Etnobotani Pangan Masyarakat Suku Dayak Kenyah di Sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang Kalimantan Timur

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia dikenal memiliki kekayaan etnis dan budaya yang sangat tinggi. Setiap etnis memiliki kearifan yang spesifik dalam memanfaatkan sumberdaya hayati yang tersedia di lingkungannya. Setiap kawasan memiliki keanekaragaman spesies tumbuhan untuk berbagai keperluan, seperti pangan, obat, dan lain-lain. Adanya pemanfaatan keanekaragaman spesies tumbuhan lokal oleh berbagai etnis terutama untuk pangan, secara langsung akan berpengaruh terhadap ketahanan dan bahkan kedaulatan pangan di Indonesia.

Menurut Khomsan (2003) diacu dalam Redaksi Kompas (2010), ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien, sedangkan subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan kehalalannya. Namun seiring dengan perubahan pola konsumsi yang menjadikan beras sebagai pasokan makanan pokok, keanekaragaman pangan di Indonesia makin lama makin menurun sehingga ketahanan pangan pun melemah.

Masalah ketahanan pangan dan malnutrisi dapat diatasi melalui peningkatan pengetahuan dan konsumsi keanekaragaman tumbuhan berguna khususnya tumbuhan pangan di alam (Johns 2003). Pengembangan pangan asli Indonesia dari keanekaragaman hayati yang melimpah dan berbasis informasi etnobiologi merupakan solusi menghadapi ancaman kedaulatan pangan di Indonesia (Zuhud 2011). Pengetahuan mengenai bahan pangan yang berasal dari tumbuhan dapat diperoleh melalui kearifan lokal suatu masyarakat tradisional di dalam ataupun di sekitar taman nasional.

Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan memiliki fungsi perlindungan,


(2)

penelitian, pendidikan menunjang budidaya, pariwisata, rekreasi, dan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya hayati dan ekosistemnya (UU No. 5 tahun 1990). Salah satu taman nasional yang memiliki keanekaragaman spesies tumbuhan berguna tinggi adalah Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) dengan kearifan lokal masyarakat Suku Dayak yang tinggal di sekitarnya.

Taman Nasional Kayan Mentarang merupakan kawasan konservasi terbesar di Pulau Kalimantan dan merupakan salah satu yang terbesar di wilayah Asia Pasifik (Dephut 2002a, 2002b). Suku Dayak yang tinggal di sekitar TNKM terdiri dari beberapa sub suku Dayak, di antaranya adalah Kayan, Kenyah, Lundayeh, Merap, Punan, Saben, Tagel, dan lain-lain (Uluk et al. 2001). Salah satu sub Suku Dayak yang memanfaatkan sumberdaya hutan untuk kebutuhan pangan sehari-hari adalah Dayak Kenyah. Pemanfaatan ini dikenal secara turun temurun melalui pengetahuan lokal. Pengetahuan mengenai tumbuhan pangan oleh masyarakat Dayak Kenyah dapat diperoleh melalui etnobotani.

Etnobotani adalah kajian mengenai interaksi antara masyarakat lokal dengan lingkungan alamnya, terutama mengenai penggunaan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari (Martin 1998). Penggunaan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari yang dimaksud dapat berupa tumbuhan sebagai bahan pangan, obat, aromatik, pakan ternak, dan pemanfaatan lainnya.

Suku Dayak di TNKM memiliki kearifan lokal dalam memanfaatkan sumberdaya hutan khususnya mengenai pemanfaatan tumbuhan pangan. Oleh sebab itu dokumentasi pemanfaatan tumbuhan pangan oleh Suku Dayak Kenyah di sekitar TNKM melalui etnobotani perlu dilakukan agar pemanfaatannya berkelanjutan.

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh:

1. Data dan informasi keanekaragaman tumbuhan pangan yang dimanfaatkan masyarakat Suku Dayak Kenyah

2. Data dan informasi mengenai kearifan tradisional Suku Dayak Kenyah dalam pemanfaatan tumbuhan pangan


(3)

1.3Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar dalam pengembangan pemanfaatan tumbuhan pangan, terutama yang berbasis kepada kearifan lokal masyarakat Suku Dayak Kenyah yang tinggal di sekitar TNKM untuk mendukung ketahanan dan keanekaragaman pangan nasional.


(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Etnobotani

Etnobotani berasal dari kata ethnos dan botany yang berasal dari bahasa Yunani berarti bangsa dan tumbuh-tumbuhan. Istilah etnobotani pada awalnya diusulkan oleh Harsberger pada tahun 1893 dan didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari pemanfaatan tumbuhan secara tradisional oleh suatu suku bangsa yang masih primitif atau terbelakang (Afrianti 2007). Menurut Waluyo (2002) diacu dalam Afrianti (2007), etnobotani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tumbuh-tumbuhan yang digunakan oleh perkumpulan suku primitif dan berguna untuk mengembangkan perkumpulan tersebut. Sedangkan menurut Martin (1998), etnobotani adalah interaksi antara masyarakat lokal dengan lingkungan alamnya, terutama mengenai penggunaan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari.

Dharmono (2007) mendefinisikan etnobotani merupakan ilmu botani mengenai pemanfaatan tumbuhan dalam keperluan sehari-hari dan adat suku bangasa. Studi etnobotani tidak hanya mengenai data botani taksonomis saja, tetapi juga menyangkut pengetahuan botani yang bersifat kedaerahan, berupa tinjauan interpretasi dan asosiasi yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan tanaman, serta menyangkut pemanfaatan tanaman tersebut lebih diutamakan untuk kepentingan budaya dan kelestarian sumber daya alam. Menurut Purwanto (2000), etnobotani berpotensi mengungkapkan sistem pengetahuan tradisional dari suatu kelompok masyarakat atau etnik tentang konservasi in-situ berupa habitat, keanekaragaman sumberdaya hayati dan budaya. Penelitian mengenai etnobotani mampu mengungkapkan pemanfaatan berbagai jenis sumberdaya tumbuhan secara tradisional oleh masyarakat setempat. Etnobotani merupakan instrumen yang mampu mengungkapakan pengetahuan tradisional menjadi ilmu yang bermanfaat dan berharga dengan mengaitkan dengan persoalan aktual yang dihadapi manusia modern.

Etnobotani merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mendalami tentang persepsi dan konsepsi masyarakat tentang sumberdaya nabati di lingkungannya. Kajian etnobotani diarahkan dalam upaya mempelajari kelompok masyarakat


(5)

dalam mengatur sistem anggota menghadapi tetumbuhan dalam lingkungan yang dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi, spiritual, dan nilai budaya lainnya. Disiplin ilmu lain yang terkait kajian etnobotani adalah ilmu anthropologi, sejarah, pertanian, ekologi, kehutanan, dan geografi tumbuhan (Sudarsono & Waluyo 1992 diacu dalam Afrianti 2007).

Gambar 1 Diagram bentuk hubungan antara ruang lingkup kajian etnobotani dengan disiplin ilmu dan kepentingan.

2.2Kearifan Masyarakat Dayak

Menurut definisi yang diberikan oleh UN Economic and Social Council, masyarakat adat atau tradisional adalah suku-suku dan bangsa yang mempunyai kelanjutan historis dengan masyarakat sebelum masuknya penjajah di wilayahnya. ILO mengkategorikan masyarakat adat sebagai suku-suku asli yang mempunyai kondisi sosial budaya sebuah negara, statusnya diatur oleh adat kebiasaan atau tradisi oleh hukum dan aturan mereka sendiri. Setiap masyarakat tradisional memiliki kearifan masing-masing. Kearifan tradisional merupakan semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan, serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia di dalam komunitas ekologis (Keraf 2005).


(6)

Konsep sistem pengetahuan lokal berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional. Masyarakat tradisional adalah sekelompok orang yang dengan beberapa tipe kondisi ekonomi masyarakat, biasanya memiliki keturunan masyarakat pemburu, nomadik, dan peladang berpindah (Mitchell et al. 2007).

Biber-Klemm dan Berglas (2006) menyebutkan bahwa pengetahuan lokal atau tradisional merupakan hubungan antara keanekaragaman hayati, kebangsaan, dan kebudayaan dalam kehidupan suatu masyarakat adat. Masyarakat adat merupakan kelompok manusia yang berinteraksi dekat dengan lingkungan, relung ekologi, pengetahuan tradisional mengenai cara mengelola sumberdaya alam dengan arif/bijaksana.

Suku Dayak sangat bergantung pada ekosistem hutan. Hutan merupakan sumber makanan bagi masyarakat Dayak. Jika hutan terganggu maka tempat mencari makan suku Dayak juga terganggu, akibatnya hasil buruan dan hasil tumbuhan yang dimanfaatkan suku Dayak berkurang. Suku Dayak biasanya menanam tumbuhan yang bermanfaat sekitar rumah mereka. Dari hutan, mereka mengambil bibit tumbuh-tumbuhan yang baik berdasarkan pengalaman mereka. Tumbuh-tumbuhan tersebut biasanya dimanfaatkan pula sebagai bahan pangan mereka (Uluk et al. 2001).

Menurut Florus et al. (1994) diacu dalam Afrianti (2007), Mata pencaharian suku Dayak selalu ada hubungannya dengan hutan. Hutan digunakan sebagai tempat berburu, berladang, dan berkebun. Kecenderungan seperti itu merupakan suatu refleksi dari hubungan yang akrab dan telah berlangsung berabad-abad dengan hutan dan segala isinya. Hutan merupakan basis utama dari kehidupan, sosial, ekonomi, budaya, dan politik kelompok etnik Dayak.

2.3Pemanfaatan Tumbuhan

Pemanfaatan tumbuhan dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat adat. Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat adat yang berasal dari hutan diantaranya tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan sandang, pangan, papan, alat rumah tangga, anyaman, kerajinan, perlengkapan upacara adat, obat-obatan,


(7)

aromatik, kosmetik, kegiatan sosial, dan pemanfaatan lainnya (Purwanto & Walujo 1992 diacu dalam Hidayat 2009).

2.3.1 Tumbuhan pangan

Tumbuhan pangan adalah kebutuhan vital bagi kehidupan manusia. Tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun, dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh manusia. Jenis penghasil pangan yaitu tumbuhan yang mengandung karbohidrat, sayuran, buah-buahan, dan kacang-kacangan (Purwadarminta 1988). Tumbuhan penghasil pangan dapat dikelompokkan menjadi (Moeljopawiro dan Manwan 1992 diacu dalam Hidayat 2009):

1. Komoditas utama, seperti padi (Oryza sativa), kedelai (Glycine max), kacang tanah (Arachis hypogaea), jagung (Zea mays), dan sebagainya.

2. Komoditas potensial, seperti sorgum (Andropogon sorgum), sagu (Metroxylon sp.), dan sebagainya.

3. Komoditas introduksi, seperti ganyong (Canna edulis), jawawut (Panicum viridae), dan sebagainya.

Tumbuhan pangan di alam memiliki kandungan gizi yang dibutuhkan tubuh seperti karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan sebagainya. Kandungan tersebut dapat ditemukan di jenis tumbuhan seperti kacang-kacangan, buah-buahan, sayuran, dan sereal (sumber karbohidrat) (Kartikawati 2004).

2.3.1.1Kacang-kacangan

Kacang-kacangan merupakan biji-bijian yang dapat dimakan dari polong-polongan. Polong-polongan adalah anggota suku Leguminosae yang memiliki polong/legum. Kacang-kacangan utama yang dapat dimakan termasuk ke dalam anak suku Papiionoidae (anak suku terbesar dari Leguminosae) yang masih memiliki 450 marga dan 10000 spesies. Kacang-kacangan bermanfaat sebagai bahan pangan yang kaya protein (Maesen & Somaatmadja 1993 diacu dalam Kartikawati 2004).


(8)

2.3.1.2Buah-buahan

Buah-buahn merupakan komoditas yang besar dan beraneka ragam (Kartikawati 2004). Menurut Verheij dan Coronel (1991) diacu dalam Kartikawati (2004), terdapat jenis buah-buahan yang tumbuh tahunan. Buah-buahan tahunan dapat dimakan baik dalam keadaan segar, maupun yang telah dikeringkan atau yang telah diolah. Buah-buahan umumnya dikonsumsi dalam keadaan mentah (tidak dimasak, matang dari pohonnya). Buah-buahan mengandung vitamin dan mineral yang baik bagi tubuh, menyeimbangkan menu makanan, kaya protein, energi, dan ada yang mengandung lemak. Jenis-jenis buah-buahan antara lain: salak (Zalacca salacca), pisang (Musa paradisiaca), rambutan (Nephelium lappaceum), durian (Durio zibethinus), mangga (Mangifera indica), dan lainnya.

2.3.1.3Sayuran

Sayuran merupakan komoditas tumbuhan yang mengandung air. Sayuran biasanya dikonsumsi sebagai bahan makanan yang mengandung zat tepung dan kadang-kadang digunakan sedikit pada makanan untuk menambah rasa juga kelezatan makanan (Siemonsma & Piluek 1994 diacu dalam Kartikawati 2004). Beberapa spesies tumbuhan yang digunakan untuk sayuran diantaranya: selada (Lactuca sativa), katuk (Sauropus androgynus), berbagai jenis kobis, kol (Brassica oleraceae), kangkung (Ipomea aqutica), dan jenis lainnya. Adapun jenis sayuran yang digunakan sebagai bumbu, yaitu bawang merah (Allium cepa), bawang putih (Allium sativum), daun bawang (Allium ampeloprasum), seledri (Apium graveolens). Sedangkan spesies tumbuhan yang fungsi sekundernya sebagai sayuran adalah daun pepaya (Carica papaya), daun ubi jalar (Ipomea batatas), jagung muda/baby corn (Zea mays), dan daun singkong (Manihot utillisima). Jenis-jenis sayuran di atas merupakan spesies tumbuhan yang biasanya ditanam di kebun dan merupakan spesies tumbuhan hortikultura (Kartikawati 2004).

2.3.1.4Palem-paleman dan umbi-umbian

Jenis palem-paleman dan umbi-umbian biasanya dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat. Flach dan Rumawas (1996) diacu dalam Kartikawati (2004),


(9)

menyebutkan bahwa jenis tumbuhan pangan sebagai sumber karbohidrat merupakan spesies tumbuhan yang mengandung zat tepung atau zat gula yang digunakan sebagai cadangan makanan. Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam suatau makanan untuk manusia. Beberapa spesies tumbuhan yang merupakan sumber karbohidrat diantaranya adalah sagu (Metroxylon sp.), aren (Arenga pinnata), dan lain-lain yang merupakan jenis palem berkarbohidrat, kemudian ubi jalar (Ipomea batatas), singkong (Manihot utillisima), dan sebagainya yang merupakan umbi berkarbohidrat.

2.4Taman Nasional Kayan Mentarang

Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan memiliki fungsi perlindungan, penelitian, pendidikan menunjang budidaya, pariwisata, rekreasi, dan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya hayati dan ekosistemnya (UU No. 5 tahun 1990).

2.4.1 Pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang

Menurut SK Menhut No.631/Kpts-II/1996 ditetapkan bahwa adanya perubahan fungsi dan penunjukkan Cagar Alam Kayan Mentarang yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Bulungan, Provinsi daerah tingkat I Kalimantan Timur seluas ± 1.360.500 ha menjadi taman nasional dengan nama Taman Nasional Kayan Mentarang mengingat di beberapa daerah di dalam Cagar Alam Kayan Mentarang merupakan tempat kehidupan masyarakat tradisional etnis Dayak dan masyarakat tersebut sangat bergantung pada hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Rahmania et al. 2011).

Pada tahun 2002 Pemerintah menetapkan bahwa pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang harus dilaksanakan dengan sistem pengelolaan kolaboratif melalui SK Menhut 1214/Kpts-II/2002. Hal tersebut dikarenakan kegiatan konservasi harus dilakukan secara bersama-sama dengan berbagai pihak serta melihat bahwa masyarakat adat Dayak di dalam dan sekitar kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap hutan


(10)

dan mengelola kawasan hutan adat sesuai dengan kearifan tradisional. Kegiatan pengelolaan kolaboratif di Taman Nasional Kayan Mentarang berbasiskan masyarakat yang melibatkan banyak pihak dengan prinsip berbagi tanggung jawab, manfaat dan peranan dan didasari oleh Rencana Pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang (RPTNKM) (Rahmania et al. 2011).

Pengelolaan kolaboratif di TNKM didasarkan pada (i) TN tidak dapat dilindungi dan dikelola tanpa dukungan aktif masyarakat adat, (ii) Memastikan bahwa manfaat kawasan taman nasional dapat dimanfaatkan secara lestari yang merupakan sumber identitas budaya dan penghidupan masyarakat, (iii) Mengembangkan alternatif ekonomi berbasis konservasi untuk masyarakat dan pemerintah setempat (WWF 2010a).

Gambar 2 Mekanisme pengelolaan kolaboratif Taman Nasional Kayan Mentarang.

Dalam melaksanakan pengelolaan yang kolaboratif, TNKM memiliki beberapa mitra kerja diantaranya Pemerintah Daerah Kabupaten Malinau dan Nunukan, WWF Project Kayan Mentarang, FoMMA (Forum Musyawarah Masyarakat Adat), perguruan tinggi, dan BPTU (Badan Pengelola Tana’ Ulen). Forum Musyawarah Masyarakat Adat (FoMMA) merupakan organisasi masyarakat adat yang didirikan oleh lembaga-lembaga adat yang berada di


(11)

TNKM. Lembaga-lembaga adat tersebut antara lain berada di wilayah adat Hulu Bahau, Pujungan, Mentarang, Lumbis, Tubu, Krayan Hulu, Krayan Hilir, Krayan Tengah, Krayan Darat, dan Apo Kayan (sekarang wilayah adat Kayan Hulu dan wilayah adat Kayan Hilir). Badan Pengelola Tana’ Ulen (BPTU) adalah pelaksana operasional yang merupakan partner TNKM dalam mengelola kawasan konservasi. Lembaga ini didirikan masyarakat adat setempat dalam mengelola sumberdaya hutan secara berkelanjutan (Rahmania et al. 2011).

Tabel 1 Hasil kesepakatan zonasi TNKM

Kategori Zona Kriteria dan Indikator Arahan Pengelolaan

Zona Inti (Publik) Zona yang mewakili tipe ekosistem

khas, homerange bagi key-stones species, jauh dari jangkauan masyarakat dan perlindungan kawasan“water catchment” hulu beberapa sungai besar dan pengaturan tata air.

a) Perlindungan dan pengamanan,

Penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan. b) Dikelola langsung oleh Balai

TNKM

Zona Rimba (Adat) Zona rimba merupakan zona perlindungan atau penyangga dan pengamanan fungsi zona

inti.

a) Pengembangan konservasi

lintas batas; pemanfaatan gaharu oleh masyarakat lokal

b) Dikelola oleh BTNKM dan

Masyarakat adat Zona Tradisional

(Adat)

Zona yang ditetapkan untuk kepentingan pengelolaan dan pemanfaatan oleh masyarakat adat yang karena kesejarahan telah mengelola kawasan tersebut serta masih mempunyai ketergantungan dengan sumberdaya alam.

a) Penelitian, pengembangan, dan

pendidikan; Ekowisata; pemanfaatan dan usaha SDA oleh masyarakat lokal; bahan bangunan dan transportasi oleh masyarakat lokal; budidaya dan pembinaan habitat; berburu

b) Dikelola oleh BTNKM dan

Masyarakat adat Zona khusus (Multi

stakeholders)

Zona dimana telah terjadi pemanfaatan sumberdaya atau telah didiami sejak sebelum ditetapkan sebagai taman nasional, serta merupakan pusat pertumbuhan ekonomi masyarakat maupun pemukiman penduduk

a) Ekowisata; pemukiman dan

bekas pemukiman; pertanian & budidaya berbasismasyarakat; infrastruktur komunikasi, pendidikan, dan transportasi.

b) Dikelola oleh BTNKM, Pemda

dan Masyarakat adat Sumber: WWF (2010c)

Salah satu permasalahan yang dihadapi TNKM adalah mengenai kejelasan tata batas taman nasional. Pada tahun 2009 proses tata batas TNKM telah disepakati dan disetujui oleh pihak TNKM dan delapan wilayah adat sehingga diperoleh perkembangan proses tata batas TNKM dari tahun 1999 hingga 2008


(12)

(WWF 2010b). Berdasarkan WWF (2010c), sebagai tindakan lanjutan RPTN Kayan Mentarang, FoMMA bersama WWF Indonesia menyusun pedoman dan perencanaan tata ruang wilayah adat. Pada bulan September 2009, usulan zonasi berbasis pemahaman dan kearifan masyarakat adat telah diajukan kepada BTNKM berdasarkan rekomendasi masyarakat adat dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Berdasarkan keputusan tersebut, dihasilkan kriteria dan indikatr zonasi

TNKM antara lain: (1) Areal “publik” yaitu zona inti; (2) Areal “adat” yaitu zona rimba, zona pemanfaatan dan zona tradisional; dan (3) Areal “multi-stakeholders” yakni zona khusus (Tabel 1).

2.4.2 Peran masyarakat

Masyarakat yang tinggal di sekitar TNKM memiliki peran yang penting dalam pengelolaan taman nasional yaitu masyarakat diikutsertakan dalam pengelolaan kolaboratif TNKM bersama lembaga/stakeholder lainnya dalam memanfaatkan sumberdaya hutan secara berkelanjutan, pemberian nama taman nasional, penentuan sistem zonasi, sebagai pemandu lapang dan penyedia transportasi lokal ekowisata TNKM, dan peran serta lainnya dalam menjaga dan merawat keberadaan hutan TN Kayan Mentarang (Dephut 2002a, 2002b).


(13)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Long Alango, Kecamatan Bahau Hulu, SPTN Wilayah II Taman Nasional Kayan Mentarang, Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur (Gambar 4). Penelitian ini dilakukan pada tanggal 22 Maret 2011 hingga 22 April 2011.

3.2Alat , Bahan, dan Objek Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a) Peta lokasi penelitian yang menunjukkan tempat komunitas masyarakat Dayak Kenyah tinggal untuk mempermudah pengambilan data

b)Kertas karton dan sampul plastik digunakan sebagai perlengkapan herbarium c) Lembar kuisioner untuk membantu dalam kegiatan wawancara dengan

responden

d)Alat pemotong untuk memotong spesimen yang akan dijadikan herbarium e) Label untuk memberi nama spesimen

f) Alat tulis membantu dalam penulisan kuisioner dan label

g)Recorder digunakan untuk merekam suara responden dalam proses wawancara h)Kertas koran untuk membungkus spesimen

i) Kompas sebagai penunjuk arah j) Spesimen tumbuhan

k)Oven untuk mengeringkan herbarium

l) Alkohol 70% dan sprayer untuk menyemprotkan alkohol ke spesimen

Sedangkan objek penelitian ini adalah masyarakat lokal Suku Dayak Kenyah,

kelompok anak suku Leppo’ Maut di Desa Long Alango, Kecamatan Bahau Hulu.

3.3Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang diambil dalam penelitian ini antara lain berupa data lapangan dan penelusuran dokumen. Data lapangan adalah data yang diperoleh langsung dari responden. Data yang termasuk ke dalam jenis data lapangan adalah


(14)

data mengenai segala bentuk pemanfaatan masyarakat Dayak Kenyah terhadap tumbuhan di sekitar hutan TN Kayan Mentarang sebagai bahan pangan mereka. Data tersebut berupa spesies tumbuhan, bagian yang digunakan, asal tumbuhan pangan tersebut, dan kegiatan budidayanya. Jenis data dan metode pengumpulan data secara rinci disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis data dan metode pengumpulan data penelitian

No. Jenis data Aspek yang dikaji Sumber Metode

1 Keadaan umum

lokasi penelitian a.b.Letak, luas, sejarah Aksesibilitas

Dokumen BTNKM

Studi literatur c.Tipe ekosistem

d.Potensi flora dan fauna

e.Kondisi masyarakat

Dayak

2 Karakteristik

responden

a.Jenis kelamin

b.Pendidikan

c.Kelompok umur

d.Pekerjaan Masyarakat Suku Dayak Kenyah Desa Long Alango Wawancara

e.Pola hidup

3 Etnobotani

tumbuhan pangan

a.Spesies tumbuhan

pangan b.Habitus Masyarakat Suku Dayak Kenyah Survei lapang, wawancara

c.Bagian yang

digunakan

d.Cara pengolahan

e.Pola konsumsi

f. Budidaya

g.Cara pemanenan

3.4Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu studi literatur, survei dan inventarisasi lapang, wawancara dengan kuisioner, pembuatan dan identifikasi contoh herbarium, serta pengolahan dan analisis data.

3.4.1 Studi literatur

Studi literatur dilakukan dengan mempelajari laporan, dokumen yang sudah ada mengenai TNKM, masyarakat adat, dan pemanfaatan tumbuhan pangan oleh masyarakat sekitar taman nasional. Studi literatur juga dapat dilakukan dengan mempelajari referensi seperti buku, jurnal, artikel, dan sebagainya mengenai hal


(15)

yang berhubungan dengan data yang akan diambil di lapangan. Studi literatur dapat membantu dalam memudahkan proses pengambilan data di lapangan.

3.4.2 Survei dan inventarisasi lapang

Kegiatan survei dan inventarisasi lapang ini bertujuan untuk menghasilkan data awal penelitian. Survei dilakukan dengan melihat kondisi tempat tumbuh spesies tumbuhan pangan, kondisi umum lokasi di lapangan, kondisi TNKM, masyarakat, dan sekitarnya. Inventarisasi lapang dilakukan dengan mendata spesies tumbuhan pangan yang ada di sekitar maupun dalam kawasan hutan TNKM. Kegiatan survei dan inventarisasi lapang ini dilakukan sebelum kegiatan wawancara untuk mengetahui gambaran mengenai spesies tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat Dayak Kenyah sekitar TNKM. Hasil dari kegiatan survei dan inventarisasi lapang ini akan dicocokkan dengan hasil dari kegiatan wawancara dengan kuisioner. Dengan demikian dapat ditemukan perbedaan antara survei dan inventarisasi lapang dengan wawancara warga, perbedaan tersebut dapat ditanyakan kepada responden.

3.4.3 Wawancara dengan kuisioner

Kegiatan wawancara dengan menggunakan kuisioner dilakukan secara semi terstruktur. Responden ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria jenis pekerjaan utama responden. Jumlah responden sebanyak 35 orang. Wawancara ini berkaitan dengan biodata responden, spesies tumbuhan pangan yang dimanfaatkan, bagian yang dimanfaatkan, proses pengolahan tumbuhan pangan menjadi bahan pangan, lokasi tumbuhan pangan. Daftar pertanyaan tersaji pada Lampiran 8.

Kuisioner adalah metode pengumpulan data melalui formulir yang berisi pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada responden untuk mendapatkan jawaban dan informasi yang diperlukan peneliti (Mardalis 2004).


(16)

Gambar 3 Kegiatan wawancara dengan Ketua Adat Desa Long Alango.

3.4.4 Pembuatan dan identifikasi contoh herbarium

Adapun tahapan pembuatan dan identifikasi contoh herbarium adalah sebagai berikut :

1. Spesimen tumbuhan (bagian tumbuhan yang akan dijadikan herbarium seperti daun, biji, buah) dipotong sekitar 40 cm

2. Spesimen tumbuhan diberi label gantung berukuran 3x5 cm. Label gantung berisi nomor koleksi, inisial nama kolektor, tanggal pengambilan spesimen, nama lokal spesimen, dan lokasi pengambilan spesimen.

3. Setelah diberi label, spesimen tumbuhan disemprotkan alkohol 70% dengan menggunakan sprayer. Pastikan seluruh bagian spesimen tertutup alkohol agar tidak membusuk.

4. Setelah itu, spesimen dimasukan dalam lipatan kertas koran dengan rapi. Seluruh bagian spesimen harus tertutup agar memudahkan dalam tahap pengovenan saat di laboratorium nantinya.

5. Spesimen-spesimen yang telah tertutup kertas koran kemudian dipres.

6. Setiap pagi atau siang hari, spesimen tersebut dijemur agar tidak tumbuh jamur.

7. Setelah sampai di laboratorium, spesimen dipres kembali, kemudian dioven dengan suhu 550C selama 5 hari.


(17)

8. Setelah kering, herbarium diidentifikasi nama ilmiahnya oleh salah satu staff LIPI Herbarium Bogoriense, Bapak Ismail.

9. Setelah diketahui nama ilmiahnya, herbarium diberi label berisikan nomor koleksi, inisial nama kolektor, tanggal pengambilan spesimen, nama lokal spesimen, nama ilmiah, famili, habitus, kegunaan, dan lokasi pengambilan spesimen.

10.Setelah diberi label, herbarium ditempelkan pada karton, kemudian ditutup dengan plastik bening.

3.4.5 Pengolahan data dan analisis data

Pengolahan data dilakukan dengan cara menghitung persentase habitus, persentase bagian tertentu yang digunakan dari tumbuhan pangan yang dimanfaatkan masyarakat, persentase tipe habitat tertentu, dan persentase budidaya tumbuhan. Persentase yang diperoleh tersebut disajikan dalam bentuk tabulatif atau diagram agar mempermudah dalam membaca hasil penelitian yang diperoleh di lapangan. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan deskriptif.

Berikut rumus penghitungan persentase habitus tertentu, persentase bagian tertntu yang digunakan dari tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat, persentase tipe habitat tertentu, dan persentase budidaya tumbuhan :

Persentase habitus tertentu= ∑ spesies habitus tertentu

∑ seluruh spesies ×100%

Persentase bagian tertentu yang dimanfaatkan=

∑ bagian tertentu yang dimanfaatkan

∑ seluruh bagian yang dimanfaatkan ×100%

Persentase tipe habitat tertentu= spesies dari habitat tertentu

seluruh spesies ×100%

Persentase budidaya tumbuhan= spesies tumbuhan budidaya


(18)

Gambar 4

Denah lokasi penelitian (sumber: WWF 2002). Lokasi Penelitian


(19)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1Sejarah Singkat, Luas, dan Letak

Kayan Mentarang awalnya ditunjuk sebagai cagar alam seluas 1,6 juta hektar berdasarkan SK No. 84 Kpts/Um/II/25 November 1980, mengingat tingginya keanekaragaman hayati di lokasi tersebut. Pada tahun 1989, PHPA, LIPI serta WWF Indonesia Programme menandatangani MoU untuk memulai proyek kerjasama penelitian dan pengembangan untuk Kayan Mentarang yang bertujuan untuk mengembangkan sistem pengelolaan yang mengintegrasikan konservasi dengan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar cagar alam. Dengan statusnya sebagai cagar alam maka terdapat hambatan secara hukum bagi mayarakat adat untuk melanjutkan cara hidup tradisional mereka yang telah berlangsung selama berabad-abad (Dephut 2002a).

Pada tahun 1992, WWF mengusulkan perubahan status Kayan Mentarang menjadi taman nasional mengingat status taman nasional memungkinkan pemanfaatan sumberdaya alam secara tradisional di zona yang telah ditentukan. Departemen Kehutanan membentuk tim untuk mengevaluasi rekomendasi WWF tersebut. Pada tanggal 7 Oktober 1996, Menteri Kehutanan menyetujui dan menunjuk Kayan Mentarang sebagai taman nasional melalui SK Menteri Kehutanan No. 631/Kpts-II/1996. Surat keputusan tersebut merupakan SK pertama di Indonesia yang menyatakan bahwa masyarakat asli diperbolehkan mencari nafkah secara tradisional di dalam areal tertentu dari taman nasional (Dephut 2002a).

Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) memiliki luas wilayah sekitar 1,35 juta hektar dan terletak di wilayah Kecamatan Kayan Hilir, Pujungan, Kayan, Mentarang dan Lumbis di Kabupaten Malinau. Taman nasional ini berbentuk panjang dan menyempit, dan mengikuti batas internasional dengan negara bagian Sabah dan Serawak, Malaysia. Posisinya terletak diantara 2O LU dan 4O LU dari khatulistiwa (Dephut 2002a, 2002b).


(20)

4.2Aksesibilitas

Taman Nasional Kayan Mentarang terletak jauh dari pusat-pusat pemukiman penduduk dan jalan. Saat ini akses yang ada hanya terbatas melalui perjalanan sungai dengan perahu tempel dan perjalanan udara dengan pesawat kecil atau helikopter. Beberapa desa yang terdapat di dalam wilayah taman nasional dilayani dengan penerbangan reguler dari Dirgantara Air Service (DAS) dan Mission Aviation Fellowship (MAF). Rute utama jalur sungai menuju taman nasional dan daerah-daerah sekitarnya adalah (Dephut 2002b) :

a. Dari Tanjung Selor dan Long Bia melalui Sungai Kayan dan Sungai Bahau ke Long Pujungan dan desa-desa bagian hulu (perjalanan selama 1,5 jam). Untuk desa-desa yang letaknya lebih jauh di bagian hulu dapat dicapai dengan cara menyewa perahu-perahu yang lebih kecil selama 1 hari.

b. Dari Malinau di bagian hulu Sungai Tubu menuju ke daerah perbatasan dekat dengan Rian Tubu dapat ditempuh dalam waktu 1 hari perjalanan menyewa perahu tempel.

c. Dari Long Ampung dan Long Nawang menuju ke Data Dian dicapai melalui Sungai Kayan. Pada jalur ini terdapat Jeram Ambun dan jeram-jeram lain di Sungi Kayan yang dapat menghambat perjalanan perahu. Perjalanan ke arah hilir sampai di jeram-jeram tersebut dapat dilakukan dengan mencarter perahu yang ada di Data Dian. Dari lokasi tersebut dapat diteruskan melalui jalan setapak sepanjang 30 km mengitari daerah sekitar jeram. Dari tempat tersebut juga tersedia perahu sewa menuju Long Peso dan ke Long Bia juga Tanjung Selor.

4.3Ekosistem

Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) sedikitnya memiliki 18 jenis habitat terestrial atau tipe vegetasi. Tipe-tipe tersebut antara lain hutan dataran rendah, sub Montana dan Montana bercampur dengan padang rumput dan lahan pertanian masyarakat setempat dan vegetasi pada substrat yang khusus seperti hutan kerangas dan hutan kapur. Banyak areal di TNKM memiliki curah hujan dua kali lipat dari daerah-daerah lain sehingga perbedaan curah hujan di kawasan tersebut membuat keadaan vegetasi menjadi lebih kompleks (Dephut 2002b).


(21)

Selain dari substrat terrestrial dan keterkaitannya dengan flora/fauna, TNKM juga memiliki berbagai komunitas perairan, mulai dari sungai besar dengan aliran deras sampai anak sungai kecil atau genangan air dari hujan dan rembesan. Sungai-sungai yang berada pada ketinggian dengan kondisinya yang beranekaragam menyebabkan tingginya keragamanan amfibi dan ikan (Dephut 2002b).

4.4Potensi Flora dan Fauna

Taman Nasional Kayan Mentarang memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa bernilai tinggi baik jenis langka maupun dilindungi, keanekaragaman tipe ekosistem dari hutan hujan dataran rendah sampai hutan berlumut di pegunungan tinggi.

Beberapa tumbuhan yang ada antara lain pulai (Alstonia scholaris), jelutung (Dyera costulata), ramin (Gonystylus bancanus), Agathis (Agathis borneensis), kayu ulin (Eusideroxylon zwageri), rengas (Gluta wallichii), gaharu (Aquilaria malacensis), aren (Arenga pinnata), berbagai jenis anggrek, palem, dan kantong semar. Selain itu, ada beberapa jenis tumbuhan yang belum semuanya dapat diidentifikasi karena merupakan jenis tumbuhan baru di Indonesia (Dephut 2006).

Terdapat sekitar 100 jenis mamalia (15 jenis diantaranya endemik), 8 jenis primata dan lebih dari 310 jenis burung dengan 28 jenis diantaranya endemik Kalimantan serta telah didaftarkan oleh ICBP (International Committee for Bird Protection) sebagai jenis terancam punah. Beberapa jenis mamalia langka seperti macan dahan (Neofelis nebulosa), beruang madu (Helarctos malayanus euryspilus), lutung dahi putih (Presbytis frontata frontata), dan banteng (Bos javanicus lowi) (Dephut 2006).

4.5Kondisi Masyarakat

Seluruh kawasan TN Kayan Mentarang dihuni sejak sekitar tiga abad yang lalu oleh kelompok masyarakat suku Dayak. Kira-kira 16.000 jiwa penduduk suku Dayak yang terdiri dari 12 kelompok bahasa yang berbeda, saat ini menghuni 50 desa di dalam dan di sekitar taman nasional. Kepadatan penduduk rata-rata 0,74 orang/km yang meliputi taman nasional dan daerah penyangga. Dalam


(22)

kesehariannya, masyarakat adat suku Dayak hidup dengan peraturan adat. Terdapat 10 wilayah adat yang masing-masing dipimpin oleh lembaga adat di bawah kepemimpinan kepala adat (Dephut 2002b).

Masyarakat Dayak sebagian besar memiliki mata pencaharian kombinasi antara pertanian skala kecil, berburu, dan memancing, serta mengumpulkan bahan makanan, bahan bangunan, kayu bakar, dan obat-obatan dari hutan. Penduduk biasa mendapatkan uang tunai melalui kegiatan mengumpulkan dan kemudian menjual hasil-hasil hutan non kayu (Dephut 2002a, 2002b).

Suku Dayak di sekitar TN Kayan Mentarang terdiri dari berbagai subsuku Dayak antara lain: Kayan, Kenyah, Lundayeh, Merap, Punan, Saben, Tagel, dan lain-lain. Mereka adalah pengelola hutan yang bijak. Sistem pengelolaan yang diterapkan secara turun temurun mewariskan hutan yang dapat dinikmati oleh anak-cucu mereka (Uluk et al. 2001).

Suku Dayak di TN Kayan Mentarang sangat menggantungkan hidupnya pada hutan. Hidup dan hutan bagi mereka seperti ikan dan air yang menjadi satu kesatuan dan tak terpisahkan. Salah satu bentuk ketergantungan tersebut adalah pemanfaatan bahan pangan yang berasal dari hutan dan sekitarnya. Tumbuhan sebagai sumber karbohidrat yang berasal dari berbagai jenis palem dan umbi-umbian seperti nanga (Eugeissona utilis), talang (Arenga undulatifolia), lundai (Xanthosoma sp., Colocasia gigantea), dan lain-lain (Uluk et al. 2001).

Selain karbohidrat, Suku Dayak sekitar TNKM memanfaatkan tumbuhan hutan sebagai asupan vitamin dari sayur dan buah-buahan. Beberapa spesies tumbuhan yang digunakan sebagai sayur antara lain: paku bala (Stenoclaena palustris), paku bai (Diplazium esculentum), paku pa’it (Athyrium sozongonense), dan jenis lainnya. Sedangkan jenis buah yang dikonsumsi orang Dayak antara

lain: dian da’un (Durio oxleyanus), dian kalang (Durio zibethinus), mangga (Mangifera indica), nakan (Artocarpus integer), dan lain sebagainya (Uluk et al. 2001).


(23)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1Karakteristik Responden 5.1.1 Komposisi jenis kelamin

Dari keseluruhan jumlah responden yang diwawancarai (35 orang), dapat diketahui bahwa komposisi jenis kelamin sebanyak 25 orang laki-laki (71%) dan 10 orang perempuan (29%) (Gambar 5). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh besar terhadap pembagian kerja responden. Dari 35 responden yang telah diwawancarai, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama berperan dalam mengerjakan kegiatan mereka sehari-hari. Sebagai contoh bertani, baik laki-laki maupun perempuan memiliki peran yang sama dalam kegiatan seperti mencangkul, merumput, menanam, mencari kayu api, dan kegiatan bertani lainnya, bahkan untuk kegiatan berburu pun sebenarnya perempuan boleh melakukannya, akan tetapi di Desa Long Alango tidak terdapat perempuan yang ikut berburu. Pemburu yang berjenis kelamin perempuan ini ada di Desa Long Kemuat (sebelah Desa Long Alango). Untuk kegiatan berkebun pun mereka memiliki peran yang sama mulai dari persiapan lahan hingga pemanenan. Seperti Simatauw et al. (2001) menyebutkan bahwa masyarakat Dayak di Kalimantan merupakan masyarakat yang egaliter. Di beberapa suku, laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam pengelolaan sumberdaya alam.

Gambar 5 Komposisi penduduk Desa Long Alango. 71%

29%

Laki-laki Perempuan


(24)

Dalam urusan desa seperti acara pertemuan/rapat desa, pemimpin seperti kepala desa, ketua adat, ketua BPTU (Badan Pengelola Tana’ Ulen), dan pemimpin lainnya tetap menjadi kewajiban laki-laki. Badan Pengelola Tana’ Ulen merupakan suatu badan yang mengelola semua hal yang berhubungan dengan

Tana’ Ulen. Tana’ Ulen merupakan suatu wilayah yang dikeramatkan. Tana’ Ulen ini berada di zona tradisional TNKM karena wilayah ini telah dimanfaatkan oleh penduduk sekitar sebelum dibentuknya taman nasional.

Perempuan-perempuan Desa Long Alango mengurus anak dan urusan rumah tangga, mereka juga memiliki perkumpulan ibu-ibu PKK untuk menjalin kekeluargaan. Ibu-ibu PKK ini selain mengadakan pertemuan rutin, mereka juga sering membuat kerajinan khas dayak seperti saung, belanyat, tikar, dan anyaman lainnya yang nantinya akan dijual ke pendatang/turis atau mereka gunakan sendiri. Sedangkan untuk acara kerja bakti membangun desa, antara laki-laki dan perempuan bekerja sama tanpa membedakan gender. Contohnya saja kerja bakti dalam perbaikan bandara pesawat lokal (Susi Air dan MAF) semua orang bekerja sama baik laki-laki maupun perempuan, mulai dari anak-anak hingga orang tua yang masih kuat.

(a) (b)

Gambar 6 Kerja bakti pelebaran bandara: (a) perempuan; (b) laki-laki.

5.1.2 Komposisi kelas umur

Pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan terutama untuk kebutuhan pangan telah dikenal sejak zaman dahulu. Secara turun temurun pengetahuan ini diwariskan kepada keturunannya. Dari hasil wawancara diperoleh kelas umur


(25)

yang berkisar antara 23 tahun hingga 70 tahun (Gambar 7). Berdasarkan grafik tersebut, usia tertua adalah usia 70 tahun. Responden ini masih bekerja di sawah dan masih melakukan kegiatan lainnya sendiri, tanpa meyusahkan orang lain, bahkan responden ini sering berkunjung ke rumah tetangganya yang memiliki jarak agak jauh dari rumahnya dengan berjalan kaki. Kelompok usia terbanyak adalah antara 30 tahun hingga 40 tahun yaitu sebanyak 16 orang. Hal ini menunjukkan bahwa usia tersebut merupakan usia produktif dimana orang-orang bersemangat dalam bekerja di sawah, ladang, dan kebun, bahkan untuk pergi ke hutan dengan tujuan berburu dan kegiatan lainnya.

Gambar 7 Jumlah responden berdasarkan kelompok umur.

Masyarakat Dayak Kenyah Desa Long Alango telah memanfaatkan hutan selam berabad-abad. Akan tetapi intensitas mereka pergi ke hutan bukan untuk setiap saat, melainkan hanya pada saat membutuhkan saja seperti saat ingin berburu, berladang, kerja gaharu, mengambil bahan bangunan dan kerajinan, serta hanya untuk refreshing. Mereka pergi ke hutan biasanya dua hingga empat kali dalam seminggu karena kegiatan harian mereka dihabiskan di sawah dan kebun mereka.

4

16

4

7

5

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

<30 th 30-40 th 41-51 th 52-62 th >62 th

jum

la

h

(o

ra

ng

)


(26)

5.1.3 Tingkat pendidikan formal

Komposisi tingkat pendidikan responden adalah tidak sekolah sebanyak 1 orang (3%), lulusan taman kanak-kanak (TK) sebanyak 1 orang (3%), lulusan sekolah dasar (SD) sebanyak 19 orang (54%), lulusan SMP sederajat sebanyak 5 orang (14%), lulusan SMA sederajat sebanyak 3 orang (9%), lulusan Diploma sebanyak 2 orang (6%), dan lulusan Sarjana sebanyak 4 orang (11%). Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa mayoritas masyarakat memiliki tingkat pendidikan lulusan SD (54%). Persentase tertinggi kedua adalah lulusan SMP sederajat yaitu 14% (Gambar 8). Hal ini karena sekolahan yang terdapat pada desa tersebut hanyalah SD dan SMP, itu pun jumlahnya masing-masing adalah satu sekolah. Biasanya orang yang ingin melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi belajar di luar daerah, misalnya di Tanjung Selor atau Malinau. Akan tetapi, mereka juga dapat melanjutkan sekolahnya lebih jauh lagi misalnya di luar Pulau Kalimantan. Mereka yang sekolah di luar daerah bahkan hingga Sarjana, ada yang kembali lagi ke kampung halamannya untuk menjadi guru ataupun pegawai kecamatan. Dengan kata lain mereka pulang untuk membangun desa mereka. Kebanyakan dari mereka yang sarjana berjenis kelamin laki-laki karena biasanya perempuan setelah lulus SMP langsung menikah dengan alasan tidak ingin sekolah jauh meninggalkan desanya.

Gambar 8 Komposisi tingkat pendidikan responden. 3% 3% 54% 14% 9% 6% 11% Tidak sekolah TK SD SLTP Sederajat SLTA Sederajat Diploma Sarjana

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%

Ting k a t pe ndid ik a n Persentase


(27)

5.1.4 Jenis pekerjaan

Dari 35 responden, keseluruhannya memiliki pekerjaan utama sebagai petani karena bagi mereka bertani merupakan kebutuhan hidup. Mereka memenuhi kebutuhan hidup secara mandiri dengan menyediakan bahan pangan yang berasal dari sawah/ladang kadang juga mengambil langsung dari hutan tanpa mengandalkan proses jual-beli dari orang lain ataupun bantuan langsung dari pemerintah. Pemerintah Kabupaten Malinau juga membantu melalui program

“Gerbangdema” (Gerakan Pembangunan Desa Mandiri). Program ini diharapkan mampu menjadikan desa-desa di Kabupaten Malinau menjadi desa yang lebih

mandiri. Oleh sebab itu, “Gerbangdema” memiliki produk unggulan yang

dihasilkan dari desa-desa tersebut yang nantinya dapat dijual ke luar ataupun dalam daerah sehingga mampu menjadi sumber pendapatan bagi warga desa. Salah satu produk unggulan adalah padi lokal. Bibit padi lokal yang awalnya berasal dari Pemerintah Kabupaten Malinau, ada juga yang berasal dari turun-temurun suku Dayak. Salah satu bibit padi yang berasal dari program

“Gerbangdema” adalah padi adan. Tidak hanya padi, “Gerbangdema” memiliki produk unggulan lainnya seperti nanas (Ananas comosus), bekkai (Pycnarrhena cauliflora), bawang kenyah (Allium tuberosum), kopi (Coffea robusta), kakao (Theobroma cacao), dan produk unggulan lainnya.

Di samping menjadi petani, mereka juga memiliki mata pencaharian lain seperti PNS (guru SD, guru SMP, pegawai kecamatan), pedagang, pemilik penginapan, dan sebagai agen penjualan tiket pesawat lokal (MAF dan Susi Air). Agar sawah atau ladang mereka tetap terurus di saat mereka bekerja di luar selain sebagai petani, maka mereka melakukan pembagian kerja dengan anggota keluarga lainnya. Sebagai contoh, apabila suami bekerja sebagai PNS, pada pagi hingga sore suami kerja di sekolah/kantor, sedangkan sawah atau ladang diurus istri atau anak (jika kedua orang tua bekerja di luar). Setelah suami/orang tua pulang, mereka bergantian dalam mengurus sawah/ladang. Biasanya mereka setelah bekerja langsung menuju sawah/ladang mereka sebelum pulang ke rumah. Begitu pula untuk pekerjaan/mata pencaharian yang lain. Adapun yang menjadi ibu rumah tangga dan pemandu (guide) lokal serta bekerja mencari gaharu, menjual hasil pertanian dan perkebunan sendiri ke tetangga atau desa lain,


(28)

menjual hasil buruan ke tetangga atau desa lain, menjual hasil kerajinan, menyewakan perahu untuk menambah pendapatan keluarganya. Pekerjaan ini dilakukan karena pendapatan yang diperoleh digunakan untuk kebutuhan lain di luar kebutuhan pangan seperti keperluan sandang, kebutuhan rumah tangga, dan kebutuhan lain yang memerlukan uang. Untuk kebutuhan papan, mereka dapat memanfaatkan hasil hutan kayu untuk membangun rumah mereka.

Budaya bertani telah ada sejak zaman dahulu. Orang tua terdahulu mengajarkan kepada anak cucunya untuk dapat bertahan hidup dengan kemandirian. Bibit yang diperoleh untuk tanaman pertanian berasal dari turun temurun, ada juga yang berasal dari luar daerah. Karena dirasa hasil pertanian masih kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan, mereka mengambil bibit tumbuhan hutan untuk dibudidayakan di kebun. Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan vitamin, mineral, air, dan kandungan nutrisi lainnya, penduduk desa menanam spesies sayuran yang bibitnya berasal dari luar daerah. Sayur yang biasanya dijadikan pelengkap bahan makanan mereka juga ada yang berasal dari hutan.

5.2Keanekaragaman Tumbuhan Pangan 5.2.1 Keanekaragaman spesies

Berdasarkan hasil wawancara dan eksplorasi tumbuhan, diperoleh 139 spesies tumbuhan berguna sebagai pangan dengan rincian 32 spesies tumbuhan pangan hutan/liar, 46 spesies tumbuhan pangan berasal dari hutan yang telah dibudidaya, dan 61 spesies tumbuhan pangan budidaya yang bukan berasal dari hutan (Gambar 9).

Berdasarkan 32 spesies tumbuhan pangan yang berasal dari hutan dapat dikelompokkan dalam 13 famili (Gambar10). Berdasarkan hasil tersebut, famili yang memiliki jumlah spesies terbanyak adalah Famili Arecaceae (11 spesies). Beberapa spesies pada Famili Arecaceae seperti eman (Caryota mitis), nanga

(Eugeissona utilis), uwai tebungen (Calamus ornatus), uwai tana’ (Calamus sp.) merupakan bahan pangan yang berguna sebagai bahan pangan pokok pengganti nasi (sumber energi) dan ada yang dimanfaatkan sebagai sayuran dengan bagian dimanfaatkan yaitu umbut. Umbut merupakan bagian rotan atau palem-paleman


(29)

yang masih muda, letaknya di dalam antara pangkal daun dan ujung batang. Umbut ini merupakan sayuran yang sangat disenangi masyarakat Dayak.

Gambar 9 Jumlah spesies tumbuhan pangan hutan, tumbuhan pangan budidaya dari hutan, dan tumbuhan pangan budidaya.

Selain itu terdapat satu spesies buah khas Borneo dari Famili Arecaceae yaitu birai (Salacca affinis var. borneensis). Birai atau dikenal dengan salak hutan ini banyak terdapat di Stasiun Penelitian Hutan Tropis (SPHT) Lalut Birai yang sekaligus merupakan Tana’ Ulen atau hutan adat bagi Suku Dayak Kenyah TNKM.

Gambar 10 Jumlah spesies tumbuhan pangan hutan/liar berdasarkan famili. 3 2 2 2 3 1 1 1 1 1 11 3 1

0 5 10 15

(tidak teridentifikasi) Zingiberaceae Russulaceae Polypodiaceae Poaceae Pleurotaceae Piperaceae Nephrolepidacea Auriculariaceae Athyriaceae Arecaceae Araceae Amanitaceae Jumlah (spesies) F a m ili Tumbuhan pangan hutan Tumbuhan pangan

budidaya dari hutan Tumbuhan pangan

budidaya

46


(30)

Tumbuhan pangan hutan/liar yang sering dimanfaatkan Suku Dayak Kenyah selain sebagai bahan pangan pokok juga ada yang sering dimanfaatkan sebagai sayuran seperti spesies jamur (kulat) dengan contoh : kulat long (Amanita sp.), kulat tlengadok (Auricularia auricula-judae), kulat jap (Pleurotus sp.) dan paku-pakuan seperti paku pait (Athyrium sozongonense), paku julut (Nephrolepis bisserata) (Tabel 3). Selain jamur dan paku-pakuan, terdapat pula tumbuhan berhabitus herba yang dimanfaatkan sebagai sayur yaitu balang (Heckeria umbellata).

Berikut contoh nama-nama spesies tumbuhan pangan hutan yang dimanfaatkan Suku Dayak Kenyah berdasarkan familinya yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Contoh spesies tumbuhan pangan hutan berdasarkan famili

No. Famili Spesies

1 Amanitaceae Kulat long (Amanita sp.)

2 Araceae Keladi upa' nyak (Colocasia esculenta), lundai 1 (Colocasia

gigantea), lundai 2 (Xanthosoma sp.)

3 Arecaceae Talang (Arenga undulatifolia), uwai tebungen (Calamus ornatus),

eman (Caryota mitis), birai (Salacca affinis)

4 Athyriaceae Paku pait (Athyrium sozongonense)

5 Auriculariaceae Kulat tlengadok (Auricularia auricula-judae)

6 Nephrolepidacea Paku julut (Nephrolepis bisserata)

7 Piperaceae Daun balang (Heckeria umbellata)

8 Pleurotaceae Kulat jap (Pleurotus sp.)

9 Poaceae Bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu apus (Gigantolochloa

apus), sengka (Setaria palmifolia)

10 Polypodiaceae Paku bai (Diplazium esculentum), paku bala (Stenoclaena palustris)

11 Russulaceae Kulat bulu (Lactarius deliciosus), kulat long balabau (Russula

cyanoxantha)

12 Zingiberaceae Nyanding (Etlingera elatior), iti' (Etlingera sp.)

13 (tidak

teridentifikasi) Kulat kedet, kulat puti', kulat temenggang

Berdasarkan 139 spesies tumbuhan pangan yang dimanfaatkan Suku Dayak Kenyah, terdapat 46 spesies tumbuhan pangan yang telah dibudidaya berasal dari hutan dengan 16 famili (Gambar 11). Suku Dayak Kenyah melestarikan tumbuhan pangan dengan menanamnya di kebun. Hal ini bertujuan agar mempermudah dalam perolehan tumbuhan pangan tanpa harus mengambilnya langsung dari hutan. Suku Dayak Kenyah membudidayakan tumbuhan pangan hutan di kebun


(31)

dengan cara trial and error. Mereka belajar dari kesalahan dan terus mencobanya hingga berhasil. Hal ini telah diajarkan turun temurun hingga saat ini.

Pada Gambar 11 dapat diketahui bahwa Famili Sapindaceae yang memiliki jumlah spesies terbanyak yaitu 12 spesies. Spesies yang ditemukan pada Famili Sapindaceae adalah buah-buahan yang berasal dari hutan (maritam, mata kucing, rambutan hutan, dan sebagainya). Hal ini membuktikan bahwa TNKM memiliki keanekaragaman buah, sehingga Suku Dayak Kenyah yang tinggal di sekitarnya senang membudidayakan/memanfaatkan bibitnya agar dapat dikonsumsi dengan lebih mudah. Hal ini menunjukkan bahwa Suku Dayak Kenyah TNKM menerapkan asas konservasi (perlindungan, pengawetan, pemanfaatan).

Gambar 11 Jumlah spesies tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan berdasarkan famili.

Beberapa responden menuturkan bahwa saat musim buah, pohon berbuah melimpah, ada yang tumbuh di kebun karena dibudidaya yang bibitnya berasal dari hutan, ada pula yang langsung mengambil dari hutan. Tapi sayangnya buah-buahan tersebut matang dan busuk begitu saja karena pohon terus menghasilkan

2 1 12 3 2 2 1 1 1 1 1 7 1 3 1 5 2

0 2 4 6 8 10 12 14

(tidak teridentifikasi) Urticaceae Sapindaceae Polygalaceae Moraceae Menispermaceae Meliaceae Melastomataceae Lauraceae Flacourtiaceae Fabaceae Euphorbiaceae Cucurbitaceae Clusiaceae Burseraceae Bombacaceae Anacardiaceae Jumlah (spesies) F a m ili


(32)

buah sedangkan tidak setiap hari dikonsumsi buahnya. Berdasarkan pendapat responden, Taman Nasional Kayan Mentarang yang memiliki akses susah dan perjalanan yang jauh, sehingga buah-buahan yang ada kurang dimanfaatkan dan dikelola dengan baik.

Famili yang memiliki jumlah spesies terbanyak kedua adalah Euphorbiaceae. Beberapa spesies yang berasal dari Famili Euphorbiaceae adalah payang kure (Aleuritas moluccana), seti' (Baccaurea bracteata), keleppeso (Baccaurea dulcis) (Tabel 4). Selain contoh tersebut, terdapat pula spesies tumbuhan yang dijadikan bumbu (terasi dayak) oleh Suku Dayak Kenyah seperti payang lengu (Ricinus communis) dan salap (Sumbaviopsis albicans) (Lampiran 2).

Tabel 4 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan berdasarkan famili

No. Famili Spesies

1 Anacardiaceae Berenyiu (Mangifera caesia), alim (Mangifera pajang)

2 Bombacaceae Durian merah (Durio graveolens), dian lai (Durio kutejensis), durian

daun (Durio oxleyanus), durian besar, durian temenggang

3 Burseraceae Kelamu' (Dacryodes rostrata)

4 Clusiaceae Petong (Garcinia bancana), berana' (Garcinia cf. Lateriflora), adiu

(Garcinia forbesii)

5 Cucurbitaceae Payang aka (Trichosanthes sp.)

6 Euphorbiaceae Payang kure (Aleuritas moluccana), seti' (Baccaurea bracteata),

keleppeso (Baccaurea dulcis)

7 Fabaceae Petai hutan (Parkia speciosa)

8 Flacourtiaceae Payang kayu (Pangium edule)

9 Lauraceae Belengla (Litsea cubeba)

10 Melastomataceae Tenggok Buin (Pternandra cordata)

11 Meliaceae Langsat (Lancium domesticum)

12 Menispermaceae Bekkai lanya (Coscinium miosepalum), bekkai lema (Pycnarrhena

cauliflora)

13 Moraceae Temai' (Artocarpus altilis), kean (Artocarpus odoratissimus)

14 Polygalaceae Bua tiup (Xanthophyllum amoenum), mejalin batu (Xanthophyllum

exelsa), mejalin( Xanthophyllum obscurum)

15 Sapindaceae Mata kucing (Dimocarpus longan), se'bau (Nephelium

juglandifolium), maritam (Nephelium ramboutan-ake), unjing (Nephelium maingayi), rambutan hutan (Nephelium muntabile)

16 Urticaceae Keten (Poikilospermus suaveolens)

17 (tidak

teridentifikasi) Tekalang da'an, telo'dok

Famili yang memiliki jumlah spesies terbanyak ketiga setelah Euphorbiaceae adalah Bombacaceae (5 spesies). Keseluruhan tumbuhan pangan yang berasal dari Famili Bombacaceae ini adalah durian dengan berbagai spesies


(33)

seperti durian merah (Durio graveolens), dian lai (Durio kutejensis), durian daun (Durio oxleyanus), durian besar, yang durian temenggang (Tabel 5). Suku Dayak Kenyah senang dengan buah durian sehingga mereka berinisiatif untuk membudidayakannya. Dengan demikian pada saat musim buah tidak perlu lagi mengambil langsung dari hutan yang kaya akan durian tersebut.

Gambar 12 Jumlah spesies tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari hutan berdasarkan famili.

Pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa jumlah spesies tumbuhan pangan budidaya yang bukan berasal dari hutan paling banyak terdapat pada Famili Cucurbitaceae dan Fabaceae yaitu masing-masing 6 spesies. Contoh spesies dari Famili Cucurbitaceae adalah kelompok labu-labuan seperti timun (Cucumis

4 1 5 1 2 1 5 1 1 4 1 2 1 2 2 6 3 6 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1

0 1 2 3 4 5 6 7

Zingiberaceae Sterculiaceae Solanaceae Sapindaceae Rutaceae Rubiaceae Poaceae Piperaceae Pandanaceae Myrtaceae Musaceae Moraceae Limnocharitaceae Liliaceae Lauraceae Fabaceae Euphorbiaceae Cucurbitaceae Convolvulaceae Clusiaceae Caricaceae Bromeliaceae Brassicaceae Bombacaceae Basellaceae Arecaceae Annonaceae Anacardiaceae Amaranthaceae Jumlah (spesies) F a m ili


(34)

sativus), labu kuning (Cucurbita moschata), pare (Momordica charantia) (Tabel 5). Contoh spesies tumbuhan dari Famili Fabaceae adalah kelompok kacang-kacangan seperti kacang tanah (Arachis hypogaea), kedelai (Glycine max), kacang hijau (Phaseolus aureus) (Tabel 5). Contoh-contoh tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan yang kebanyakan dimanfaatkan sebagai sayuran oleh Suku Dayak Kenyah dalam memenuhi kebutuhan protein nabatinya.

Tabel 5 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari hutan berdasarkan famili

No. Famili Spesies

1 Amaranthaceae Bayam (Amaranthus spinosus

2 Anacardiaceae Mangga (Mangifera indica)

3 Annonaceae Sirsak (Annona muricata)

4 Arecaceae Pinang (Areca catechu), kelapa (Cocos nucifera)

5 Basellaceae Lodo (Basella alba)

6 Bombacaceae Durian (Durio zibethinus)

7 Brassicaceae Sawi hijau (Brassica rapa var. parachinensis)

8 Bromeliaceae Nanas (Ananas comosus)

9 Caricaceae Pepaya (Carica papaya)

10 Clusiaceae Manggis (Garcinia mangostana)

11 Convolvulaceae Kangkung (Ipomea aquatica), ubi jalar (Ipomea batatas)

12 Cucurbitaceae Timun (Cucumis sativus), labu kuning (Cucurbita moschata), pare

(Momordica charantia)

13 Euphorbiaceae Singkong 1 (Manihot utilissima), singkong 2 (Manihot esculenta),

cangkok manis (Sauropus androgynus)

14 Fabaceae Kacang tanah (Arachis hypogaea), kedelai (Glycine max), kacang

hijau (Phaseolus aureus)

15 Lauraceae Kayu manis (Cinnamomum burmanii), buah mali (Litsea garciae)

16 Liliaceae Bawang merah (Allium cepa), bawang rambut (Allium tuberosum)

17 Limnocharitaceae Genjer (Limnocharis flava)

18 Moraceae Nangka (Artocarpus heterophyllus), nakan (Artocarpus integer)

19 Musaceae Pisang (Musa spp.)

20 Myrtaceae Jambu batu (Psidium guajava), cengkih (Syzygium aromaticum),

salam (Syzygium polyanthum)

21 Pandanaceae Pandan (Pandanus amaryllifolius)

22 Piperaceae Lada (Piper nigrum)

23 Poaceae Jagung (Zea mays), padi (Oryza sativa), sereh (Andropogon nardus)

24 Rubiaceae Kopi kenyah (Coffea robusta)

25 Rutaceae Bonyau kela'ang (Citrus maxima), Jeruk besar (Citrus aurantium )

26 Sapindaceae Rambutan (Nephelium lappaceum)

27 Solanaceae Olem (Solanum tovum), lombok/cabe rawit (Capsicum frutescens),

terong (Solanum melongena)

28 Sterculiaceae Kakao (Theobroma cacao)

29 Zingiberaceae Lia lamut (Alpinia galanga), lia bonat (Curcuma domestic), lia salu


(35)

5.2.2 Keanekaragaman habitus

Berdasarkan habitus pada tumbuhan pangan hutan, diperoleh 7 habitus (jamur, herba, semak, liana, paku-pakuan palem, bambu) (Tabel 6) dengan persentase tertinggi adalah habitus jamur (25%) yang memiliki 8 spesies. Contoh spesies tersebut adalah kulat long (Amanita sp.), kulat bulu (Lactarius deliciosus), kulat long balabau (Russula cyanoxantha) (Tabel 7). Habitus yang memiliki jumlah spesies paling sedikit yaitu semak (1 spesies). Spesies tersebut adalah birai (Salacca affinis var.borneensis).

Tabel 6 Persentase habitus tumbuhan pangan hutan

No. Habitus Jumlah (spesies) Persentase (%)

1 Jamur 8 25

2 Herba 7 22

3 Semak 1 3

4 Liana 5 16

5 Paku-pakuan 4 13

6 Palem 5 16

7 Bambu 2 6

Jumlah 32 100

Berdasarkan Tabel 6, berikut beberapa nama spesies tumbuhan pangan hutan berdasarkan habitusnya (Tabel 7). Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat padal Lampiran 1.

Tabel 7 Contoh spesies tumbuhan pangan hutan berdasarkan habitus

No. Habitus Spesies

1 Jamur Kulat long (Amanita sp.), kulat bulu (Lactarius deliciosus), kulat long balabau

(Russula cyanoxantha)

2 Herba Keladi upa' nyak (Colocasia esculenta), balang (Heckeria umbellata),

nyanding (Etlingera elatior), iti' (Etlingera sp.)

3 Semak Birai (Salacca affinis var.borneensis)

4 Liana Uwai tebungen (Calamus ornatus), uwai tana' (Calamus sp.), uwai balamata

(Calamus sp.1), uwai pait (Calamus sp.2) 5

Paku-pakuan

Paku bai (Diplazium esculentum), paku bala (Stenoclaena palustris), paku julut (Nephrolepis bisserata)

6 Palem Eman (Caryota mitis), nanga (Eugeissona utilis), sagu (Metroxylon sp.)

7 Bambu Bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu apus (Gigantolochloa apus)

Berdasarkan hasil pengamatan spesies tumbuhan pangan hutan yang telah dibudidayakan Suku Dayak Kenyah, diperoleh 7 habitus dengan jumlah spesies terbanyak terdapat pada habitus pohon (40 spesies dengan persentase 87 %)


(36)

(Tabel 8). Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa Suku Dayak Kenyah banyak membudidayakan pohon buah dari hutan untuk ditanam di kebun. Pohon tersebut antara lain berasal dari Famili Bombacaceae (berbagai spesies durian), Sapindaceae (maritam, mata kucing, rambutan hutan), Euphorbiaceae (seti’, dabai, keleppeso, settai), dan famili lainnya (Lampiran 2).

Tabel 8 Persentase habitus tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan

No. Habitus Jumlah (spesies) Persentase (%)

1 Pohon 40 87

2 Liana 4 9

3 Herba 1 2

4 Perdu 1 2

Jumlah 46 100

Berdasarkan jumlah spesies yang terdapat pada Tabel 8, berikut terdapat beberapa nama spesies tumbuhan pangan hutan yang telah dibudidayakan berdasarkan habitusnya (Tabel 9). Untuk nama-nama spesies tumbuhan pangan hutan yang telah dibudidaya secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 9 Contoh spesies tumbuhan pangan hutan yang telah dibudidaya berdasarkan habitus

No. Habitus Spesies

1 Pohon Berenyiu (Mangifera caesia), durian merah (Durio graveolens), kelamu'

(Dacryodes rostrata), petong (Garcinia bancana), petai hutan (Parkia speciosa)

2 Liana Payang aka (Trichosanthes sp.), bekkai lanya (Coscinium miosepalum), bekkai

lema (Pycnarrhena cauliflora)

3 Herba Keten (Poikilospermus suaveolens)

4 Perdu Belengla (Litsea cubeba)

Tabel 10 menunjukkan bahwa habitus yang memiliki persentase terbesar adalah herba yaitu 34% (21 spesies). Tumbuhan pangan budidaya non hutan yang memiliki habitus herba antara lain bayam (Amaranthus spinosus), kacang tanah (Arachis hypogaea), pepaya (Carica papaya) (Tabel 11). Habitus yang memiliki persentase paling sedikit yaitu bambu (2%) atau hanya satu spesies bambu kuning (Bambusa vulgaris). Suku Dayak Kenyah menanam bambu kuning karena bagi mereka rebung (tunas) bambu kuning lezat untuk dijadikan sayur tumisan.


(37)

Tabel 10 Persentase habitus tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari hutan

No. Habitus Jumlah spesies Persentase (%)

1 Herba 21 34

2 Pohon 14 23

3 Palem 2 3

4 Liana 14 23

5 Semak 2 3

6 Perdu 7 11

7 Bambu 1 2

Jumlah 61 100

Berikut contoh spesies tumbuhan pangan budidaya non hutan berdasarkan habitusnya yang dapat dilihat pada Tabel 11. Nama spesies lainnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 11 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya yang bukan dari hutan berdasarkan habitus

No. Habitus Spesies

1 Herba Bayam (Amaranthus spinosus), sawi hijau (Brassica rapa var. parachinensis),

pepaya (Carica papaya), kangkung (Ipomea aquatica), kacang tanah (Arachis hypogaea)

2 Pohon Durian biasa (Durio zibethinus), manggis (Garcinia mangostana), mangga

(Mangifera indica)

3 Palem Kelapa (Cocos nucifera), pinang (Areca catechu)

4 Liana Lodo (Basella alba), pare (Momordica charantia), lada (Piper nigrum)

5 Semak Nanas (Ananas comosus), pandan wangi (Pandanus amaryllifolius)

6 Perdu Singkong (Manihot utilissima), jambu batu (Psidium guajava), terong

(Solanum melongena), olem (Solanum torvum)

7 Bambu Bambu kuning (Bambusa vulgaris)

5.2.3 Bagian yang digunakan

Pada Tabel 12 terdapat 9 bagian yang digunakan dari tumbuhan pangan liar/hutan dengan persentase terbesar adalah umbut (28%) karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat dayak senang mengonsumsi umbut sebagai sayuran. Persentase terbesar kedua terdapat pada seluruh bagian. Seluruh bagian ini merupakan bagian yang dimanfaatkan pada jamur. Suku Dayak Kenyah memperoleh jamur secara liar atau dari hutan untuk dijadikan sayuran.

Persentase bagian yang digunakan tumbuhan pangan hutan terendah adalah umbi-daun, umbut-bunga, dan buah yaitu masing-masing 3%. Bagian digunakan umbi-daun terdapat pada spesies keladi upa’ nyak (Colocassia esculenta) karena pada bagian dimanfaatkan untuk dijadikan sumber energi (makanan pengganti nasi) adalah umbi dan bagian dimanfaatkan untuk sayur tumis atau kuah adalah


(38)

daun. Bagian yang digunakan terendah lainnya yaitu umbut-bunga nyanding (Etlingera elatior) dari Famili Zingiberaceae. Umbut dan bunga dari nyanding ini dijadikan sayur tumisan. Bunga nyanding dinamakan blusut dalam bahasa Kenyah. Bagian yang digunakan paling sedikit lainnya yaitu buah yang terdapat pada Birai (Salacca affinis var.borneensis).

Tabel 12 Persentase bagian digunakan tumbuhan pangan hutan

No. Bagian yang digunakan Jumlah (spesies) Persentase (%)

1 Seluruh bagian 8 25

2 Umbi, daun 1 3

3 Umbi 2 6

4 Umbut 9 28

5 Getah 3 9

6 Daun 5 16

7 Tunas 2 6

8 Umbut, bunga 1 3

9 Buah 1 3

Jumlah 32 100

Berdasarkan 9 bagian yang digunakan pada tumbuhan pangan liar/hutan, terdapat beberapa spesies tumbuhan yang tertera pada Tabel 13. Pada tabel tersebut, menunjukkan contoh-contoh spesies yang sering dimanfaatkan Suku Dayak Kenyah dengan bagian tertentu yang digunakan. Rincian spesies tumbuhan pangan secara lebih lengkap terdapat pada Lampiran 1.

Tabel 13 Contoh spesies tumbuhan pangan hutan berdasarkan bagian digunakan No. Bagian yang digunakan Spesies

1 Seluruh bagian Kulat long (Amanita sp.), kulat bulu (Lactarius deliciosus),

kulat long balabau (Russula cyanoxantha)

2 Umbi, daun Keladi upa' nyak (Colocasia esculenta)

3 Umbi Lundai 1 (Colocasia gigantea), lundai 2 (Xanthosoma sp.)

4 Umbut Talang (Arenga undulatifolia), uwai tebungen (Calamus

ornatus), iti' (Etlingera sp.), sengka (Setaria palmifolia)

5 Getah Eman (Caryota mitis), nanga (Eugeissona utilis), sagu

(Metroxylon sp.)

6 Daun Paku bai (Diplazium esculentum), paku bala (Stenoclaena

palustris), Paku julut (Nephrolepis bisserata), balang (Heckeria umbellata)

7 Tunas Bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu apus

(Gigantolochloa apus)

8 Umbut, bunga Nyanding (Etlingera elatior)


(39)

Pada Tabel 14 dapat diketahui bahwa bagian yang digunakan paling banyak adalah buah dengan persentase 89% (41 spesies). Hal ini menunjukkan TNKM memiliki kekayaan spesies buah sehingga masyarakat sekitar hutan dapat memperoleh bibit dari hutan dan membudidayakannya.

Tabel 14 Persentase bagian yang digunakan tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan

No. Bagian yang digunakan Jumlah (spesies) Persentase (%)

1 Buah 41 89

2 Biji 2 4

3 Daun 3 7

Jumlah 46 100

Berdasarkan persentase spesies yang ditemukan berdasarkan bagian yang digunakan pada Tabel 14, berikut contoh nama-nama spesies tumbuhan pangan yang telah dibudidaya oleh Suku Dayak Kenyah TNKM (Tabel 15).

Tabel 15 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya berasal dari hutan berdasarkan bagian yang digunakan

No. Bagian yang digunakan Spesies

1 Buah Berenyiu (Mangifera caesia), durian merah (Durio

graveolens), kelamu' (Dacryodes rostrata), petong (Garcinia bancana), petai hutan (Parkia speciosa)

2 Biji Petai hutan (Parkia speciosa), Belengla (Litsea cubeba)

3 Daun Keten (Poikilospermus suaveolens), Bekkai lanya

(Coscinium miosepalum), bekkai lema (Pycnarrhena cauliflora)

Pada Tabel 16, persentase bagian yang digunakan tumbuhan budidaya non hutan terbesar adalah buah yaitu 43% (26 spesies buah). Buah memiliki fungsi diantaranya sebagai pelengkap gizi, khususnya vitamin C (Tarwotjo 1998). Oleh sebab itu, buah-buahan yang bukan berasal dari hutan pun ditanam Suku Dayak Kenyah.


(40)

Tabel 16 Persentase bagian yang digunakan tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari hutan

No. Bagian yang digunakan Jumlah (spesies) Persentase (%)

1 Daun 9 15

2 Buah 26 43

3 Umbut 1 2

4 Buah, umbut 1 2

5 Umbi, daun 2 3

6 Buah, daun 2 3

7 Biji 8 13

8 Kulit batang 1 2

9 Rimpang 3 5

10 Buah, umbut, bunga 1 2

11 Bunga 1 2

12 Akar 1 2

13 Tunas 1 2

14 Rimpang, bunga 1 2

15 Umbi 2 3

16 Batang 1 2

Jumlah 61 100

Berikut contoh spesies tumbuhan pangan budidaya non hutan berdasarkan bagian yang digunakan (Tabel 17).

Tabel 17 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya bukan dari hutan berdasarkan bagian yang digunakan

No. Bagian yang digunakan Spesies

1 Daun Bayam (Amaranthus spinosus), lodo (Basella alba), pandan

(Pandanus amaryllifolius)

2 Buah Sirsak (Annona muricata), pepaya (Carica papaya), labu

putih (Lagenaria leucantha), cabai rawit (Capsicum frutescens), olem (Solanum torvum), durian (Durio zibethinus)

3 Umbut Pinang (Areca catechu)

4 Buah, umbut Kelapa (Cocos nucifera)

5 Umbi, daun Ubi jalar (Ipomea batatas), Singkong (Manihot utilissima)

6 Buah, daun Timun (Cucumis sativus), labu kuning (Cucurbita moschata)

7 Biji Lada (Piper nigrum), padi (Oryza sativa), kopi (Coffea

robusta), kakao (Theobroma cacao)

8 Kulit batang Kayu manis (Cinnamomum burmanii)

9 Rimpang Lia bonat (Curcuma domestica), lia salu' (jahe biasa)

(Zingiber officinale), jahe merah (Zingiber officinale)

10 Buah, umbut, bunga peti' (pisang) (Musa spp.)

11 Bunga Cengkih (Syzygium aromaticum)

12 Akar Sereh (Andropogon nardus)

13 Tunas Bambu kuning (Bambusa vulgaris)

14 Rimpang, bunga Lia lamut (Alpinia galanga)

15 Umbi Bawang merah (Allium cepa), bawang rambut (Allium

tuberosum)


(41)

5.2.4 Cara pemanenan

Tumbuhan pangan hutan yang dibudidayakan di kebun biasanya berupa tumbuhan penghasil buah. Walaupun kebanyakan tumbuhan yang ditanam di kebun bibitnya berasal dari luar daerah dan dari pemerintah (Lampiran 3), akan tetapi beberapa bibit buah yang berasal dari hutan juga dibudidayakan di kebun mereka seperti berenyiu (Mangifera caesia), alim (Mangifera pajang), dian lai (Durio kutejensis), dian daun (Durio oxleyanus), adiu (Garcinia forbesii), petong

(Garcinic bancana), seti’ (Baccaurea bracteata), dabai (Baccaurea dulcis), keleppeso (Baccaurea lanceolata), settai (Baccaurea macrocarpa), bua tiup (Xanthophyllum amoenum), mejalin batu (Xanthopyllum excelsa), mejalin (Xanthopyllum obscurum), isau bala (Dimocarpus longan ssp.), rambutan hutan (Nephelium muntabile), buah telo’ (Nephelium cuspidatum) dan berbagai spesies lainnya (Lampiran 2). Cara pemanenan tumbuhan yang berasal dari hutan dengan mengambil semai beserta tanahnya yang kemudian langsung ditanam di kebun mereka. Apabila ada yang tidak ingin menanam buah-buahn di kebun namun hanya ingin menikmati buah dari pohonnya langsung dai hutan, maka tidak diperbolehkan menebang pohonnya, hanya boleh mengambil bagian buahnya saja. Di samping itu bekkai pun juga ada yang ditanam di kebun, walaupun susah untuk dibudidayakan. Dari hasil wawancara, responden mengungkapkan bahwa keberhasilan tumbuh bekkai lema (Pycnarrhena cauliflora) dan bekkai lanya (Coscinium miosepalum) hanya 10%. Untuk pemanenan bekkai sama dengan memanen buah-buahan dari hutan yaitu dengan mengambil semai beserta tanahnya.

Untuk pemanenan hasil kebun/sawah/ladang tidak ada aturannya. Bagi mereka memanen sesuka hati pemiliknya saja, tetapi tidak ditemukan adanya pemanenan yang berlebihan (kecuali pemanenan padi). Sebagian hasil kebun/sawah/ladang disisakan agar tidak habis dan tetap dapat berkembang biak.

Cara memanen umbut yaitu dengan cara diukur 2/3 dari pucuk tumbuhan atau mengetuk-ketuk untuk memastikan tumbuhan tersebut terdapat berisi umbut. Kemudian dipotong bagian tersebut, kulitnya dikupas hingga terlihat umbutnya. Umbut siap diolah lebih lanjut sebelum dapat dikonsumsi.


(42)

5.2.5 Cara pengolahan bahan pangan

Bahan pangan yang berasal dari hutan, ladang, kebun, ataupun sawah diolah lebih lanjut oleh Suku Dayak Kenyah. Berbagai makanan khas mereka olah sendiri untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.

Tabel 18 Spesies tumbuhan pangan yang dijadikan olahan pangan

No. Olahan

pangan

Nama makanan

olahan

Spesies tumbuhan yang digunakan

1 Bahan pangan berkarbohidrat

nasi, bubur, sagu, tepung

padi (Oryza sativa), lundai 1 (Colocasia gigantea), lundai 2 (Xanthosoma sp.), singkong (Manihot utilissima), sagu (Metroxylon sp.), dll

2 Sayuran sayuran tumis

dan bening

keladi upa'nyak (Colocassia esculenta, balang (Heckeria umbellata), nyanding(Etlingera elatior), dll

3 Bahan pangan pelengkap

kerupuk, bumbu, gorengen, jajanan

bekkai lema (Pycnarrhena cauliflora), bekkai lanya (Coscinium miosepalum), Payang aka (Trichosanthes sp.), salap (Sumbaviopsis albicans), dll

4 Minuman ciu, kopi,

kacang hijau

singkong (Manihot utilissima), kopi (Coffea robusta), kacang hijau (Phaseolus aureus)

5.2.5.1Bahan pangan berkarbohidrat

Bahan pangan yang mengandung karbohidrat di alam bermacam-macam jenisnya, baik yang berasal dari hutan maupun yang telah dibudidaya. Bahan pangan ini dapat diolah lebih lanjut seperti menjadi : nasi, bubur, tepung, kue, sagu, tape, dan olahan yang dapat menjadi sumber energi lainnya. Olahan yang pertama adalah nasi. Nasi merupakan bahan pangan sederhana dan pokok bagi kehidupan umat manusia. Nasi berasal dari padi, berbagai jenis padi lokal yang ditanam Suku Dayak Kenyah dapat dijadikan nasi dengan tekstur yang berbeda tentunya. Mulai dari nasi pera yang cocok untuk dibuat nasi goreng hingga nasi ketan yang lezat dijadikan berbagai jajanan.

Bubur merupakan olahan lanjutan dari nasi. Bubur ini ada yang berasal dari beras ada juga yang berasal dari spesies keladi-keladian seperti keladi upa’ nyak (Colocassia esculenta), lundai 1 (Colocasia gigantea) dan lundai 2 (Xanthosoma sp. (Lampiran 1). Cara pengolahannya sama dengan bubur biasa, hanya saja bubur keladi cara pengolahannya dengan mengambil umbi dari spesies keladi tersebut di atas kemudian membersihkannya, memotongnya, dan merebusnya hingga lembut seperti bubur, dapat juga ditambahkan bumbu garam, lada, dan bumbu lain sesuai


(43)

selera. Tidak semua spesies keladi dapat dimakan umbinya karena keladi memiliki getah yang apabila dimakan menimbulkan gatal tenggorokkan.

Bahan pangan olahan lainnya antara lain tepung yang terbuat dari singkong (Manihot utilissima). Cara pengolahannya, umbi singkong dikupas, kemudian dibersihkan. Setelah bersih, umbi singkong diparut kasar. Setelah diparut, kemudian diletakkan di atas daun pisang dan dijemur. Setelah itu parutan singkong ditumbuk dan dicampur beras yang telah ditumbuk. Setelah itu jemur kembali. Kemudian diayak hingga keluar ampas dan ampas ini ditumbuk kembali. Begitu seterusnya hingga seluruhnya halus. Tepung ini dibuat sendiri secara tradisional dengan alat sederhana dan dapat bertahan lama hingga satu bulan.

Bahan pangan berkarbohidrat lainnya adalah kue yang terbuat dari bahan ubi kayu (Ipomea batatas) dengan cara pengolahan seperti membuat kue biasa hanya saja ditambah dengan ubi kayu. Adapun tape singkong dengan cara pengolahan yang seperti biasanya menggunakan ragi.

Selanjutnya bahan pangan olahan berkarbohidrat dengan tumbuhan yang berasal langsung dari hutan adalah sagu. Sagu ini berasal dati spesies eman (Caryota mitis), nanga (Eugeissona utilis), dan sagu (Metroxylon sp.) Cara pengolahan sagu pada ketiga spesies tersebut sama, yakni membelah batang sagu/eman/nanga kemudian memukulnya hingga hancur. Pengolahan ini dilakukan dekat dengan sumber air karena sangat membutuhkan air dalam mengolah sagu. Setelah itu injak-injak hingga keluar air dan biarkan hingga satu malam. Setelah terlihat sagu dan air terpisah, buang airnya, kemudian isi air lagi hingga keluar sagu murninya.

(a) (b)


(1)

Lampiran 8 Kuisioner panduan wawancara

PANDUAN WAWANCARA

Hari/tanggal : Nama responden : Jenis kelamin :

Usia :

Tingkat pendidikan : Jenis pekerjaan :

Agama :

Nilai budaya/kearifan lokal masyarakat Dayak TNKM A. Stimulus Alami

1. Jenis tumbuhan apa yang dimanfaatkan dari hutan? Apa manfaatnya?

...

B. Stimulus Manfaat

1. Kegiatan apa yang dilakukan di dalam hutan?

a) Berburu b) Mengambil kayu bakar c) Mengambil tumbuhan d) Lainnya... 2. Apa hasil hutan yang dimanfaatkan?

a) Hewan b) Kayu c) Tumbuhan d) Lainnya... 3. Hasil hutan yang diambil dipergunakan untuk diri sendiri atau dijual?

a) Digunakan sendiri b) Dijual c) Sebagian dijual

C. Stimulus Rela

1. Apakah bapak/ibu sering ke hutan?

a) Sering b) Jarang c) Tidak pernah d) Lainnya... 2. Berapa kali bapak/ibu pergi ke hutan?


(2)

99

3. Sudah berapa lama memanfaatkan hasil hutan?

a) < 1 tahun b) 1-3 tahun c) 4-6 tahun d) > 6 tahun 4. Seberapa sering memanfaatkan tumbuhan di hutan?

a) Setiap saat b) Hanya saat membutuhkan c) Tidak pernah d) Lainnya... 5. Apakah tumbuhan dari hutan juga ditanam di kebun sendiri?

a) Iya b) Tidak

6. Apakah ada aturan atau larangan yang berkaitan dengan sumberdaya hutan bagi masyarakat?

a) Ada b) Tidak ada

7. Apa hukuman bagi yang melnggar aturan tersebut?

...

Pemanfaatan tumbuhan pangan oleh masyarakat Dayak TNKM A. Stimulus Alami

1. Jika ada tumbuhan di hutan dijadikan bahan pangan, apa jenisnya?

... 2. Apa nama jenis makanan yang diolah dari tumbuhan pangan tersebut?

...

B. Stimulus Manfaat

1. Apakah tumbuhan di hutan dijadikan bahan pangan?

a) Iya b) Tidak

2. Apa habitusnya?

... 3. Bagaimana cara memperoleh dan mengolah tumbuhan pangan tersebut

menjadi bahan pangan?

... 4. Apa fungsi/khasiat tumbuhan tersebut bagi tubuh?


(3)

C. Stimulus Rela

1. Bagaimana cara memperole tumbuhan pangan?

... 2. Apakah diambil langsung dari hutan atau ditanam sendiri di kebun?

a) Diambil langsung dari hutan b) Ditanam sendiri dari kebun

c) Lainnya... 3. Jika dari hutan, bagaimana cara memperolehnya?

... 4. Jika dari kebun sendiri bagaimana proses dari penanaman, perawatan, hingga

pemanenannya?

... 5. Siapa saja yang dapat mengonsumsi jenis makanan tersebut (kalangan usia)?

a) Kakek/nenek c) Ayah/Ibu c) Bayi d) Lainnya... 6. Kapan mengonsumsi tumbuhan pangan tersebut? Bagaimanakah periodenya

(hari/bulan/musim/pagi/siang/sore)?

... 7. Apakah ada ritual dalam pengambilan tumbuhan pangan dari alam?

Bagaimanakah ritual tersebut?

...

A. Data tambahan mengenai pemanfaatan tumbuhan berguna oleh masyarakat Dayak TNKM

1. Selain tumbuhan yang diambil, apakah ada lagi pemanfaatan tumbuhan secara etnis oleh masyarakat? Sebutkan. (Stimulus Rela)

... 2. Apa saja jenisnya? Apa manfaatnya? (Stimulus Alami)

... 3. Apakah juga memanfaatkan hewan sebagai tambahan bahan pangan? Apa saja jenisnya? Bagian tubuh hewan mana yang dimanfaatkan? (Stimulus Manfaat)


(4)

101

4. Apa fungsi dari hewan untuk pangan tersebut? (Stimulus Manfaat)

...

B. Kegiatan sehari-hari masyarakat yang menunjang etnobotani pangan 1. Ada berapa anggota keluarga di rumah ini? Sebutkan.

... 2. Bagaimana kegiatannya?

a) Kegiatan sehari-hari kepala keluarga b) Kegiatan sehari-hari ibu rumah tangga c) Kegiatan anak

d) Kegiatan utama dan tambahan/penunjang masing-masing aggota keluarga 3. Bagaimana budayanya dalam pemanfaatan tumbuhan di hutan (terutama

tumbuhan pangan)? a) Upacara adat b) Aturan adat

c) Ritual pemanfaatan

d) Konservasi menjaga hutan e) dll


(5)

RINGKASAN

FELA ADITINA PUSPA AYU. Etnobotani Pangan Masyarakat Suku Dayak Kenyah di Sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang, Kalimantan Timur. Di bimbing oleh ERVIZAL A.M. ZUHUD dan AGUS HIKMAT.

Suku Dayak Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) terdiri dari beberapa sub suku Dayak, salah satunya yaitu Dayak Kenyah. Suku Dayak Kenyah memiliki keunikan tersendiri dalam pemanfaatan tumbuhan khususnya tumbuhan pangan. Oleh karena itu dokumentasi pemanfaatan tumbuhan pangan oleh Suku Dayak Kenyah perlu dilakukan. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman tumbuhan pangan dan kearifan lokal pemanfaatan tumbuhan pangan oleh Suku Dayak Kenyah.

Penelitian dilakukan di Desa Long Alango Kecamatan Bahau Hulu, SPTN Wilayah II Taman Nasional Kayan Mentarang, Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur pada bulan Maret - April 2011. Metode penelitian yang digunakan meliputi studi literatur, survei dan inventarisasi lapang, wawancara dengan kuisioner, pembuatan dan identifikasi contoh herbarium, serta pengolahan dan analisis data. Responden pada kegiatan wawancara ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria jenis pekerjaan utama responden yaitu petani. Jumlah responden sebanyak 35 orang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil tumbuhan pangan yang dimanfaatkan Suku Dayak Kenyah TNKM teridentifikasi sebanyak 139 spesies tumbuhan pangan dengan rincian 32 spesies tumbuhan pangan hutan/liar, 46 tumbuhan pangan hutan yang dibudidaya dan 61 tumbuhan pangan non hutan. Spesies tumbuhan pangan tersebut dapat diolah menjadi bahan pangan berkarbohidrat, sayuran, bahan pangan pelengkap, dan minuman. Di antara sumber pangan yang digunakan Suku Dayak Kenyah adalah beberapa jenis padi seperti pa’dai bere, pa’dai ba’an, pa’dai putik, dan pa’dai adan. Tipe habitat terbesar tumbuhan pangan adalah kebun dan hutan (33%), kemudian diikuti hutan/liar (23%), pematang sawah (16%), kebun (15%), ladang dan jekkau (6%), pekarangan (6%), dan sawah (1%). Kearifan tradisional yang dimiliki Suku Dayak Kenyah adalah pemanfaatan tumbuhan pangan saat berburu, pembudidayaan tumbuhan pangan hutan di kebun, sistem perladangan, dan lain-lain.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa Suku Dayak Kenyah TNKM banyak menggunakan tumbuhan untuk berbagai kebutuhan pangan dan Suku Dayak Kenyah memiliki kearifan lokal dalam pemanfaatan tumbuhan pangan.


(6)

SUMMARY

FELA ADITINA PUSPA AYU. Food Plants Ethnobotany of Dayak Kenyah Tribe Around Kayan Mentarang National Park, East Borneo. Under Supervision of ERVIZAL A.M. ZUHUD and AGUS HIKMAT.

Dayak Ethnic of Kayan Mentarang Nasional Park (KMNP) consists of several Dayak sub ethnics, one of them is Dayak Kenyah. It has unique characteristic in the use of plants, particularly food plants, which needed to be documented. This research was aimed to identify the diversity of food plants and local wisdom of Dayak Kenyah tribe in food plants use.

This research was conducted in Long Alango Village, Subdistrict of Bahau Hulu, National Park Section Management (NPSM) Region II Kayan Mentarang Nasional Park, Malinau, East Borneo on March - April 2011. Research methods used consist of literature study, field survey, interview using questionaire, herbarium sample making and identification, and data analysis.

The research had identified 139 spesies of food plants that used by Dayak Kenyah tribe of KMNP, which consisted of 32 species of wild food plants (origin from forest), 46 species of wild food plants that had been cultivated, and 61 species of cultivated food plants. All those species could be processed into carbohydrate source, vegetables, complementary food, and beverages. Among all the foods source that consumed by Dayak Kenyah ethnic, there are several species of rice plant like pa’dai bere, pa’dai ba’an, pa’dai putik, and pa’dai adan. The largest habitat types of food plants was garden and forest (33%), then followed by forest/wild habitat (23%), the bund of irrigated rice field (16%), garden (15%), unirrigated agricultural field and jekkau (6%), yard (6%), and irrigated rice field (1%). Local wisdom of Dayak Kenyah tribe were the use of food plants when hunting, cultivation of food plants from forest in garden, cultivation system, etc.

Conclusion of this research shows that Dayak Kenyah tribe of KMNP used various plants for various needs of foods, and Dayak Kenyah ethnic has local wisdom in the use of food plants.