Klasifikasi Tanah sebagai Barang Milik Daerah

digunakan oleh aparat dalam rangka pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat. Barang milik daerah merupakan kekayaan atau aset daerah yang harus dikelola dengan baik agar dapat memberikan arti dan manfaat sebanyak- banyaknya, dan tidak hanya sebagai kekayaan daerah yang besar tetapi juga harus dikelola secara efisien dan efektif agar tidak menimbulkan pemborosan serta harus dapat dipertanggungjawabkan.

2.2 Klasifikasi Tanah sebagai Barang Milik Daerah

Dalam masyarakat agraris dan bahari seperti Indonesia, tanah dan sumber daya alam memiliki arti dan makna sangat istimewa, yaitu sebagai wujud eksistensi, akar sosial budaya, alat produksi utama, simbol eksistensi dan status sosial ekonomi . 10 Tanah juga tempat bermukim bagi umat manusia di samping sebagai sumber penghidupan bagi mereka yang mencari nafkah melalui usaha pertanian. 11 Tanah dapat di nilai pula sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanen karena memberikan suatu kemantapan untuk di cadangkan bagi kehidupan di masa mendatang. 12 Dan pada akhirnya tanah pulalah yang di jadikan tempat persemayaman terakhir bagi seorang yang meninggal dunia. Pendek kata tanah mempunyai peranan penting dalam kehidupan ini. 13 Barang milik daerah berupa tanah di lingkungan pemerintahan daerah banyak yang menyebutnya 10 Bernhard Limbong, 2011, Pengadaan Tanah utuk Pembangunan, Margaretha Pustaka, Jakarta, hal.1. 11 Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko, 2001, Hukum Adat Indonesia, Cetakan Keempat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.172. 12 Adrian Sutedi, 2007, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 45. 13 Abdurrahman, 1980, Beberapa Aspekta Tentang Hukum Agraria, Alumni, Bandung, hal. 2 sebagai tanah aset daerah. Bahkan di setiap pemerintah daerah secara khusus membentuk biro aset. Biro aset adalah biro yang secara khusus berfungsi untuk melakukan inventarisir dan memanajemen aset daerah. Istilah aset pada tanah aset daerah merupakan istilah ekonomi. Aset bukan merupakan istilah hukum, karena istilah tanah aset tidak terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Namun istilah aset baru menjadi konsep hukum setelah adanya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Pada bagian lampiran II dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan tersebut tepatnya pada Pernyataan No.01 Penyajian Laporan Keuangan, Definisi: paragrap 8 memberikan definisi , bahwa: “Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai danatau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi danatau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber- sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya”. Kemudian berdasarkan Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Bab Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, Sub Bab: Investasi dalam aset yang tidak menghasilkan pendapatan paragrap 14, dinyatakan sebagai berikut: “Pemerintah menginvestasikan dana yang besar dalam bentuk aset yang tidak secara langsung menghasilkan pendapatan bagi pemerintah, seperti gedung perkantoran, jembatan, jalan, taman dan kawasan reservasi. Sebagaian besar aset dimaksud mempunyai masa manfaat yang lama sehingga program pemeliharaan dan rehabilitasi yang memadai diperlukan untuk mempertahankan manfaat yang hendak dicapai. Dengan demikian, fungsi aset yang dimaksud bagi pemerintah berbeda dengan fungsinya bagi organisasi komersial. Sebagian besar aset tersebut tidak menghasilkan pendapatan secara langsung bagi pemerintah, bahkan menimbulkan komitmen pemerintah untuk memeliharanya di masa mendatang”. 14 Dalam lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, Bab: Unsur Laporan Keuangan, Sub Bab Neraca Paragraf 59, dijelaskan sebagai berikut: “Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu”. Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan akuitas dana. Masing-masing unsur didefinisikan sebagai berikut: 15 a. Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai danatau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi danatau social di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 14 Supriyadi, op.cit, hal.150. 15 www.bpk.go.iddirjenkekayaannegara di akses pada tanggal 23 Desember 2015 b. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. c. Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah. Tanah merupakan Aset Tetap, disamping Peralatan dan Mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam pengerjaan. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Selanjutnya berdasarkan berbagai penjelasan dalam Lampiran II dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan tersebut dapat ditarik suatu konsep hukum tengtang Tanah sebagai aset daerah atau barang milik daerah. Bahwa tanah diakui telah menjadi barang milik daerah apabila memenuhi syarat-syarat, sebagai berikut: 16 1. Diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai. Dalam hal ini misalnya, setelah tanah dimatangkan sampai tanah tersebut siap dipakai; 2. Adanya bukti penguasaan secara hukum, misalnya Sertipikat Hak Pakai atau Hak Pengelolaan atas nama Daerah; 3. Adanya bukti pembayaran dan penguasaan Sertipikat tanah atas nama pemilik sebelumnya. 16 Lampiran II dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Dengan suatu pernyataan secara negatif, maka tanah-tanah yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut diatas bukanlah barang milik daerah atau tanah aset daerah. Syarat pertama bagi suatu bidang tanah untuk dapat disebut sebagai barang milik daerah, bahwa tanah tersebut diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai. Dengan demikian, tanah-tanah yang diklaim sebagai dalam penguasaan daerah namun tidak dimaksudkan untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah daerah dan dalam kondisi tidak siap pakai, maka tanah-tanah yang demikian tersebut tidak atau belum menjadi barang milik daerah. Artinya tanah-tanah tersebut tidak mempunyai nilai ekonomi bagi daerah dan bukan merupakan suatu aktiva dalam neraca. Syarat kedua bagi suatu bidang tanah untuk dapat disebut barang milik daerah, yaitu adanya bukti penguasaan secara hukum. Hal ini berkaitan dengan criteria pengakuan pendapatan. Konsep tentang kemungkinan besar manfaat ekonomi masa depan terjadi digunakan dalam pengertian derajat kepastian tinggi bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan pos atau kejadianperistiwa tersebut akan mengalir dari atau ke entitas pelaporan. Konsep ini diperlukan dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan operasional pemerintah. Pengkajian derajad kepastian yang melekat dalam arus manfaat ekonomi masa depan dilakukan atas dasar bukti yang dapat diperoleh pada saat penyusunan laporan keuangan. 17 17 Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Bab: Unsur Laporan Keuangan, Sub bab: Kemungkinan Besar Manfaat Ekonomi Masa Depan Terjadi, paragraph 81. Syarat ketiga yaitu adanya bukti pembayaran dan penguasaan Sertipikat tanah atas nama pemilik sebelumnya. Dengan demikian, tanah-tanah yang teah dibebaskan oleh pemerintah daerah namun ganti rugi kepada bekas pemilik tanah belum dibayar atau sertipikat hak atas tanahnya belum beralih kepadanya, maka tanah-tanah tersebut tidak atau belum dapat dinyatakan sebagai barang milik daerah. Barang Milik Daerah berupa Tanah harus jelas asal-usul status tanahnya. Status tanahnya dapat berasal dari: 18 1. Tanah Negara a. Jika instansi Pemerintah berdasarkan Staatblad Tahun 1911 Nomor 110 tentang “Penguasaan Benda Benda Tidak Bergerak, Gedung Gedung dan lain lain Bangunan Milik Negara” kemudian diatur kembali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah Tanah Negara, menguasai tanah dimaksud sejak zaman pemerintah Hindia Belanda sampai pada saat dimulai berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953, maka tanah tersebut berstatus dalam penguasaan In beheer Instansi Pemerintah yang bersangkutan. b. Apabila setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 Tanah Negara dikuasai oleh Instansi Pemerintah berdasarkan Surat Keputusan Pemberian Hak yang diterbitkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional. 18 Supriyadi, op.cit, hal 256. Mengenai penguasaan tanah Negara oleh Instansi Pemerintah atau Daerah setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 selanjutnya baru dapat menjadi milik Negaradaerah apabila dikuasai oleh Instansi Pemerintah atau Daerah tersebut berdasarkan Surat Keputusan Pemberian Hak yang diterbitkan oleh Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional, yaitu Peraturan Menteri NegaraKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pemberian Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan Serta Pembatalan Hak Atas Tanah. Surat Keputusan Pemberian Hak yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional yang dimaksudkan adalah Keputusan tentang Pemberian Hak Pakai dan Hak Pengelolaan atas nama Instansi Pemerintah atau Daerah atas tanah- tanah yang berasal dari tanah Negara. Apabila tanah-tanah Negara yang diklaim dalam penguasaan Instansi Pemerintah atau Daerah tersebut belum diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak atas nama Instansi Pemerintah atau Daerah, maka tanah-tanah tersebut belum dan bukan menjadi aset atau milik Instansi Pemerintah atau Daerah. Lebih-lebih apabila diketahui, bahwa secara fisik pun bentuk penguasaan Instansi Pemerintah atau Daerah tersebut tidak nampak jelas. Para ahli membedakan tanah negara menjadi tiga, yaitu: 19 a tanah negara yang dikuasai langsung oleh negara, dalam pengertian hak menguasai dari negara untuk mengatur bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada suatu tingkatan 19 B.F. Sihombing, 2005, Evolusi Kebijakan Pertanahan Dalam Hukum Tanah Indonesia, Cetakan Kedua, Djambatan, Jakarta, hal.79-80. tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat yang mempunyai kewenangan: 1. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; 2. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; 3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. b tanah negara yang dimiliki oleh pemerintah yaitu tanah-tanah yang diperoleh pemerintah pusat maupun daerah berdasarkan nasionalisasi, pemberian, penyerahan sukarela maupun melalui pembebasan tanah dan berdasarkan akta-akta peralihan hak. c tanah negara yang tidak dimiliki atau dikuasai oleh masyarakat, badan hukum swasta dan badan keagamaan atau badan sosial serta tanah tanah yang dimiliki oleh perwakilan negara asing. Jika dilihat dari status penguasaannya, tanah negara masih dibagi menjadi 1 tanah wakaf, 2 tanah hak pengelolaan, 3 tanah hak ulayat, 4 tanah hak kaum, 5 tanah hak kawasan hutan, dan 6 tanah lainnya yang tidak termasuk lima klasifikasi itu, yang penguasaannya ada pada BPN. Tanah negara mempunyai dua pengertian, yaitu a tanah negara dalam arti luas adalah tanah yang dikuasai BPN dan penguasaannya ada pada Kepala BPN dan b tanah negara dalam arti sempit adalah tanah yang dikuasai oleh kementerian dan lembaga dengan hak pakai yang merupakan asetbagian dari aset negara dan penguasaannya ada pada Menteri Keuangan. 20 2. Tanah-tanah Perusahaan Milik Belanda yang berdasarkan Undang Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Milik Belanda penguasaannya diserahkan kepada salah satu di antara Instansi Pemerintah tersebut pada angka 1 di atas. 21 Tanah-tanah Perusahaan Milik Belanda yang terkena Nasionalisasi berdasarkan Undang Undang Nomor 86 Tahun 1958 yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan Daerah dan Bank Bank Negara, berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria No.SK.8ka1963 tanggal 28 Pebruari 1963 kepada Perusahaan-perusahaan dan bank bank yang menguasai tanah-tanah yang dimaksud secara sah, dapat diberikan dengan sesuatu hak dengan memperhatikan penggunaan tanahnya, yaitu: apabila tanahnya merupakan tanah bangunan akan diberikan dengan hak guna bangunan, dan akan diberikan dengan hak guna usaha apabila tanah yang dimaksud tanah pertanianperkebunan bekas hak erpacht atau konsesi. Selanjutnya sebagai peraturan pelaksanaan Undang Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda tersebut dibentuk Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1959 tentang Pokok-Pokok Pelaksanaan Undang Undang Nasionalisasi Perusahaan Belanda. Pasal 1 Peraturan Pemerintah tersebut menyatakan, bahwa perusahaan-perusahaan milik Belanda yang dapat dikenakan nasionalisasi adalah: 20 Laman www.bphn.go.id di akses pada tanggal 5 Januari 2016 21 Supriyadi, loc.cit a Perusahaan yang untuk seluruhnya atau sebagian merupakan milik perseorangan warganegara Belanda dan bertempat kedudukan dalam wilayah Republik Indonesia; b Perusahaan milik suatu badan hukum yang seluruhnya atau sebagian modal perseroannya atau modal pendiriannya berasal dari perseorangan warganegara belanda dan badan hukum itu bertempat kedudukan dalam wilayah Republik Indonesia; c Perusahaan yang letaknya dalam wilayah Republik Indonesia dan untuk seluruhnya atau sebagian merupakan milik perseorangan warganegara Belanda yang bertempat kediaman diluar wilayah Republik Indonesia; d Perusahaan yang letaknya dalam wilayah Republik Indonesia dan merupakan milik sesuatu badan hukum yang bertempat kedudukan di wilayah Negara Kerajaan Belanda. Proses nasionalisasi dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dengan cara memberi ganti rugi kepada pemilik perusahaan-perusahaan Belanda tersebut, sehingga harta kekayaan perusahaan milik Belanda yang dikenakan nasionalisasi tersebut menjadi kekayaan milik Negara. Hak-hak atas tanah milik perusahaan Belanda yang dinasionalisasi tersebut menjadi hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah Negara. Hal ini ditegaskan oleh Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria No. Sk.8Ka1963, tanggal 28 Pebruari 1963 tentang Pemberian Hak Atas Tanah Bekas Milik Perusahaan Perusahaan Belanda Kepada Perusahaan Perusahaan Negara dan Bank Bank Negara. 3. Tanah yang diperoleh dengan cara: 22 a Pembelian tanah untuk Pemerintah melalui Bijblad 11372 jo. 12746; b Pembebasan tanah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 c Pengadaan tanah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1985; d Pengadaan tanah menurut Keputusan Presiden No.55 Tahun 1993 jo. Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional No.1 Tahun 1994; e Pencabutan hak berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961; f Pelepasan hak secara Cuma-Cuma oleh pemiliknya kepada pemerintah secara umum dikenal sebagai penyerahan tanah untuk Pemerintah. Tanah-tanah Negara yang perolehannya dengan cara sebagaimana huruf a sampai dengan huruf f tersebut di atas merupakan tanah-tanah Negara yang diperoleh melalui acara pembebasan tanah. Pada zaman Hindia Belanda diatur dalam Bijblad 11372 jo.12746 dengan cara pembelian untuk kepentingan pemerintah. Dengan berlakunya Undang Undang Pokok Agraria, Hak Eigendom, Opstal, Erfpacht sudah tidak ada lagi, dan sebagai gantinya ada hak-hak atas tanah yang disebut Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha. Hak-hak tersebut tidak dapat dipunyai oleh instansilembaga pemerintah melalui prosedur jual-beli, sebagaimana diatur dalam Pasal 2; Pasal 26 ayat 2; Pasal 30 ayat 2; 22 Supriyadi, Ibid, hal.261. Pasal 36 ayat 2 Undang Undang Pokok Agraria, melainkan harus melalui prosedur pembebasan atau pelepasan hak atas tanah, selanjutnya tanahnya menjadi tanah Negara, dan instansiLembaga Pemerintah termasuk Daerah dapat memintah hak atas tanah Negara tersebut berupa Hak pakai atau Hak Pengelolaan kepada Badan Pertanahan Nasional. Barang milik daerah berupa tanah harus jelas status hak tanahnya. Status hukum hak atas tanah tersebut nantinya disertipikatkan di kantor Badan Pertanahan Nasional. Sertipikat hak atas tanah atas nama pemerintah daerah yaitu sertipikat Hak Pakai dan Sertipikat Hak Pengelolaan, artinya bahwa pemerintah daerah dapat mempunyai Hak Pakai dan Hak Pengelolaan atas tanah. Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan danatau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria pasal 41 ayat 1. Hak pakai hanya dapat dialihkan dengan ijin pejabat yang berwenang dan jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan. 23 Sedangkan Hak Pengelolaan adalah hak menguasai Negara yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh pemegang haknya. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 tahun 1974 Pasal 3, Hak pengelolaan berisikan wewenang untuk : 23 Mudjiono, 1992, Hukum Agraria, Liberty, Yogyakarta, hal 16. 1 Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan; 2 Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan usahanya; 3 Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut. Menurut Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai, bahwa Hak Pakai atas nama Departemen, Lembaga Non Departemen, dan Pemerintah Daerah, diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama digunakan untuk keperluan tertentu. Selanjutnya berdasarkan Penjelasan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai tersebut dinyatakan bahwa: “Hak Pakai yang diberikan untuk waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, akan tetapi dapat dilepaskan oleh pemegang haknya sehingga menjadi tanah Negara untuk kemudian dimohon dengan hak baru oleh pihak lain tersebut”. Secara tersurat, UUPA tidak menyebut Hak Pengelolaan, tetapi hanya menyebut pengelolaan dalam Penjelasan Umum Angka II Nomor 2 UUPA, yaitu: “Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada suatu badan penguasa Departemen, Jawatan, atau Daerah Swatantra untuk digunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing- masing.” Menurut A.P. Parlindungan, istilah Hak Pengelolaan berasal dari istilah Belanda, “beheersrecht” yang berarti hak penguasaan. 24 24 Urip Santoso, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Kencana Jakarta, hal.113. Sependapat dengan A.P. Parlindungan, Supriadi menyatakan bahwa perkataan Hak Pengelolaan sebenarnya berasal dari terjemahan Bahasa Belanda yang be rasal dari kata “Beheersrecht berarti Hak Penguasaan. Hak Penguasaan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Hak Penguasaan atas Tanah-tanah Negara. 25 Hak Pengelolaan itu tidak mudah dipahami, bahkan dapat menimbulkan salah tafsir bila disandingkan dengan hak-hak atas tanah yang diatur dalam Pasal 16 UUPA hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai.konsep penguasaan atas tanah-tanah negara yang pada awalnya dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah- tanah Negara dilandasi oleh asas domein, yang sudah barang tentu tidak sesuai lagi dengan asas Negara menguasai dalam UUPA. Fungsiwewenang public yang tersirat dalam penjelasan umum II 2 UUPA itu kemudian diberi sebutan sebagai “hak” pengelolaan dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Konversi atas Hak Penguasaan atas Tanah Negara dan Ketentuan-ketentuan tentang Kebijaksanaan Selanjutnya yang berlanjut sampai dengan saat ini. Maria S.W. Sumardjono dalam salah satu refrensinya berpendapat bahwa dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dengan PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik NegaraDaerah, maka berlakunya ketentuan umum tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yan bersifat khusus terkait dengan peralihan dan pembebanan HGBHP di atas HPL. Selama HPL yang dipunyai oleh subjek HPL itu merupakan barang milik negaradaerah, maka ketentuan dalam UU No.1 25 Supriadi, 2007, Hukum Agraria,Sinar Grafika, Jakarta, hal.148. Tahun 2004 dan PP No.6 Tahun 2006 yang berlaku. UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lain yang sah. Analog dengan hal itu, barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehannya lainnya yang sah. Terkait dengan asetbarang milik negaradaerah yang berbentuk tanah, Menteri Negara AgrariaKepala BPN pernah menerbitkan Surat Edaran SE No 500-468 tanggal 12 Februari 1996 tentang masalah Ruilslag Tanah-tanah Pemerintah. Dalam SE tersebut disebutkan bahwa untuk memperoleh keseragaman dan kesamaan persepsi mengenai tanah aset pemerintah, maka yang dimaksud dengan aset tersebut adalah: 26 1 Tanah-tanah bukan tanah pihak lain dan yang telah dikuasai secara fisik oleh instansi pemerintah. 2 Tanah-tanah tersebut dikelola dan dipeliharadirawat dengan dana Instansi Pemerintah. 3 Tanah tersebut telah terdaftar dalam daftar inventaris Instansi Pemerintah yang bersangkutan. 4 Tanah secara fisik dikuasai atau digunakan atau dimanfaatkan oleh pihak lain berdasarkan hubungan hukum yang dibuat antara pihak lain dengan Instansi Pemerintah dimaksud. 5 Tanah tersebut angka 1 sampai dengan 3 baik yang sudah ada sertipikatnya maupun belum ada sertipikat. 26 Maria S.W. Sumardjono, 2009, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Kompas, Jakarta, hal.211.

2.3 Tinjauan Pemindahtanganan Barang Milik Daerah Berupa Tanah