Limbah Pemananen Kayu dan Massa Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu di Perusahaan Pemanfaatan Kayu Kalimantan Timur

LIMBAH PEMANENAN KAYU DAN MASSA KARBON
TERSIMPAN PADA LIMBAH PEMANENAN KAYU DI
PERUSAHAAN PEMANFAATAN KAYU KALIMANTAN TIMUR

NIKEN LARASATI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Limbah Pemanenan
Kayu dan Massa Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu di Perusahaan
Pemanfaatan Kayu Kalimantan Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Niken Larasati
NIM E14090070

ABSTRAK
NIKEN LARASATI. Limbah Pemanenan Kayu dan Massa Karbon Tersimpan
pada Limbah Pemanenan Kayu di Perusahaan Pemanfaatan Kayu Kalimantan
Timur. Dibimbing oleh JUANG R. MATANGARAN.
PT Ratah Timber perlu mengidentifikasi limbah pemanenan kayu, faktor
eksploitasi, dan mengukur besar massa karbon tersimpan pada limbah pemanenan
kayu untuk memperoleh sertifikat pengelolaan hutan lestari. Pengukuran limbah
dilakukan di petak tebang, TPn, dan TPK. Limbah dalam penelitian ini berupa
tunggak, batang bebas cabang, batang setelah cabang pertama, dan cabang dengan
diameter minimal 5 cm. Pengukuran massa karbon dilakukan dengan uji
laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah di petak tebang ratarata 46,73 m³/ha (98,19%), limbah di TPn 0,86 m³/ha (1,81%), dan limbah di TPK
0 m³/ha (0%), sedangkan limbah berdasarkan bagian pohon, yaitu 9,21 m³/ha
limbah tunggak, 21,96 m³/ha limbah batang bebas cabang, 11,32 m³/ha limbah
batang setelah cabang pertama, dan 6,06 m³/ha limbah cabang. Besarnya faktor

eksploitasi dengan pendekatan persen limbah dan pendekatan indeks tebang,
indeks sarad serta indeks angkut, yaitu 0,69. Massa karbon tersimpan pada limbah
pemanenan kayu, yaitu 33,49 ton C/10 ha.
Kata kunci: faktor eksploitasi, limbah pemanenan kayu,
pengelolaan hutan lestari

massa karbon,

ABSTRACT
NIKEN LARASATI. Logging Residue and Carbon Mass Stored on Wood
Harvesting at Forest Company East Kalimantan. Supervised by JUANG R.
MATANGARAN.
In order to achieve the sustainable forest management certification, a forest
company PT Ratah Timber needs to identify the residue generated from logging,
the exploitation factor, and the measurement of carbon mass stored on the logging
residue. The measurement of logging residue were conducted on felling areas,
landing site, and log yard. The logging residue was defined on stumps, main stems,
upper stems, and branches with the minimum diameter of 5 cm. The mass of the
carbon were obtained from laboratory analysis. The result showed that the logging
residue on the felling area had the average number of 46.73 m³/ha (98.19%), 0.86

m³/ha (1.81%) at landing site, and 0 m³/ha (0%) at log yard, while the logging
residue based on parts of the tree were 9.21 m³/ha stumps, 21.96 m³/ha main stems,
11.32 m³/ha upper stems, and 6.06 m³/ha branches. The exploitation factors in this
research were calculated by taking into account the number of logging residue
percentage, and using the felling index, skidding index, and hauling index
approach, the result of the calculation showed that the exploitation factor were at
the level of 0.69. These mass of carbon were stored inside the logging residue
from the logging, with the approximate number of 33.49 ton C/10 ha.
Keywords: exploitation factor, logging residue, carbon mass, sustainable forest
management

LIMBAH PEMANENAN KAYU DAN
MASSA KARBON TERSIMPAN PADA LIMBAH PEMANENAN KAYU
DI PERUSAHAAN PEMANFAATAN KAYU KALIMANTAN TIMUR

NIKEN LARASATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan

pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Limbah Pemananen Kayu dan Massa Karbon Tersimpan pada
Limbah Pemanenan Kayu di Perusahaan Pemanfaatan Kayu
Kalimantan Timur
Nama
: Niken Larasati
NIM
: E14090070

Disetujui oleh

Dr Ir Juang R. Matangaran, MS

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, M.Sc.F.Trop
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi
berjudul Limbah Pemanenan Kayu dan Massa Karbon Tersimpan pada Limbah
Pemanenan Kayu di Perusahaan Pemanfaatan Kayu Kalimantan Timur disusun
berdasarkan penelitian selama 5 bulan terhitung dari April sampai Agustus 2013
di IUPHHK-HA PT Ratah Timber Kalimantan Timur dan Laboratorium Kimia
Kayu Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Juang R. Matangaran,
MS selaku dosen pembimbing atas ilmu, saran, dan nasihat dalam membimbing

penulis menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada karyawan PT Ratah Timber yang telah membantu selama pengumpulan
data di lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
seluruh keluarga, serta seluruh teman seperjuangan (MNH46, FAHUTAN46) atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013
Niken Larasati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang

1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Tempat
2
Alat dan Bahan
2
Jenis Data
2
Prosedur
3
Penentuan Plot Contoh
3
Inventarisasi Pohon pada Plot Contoh
3
Pengukuran Limbah Pemanenan Kayu

3
Pengambilan Contoh Uji Kayu di Lapangan
4
Pengujian Data di Laboratorium
4
Pengolahan Data
6
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Pemanenan Kayu di PT Ratah Timber
7
Bentuk Limbah Pemanenan Kayu
8
Jumlah Pohon yang Ditebang
8
Volume dan Presentase Limbah Pemanenan Kayu Berdasarkan Lokasi
Terjadinya Limbah
9

Volume dan Presentase Limbah Pemanenan Kayu Berdasarkan Bagian Pohon11
Analisis Hubungan Faktor yang Berpengaruh terhadap Volume Limbah
Pemanenan Kayu Akibat Kegiatan Penebangan
12
Faktor Eksploitasi
14
Massa Karbon Limbah Pemanenan Kayu
15
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
23


DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Jumlah pohon ditebang
Limbah pemanenan kayu berdasarkan lokasi
Limbah pemanenan kayu di petak tebang
Limbah pemanenan kayu di TPn
Volume limbah berdasarkan bagian pohon
Faktor eksploitasi pada setiap plot contoh
Rata-rata biomassa limbah pemanenan kayu (nekromassa)
Rata-rata massa karbon limbah pemanenan kayu


9
9
10
11
12
14
16
16

DAFTAR GAMBAR
1 Hubungan volume limbah dan intensitas tebang
2 Hubungan volume limbah dan kemiringan lereng
3 Hubungan volume limbah dan luas bidang dasar

13
13
13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Limbah tunggak
Limbah batang bebas cabang (potongan pangkal)
Limbah batang setelah cabang pertama
Limbah cabang
Kerapatan kayu dari jenis pohon yang ditebang
Kadar zat terbang dan Kadar abu dari jenis pohon yang ditebang
Luas areal kerja IUPHHK-HA PT Ratah Timber berdasarkan fungsi
hutan
8 Kondisi topografi areal kerja IUPHHK-HA PT Ratah Timber
9 Sediaan tegakan di areal berhutan IUPHHK-HA PT Ratah Timber
berdasarkan hasil IHMB
10 Peta areal kerja PT Ratah Timber

20
20
20
20
21
21
21
21
22
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan bagian penting dari siklus karbon secara global (Gorte
2009). Hutan berfungsi sebagai penyerap, penyimpan, dan pelepas karbon.
Karbon yang dilepaskan ke atmosfer dari limbah pemanenan kayu relatif besar
dan cepat (Palviainen et al. 2004). Limbah pemanenan kayu ini dapat digunakan
kembali menjadi sumber daya baru yang lebih bermanfaat (Lindholm et al. 2010).
Menurut Yoshioka et al. (2005), pengurangan jumlah pelepasan CO sebesar 1,66
juta ton CO /tahun yang dihasilkan dari pemanenan kayu dalam bentuk biomassa
dapat mengganti batubara untuk pembangkit listrik sebanyak 3 juta ton berat
kering/tahun, hal tersebut setara dengan 0,142% emisi CO nasional di Jepang.
Limbah pemanenan adalah bagian pohon yang ditebang sampai batas
diameter tertentu karena sesuatu hal ditinggalkan di hutan padahal sesungguhnya
masih dapat dimanfaatkan dengan teknologi yang ada (Sukadaryati et al. 2005).
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan pemanenan kayu dapat berbentuk tunggak,
batang, dan cabang (Briedis et al. 2011). Limbah biasanya terjadi di petak tebang,
sepanjang jalan sarad, TPn (Tempat Pengumpulan Kayu), dan TPK (Tempat
Penimbunan Kayu).
REDD (Reducing Emissions from Deforestration and Forest Degradation)
merupakan suatu bentuk kegiatan kredit karbon. Mekanisme REDD kredit karbon
tidak hanya didapatkan dari pertumbuhan pohon-pohon baru tetapi juga dari
upaya menghindari terjadinya deforestasi dan mengurangi jumlah stok karbon
yang hilang akibat degradasi ekosistem hutan. Proyek REDD menghindari adanya
emisi karbon ke atmosfer dengan menjaga stok karbon yang ada dan
mendatangkan suatu pengurangan emisi permanen. Penjagaan terhadap nilai
penting konservasi, pengelolaan hutan lestari, serta peningkatan stok karbon
melalui penanaman pengayaan juga tercangkup dalam mekanisme REDD+
(Maulana 2009). Untuk itu, kegiatan pemanenan kayu dengan meminimalkan
limbah yang terjadi merupakan salah satu bentuk implementasi kegiatan REDD.
Selain itu, limbah pemanenan kayu juga sangat erat kaitannya dengan faktor
eksploitasi. Limbah pemanenan kayu dan faktor eksploitasi merupakan salah satu
kriteria pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL) pada bagian produksi 2.4 dan
prinsip Forest Stewardship Council (FSC) yang kelima (5.3). Faktor eksploitasi
merupakan nilai volume kayu yang dapat dimanfaatkan. Semakin besar limbah
pemanenan kayu yang terjadi, maka faktor eksploitasi semakin kecil (Sari 2009).
Informasi mengenai besarnya faktor eksploitasi yang terjadi dalam pelaksanaan
pemanenan kayu diperlukan untuk membantu perusahaan dalam perencanaan
target produksi dan juga memberikan kemudahan bagi Departemen Kehutanan
dalam melakukan pengawasan.
Oleh sebab itu, perusahaan-perusahaan pemegang IUPHHK-HA (Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam) atau IUPHHK-HT (Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman) perlu mengidentifikasi limbah
pemanenan kayu dan faktor eksploitasi untuk memperoleh sertifikat pengelolaan
hutan lestari. PT Ratah Timber merupakan perusahaan pemegang IUPHHK-HA
yang berada di Kalimantan Timur. Penelitian mengenai limbah pemanenan kayu

2
dan faktor eksploitasi pada perusahaan tersebut perlu dilakukan. Atas dasar
informasi tersebut, maka limbah kayu yang terjadi dapat ditekan sekecil mungkin,
sehingga pemanfaatan kayu dapat dilakukan dengan efisien dan efektif.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung limbah pemanenan
kayu, menghitung faktor eksploitasi, dan mengukur massa karbon pada limbah
pemanenan kayu pada areal IUPHHK-HA PT Ratah Timber.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai besarnya
limbah pemanenan kayu, faktor eksploitasi, dan besarnya karbon tersimpan pada
limbah pemanenan kayu. Selanjutnya informasi tersebut dapat menjadi bahan
evaluasi oleh perusahaan dalam melakukan kegiatan pemanenan kayu, sehingga
dapat meningkatkan efisiensi pemanenan kayu.

METODE
Lokasi dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di IUPHHK-HA PT Ratah Timber, Kabupaten
Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Pengujian contoh uji dilakukan di
Laboratorium Kimia Kayu Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama bulan April
sampai dengan bulan Agustus 2013.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan di lapangan, yaitu pita ukur, phiband meter,
clinometer, Global Possitioning System (GPS), chainsaw, aluminium foil, kamera,
alat tulis, dan software Minitab 16. Alat yang digunakan untuk pengujian di
laboratorium adalah aluminium foil, gelas ukur, mesin penggiling, cawan
porselin, saringan 40-60 mesh, oven, timbangan, desikator, dan tanur. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kayu dari hasil kegiatan pemanenan
kayu yang berasal dari petak tebang, TPn, dan TPK.

Jenis Data
Data yang digunakan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh secara langsung di lapangan dan laboratorium, meliputi data dimensi

3
(panjang dan diameter) tunggak, batang bebas cabang, batang setelah cabang
pertama, dan cabang, serta data kadar air, kadar zat terbang, dan kadar abu. Data
sekunder diperoleh dari PT Ratah Timber berupa data gambaran umum lokasi
penelitian, yaitu keadaan umum lokasi penelitian serta data Laporan Hasil
Cruising (LHC) perusahaan.

Prosedur
Penentuan Plot Contoh
Penentuan plot contoh dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu
suatu teknik pengambilan contoh dengan cara sengaja atau menentukan sendiri
contoh yang akan diambil karena adanya batasan-batasan tertentu. Adapun
batasan dan kriteria dalam penentuan plot contoh antara lain terbatasnya waktu
dan tenaga pendamping dari perusahaan, penentuan plot contoh berada di jaringan
jalan sarad untuk memudahkan dalam melakukan penelitian karena proses
pengukuran limbah pemanenan kayu sebaiknya mengikuti penebang agar limbah
pemanenan kayu belum rusak akibat terdorong bulldozer, serta penentuan plot
contoh berdasarkan potensi dalam plot contoh, apakah tinggi atau rendahnya
potensi akan mempengaruhi intensitas tebang. Plot contoh yang digunakan untuk
pengukuran limbah yaitu pada petak yang akan dilakukan penebangan dengan
ukuran plot contoh (100×100) m atau 1 ha sebanyak 10 plot.
Inventarisasi Pohon pada Plot Contoh
Kegiatan inventarisasi pohon pada plot contoh yaitu pencatatan nomor
pohon, jenis pohon, pengukuran diameter pohon (untuk pohon berdiameter ≥50
cm), serta pengukuran kemiringan lereng pada 10 plot contoh yang akan
digunakan untuk penelitian.
Pengukuran Limbah Pemanenan Kayu
Pengukuran limbah dilakukan setelah kegiatan penebangan. Pengukuran
dilakukan untuk limbah yang berasal dari pohon yang ditebang pada plot contoh,
tidak termasuk limbah dari pohon yang rusak akibat pemanenan kayu. Limbah
pemanenan diukur di tiga lokasi, yaitu petak tebang, TPn, dan TPK. Menurut
Matangaran et al. (2013), secara umum bagian-bagian pohon terdiri dari 2
kelompok, yaitu bagian di bawah cabang pertama dan bagian di atas cabang
pertama. Bagian di bawah cabang pertama terdiri dari tunggak dan batang bebas
cabang. Bagian di atas cabang pertama terdiri dari batang atas dan dahan. Batasan
bagian-bagian pohon tersebut yaitu:
1. Tunggak adalah bagian bawah pohon yang berada di bawah takik rebah dan
takik balas.
2. Batang bebas cabang adalah batang utama dari atas banir sampai cabang
pertama. Limbah dari batang bebas cabang dapat berupa potongan pendek
atau kayu gelondongan. Potongan pendek adalah bagian batang utama yang
mengandung cacat atau rusak dan perlu dipotong. Potongan pendek juga
meliputi batang dengan cacat nampak, pecah, busuk, dan jenis fisik lainnya.
Kayu gelondongan dapat menjadi limbah jika jatuh ke jurang atau pecah
terlalu banyak sehingga ditinggalkan.

4
3. Batang atas adalah bagian batang dari cabang pertama sampai tajuk yang
merupakan perpanjangan dari batang utama.
4. Dahan adalah komponen tajuk (cabang dan ranting) dari pohon yang ditebang
yang berada di atas cabang pertama.
Pengukuran dilakukan untuk limbah kayu berupa tunggak, batang bebas
cabang (batang komersil), batang setelah cabang pertama (batang atas), cabang,
dan potongan kecil. Jenis limbah kayu yang diukur untuk masing-masing lokasi,
sebagai berikut:
1. Petak tebang. Pengukuran limbah di petak tebang meliputi tunggak, batang
bebas cabang, batang setelah cabang pertama, dan cabang. Dimensi yang
diukur yaitu diameter dan panjang batang. Untuk tunggak diameter yang
diukur yaitu bagian ujung, sedangkan untuk batang bebas cabang, batang
setelah cabang pertama, dan cabang diameter yang diukur yaitu bagian
pangkal dan ujung batang. Untuk cabang yang tergolong sebagai limbah yaitu
cabang dengan diameter ≥5 cm. Di petak tebang juga dilakukan pengukuran
volume batang yang siap disarad.
2. TPn. Pengukuran limbah di TPn meliputi sisa potongan yang berasal dari
batang bebas cabang. Limbah kayu tersebut berasal dari pohon yang diukur di
petak tebang. Di TPn juga dilakukan pengukuran volume batang yang akan
diangkut ke TPK.
3. TPK. Pengukuran limbah di TPK yaitu batang bebas cabang yang tidak dapat
diangkut untuk didistribusikan ke tempat lain serta dilakukan juga pengukuran
volume batang yang sampai di TPK.
Pengambilan Contoh Uji Kayu di Lapangan
Contoh uji untuk pengukuran karbon berasal dari limbah pemanenan kayu.
Contoh uji berasal dari masing-masing jenis pohon yang ditebang. Contoh uji
meliputi bagian tunggak, batang bebas cabang, batang setelah cabang pertama,
dan cabang. Contoh uji masing-masing berukuran (5×5×5) cm. Ukuran contoh uji
tersebut diambil dari potongan melintang dengan tebal ±5 cm. Bagian yang
diambil dari potongan melintang untuk digunakan contoh uji yaitu bagian antara
gubal dan teras.
Kadar air contoh uji harus tetap terjaga sampai pengujian di laboratorium.
Untuk itu contoh uji harus ditutup rapat dengan aluminium foil kemudian
dimasukkan ke dalam kantong plastik tanpa udara, dan masing-masing contoh uji
diberi kode.
Pengujian Data di Laboratorium
Adapun data yang diambil di laboratorium, yaitu:
1. Berat Jenis
Contoh uji untuk mengukur berat jenis berukuran (2×2×2) cm. Contoh uji
harus ditimbang terlebih dahulu untuk mendapatkan berat awal, kemudian
mencari volume contoh uji, yaitu dengan cara contoh uji dimasukkan ke dalam
tabung erlenmayer yang berisi air sampai contoh uji berada di bawah permukaan
air, dilihat berapa nilai yang tertera pada timbangan. Untuk mengetahui berat
kering contoh uji dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 103±2°C selama 24
jam dan ditimbang untuk mengetahui berat keringnya. Berat jenis dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Haygreen dan Bowyer 1989):

5
BJ =
2. Kadar Air
Contoh uji yang dihitung kadar airnya berasal dari masing-masing bagian
pohon (tunggak, batang bebas cabang, batang setelah cabang pertama, dan
cabang). Masing-masing contoh uji berukuran (2×2×2) cm. Contoh uji ditimbang
untuk mengetahui berat basahnya. Selanjutnya contoh uji dikeringkan dalam tanur
dengan suhu 103±2oC selama 24 jam. Setelah contoh uji dimasukkan ke dalam
tanur, contoh uji dimasukkan dahulu ke dalam desikator, bertujuan menurunkan
suhu contoh uji tanpa dipengaruhi udara bebas. Setelah itu contoh uji ditimbang
kembali untuk mengetahui berat kering tanurnya (BKT). Kadar air dapat dihitung
dengan menggunakan rumus (Haygreen dan Bowyer 1989):
%KA =
3. Kadar Zat Terbang
Berdasarkan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98,
kadar zat terbang contoh uji dari masing-masing limbah dipotong kecil sebesar
batang korek api kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 80oC selama
48 jam. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling,
kemudian disaring dengan menggunakan saringan 40-60 mesh. Contoh uji
dimasukkan ke dalam cawan ditutup rapat sebanyak ±2 g dan ditimbang.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur dengan suku 950oC selama 2 menit dan
dimasukkan ke dalam desikator kemudian ditimbang kembali. Untuk mengetahui
persen kadar zat terbang maka dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
× 100%
Kadar zat terbang (%) =
4. Kadar Abu
Berdasarkan American Society for Testing Material (ASTM) D 2866-94,
kadar abu diketahui dengan memasukkan sisa contoh uji kadar zat terbang ke
dalam tanur dengan suhu 900oC selama 6 jam. Selanjutnya dimasukkan ke dalam
desikator dan kemudian ditimbang kembali. Untuk mengetahui persen kadar abu
maka dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar abu (%) =
× 100%
5. Nekromassa
Nekromassa merupakan massa dari bagian pohon yang telah mati.
Nekromassa dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Nekromassa = volume limbah (m3) × kerapatan kayu (kg/m3)
6. Kadar Karbon
Kadar karbon tetap ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI) 06-3730-1995 sebagai berikut:
Kadar Karbon = 100% − Kadar Zat Terbang – Kadar Abu
7. Massa Karbon
Massa Karbon yang tersimpan pada limbah pemanenan kayu dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Massa Karbon (ton/ha) = nekromassa (ton/ha) × kadar karbon (%)

6
Pengolahan Data
Perhitungan volume biomassa kayu mati (limbah), menggunakan rumus
(rumus Brereton) sebagai berikut:
p
V = 0,25π
Keterangan:

V
dp
du
p
π

= volume kayu mati, dinyatakan dalam meter kubik (m3)
= diameter pangkal kayu mati, dinyatakan dalam sentimeter (cm)
= diameter ujung kayu mati, dinyatakan dalam sentimeter (cm)
= panjang kayu mati, dinyatakan dalam meter (m)
= 22/7 atau 3,14

Perhitungan volume limbah kayu per hektar dan volume limbah kayu per
pohon menggunakan rumus sebagai berikut:
Volume limbah per hektar (m3/ha)

=

Volume limbah per pohon (m3/pohon)

=

Persen limbah dihitung berdasarkan potensi pohon dan lokasi terjadinya
limbah, yaitu dengan menggunakan rumus:
Persen limbah

=

(

)

Persen limbah di petak tebang=
Persen limbah di TPn

=

Persen limbah di TPK

=

(

(

)

(

)

)

Perhitungan faktor eksploitasi dihitung berdasarkan persen limbah, tetapi
dapat juga melalui pendekatan indeks tebang, indeks sarad, dan indeks angkut.
Secara matematis adalah sebagai berikut:
Fe = 100% − % limbah total
Fe = indeks tebang × indeks sarad × indeks angkut
Indeks tebang =
Indeks sarad =
Indeks angkut =
Analisis Data
Besar volume limbah pemanenan kayu dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu intensitas tebang, kemiringan lereng, dan luas bidang dasar. Berdasarkan
faktor-faktor tersebut, analisis data menggunakan regresi linier sederhana
dilakukan untuk menduga besar volume limbah pemanenan kayu. Regresi linier
sederhana merupakan persamaan regresi yang menggambarkan hubungan satu
peubah bebas (X) dan satu peubah tak bebas (Y), dimana hubungan keduanya
dapat digambarkan sebagai suatu garis lurus. Hubungan kedua peubah tersebut
dapat dituliskan dalam bentuk persamaan (Mattjik dan Sumertajaya 2006):
Y = α + βXi
Keterangan:

Y
α
β
Xi

= limbah pemanenan kayu (m³/ha)
= intersep/perpotongan dengan sumbu tegak
= kemiringan/gradient
= intesitas tebang (pohon/ha) (X ), kemiringan lereng (%) (X ), dan
luas bidang dasar (m²) (X )

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemanenan Kayu di PT Ratah Timber
Pemanenan kayu merupakan kegiatan mengeluarkan kayu dari dalam hutan
ke luar hutan atau ke tempat pengolahan berikutnya. Dalam proses pemanenan
kayu terdapat empat kegiatan utama, yaitu penebangan, penyaradan, muat
bongkar, dan pengangkutan. Penebangan merupakan kegiatan inti dalam
pemanenan kayu. Penebangan yaitu kegiatan memotong batang pohon dari
tunggaknya sehingga kegiatan pemanenan kayu berikutnya dapat dilakukan. Di
PT Ratah Timber pohon yang ditebang merupakan pohon berdiameter ≥50 cm dan
berfisik sehat. Pohon-pohon tersebut dikelompokkan kedalam kelompok meranti
dan rimba campuran. Penebang biasanya lebih memilih menebang pohon dari
kelompok meranti yang berdiameter besar. Tahapan kegiatan penebangan di PT
Ratah Timber diawali dengan mempersiapkan chainsaw, yaitu mengisi bahan
bakar, pelumas, dan mempertajam mata rantai, kemudian dilakukan pembebasan
semak, anakan pohon, serta liana disekitar pohon yang akan ditebang, sehingga
memudahkan penebang dalam membuat takik rebah dan takik balas. Tahap
berikutnya yaitu menentukan arah rebah dan dilanjutkan dengan membuat takik
rebah serta takik balas. Dalam kegiatan penebangan juga dilakukan pembagian
batang. Pembagian batang meliputi pemotongan batang bagian pangkal dan ujung,
selain itu penebang biasanya membagi batang menjadi dua untuk batang yang
panjang dan berdiameter besar, hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam
kegiatan penyaradan. Kegiatan penebangan dilakukan oleh dua regu tebang untuk
setiap petak. Setiap regu terdiri dari operator chainsaw dan helper serta operator
bulldozer dan helper.
Penyaradan merupakan kegiatan mengeluarkan kayu dari dalam hutan atau
tunggak ke TPn. Kegiatan penyaradan dilakukan dengan menggunakan bulldozer
D7G CAT. Kegiatan penyaradan di PT Ratah Timber dilakukan setelah kegiatan
pembagian batang atau biasa disebut dengan sistem tebang tarik, sehingga dalam
satu hari jumlah kayu yang di sarad sama dengan jumlah yang ditebang. Kegiatan
berikutnya yaitu memindahkan kayu dari TPn ke TPK atau disebut juga
pengangkutan kayu. Dalam kegiatan pengangkutan kayu terdapat kegiatan muat
dan bongkar. Pemuatan merupakan kegiatan memuat atau memindahkan kayu
yang berada di TPn atau sepanjang jalan ke alat pengangkut, sedangkan
pembongkaran merupakan kegiatan memindahkan kayu dari alat pengangkut ke
TPK, sehingga kegiatan muat bongkar ini dilakukan di dua lokasi, yaitu TPn dan
TPK. Alat muat bongkar yang digunakan di PT Ratah Timber yaitu wheel loader.
Di PT Ratah Timber kegiatan pengangkutan yaitu melalui jalur darat. Alat
pengangkutan yang digunakan yaitu logging truck. Kegiatan pengangkutan
dilakukan pada saat cuaca cerah dan jalan utama kering. Dalam satu hari biasanya
pengangkutan dilakukan ±8 trip. Jarak yang ditempuh dari TPn hingga ke TPK
yaitu ±42 km. Kegiatan pengangkutan tidak dilakukan sekaligus, tetapi dilakukan
tiga kali, yaitu pengangkutan dari TPn menuju TPK hutan (km 33), pengangkutan
dari TPK hutan (km 33) menuju TPK hutan (km 21), dan pengangkutan dari TPK
hutan (km 21) menuju TPK antara (km 0).

8
Bentuk Limbah Pemanenan Kayu
Menurut Duku et al. (2011), limbah kehutanan dikategorikan menjadi dua,
yaitu limbah pemanenan (limbah dari hasil operasi pemanenan, seperti tunggak,
batang, cabang, dan lain-lain) dan limbah pengolahan kayu (limbah dari hasil
produk industri pengolahan kayu, seperti kayu gergajian, kayu lapis, dan lain-lain).
Limbah pemanenan hutan adalah sisa atau residu berupa potongan kayu yang
ditinggalkan di dalam hutan. Batang pohon tidak seluruhnya dikeluarkan dari
hutan tetapi ditinggalkan sebagian di dalam hutan sebagai limbah kayu. Limbah
kayu atau limbah pembalakan didefinisikan sebagai kayu yang tidak atau belum
dimanfaatkan pada kegiatan pemanenan hutan yang berasal dari pohon yang boleh
ditebang berupa sisa pembagian batang, tunggak, ranting, dan pucuk (Matangaran
et al. 2013). Berikut merupakan bentuk dari limbah pemanenan kayu:
1. Tunggak adalah bagian pohon yang berada di bawah takik rebah dan takik
balas. Tunggak yang disarankan untuk hutan alam yaitu tidak lebih dari 50 cm
dari permukaan tanah untuk batang tidak berbanir dan 80 cm dari permukaan
tanah untuk batang berbanir (Elias 2002). Pada kenyataan di lapangan tunggak
rata-rata memiliki tinggi 1,3 m. Hal ini terjadi karena biasanya penebang
hanya mencari posisi termudah atau ternyaman untuk dapat menebang pohon,
sehingga penebang tidak memperhatikan volume pohon yang akan dihasilkan.
2. Batang bebas cabang merupakan bagian batang utama, batang ini merupakan
batang yang diproduksi oleh perusahaan. Batang bebas cabang disebut limbah
jika terdapat bagian batang mengandung cacat fisik atau rusak akibat
pemanenan, seperti bengkok, mata kayu, pecah, dan gerowong. Limbah
batang bebas cabang juga dapat berupa potongan pendek bagian pangkal dan
ujung.
3. Batang setelah cabang pertama merupakan bagian batang setelah ada
percabangan pertama hingga ujung yang diameter ujungnya ≥10 cm. Di
lapangan diameter bagian pangkalnya rata-rata mencapai ≥50 cm dimana
panjang rata-rata mencapai ±12 m.
4. Cabang merupakan bagian pohon yang berada di atas cabang pertama. Limbah
cabang merupakan cabang dengan diameter ≥5 cm. Biasanya cabang yang
ditemukan di lapangan sudah dalam keadaan hancur.

Jumlah Pohon yang Ditebang
Pohon yang ditebang merupakan pohon yang tergolong jenis meranti dan
rimba campuran. Di lapangan, pohon yang ditebang berlabelkan merah hasil dari
kegiatan ITSP. Pohon berlabel merah ini berdiameter ≥50 cm dan berfisik sehat.
Jumlah pohon yang ditebang dari seluruh plot penelitian disajikan dalam Tabel 1.
Hasil inventarisasi yang dilakukan oleh PT Ratah Timber pada plot
penelitian menunjukkan bahwa potensi pohon layak tebang yaitu 24 pohon/ha
dengan volume 158,46 m³/ha, sedangkan pohon yang ditebang atau intensitas
tebang rata-rata hanya 9 pohon/ha dari total pohon layak tebang dengan volume
rata-rata 148,99 m³/ha, sehingga tidak semua pohon layak tebang akan ditebang.
Penebang tidak menebang semua pohon yang layak tebang, hal ini dikarenakan
perusahaan telah menentukan target produksi setiap tahunnya. Dalam menentukan

9
target produksi digunakan nilai faktor eksploitasi dan faktor pengaman, sehingga
dari total pohon layak tebang atau potensi yang ada, tidak semua pohon ditebang.
Dari target yang telah ditentukan, penebang dapat memperkirakan jumlah pohon
yang ditebang untuk dapat mencapai target produksi.
Tabel 1 Jumlah pohon yang ditebang
Plot
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-rata

Pohon ditebang
Jumlah
Volume (m³/ha)
6
95,64
10
135,80
10
168,53
11
174,33
8
177,64
10
162,70
6
132,18
10
138,27
8
127,28
9
175,67
8,8
148,81

Pohon layak tebang (LHC)
Jumlah
Volume (m³/ha)
22
117,40
29
169,07
35
220,37
34
201,52
20
149,21
18
118,95
16
168,23
20
105,92
21
149,24
25
184,71
24
158,46

Volume dan Persentase Limbah Pemanenan Kayu Berdasarkan Lokasi
Terjadinya Limbah
Limbah pemanenan kayu dapat terjadi di petak tebang, TPn, dan TPK. Pada
penelitian ini pengukuran limbah pemanenan kayu di petak tebang meliputi
limbah tunggak, batang bebas cabang, batang setelah cabang pertama, dan cabang,
sedangkan pengukuran limbah pemanenan kayu di TPn dan TPK yaitu berupa
potongan pendek dari batang bebas cabang. Hasil pengukuran menunjukkan
volume limbah rata-rata yaitu sebesar 47,59 m³/ha atau 6,90 m³/pohon. Rata-rata
volume limbah dalam satu pohon cukup besar, hal ini dikarenakan pengukuran
limbah pemanenan didasarkan pada volume total pohon. Persentase limbah
pemanenan kayu berdasarkan lokasi terjadinya limbah disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Limbah pemanenan kayu berdasarkan lokasi
Lokasi

Volume
Total (m³)

Petak tebang
TPn
TPK
Total limbah

467,34
8,60
0
475,94

Rata-rata
(m³/ha)
46,73
0,86
0
47,59

Rata-rata
(m³/pohon)
6,77
0,12
0
6,90

Persen limbah
(%)
98,19
1,81
0
100

Tabel 2 menjelaskan bahwa total limbah paling banyak terjadi di petak
tebang yaitu 467,34 m³ atau sebesar 98,19%, sedangkan di TPn hanya 8,60 m³
atau 1,81%, dan di TPK tidak terjadi limbah pemanenan kayu atau 0%. Dari hasil

10
pengamatan di lapangan, besarnya limbah pemanenan kayu terbesar terjadi di
petak tebang, kondisi ini dikarenakan kegiatan penebangan dan pembagian batang
dilakukan di petak tebang. Hanya volume batang komersil yang akan disarad ke
TPn, sehingga batang yang tidak dimanfaatkan akan ditinggalkan di petak tebang.
Limbah yang terdapat di TPn disebabkan oleh belum dilakukannya pemotongan
bagian pangkal atau ujung di petak tebang, serta karena adanya cacat fisik pada
batang.
Limbah pemanenan kayu di petak tebang merupakan limbah yang berasal
dari batang bebas cabang dan batang setelah cabang pertama. Limbah pemanenan
di petak tebang disajikan dalam Tabel 3. Bedasarakan Tabel 3 rata-rata total
limbah pemanenan kayu di petak tebang yaitu 46,73 m³/ha atau rata-rata total
limbah dari satu pohon yaitu 7,66 m³/pohon. Dimana dari total limbah tersebut
31,17 m³/ha merupakan limbah yang berasal dari batang bebas cabang dan 15,52
m³/ha berasal dari batang setelah cabang pertama. Sedangkan untuk volume
limbah yang terjadi pada tiap pohon yaitu 7,66 m³/pohon dimana 4,56 m³/pohon
limbah berasal dari batang bebas cabang dan 3,11 m³/pohon dari batang setelah
cabang pertama.
Tabel 3 Limbah pemanenan kayu di petak tebang
Plot

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-rata

Limbah batang
Limbah setelah
bebas cabang
cabang pertama
m³/pohon m³/ha m³/pohon m³/ha
3,32
3,32
4,66
4,66
4,43
35,46
1,90
11,67
4,60
27,59
2,02
12,09
3,65
32,81
1,94
17,50
4,99
19,97
3,60
14,39
3,37
33,71
3,42
21,25
7,27
43,60
4,23
23,16
3,65
32,85
3,34
19,45
4,30
34,38
3,07
14,86
6,00
47,96
2,89
16,61
4,56
31,17
3,11
15,56

Limbah total
m³/pohon
7,98
6,34
6,61
5,59
8,59
6,79
11,50
6,99
7,37
8,88
7,66

m³/ha
7,98
47,13
39,68
50,31
34,36
54,96
66,76
52,30
49,24
64,57
46,73

Besar limbah pemanenan kayu yang terjadi di petak tebang ini cukup
memiliki perbedaan dengan besar limbah dari hasil penelitian Partiani (2010)
dimana limbah yang berasal dari batang bebas cabang yaitu 23,93 m³/ha dan
limbah dari batang setelah cabang pertama 9,12 m³/ha. Perbedaan besar limbah ini
dikarenakan kriteria yang berbeda dalam mendefinisikan dan mengklasifikasikan
limbah pemanenan kayu dengan kondisi lokasi penelitian yang berbeda akan
menghasilkan besar limbah yang berbeda pula.
Limbah pemanenan kayu di petak tebang juga sangat dipengaruhi oleh
ketrampilan dari penebang, kondisi lapangan serta bentuk dan posisi pohon.
Ketrampilan dalam membuat takik rebah dan takik balas akan mempengaruhi
hasil dari volume yang diproduksi, penentuan arah rebah juga dapat
mempengaruhi besar volume limbah. Untuk pohon-pohon yang berbanir tinggi,
gerowong, bengkok, dan mempunyai mata kayu juga dapat mempengaruhi besar

11
limbah pemanenan kayu. Hal tersebut biasa disebut dengan limbah pemanenan
kayu yang timbul secara alami.
Limbah pemanenan kayu dapat terjadi di TPn. Limbah pemanenan kayu
yang terjadi di TPn berasal dari batang bebas cabang. Limbah yang terjadi di TPn
dalam penelitian ini merupakan batang bebas cabang yang belum dilakukan
pemotongan bagian pangkal saat di petak tebang, serta karena adanya cacat fisik
pada batang, seperti bengkok, gerowong, dan mata kayu. Pemotongan dilakukan
sebelum tim Tata Usaha Kayu (TUK) dari perusahaan melakukan pengukuran.
Untuk gerowong tidak dilakukan pemotongan selama volume gerowong tidak
lebih dari 30%. Limbah pemanenan kayu di TPn disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4
menunjukkan bahwa total volume limbah yang terjadi di TPn yaitu sebesar 8,60
m³.
Tabel 4 Limbah pemanenan kayu di TPn
No
1
2
3
4
5
8

No pohon
313
316
454
465
1098
556

Jenis pohon
Meranti merah
Meranti putih
Meranti merah
Meranti kuning
Kapur
Meranti putih
Total

D (cm)
50,25
68,80
71,00
74,00
76,50
77,00

P (m)
6,00
3,15
2,30
5,90
3,73
2,32

V (m³)
1,19
1,17
0,91
2,54
1,71
1,08
8,60

Limbah pemanenan kayu yang terjadi di TPK merupakan batang bebas
cabang (batang komersil) yang siap diangkut ke industri. Limbah pemanenan
kayu di TPK biasanya terjadi karena batang pecah akibat kegiatan muat bongkar
atau karena disimpan terlalu lama sehingga batang terserang ulat. Pada penelitian
ini tidak terdapat limbah pemanenan kayu di TPK, sehingga limbah pemanenan
kayu di TPK yaitu 0%.

Volume dan Persentase Limbah Pemanenan Kayu Berdasarkan Bagian
Pohon
Limbah pemanenan kayu berdasarkan bagian pohon berasal dari tunggak,
batang bebas cabang, batang setelah cabang pertama, dan cabang. Menurut Okai
dan Boateng (2007), untuk setiap pohon yang ditebang, hampir 50% volume
pohon ditinggalkan di dalam hutan dalam bentuk tunggak, batang, cabang, dan
tajuk. Limbah pemanenan kayu berdasarkan bagian pohon disajikan dalam Tabel
5.
Tabel 5 menjelaskan bahwa, limbah pemanenan kayu berdasarkan bagian
pohon paling banyak berasal dari limbah batang bebas cabang yaitu 219,65 m³
atau 47,00%, sedangkan untuk limbah pemanenan kayu paling sedikit berasal dari
cabang, yaitu 42,42 m³ atau 9,08%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Purnamasari (2012) di IUPHHK-HA PT
Indexim Utama Kalimantan Tengah yaitu limbah batang bebas cabang sebesar
47,58%, batang atas 26,71%, tunggak 17,91%, dan cabang 7,8%. Oleh karena itu

12
limbah pemanenan kayu yang berasal dari batang bebas cabang merupakan
limbah yang memiliki volume paling besar. Hasil pengamatan di lapangan juga
menjelaskan bahwa hampir semua pohon yang ditebang akan dilakukan
pemotongan pada bagian pangkal dan ujung. Selain itu, saat penebang membuat
takik rebah dan takik balas kurang tepat, maka bagian pohon yang akan terbuang
menjadi lebih banyak. Kesalahan dalam melaksanakan teknik penebangan
(pembuatan takik rebah dan takik balas) dapat menyebabkan bagian pangkal
pohon tercabut, retak atau yang disebut dengan barber chair, yaitu berupa serabut
pada pangkal batang, sehingga akan mengurangi panjang batang bebas cabang
yang seharusnya dapat dimanfaatkan (Purnamasari 2012).
Tabel 5 Volume limbah berdasarkan bagian pohon
Jenis limbah

Tunggak
Batang bebas cabang
Batang setelah cabang pertama
Cabang
Total

Volume
Total (m³)
Rata-rata
(m³/ha)
92,05
9,21
219,65
21,96
113,22
11,32
42,42
6,06
467,34
48,55

Persen limbah
(%)
19,70
47,00
24,23
9,08
100,00

Analisis Hubungan Faktor yang Berpengaruh terhadap Volume Limbah
Akibat Kegiatan Penebangan
Dalam penelitian ini untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap
volume limbah pemanenan kayu yaitu dengan melihat beberapa faktor, antara lain
intensitas tebang, kemiringan lereng, dan luas bidang dasar. Hubungan faktorfaktor yang berpengaruh terhadap volume limbah pemanenan kayu diketahui
dengan menggunakan software Minitab 16 dalam Gambar 1, Gambar 2, dan
Gambar 3.

Y = 12.7 + 5.06X
R² = 62.3%

Gambar 1 Hubungan volume limbah dan intensitas tebang

13

Y = 61.1 – 0.341X
R² = 12.2%

Gambar 2 Hubungan volume limbah dan kemiringan lereng

Y = -1.29 + 7.21X
R² = 88.7%

Gambar 3 Hubungan volume limbah dan luas bidang dasar
Gambar 1 menjelaskan bahwa intensitas tebang secara signifikan
berpengaruh terhadap volume limbah pemanenan kayu. Nilai R² berdasarkan hasil
uji diperoleh sebesar 62,3%. Hal ini berarti bahwa volume limbah limbah
pemanenan kayu dipengaruhi oleh intensitas tebang hanya sebesar 62,3%,
sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain, seperti kemiringan lereng dan
luas bidang dasar. Gambar 2 menjelaskan bahwa dengan nilai R² yang dihasilkan
sebesar 12,2%, maka kemiringan lereng tidak signifikan mempengaruhi volume
limbah pemanenan kayu. Hal ini berarti dengan kemiringan lereng yang datar atau
curam, volume limbah yang dihasilkan tidak akan berpengaruh besar. Gambar 3
menjelaskan bahwa luas bidang dasar dapat mempengaruhi besar volume limbah
yaitu sebesar 88,7%. Semakin besar luas bidang dasar, maka volume limbah
pemanenan kayu juga akan semakin besar. Hal ini juga berarti semakin besar
diameter pohon yang ditebang, maka volume limbah juga akan semakin besar.

14
Faktor Eksploitasi
Faktor eksploitasi adalah perbandingan volume kayu yang dapat diproduksi
dari sebatang pohon ditebang dengan volume batang pohon berdiri sampai dengan
cabang pertama dari pohon yang sama (Elias 2002). Dalam penelitian ini,
perhitungan faktor eksploitasi juga menggunakan volume batang bebas cabang.
Penentuan faktor eksploitasi menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan
persentase limbah dan pendekatan indeks tebang, indeks sarad, dan indeks angkut.
Faktor eksploitasi dengan pendekatan persen limbah diperoleh dari 100%
dikurangi total persen limbah pemanenan kayu, sedangkan berdasarkan
pendekatan indeks tebang, indeks sarad, dan indeks angkut, faktor eksploitasi
diperoleh dari hasil kegiatan penebangan, penyaradan, dan pengangkutan. Nilai
faktor eksploitasi pada tiap plot contoh disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6 Faktor eksploitasi pada setiap plot
Plot

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-rata

Persen
limbah
(%)
29,43
36,57
30,99
26,22
26,83
23,86
39,99
31,29
30,58
34,37
31,01

Indeks
Tebang
(IT)
0,71
0,63
0,69
0,74
0,73
0,80
0,62
0,69
0,70
0,66
0,70

Indeks
Sarad
(IS)
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,95
0,97
1,00
0,99
1,00
0,99

Indeks
Angkut
(IA)
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00

FE*
% limbah IT×IS×IA
70,57
63,43
69,01
73,78
73,17
76,14
60,01
68,71
69,42
65,63
68,99

0,71
0,63
0,69
0,74
0,73
0,76
0,60
0,69
0,69
0,66
0,69

Keterangan *: Perhitungan menggunakan volume batang bebas cabang

Besar nilai faktor eksploitasi sangat tergantung pada besar volume limbah
pemanenan yang terjadi. Jika volume limbah pemanenan kayu yang dihasilkan
besar maka faktor eksploitasi akan semakin kecil. Tabel 6 menunjukkan bahwa
nilai faktor eksploitasi rata-rata pada seluruh plot berdasarkan pendekatan persen
limbah yaitu sebesar 68,99%. Hal ini berarti 68,99% volume batang bebas cabang
sudah dimanfaatkan, sedangkan 31,01% merupakan limbah pemanenan kayu.
Kurang dari 66% volume kayu umumnya dikeluarkan dari dalam hutan untuk
diproses lebih lanjut (Parikka 2004).
Berdasarkan pendekatan indeks tebang, indeks sarad, dan indeks angkut
diketahui bahwa nilai faktor eksploitasi rata-rata sebesar 0,69. Nilai ini diperoleh
dari indeks tebang sebesar 0,70, dimana indeks tebang merupakan perbandingan
antara volume batang siap sarad terhadap volume batang bebas cabang yang
ditebang. Indeks sarad diperoleh sebesar 0,99, nilai ini diperoleh karena adanya
limbah yang terjadi di TPn, sehingga tidak semua batang yang sampai di TPn
akan diangkut ke TPK. Indeks angkut yang diperoleh yaitu sebesar 1,00, nilai ini
menjelaskan bahwa tidak adanya limbah yang terjadi selama proses pengangkutan
dan sampai di TPK. Indeks tebang memiliki nilai terkecil, hal ini dikarenakan

15
kegiatan penebangan dan pembagian batang terjadi di petak tebang, sehingga
volume limbah pemanenan kayu terbesar terjadi di petak tebang.

Massa Karbon Limbah Pemanenan Kayu
Biomassa didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan
pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas.
Pada sebagian besar hutan atau formasi hutan, perkiraan biomassa hanya
didasarkan pada biomassa di pohon-pohon dengan diameter lebih besar dari atau
sama dengan 10 cm, yang merupakan diameter minimum yang biasa diukur pada
sebagian besar hutan (Brown 1997), sedangkan nekromassa merupakan massa
dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan (batang atau
tunggul pohon), kayu tumbang/tergeletak di permukaan tanah, tunggak atau
ranting dan daun-daun gugur (serasah) yang belum terlapuk (Hairiah et al. 2011).
Nekromassa pada penelitian ini berupa limbah pemanenan kayu, yaitu berbentuk
tunggak, batang bebas cabang, batang setelah cabang pertama, dan cabang. Untuk
dapat menduga simpanan karbon maka perlu mengetahui besar nekromassa.
Perhitungan nekromassa diperoleh dari perkalian antara volume limbah dan
kerapatan kayu limbah pemanenan tersebut. Rata-rata nekromassa pada penelitian
ini disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata nekromassa terbesar berasal dari
batang bebas cabang yaitu sebesar 28,21 ton/10 ha, selain itu juga nekromassa
terbesar berasal dari batang bebas cabang dari jenis meranti merah yaitu sebesar
48,76 ton/10 ha, hal ini dikarenakan limbah pemanenan kayu terbesar yaitu
berasal dari batang bebas cabang, serta jenis meranti merah merupakan jenis
pohon yang paling banyak ditebang dalam kegiatan pemanenan kayu pada seluruh
plot contoh. Rata-rata nekromassa terkecil dari seluruh jenis pohon berasal dari
cabang yaitu sebesar 5,79 ton/10 ha, selain itu nekromassa terkecil berasal dari
jenis keruing yaitu sebesar 3,40 ton/10 ha, hal ini dikarenakan keruing merupakan
jenis pohon yang paling sedikit ditebang dan juga pada plot contoh tidak banyak
pohon dari jenis keruing. Dari seluruh pohon yang ditebang, total rata-rata
nekromassa diperoleh sebesar 62,84 ton/10 ha, hal ini berarti bahwa sebesar 62,84
ton/10 ha tegakan kehilangan biomassanya.
Tabel 7 Rata-rata biomassa limbah pemanenan kayu (nekromassa)
No

Jenis pohon

1

Meranti merah

31,07

79,47

40,85

9,71

26,57

48,76

28,06

7,41

Total
nekromassa
(ton/10 ha)
110,80

2

Meranti putih

15,36

43,30

11,04

4,23

12,88

30,04

8,70

3,66

55,28

3

Meranti kuning

9,31

21,76

15,36

7,65

8,45

15,04

10,20

5,90

39,59

4

Bangkirai

10,52

20,26

15,01

7,33

12,21

21,20

15,89

7,29

56,59

5

Kapur

20,08

46,25

24,43

9,68

18,23

38,19

20,23

7,09

83,74

6

Keruing

5,71

17,21

6,53

3,82

5,25

16,05

6,35

3,40

31,05

15,34

38,04

18,86

7,07

13,93

28,21

14,91

5,79

62,84

Rata-rata

Volume limbah (m³/10 ha)

Nekromassa (ton/10 ha)

T

Bbc

Bscp

C

T

Bbc

Bscp

C

Keterangan: T = Tunggak, Bbc = Batang bebas cabang, Bscp = Batang setelah cabang pertama,
C = Cabang

16
Fonseca et al. (2012) menyatakan bahwa, sebesar 66,3% total biomassa
terdapat dalam komponen pohon berada di atas permukaan tanah. Menurut Lasco
et al. (2006), sekitar 98% biomassa karbon di atas tanah berada pada pohon
dengan diameter setinggi dada ≥19,5 cm. Setelah kegiatan penebangan karbon di
atas tanah mengalami penurunan sekitar 50%. Sekitar 40% dari biomassa karbon
pada pohon dikonversi menjadi kayu dan kayu lapis atau log untuk dijual,
sedangkan 60% sisanya akan dipancarkan ke atmosfer sebagai karbon dioksida
melalui pembakaran dan pembusukkan. Nekromassa akan sangat berpengaruh
terhadap massa karbon tersimpan. Semakin besar nekromassa yang dihasilkan
maka semakin besar pula massa karbon tersimpan. Massa karbon diperoleh
dengan uji laboratorium, yaitu hasil perkalian antara nekromassa dan kadar
karbon. Perhitungan massa karbon pada penelitian ini berdasarkan jenis pohon,
yaitu berasal dari jenis meranti merah, meranti putih, meranti kuning, bangkirai,
kapur, dan keruing. Rata-rata massa karbon pada limbah pemanenan kayu
disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8 Rata-rata massa karbon limbah pemanenan kayu
No

Jenis pohon

1

Meranti merah

47,93

55,74

57,31

45,56

12,73

27,18

16,08

3,38

Total massa
karbon (ton
C/10 ha)
59,37

2

Meranti putih

48,94

52,92

53,43

47,72

6,30

15,90

4,65

1,75

28,59

3

Meranti kuning

47,19

57,46

54,08

46,95

3,99

8,64

5,52

2,77

20,91

4

Bangkirai

57,32

58,82

56,39

50,88

7,00

12,47

8,96

3,71

32,14

5

Kapur

44,70

53,28

53,69

49,74

8,15

20,35

10,86

3,52

42,88

6

Keruing

55,37

54,74

56,62

51,83

2,91

8,79

3,60

1,76

17,05

50,24

55,49

55,25

48,78

6,85

15,55

8,28

2,82

33,49

Rata-rata

Kadar karbon (%)

Massa karbon (ton C/10 ha)

T

Bbc

Bscp

C

T

Bbc

Bscp

C

Keterangan: T = Tunggak, Bbc = Batang bebas cabang, Bscp = Batang setelah cabang pertama,
C = Cabang

Tabel 8 menunjukkan bahwa kadar karbon terbesar yang diperoleh dari
hasil uji laboratorium yaitu dari jenis bangkirai dan keruing, hal ini dipengaruhi
oleh berat jenis kayu dari jenis pohon tersebut. Kadar karbon terbesar berasal dari
batang bebas cabang, yaitu rata-rata 55,49%, sedangkan untuk kadar karbon
terkecil berasal dari cabang, yaitu rata-rata 48,78%. Batang memiliki kadar
karbon tertinggi karena pada masa pertumbuhan dan masa produktif pohon
menyerap karbon melalui daun dalam proses fotosintesis dan hasilnya langsung
disebarkan ke seluruh bagian pohon lain. Bagian pohon yang mampu menyimpan
lebih banyak karbon adalah batang (Purnamasari 2012).
Massa karbon merupakan hasil perkalian antara nekromassa dan kadar
karbon. Simpanan massa karbon pada limbah pemanenan kayu terbesar adalah
dari jenis meranti merah, yaitu 59,37 ton C/10 ha, sedangkan simpanan massa
karbon terkecil yaitu dari jenis keruing, yaitu sebesar 17,05 ton C/10 ha. Dari
seluruh volume limbah yang dihasilkan dari pemanenan kayu diketahui bahwa
rata-rata total massa karbon tersimpan pada limbah pemanenan kayu yaitu sebesar
33,49 ton C/10 ha. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Profft et al. (2009)
menunjukkan bahwa rata-rata total massa karbon tersimpan pada limbah
pemanenan kayu berdiameter 25 cm sebesar 10,1 ton C/10 ha. Hal tersebut
menunjukkan bahwa besar simpanan massa karbon ini lebih dipengaruhi oleh

17
nekromassa jenis pohon tersebut. Semakin besar nekromassa maka simpanan
massa karbon akan semakin besar pula. Nilai massa karbon tersimpan pada
limbah pemanenan kayu yang diperoleh dari hasil penelitian juga berarti bahwa,
sebesar 33,49 ton C/10 ha akan dilepaskan ke atmosfer melalui proses
pembusukkan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Limbah pemanenan kayu di PT Ratah Timber sebagian besar terjadi di
petak tebang yaitu sebesar 46,72 m³/ha, sedangkan di TPn sebesar 0,86 m³/ha, dan
limbah di TPK sebesar 0 m³/ha. Persentase limbah berdasarkan total volume
limbah yaitu 98,19% terjadi di petak tebang, 1,81% terjadi di TPn, dan 0% di
TPK. Besarnya limbah pemanenan kayu dapat dijelaskan oleh intensitas tebang,
kemiringan lereng, dan luas bidang dasar, dengan faktor yang paling berpengaruh
yaitu luas bidang dasar.
Besarnya faktor eksploitasi dengan pendekatan persen limbah yaitu sebesar
68,99%, sedangkan faktor eksploitasi dengan pendekatan indeks tebang, indeks
sarad, dan indeks angkut yaitu sebesar 0,69.
Nekromassa terbesar berasal dari pohon jenis meranti merah, yaitu sebesar
110,08 ton/10 ha, selain itu nekromassa terbesar juga berasal dari batang bebas
cabang, yaitu rata-rata 28,21 ton/10 ha. Hasil uji laboratorium menunjukkan
bahwa batang bebas cabang memiliki kadar karbon terbesar, yaitu rata-rata
55,49%, dimana jenis bangkirai dan keruing memiliki kadar karbon tertinggi.
Besarnya simpanan massa karbon pada limbah pemanenan kayu di PT Ratah
Timber yaitu rata-rata 33,49 ton C/10 ha.

Saran
Perlu dilakukan pengawasan di lapangan serta pelatihan teknik menebang
bagi para penebang untuk dapat menekan besar volume limbah pemanenan kayu
dan meningkatkan simpanan karbon pada limbah pemanenan kayu. Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis biaya limbah pemanenan kayu
untuk dapat memanfaatkan limbah pemanenan kayu lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA
Briedis JI, Wilson JS, Benjamin JG, Wagner RG. 2011. Logging residue volumes
and characteristics following integrated roundwood and energy-wood
whole-tree harvesting in Central Maine. North J Appl For. 28(2):66-71.
Brown S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forest. A
Primer. FAP Forestry Paper No. 134. FAO USA.

18
Duku MH, Gu S, Hagan EB. 2011. Biochar production potential in Ghana.
[ulasan]. Elsevier. 15:3539-3551.doi:10.1016/j.rser.2011.05.010.
Elias. 2002. Reduced Impact Logging. Bogor (ID): IPB Pr.
Fonseca W, Alice FE, Benayas JMR. 2012. Carbon accumulation in aboveground
and belowground biomass and soil of