ini merupakan upacara paling meriah yang diselenggarakan oleh kerajaan, dengan berbagai macam ritual/tahapan upacara yang harus dilaksanakan secara berturut-turut tanpa terkecuali.

e. Sistem Pernikahan Suku Dayak

Dahulu orang Dayak umumnya tidak mengenal istilah berpacaran sebelum memasuki jenjang perkawinan seperti yang kita ketahui sekarang. Namun, saat itu hanya dikenal istilah batunangan, yaitu, ikatan kesepakatan dari kedua orang tua masing-masing untuk mencalonkan kedua anak mereka kelak sebagai suami isteri. Proses batunangan ini dilakukan sejak masih kecil, namun umumnya dilakukan setelah akil balig. Hal ini hanya diketahui oleh kedua orang tua atau kerabat terdekat saja. Pelaksanaan upacara perkawinan memakan waktu dan proses yang lama. Hal ini dikarenakan harus melalui berbagai prosesi, antara lain :

! Basasuluh

Seorang laki-laki yang akan dikawinkan biasanya tidak langsung dikawinkan, tetapi dicarikan calon gadis yang sesuai


(44)

dengan sang anak maupun pihak keluarga. Hal ini dilakukan tentu sudah ada pertimbangan-pertimbangan.

! Batatakun atau Melamar

Setelah diyakini bahwa tidak ada yang meminang gadis yang telah dipilih maka dikirimlah utusan dari pihak lelaki untuk melamar, utusan ini harus pandai bersilat lidah sehingga lamaran yang diajukan dapat diterima oleh pihak si gadis.

! Bapapayuan atau Bapatut Jujuran.

Kegiatan selanjutnya setelah melamar adalah membicarakan tentang masalah kawin. Pihak lelaki kembali mengirimkan utusan, tugas utusan ini adalah berusaha agar masalah kawin yang diminta keluarga si gadis tidak melebihi kesanggupan pihak lelaki.

! Maatar Jujuran atau Maatar Patalian.

Merupakan kegiatan mengantar masalah kawin kepada pihak si gadis yang maksudnya sebagai tanda pengikat. Juga sebagai pertanda bahwa perkawinan akan dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh para ibu, baik dari keluarga maupun tetangga.

! Bakakawinan atau Pelaksanaan Upacara Perkawinan .

Sebelum hari pernikahan atau perkawinan, mempelai wanita mengadakan persiapan, yang disebut, Bapingit Bakasai. Bagi calon mempelai wanita yang akan memasuki ambang pernikahan dan perkawinan, dia tidak bisa lagi bebas seperti


(45)

biasanya, hal ini dimaksudkan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan (Bapingit). Dalam keadaan Bapingit ini biasanya digunakan untuk merawat diri yang disebut dengan Bakasai dengan tujuan untuk membersihkan dan merawat diri agar tubuh menjadi bersih dan muka bercahaya atau berseri waktu disandingkan di pelaminan.

! Batimung.

Hal yang biasanya sangat mengganggu pada hari pernikahan adalah banyaknya keringat yang keluar. Hal ini tentunya sangat mengganggu khususnya pengantin wanita, keringat akan merusak bedak dan dapat membasahi pakaian pengantin. Untuk mencegah hal tersebut terjadi maka ditempuh cara yang disebut Batimung. Setelah Batimung badan calon pengantin menjadi harum karena mendapat pengaruh dari uap jerangan Batimung tadi.

! Badudus atau Bapapai.

Mandi Badudus atau bapapai adalah uapacara yang dilaksanakan sebagai proses peralihan antar masa remaja dengan masa dewasa dan juga merupakan sebagai penghalat atau penangkal dari perbuatan-perbuatan jahat. Upacara ini dilakukan pada waktu sore atau malam hari. Upacara ini dilaksanakan tiga atau dua hari sebelum upacara perkawinan.


(46)

! Perkawinan (Pelaksanaan Perkawinan)

Upacara ini merupakan penobatan calon pengantin untuk memasuki gerbang perkawinan. Pemilihan hari dan tanggal perkawinan disesuaikan dengan bulan Arab atau bulan Hijriah yang baik. Biasanya pelaksanaan upacara perkawinan tidak melewati bulan purnama.

f. Senjata Tradisional Suku Dayak

! Sipet atau Sumpitan

Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 – 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼¾ cm yang

digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.

! Lonjo atau Tombak

Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras.

! Perisai

Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.


(47)

! Mandau

Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas atau perak atau tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.

Gambar 2.5 Mandau

Sumber: www.valiantco.com/mandau.html

! Dohong

Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari


(48)

kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku, Demang, Basir.

g. Tradisi Penguburan

Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :

! Penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.

! Penguburan di dalam peti batu (dolmen)

! Penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.

2.1. 3 DEFINISI NEO VERNAKULAR

Kata Vernakular berasal dari vernaculus (latin) berarti asli (native). Maka vernakular arsitektur dapat diartikan sebagai arsitektur asli yang dibangun oleh masyarakat setempat. Neo berasal dari bahasa yunani dan digunakan sebagai fonim yang berarti baru. Jadi neo-vernakular berarti bahasa setempat yang diucapkan dengan cara baru, arsitektur neo-vernakular adalah suatu penerapan elemen arsitektur yang telah ada, baik fisik (bentuk, konstruksi) maupun non fisik (konsep, filosopi, tata ruang) dengan tujuan melestarikan unsur-unsur lokal yang telah terbentuk secara empiris oleh sebuah tradisi yang kemudian sedikit atau banyaknya


(49)

mangalami pembaruan menuju suatukarya yang lebih modern atau maju tanpa mengesampingkan nilai-nilai tradisi setempat.

Menurut Charles Jenks (1977 : hal. 306-308 ) Arsitektur Neo-Vernakular merupakan suatu paham dari aliran Arsitektur Post-Modern yang lahir sebagai respon dan kritik atas modernisme yang mengutamakan nilai rasionalisme dan fungsionalisme yang dipengaruhi perkembangan teknologi industri. Arsitektur Neo-Vernakular merupakan arsitektur yang konsepnya pada prinsipnya mempertimbangkan kaidah-kaidah normative, kosmologis, peran serta budaya lokal dalam kehidupan masyarakat serta keselarasan antara bangunan, alam, dan lingkungan. Neo-Vernakular merupakan perpaduan antara bangunan modern dengan bangunan bata pada abad 19, Batu-bata tersebut ditujukan pada pengertian elemen-elemen arsitektur lokal, baik budaya masyarakat maupun bahan-bahan material lokal. Aliran Arsitektur Neo-Vernakular sangat mudah dikenal dan memiliki kelengkapan berikut ini : hampir selalu beratap bubungan, detrail terpotong, banyak keindahan dan bata-bata. Arsitektur neo-vernakular, banyak ditemukan bentuk-bentuk yang sangat modern namun dalam penerapannya masih menggunakan konsep lama daerah setempat yang dikemas dalam bentuk yang modern. Arsitektur neo-vernakular ini menunjukkan suatu bentuk yang modern tapi masih memiliki image daerah setempat walaupun materialyang digunakan adalah bahan modern seperti kaca dan logam. Dalam arsitektur neo-vernakular, ide bentuk-bentuk diambil dari vernakular aslinya yang dikembangkan dalam bentuk modern.


(50)

A . CIRI-CIRI GAYA ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR

Dari pernyataan Charles Jencks ciri-ciri Arsitektur Neo-Vernakular adalah sebagai berikut :

• Selalu menggunakan atap bumbungan

Atap bumbungan menutupi tingkat bagian tembok sampai hampir ke tanah sehinggalebih banyak atap yang di ibaratkan sebagai elemen pelidung dan penyambut dari padatembok yang digambarkan sebagai elemen pertahanan yang menyimbolkan permusuhan.

• Batu bata (dalam hal ini merupakan elemen konstruksi lokal)

Bangunan didominasi penggunaan batu bata abad 19 gaya Victorian yang merupakan budaya dari arsitektur barat.

• Mengembalikan bentuk-bentuk tradisional yang ramah lingkungan dengan proporsi yang lebih vertikal.

• Kesatuan antara interior yang terbuka melalui elemen yang modern dengan ruang terbuka di luar bangunan.

• Warna-warna yang kuat dan kontras.

• Terdapat unsur-unsur baru dapat dicapai dengan pencampuran antara unsur setempat dengan teknologi modern, tapi masih mempertimbangkan unsur setempat.

Dari ciri-ciri di atas dapat dilihat bahwa Arsitektur Neo-Vernakular tidak ditujukan pada arsitektur modern atau arsitektur tradisional tetapi lebih pada keduanya. Hubungan antara kedua bentuk arsitektur diatas


(51)

ditunjukkan dengan jelas dan tepat oleh Neo-Vernakular melalui trend akan rehabilitasi dan pemakaian kembali.

2.1. 4 FUNGSI PUSAT KEBUDAYAAN

Menurut keputusan Menteri Depdikbud No. 0221/0/1991, Pusat Kebudayaan sebagai unit pelaksana teknis kebudayaan memiliki fungsi :

• Mengadakan kegiatan pengolahan dan eksperimentasi karya seni.

• Mengadakan pameran dan pergelaran seni.

• Mengadakan c eramah, temu karya, lokakarya, dokumentasi, publikasi dan informasi seni.

• Melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga Pusat Kebudayaan.

A. LINGKUP PELAYANAN DAN MISI OBYEK

1. Menyediakan tempat yang baik bagi benda-benda seni kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur

2. Sarana pembelajaran tentang seni dan kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur

3. Sarana apresiasi seni dan kebudayaan suku dayak kalimantan timur dengan berpegang teguh pada satu misi utama yaitu : Melestarikan seni dan budaya suku dayak Kalimantan timur sebagai salah satu identitas bangsa Indonesia yang beraneka ragam.


(52)

B. BATASAN SKALA PELAYANAN

Fungsi dari Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur ini adalah sebagai tempat pelayanan masyarakat umum dalam memperloleh pembelajaran / pengetahuan , tempat apresiasi seni, dan tempat bersosialisasi . Oleh karena itu dalam mencapai sasaran secara optimal maka rumusan skala pelayanan adalah :

• Pengelola gedung, mengelola segala kebutuhan dan pemeliharaan kebutuhan bangunan maupun benda-benda koleksi di dalamnya serta pelayanan kepada pengunjung.

• Pelaku seni, sebagai pelaku yang mengapresiasikan kegiatan yang berkaitan dengan Budaya Suku Dayak .

• Masyarakat umum, sebagai pengunjung yang ingin memperoleh pembelajaran , apresiasi , dan tempat bersosialisasi.

2. 2 STUDI ANTROPOMETRI

2. 2.1 ANALISA ERGONOMI DAN ANTROPOMETRI A. Ruang Pamer

Dalam fasilitas ruang pamer terdapat display, idealnya jarak pandang antara pengunjung dengan benda display maksimal untuk pria maupun wanita dewasa yaitu 152,4-198,1 cm . Sedangkan jarak minimumnya adalah 76,2 – 106,7 cm dengan jarak sumber cahaya 40,6 – 61,0 cm.


(53)

Gambar 2.6 Ergonomi dan Antropometri Ruang Pamer

(Sumber: Buku “Human Dimension & Interior Space” oleh Julius Panero & Martin Zelnik,1979)

B. Perpustakaan

Zona aktivitas yang meliputi sirkulasi antara manusia dengan display buku berjarak minimal 91,4 cm, jika posisi diplay saling berhadapan maka jarak minimal yang dibutuhkan yaitu 167,6 cm.

Gambar 2.7 Ergonomi dan Antropometri Display

(Sumber: Buku “Human Dimension & Interior Space” oleh Julius Panero & Martin Zelnik,1979)


(54)

2.3 STUDI BANDING

A. TAMAN BUDAYA JAWA BARAT

• Nama : Taman Budaya Jawa Barat

• Luas Tanah : 4.021,00 m2

• Alamat : Jln.Bukit Dago Selatan No. 53 Bandung 40135 Telp: (022) 250 5365.

• Waktu Operasional : Senin - minggu

pukul 08-00 s/d 17-00 WIB.

• Pemilik : Pemerintah Propinsi Jawa Barat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

• Fungsi :

o Pengembangan dan pemulihan seni budaya.

o Peningkatan dan pemberdayaan kergaman seni budaya

dan pariwisata.

o Peningkatan apresiasi masyarakat terhadap seni budaya

dan sadar wisata.

o Pengembangan wawasan dan sensitifitas terhadap isu-

isu seni budaya dan pariwisata.

o Promosi dan pemasaran wisata budaya o Pelayanan teknis kegiatan seni budaya dan

kepariwisataan


(55)

Struktur Organisasi

Bagan 2.3 Struktur Organisasi Taman Budaya Jawa Barat

(Sumber: Dokumen Pribadi)

Sesuai dengan Perda no 5 tahun 2002. Balai Pengelolaan Taman Budaya adalah merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Pemda Jawa Barat yang berada di bawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat. Balai Pengelolaan Taman Budaya di pimpin oleh seorang Kepala Balai, yang dalam melaksanakan tugas sehari-harinya bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat. Secara teknis operasional di lapangan, pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dibantu oleh tiga Seksi serta ditunjang oleh Subbag Tata Usaha.

Fasilitas

Taman Budaya Jawa Barat memiliki berbagai Macam fasilitas yang mendukung seperti :


(56)

a. Arena Panggung Terbuka (Open Air Theater).

Gedung utama yang dahulu digunakan sebagai Restoran Dago Tea House. Memiliki panggung dengan kapasitas tempat duduk yang mampu menampung hingga 1200 penonton. Untuk tempat duduk penonton terdiri atas dua buah tribun, yaitu tribun atas dan tribun bawah. Yang menarik adalah teater ini adalah teater terbuka, sehingga penonton juga dapat menikmati pemandangan keindahan kota Bandung dan menikmati kesejukan udara pegunungan. Beberapa pertunjukkan yang rutin di sini adalah tarian khas Jawa Barat yang terkenal yaitu Jaipongan. Pertunjukkan lainnya yaitu Karawitan, Angklung, Pantun Bubun, sandiwara, Tembang Sunda, Kuda Lumping, Wayang Golek.

Gambar 2.8 Teater terbuka Taman Budaya Jawa Barat


(57)

b. Teater Taman

Selain teater utama, terdapat juga teater taman yang berukuran lebih kecil. Yang dapat dinikmati sembari melihat keindahan taman di sini.

c. Galeri Pameran

Terdapat galeri di area teater yang sering digunakan sebagai tempat pameran seni rupa, lomba dan diskusi. Galeri terdiri atas dua buah ruangan yaitu di depan dan di belakang. Dahulu galeri ini dikenal dengan nama "Roemah Teh" yang sering dijadikan tempat minum teh seperti nama tempat utamanya yaitu Dago Tea House atau Rumah Teh Dago.

d. Sanggar Seni Tari

Karena berfungsi sebagai Balai Pengelolaan T aman Budaya Jawa Barat, maka di sini juga tersedia sanggar tari. Tempat ini digunakan sebagai pusat latihan tari Jawa Barat termasuk Jaipongan.

e. Perpustakaan

Pada bangunan utama juga terdapat perpustakaan untuk umum yang berisi koleksi buku-buku seni dan budaya.


(58)

f. Cindera Mata

Di Taman Budaya juga terdapat berbagai cindera mata khas Jawa Barat, baik kerajinan tangan, lukisan, wayang golek, dan juga cindera mata lainnya.

g. Boga Kuring

Di lantai atas gedung utama terdapat Cafe Boga Kuring. Dan berbagai sajian makanan khas Sunda di sini seperti nasi liwet, sayur asam, lalapan, dan karedok.

f. Wisma

Merupakan tempat menginap para seniman/budayawan yang berasal dari luar bandung yang sedang melakukan aktivitas kebudayaan di Taman Budaya Jawa Barat .

Gambar 2.9 Wisma / Penginapan Taman Budaya Jawa Barat


(59)

g. Sekretariat

Merupakan tempat pelayanan Balai Pengelola Taman Budaya dimana kegiatan pengelolaan dilaksanakan yang di dalamnya terdiri dari Ruang Kepala, Ruang Kasubag Tata Usaha, Ruang Kasi dan Staf.

ANALISA :

• Fasilitasnya penunjang kegiatan seninya beragam, mulai fasilitas panggung terbuka hingga tertutup.

• Jarak antar fasilitas lain berjauhan, bertujuan untuk menyesuaikan kapasitas pengunjung berdasarkan pertunjukkan apa yang akan dituju.

• Sarana pendukung pameran tidak lengkap, belum ada sistem way finding yang informatif.

• Penyajian galeri tidak diutamakan, berhubungan dengan sarana display yang belum memadai.

• Interior ruangan belum memberikan sentuhan budaya Jawa barat secara maksimal,hanya terlihat lebih dominan kepada bangunan dan eksteriornya.


(60)

BAB III

PERENCANAAN PROYEK

3.1 Deskripsi Proyek

Judul : Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur

Pemilik : Pemerintah Lokasi : Samarinda Status Proyek : Fiktif

Program : 1. Kegiatan Kebudayaan 2. Kegiatan Hunian

3. Kegiatan Edukasi 4. Kegiatan Pengelolaan

Jam Operasional : • Jam buka

Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat : 09.00 – 18.00 WIB Sabtu, Minggu : 09.00 – 14.00 WIB

Hari raya : tutup

• Jam istirahat


(61)

3.2 Struktur Organisasi Proyek

Bagan 3.1 Struktur Organisasi Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan timur (Sumber: Dokumen pribadi)

3.3 Karakteristik Pengunjung

• Tingkat pendidikan rata-rata : SD, SMP, SMU – Perguruan Tinggi

• Kalangan/ golongan : Ekonomi menengah – ekonomi menengah atas

• Persentase usia pengunjung : • usia 5 – 17 tahun 15% • usia 18 – 25 tahun 30 % • usia 26 – 50 tahun 35 % • usia 51 tahun keatas 20 %


(62)

Pengunjung yang hadir di Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur ini diantaranya :

a. Pelajar, mahasiswa, akademisi.

Pada umumnya kelompok pengunjung ini menghadiri suatu pusat kebudayaan dengan tujuan edukasi dan rekreatif. Pengunjung datang dengan tujuan menghadiri suatu pameran tetap atau pameran temporer,memperoleh informasi melalui pencarian data di perpustakaan dan mengikuti suatu seminar mengenai kebudayaan. Kegiatan hiburan yang mereka hadiri biasanya menonton pertunjukkan seni dan budaya di ruang pertunjukkan.

b. Wisatawan domestik dan mancanegara.

Pengunjung pada umumnya menghadiri pusat kebudayaan dengan tujuan rekreatif dan edukatif. Dengan tingkat ketertarikan yang tinggi mengenai budaya dan seni Suku Dayak, umumnya wisatawan lebih tertarik menghadiri kegiatan pertunjukkan seni dan budaya, menghadiri pameran, mempelajari wujud kesenian dayak berupa tari. Fasilitas yang digunakan adalah Auditorium, ruang pameran, perpustakaan dan ruang seminar.


(63)

c. Peneliti, pengamat budaya, seniman.

Pengunjung pada umumnya melakukan kegiatan penelitian dan diskusi mengenai kebudayaan suku dayak dalam rangka pelestarian dan pengembangan seni budaya.

d. Organisasi lain yang ingin bekerjasama dengan Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur dalam rangka melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Kalimantan Timur

e. Masyarakat umum.

Kelompok pengunjung ini merupakan masyarakat Kalimantan Timur diluar pengelompokan jenis pengunjung diatas. Pada umumnya pengunjung datang ke Pusat Kebudayaan dengan tujuan menonton pertunjukkan seni dan budaya.

3.4 Program Aktivitas

Berdasarkan fungsi dari pusat kebudayaan, secara umum ada beberapa kegiatan yang dikelompokkan dalam fasilitas ini, diantaranya :

a. Kegiatan Rekreatif

Merupakan kegiatan apresiasi seni dan budaya berupa pertunjukkan seni baik tradisional maupun kontemporer, bersifat berkala atau rutin. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi kegiatan


(64)

utama, untuk sarana hiburan, pelestarian dan pengembangan sekaligus promosi kesenian.

b. Kegiatan Penginapan

Kegiatan ini sebagai persiapan untuk para artis atau seniman yang akan melakukan pertunjukkan dalam waktu dekat. Yang berasal dari luar kalimantan atau jauh dari tempat pertunjukkan

c. Kegiatan Edukatif

Mengadakan suatu bentuk kegiatan yang berisi informasi yang bertujuan untuk memperluas wawasan akan kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur melalui pameran, seminar, workshop, dll. yang dapat melibatkan seluruh lapisan masyarakat, baik seniman, budayawan, akademisi, pemerintah dan masyarakat setempat dalam rangka pelestarian dan pengembangan seni budaya Mencangkup kegiatan dengan tujuan edukasi seperti pengembangan kegiatan kesenian.

d. Kegiatan Informatif

Pada fungsi informative terdapat 3 fasilitas utama yaitu perpustakaan, multimedia dan audiovisual area. Perbedaan ketiganya terletak pada media penyampaian yang digunakan, perpustakaan menampilkan koleksi buku, ruang audiovisual menampilkan koleksi rekaman.

e. Kegiatan Penunjang

Merupakan kegiatan yang dapat mempelancar kegiatan-kegiatan yang sudah dijelaskan diatas. Berfungsi sebagai nilai tambah


(65)

suatu pusat kebudayaan. Terdiri dari kegiatan komersil berupa penjualan cendera mata, buku, benda – benda seni dan penjualan makanan.

f. Kegiatan Administratif

Merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menjalankan, mengelola dan mengkoordinasi semua kegiatan yang di tampung di suatu pusat kebudayaan.

3.5 Program Fasilitas

Fasilitas yang terdapat di dalam Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur adalah :

1. Fasilitas Penerimaan Pengunjung

Merupakan area setelah pintu masuk utama, terdiri dari lobby utama yang berfungsi sebagai ruang masuk pengunjung dan area distribusi pengunjung ke berbagai fasilitas lainnya.

2. Fasilitas Penginapan

Penginapan merupakan fasilitas yang disediakan untuk para artis atau performer yang berasal dari luar kalimantan atau akan melakukan pertunjukan

3. Fasilitas Pameran

Ruangan ini merupakan ruangan tempat berlangsungnya kegiatan mengumpulkan, menyimpan, merawat, melestarikan dan memamerkan bukti- bukti material hasil kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur.


(66)

4. Fasilitas pelatihan dan pengembangan

Bangunan yang diperuntukkan tempat pengolahan/pelatihan seni (khususnya seni tari), merupakan fasiIItas yang dimiliki Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur. Fasilitas yang berfungsi untuk mengakomodasi kegiatan belajar kesenian Suku Dayak Kalimantan Timur

5. Fasilitas Perpustakaan/audiovisual/multimedia

Perpustakaan ini akan menyajikan koleksi mulai dari buku-buku referensi, majalah, hingga dokumen-dokumen yang tersimpan dalam perangkat multi media, yang kesemuanya dapat dimanfaatkan oleh pengunjung untuk menambah wawasan, keperluan penelitian, maupun analisis.

6. Fasilitas Seminar

Fasilitas ini berfungsi untuk mengadakan pertemuan dan diskusi mengenai kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur

7. Fasilitas Pertunjukkan

Fungsi utama fasilitas ini adalah untuk menampilkan pagelaran budaya yang terdiri dari beberapa jenis pertunjukkan, diantaranya adalah pertunjukkan musik, tarian, teater, pemutaran film dan sebagainya. Fisik bangunan dari fasilitas pertunjukkan ini berupa ruangan semi terbuka yang memeiliki atap namun tidak berdinding.


(67)

3. 6 Alur Sirkulasi A. Main Enterance

Bagan 3.2 Alur Sirkulasi - Main Enterance (Sumber: Dokumen pribadi)

B. Auditorium

 

Bagan 3.3 Alur Sirkulasi - Auditorium (Sumber: Dokumen pribadi)

ME  LOBBY  LOUNGE 

GALERI  GALERI 

PERPUSTAKAAN  R.PENGELOLA 

CAFE 

ME  AREA PENONTON 

PANGGUNG 

SE  AREA PERSIAPAN 

GUDANG  LOKER  TATA RIAS 

TOILET 

Pengelola : Pengunjung :

Pengelola : Pengunjung :


(68)

C. Area Tari dan Musik

Bagan 3.4 Alur Sirkulasi – Area Tari dan Musik (Sumber: Dokumen pribadi)

Pengelola : Pengunjung :

ENTERANCE  STUDIO TARI  ENTERANCE 

KAMAR GANTI 

ENTERANCE  STUDIO MUSIK  ENTERANCE 


(69)

3. 6 Pola Kedekatan Ruang

Bagan 3.5 Pola kedekatan ruang (Sumber: Dokumen pribadi)


(70)

3. 8 Tabel Aktifitas dan Fasilitas


(71)

(72)

(73)

3. 9 Zoning dan Blocking • Zoning Lantai 1

• Zoning Lantai 2

Gambar 3.1Zoning


(74)

• Blocking Lantai 1

• Blocking Lantai 2

Gambar 3.2Blocking

Sumber: Dokumen Pribadi

  R.Persiap

an 

AD M. 


(75)

3. 10 IMAGE STUDI

Sebagai pedoman untuk tahap perancangan, maka telah ditetapkan beberapa gambaran sebagai berikut :

Gambar 3.3Image Studi


(76)

BAB IV

KONSEP PERANCANGAN

4.1 Tema

Dasar penentuan tema yang akan digunakan ke dalam perancangan

Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur adalah The Magnificent

Tribes of Borneo diambil dari lingkungan hidup dari suku dayak yang dapat dikatakan masuk ke dalam golongan etnik. Menurut Barth, Frederich (1988) istilah etnik menunjuk pada suatu kelompok tertentu yang karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada sistem nilai budayanya. Kelompok etnik adalah kelompok orang-orang sebagai suatu populasi yang :

• Dalam populasi kelompok mereka mampu melestarikan kelangsungan

kelompok dengan berkembang biak.

• Mempunyai nilai budaya yang sama, dan sadar akan rasa

kebersamaannya dalam suatu bentuk budaya.

• Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri.

• Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok

lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.

Atas pemahaman tersebut maka tema The Magnificent Tribes of

Borneo menjadi tema yang pantas untuk perancangan Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur, karena suku dayak memiliki nilai tersendiri dalam kebudayaannya, sehingga menjadi salah satu hal luar biasa yang dimiliki bangsa Indonesia.


(77)

4.2 Penggayaan

Penggayaan yang diterapkan adalah Neo-Vernacular yang

merupakan suatu paham dari aliran Post-Modern yang lahir sebagai respon atas modernisme yang mengutamakan nilai rasionalisme dan fungsionalisme yang dipengaruhi perkembangan teknologi industri diharapkan mampu untuk mendukung perancangan interior Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur. Dari segi material penggayaan Neo-Vernacular menggunakan berbagai jenis material seperti kombinasi bebatuan dan kayu. Di keseharian suku dayak, material alami seperti kayu sudah menjadi suatu hal yang umum dalam memanfaatkannya untuk berbagai kebutuhan, maka berdasarkan hal ini juga mengapa penggayaan Neo-Vernakular menjadi alasan untuk diterapkan ke dalam perancangan sebagai.

Beberapa konsep yang mendukung perancangan Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur antara lain:

• Konsep Bentuk

Konsep bentuk yang diterapkan ke dalam perancangan yaitu kotak dan dari bentuk tameng suku dayak sebagai simbol pertahanan dimana pada jaman dulu digunakan sebagai pelindung untuk berperang, konsep bentuk ini diimplementasikan ke dalam perancangan bentuk ruang dan beberapa desain furniture dan treatment dinding .

Bagan 4.1 Konsep Bentuk Pada Denah Khusus


(78)

Gambar 4.1Implementasi Konsep Bentuk Pada Denah Khusus

Sumber: Dokumen Pribadi

• Konsep Warna

Yang dijadikan sebagai konsep warna dalam perancangan adalah warna-warna hangat yang bertujuan untuk memberikan nuansa etnik suku dayak.

Bagan 4.2 Konsep Warna Pada Denah Khusus


(79)

• Konsep Material

Untuk pemilihan konsep material menggunakan material yang memiliki daya tahan yang sangat baik, keamanan, keselamatan, kesehatan, kemudahan pemeliharaan, keindahan dan kesesuaian fungsi dan kesan dari material yang digunakan. Untuk material lantai , material yang digunakan yaitu kayu, batu, keramik dengan warna-warna yang hangat dan penambahan aksesoris karpet untuk beberapa bagian ruang. Treatmen dinding menggunakan material kayu yang diukir dengan motif dayak.

Gambar 4.2Konsep Material Pada Denah Khusus

Sumber: http://yonwahyudi.blogspot.com dan http://parketoutlet.co.id

• Konsep Sirkulasi

Menampilkan suasana ruang yang sederhana dan terbuka pada area menuju ruang galeri, karena berhubungan langsung dengan amphitheater, yang memudahkan pengunjung dalam menjelajahi fasilitas – fasilitas ruang di dalam Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur.

• Konsep Display


(80)

o Diorama, diperuntukan untuk benda koleksi yang disajikan

dengan rekonstruksi kegiatan yang sebenarnya dengan skala sebenarnya, agar terciptanya penghayatan saat menyaksikan penjelasan peristiwa tersebut.

o Pedestal, media penyimpanan benda koleksi yang digunakan

bagi benda koleksi yang memiliki satu kesatuan seperti alat-alat musik, agar bisa dinikmati secara utuh.

o Panel, media berbentuk pipih yang digunakan untuk

memberikan keterangan mengenai benda koleksi yang bersifat dua dimensi, seperti informasi tertulis, bergambar dan interaktif, dengan menggunakan teknologi LCD touchscreen yaitu ClariView LCD touchscreen yang tersedia dari 24” – 65”. Dalam implementasinya terdapat di galeri budaya pada area bahasa.

Gambar 4.3Konsep Display Interaktif


(81)

Gambar 4.4Implementasi Konsep Display

Sumber: Dokumen Pribadi

• Konsep Furnitur

Furnitur yang digunakan yaitu sederhana, fungsional dan tetap mempertahankan karakteristik material dan bentuk.

Gambar 4.5Implementasi Konsep Furnitur Pada Denah Khusus

Sumber: Dokumen Pribadi

• Konsep Penghawaan

Penghawaan mencakup dua hal yaitu pengadaan udara segar dan pengendalian temperatur yaitu penghawaan natural thermal (alami) untuk mempertimbangkan aspek kesehatan dan special thermal


(82)

treatment (buatan) untuk pencapaian suasana tertentu (suasana pedesaan yang sejuk). Penghawaan buatan tersebut diterapkan pada denah khusus, yaitu lobby dan galeri budaya.

Gambar 4.6Penghawaan buatan - Ceiling AC

Sumber: www.mitsubishielectric.com

• Konsep Pencahayaan

Terdiri dari pencahayaan yang difungsikan untuk penglihatan dan pencahayaan untuk dekorasi yang dapat diperoleh melalui dua sumber pencahayaan, yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan. Pencahayaan buatan diutamakan di area-area khusus seperti galeri budaya dan lobby yang sesuai dengan kegunaan atau fungsi dari area tersebut.

• Konsep Akustika

Penataan akustik yang tidak mengganggu aktivitas lain yang ada di Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur juga mengatur suara alam sekitar dengan memperbanyak bukaan . Pada area yang terdapat fasilitas audio seperti ruang auditorium, ruang musik dan area audio-visual menggunakan sistem Soundproofing dengan Glass wool.


(83)

Gambar 4.6Glass wool

Sumber: http://www.alibaba.com/

• Konsep Keamanan

Untuk pencegahan terhadap bahaya kebakaran dan kriminalitas seperti pencurian. Penggunaan alat deteksi api (Fire Sprinkler) sebagai upaya pencegahan pada ruang – ruang pameran, perpustakaan dan ruang kerja yang cenderung memiliki barang – barang yang harus terlindungi. Sedangkan sistem keamanan terhadap bahaya kriminalitas berupa pemakaian peralatan elektronik CCTV pada ruang – ruang yang memiliki inventarisasi khusus.

Gambar 4.7CCTV – Fire Sprinkler


(1)

Gambar 4.1 Implementasi Konsep Bentuk Pada Denah Khusus Sumber: Dokumen Pribadi

• Konsep Warna

Yang dijadikan sebagai konsep warna dalam perancangan adalah warna-warna hangat yang bertujuan untuk memberikan nuansa etnik suku dayak.

Bagan 4.2 Konsep Warna Pada Denah Khusus Sumber: Dokumen Pribadi


(2)

• Konsep Material

Untuk pemilihan konsep material menggunakan material yang memiliki daya tahan yang sangat baik, keamanan, keselamatan, kesehatan, kemudahan pemeliharaan, keindahan dan kesesuaian fungsi dan kesan dari material yang digunakan. Untuk material lantai , material yang digunakan yaitu kayu, batu, keramik dengan warna-warna yang hangat dan penambahan aksesoris karpet untuk beberapa bagian ruang. Treatmen dinding menggunakan material kayu yang diukir dengan motif dayak.

Gambar 4.2 Konsep Material Pada Denah Khusus Sumber: http://yonwahyudi.blogspot.com dan http://parketoutlet.co.id

• Konsep Sirkulasi

Menampilkan suasana ruang yang sederhana dan terbuka pada area menuju ruang galeri, karena berhubungan langsung dengan amphitheater, yang memudahkan pengunjung dalam menjelajahi fasilitas – fasilitas ruang di dalam Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur.

• Konsep Display


(3)

o Diorama, diperuntukan untuk benda koleksi yang disajikan

dengan rekonstruksi kegiatan yang sebenarnya dengan skala sebenarnya, agar terciptanya penghayatan saat menyaksikan penjelasan peristiwa tersebut.

o Pedestal, media penyimpanan benda koleksi yang digunakan

bagi benda koleksi yang memiliki satu kesatuan seperti alat-alat musik, agar bisa dinikmati secara utuh.

o Panel, media berbentuk pipih yang digunakan untuk

memberikan keterangan mengenai benda koleksi yang bersifat dua dimensi, seperti informasi tertulis, bergambar dan interaktif, dengan menggunakan teknologi LCD touchscreen yaitu ClariView LCD touchscreen yang tersedia dari 24” – 65”. Dalam implementasinya terdapat di galeri budaya pada area bahasa.

Gambar 4.3 Konsep Display Interaktif Sumber: http://www.clariview.co.uk/


(4)

Gambar 4.4 Implementasi Konsep Display Sumber: Dokumen Pribadi

• Konsep Furnitur

Furnitur yang digunakan yaitu sederhana, fungsional dan tetap mempertahankan karakteristik material dan bentuk.

Gambar 4.5 Implementasi Konsep Furnitur Pada Denah Khusus Sumber: Dokumen Pribadi

• Konsep Penghawaan

Penghawaan mencakup dua hal yaitu pengadaan udara segar dan pengendalian temperatur yaitu penghawaan natural thermal (alami) untuk mempertimbangkan aspek kesehatan dan special thermal


(5)

treatment (buatan) untuk pencapaian suasana tertentu (suasana pedesaan yang sejuk). Penghawaan buatan tersebut diterapkan pada denah khusus, yaitu lobby dan galeri budaya.

Gambar 4.6 Penghawaan buatan - Ceiling AC Sumber: www.mitsubishielectric.com • Konsep Pencahayaan

Terdiri dari pencahayaan yang difungsikan untuk penglihatan dan pencahayaan untuk dekorasi yang dapat diperoleh melalui dua sumber pencahayaan, yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan. Pencahayaan buatan diutamakan di area-area khusus seperti galeri budaya dan lobby yang sesuai dengan kegunaan atau fungsi dari area tersebut.

• Konsep Akustika

Penataan akustik yang tidak mengganggu aktivitas lain yang ada di Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur juga mengatur suara alam sekitar dengan memperbanyak bukaan . Pada area yang terdapat fasilitas audio seperti ruang auditorium, ruang musik dan area audio-visual menggunakan sistem Soundproofing dengan Glass wool.


(6)

Gambar 4.6 Glass wool Sumber: http://www.alibaba.com/ • Konsep Keamanan

Untuk pencegahan terhadap bahaya kebakaran dan kriminalitas seperti pencurian. Penggunaan alat deteksi api (Fire Sprinkler) sebagai upaya pencegahan pada ruang – ruang pameran, perpustakaan dan ruang kerja yang cenderung memiliki barang – barang yang harus terlindungi. Sedangkan sistem keamanan terhadap bahaya kriminalitas berupa pemakaian peralatan elektronik CCTV pada ruang – ruang yang memiliki inventarisasi khusus.

Gambar 4.7 CCTV – Fire Sprinkler Sumber: http://www.securelogiescctvsystem.com