Limbah Pemanenan Kayu

PENDAHULUAN

Hutan adalah salah satu sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya. Hal
ini

ditunjukkan

oleh

kenyataan

bahwa

sampai

saat

ini

hutan


produksi

memperlihatkan peran yang cukup besar dalam ikut menunjang pembangunan
nasional, yaitu memberrikan pemasukan devisa non migas yang cukup besar. Oleh
karena itu sudah selayaknya apabila sumberdaya hutan dikelola dan dimafaatkan
secara lestari.
Lebih lanjut dapat disebutkan fungsi hutan yang mencakup beberapa aspek,
antara lain fungsi ekologis, fungsi ekonomis dan fungsi sosial. Fungsi ekologis
hutan adalah berupa perlindungan terhadap tata air, satwa dan plasma nutfah.
Fungsi ekonomis hutan adalah mencakup kebutuhan akan kayu dan hasil hutan
non kayu. Serta fungsi sosial yang meliputi pnyeapan tenaga kerja dan aksesibilitas
atau keterbukaan masyarakat sekitar hutan. Beberapa fungsi hutan tersebut
membentuk suatu kesatuan yang utuh dan tidak akan terwujud tanpa adanya
kegiatan pemanenan kayu yang terencana, efektif dan efisien.
Kegiatan pemanenan kayu adalah kegiatan memindahkan biomassa dari
dalam

hutan keluar hutan untuk dimanfaatkan. Kegiatan pemanenan kayu

merupakan kegiatan yang sulit dan berat. Hal ini dapat dimaklumi karena bahan

baku yang dihadapi seperti kayu dalam bentuk pohon, sarana dan prasarana, serta
faktor alam seperti topografi dan iklim merupakan satu kesatuan yang kompleks
yang harus diselesaikan dengan terarah dan terorganisasi secara baik.
Pada

kenyataannya,

volume

kayu

yang

dimanfaatkan

lebih

kecil

dibaningkan volume kayu yang ditebang, sehingga terdapat kayu yang tidak

terangkut di ppetak tebang dan Tpn berupa limbah. Saat ini masalah limbah kayu

mulai mendapat perhatian yang lebih besar dari para pengusaha kayu. Hal ini
terjadi karena akibat munculnya kecenderungan bahwa bahan baku industri
perkayuan semakin lama semakin berkurang. Oleh karena itu volume limbah kayu
perlu ditekan seminimal mungkin, yaitu dengan melakukan kegiatan pemanenan
kayu yang tepat dan cermat dalam hal tenaga kerja, peralatan, cara kerja,
organisasi kerja, pengawasan dan pemeliharaan peralatan.

PENGERTIAN LIMBAH PEMANENAN KAYU
Yang dimaksud dengan limbah pemanenan dalam hal ini adalah bagian
pohon yang seharusnya dapat dimanfaatkan, tetapi karena berbagai sebab
terpaksa ditinggalkan di hutan. Besarnya limbah tersebut dinyatakan sebagai
persentase antara volume bagian batang yang ditinggalkan dengan volume seluruh
batang yang diharapkan dapat dimanfaatkan (Satrodimejo dan Simarmata, 1978).
Simarmata dan Sinaga (1982) menyatakan bahwa limbah pemanenan kayu
meliputi :
a. Bagian tunggak di atas batas yang diperkenankan.
b. Bagian-bagian dari kayu bulat yang pecah atau tercabut seratnya sampai batas
cabang.

Berdasarkan pekerjaannya, Widarmana et al (1973) membedakan kayu
limbah menjadi :
1. Limbah pemanenan (logging waste), yaitu limbah akibat kegiatan pemanenan
kayu.
2. Limbah industri (processing wood waste), yaitu limbah yang diakibatkan
kegiatan industri kayu seperti pada pabrik penggergajian, meubel dan lain-lain.
Berdasarkan terjadinya logging waste dibedakan sebagai berikut :
Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006
USU Repository©2006

2

1. Limbah yang terjadi di tempat tebangan (felling area)
Limbah yang terrjadi di tempat tebangan biasanya berupa cabang-cabang,
ranting-ranting yag berdiameter > 10 cm. Kelebihan tunggak dari tinggi yang
dibenarkan (25-50 cm dari permukaan tanah) dan potongan-potongan atau tataltatal akibat pembagian batang (bucking).
2. Limbah yang terrjadi di tempat pengumpulan kayu (log deck)
Limbah yang terjadi di log deck biasanya berbentuk batang yang tidak
memenuhi syarat-syarat kayu ekspor baik kualita maupun ukurannnya. Misalnya
kayu yang bengkok, pecah, busuk dan sebagainya. Pada sistem pemanenan

yang melakukan pembagian batang (bucking) di log deck, limbah yang terjadi
berupa batang-batang pendek, yaitu sisa-sisa pembagian batang tersebut.
3. Limbah yang terjadi di log pond.
Limbah ini umumnya terjadi pada pemanenan kayu rimba di luar pulau
jawa. Limbah di sini terutama disebabkan karena penolakan kualita oleh pihak
pembeli. Kayu-kayu tersebut mungkin disebabkan terlalu lama disimpan di log
pond sehingga kayu menjadi pecah-pecah, busuk atau terkena jamur.
Simarmata dan Haryono (1986) mengartikan limbah pemanenan kayu
sebagai pohon atau bagian batang yang tertinggal dan belum dimanfaatkan di areal
tebangan yang berasal dari pohon yang ditebang dan pohon-pohon lain yang rusak
akibat penebagan dan penyaradan.
Dalam penelitiannya, Widiananto (1981) mengemukakan bahwa limbah
pemanenan kayu di hutan alam tropika basah dari suatu HPH di Kalimantan Timur
mencapai 39,9 %, yang terdiri dari 26,5 % dalam bentuk batang dan 13,4 % dalam
bentuk cabang.

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006
USU Repository©2006

3


Penelitian Sugiri (1981) juga mengemukakan bahwa limbah pemanenan
kayu di hutan tropika basah dari suatu HPH di Kalimanan Selatan mencapai 51,0 %
dari tegakan pohon komersial yang ditebang. Limbah tersebut terdapat di areal
tebangan sebesar 42,3 % dalam bentuk batang dan cabang di atas 10 cm, log pond
6,8 % dalam bentuk batang dan log yard 1,9 % dalam bentuk batang.
Simarmata dan Haryono (1980) dari penelitian pada 23 perusahaan yang
tersebar pada 9 propinsi, bagian yang ditinggalkan sampai bebas cabang pertama
meliputi 23,6 % terdiri dari limbah 12,2 % dan cacat 11,4 %, dengan 66,1 %
diantaranya terdapat di petak tebang. Sedangkan sampai diameter 30 cm sebesar
32,7 % dimana 22,4 % berupa limbah dan 10,3 % cacat. Limbah pemanenan kayu
erat kaitannya dengan faktorr eksploitasi. Makin besar limbah pemanenan yang
terjadi berarti faktorr eksploitasi makin kecil. Departemen Kehutanan RI saat ini
menggunakan faktor eksploitasi 0,8 dalam menentukan tingkat produksi tahunan,
lima tahunan dan 20 tahunan. Angka tersebut diperoleh dari hasil kesepakatan
antara pemegang kebijakan dan para pakar kehutanan. Berdasarkan hal tersebut
di atas, besarnya faktor eksploitasi yang terjadi dalam pelaksanaan pemanenan
kayu (penebangan, penyaradan, pengangkutan sampai log pond atau industri
pengolahan kayu) secara mekanis mutlak diperlukan untuk memberikan informasi
tentang besarnya faktor eksploitasi yang tepat dan membantu perrusahaan

pengusahan hutan dalam perencanaan target produksi dam memudahkan bagi
Departemen Kehutanan dalam melaksanakan pengawasan (Lempang et al, 1995).
Selanjutnya Lempang, et al (1995) menjelaskan cara untuk menentukan
faktor eksploitasi, yaitu dengan melihat perbandingan antara bagian batang yang
dimanfaatkan dengan bagian batang yang dipekirakan dapat dimanfaatkan. Bagian
batang yang diperkirakan dapat dimanfaatkan adalah bagian batang mulai dari
Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006
USU Repository©2006

4

batas tunggak yang diijinkan sampai cabang pertama. Bagian batang yang
ditinggalkan adalah bagian batsang sampai cabang pertama (bebas cabang) yang
karena sesuatu hal akibat pemanenan kayu menjadi limbah.

PENYEBAB TERJADINYA LIMBAH TEBANGAN
Menurut Sastrodimedjo dan Simarmata (1978), terjadinya limbah tebangan
yang cukup besar disebabkan oleh :
1. Kesalahan dalam melaksanakan teknik penebangan
Pembuatan takik rebah dan takik balas yang kurag benar dapat

menyebabkan bagian pangkal pohon tercabut, retak atau yang disebut barber
chair. Dengan demikian akan mengurangi batang yang seharusnya dapat
dipakai.
2. Kesalahan dalam menentukan arah rebah.
Dalam melaksnakan penebangan, pada umumnya operator chainsaw
belum mempehatikan arah rebah yang baik. Oleh karena itu sering terjadi rebah
ke arah jurang, menimpa batang lain, selokan, tunggak dan lain-lain, sehingga
batang menjadi retak atau pecah. Di samping itu sering pohon yang ditebang
menimpa dan merusak tegakan tinggal.
3. Kesalahan dalam pemotongan batang
Karena diperkirakan tidak kuat disarad sekaligus, maka pohon-pohon
tersebut sering kali dipotong menjadi beberapa batang. Pekerjaan demikian ini
dikejakan sendiri oleh blandong tebang tanpa bantuan scaler, sehingga
menimbulkan limbah.
4. Manajemen yang kurang baik.

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006
USU Repository©2006

5


Seringkali terjadi ketidaklancaran hubungan antara kegiatan yang satu
dengan yang lain. Kegiatan penebangan dan penyaradan seolah-olah bekrja
sendiri-sendirri, sehinggga dapat menyebabkan kayu yang ditebang tidak
disarad

atau baru disarad setelah beberapa waktu kemudian karena tidak

diketahui letaknya oleh penyarad. Dalam hal ini kerjasama yang baik antara
unit-unit kegiatan pemanenan akan menjamin lancarnya kayu sampai ke log
pond. Dengan demikian dapat dihindarkan terlalu lamanya kayu ditinggal di
hutan atau di landing yang dapat menyebabkan terjadinya limbah karena
penurunan kualita.
Penyebab terjadinya limbah menurut Simarmata dan Sinaga (1982) antara
lain :
1. Cara kerja (keterampilan)
2. Keadaan hutan
3. Alat pemanenan kayu
Sastrodimedjo dan Simarmata (1978) mengemukakan bahwa faktor yang
mempengaruhi limbah pemanenan kayu adalah :

1. Topografi
Topografi berpengaruh terhadap kemungkinan dapat tidaknya kayu-kayu
yang ditebang tersebut dimanfatkan.
2. Musim
Musim berpengaruh terhadap kerusakan batang-tang yang baru
ditebang. Dalam musim kemarau kayu lebih mudah pecah karena udara kering.
3. Peralatan.
Yang dimaksud di sini adalah mengenai macam dan kapasitas alat-alat
yang keliru atau tidak

tepat dapat mengakibatkan tidak seluruh kayu dapat

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006
USU Repository©2006

6

dimanfaatkan dan terpaksa sebagian ditinggalkan karena merupakan sisaa
pemotongan yang tanggung.
4. Cara kerja.

Pekerja tidak terlatih dan tidak menguasai teknik kerja sangat
mempengaruhi faktor ini, misalnya :
1. Membuat tunggak terlalu tinggi
2. Menyebabkan kerusakan pada pangkal batang.
5. Sistem upah.
Besar upah yang kurang memadai menyebabkan cara kerja yang
serampangan. Sebaliknya sistem upah yang menarik akan memberikan
perangsang yang baik terhadap para pekerja untuk melaksanakan pekerjaan
seperti yang diharapkan.
6. Organisasi kerja.
Kurangnya sinkronisasi antara kegiatan yang satu dengan yang lainnya
dapat menyebabkan tidak sampainya kayu di tempat yang dituju.
7. Permintaan pasar.
Adanya

syarat-syarat

tertentu

yang

diminta

oleh

pasar

juga

mempengaruhi besarnya fakor eksploitasi.
Lembaga Penelitian Hasil Hutan (1980) mengemukakan bahwa faktor yang
meempengaruhi besarnya limbah, yaitu :
1. Karena cacat alami; bagian batang yang bengkok dan berlobang, serat
terpuntir, berlekuk dan cacat lainnya.
2. Karena kerusakan alami; pecah, patah, dan sebagainya, baik pada waktu
penebangan, penyaradan dan pengangkutan.

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006
USU Repository©2006

7

3. Karena batas ukuran pasaran; adanya permintaan diameter dan panjang
minimum.
4. Karena kurang terampil dalam pembuatan sortimen; sehinga harus

ada

pemotongan ulang untuk mempeoleh kualita yang lebih baik akibatnya ada
potongan yang terbuang.
5. Karena kesukaran disebabkan konfigurasi di lapangan; menyebabkan pohon
yang telah ditebang tidak dapat disarad sebagian dan atau seluruhnya.
6. Karena pengujian kembali menjelang pemasaran.
Berdasarkan macam atau bentuk seerta jumlahnya, logging waste menurut
Widarmana (1973) berbeda-beda dan tergantung pada :
1. Tingkat efisiensi eksploitasi (manual atau mekanis).
2. Tujuan pemanenan kayu (mendapatkan kayu untuk keperluan lokal, untuk
industri dalam negeri atau untuk ekspor).
3. Jenis serta nilai kayunya.
4. Tempat atau lokasi serta fasilitas prasarana, misalnya jalan.
Departemen Kehutanan (1989) menyatakan bahwa terjadinya limbah pada
kegiatan pemanenan kayu banyak terjadi karena kesalahan teknis, yaitu :
1. Menebang terlalu tinggi sehinga meninggalkan limbah tunggak yang besar.
2. Pembagian batan (bucking) pada umumnya disesuaikan dengan jenis dan
kapasitass alat angkutan, bukan pada sortimen yang diperlukan oleh industri
pengolahan. Hal ini menyebabkan terjadinya limbah baik di hutan maupun di
lokasi industri.
3. Pohon-pohon yang rusak sebagai akibat penebangan (felling) maupun
penyaradan (skidding) yang kurang terkendali.

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006
USU Repository©2006

8

Lempang,

et

al

(1995)

menyebutkan

faktor-faktor

yang

diduga

mempengaruhi besarnya limbah pemanenan yang terjadi adalah sebagai berikut :
1. Panjang kayu di tempat tebangan
2. Rata-rata diameter di tempat tebangan
3. Volume kayu di tempat tebangan
4. Panjang kayu di Tpn

USAHA MENGURANGI LIMBAH PEMANENAN KAYU
Menurut

Direktorat

Jenderal

Pengusahaan

Hutan

(1993),

limbah

penebangan pohon dapat dikurangi apabila dalam pembuatan takik rebah dan takik
balas mempertimbangkkan hal-hal sebagai berikut :
1. Membuat arah rebah pohon yang tepat
a. Diusahakan agar arah rebah pohon diarahkan pada tempat-tempat yang sedikit
mungkin merusak pohon inti dan ppermudaan jenis komersial lainnya.
b. Diarahkan ke arah bukit atau tempat yang datar atau searah dengan jalan
traktor dengan maksud untuk memudahkan penyaradan kayu dari tempat
tebangan ke Tpn. Diusahakan agar arah rebah menghindari arah rebah ke
jurang atau ke tempat yang curam, karena akan menyebabkan kayu hasil
penebangan sulit atau tidak dapat disarad oleh traktor.
2.

Diupayakan agar takik rebah serendah mungkin, sehinggga tunggak pohon
hampir rata dengan tanah.

3. Untuk mendapatkan mutu kayu yang tinggi, maka arah rebah pohon diusahakan
sedemikian rupa agar batang pohon tidak patah atau pecah.
Hasil penelitian Simarmata dan Satrodimedjo (1978) menyebutkan bahwa
untuk mengurangi limbah perlu diusahakan :
Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006
USU Repository©2006

9

1. Adanya industri-industri yang menggunakan bahan baku dari sisa kayu.
2. Meningkatkan keterampilan tenaga kerja, terutama di bidang penebangan dan
penyardan.
3. Memberikan upah yang menarik.
4. Adanya pemberian tanda pada tegakan sisa.
Soewito (1980) mengemukakan bahwa usaha-usaha untuk mengurangi
limbah pemanenan kayu adalah :
1. Mendirikan industri pengolahan hasil hutan yang memanfaatkan log berkualitas
rendah.
2. Perencanaan dan pelaksanaan pemanenan yang baik serta pengawsan dan
sanksi yang keras perlu dilaksanakan.
3. Perbaikan teknik pemanenan dengan cara meningkatkan keterampilan operator
yang meliputi cara-cara penebangan, penyardan, pengangkutan dan lain-lain.

KESIMPULAN
1.

limbah pemanenan kayu sebagai pohon atau bagian batang yang tertinggal
dan belum dimanfaatkan di areal tebangan yang berasal dari pohon yang
ditebang dan pohon-pohon lain yang rusak akibat penebagan dan
penyaradan

2.

Salah satu usaha untuk mengurangi limbah pemanenan kayu adalah
dengan cara perencanaan dan pelaksanaan pemanenan yang baik serta
pengawsan dan sanksi yang keras perlu dilaksanakan. Serta perbaikan
teknik pemanenan dengan cara meningkatkan keterampilan operator yang
meliputi cara-cara penebangan, penyardan, pengangkutan dan lain-lain.
Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006
USU Repository©2006

10

DAFTAR PUSTAKA

Conway, S. 1976. Logging Practices. Principles of Timber Harvesting System.
Miller Freema Publication, Inc. Washington.
Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. 1993. Pedoman dan Petunjuk Teknis
Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) pada Hutan Alam Daratan. Jakarta.
Dulsalam. 1988. Faktor Eksploitasi Jenis Meranti di Suamtera barat, Kalimantan
Barat dan Kalimantan Selatan. Vol. V. No. 2. LPHH. Bogor.
Elias, 1997. Conventional Versus Reduced Impact Wood Harvesting in Tropical
Natural Forest in Indonesia. A Paper Submitted to XI. World Forestry
Congress, 13-22 October, in Antalya, Turkey.
Enters T. 2001. Trash or Treasure ? Logging and Mill Residues in Asia and the
Pasific. Asia-Pasifik Forestry Commission. FAO. Bangkok.
Hariyani A. 2000. Pengaruh Lereng dan Diameter Kayu Terhadap Produktivitas,
Biaya dan Volume Limbah dalam Kegiatan Penebangan di Hutan Alam.
Skripsi Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Tidak Diterbitkan.
Lempang, M et. al 1995. Faktor Eksploitasi pada Pemungutan Kayu dengan
Sistem Mekanis di Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Kehutanan Vol. IX. No.
2. Balai Penelitian Kehutanan. Ujung Pandang.
Sastrodimedjo, R.S. dan S.R. Simarmata. 1980. Cara-cara Mengurangi Limbah di
Bidang Eksploitasi Hutan.
Proceeding Seminar Eksploitasi Hutan.
Lembaga Peneliitian Hasil Hutan. Bogor.
Simarmata, S.R. dan Haryono. 1986. Volume dan Klasifikasi Limbah Eksploitasi
Hutan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 3. No. 1. Bogor.
Soewito.
1980.
Limbah Eksploitasi Hutan pada Areal Bekas Tebangan.
Proceeding Seminar Eksploitasi Hutan. Lembaga Penelitian Hasil Hutan.
Bogor.
Sugiri, E.W. 1981. Penelitian Prosentase Limbah Pembalakan Tegakan Meranti
Berdasarkan Volume Total di Kesatuan Pemangkuan Usaha PT. Inhutani II
Kalimantan Selatan. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006
USU Repository©2006

11

Sularso, H. 1996. Analisis Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu
Terkendali dan Konvesnional Pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam
Indonesia (TPTI). Tesis Pascasarjana IPB Bogor. Tidak Diterbitkan.
Simarmata, S.R. dan M. Sinaga. 1982. Pengurangan Limbah Tebangan Melalui
Latihan Kerja pada Perusahaan Hutan di Indonesia. Balai Penelitian Hasil
Hutan. Bogor.
Suhartana, S. dan Dulsalam.
1994.
Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat
Penebangan dan Penyaradan, Kasus di Suatu Perusahaan Hutan di Riau.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 12, No. 1 pp. 25-29. Lembaga Penelitian
Hasil Hutan. Bogor.
Widarmana, S et al.
1973. Penelitian Logging Waste dan Kemungkinan
Pemanfaatannya di Jawa dan Kalimantan Timur. Fakultas Pascasarjana
Institur pertanian Bogor. Bogor.
Widiananto, T.H.
1981.
Suatu Studi Mengenai Limbah Tebangan dalam
Eksploitasi Hutan PT ITCI Kalimantan Timur. Fakultas Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Yudiarto, M.I.M. 1997. Volume dan Klasifikasi Limbah Pemanenan Kayu. Skripsi
Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Tidak Diterbitkan.

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006
USU Repository©2006

12

KARYA TULIS

LIMBAH PEMANENAN KAYU

OLEH :
MUHDI
NIP 132 296 512

DEPARTEMEN KEHUTANAN

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006
USU Repository©2006

13

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah, peulis panjatkan kehadlirat Allah SWT yang telah
meberikan rahmat dan karunia-Nya, sehinga penulis dapat menyelesaikan karya
tulis ini.
Karya tulis ini berjudul “ Limbah Pemanenan Kayu”. Semoga karya tulis ini
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Kritik dan saran untuk penyempurnaan karya tulis ini sangat penulis
harapkan.

Medan, Juli 2006

Penulis

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006
USU Repository©2006

14

DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar .................................................................................................. i
Daftar Isi ............................................................................................................ ii
Pendahuluan .....................................................................................................1
Pengertian Limbah Pemanenan Kayu...............................................................2
Penyebab Terjadinya Limbah pemanenan kayu ...............................................6
Usaha Mengurangi Limbah Pemanenan Kayu................................................11
Kesimpulan .....................................................................................................12

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006
USU Repository©2006

15