Perancangan Buku ILustrasi Mantera Jangjawaokan Di Kebudayaan Sunda

(1)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN BUKU ILUSTRASI MANTERA JANGJAWOKAN DI KEBUDAYAAN SUNDA

DK38315/Tugas Akhir Semester II 2014-2015

Oleh:

Dian Maulidawati Rusli 51911077

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat Rahmat-Nya lah sehingga perancangan tugas akhir yang berjudul ”Perancangan Buku Ilustrasi Mantera Jangjawokan di Kebudayaan Sunda” dapat dislesaikan. Laporan ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi mata kuliah Tugas Akhir program studi Desain Komunikasi Visual fakultas Desain Universitas Komputer Indonesia. Berbagai macam hambatan dan kesulitan banyak ditemui pada proses pengerjaan laporan ini. Namun atas bantuan dan dorongan berbagai pihak, laporan ini dapat berhasil diselesaikan. Maka tak lupa ucapan terima kasih yang teramat tulus sedalam-dalamnya kepada Bapak Kankan, M.Ds selaku dosen pembimbing dan dosen wali yang telah memberikan bimbingan dan arahan terhadap tugas akhir ini, kepada Ibu Etti Rs sebagai narasumber yang telah membantu dalam pengerjaan dan memperkaya data penelitian dalam tugas akhir ini dari penuturan mantera jangjawokan. Bapak Mamat Sasmita sebagai narasumber yang ikut membantu dalam pengerjaan tugas akhir ini dan memperkaya data penelitian terhadap kebudayaan Sunda dan jangjawokan. Dan kedua Orang tua yang selalu memberikan dukungan dan mendoakan demi kelancaran penelitian, sehingga penelitian dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat menghargai kritik dan saran demi hasil yang lebih baik di masa yang akan datang.

Bandung, 1 Agustus 2015, Penulis


(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia terkenal dengan keanekaragaman suku dan kebudayaan. Kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke ditinggali oleh berbagai suku yang memiliki ciri khas tertentu. Masing-masing suku bangsa memiliki tradisi yang berbeda antara satu dengan yang lainya. Hal inilah yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan Negara yang majemuk akan kebudayaan. Bukti nyata adanya kemajemukan di dalam masyarakat Indonesia terlihat dari beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia.. Tiap suku bangsa inilah yang kemudian mempunyai ciri khas kebudayaan yang berbeda-beda. Terdapat lebih dari 300 suku bangsa di Indonesia atau tepatnya 1.340 suku bangsa menurut sensus BPS tahun 2010.

Masing-masing suku bangsa tersebut memiliki tradisi yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, baik itu dalam bentuk bahasa sehari-hari maupun tradisi-tradisi lainnya. Bentuk-bentuk tradisi yang dilakukan oleh berbagai suku bangsa tersebut antara lain perkawinan, pesta adat, kematian dan lain sebagainya. Masing-masing bentuk upacara tersebut dilakukan dengan cara-cara tertentu yang menjadi ciri khas dari masing-masing bangsa tersebut. Ciri khas tersebut disatu pihak ada yang masih dipertahankan oleh masyarakat dan tidak mengalami perubahan sama sekali, dilain pihak ada yang mengalami perubahan atau malah hilang sama sekali sebagai suatu tradisi yang menjadi bagian dari masyarakat.

Budaya adalah sesuatu yang dilakukan secara turun-temurun dan menjadi sebuah kebiasaan dimasyarakat. Di era globalisasi ini banyak budaya masuk dari berbagai aspek mempengaruhi kehidupan, juga mempengaruhi budaya terdahulu yang di anggap 'kuno'. Alhasil identitas sebuah negara dengan budaya aslinya makin menipis atau bahkan hilang saat perkembangan budaya barat masuk mempengaruhi budaya asli. Kurangnya pendokumentasian dan kurangnya


(6)

kesadaran akan pentingnya sebuah budaya sebagai identitas membuat budaya itu sendiri terasingkan. Fenomena budaya negeri sendiri yang dianggap asing khususnya oleh kalangan generasi muda karena adanya multikultural budaya luar yang masuk akhirnya mereka lebih memilih budaya yang ada sekarang mungkin budaya dulu tidak semenarik dengan budaya sekarang. Tetapi masih ada sebagian masyarakat yang peduli akan budaya asli Indonesia yang juga telah berkontribusi dalam memberdayakan budaya-budaya yang hampir ditinggalkan, khususnya pada budaya yang ditinggalkan oleh anak muda yang lebih mudah terpengaruh budaya asing, karena perkembangan jaman dan teknologi yang mengikis perlahan-lahan salah satu contohnya dapat dilihat di kebudayaan sunda.

Suku Sunda adalah merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Jawa Barat. Sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia, suku Sunda memiliki kharakteristik yang membedakannya dengan suku lain. Keunikan kharakteristik suku Sunda ini tercemin dari kebudayaan yang mereka miliki baik dari segi agama, mata pencaharian, kesenian dan lain sebagainya. Sebagian Suku Sunda adalah penduduk Jawa Barat. Pada umumnya masyarakat Sunda di Jawa Barat memiliki unsur kebudayaan yang salah satunya nilai religi atau kepercayaan yang masih memiliki kepercayaan pada leluhurnya. Seperti contohnya, mengundang karuhun, mahkluk halus bahkan malaikat. Malapetaka atau ancaman, kemalangan dan bencana alam juga mimpi buruk biasanya dikaitkan dengan kepercayaan yang berkaitan erat dengan hal-hal itu. Dalam kepercayaan inilah masyarakat Sunda menciptakan satu prilaku untuk bagaimana menangkalnya, salah satunya adalah dengan mantra. Kepercayaan mantra ini sendiri masih ada di kebudayaan Sunda.

Mantra diwujudkan dan dijadikan sebagai media perantara bagi anggota masyarakat dengan makhluk-makhluk halus yang dianggap dapat membantu serta memberikan perlindungan tersebut. Mantra selama ini dikenal sebagai sastra lisan. Sastra lisan Sunda merupakan sebuah tradisi Sunda yang tidak bisa lepas dari histori berkembangnya budaya, bahasa, dan masyarakat Sunda. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat serta diwariskan dari generasi kegenerasi berikutnya.


(7)

Keberadaan mantra Sunda dikenal sejak abad ke16 Masehi. Salah satunya adalah puisi mantra jangjawokan. Jangjawokan adalah jampe. Secara umum sebagai puisi mantra dalam sastra Sunda lama. Puisi ini berhubungan dengan kepercayaan masyarakat yang menekankan ungkapan kata dan bunyi bahasa yang mengandung kekuatan gaib tertentu. Jangjawokan termasuk pada kelompok puisi mantra bersifat mistis. Keberadaan jangjawokan dalam kehidupan masyarakat Sunda sejajar dengan keberadaan sistem kepercayaan yang dianut masyarakat Sunda sejak masa lalu hingga sekarang yang semakin pudar dan tidak dapat dilepaskan dari perikehidupan orang sunda terutama masa lampau. Tujuannya antara lain untuk mengusir makhluk halus yang mengganggu, saling mengasihi, memberikan semangat atau rasa percaya diri dan menjaga keseimbangan hidup mereka. Mantra ini sudah jarang di temukan.

Etti RS (2015) menjelaskan bahwa Jangjawokan adalah arketip di dalam kebudayaan Sunda yang bisa hilang dimakan oleh jaman. Karena yang memiliki saat ini jangjawokan adalah dukun atau jeger (preman), jangjawokan pun dapat diwarisi secara turun menurun namun tidak sembarang karena sifatnya adalah di titiskan, itu hanya diterima dan dipilih secara turun-temurun. Maka dari itu tidak semua orang tahu mengenai jangjawokan. Jangjawokan termasuk budaya satstra lisan yang sangat jarang di dokumentasikan. Padahal seiring dengan perkembangan jaman dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan terutama agama maka jangjawokan yang ada di masyarakat Sunda akan semakin pudar dan akan hilang ditelan jaman.

Pendokumentasian budaya sastra lisan melalui karya sangat membantu untuk tidak pudarnya kebudayaan yang akan di makan oleh jaman. Hal pudarnya mantra ini adalah dengan tidak ada pengemasan yang membuat mereka tertarik di jaman yang sudah berkembang tidak seperti dahulu. Contohnya melalui media gambar, karena biasanya gambar lebih berkesan, gambar mudah diingat dibandingkan dengan kata-kata. Media buku adalah salah satu media yang sering digunakan dalam mengabadikan sebuah informasi. Salah satu inovasi terbesar sebagai tempat


(8)

penyimpan media informasi. Karena bisa dinikmati oleh semua kalangan dari anak kecil hingga orang tua. Media buku ilustrasi dapat membantu dalam

pendokumentasian sastra lisan ini, karena mantra jangjawokan ini termasuk hal yang menarik diangkat kedalam ilustrasi, dan mengangkat sastra lisan ke dalam dunia desain masih sangat jarang.

1.2Identifikasi Masalah

Ada beberapa masalah yang ditemukan berdasarkan uraian di atas yaitu:

1. Buku ilustrasi tentang sastra lisan budaya lokal di kebudayaan Sunda masih jarang, dibandingkan dengan buku ilustrasi cetita tentang legenda, mitos, dan fabel.

2. Jangjawokan merupakan salah satu arketip dari fenomena Budaya Sunda yang masih ada dan dilakukan namun dapat hilang.

3. Pendokumentasian melalui visualisasi terhadap aspek sastra lisan pada budaya lokal masih sangat jarang.

4. Ketertarikan pada media yang membahas budaya tradisional tidak seperti ketertarikan karya sastra yang lebih popular.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka rumusan masalah pada penelitian tersebut antara lain :

Bagaimana menvisualisasikan sastra lisan yaitu mantra jangjawokan melalui media buku ilustrasi yang menggambarkan isi dari mantra masing-masing pada jangjawokan.

1.4 Batasan Masalah

Pada uraian di atas maka masalah akan difokuskan kepada jangjawokan kategori jampe dan asihan yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari di kebudayaan Sunda.

1.5 Tujuan Perancangan


(9)

Menginformasikan salah satu cerita budaya lokal yang turun temurun di Indonesia yaitu jangjawokan terkhusus jampe yang dikemas dengan cerita bergambar yang gambar ilustrasinya berasal dari elemen budaya tersebut, melalui media buku ilustrasi yang menarik sehingga bisa dinikmati dan mendapatkan informasi.

1.6 Manfaat Perancangan

Adapun manfaat dari perancangan buku ilustrasi ini, diantaranya adalah sebagai berikut :

 Manfaatnya adalah referensi bahwa cerita buku ilustrasi ini bisa menambah daftar dalam deretan buku ilustrasi cerita tradisi budaya lokal dan melestarikan salah satu budaya lokal yang diangkat.

 Pendokumentasian sastra lisan di kebudayaan sunda yang secara turun temurun.

 Dengan buku ilustrasi ini bisa membuat ketertarikan generasi muda atau masyarakat untuk mengetahui tradisi budaya lokal.

 Dengan begitu pembaca bisa menghargai lebih budaya-budaya yang dipunya oleh negeri sendiri. Juga menambah perbendaharaan buku ilustrasi tentang salah satu budaya yang dipunyai oleh bangsa ini.


(10)

BAB II

JANGJAWOKAN DI KEBUDAYAAN SUNDA

II.1 Provinsi Jawa Barat a. Lokasi

Ekadjati (1995) berpendapat bahwa :

Provinsi Jawa Barat berdasarkan geografi, Jawa Barat tempat kebudayaan lahir, tumbuh, dan berkembang, terletak pada posisi antara 5o 50` dengan 7 o 50' lintang selatan dan antara 104 o 48' dengan 108 o 48' bujur timur. Luas wilayahnya ialah 46.890 km2. Wilayah Jawa Barat merupakan bagian wilayah Republik Indonesia yang secara geografisnya berwujud kepulauan.

Kepulauan ini bisa disebut Kepulauan Nusantara, sebuah istilah yang telah dipakai pada abad ke-14 Masehi, yaitu pada jaman Majapahit. Berdasarkan pembagian daerah administratif, kini wilayah Jawa Barat terdiri atas Daerah Tingkat I Jawa Barat dan Daerah khusus Ibukota Raya. Daerah Tingkat I Jawa Barat luasnya sekitar 46.300 km2, sesangkan luas Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Raya 590 km2. Daerah Jawa Barat ini oleh orang-orang Sunda sering disebut

Tanah Pasundan atau tatar Sunda. (h.14)

Gambar II.1 Peta Jawa Barat


(11)

b. Lingkungan Alam.

Surjadi berpendapat bahwa :

Jawa Barat sebelah Utara memanjang dari daerah Serang di Banten ke Timur sampai Cirebon adalah merupakan dataran rendah yang sebagian besar dijadikan sawah. Dataran ini dibatasi dengan pantai yang landai di sebelah Utara. Sedangkan di sebelah selanjutnya mulai dari sebelah Selatan Pandeglang, Bogor, Purwakarta dan Subang adalah daerah pegunungan yang memiliki gunung-gunung berapi baik yang masih aktif maupun yang telah mati. Di daerah pegunungan ini terdapat dataran tinggi, antara lain dataran tinggi Cianjur mulai dari Cianjur hingga Ciranjang di sebelah Timur. Dataran tinggi8 di Bandung yang memanjang mulai dari kota Padalarang hingga Cicalengka. Sebagian besar daripada dataran ini dijadikan sawah. Dataran tinggi lainya ialah dataran tinggi Garut. Seperti halnya dengan dataran tinggi Bandung, dataran tinggi inipun dikelilingi pegunungan. (h.2)

Pada umumnya, tanah di dataran tinggi itu subur-subur akibat semburan larva dari gunung-gunung berapi pada masa-masa lalu. Sedangkan Jawa Barat bagian Selatan yang umumnya pantaiya curam terdiri dari pegunungan yang tidak memiliki gunung berapi. Tanahnya tidak sesubur tanah di dataran tinggi dan umumnya warnanya merah atau kuning kemerahan.

c. Penduduk

Provinsi Jawa Barat dengan luas 35.377,76 Km2 menurut Data SIAK Provinsi Jawa Barat didiami penduduk sebanyak 46.497.175 Juta Jiwa. Penduduk ini tersebar di 26 Kabupaten/Kota, 625 Kecamatan dan 5.899 Desa/Kelurahan. Jumlah penduduk terbesar terdapat di Kabupaten Bogor sebanyak 4.966.621 Jiwa (11,03 %), sedangkan penduduk terkecil terdapat di Kota Banjar yaitu sebanyak 192.903 Jiwa (0,43 %). Kerana letaknya yang berdekatan dengan ibu kota negara maka hampir seluruh suku bangsa yang ada di Indonesia terdapat di provinsi ini. 65% penduduk Jawa Barat adalah Suku Sunda yang merupakan penduduk asli provinsi ini. Suku lainnya adalah Suku Jawa yang banyak dijumpai di daerah bagian utara Jawa Barat, Suku Betawi banyak mendiami daerah bagian barat yang bersempadan dengan Jakarta. Suku Minang dan SukuBatak banyak mendiami


(12)

Kota-kota besar di Jawa Barat, seperti Bandung, Cimahi, Bogor, Bekasi, dan Depok. Sementara itu Orang Tionghoa banyak dijumpai hampir di seluruhdaerah Jawa Barat.

Tabel II. 1 Penduduk Jawa Barat

Sumber: http://jabarprov.go.id/index.php/pages/id/75 (4 April 2015)

II.2 Kebudayaan

Kebudayaan menurut ilmu antropologi pada hakikatnya adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1996; 72). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan, karena hanya sebagian kecil dari tindakan manusia yang tidak dibiasakan dengan belajar seperti naluri, refleks, atau tindakan yang dilakukan akibat suatu proses fisiologis. Bahkan beberapa tindakan yang didasari atas naluri


(13)

(seperti makan, minum dan berjalan) sudah dapat banyak dikembangkan manusia sehingga menjadi suatu tindakan yang berkebudayaan.

Menurut van Peuren, kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan orang dan kelompok orang-orang. Kebudayaan dipandang sebagai suatu yang lebih dinamis, bukan sesuatu yang lebih dinamis, bukan sesuatu yang kaku atau statis. Kebudayaan merupakan cerita tentang perubahan-perubahan riwayat manusia yang selalu memberi wujud baru kepada pola-pola kebudayaan yang sudah ada (C.A.Van Peursen, 1989, Strategi Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius, halaman 10-15). Manusia tidak terlepas dari kebudayaan, salah satu wujud kebudayaan dapat dilihat dari upacara yang merupakan wujud dari adat istiadat yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia baik secara aspek sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Pelaksanaan upacara tersebut dibayangkan sebagai upacara yang khidmat dan merasa sebagai sesuatu yang bersifat magic dan disertai dengan berbagai perasaan serta perlengkapan bersifat simbolik (Syamsudin, 1984: 1).

a. Wujud Kebudayaan

Kebudayaan mempunyai 3 wujud (seperti di kutip Dr. Esti Ismawati, 2012). (Ilmu Sosial Budaya Dasar. Yogyakarta: Ombak, 2012) yaitu wujud abstrak, kompleks aktifitas, dan wujud fisik.

1. Wujud Abstrak, berupa kompleks gagasan, ide, konsep, dan pikiran manusia, baik yang sudah ditulis dalam buku-buku maupun yang masih berada di kepala manusia. Wujud ini disebut sistem budaya, sifatnya abstrak, tdak dapat dilihat tetapi dapat dirasakan, dan berpusat pada gagasan dan pikiran manusia-manusia penganutnya.

2. Kompleks aktifitas, berupa aktifitas manusia yang saling berinteraksi, bersifat kongkret, dapat diamati dan diobservasi. Wujud ini disebut sistem sosial. Sistem sosial tidak dapat melepaskan diri dari sistem budaya, apapun bentuknya pola-pola aktivitas ini ditentukan atau ditata oleh gagasan dan pikiran yang ada didalam kepala manusia.


(14)

3. Wujud fisik, wujud kebudayaan sebagai benda dalam bentuk fisik, kongkret, mulai dari benda yang diam sampai benda yang bergerak. Wujud fisik kebudayaan dapat dipakai sebagai indikator dari majunya atau canggihnya kebudayaan dari sebuah bangsa.

b. Sistem Budaya

Sistem budaya adalah bagian dari kebudayaan yang diartikan pula sebagai adat istiadat. Adat istiadat mencangkup juga sistem nilai budaya dan sistem norma menurut pranata yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan termasuk norma agama. Menurut Koentjaraningrat, fungsi system nilai budaya adalah menata dan memantapkan tindakan serta tingkah laku manusia, sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.

c. Masyarakat

Ada beberapa definisi tentang masyarakat. Mengambil sebagai pendapat, Soekanto (1999) menuliskan sebagai berikut:

 Selo Sumarjan mengatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan.

 Soerjono Soekanto mengatakan bahwa masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu system adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Soekanto, 1999).

II.3 Kebudayaan Sunda

Kebudayaan merupakan suatu kekayaan yang sangat bernilai karena selain merupakan ciri khas dari suatu daerah juga menjadi lambang dari kepribadian suatu bangsa atau daerah. R.W. van Bemmelen (seperti dikutip Ekadjati. 1984) Sunda adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menamai dataran bagian barat laut bagia India Timur, sedangkan dataran bagian Tenggara dinamai Sahul. Dataran Sunda dikelilingi oleh sistem gunung Sunda yang melingkar Sunda Mountain System) yang panjangnya sekitar 7000 km. Dataran (circum-Sunda Mountain System) itu terdiri atas dua bagian utama, bagian utara yang


(15)

meliputi kepulauan Filipina dan pulau-pulau karang sepanjang Lautan Pasifik, bagian Barat serta bagian Selatan terbentang dari Timur ke Barat mulai Maluku bagian Selatan hingga lembah Brahmaputra di Assam (India).

Istilah Sunda juga digunakan dalam konotasi manusia atau sekelompok manusia, yaitu dengan sebutan urang Sunda (orang Sunda). Di dalam definisi tersebut tercakup kriteria berdasarkan keturunan (hubungan darah) dan berdasarkan sosial budaya sekaligus. Menurut kriteria pertama, seseorang bisa disebut orang Sunda, jika orang tuanya, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu ataupun keduanya, orang Sunda, di mana pun ia atau mereka berada dan dibesarkan. Menurut kriteria kedua, orang Sunda adalah orang yang dibesarkan dalam lingkungan sosial budaya Sunda dan dalam hidupnya menghayati serta mempergunakan norma-norma dan nilai-nilai budaya Sunda. Dalam hal ini tempat tinggal, kehidupan sosial budaya dan sikap orangnya yang dianggap penting. Bisa saja seseorang yang orang tuanya atau leluhurnya orang Sunda, menjadi bukan orang Sunda karena ia atau mereka tidak mengenal, menghayati, dan mempergunakan norma-norma dan nilai-nilai sosial budaya Sunda dalam hidupnya. Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjungjung tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter masyarakat sunda yaitu ramah tamah (someah), murah senyum, lemah lembut, dan sangat menghormati orang tua. Itulah cermin budaya dan kultur masyarakat sunda.

Keunikan kharakteristik suku Sunda tercermin dari kebudayaan yang mereka miliki baik dari segi agama, mata pencaharian, kesenian dan lain sebagainya. Biasanya orang Sunda hidup mempunyai aturan-aturan agar menjadi pagar dalam kehidupan. Menurut hasil wawancara dengan pakar Sunda yaitu Mamat sasmita, menjelaskan bahwa pada dasarnya memahami Sunda bisa dilihat dari tiga hal, yang pertama adalah alam. Secara aministratif disebut Jawa Barat yang memiliki gunung, situ, sumber hayati dan lain-lain. Yang kedua adalah manusia, karena sebelumnya membahas alam maka yang kedua adalah manusia, karena alam juga diisi oleh manusia yang di sebut orang Sunda. Karena orang Sunda ini memiliki "kahayang" apa yang dia inginkan maka yang ketiganya adalah kebudayaan.


(16)

Pada hasil kebudayaan nilah menghasilkan material-material, ada pula yang non material. Kebudayaan material bisa dilihat dari benda yang dapat dipegang seperti ayakan, boboko, makanan, kesenian dan lainya. Pada kebudayaan yang non material ini yang bersifat tidak dapat disentuh bisa diliat dari sastra lisan, dongeng, bahkan pupuh.

Kebudayaan Sunda merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu dilestarikan. Seperti halnya, adat istiadat, tradisi, bahkan bahasanya Kekayaan seperti inilah yang harus dilestarikan dengan baik sebagai salah satu melindungi, mengembangkan budaya di Sunda. Agar tidak memberikan pergeseran nilai budaya.

II.3.1 Sistem Kepercayaan & Tradisi

Hampir semua orang Sunda beragama Islam. Hanya sebagian kecil yang tidak beragama Islam, diantaranya orang-orang Baduy yang tinggal di Banten tetapi juga ada yang beragama Katolik, Kristen, Hindu, dan Budha. Praktek-praktek sinkretisme dan mistik masih dilakukan. Pada dasarnya seluruh kehidupan seluruh orang Sunda ditunjukkan untuk memelihara keseimbangan alam semesta. Keseimbangan magis dipertahankan dengan upacara-upacara adat, sedangkan keseimbangan sosial dipertahankan dengan kegiatan saling memberi (gotong royong).

Menurut wawancara dengan Mamat Sasmita, Unsur kebudayaan adalah salah satunya nilai religi atau kepercayaan orang Sunda. Orang Sunda jaman dulu prinsipnya percaya kepada leluhur. Pada saat berdirinya suatu daerah atau kampung biasanya dipercayai ada pendiri, nilai-nilai ini yang mereka percaya pada hal tersebut. Menurut mereka, karuhun berada ditempat yang megah, besar, suci dan istimewa dan bisa juga di pohon besar bahkan sungai. Posisi inilah yang di anggap menjaga lembur (daerahnya) supaya hidup dengan serasi, harmonis. Kepercayaan inilah yang menghasilkan sastra lisan. Tradisi dalam Bahasa Latin adalah traditio yang berarti diteruskan atau kebiasaan, dalam pengertian paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi


(17)

bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Di Sunda ada terdapat tradisi yang informasinya diteruskan dari generasi ke generasi melalui lisan. Seperti pada umumnya jenis tradisi yang termasuk sastra lisan yang diantaranya seperti legenda, mite, fabel, dan mantra-mantra. Salah satu tradisi sastra lisan yang sifatnya dari generasi ke generasi yaitu seperti hal nya mantra.

II.3.2 Puisi Mantra

Mantra itu bukanlah istilah Sunda asli, melainkan berasal dari bahasa Sansekerta, seperti yang yang disebutkan dalam Kamus Jawa Kuno - Indonesia bahwa mantra berarti jampi pesona atau do’a dimantrai atau dijampi. Salah satu sastra lisan yang berupa mantra itu sendiri adalah seperti jangjawokan. Dari Hasil wawancara dengan Etti RS, bahwa disetiap daerah memiliki mantranya masing-masing dengan menggunakan bahasa daerahnya masing-masing. Di setiap daerah, masyarakat mempunyai mantra-mantra dimana semua mantra yang mereka ucapkan menggunakan bahasanya masing-masing tetap memiliki tujuan yang sama yaitu untuk hidup selamat, sejahtera, dan terhindar dari marabahaya.

Yus Rusyana (seperti dikutip Etti RS, 2012). Semua puisi mantra sunda mempunyai unsur magis. Makna magis itu sendiri mengandung unsur-unsur yang berkaitan dengan tataran keyakinan dan kepercayaan orang, yang akhirnya sampai pada keyakinan dan kepercayaan bahwa kekuasaan dan kewenangan makhluk halus itu dapat dimanfaatkan manusia untuk tujuan yang dikehendakinya dengan cara-cara tertentu yaitu mengucapkan mantra serta segala sesuatu ketentuannya. Tataran keyakinan dan kepercayaan semacam ini dimiliki bangsa Indonesia pada jaman terdahulu, termasuk masyarakat Sunda di dalamnya sebelum Agama Islam masuk. Tradisi dan adat-istiadat yang telah ada justru bersinkretis dengan ajaran Islam yang terus berkembang. Menurut Yus Rusyana dalam bukunya Bagbagan Puisi Mantra Sunda (1970); menyebutkan bahwa puisi mantra itu banyak ragamnya, seperti asihan, kinasihan, kemat, pelet, gendam, jangjawokan, ajian, singlar, rajah, jampe, pamake, teluh, pangabaran, piwurung, wisaya yang


(18)

kesemua itu merupakan puisi magis. Dalam bahasa, mantra dalam agama bisa disebut dengan doa-doa, sedangkan dalam masyarakat Sunda mantra-mantra tersebut dikategorikan kedalam jangjawokan.

II.3.3 Jangjawokan

Jangjawokan adalah Puisi mantra (puisi lisan kelompok puisi mantra) yang termasuk sastra lisan di kebudayaan Sunda. Mantra jangjawokan merupakan suatu tradisi yang terdapat di masyarakat sunda yang sifatnya turun temurun atau dititiskan. Memiliki nilai sastra yang bagus baik secara pilihan kata, bunyi, dan lain-lain sebagai salah satu karya yang harus dipelihara, karena sastra hadir untuk di baca, dinikmati, serta selanjutnya dimanfaatkan. Jangjawokan merupakan jenis puisi mantra yang bersifat mistis (sakral ritual) karena mempunyai fungsi dan peran yang berbeda dengan jenis sastra lainnya. Jangjawokan diyakini memiliki kekuatan magis. Kemungkinan kekuatan dari kandungan magis yang dirasakan nyaman menyebabkan jangjawokan ditularkan secara turun temurun. Jangjawokan tidak mungkin bisa bertahan dan terkabarkan hingga sekarang jika tidak dirasakan manfaatnya dan diyakini kekuatannya. Yang jelas ada harmoni manusia dengan alamnya ketika jangjawokan itu dibacakan.

Keberadaan mantra jangjawokan dalam masyarakat Sunda sejajar dengan keberadaan sistem kepercayaan yang dianut oleh masyarakat sunda dari dahulu hingga sekarang yang semakin pudar. Sistem kepercayaan masyarakat sunda terdahulu sangatlah berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sehingga mantra jangjawokan sangat berperan dalam semua tatanan kehidupan sehari-hari, baik yang menyangkut kehidupan sehari-hari, baik yang menyangkut urusan duniawi maupun urusan kehidupan abadi nanti. Masyarakat masa lampau saat itu sangat percaya terhadap kekuatan-kekuatan gaib yang dimana hal tersebut sangat dipercaya dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup mereka. Dalam kegiatannya sehari-hari masyarakat sunda saat itu melakukan cara-cara yang telah ditetapkan melalui susunan kata-kata dan kalimat yang telah ditetapkan, yaitu berupa mantra jangjawokan. Menurut hasil wawancara dengan pakar Sunda yaitu Mamat Sasmita, fungsi jangjawokan menurutnya dilihat dari tergantung tujuanya.


(19)

Karena yang tau adalah yang menggunakanya. Pengucap dan dewa atau leluhur yang di atas yang dapat mengerti. Ada juga bagian jangjawokan yang dapat kita ketahui dari kata-kata namun susunan kalimatnya sangat susah dipahami. Jangjawokan tidak dapat dilepaskan dari perikehidupan orang sunda terutama masa lampau, dipaparkan dengan jelas oleh Hasan Mustapa dalam bukunya, Adat-Istiadat Sunda (1996); mulai dari hal yang berkaitan dengan atikan (pengajaran), daur hidup manusia (kehamilan, khitanan, pernikahan, kematian), pertanian, perbintangan; hingga soal waktu yang dinahaskan. Hampir pada semua kegiatan masyarakat sunda pada saat itu yang berupa ritual maupun upacara-upacara menggunakan jangjawokan yang dipercaya dapat diberikan keselamatan dan dapat mencapai kesejahteraan hidup.

Etti RS (2012) Kedudukan jangjawokan dalam kehidupan masyarakat Sunda pemakaiannya berada pada tataran nilai spiritual yang tinggi dan memiliki daya sugesti yang sangat kuat sehingga dengan cara diucapkan pelan-pelan atau hanya dalam hatipun sudah dianggap cukup kuat. (h.25). Yus Rusyana (seperti dikutip Etti RS, 2012). Semua puisi mantra sunda mempunyai unsur magis. Makna magis itu sendiri mengandung unsur-unsur yang berkaitan dengan tataran keyakinan dan kepercayaan orang, yang akhirnya sampai pada keyakinan dan kepercayaan bahwa kekuasaan dan kewenangan makhluk halus itu dapat dimanfaatkan manusia untuk tujuan yang dikehendakinya dengan cara-cara tertentu yaitu mengucapkan mantra serta segala sesuatu ketentuannya. Tataran keyakinan dan kepercayaan semacam ini dimiliki bangsa Indonesia pada jaman terdahulu, termasuk masyarakat Sunda di dalamnya sebelum Agama Islam masuk. Tradisi dan adat-istiadat yang telah ada justru bersinkretis dengan ajaran Islam yang terus berkembang.

Etti RS (2012) Proses penyebaran jangjawokan pada masanya dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang mempelajarinya. Namun pada hakikatnya ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam keberadaan jangjawokan. Pertama adalah apa yang disebut dengan proses mendapatkan, kedua proses menggunakan, dan yang ketiga proses pewarisan jangjawokan. Ketiga proses ini saling


(20)

berkaitan, dan nanti terlihat perbedaan antara ngawiridkeun (mendapatkan) dan ngamuridkeun (mewariskan). Mentransfer jangjawokan belum tentu mewariskan jangjawokan. Seseorang yang diwarisi jangjawokan belum tentu secara langsung memperoleh ijin untuk mewariskannya kepada yang lain bila tidak seijin guru. Pada kenyataannya terdapat jangjawokan yang bisa diwariskan begitu saja ada pula yang harus diwariskan dengan syarat-syarat yang berat. (h.45).

Jangjawokan dipergunakan pada waktu melakukan perkerjaan, agar pekerjaan yang di lakukan dapat berhasil dan dapat selamat dari marabahaya. Misalnya pada waktu ketika mengambil beras, berpanen, ketika berpergian, ketika tidur, berjalan, pergi, dan sebagainya semuanya bertujuan untuk kebaikan dan keselamatan. Terdapat jampe jangjawokan yang frekuensinya sering dipakai sehari-hari pada masyarakat Sunda masa lalu. Terdapat mantra asihan, mantra pengobatan, dan mantra etika atau tata cara. Pada mantra yang bersifat asihan berfungsi untuk daya tarik bagi orang lain dan atau lawan jenis agar menyenanginya. Pada mantra pengobatan berfungsi sebagai pengobatan dari beberapa penyakit baik bersifat fisik maupun psikis. Pada mantra yang bersifat etika atau tata cara bertujan untuk melakukan suatu pekerjaan agar memperoleh hasil yang baik dan menguntungkan.

 Mantra bersifat asihan

Jampe mandi

Bismillahirohmanirohim Curulang pancuran ti gunung Widadari tujuh mandi

Nu calik dina batu Nu lengah nuju iba

Jampe Dangdan Sura-seuri pinang sari Sia ceurik aing seuri Sia nuturkeun panderi


(21)

Mikawelas mikaasih ka badan aing

Jampe Dibaju

Bismillahirohmanirohim Asihan aing karembong sutra Menang ngadamel dewata Ditilik ti gigir lengkik Ditingali ti tukang lenjang Kahibaran ku dewata

Sup bayu sukma rasa pengawasa kana badan abdi

Jampe Dipupur Pupur aing pupur suci Panyamur penyalin rupa Nyalin rupa ti dewata Nyalin sari widadari

Nya tarang lancah mentrangan Nya halis katumbririan

Nya irung kuwung-kuwung Dideuleu ti harep sieup Di sawang ti tukang lenjang Ditilik ti gigir lengik

Mangka welas mangka asih ka awaking Di tenjo ku saider buana kabeh

 Mantra bersifat pengobatan

Jampe Asup Angin Dut dut kalidut sangu buruk jadi hitut Cakakak di leuweung Injuk talina


(22)

Dihakan di beuweung Hitut jadina

Jampe Budak Gering Nini uter-uter

Aki uteer-uter

Ulah dina embun-embun Muter dina tungtung buuk

Jampe Bisul Nini urung-urung aki urung-urung

Katampung citarum burung di situ si sokan burung di tamak

Mangsing ngalakatay jadi lemah Les leungit tanpa lebih

Istan teu jadi sakara-kara

Jampe Ngarah Calakan

Sun ati sun rikati sun juluk papadang ati Undur silulut situnuuh leumpang si deel sipidel Datangkeun siliat loba kabisa

Allohuma ujud bungbang Nu hurung dina jajantung Hibar dina kalilipa Ramat mateng dina angen

Ter ater ati kaula gusti pangmukakeun Lir padang lir caang

Caangna salawasna Salawas saumur hidup


(23)

Jampe Raheut Sri braja sri manusia Sri braja sri banyu

Sri manusia sri braja banyu Sungsuam patepung tulang Urat teu kasorang

Getih teu katepi-tepi

Daging gahiji kulet ngalipet Rep sirep sarerep-rerep Hu Allah (7x)

 Mantra bersifat Etika atau Tata Cara

Jampe Mandi Subuh Jus adus banyu suci kang adus badan jasmani Wawadang rasa

Sumenep cahyaning nabi Yusuf

Jampe Melak Lauk

Bismillahirrahmaanirrahim Ulah rek ka hilir

bisi kakait biwir Ulah rek ka girang Bisi kabentar tara

Mantra iinditan Kakek datang kosong Nenek datang

Si utun si sujit Kosongkan jalan Eusina maca sholawat


(24)

Mantra tersebut dikutip dari sebuah buku Jangjawokan Inventarisasi Puisi Mantra Sunda oleh Etti RS dalam penelitian sastra lisan Sunda-nya di masyarakat sunda. Mantra tersebut berasal dari masyarakat Sunda yang masih menggunakan ataupun mengetahui, terdapat di Jawa Barat kebanyakan dari Garut, masih banyak ditemukan di perdesaan atau perkampungan. Respondenya berusia rata-rata 40-80 Tahun.

II.3.3.1 Hubungan Jangjawokan Dengan Agama

Keberadaan jangjawokan ini sejajar dalam kehidupan masyarakat Sunda lampau sangat berkaitan erat dengan perikehidupan sehari-hari sehingga jangjawokan sangat berperan dalam tata cara kehidupan sehari-hari pada jaman itu mereka sangat percaya dengan kekuatan gaib untuk keseimbangan hidup mereka. Namun pemahaman gaib tidak selamanya berkonotasi pada makhluk gaib, seperti jin atau makhluk halus, akan tetapi ada juga semacam cara membangkitkan spiritualitas dalam dirinya seperti paradigma tentang raga, batin dan kuring. Bisa jadi ditunjukan untuk memperkuat batin atau semacam ada perintah ingsun kepada batinya untuk berkomunikasi dengan ingsun orang lain. Menurut Edi S Ekajati, dalam kebudayaan Sunda - Agama dan kepercayaan adalah Kekuasaan tertinggi berada pada Sahyang Keresa (Yang Mahakuasa) atau i Ngersakeun (Yang Menghendaki). Dia disebut Batara Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa), Batara Jagat (Penguasda Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib). Jadi dalam yang membedakan masalah Keesaan Tuhan dalam Paradigma Urang Sunda Wiwitan dengan yang berikutnya terletak pada Syariatnya.

Keberadaan mantra Jangjawokan dikenal sejak abad ke16 Masehi sebelum pra Islam. Namun setelah Islam masuk pergeseran dari mantra terlihat dari dicantumkanya kalimat Tauhid didalam jangjawokan di kembangkan oleh orang Sunda berikutnya bertujuan memintakan legitimasi dan ijin dari yang Maha Gaib. Dan tujuan ini untuk mengurangi tudingan tentang menduakan Allah. Mereka yang Islam masih melakukan tradisi ini namun merekapun tidak meninggalkan kewajiban dari apa yang di perintahkan olehNya. Jangjawokan itu suatu permohonan. Sebagai Contohnya mantra akan belajar agar di cerahkan pikiran.


(25)

Allahuma hujud bungbang Nu hurung dina jajantung Nu ruhay dina kalilipa Remet menteng dina angen Bray padang... Amin

Pangmukakeun kareremet nu aya didiri kula Bray padang,

Bray Caang

Caang salalawasna Lawasna saumur kula

Konon dahulunya adalah: Hujud bungbang

Nu hurung dina jajantung Nu ruhay dina kalilipa Remet meteng dina angen Bray padang

Pangmukakeun kareremet nu aya didiri kula Bray padang

Bray caang

Caang salalawasna Lawasna saumur kula.

II.3.3.2 Fenomena Jangjawokan di Masa Kini

Menurut hasil wawancara bersama Etti RS. Fenomena jangjawokan saat ini sudah tergolong dikatakan hilang dari peradaban, namun tidak semua orang tidak mengetahui jangjawokan karena sifatnya turun temurun yang dimana tidak semua orang bisa mendapatkan dan mempelajari jangjawokan tersebut. Sebagian orangpun ada yang mengetahui dan mempelajari jangjawokan itu, namun tidak konsisten yang menyebabkan seseorang melupakannya karena tergerus oleh jaman. Karena tergerus jaman ada yang diwarisi namun tidak mengamalkanya hanya sebagai ucapan-ucapan saja. Masyarakat pengguna jangjawokan tidak bisa


(26)

di tafsirkan sebagai masyarakat ketinggalan jaman, karena realitasnya masih nyaman untuk digunakan. Dengan demikian dimasukanya jangjawokan sebagai bagian puisi maka masih bisa diberitakan kepada generasi berikutnya. Setidaknya katagorisasi ini dapat menyelamatkan jangjawokan sebagai aset budaya bangsa sekalipun hanya dinikmati sebagai karya seni.

Menurut hasil wawancara dengan Mamat Sasmita, fenomena jangjawokan berbeda fungsinya, karena adanya pergeseran nilai budaya. Namun dilihat dari fenomena masa kini yang semakin modern, karena sastra lisan sunda terutama jangjawokan dapat dituangkan dalam seni pertunjukan, dijadikan musikalisasi puisi, karena secara nilai sastra pilihan kata maupun bunyinya jangjawokan memiliki nilai yang sangat bagus. Apabila tidak dimanfaatkan sastra lisan ini dapat hilang. Generasi muda diharapkan memanfaatkan kebudayaan budaya Sunda terutama sastra lisan yang dapat hilang oleh jaman.

II.3.3.3 Observasi dan wawancara Masyarakat di Bandung

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada banyak masyarakat di Bandung secara acak dari mulai anak SMP, SMA hingga anak kuliah pada tanggal 3 April 2015 dan hasilnya hampir semua dari hasil wawancara menyatakan mereka mengetahui sastra lisan di Sunda namun mereka kebanyakan menjawab dongeng dan pupuh, hasil wawancara menjawab bahwa masyarakat tidak mengetahui jangjawokan, padahal jangjawokan termasuk pada sastra lisan di sunda. Hanya sebagian kecil yang mengetahui jangjawokan, itupun karena mahasiswa tersebut mengikuti komunitas Sunda dan adapula yang jurusannya Sastra Sunda.

II.3.3.4 Faktor Penyebab Jangjawokan Hilang di Masyarakat

Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab masyarakat tidak mengetahui jangjawokan yaitu:

 Keluarga

Lingkup keluarga sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan anak-anak, karena keluarga adalah ruangan besar yang didalamnya terdapat komponen berupa


(27)

orangtua yang paling dekat dengan anak-anaknya. Orang tua juga sangat berperan terhadap proses perkembangan dan pendidikan anaknya karena hal tersebut sudah menjadi kewajiban orang tua tersebut. Orangtua pada masa lampau masih banyak yang mengajarkan atau mewariskan jangjawokan pada anaknya. Berbeda dengan jaman sekarang, disebabkan karena pikiran orang tua jaman sekarang yang lebih visioner dan akhirnya berevolusi yang menyebabkan tidak adanya pembelajaran tentang jangjawokan karena sebagian orangtua sudah mengganggap hal itu terasingkan.

 Pengaruh budaya asing

Kebudayaan suatu negara atau wilayah tidak terbentuk secara murni. Pengaruh budaya asing terjadi pertama kali saat suatu bangsa berinteraksi dengan bangsa lain. Misalnya, melalui perdagangan dan penjajahan yang dimana terdapat interaksi yang saling mempengaruhi unsur budaya antarbangsa. Pengaruh budaya asing jika tidak disaring dengan benar akan berdampak negatif. Jangjawokan merupakan sastra lisan yang merasakannya bahwa budaya asing lebih menarik dari pada budaya lokal pada masyarakat. Banyak sekali faktor yang menyebabkan budaya lokal menjadi kurang diminati, seperti halnya faktor sistem pengetahuan, sistem teknologi, sistem kesenian, bahasa, dan era globalisasi yang menyebabkan ketertarikan masyarakat lebih condong terhadap budaya asing dan pendokumentasian terhadap budaya lokal pun masih sangat jarang diperhatikan oleh pemerintahnya.

II.3.3.5 Analisis Hasil Survei Penelitian

Survei dilakukan dengan membagikan kuisioner. Orang-Orang yang dijadikan sampel responden lebih diutamakan kepada kalangan masyarakat berusia sekitar (15-22 tahun) atau pelajar SMP, SMA dan Mahasiswa yang berada di kota Bandung. Pemilihan kalangan masyarakat di sekitar Kota Bandung sebagai sampel respondense dalam penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa, Kota Bandung dengan mayoritas penduduknya yang bersuku Sunda dapat mewakili masyarakat Sunda pada umumnya tentang pengetahuan terhadap sastra lisan yang di fokuskan kepada mantra jangjawokan puisi lisan kelompok mantra.


(28)

Adapun pertanyaan yang dimuat dalam kuisinoer tersebut antara lain:

 Menanyakan apakah responden mengetahui atau pernah mendengar sastra lisan. Jika responden tahu atau pernah mendengar maka kemungkinan mengetahui terhadap sastra lisan di kebudayaan Sunda. Pertanyaan ini hanya memberikan dua pilihan jawaban yaitu "ya" atau "tidak".

 Menanyakan kepada responden apa saja yang ia ketahui tentang sastra lisan di sunda. Hal ini untuk mengetahui sastra lisan yang mereka ketahui. Pertanyaan ini memberikan beberapa opsi jawaban yaitu, dongeng, pupuh, puisi mantra, dan lainya (untuk jawaban yang tidak tersedia pada pilihan jawaban).

 Menanyakan kepada responden mengenai mantra jangjawokan. Hal ini ditanyakan untuk mengetahui apakah responden tahu tentang jangjawokan yang ada di kebudayaan Sunda. Pertanyaan ini memberikan dua pilihan jawaban yaitu "ya" atau "tidak".

 Apabila mengetahui dari mana responden mengetahui tentang jangjawokan . Pertanyaan ini hanya difokuskan bagi responden yang mengetahui tentang jangjawokan dan menjawab “ya” pada soal sebelumnya. Dari hasil persentase tentang pengetahuan sampel responden terhadap Mantra Jangjawokan, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan sampel responden terhadap Mantra Jangjawokan cenderung tidak tahu, kebanyakan hasil sampel responden menyatakan bahwa sastra lisan meliputi dongeng, padahal mantra jangjawokan termasuk didalamnya. Masyarakat sekarang lebih dekat dengan teknologi yang canggih, padahal ada suatu fenomena budaya gambaran dari jati diri budaya Sunda yang menarik diangkat ditengah fenomena budaya asing yang masuk.

II.4 Studi Target Audiens

Target audiens yang dijadikan target pada buku ilustrasi Jangjawokan adalah Remaja anak sekolahan dan anak kuliah yang gemar membaca dan menyukai sastra, terutama puisi.


(29)

Umur 17-23

Pekerjaan : Siswa – Mahasiswa Hobi : Baca Buku.

Latar Belakang :

Salah satu peranan social dalam remaja adalah mampu membantu menjaga dan melestarikan suatu budaya agar tidak hilang. Melalui hal kecil seperti bahasa kosa kata bahasa Sunda contohnya sastra lisan. Apabila dari sekarang tidak dijaga maka pembendaharaan kosa kata bahasa Sunda akan sangat berkurang terutama pada puisi mantra yagn akan seakin jarang di temukan. Membantu peranan pemerintah dalam ikut serta memelihara adalah termasuk contoh prilaku yang patut dilakukan oleh remaja. Agar tidak dapat hilang dan menjadi pembendaharaan kosa kata melalui media buku. Kegemaran membaca dan menyukai sastra akan di kemas melalui buku ilustrasi yang mampu membuat ketertarikan pada sastra lisan puisi yang seperti kebnaykaan sastra sunda yang lainya seperti dongeng.

II. 5 Buku Ilustrasi

Pengertian media informasi menurut Sadiman (seperti dikutip Koesworo, 2012), media berasl dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

Buku adalah terobosan revolusioner dalam teknologi, tanpa kabel, rangkaian listrik, baterai, tidak ada yang perlu dihubungkan atau dinyalakan. Sangat mudah dijalankan bahkan anak kecilpun dapat mengoperasikan dimana saja. Bahkan sampai duduk di kursi santai dekat perapian. Tetapi cukup canggih sehingga dapat menyimpan banyak informasi.(Maurice J. Elias, Steven E. Tobisa 22 dan Brian S. Friedlander; 2000; 72).


(30)

Book with illustration atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai Buku dengan ilustrasi merupakan salah satu jenis buku yang cukup populer. Ilustrasi-ilustrasi yang terdapat pada sebuah buku cerita benrmanfaat untuk mendukung daya khayal pembacanya, juga memperjelas gambaran dari ceritayang diuraikan. Seperti pada sebuah novel, akan terdapat beberapa halaman yang memuat ilustrasi.

Definisi ilustrasi sendiri adalah suatu gambar untuk membantu memperjelas isi buku, karangan dan untuk lebih memperjelas tulisan. Ilustrasi adalah seni gambar yang dipakai untuk memberikan penjelasan akan suatu tujuan atau maksud tertentu secara visual. (Kusrianto, 2007 h.140). Ilustrasi sangat dekat dengan kaitanya komik, jika ilustrasi hanya beberapa dari gambar yang melukiskan isi dari satu cerita, kalau komik adalah gambar-gambar yang memvisualkan keseluruhan isi cerita. Terkadang ilustrasi dikatakan sebagai gambaran pesan yang tak terbaca, namun bisa megurai cerita. Ilustrasi memberikan pesan lebih berkesan karena gambar mudah diingat dari pada kata-kata

Menurut Ensiklopedi Indonesia, Ilustrasi dalam bahasa latin illustrare, yaitu menerangi, menghias. Suatu bentuk penghiasan buku; dapat berupa ornamen-ornamen abstrak, ragam-ragam hias yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, vignette/penggambaran beserta naskah yang menyertainya. Secara garis besar dapat diperinci sebagai berikut:

- Dalam pengertian umum, gambar-gambar dan foto-foto yang menyertai naskah dalam buku, majalah/ media masa untuk lebih menjelaskan naskah tersebut.

- Dalam pengertian khusus yaitu ilustrasi diluar naskah maupun diantaranya juga berfungsi untuk menyemarakan halaman-halaman buku sebagai karya abstrak yang mempunyai keindahan sendiri dengan kombinasi dengan huruf cetak yang dipakai.

- Dengan pengertian yang lebih khusus dan historis dulu dipergunakan istilah iluminasi untuk gambar-gambar dan hiasan-hiasan yang keseluruhanya dikerjakan dengan tangan sebelum seni cetak ditemukan.


(31)

Dalam proses pembuatanya, ilustrasi dapat dibuat dengan 3 teknik, yaitu dengan menggunakan tangan (digambar), dengan alat bantu kamera (fotografi), dan gabungan dari gambar dengan fotografi.

II.6 Kesimpulan dan Solusi

Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan jangjawokan dapat pudar tergerus oleh jaman, ketertarikan pada puisi mantra tidak seperti ketertarikan pada satra lisan lainya yang lebih populer. Kurangnya informasi mengenai jangjawokan yang termasuk sastra lisan yang dapat dinikmati karya seninya. Buku ilustrasi yang seharusnya menjadi salah satu media yang ampuh untuk membuat ketertarikan masyarakat untuk mengetahui sebagai informasi dan menikmati sebagai karya seni. Dengan cara visualisasi puisi mantra dapat membantu mengubah pandangan, Melestarikan sebuah budaya kurang dimanfaatkan. Puisi mantra dapat dimanfaatkan dengan visualisasikan berupa gambar ilustrasi yang imajinatif dan meraik. Jadi, menjelaskan bahwa sastra lisan itu dapat dinikmati melalui karya seni berupa gambar. Dalam perda No. 5 Tahun 2003 tentang pemeliharaan bahasa, sastra, dan aksara daerah yang tersirat melindungi, mengembagkan, memberdayakan dan memanfaatkan bahasa, sastra, dan aksara daerah yang merupakan unsur utama kebudayaan daerah yang pada giliranya menujang kebudayaan nasional. Jadi buku ini dapat menjadi solusi pada permasalahan di atas.


(32)

BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL III. 1 Strategi Perancangan

Strategi perancangan adalah teknik yang di rencanakan dengan sebaik mungkin dalam pembuatan suatu pencapaian pada pembuatan sesuatu agar berjalan dengan baik dan tepat pada sasaran. Dalam hal ini membuat solusi media yang menarik tentang visualisasi sastra lisan dari salah satu fenomena budaya lokal seperti puisi lisan Sunda kelompok mantra yaitu mantra jangjawokan. Perancangan media ini akan menggunakan pendekatan zaman di era globalisasi, melalui pendekatan komunikasi, verbal dan visual ini dilakukan agar perancangan bisa diterima oleh masyarakat. Dengan adanya perancangan ini diharapkan bisa memberikan sebuah media berupa buku ilustrasi yang mengangkat tema budaya lokal pada sastra lisan Sunda dalam kelompok mantra yang sebelumnya masih jarang ditemui.

III.1.1 Tujuan Komunikasi

Tujuan dari pembuatan buku ilustrasi mantra jangjawokan adalah sebagai berikut:

 Mengangkat fenomena Budaya lokal pada puisi mantra Jangjawokan, dan menginformasikan mantra-mantra yang bersifat asihan, pengobatan dan etika yang digunakan orang Sunda pada masanya.

 Memvisualisasikan Puisi Mantra yang berupa ilustrasi.

 Pengemasan Ilustrasi yang relevan dengan digunakan hitam dan putih yang memberikan kesan 2 dunia. Lebih ke dunia nyata dan dunia gaib atau mistis yang di kemas dengan unik.

III.1.2 Pendekatan Komunikasi

Dalam suatu penyampaian informasi dibutuhkan strategi untuk pendekatan komunikasi agar penyampaian komunikasi mudah di mengerti dan dipahami oleh target audiens. Pendekatan komunikasi dilakukan dengan pendekatan budaya. Pendekatan budaya pada masa mantra jangjawokan ini sering di gunakan atau pada masanya, dan pendekatan budaya yang sudah lebih modern.


(33)

Penyampaiannya bisa berupa koumikasi verbal maupun visual, dan bisa juga dengan keduanya karena

saling berkaitan. Pendekatan tersebut diharapkan memberikan ketertarikan geerasi muda yang menjadi target audiens dengan komunikasi yang disajikan pada media.

 Pendekatan Visual

Komunikasi pendekatan visual mempergunakan mata sebagai alat penglihatan. Komunikasi ini menggunakan bahasa visual, dimana unsur dasar visual yang menjadi kekuatan utama dalam penyampaian pesannya adalah degan sesuatu yang dapat dilihat dan dapat dipakai untuk menyampaikan arti, atau makna bahkan pesan. Visualisasi pada puisi mantra ini menggunakan ilustrasi dengan gaya abstrak ynag menggunakan majas disetiap pengertian visualnya. Mengolah kata-kata kembali menjadi sebuah bentuk yang menghasilkan imajinasi dan gambar yang abstrak.

Pendekatan visual yang akan digunakan adalah gambar ilustrasi pada umumnya, namun masih memiliki ke-abstrakanya karena dari pengartian puisi mantra yang tidak bisa di baca begitu saja oleh kasat mata karena memiliki imajinasi pada visualnya. Namun masih disesuaikan dengan gaya gambar pribadi dan juga tentunya disesuaikan untuk target audiens, dan tidak lupa memberikan elemn sunda di setiap gambarnya, sehingga informasi dapat diterima dengan baik oleh target audiens.

Gambar III.1 Gambar referensi


(34)

Gambar III.2 Gambar referensi

Sumber: Pribadi buku David B. (6 April 2015)

Gambar III.3 Gambar referensi


(35)

 Pendekatan Verbal

Komunikasi verbal yang digunakan adalah bahasa Sunda, karena bahasa Sunda sangat kompleks yang susah untuk dijelaskan dengan kata karena tidak hanya satu kata lalu memiliki satu pengertian, bahasa Sunda yang luas. Dan target audiensnya pun adalah orang Sunda.

III.1.3 Materi Pesan

Materi Pesan Butir-butir materi pesan yang akan disampaikan adalah sebagai berikut:

 Mantra jangjawokan karya sastra yang memiliki nilai sastra yang tinggi.

Jangjawokan versi jampe asihan, pengobatan, dan etika atau tatacara di dalam kehidupan sehari-hari orang Sunda.

 Memperkenalkan jangjawokan dengan cara visualisasi.

 Memberikan visualisasi pada di setiap mantranya.

III.1.4 Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang digunakan adalah Bahasa sunda dan bahasa indonesia, menggunakan bahasa sunda sesuai mantranya dan bahasa Indonesia penerjemah dari mantra jangjawokan tersebut agar dapat pembaca dapat mengerti. Gaya bahasa yang dipakai adalah gaya bahasa yang lugas dan biasanya di gunakan sehari-hari.

III.1.5 Khalayak Sasaran Perancangan Consumer insight :

Untuk kasus mantra jangjawokan, target audiens yang dicari adalah remaja akhir yang berusia 17 – 23 tahun yang hidup di daerah perkotaan. Untuk menempatkan ilustrasi di benak remaja sebagai target audiens merupakan suatu yang penting di perhatikan karena ini berhubungan dengan sastra dan visualisasinya. Target audiens yang menyukai puisi akan merasakan kesan berbeda pada saat ia membaca buku ini karena tidak biasanya pusisi mantra sastra lisan digabungkan dengan penggambaran melalui imajinasi lewat baitnya yang menjadikan


(36)

karakteristik ilustrasi abstrak karena wujud di dunia perkataan dengan tulisan akan berbeda.

Psikografis :

Remaja yang menyukai cerita-cerita yang berhubungan dengan budaya, sastra dan gemar membaca buku. Mantra jangjawokan ini merupakan salah satu sastra karya lisan, dan sastra lisan pada buku ini sekarang di tunjang dengan gambarnya juga.

Geografis :

remaja yang bertempat tinggal di daerah perkotaan. Buku visualisasi mantra dalam bentuk buku ilustrasi akan lebih menjawab persoalan jika dipublikasi dan disebarkan di daerah perkotaan. Masyarakat kota lebih mengenal budaya urbanisasi asing yang masuk karena adanya dibandingkan di pedesaan yang cenderung kaya dan masih percaya akan mitos.

Consumer journey :

Tabel III.1 consumer journey Sumber: Pribadi

waktu Kegiatan Point of Contact

6-7 Bangun tidur cek Hp Sosmed

7-9 Sarapan/ beres-beres kamar Kamar/sapu/meja/kasur

9-11 Kuliah Poster

11-12 Cari makan siang Poster/flayer

12-3 Kuliah Poster/sosmed

3-5 Pergi ke kineruku (café+perpus) x-banner / Poster

5-6 Nyampe Rumah/maen HP Sosmed

6-9 Nyantai/maen Hp/ baca buku Sosmed/buku/pebatas buku


(37)

10-6 Tidur Kamar

III.1.6 Strategi Kreatif

Strategi yang dilakukan adalah menggabungkan karya seni sastra dengan karya seni gambar yang tujuanya agar membuat ketertarikan pada puisi mantra. Dengan menggunakan warna hitam dan putih lebih menjelaskan 2 dunia yaitu dunia nyata dan dunia gaib atau mistis. Strategi kreatif ini di tekankan pada imajinasi dan abstraksi pada mantranya. Media yang digunakan untuk strategi media adalah buku cerita ilustrasi yang berisi tentang mantra jangjawokan yang frekuensinya dilakukan dikegiatan sehari-hari orang sunda yang masih dipercaya namun di zaman sekarang sudah sulit untuk menemukanya. Informasi akan disampaikan dengan dikemas melalui visualisasi di setiap mantranya dengan ilustrasi hitam putih agar kuat pada penyampaian pesan magis yang terkandung di dalamnya. Dengan mengartikan mantra lalu di visualkan dengan gaya perumpamaan seperti metafora, hiperbola, metonimi, prototo dan lainya. Karena artian dari satu kata di sunda memiliki artian yang sangat kompleks dan luas. Ditambah dengan menggunakan elemen-elemen atau bahkan properti kesundaaan. Dibuat dengan penuh visualisasi agar target audiens merasakan kesan imajinatif dari mantra yang di baca dan menjadikan ketertarikan mereka untuk menikmati karya sastra yang dapat di buat karya seni yang berupa visual.

a.Visualisasi

Jampe mandi

Bismillahirohmanirohim Curulang pancuran ti gunung Widadari tujuh mandi

Nu calik dina batu Nu lengah nuju iba


(38)

Gambar III.4 Gambar Visual Sumber Pribadi

III.1.7 Strategi Media

Strategi pada media adalah buku. Karena buku di sunda menggambarkan seperti paririmbon maka nuansa-nuansa buku sangatlah penting.

Adapun media pendukung yang digunakan dalam buku cerita ilustrasi Mantra jangjawokan adalah sebagai berikut:

a. Tahap Informasi

 Flayer

Media yang dapat memberikan detail informasi dan brsifat personal.

 Poster A3

Poster yang berisikan untuk menarik perhatian yang bersifat mengajak baik target audiens primer maupun sekunder.

 X-Banner

Dipasang pada lokasi letak buku-buku ilustrasi sebagai media utama dipajang dan dipasang agar pembeli mudah melihat dari kejauhan.


(39)

b. Tahap Pengingat

Ditahap ini akan digunakan media-media yang sangat dekat dengan target audiens pada kesehariannya. Sehingga target audiens bisa selalu mengingat. Gimmick yang akan diberikan akan memberikan kesan tersendiri untuk target audiens. Media sebagai gimmick ini akan diberikan sebagai hadiah, souvenir dan semacamnya. Media yang akan digunakan adalah:

Totebag

Totebag banyak digunakan oleh semua kalangan karena mudah dan sederhana. Media ini bagian dari souvenir yang akan dijual selain media utama.

 Kalung Gemstone Shapes

Kalung ini adalah visual dari mantra yang dapat dijadikan kalung bertekstur hitam putih. Media ini bagian dari souvenir yang akan di jual selain media utama.

T-Shirt

Media ini digunakan untuk souvenir yang akan dijual selain media utama. Dan juga sebagai hadiah pada event-event tertentu.

 Pembatas Buku

Bagi seorang yang gemar membaca, pasti sangat erat dengan pembatas buku yang selalu jadi pengingat dimana halaman terakhir dibaca. Pembatas buku didapatkan pada saat pembelian media utama.

 Kalender

Bagi seseorang yang menyukai event, pada kalender adalah salah satu pengingat bila ada acra. Membuat note atau melingkarinya adalah cara mereka untuk menandakan.


(40)

III.1.8 Strategi Distribusi dan Waktu Penyebaran Media

Distribusi di lakukan dengan cara launching buku yang di selenggarakan di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan provinsi Jawa Barat. Buku ini di gratiskan oleh pemerintah. Namun jika ingin mendapatkanya harus mengisi data yang jelas terlebih dahulu. Buku ini di gratiskan untuk pembendaharaan budaya yang dilakukan oleh pemerintahan. Pada launching buku, terdapat souvenir yang dapat di beli pada saat acara berlangsung. Buku ini juga akan di distribusikan ke perpustakaan Sekolah, Universitas sebagai media pembelajaran.

Tabel III.2 Tabel Distribusi Media Tahun2015 Akhir Sumber: Pribadi

Media Oktober November Desember

Media Utama

a Buku Mantra jangjawokan

Media Pendukung

MediaPromosi

a Flyer b Poster

MediaPengingat

a Pembatas Buku

c Kalung Mantra Gemstone e T-Shirt

f Tote Bag

Pada bulan Oktober hingga pertengahan bulan November, akan dilakukan promosi dengan penempelan poster dan pembagian flyer di sekolah, kampus dan sekitar perpustakaan di Bandung yang memiliki koleksi sastra. Bertujuan untuk memperkenalkan tentang buku ilustrasi mantra dan juga menginformasikan suatu budaya dan juga sebagai proses pembendaharaan negara.

III.2 Konsep Visual

Dalam sebuah media informasi yang menarik dan informatif, konsep visual sangat memegang peranan penting. Konsep visual dalam buku ilustrasi mantra jangjawokan ini menggunakan gaya gambar pribadi dan menggunakan metode menggambar manual lalu di scan dan finishing pengan photoshop.


(41)

III.2.1 Format Desain

Buku ilustrasi tentang mantra jangjawokan ini akan di buat dengan ukuran 150mm x 210mm dengan isi 70 halaman dan berbentuk persegi panjang kecil akan membuat nyaman membaca dan melihat visual yang tiap gambar dibuat menjadi 2x lebih besar atau 2 halaman full gambar. Untuk pemilihan kertas menggunakan Akasia Cream, agar terkesan lebih terlihat seperti warna-warna naskah atau buku-buku paririmbon.

III.2.2 Tata letak (layout)

Tata letak yang baik berfungsi sebagai salah satu kenyamanan untuk pembaca, juga membuat elemen visual dan verbal menjadi lebih komunikatif. Format tata letak buku berisikan 50-50% visual dan sisanya mantra. Visual dari mantra akan di buat 2 halaman full agar pembaca lebih menikmati gambar tersebut.

Gambar III.5 Cara membuka buku ilustrasi Sumber: Pribadi


(42)

Gambar III.6 ilustrasi full 2 halaman untuk gambar mantra Sumber: Pribadi

III.2.3 Huruf Tipografi

Studi jenis huruf merupakan salah satu elemen penting dalam sebuah buku ilustrasi. Untuk pemilihan tipografi harus dipilih dengan seksama karena sangat mempengaruh kenyamanan pembaca dalam membaca .

III.2.3.1 Tipografi Judul

Tipografi yang digunakan dalam judul buku ilustrasi mantra jangjawokan adalah " i crashed into gothic" untuk tipografi sub "visualisasi puisi mantra" menggunakan font "Brankovic" dan "Brankovic". Pemilihan font ini karena berdasarkan mantra yang berkaitan dengan mistis maka pemilihan judul memakai " i crashed into gothic" pada sub judul memakai "Brankovic" karena sepadan dengan font yang digunakan untuk font judul.


(43)

A B C

A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z

1234567890 ~!@#$%^&*()_+

III.2.3.2 Tipografi Sub Judul

Tipografi sub judul dengan menggunakan font "brankovic"

A B C

A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z

1234567890 ~!@#$%^&*()_+

III.2.3.3 Tipografi Mantra

Untuk narasi mantra menggunakan tipografi Ribon karena huruf ini memiliki keterbacaan yang cukup jelas dan seperti tulisan tangan sambung. Jadi terlihat seperti jaman-jaman di Sunda yang rata-rata tulisanya menggunakan huruf sambung. dan Judul mantra menggunakan "Brannboll Fet" Karena font kedua tersebut sepadan. keduanya memiliki karakter yang sama.

" Ribon"

A B C

A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z 1234567890

~!@#$%^&*()_+ "Brannboll Fet" A B C


(44)

a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z (tidak ada angka dan symbol)

III.2.3.4 Ilustrasi

Gaya ilustrasi disesuaikan dengan pendekatan verbal yang dilihat dari mantra lalu di visualisasikan dengan gambar berilustrasi yang sederhana namun tidak lupa menggunakan elemen-elemen Sunda di setiap mantranya. Tiap mantra berbeda-beda ada yang menggunakan tokoh dan ada yang dijadikan perumpamaan benda atau barang. Sesuai dari pendekatan verbal dan komunikasi.

Gambar III.7 ilustrasi mantra memakai baju Sumber: Pribadi

Gaya ilustrasi pada mantra memakai baju ini mengartikan dewi yang dililit dengan karembong sutra. Pengunaan tokoh perempuan ini mengartikan bahwa kefeminiman seorang wanita dan kelembutan dalamnya. Penggunaan bunga serunduk yang melingkari kepala pada perempuan ini mengartikan mahkota dari dewi tersebut.


(45)

Gambar III.8 ilustrasi mantra mandi Sumber: Pribadi

Penggambaran pada ilustrasi mantra mandi tersebut mengartikan dari mantranya yang menandakan ada 7 bidadari yang diilustrasikan dengan burung yang ada di dalam sungai. Daun-daun mengisi elemen pada visual yang ada dalam ilustrasi tersebut. Pada gambar ini mengartikan cirulang pancuran yang diilustrasikan dengan air yang jatuh dari kendi yang di pegang oleh pria tersebut. Latar pada sungai dijadikan riset pada orang Sunda jaman dahulu yang apal\bila ia mandi, ia pergi ke tempat sungai.

Gambar III.9 ilustrasi mantra memakai bedak Sumber: Pribadi


(46)

Penggambaran pada ilustrasi mantra memakai bedak menggunakan seorang perempuan yang mengartikan dewi-dewi. Pada topeng mengartikan bahwa si pengguna ingin memiliki kecantikan seperti dewi tersebut.

Gambar III.10 ilustrasi mantra raheut Sumber: Pribadi

Penggambaran mantra diatas menggambarkan penyembuhan luka dengan daun serunduk yang biasa digunakan orang Sunda untuk mengobati luka. Pada gambar mengartikan bahwa luka yang terbelah akan segera menyatu seperti biasanya.

Gambar III.11 ilustrasi mantra sakit Sumber: Pribadi


(47)

Pada mantra pusing ini menggambarkan pada saat sakit pusing berharap memutar di ujung rambut karena pada ujung rambut sakit pada kepala tidak akan terasa. Pembuatan galaxy pada gambar tersebut perempumaan dari ilustrasi imajinasi ketika sedang mengalami sakit kepala.

Gambar III.12 ilustrasi mandi subuh Sumber: Pribadi

Pada mantra mandi subuh ini diilustrasikan pada bulan yang melambangkan subuh dan dihiasi elemen dengan bambu kayu yang terdapat pada gambar tersebut. Ditutupi dengan batu-batuan yang menambah elemen visual pada gambar tersebut.

Gambar III.9 ilustrasi mantra bucat bisul Sumber: Pribadi


(48)

Pada mantra ini menggambarkan ilustrasi gunung tangkuban perahu yang meleleh hingga tidak menjadi apapun, sama seperti pada mantranya yang mengurai

menjadi air dan hilang menjadi tidak ada apa-apa.

Gambar III.14 ilustrasi mantra calakan Sumber: Pribadi

Pada ilustrasi diatas menggunakan perumpamanan darihewan kunang-kunang. Pada mantra calakan ini mengartikan bahwa pada mantra kepintaran seseorang agar dapat cerah setiap saatnya. Sepeti halnya kunang-kunang yang menyalakan cahayanya pada setiap malamnya yang selalu menyala pada saatnya dan abadi. Sama halnya seperti kepintaran seseorang.

III.2.3.5 Warna

Teknik pewarnaan menggunakan drawing pen untuk penebalan garis dan pewarnaan sebagian dengan menggunakan Photoshop. Warna hitam dan putih diambil dari wujud jangjawokan yang mistis dan lebih melihatkan sisi antara dunia nyata dan mistis, lalu antara mantra hitam dan mantra putih. Penggambaran warna hitam dan putih ini seolah-olah berada pada dua dunia. Penguatan warna ini akan menjadi dramatis pada terlihat yang memiliki sifat warna yang mistis.


(49)

(50)

BAB IV

TEKNIS PRODUKSI DAN APLIKASI MEDIA IV.1 Teknik Produksi

Sebelum memasuki teknis produksi media, harus terlebih dahulu menyiapkan beberapa hal yan terdiri dari beberapa tahapan. Tahap yang pertama adalah mempersiapkan segala peralatan, data dan sarana penunjang yang di butuhkan dalam pembuatan bulu ilustrasi mantra jangjawokan ini diantaranya adalah kertas canson, hardware, software. Tahap ini sangat penting agar pada pelaksanaan teknisnya dapat berjalan dengan baik. Tahap berikutnya adalah tahap perancangan, dimana pada tahap ini akan dilakukan penentuan ide visual, sketsa, tata letak, pewarnaan, penempatan elemen visual serta desain dan produksinya.

IV.1.1 Sketsa

Pada tahapan sketsa ini proses menggunakan sketchbook canson, setelah proses sketsa tahapan selanjutnya yang dilakukan adalah penebalan garis pada gambar menggunakan drawing pen.

IV.1.2 Scanning

Setelah tahapan proses sketsa, gambar awal yang sudah di buat garis tebal oleh drawing pen tahap selanjutnya dilakukan scan. menggunakan Scan Epson L355.

IV.1.3 Software

Dalam perancangan buku ilustrasi mantra jangjawokan menggunakan beberapa software desain diantaranya adalah:

 Adobe Photoshop

Software ini digunakan untuk pengolahan warna dan penebalan garis kasar agar menjadi halus.

 Adobe Indesain

Software ini digunakan untuk pengolahan layout pada daftar isi, gambar, mantra.


(51)

IV. 2 Proses Perancangan Media Utama

Proses pembuatan buku ilustrasi dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu:

 Konsep awal

Pencarian Mantra pada sumber literatur kemudian pembuatan sketsa awal dari tiap mantra yang di buat dengan menggunakan majas. Perumpamaan dari tiap mantra diartikan dengan menggunakan majas lalu di gambar ditiap mantranya. Sketsa dibuat dengan gambar tangan atau manual. Tiap sketsa mantra menggunakan pensil yang kemudian garis tepi yang ditebalkan dengan menggunakan drawing pen. Setelah gambar dibuat, kemudian gambar tersebut di scan untuk di atur tata letak dimasukan teks mantranya. Dengan bantuan Adobe Photoshop CS6 untuk finishing pada pewarnaan, untuk mengatur tone warna setelah discan, gambar menjadi lebih berwarna.

Gambar IV.1 Hasil menggambar dengan menggunakan pensil dan drawing pen. Sumber: Pribadi

Setelah ilustrasi dirubah dalam bentuk digital, kemudian dengan aplikasi Adobe Photoshop gambar di edit untuk pengaturan warna dan garis. Setelah itu gambar dimasukan pada aplikasi Adobe Indesign untuk dilakukan tata letak dan dimasukan mantra di halamanya.


(52)

Gambar IV.2 Setelah masuk pada pengaturan warna dan garis dalam digital Sumber: Pribadi

Gambar IV.3 Pemasukan Narasi dan cover mantra Sumber: Pribadi

Gambar disusun dengan ukuran 21x15 cm dan akan di cetak menggunakan kertas akasia cream. Sedangkan untuk cover di cetak hardcover yang dilaminasi dop. Dicetak menggunakan teknik cetak sparasi. Lalu cover di masuka sampul seperti


(53)

dompet, dengan menggunakan kain canvas berwarna cream lalu di sablon platisol untuk pembuatan judul mantra.

 Final Artwork

Gambar IV.4 cover mantra ilustrasi Sumber: Pribadi


(54)

Gambar IV.5 depan belakang mantra ilustrasi Sumber: Pribadi

Gambar IV.6 Isi depan Sumber: Pribadi


(55)

Gambar IV.7 Tampilan hasil buku Sumber: Pribadi

Gambar IV.8 Beberapa tampilan hasil akhir Sumber: Pribadi


(56)

IV. 3 Media Pendukung Media Pendukung

Media pendukung diperlukan sebagai pelengkap dan membantu penyampaian informasi maupun promosi media utama, yaitu ilustrasi mantra jangjawokan. Dimana terdapat seperti poster, flyer, T-shirt,, pembatas buku, totebag, stiker, banner, mini banner, box mantra, notebook, dan kalender.

IV.3.1 Poster

Gambar IV.9 Poster Sumber: Pribadi

Layout berisi tentang penjelasan mengenai launching buku yang diselenggarakan di dinas pariwisata yang dimeriahi oleh musikalisasi puisi dan jajanan khas sunda lainya. Penerbitan ini di fokuskan sebagai media infomasi pembelajaran dan pembendaharaan negara. Poster ini akan di pajang di tiap sekolah, kampus, dan juga perpusatakaan

 Ukuran : A2 (42x59 cm)

 Material: syntetic


(57)

IV.3.2 Flyer

Gambar IV.10 Flyer Sumber: Pribadi

Flyer memudahkan target audiens membaca informasi yang bersangkutan dengan media utama karena bersifat fleksibel dengan ukuranya yang kecil.

 Ukuran A5 (21 x 14,8 cm)

 Material: Art Papper 150 gsm


(58)

IV.3.3 T-Shirt

Gambar IV.11 T-shirt Sumber: Pribadi

Kaos berfungsi sebagai Sovenir pada saat acara berlangsung.

 Ukuran : S, M, L, dan XL

 Material: Cotton Combat 30s

 Teknis : Cetak Sablon

IV.3.4 Pembatas Buku

Gambar IV.12 pembatas buku Sumber: Pribadi


(59)

Pembatas buku masih berkaitan dengan media utama, pembatas buku berguna saat pembaca menandai dimana halaman terakhir dibaca. Berbentuk persegi panjang menjadikan pembatas buku ini tidak rentan rusak

 Ukuran 16x 4 cm

 Material : Art papper 260 gsm laminasi doff

 Teknis prosuksi : Cetak offset

IV.3.5 Totebag

Gambar IV.13 totebag Sumber: Pribadi

Tas kecil ini berfungsi sebagai tempat atau kemasan yang menjadi souvenir saat launching.

 Ukuran 40x28

 Material : Kanvas


(60)

IV.3.6 Stiker

Gambar IV.14 stiker Sumber : Pribadi

Stiker bisa di tempel dimana saja dan dibawa kemana-mana. Dan biasanya stiker akan di tempelkan pada benda kesayangan.

 Ukuran : d 6 cm

 Material : Stiker vynil

 Teknis prosuksi : Cetak offset

IV.3.7 X Banner

Gambar IV.11 x-banner Sumber: Pribadi


(61)

X-Banner berfungsi sebagai stand informasi serta identitas sebuah booth. X-Banner juga dapat diletakkan di tempat yang mengundang target audiens seperti perpustakaan.

 Ukuran : 120 x 60 Cm

 Material : Fl Korea

 Teknis prosuksi : Cetak Digital

IV.3.8 Mini Banner

Gambar IV.12 mini banner Sumber: Pribadi

Mini X-Banner berfungsi sebagai ambient media identitas dan informasi mengenai Buku visualisasi mantra jangjawokan. Mini X-banner diletakkan pada booth di acara launching buku.

 Ukuran : A4 21 x 29.7 cm

 Material : Art Paper


(62)

IV.3.9 Box Mantra

Gambar IV. 13 Box Mantra Sumber: Pribadi

Box Mantra berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang-barang yan biasanya menjadi kesayangan yang tidak mau rusak bahkan bisa menjadi tempat penyimpanan sastra-sastra yang telah di buat.

 Ukuran : A4 21 x 29.7 cm

 Teknis produksi : Manual pada tulisan mantra dilakukan teknik embos.

 Jenis bahan : Art paper

IV.3.10 Notebook

Gambar IV.14 Notebook Sumber: Pribadi


(63)

Notebook berfungsi sebagai buku diary atau penyimpanan note yang juga untuk menulis karya sastra, menggambar, mencatat hal yang penting, dan lain-lain.

 Ukuran : 21x15 Cm

 Material : Art Paper

 Teknis produksi : Cetak offset

IV.3.11 Kalender

Gambar IV.15 Kalender Sumber: Pribadi

Kalender berfungsi sebagai Pengingat apabila terdapat event biasanya membulatkan pada tanggalnya.

 Ukuran : 17x19 Cm

 Teknis produksi : Cetak offset


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ekadjati, Edi. (1995). Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah). Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Isnawati, Esti. (2012). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Malik, Miftahul., Rs, Etti., & Sjamsuri, Elin. (2012). Jangjawokan: Inventarisasi

Puisi Mantra Sunda. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat.

Rosidi, Ajip. (1995). Puisi Sunda. Bandung: Geger Sunten.

Rusmana, Maman. (1991). Bunga Rampai Jawa Barat. Bandung: Yayasan Wahana Citra Nusantara.

Surjadi, H.A. (2006). Masyarakat Sunda Budaya dan Problema. Bandung: P.T. Alumni.

Suryani, Elis. Eksistensi dan Fungsi Mantra dalam Kehidupan Masyarakat Sunda. Bandung: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran

Internet

Jabar.2015.Penduduk Jawa Barat. Tersedia di : http://jabarprov.go.id/index.php/pages/id/75 Jangjawokan. 2015. Tersedia di:


(65)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NamaLengkap : Dian Maulidawati Rusli

NIM : 51911077

TTL : Bandung, 2 September 1992

JenisKelamin : Perempuan

Agama : Islam

Fakultas : Desain

Program Studi : Desain Komunikasi Visual

Jenjang : S-1

Alamat : Jl. Anyelir IX no 39 Blok 14 Bumi Rancaekek Kencana Telepon : 082240437129

Email : inisamadey@gmail.com Facebook : Deydian Maulida ID LINE : deydianmaulida

Riwayat Pendidikan

Tahun Pendidikan

2011-2015 Universitas Komputer Indonesia 2007-2010 SMA 1 Jatinangor

2004-2007 SMP 3 Rancaekek 2000-2004 SDN 1 Kencana


(66)

(1)

X-Banner berfungsi sebagai stand informasi serta identitas sebuah booth. X-Banner juga dapat diletakkan di tempat yang mengundang target audiens seperti perpustakaan.

 Ukuran : 120 x 60 Cm  Material : Fl Korea

 Teknis prosuksi : Cetak Digital

IV.3.8 Mini Banner

Gambar IV.12 mini banner Sumber: Pribadi

Mini X-Banner berfungsi sebagai ambient media identitas dan informasi mengenai Buku visualisasi mantra jangjawokan. Mini X-banner diletakkan pada booth di acara launching buku.

 Ukuran : A4 21 x 29.7 cm  Material : Art Paper


(2)

IV.3.9 Box Mantra

Gambar IV. 13 Box Mantra Sumber: Pribadi

Box Mantra berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang-barang yan biasanya menjadi kesayangan yang tidak mau rusak bahkan bisa menjadi tempat penyimpanan sastra-sastra yang telah di buat.

 Ukuran : A4 21 x 29.7 cm

 Teknis produksi : Manual pada tulisan mantra dilakukan teknik embos.  Jenis bahan : Art paper


(3)

Notebook berfungsi sebagai buku diary atau penyimpanan note yang juga untuk menulis karya sastra, menggambar, mencatat hal yang penting, dan lain-lain.  Ukuran : 21x15 Cm

 Material : Art Paper

 Teknis produksi : Cetak offset

IV.3.11 Kalender

Gambar IV.15 Kalender Sumber: Pribadi

Kalender berfungsi sebagai Pengingat apabila terdapat event biasanya membulatkan pada tanggalnya.

 Ukuran : 17x19 Cm

 Teknis produksi : Cetak offset  Jenis bahan : Akasia


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ekadjati, Edi. (1995). Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah). Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Isnawati, Esti. (2012). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Malik, Miftahul., Rs, Etti., & Sjamsuri, Elin. (2012). Jangjawokan: Inventarisasi

Puisi Mantra Sunda. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat. Rosidi, Ajip. (1995). Puisi Sunda. Bandung: Geger Sunten.

Rusmana, Maman. (1991). Bunga Rampai Jawa Barat. Bandung: Yayasan Wahana Citra Nusantara.

Surjadi, H.A. (2006). Masyarakat Sunda Budaya dan Problema. Bandung: P.T. Alumni.

Suryani, Elis. Eksistensi dan Fungsi Mantra dalam Kehidupan Masyarakat Sunda. Bandung: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran

Internet

Jabar.2015.Penduduk Jawa Barat. Tersedia di :

http://jabarprov.go.id/index.php/pages/id/75

Jangjawokan. 2015. Tersedia di:


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NamaLengkap : Dian Maulidawati Rusli

NIM : 51911077

TTL : Bandung, 2 September 1992

JenisKelamin : Perempuan

Agama : Islam

Fakultas : Desain

Program Studi : Desain Komunikasi Visual

Jenjang : S-1

Alamat : Jl. Anyelir IX no 39 Blok 14 Bumi Rancaekek Kencana Telepon : 082240437129

Email : inisamadey@gmail.com Facebook : Deydian Maulida ID LINE : deydianmaulida

Riwayat Pendidikan

Tahun Pendidikan

2011-2015 Universitas Komputer Indonesia

2007-2010 SMA 1 Jatinangor 2004-2007 SMP 3 Rancaekek 2000-2004 SDN 1 Kencana


(6)