BAHAN DAN METODE
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus – Desember 2008, Januari, Februari dan Agustus 2009. di Laboratorium Pengolahan Pangan untuk pembuatan produk puree buah. Analisa mutu dan gizi produk puree buah di Laboratorium Kimia Pangan dan Biokimia Pangan, analisa mikrobiologi di Laboratorium mikrobiologi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB. Pengujian sensori dilakukan di desa Cihideng, Bogor.
Bahan dan Alat 1. Bahan dasar
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah pepaya bangkok dengan tingkat kematangan penuh ditandai dengan adanya warna kuning pada ujung buah. Tomat buah yang berwarna merah merupakan tomat buah yang matang. Pisang kepok yang kulit buahnya berwarna kuning dan apabila ditekan dibagian daging buah sudah lunak merupakan pisang kepok yang matang. Alpukat mentega apabila buahnya diguncang dan terdengar bunyi, maka buah alpukat tersebut sudah matang. Buah-buahan yang dipilih adalah buah yang matang dan sehat serta tidak busuk yang diperoleh dari Pasar Bogor serta produk puree buah komersil. 2. Bahan kimia
Bahan kimia yang dibutuhkan untuk melakukan analisis adalah H2SO4, NaOH, aseton, amonium oksalat jenuh, indikator metil merah, amonia encer, asam asetat, KMnO4, larutan molibdat aminonaftol-sulfonat, potasium fosfat, bromofenol biru, natrium asetat, hidrokuinon, 1.10-fenantrolin, phenolptalein, indikator kanji, iod, heksana, MgCO3
3. Alat-alat
, air destilata, media PCA, larutan pengencer NaCl 85%, alkohol dan lain-lain.
Alat yang akan digunakan untuk proses pada penelitian adalah alat pengupas bahan dasar, alat masak (autoklaf, kompor), ayakan 60 mesh, dan
(2)
alat-alat lainnya. Sedangkan untuk keperluan analisa parameter meliputi: timbangan analitik, oven, cawan aluminium, desikator, gelas-gelas ukur, erlenmeyer, saringan, kertas saring, cawan porselen, gelas piala, biuret, spektrofotometer absorpsi atom, labu ukur, labu pemisah, pH meter, tabung reaksi, cawan petri, mikro pipet, oven inkubasi, termometer, labu soxhlet, Brookfield viscometer, alat kjeldahl, hot plate dan lain-lain.
Metode
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertama untuk menentukan kombinasi puree buah yang disukai dan untuk identifikasi pemenuhan standar komersil guna memperoleh formulasi awal puree buah yang akan dikembangkan. Tahap kedua untuk menentukan formula puree buah yang optimal dilihat dari segi sensori. Formula puree buah yang terpilih selanjutnya dianalisa sifat fisik, kimia dan mikrobiologi. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Penentuan Kombinasi Puree Buah
Penentuan kombinasi puree buah dilakukan dengan menguji secara hedonik rasa dari produk puree buah yang telah diformulasi dan telah sesuai dengan SNI 01-7111.2-2005 MP-ASI. Tahapan penentuan kombinasi yang dilakukan adalah formulasi produk puree buah dan pembuatan produk puree buah. 1. Formulasi Produk Puree Buah
Formulasi puree buah yang dibuat hanya dalam satu bentuk formula yaitu dengan perbandingan 50 % untuk buah pepaya dan 50 % untuk buah pencampur (tomat, pisang dan alpukat). Produk puree buah yang disukai selanjutnya diformulasi, bertujuan agar mendapatkan formula produk puree buah yang disukai dari segi rasa dengan menggunakan uji hedonik. Uji hedonik dilakukan setelah uji mikrobiologi untuk mengetahui angka total mikroba pada produk puree buah dan disesuaikan dengan SNI 01-7111.2-2005 MP-ASI, untuk menjamin keamanan produk. Format kuisioner yang digunakan pada pengujian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.
(3)
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Kombinasi Puree buah yang disukai
Puree buah
FormulasiPuree Buah (90:10 ; 80:20 ; 70:30 ; 60:40)
Analisis sensori
(uji hedonik rasa)
Formula puree buah optimal Optimasi puree buah
secara sensori
Mixture Design (Minitab 15)
Formula Puree Buah Disukai
Mixture design (Minitab 15)
Formulasi puree buah
(90:10 ; 82,5:17,5 ; 85:15 ; 87,5:12,5 ; 80:20)
Uji TPC
Uji TPC
Uji hedonik (rasa manis, asam, warna, aroma dan viskositas
Analisa Sensori: 1. Seleksi panelis 2. Uji skoring (atribut
sensori yang terpilih) 3. Uji Hedonik Overall Uji objektif
sesuai dengan analisa sensori yang terpilih
verifikasi - Analisis sensori
(uji hedonik)
Analisis - fisiko kimia - total mikroba
Formula Puree buah terpilih
(4)
2. Pembuatan Produk Puree Buah
Buah pepaya dan buah pencampur (tomat, pisang dan alpukat) yang matang penuh dan sehat masing-masing sebanyak 1,5 kg dibersihkan dan dikupas kemudian dipotong-potong dan dipisahkan bijinya, diperoleh bagian yang dapat dimakan (bdd). Bahan tersebut selanjutnya diblansir dengan cara pengukusan untuk menginaktivasi enzim dan untuk mendapatkan tekstur yang lunak (±1000
Komposisi (%)
C, 2 menit), lalu dihancurkan sampai menjadi bubur dengan menggunakan blender. Formulasi puree buah yang dibuat dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Bentuk Formulasi Puree buah per 100 g bahan Formula
F1 F2 F3 Buah Pepaya 50% 50% 50% Buah Tomat 50%
Buah Pisang 50%
Buah Alpukat 50%
Jumlah (%) 100 100 100 Keterangan:
F1 = Formula puree 50% buah pepaya dan 50% buah tomat F2 = Formula puree 50% buah pepaya dan 50% buah pisang F3 = Formula puree 50% buah pepaya dan 50% buah alpukat
Pengaturan pH puree buah dilakukan dengan menambahkan asam sitrat sampai pH 4. Homogenisasi partikel puree buah dilakukan dengan penyaringan menggunakan saringan dengan ukuran mesh 60. Puree buah yang diperoleh selanjutnya dipanaskan untuk menginaktif bakteri patogen. Produk puree buah selanjutnya dikemas dalam kemasan botol gelas bening yang telah disterilisasi, selanjutnya produk puree buah terkemas didinginkan dengan air pada suhu kamar untuk menjaga kualitas gizi produk puree buah. Diagram alir pembuatan produk
puree buah dapat diamati pada Gambar 2.
Penentuan Formula Puree Buah yang Optimal
Penentuan formula puree buah yang optimal dilakukan dalam tiga bagian, pertama yaitu penentuan peubah respon (atribut sensori) yang terpilih berdasarkan uji hedonik formula puree buah yang disukai dari segi warna, aroma, kekentalan, rasa (manis dan asam) dan penentuan proporsi maksimum dan minimum peubah uji menggunakan uji penerimaan secara keseluruhan.
(5)
Gambar 2. Diagram alir pembuatan produk puree buah Pengupasan
Pepaya
Pemotongan
Bagian yang Dapat Dimakan (BDD)
Blansir
Penimbangan sesuai formula yang ditentukan
Pengaturan pH dengan penambahan asam sitrat sampai pH 4
Penyaringan dengan saringan ber-mesh 60
Hot Filling (70oC-80oC, 2 menit)
Pengemasan ke dalam Botol jar Steril
Puree buah
Buah campuran (pisang, tomat, alpukat
(6)
Kedua, penentuan formula puree buah berdasarkan mixture design. Ketiga, penentuan formula puree buah yang optimal. Formula puree buah yang optimal diperoleh dengan menggunakan bantuan piranti lunak Minitab 15.
1. Penentuan Peubah Respon
Penentuan peubah respon dilakukan dengan mengkombinasi puree buah yang disukai dalam beberapa variasi formula seperti yang terlihat pada Tabel 7, tujuannya agar mendapatkan formula yang tepat dari aroma, penampakan (warna), kekentalan, rasa (manis dan asam)
Tabel 7. Formula Puree Buah yang Disukai Formula Buah Pepaya
(%)
Buah Pencampur
(%)
1 90 10
2 80 20
3 70 30
4 60 40
Penentuan peubah respon warna, aroma, kekentalan dan rasa (manis dan asam) dilakukan secara sensori dengan menggunakan uji hedonik, format untuk uji hedonik formula puree buah dapat dilihat pada Lampiran 3. Uji hedonik dilakukan setelah uji mikrobiologi untuk mengetahui angka total mikroba pada produk puree buah dan disesuaikan dengan SNI 01-7111.2-2005 MP-ASI, untuk menjamin keamanan produk. Peubah respon yang digunakan pada tahap penelitian selanjutnya diperoleh berdasarkan uji hedonik formula puree buah yang disukai dari segi rasa (manis dan asam), warna, aroma dan kekentalan. Formula-formula yang diperoleh berdasarkan uji hedonik overall selanjutnya digunakan sebagai proporsi relatif minimum dan maksimum masing-masing peubah uji. 2. Penentuan Formula Puree Buah Berdasarkan Mixture Design
Hasil keluaran dari piranti lunak Minitab 15 berupa model rancangan percobaan (Lihat Tabel 8). Pembuatan formula puree buah selanjutnya dilakukan berdasarkan model rancangan untuk mengukur respon masing-masing model rancangan percobaan tersebut.
Formula puree buah yang dibuat berdasarkan hasil olahan Minitab 15
(7)
atribut sensori yang terpilih dari pengukuran uji hedonik formula puree buah yang disukai. Tujuan dilakukannya uji hedonik untuk mengukur kesukaan panelis terhadap formula dari olahan Minitab 15, untuk format uji hedonik dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 8. Rancangan percobaan hasil olahan program Minitab 15 Formula Buah Pepaya
(%)
Buah Pencampur
(%)
1 90.0 10.0
2 85.0 15.0
3 87.5 12.5
4 5
80.0 82.5
20.0 17.5
Formula-formula puree buah yang dibuat berdasarkan rancangan percobaan hasil olahan program Minitab 15 selanjutnya dianalisa secara sensori menggunakan uji skoring dengan atribut sensori dari pengujian formula puree
buah yang disukai.
3. Penentuan Puree Buah Optimal
Nilai target peubah respon rasa manis, rasa asam dan kekentalan dari formula puree buah selanjutnya diperoleh berdasarkan pada skala 1 sampai 7. Respon rasa manis diharapkan mendekati skala 6 (manis). Pemilihan target ini didasarkan pada asumsi bahwa bayi belajar untuk mengenal puree buah yang berasa manis alami tanpa ada penambahan gula dan bahan pemanis lainnya (http://www.wholesomebabyfood.com). Diharapkan formula produk puree buah ini memiliki rasa manis alami dari campuran buah pepaya dengan buah pisang. Produk puree buah ditambahkan asam sitrat yang berfungsi untuk mengatur keasaman dan mengawetkan produk. Penambahan asam sitrat diperbolehkan berdasarkan acuan SNI 01-7111.2-2005 MP-ASI. Produk puree buah diharapkan tidak memiliki rasa asam yang berlebihan karena dikhawatirkan dapat mengganggu pencernaan bayi (www.tabloid-nakita.com). Respon rasa asam yang diharapkan mendekati skala 4. Produk puree buah berbentuk semi padat dan teksturnya homogen, berupa partikel yang tidak memerlukan pengunyahan sehingga dapat langsung ditelan (SNI 01-7111.2-2005 MP-ASI). Kekentalan produk berhubungan dengan tekstur maka respon kekentalan diharapkan
(8)
mendekati skala 4, dengan harapan makanan bayi tidak terlalu kental sehingga mudah ditelan oleh bayi
Uji skoring digunakan untuk memperoleh data peubah respon (atribut sensori) dari puree buah dengan menggunakan panelis terlatih. Contoh format uji skoring dapat diamati pada lampiran 8. Uji objektif (diperoleh berdasarkan uji sensori yang terseleksi dari uji sensori formula puree buah yang disukai) dilakukan juga untuk memperkuat data yang diperoleh dari uji skoring. Uji objektif dilakukan berdasarkan dari uji sensori yang terseleksi dari uji sensori formula puree buah yang disukai.
Data peubah respon yang diperoleh dari uji skoring masing-masing model dimasukkan kembali ke dalam piranti lunak sebagai data masukan untuk mendapatkan formula puree buah yang optimal berdasarkan nilai target yang sudah ditetapkan. Formula puree buah yang optimal selanjutnya dianalisa secara sensori dengan menggunakan uji hedonik, bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk puree buah optimal dan dibandingkan dengan tingkat kesukaan panelis terhadap produk puree buah komersil, format uji hedonik tersebut dapat dilihat pada Lampiran 9.
Produk puree buah optimal dan komersil selanjutnya dianalisa sifat fisik (kekentalan), kimia (kadar air, kadar protein, kadar lemak, serat pangan, total gula, Vitamin C, Vitamin A, kadar (Na, Ca, Fe dan Zn) dan mikrobiogi (total plate count, uji staphylococcus, uji koliform, uji E. coli dan uji salmonella). Metode Analisis
1. Analisis Sensori
a. Uji Hedonik (Meilgaard et al, 1999)
Sebelum pelaksanaan uji sensori terlebih dahulu dilakukan pemilihan panelis pada ibu-ibu yang mempunyai anak bayi yaitu sebanyak 55 orang. Supaya proses pengujian dapat berlangsung dengan baik dan demografis dari panelis dapat diketahui maka terlebih dahulu panelis mengisi formulir biodata calon panelis peserta uji sensori puree buah seperti pada Lampiran 1. Pada uji hedonik, panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya mengenai kesukaan atau
(9)
ketidaksukaan. Pada penelitian ini digunakan 7 skala hedonik dengan urutan skala 1 menyatakan sangat tidak suka, skala 2 menyatakan tidak suka, skala 3 menyatakan agak tidak suka, skala 4 menyatakan netral, skala 5 menyatakan agak suka, skala 6 menyatakan suka dan skala 7 menyatakan sangat suka. Lokasi pengujian dilakukan di rumah para panelis (Home Use Test).
Atribut sensori yang dinilai pada uji hedonik, yaitu rasa, aroma, warna, kekentalan dan overall. Sampel puree buah disajikan didalam wadah plastik berwarna dan berukuran sama. Sampel disajikan secara bersamaan dan disediakan pula air mineral untuk menetralkan indra pengecap panelis agar tidak terjadi bias saat penilaian.
b. Uji Rating Atribut (Meilgaard et al, 1999)
Uji rating atribut dilakukan menggunakan 18 orang panelis terlatih. Panelis yang mengikuti uji rating atribut adalah ibu-ibu yang memiliki bayi. Panelis terlatih diperoleh dari hasil seleksi panelis pada uji hedonik. Uji rating atribut dilakukan terhadap intensitas rasa manis, rasa asam dan kekentalan dari produk puree buah. Panelis diminta menyatakan respon rasa (manis dan asam) dan kekentalan dari produk puree buah yang disajikan dalam bentuk bilangan asli. Tiap skor melambangkan tingkat nilai. Pada penelitian ini menggunakan selang angka antara 1-7. Lokasi yang digunakan adalah rumah dari masing-masing panelis, tujuannya agar mempermudah pengambilan data dari panelis.
Hasil dari uji rating atribut kemudian dimasukkan sebagai data masukan untuk masing-masing respon dengan menggunakan bantuan piranti lunak Minitab 15.
Seleksi Panelis dan Pelatihan Panelis
Seleksi panelis bertujuan untuk memilih orang-orang yang dapat dijadikan anggota suatu panel. Panelis yang berjumlah 55 orang pada uji hedonik sebelumnya yang diseleksi untuk mengikuti uji rating atribut. Proses penseleksian dilakukan secara bertahap. Pertama, wawancara terhadap calon panelis terlatih secara langsung (tanya jawab). Kedua,
(10)
penyaringan calon panelis dari hasil wawancara. Ketiga, seleksi panelis dari hasil penyaringan dilakukan dengan cara menguji kemampuan inderawi, dalam hal ini yang diuji parameter sensori dari pengujian sebelumnya. Keempat, melakukan persiapan kegiatan pengolahan uji sensori yang diperlukan. Kelima, melakukan pelatihan kepada calon panelis terlatih. Pelatihan panelis meliputi alat indera pengecap, untuk merasakan rasa manis, rasa asam dan viskositas (berhubungan dengan kemudahan ditelan). Untuk rasa manis menggunakan larutan sukrosa dengan konsentrasi 2.0%, 5.0% dan 10.0% (Meilgaard,1999), untuk rasa asam menggunakan konsentrasi 0.05%, 0.08% dan 0.15% (Meilgaard,1999), dan untuk viskositas menggunakan air, heavy cream (yogurt) dan susu (condensed milk) (Meilgaard,1999). Terakhir melakukan penilaian sifat-sifat sensori secara tepat. Penseleksian dilakukan sebanyak tiga kali dengan dua ulangan, format untuk pelatihan panelis dapat dilihat pada Lampiran 5-7.
2. Analisis Sifat Kimia
a. Kadar Air (Metode Gravimetri AOAC, 1995)
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 15 menit, didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 5 g (B), kemudian cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105o
Kadar air (%) = B – (C – A) x 100% (C – A)
C selama 6 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap (C). Kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
b. Kadar Protein (Metode Kjeldal AOAC, 1995)
Sampel puree buah sebanyak 0.5-3 g dimasukkan ke dalam labu kjelda ditambahkan 1.9 ± 0.1 K2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan 2.0 ± 0.1ml H2 SO4 pekat, kemudian didestruksi dengan pemanasan sampai larutan berwarna jernih. Larutan hasil destruksi diencerkan dan didestilasi dengan penambahan 8 – 10 ml NaOH-Na2S2O3. Destilat ditampung
(11)
dalam 5 ml larutan H3BO3
Total Nitrogen (%) = (ml HCl – ml blanko) x N HCl x 14.007 x 100% Bobot contoh (mg)
Kadar protein (%) = Total nitrogen (%) x 6.25
dan 2-4 tetes indicator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol). Kemudian dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 50 ml destilat dalam erlenmeyer, lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Hasil titrasi ini total nitrogen dapat diketahui, kadar protein contoh dihitung dengan mengalikan total nitrogen dengan faktor konversi:
c. Kadar Lemak (Metode Ekstraksi Soxhlet AOAC, 1995)
Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi soxhlet dikeringkan dalam oven (1100C selama 1 jam). Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap. Sebanyak 5 g sampel dibungkus dengan kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas wool yang bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel tersebut dimasukkan dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian dipasang alat kondenser diatasnya dan labu lemak dibawahnya.
Pelarut dietil eter atau petroleum eter dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran yang digunakan. Selanjutnya dilakukan refluks minimum 5 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Kemudian labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1050
d. Energi (AOAC, 1995)
C. Setelah dikeringkan sampai berat tetap lalu didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan labu beserta lemaknya hingga diperoleh bobot yang tetap.
Kadar Lemak (%) = berat lemak (g)/ berat sampel (g) x 100%
Kandungan energi dalam setiap 100 gr sampel dapat dihitung berdasarkan pada konversi angka energi. Energi dihitung dengan rumus: Energi (kkal) = 9 x g (lemak) + 4 x g (protein) + 4 x g (karbohidrat)
(12)
e. Serat Pangan (Metode Enzimatik, AOAC, 1995)
Sampel kering homogen diekstraksi lemaknya dengan petroleum eter selama 15 menit pada suhu kamar. Kemudian diambil 1 g dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml 0.1M buffer Natrium fosfat pH 6.0 serta dicampur secara menyeluruh. Setelah itu ditambahkan 0.1 ml alfa amilase (Termamyl 120 L) dan labu ditutup dengan aluminium foil, kemudian diinkubasi selama 15 menit dalam penangas air panas (800C) bergoyang. Selanjutnya didinginkan lalu ditambahkan 20 ml air destilata, pH diatur menjadi 1.5 dengan HCl 0.1N dan elektroda dibersihkan dengan beberapa ml air. Kemudian ditambahkan pepsin 0.1g, ditutup dengan aluminium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 400C selama 1 jam, lalu ditambahkan 20 ml air destilata dan diatur pHnya menjadi 6 – 8 dengan NaOH, elektroda dibersihkan dengan beberapa ml air. Selanjutnya ditambahkan 0.1g pankreatin, kemudian labu ditutup dengan aluminium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 400C selama 1 jam dan pH diatur menjadi 4.5 dengan HCl 0.1N. Kemudian disaring dengan crucible lalu dicuci dengan 2x10 ml air destilata.
Residu/serat pangan tidak larut (IDF)
Residu dalam crucible dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Crucibel dikeringkan pada suhu 1050C sampai bobot tetap (sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (DI) kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 5500
Volume filtrat diatur dan dicuci dengan air sampai 100 ml, ditambahkan 400 ml etanol 95% hangat (60
C minimal 5 jam, ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (I1).
Filtrat/serat pangan larut (SDF)
0
C), didiamkan mengendap selama 1 jam. Kemudian disaring dengan crucible kering (porisitas 2) yang mengandung 0.5 g celite selanjutnya dicuci berturut-turut dengan 2x10 ml etanol 78%, 2x10 ml etanol 95% dan 2x10 ml aseton, setelah itu dikeringkan pada suhu 1050C semalam dan ditimbang setelah
(13)
didinginkan dalam desikator (D2), dan diabukan pada tanur 5500
% Serat pangan tidak larut (IDF) = D1 – I1 – B1 x 100% W
C minimal 5 jam, ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (I2).
Dilakukan pula perhitungan serat blanko dengan menggunakan prosedur seperti diatas tetapi tanpa menggunakan sampel. Kadar serat pangan total dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:
% Serat pangan yang larut (SDF) = D2 – I2 – B2 x 100% W
f. Penetapan Kadar Na, Ca, Fe dan Zn menggunakan AAS
Timbang sejumlah sampel yang mengandung 5-10 gram padatan dan masukkan kedalam labu Kjeldahl, lalu tambahkan 10 ml H2SO4 dan 10 ml (atau lebih) HNO3 dan beberapa buah batu didih. Selanjutnya panaskan perlahan-lahan sampai larutan berwarna gelap, hindari pembentukan buih yang berlebihan. Kemudian tambahkan 1 – 2 ml HNO3 dan lanjutkan pemanasan sampai larutan lebih gelap lagi. Lanjutkan penambahan HNO3
g. Analisis Total Asam (AOAC, 1995)
dan pemanasan selama 5 – 10 menit sampai larutan tidak gelap lagi (semua zat organik telah teroksidasi), kemudian dinginkan. Tambahkan 10 ml aquades (larutan akan menjadi tidak berwarna atau menjadi kuning muda jika mengandung Fe) dan panaskan sampai berasap. Diamkan larutan sampai dingin kembali kemudian tambahkan 5 ml aquades, didihkan sampai berasap. Selanjutnya dinginkan dan encerkan sampai volume tertentu.
Pindahkan larutan abu yang berasal dari pengabuan basah ke dalam labu takar. (pilih labu takar yang sesuai sehingga diperoleh konsentrasi logam yang sesuai dengan kisaran kerjanya). Tepatkan sampai tanda tera dengan aquades, campur merata, saring dengan Whatman 4,2. Filtrat yang diperoleh siap dibaca dengan AAS.
Sebanyak 10 gram buah dihancurkan dalam mortal dengan penambahan 100 ml aquades. Kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur
(14)
250 ml, diencerkan sampai tanda tera dengan aquades yang digunakan sebagai pembilas mortal. Contoh disaring, ambil 100 ml filtrat yang diperoleh dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Contoh tersebut ditambahkan 3 tetes phenolptalein dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai timbul warna merah jambu.
Perhitungan total asam dilakukan dengan rumus : Total asam =
b a
Keterangan :
a = jumlah NaOH 0.1 N untuk titrasi (ml) b = 100 gram bahan
h. Analisis Kadar Vitamin C (AOAC, 1995)
Kadar vitamin C ditentukan secara titrasi. Sebanyak 10 gram contoh dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml dan diencerkan sampai tepat tanda tera. Campuran dikocok dan kemudian disaring.
Filtrat sebanyak 25 ml ditambahkan dengan 1 ml tetes indikator kanji, lalu dititrasi dengan iod 0.01 N sampai timbul warna biru. Kandungan vitamin C dapat dihitung sebagai berikut :
A = V x 0.88 x P x 100 gram bobot contoh Keterangan :
A = kadar vitamin C (mg/100 gram bahan) V = jumlah iod 0,01 N untuk titrasi (ml) P = Jumlah pengenceran
0.88 = miligram asam askorbat untuk 1 ml iod 0.01 N i. Analisis Kadar Vitamin A (AOAC, 1995)
Sebanyak 5 – 10 gram contoh dicampur dengan 50 ml KOH 10% dalam etanol (10 gr KOH dilarutkan ke dalam etanol sampai 100 ml). Larutan selanjutnya direfluks selama 30 menit setelah itu disaring dengan kertas saring Whatman 40, dibilas dengan 50 ml etanol kemudian dicuci dengan petroleum eter sebanyak 3 x 50 ml. Masukkan kedalam corong pemisah, dibilas lagi dengan 50 ml petroleum eter, setelah itu dikocok dengan kuat. Selanjutnya diperoleh fraksi eter (atas) dan fraksi air (bawah). Fraksi air (bawah) terus diekstraksi sampai fraksi
(15)
eter tidak berwarna orange lagi. Fraksi eter (atas) yang diperoleh digabungkan kemudian dicuci dengan air sampai klorofil habis (fraksi air tidak berwarna hijau lagi) maka diperolehlah fraksi air dan fraksi eter. Fraksi eter selanjutnya dicuci dengan methanol 92% maka diperolehlan fraksi eter dan fraksi metanol (dibuang). Fraksi eter selanjutnya disaring dengan Whatman 42 melewati Na2SO4
Total karoten (ppm) = (x) x volume akhir sampel berat sampel (gram)
anhidrat. Filtrat yang diperoleh ditampung dalam labu ukur 50 ml, kemudian ditera dengan petroleum eter dan siap dibaca pada λ 450 nm. Dibandingkan dengan larutan standar.
Pembuatan Kurva Standar
Sebanyak 10 mg karoten murni ditera dalam 100 ml dengan menggunakan petroleum eter (100 ppm). Selanjutnya pipet 0.5 ml, 1.0 ml, 1.5 ml, 2.0 ml dan 2.5 ml larutan. Masing-masing larutan dicampur dengan petroleum eter maka diperolehlah 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm dan 5 ppm. Setelah itu dibaca pada λ 450 nm dan dikoreksi dengan blanko (petroleum eter).
Perhitungan:
Persamaan regresi kurva = Y = a + bx, maka (x) = (Y – a )/b
j. Pengukuran pH (pH meter)
Nilai pH diukur dengan pH meter tipe pH 2001. Sampel dimasukkan ke dalam gelas piala sebanyak 30-50 g sampel, kemudian elektroda pH meter dibilas dengan air destilata. Setelah itu, elektroda dikeringkan dengan tissue secara hati-hati. Elektroda dimasukkan ke dalam sampel. Lalu, nilai pH akan tertera pada layar. Setelah pengukuran selesai, elektroda dibilas dengan air destilata lalu dikeringkan dengan tissue dan letak kembali elektroda pada tempatnya.
(16)
k. Analisis Total Gula (Luff-Schoorl)
Menimbang bahan padat yang sudah dihaluskan atau bahan cair sebanyak 2,5 - 25 g tergantung kadar gula reduksinya, lalu pindahkan ke dalam labu takar 100 ml, tambahkan 50 ml aquadest. Selanjutnya tambahkan larutan Pb-asetat sebagai bahan penjernih tetes demi tetes sampai tidak menimbulkan pengeruhan lagi. Setelah itu, tambahkan aquades sampai tanda tera dan disaring.
Filtratnya ditampung dalam labu takar 200 ml. Untuk menghilangkan kelebihan Pb tambahkan Na-oksalat anhidrat secukupnya, kemudian ditambah aquades sampai tanda tera, digojog dan disaring. Selanjutnya diambil 25 ml filtrat bebas Pb yang diperkirakan mengandung 15 – 60 mg gula reduksi dan tambahkan 25 ml larutan Luff-Schoorl dalam erlenmeyer. Dibuat juga perlakuan blanko yaitu 25 ml larutan Luff-Schoorl dengan 25 ml aquades.
Selanjutnya ditambahkan beberapa butir batu didih. Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik, kemudian dididihkan. Diusahakan 2 menit sudah mendidih. Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit. Selanjutnya cepat-cepat didinginkan dan ditambahkan 15 ml KI 20% dan dengan hati-hati tambahkan 25 ml H2SO4
3. Analisis Sifat Fisik
26,5%. Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na-thiosulfat 0,1 N memakai indikator pati sebanyak 2 – 3 ml. Untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi maka sebaiknya pati diberikan pada saat titrasi hampir berakhir.
a. Pengukuran Kekentalan (Brookfield viscometer)
Pengukuran kekentalan produk dilakukan dengan menggunakan Brookfield viscometer yang mempunyai 4 jenis rotor dan dilengkapi dengan table yang memuat faktor pengali untuk masing-masing rotor pada kecepatan rpm (60, 30, 12, 6). Sampel yang akan diukur kekentalannya, ditimbang sebanyak 100 ml. Selanjutnya diletakkan pada
(17)
gelas ukur 100 ml lalu diukur kekentalannya. Hasil pengukuran diperoleh dalam satuan sentipois dan suhu pada pengukuran suhu ruang. 4. Analisis Mikrobiologi
a. Uji Total Plate Count (Fardiaz, 1992)
Jumlah mikroba dihitung dengan metode tuang, menggunakan media Plate Count Agar (PCA). Puree buah ditimbang sebanyak 10 g dan ditambahkan dengan 90 ml larutan pengencer NaCl 85 % sehingga diperoleh pengenceran sebesar 10-1. Sebanyak 1 ml larutan sampel hasil pengenceran tersebut diambil dan ditambahkan 9 ml larutan pengencer lain sehingga diperoleh larutan sampel dengan pengenceran 10-2 demikian seterusnya hingga pengenceran 10-4.
Media PCA yang telah didinginkan sampai suhu 45 – 47oC dituangkan ke cawan-cawan yang telah berisi 1 ml larutan sampel dengan berbagai pengenceran, lalu cawan digerakkan membentuk angka 8. Setelah agar membeku, lalu diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 0
b. Uji Staphylococcus (AOAC, 1995)
C selama 1- 2 hari. Koloni yang tumbuh dihitung jumlahnya dan untuk memperoleh total mikroba dihitung dengan cara mengalikan total koloni dengan faktor pengenceran (FP).
Total mikroba (CFU/g) = Jumlah mikroba yang memenuhi syarat x FP.
Total S.aureusPuree buah ditimbang sebanyak 10 g dan ditambahkan dengan 90 ml larutan pengencer NaCl 85 % sehingga diperoleh pengenceran sebesar 10-1. Selanjutnya dari masing-masing pengenceran dipipet dan dimasukkan kedalam dua buah cawan, kemudian ditambahkan medium VJA+asam tilurit. Sebarkan contoh tersebut hingga homegen. Sebagai kontrol goreskan juga kultur
S.aureus pada agar VJA+asam tilurit. Semua cawan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Koloni S.aureus pada VJA berbentuk kecil berwarna hitam dikelilingi oleh areal berwarna kuning menunjukkan terjadinya fermentasi manitol. Hitung jumlah koloni S.aureus dan dinyatakan dalam jumlah koloni per gr atau ml contoh.
(18)
c. Uji Koliform (AOAC, 1995)
Persiapan contoh Dua contoh yang akan diuji, terdiri dari produk puree buah dan produk komersilnya. Contoh berbentuk semi padat dibuat pengenceran 10-1, dengan membuat suspense 1:10 dengan cara menimbang 10 gr dan dicampurkan dengan 90 ml larutan pengencer. Selanjutnya dibuat pengenceran 1:100 menggunakan larutan pengencer 9 ml.
Uji Penduga Terhadap masing-masing contoh dilakukan uji koliform menggunakan 4 seri tabung/pengenceran. Inkubasi dilakukan pada suhu 370C selama 2 hari. Hitung jumlah positif dari setiap pengenceran dan cocokkan dengan Tabel MPN 3seri, kemudian dinyatakan dalam MPN koliform penduga/ml contoh.
Uji Penguat Pilihlah dua tabung positif dari uji penduga dan digoreskan masing-masing pada agar cawan EMB, kemudian diinkubasi pada suhu 37o
d. Uji Escherichia coli (AOAC, 1995)
C selama 24-48 jam. Pada agar EMB dapat dibedakan antara koloni fekal (E.coli) dan non-fekal. Koliform fekal berwarna gelap dengan sinar hijau metalik dan diameter kira-kira 0.5-1.5 mm, sedangkan koloni non-fekal berwarna merah muda dengan diameter 1.0-3.0 mm dan bagian tengahnya berwarna gelap seperti mata ikan.
Biasanya menghasilkan uji IMViC ++--, sedangkan bakteri koliform lainnya seperti Enterobacter aerogenes menghasilkan uji --++ atau --+. Sebagai kontrol goreskan kultur E.coli yang disediakan pada agar EMB dan lakukan uji IMViC terhadap kultur tersebut. Untuk mengidentifikasi E.coli dapat menggunakan Tabel 9.
e. Uji Salmonella (AOAC, 1995)
Persiapan contoh dilakukan dengan cara mengencerkan sampel, sampel diambil 10 gr kemudian diencerkan kedalam pengencer 90 ml, selanjutnya diambil 1 ml dan diinokulasikan masing-masing ke dalam 9 ml Selenite-Cystine Broth, diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC.
(19)
Uji penduga dilakukan dengan cara mengambil satu loop dari kultur persiapan contoh dan digoreskan pada SSA. Setelah inkubasi selama 24-48 jam, tidak ditemukan adanya koloni salmonella yaitu berupa koloni keruh atau bening dan tidak berwarna.
Tabel 9. Identifikasi E.coli
Uji Medium Produk
Akhir Reaksi Positif Indol Tryptone
Broth Indol
Warna merah pada penambahan pereaksi Kovacs Merah
Metil MR-VP
Asam Organik
Warna merah pada penambahan
merah metil
Voges-Proskauer MR-VP
Asetil-metil karbinol
Warna merah tua pada penambahan 5% alfa-naftol dan
40% KOH Citrat Koser Citrat Alkali Timbulnya kekeruhan
(1)
250 ml, diencerkan sampai tanda tera dengan aquades yang digunakan sebagai pembilas mortal. Contoh disaring, ambil 100 ml filtrat yang diperoleh dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Contoh tersebut ditambahkan 3 tetes phenolptalein dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai timbul warna merah jambu.
Perhitungan total asam dilakukan dengan rumus : Total asam =
b a
Keterangan :
a = jumlah NaOH 0.1 N untuk titrasi (ml) b = 100 gram bahan
h. Analisis Kadar Vitamin C (AOAC, 1995)
Kadar vitamin C ditentukan secara titrasi. Sebanyak 10 gram contoh dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml dan diencerkan sampai tepat tanda tera. Campuran dikocok dan kemudian disaring.
Filtrat sebanyak 25 ml ditambahkan dengan 1 ml tetes indikator kanji, lalu dititrasi dengan iod 0.01 N sampai timbul warna biru. Kandungan vitamin C dapat dihitung sebagai berikut :
A = V x 0.88 x P x 100 gram bobot contoh Keterangan :
A = kadar vitamin C (mg/100 gram bahan) V = jumlah iod 0,01 N untuk titrasi (ml) P = Jumlah pengenceran
0.88 = miligram asam askorbat untuk 1 ml iod 0.01 N i. Analisis Kadar Vitamin A (AOAC, 1995)
Sebanyak 5 – 10 gram contoh dicampur dengan 50 ml KOH 10% dalam etanol (10 gr KOH dilarutkan ke dalam etanol sampai 100 ml). Larutan selanjutnya direfluks selama 30 menit setelah itu disaring dengan kertas saring Whatman 40, dibilas dengan 50 ml etanol kemudian dicuci dengan petroleum eter sebanyak 3 x 50 ml. Masukkan kedalam corong pemisah, dibilas lagi dengan 50 ml petroleum eter, setelah itu dikocok dengan kuat. Selanjutnya diperoleh fraksi eter (atas) dan fraksi air (bawah). Fraksi air (bawah) terus diekstraksi sampai fraksi
(2)
eter tidak berwarna orange lagi. Fraksi eter (atas) yang diperoleh digabungkan kemudian dicuci dengan air sampai klorofil habis (fraksi air tidak berwarna hijau lagi) maka diperolehlah fraksi air dan fraksi eter. Fraksi eter selanjutnya dicuci dengan methanol 92% maka diperolehlan fraksi eter dan fraksi metanol (dibuang). Fraksi eter selanjutnya disaring dengan Whatman 42 melewati Na2SO4
Total karoten (ppm) = (x) x volume akhir sampel berat sampel (gram)
anhidrat. Filtrat yang diperoleh ditampung dalam labu ukur 50 ml, kemudian ditera dengan petroleum eter dan siap dibaca pada λ 450 nm. Dibandingkan dengan larutan standar.
Pembuatan Kurva Standar
Sebanyak 10 mg karoten murni ditera dalam 100 ml dengan menggunakan petroleum eter (100 ppm). Selanjutnya pipet 0.5 ml, 1.0 ml, 1.5 ml, 2.0 ml dan 2.5 ml larutan. Masing-masing larutan dicampur dengan petroleum eter maka diperolehlah 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm
dan 5 ppm. Setelah itu dibaca pada λ 450 nm dan dikoreksi dengan
blanko (petroleum eter). Perhitungan:
Persamaan regresi kurva = Y = a + bx, maka (x) = (Y – a )/b
j. Pengukuran pH (pH meter)
Nilai pH diukur dengan pH meter tipe pH 2001. Sampel dimasukkan ke dalam gelas piala sebanyak 30-50 g sampel, kemudian elektroda pH meter dibilas dengan air destilata. Setelah itu, elektroda dikeringkan dengan tissue secara hati-hati. Elektroda dimasukkan ke dalam sampel. Lalu, nilai pH akan tertera pada layar. Setelah pengukuran selesai, elektroda dibilas dengan air destilata lalu dikeringkan dengan tissue dan letak kembali elektroda pada tempatnya.
(3)
k. Analisis Total Gula (Luff-Schoorl)
Menimbang bahan padat yang sudah dihaluskan atau bahan cair sebanyak 2,5 - 25 g tergantung kadar gula reduksinya, lalu pindahkan ke dalam labu takar 100 ml, tambahkan 50 ml aquadest. Selanjutnya tambahkan larutan Pb-asetat sebagai bahan penjernih tetes demi tetes sampai tidak menimbulkan pengeruhan lagi. Setelah itu, tambahkan aquades sampai tanda tera dan disaring.
Filtratnya ditampung dalam labu takar 200 ml. Untuk menghilangkan kelebihan Pb tambahkan Na-oksalat anhidrat secukupnya, kemudian ditambah aquades sampai tanda tera, digojog dan disaring. Selanjutnya diambil 25 ml filtrat bebas Pb yang diperkirakan mengandung 15 – 60 mg gula reduksi dan tambahkan 25 ml larutan Luff-Schoorl dalam erlenmeyer. Dibuat juga perlakuan blanko yaitu 25 ml larutan Luff-Schoorl dengan 25 ml aquades.
Selanjutnya ditambahkan beberapa butir batu didih. Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik, kemudian dididihkan. Diusahakan 2 menit sudah mendidih. Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit. Selanjutnya cepat-cepat didinginkan dan ditambahkan 15 ml KI 20% dan dengan hati-hati tambahkan 25 ml H2SO4
3. Analisis Sifat Fisik
26,5%. Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na-thiosulfat 0,1 N memakai indikator pati sebanyak 2 – 3 ml. Untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi maka sebaiknya pati diberikan pada saat titrasi hampir berakhir.
a. Pengukuran Kekentalan (Brookfield viscometer)
Pengukuran kekentalan produk dilakukan dengan menggunakan Brookfield viscometer yang mempunyai 4 jenis rotor dan dilengkapi dengan table yang memuat faktor pengali untuk masing-masing rotor pada kecepatan rpm (60, 30, 12, 6). Sampel yang akan diukur kekentalannya, ditimbang sebanyak 100 ml. Selanjutnya diletakkan pada
(4)
gelas ukur 100 ml lalu diukur kekentalannya. Hasil pengukuran diperoleh dalam satuan sentipois dan suhu pada pengukuran suhu ruang. 4. Analisis Mikrobiologi
a. Uji Total Plate Count (Fardiaz, 1992)
Jumlah mikroba dihitung dengan metode tuang, menggunakan media Plate Count Agar (PCA). Puree buah ditimbang sebanyak 10 g dan ditambahkan dengan 90 ml larutan pengencer NaCl 85 % sehingga diperoleh pengenceran sebesar 10-1. Sebanyak 1 ml larutan sampel hasil pengenceran tersebut diambil dan ditambahkan 9 ml larutan pengencer lain sehingga diperoleh larutan sampel dengan pengenceran 10-2 demikian seterusnya hingga pengenceran 10-4.
Media PCA yang telah didinginkan sampai suhu 45 – 47oC dituangkan ke cawan-cawan yang telah berisi 1 ml larutan sampel dengan berbagai pengenceran, lalu cawan digerakkan membentuk angka 8. Setelah agar membeku, lalu diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 0
b. Uji Staphylococcus (AOAC, 1995)
C selama 1- 2 hari. Koloni yang tumbuh dihitung jumlahnya dan untuk memperoleh total mikroba dihitung dengan cara mengalikan total koloni dengan faktor pengenceran (FP).
Total mikroba (CFU/g) = Jumlah mikroba yang memenuhi syarat x FP.
Total S.aureus Puree buah ditimbang sebanyak 10 g dan ditambahkan dengan 90 ml larutan pengencer NaCl 85 % sehingga diperoleh pengenceran sebesar 10-1. Selanjutnya dari masing-masing pengenceran dipipet dan dimasukkan kedalam dua buah cawan, kemudian ditambahkan medium VJA+asam tilurit. Sebarkan contoh tersebut hingga homegen. Sebagai kontrol goreskan juga kultur S.aureus pada agar VJA+asam tilurit. Semua cawan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Koloni S.aureus pada VJA berbentuk kecil berwarna hitam dikelilingi oleh areal berwarna kuning menunjukkan terjadinya fermentasi manitol. Hitung jumlah koloni S.aureus dan dinyatakan dalam jumlah koloni per gr atau ml contoh.
(5)
c. Uji Koliform (AOAC, 1995)
Persiapan contoh Dua contoh yang akan diuji, terdiri dari produk
puree buah dan produk komersilnya. Contoh berbentuk semi padat dibuat pengenceran 10-1, dengan membuat suspense 1:10 dengan cara menimbang 10 gr dan dicampurkan dengan 90 ml larutan pengencer. Selanjutnya dibuat pengenceran 1:100 menggunakan larutan pengencer 9 ml.
Uji Penduga Terhadap masing-masing contoh dilakukan uji koliform menggunakan 4 seri tabung/pengenceran. Inkubasi dilakukan pada suhu 370C selama 2 hari. Hitung jumlah positif dari setiap pengenceran dan cocokkan dengan Tabel MPN 3seri, kemudian dinyatakan dalam MPN koliform penduga/ml contoh.
Uji Penguat Pilihlah dua tabung positif dari uji penduga dan
digoreskan masing-masing pada agar cawan EMB, kemudian diinkubasi pada suhu 37o
d. Uji Escherichia coli (AOAC, 1995)
C selama 24-48 jam. Pada agar EMB dapat dibedakan antara koloni fekal (E.coli) dan non-fekal. Koliform fekal berwarna gelap dengan sinar hijau metalik dan diameter kira-kira 0.5-1.5 mm, sedangkan koloni non-fekal berwarna merah muda dengan diameter 1.0-3.0 mm dan bagian tengahnya berwarna gelap seperti mata ikan.
Biasanya menghasilkan uji IMViC ++--, sedangkan bakteri koliform lainnya seperti Enterobacter aerogenes menghasilkan uji --++ atau --+. Sebagai kontrol goreskan kultur E.coli yang disediakan pada agar EMB dan lakukan uji IMViC terhadap kultur tersebut. Untuk mengidentifikasi E.coli dapat menggunakan Tabel 9.
e. Uji Salmonella (AOAC, 1995)
Persiapan contoh dilakukan dengan cara mengencerkan sampel, sampel diambil 10 gr kemudian diencerkan kedalam pengencer 90 ml, selanjutnya diambil 1 ml dan diinokulasikan masing-masing ke dalam 9 ml Selenite-Cystine Broth, diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC.
(6)
Uji penduga dilakukan dengan cara mengambil satu loop dari kultur persiapan contoh dan digoreskan pada SSA. Setelah inkubasi selama 24-48 jam, tidak ditemukan adanya koloni salmonella yaitu berupa koloni keruh atau bening dan tidak berwarna.
Tabel 9. Identifikasi E.coli
Uji Medium Produk
Akhir Reaksi Positif
Indol Tryptone
Broth Indol
Warna merah pada penambahan pereaksi Kovacs Merah
Metil MR-VP
Asam Organik
Warna merah pada penambahan
merah metil
Voges-Proskauer MR-VP
Asetil-metil karbinol
Warna merah tua pada penambahan 5% alfa-naftol dan
40% KOH Citrat Koser Citrat Alkali Timbulnya kekeruhan