Alat-Alat Sambung Mekanis Pada Kayu: Paku Dan Baut

Karya Tulis

ALAT-ALAT SAMBUNG MEKANIS PADA KAYU:
PAKU DAN BAUT

OLEH:
EVALINA HERAWATI, S.Hut, M.Si
NIP. 132 303 840

DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Evalina Herawati : Alat-Alat Sambung Mekanis Pada Kayu : Paku Dan Baut, 2008
USU e-Repository © 2008

ALAT-ALAT SAMBUNG MEKANIS PADA KAYU:
PAKU DAN BAUT


Evalina Herawati, S.Hut, M.Si
Staf Pengajar Departemen Kehutanan
Fakultas Pertanian - USU

PENDAHULUAN
Kekuatan

dan

stabilitas

setiap

struktur

sangat

bergantung

pada


penyambungan atau pengikatan yang menyatukan bagian-bagiannya. Salah satu
keuntungan utama kayu sebagai bahan struktural adalah dalam hal kemudahan,
dimana bagian-bagian struktural kayu dapat disambung dengan berbagai macam
alat sambung/pengikat, seperti paku, baut, sekrup dan alat-alat sambung logam
lainnya (Soltis, 1999).
Umumnya alat-alat sambung/pengikat kayu terbuat dari logam dan memiliki
kekuatan yang tinggi sehingga kerusakan pada alat sambung/pengikatnya sendiri
tidak menjadi perhatian. Persyaratan utamanya adalah kuat pegangnya, yaitu
kemampuannya untuk meneruskan tegangan dari satu elemen ke elemen lainnya
tanpa menimbulkan kerusakan. Kuat pegang berhubungan dengan sifat kekuatan
struktural dan kondisi kayu (Hoadley, 2000).
Alat-alat sambung kayu telah mengalami perbaikan dan perkembangan
selama bertahun-tahun. Saat ini, sambungan dapat dirancang dengan akurasi yang
sama dengan bagian lain dari suatu struktur. Alat-alat sambung ini terdiri dari
paku, sekrup, lag screw, dowel, pin beralur (drift pin), baut beralur (drift bolt) dan
baut. Sedangkan alat-alat sambung yang lain adalah paku khusus, kokot (staple),
paku sumbat kayu (timber rivet), cincin belah (split ring), plat geser (shear plate),
spike grid, toothed sheet-steel plate, plat klem (clamping plate), framing anchor,
joist, purlin hanger dan sebagainya (Faherty, 1997).

Hoadley (2000) menyatakan bahwa diperkirakan sekitar 75.000 alat
sambung/pengikat, utamanya paku, digunakan di setiap rumah. Paku umumnya
1

digunakan untuk menahan beban yang ringan, seperti pada konstruksi rangka
ringan, diafragma dan dinding geser (shear wall). Sementara itu, baut digunakan
untuk menahan beban dengan jarak relatif besar yang perlu diteruskan melalui
sebuah sambungan, juga digunakan pada konstruksi kayu berat dan konstruksi
rangka ringan untuk mengantisipasi beban yang besar.
Penggunaan alat-alat sambung logam pada kayu yang telah diberi perlakuan
dengan bahan kimia penghambat api dapat menyebabkan korosi.

Sehingga

penggunaan alat-alat sambung stainless steel disarankan jika kondisi ini terjadi.
Sementara itu, bahan kimia penghambat api telah dikembangkan sehingga
menghilangkan masalah korosi (Faherty, 1997).
Banyak alat sambung/pengikat yang dapat digunakan dalam sambungan
kayu, namun yang akan diuraikan dalam tulisan ini adalah dua di antaranya yaitu
paku dan baut. Paku dan baut merupakan alat sambung/pengikat yang sudah

dikenal sejak lama dan banyak digunakan.

PAKU
Paku merupakan alat sambung/pengikat mekanis yang paling umum
digunakan dalam konstruksi kayu. Terdapat banyak tipe, ukuran dan bentuk paku
sesuai peruntukannya (Soltis, 1999). Paku kawat biasa (common wire nail) dan
paku besar (spike) adalah paku yang paling sering digunakan. Banyak tipe paku
telah mengalami perkembangan seperti perubahan pada bentuk batangnya dan
permukaan yang dilapisi. Paku kawat biasa dan paku besar pada dasarnya sama
kecuali paku besar memiliki diameter yang lebih besar (Faherty, 1997).
Yap (1984) menyatakan bahwa sambungan dengan paku memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan sambungan dengan baut.

Hal ini terkait antara lain

dengan efisiensi paku yang lebih besar, perlemahan yang diberikan relatif kecil
yaitu kira-kira 10% sehingga sering diabaikan, lebih kaku dan pengerjaannya
relatif lebih mudah bila kayu yang akan dikerjakan tidak terlalu keras dan bagian
yang disambung tidak terlalu tebal sehingga tidak perlu dibor terlebih dahulu.
Paku dalam penggunaannya menahan beban tarik, beban lateral atau

kombinasi dari keduanya. Ketahanan tarik dan lateral dipengaruhi oleh kayu,
paku dan kondisi penggunaan.

Secara umum variasi pada faktor-faktor ini

2

memiliki pengaruh yang lebih nyata pada ketahanan tarik dibandingkan pada
ketahanan lateral (Soltis, 1999). Tipe pembebanan pada paku baik pembebanan
lateral (tegak lurus sumbu paku) maupun pembebanan tarik (sejajar sumbu paku)
dapat dlihat pada gambar berikut (Faherty, 1997):

Side member
Main member

(a)

(b)

Gambar 1. Tipe Pembebanan Pada Paku, (a) Pembebanan lateral,

(b) Pembebanan tarik
Nilai rancangan (design value) untuk berbagai tipe paku disusun dengan
memperhatikan ketebalan elemen kayu, berat jenis kayu dan ukuran paku . Jika
dalam satu sambungan digunakan lebih dari satu paku maka nilai rancangan total
baik ketahanan tarik maupun ketahanan lateral adalah jumlah dari nilai rancangan
untuk masing-masing paku (Faherty, 1997).
Penempatan paku dapat dilakukan dengan berbagai variasi menurut
beberapa rujukan. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi terjadinya belah (split)
pada kayu ketika paku ditancapkan adalah kerapatan, kadar air, arah serat,
diameter batang paku dan tipe ujung.

Untuk menghindari terjadinya belah,

sebelum paku ditancapkan terlebih dahulu dibuat lubang dengan ukuran
maksimum 90% dari diameter paku untuk jenis kayu yang memiliki berat jenis
lebih dari 0,6 sedangkan jika kurang dari atau sama dengan 0,6 maka ukuran
lubang maksimum 75% dari diameter paku (AITC, 2005).
Selanjutnya uraian mengenai ketahanan tarik dan lateral berikut ini diambil
dari Faherty (1997).
Ketahanan Tarik; ketahanan tarik sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti tipe ujung paku, tipe batang, pelapisan permukaan, lama waktu paku
berada di dalam kayu dan perubahan kadar air kayu. Persamaan yang digunakan
oleh National Design Specification (NDS) untuk memperoleh nilai rancangan
adalah: P = 1380G5/2D
dimana P = nilai rancangan yang diijinkan, G = berat jenis (BJ) kayu dan
D = diameter paku.
3

Persamaan ini digunakan pada kondisi: paku ditancapkan tanpa terjadinya
belah, kayu dikeringkan atau tidak, durasi beban normal, paku ditancapkan pada
arah serat samping dan suhu normal.
Ketahanan Lateral; kapasitas beban lateral akhir pada geser tunggal
tergantung pada sifat-sifat material dan dimensi sambungan, yaitu ketebalan dan
kekuatan patah kayu serta diameter dan kekuatan paku. Berdasarkan European
Yield Model (EYM), terdapat empat kemungkinan model kerusakan untuk
sambungan dua elemen pada geser tunggal.

Model tersebut adalah sebagai

berikut:

Mode Is

Mode IIIm

Mode IIIs

Mode IV

Z=

Z=

Z=

Z=

DtsFes
KD
k1DpFem
KD (1 + 2 Re)


k 2 DtsFem
KD (2 + Re)

D2
KD

2 FemFyb
3(1 + Re)

dimana :
k1 = -1 + 2(1 + Re) +
k2 = -1 +
Re
P
ts
Fem
Fes
D
Fyb

KD

2 Fyb(1 + 2 Re) D 2
3Femp 2

2(1 + Re) 2 Fyb(1 + 2 Re) D 2
+
Re
3Femts 2

= Fem/Fes
= penetrasi, elemen utama (in)
= ketebalan elemen penunjang atau L/3 untuk sambungan toenail (in)
= kekuatan sangga elemen utama (lb/in2)
= kekuatan sangga, elemen kedua (lb/in2)
= diameter paku (in)
= kekuatan hasil lentur (psi)
= 2,2 untuk D ≤ 0,17, KD = 10D + 0,5 untuk 0,17 in < D < 0,25 in,
KD= 3,0 untuk D ≥ 0,25 in


Nilai rancangan lateral Z pada geser ganda (sambungan tiga elemen)
sambungan kayu dengan kayu adalah dua kali nilai terkecil Z yang ditentukan

4

untuk tiap bidang geser yang disiapkan tm > 6D, dimana tm adalah ketebalan
elemen utama dan D adalah diameter batang paku. Faktor kedalaman penetrasi
digunakan berdasarkan penetrasi paku pada elemen dimana ujung paku berada.
Toenail; toenailing sering digunakan untuk mengikat tiang dan joist dengan
plat. Paku ditancapkan pada sudut 30o terhadap elemen dan dimulai kira-kira 1/3
panjang paku.

Toenailing dihindari pada struktur keteknikan karena kualitas

pekerjaan dan bahan sangat diperlukan untuk mendapatkan kualitas yang baik.
30o

Paku

1/3 panjang paku

Gambar 2. Toenail

Nilai rancangan untuk pembebanan tarik seharusnya tidak melebihi 2/3 dari
nilai tarik pada arah samping.

Nilai rancangan untuk pembebanan lateral

seharusnya tidak melebihi 5/6 dari nilai yang diperbolehkan untuk paku yang
ditancapkan pada arah samping dan dibebani secara lateral.

Semua faktor

penyesuaian yang digunakan untuk nilai lateral dan tarik untuk arah samping juga
digunakan untuk toenail kecuali faktor layan basah (wet-service) tidak digunakan
untuk toenail dengan beban tarik.

BAUT
Baut tidak mempunyai kapasitas membawa beban yang besar seperti pasak
kayu namun dalam banyak kasus, baut menyediakan kekuatan lebih dari memadai
dan merupakan alat sambung mekanis yang penting bagi konstruksi kayu (Hoyle,
1978). Yap (1984) menyatakan bahwa meskipun baut banyak dipakai, sebetulnya
dianggap tidak begitu baik karena efisiensinya rendah dan deformasinya besar.
Baut lebih mudah dipasang karena tidak memerlukan pembuatan alur dan elemen
yang telah disambung tidak perlu dipisahkan.

5

Faherty (1997) menyatakan bahwa ukuran standar untuk diameter baut
berkisar ¼ - 1½ in (6,35 - 25,4 mm) dan panjang 1 - 16 in (25,4 - 406 mm).
Lubang untuk baut berukuran 1/32 - 1/16 in (0,794 - 1,588 mm) lebih besar dari
diameter baut, nilai yang lebih besar diterapkan untuk diameter baut yang lebih
besar. Bila lubang baut tidak lurus dengan tepat, dapat mengakibatkan perubahan
distribusi beban terhadap baut sehingga dapat menyebabkan defleksi.
Cincin penutup (washer) digunakan agar kepala baut atau mur tidak masuk
ke dalam kayu ketika baut dikencangkan.

Penentuan nilai rancangan yang

diizinkan tidak memperhitungkan washer. Semua mur harus dipasang dengan
kencang kemudian dikencangkan lagi setelah kayu mencapai kadar air
keseimbangannya.
Kualitas sambungan dengan baut dipengaruhi oleh kualitas kayu dan baut
yang digunakan (Soltis, 1999).

Sementara itu Faherty (1997) menyatakan

beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam sambungan kayu dengan baut ini
adalah beban pada baut, kualitas lubang baut, beban yang diizinkan, penempatan,
bidang bersih dan penyesuaian untuk nilai yang diizinkan, seperti diuraikan di
bawah ini.
Beban Pada Baut; Beban pada baut dapat berupa beban sejajar, tegak lurus
atau pada satu sudut tertentu terhadap serat dari kayu yang disambung. Kapasitas
beban akhir dari sambungan tergantung pada sifat material, dimensi dan jumlah
bidang geser. Menurut EYM terdapat enam kemungkinan model kerusakan untuk
sambungan baut pada geser tunggal dan empat kemungkinan model kerusakan
untuk sambungan baut pada geser ganda. Nilai pengawasan untuk sambungan
dua elemen (geser tunggal) adalah nilai terkecil dari Z yang diperoleh dengan
menyelesaikan enam persamaan berikut:
Persamaan:

Model hasil

Z=

DtmFem
4Kθ

Model Im

Z=

Dt s Fes
4Kθ

Model Is

Z=

k1DtsFes
3.6 Kθ

Model II

6

Z=

k 2 Dtm Fem
3.2(1 + 2 Re) Kθ

Model IIIm

Z=

k3 DtsFem
3.2(2 + Re) Kθ

Model IIIs

D2
Z=
3 .2 K θ

2 FemFyb
3(1 + Re)

Model IV

dimana :
Re + 2 Re (1 + Rt + Rt ) + Rt Re − Re (1 + Rt )
(1 + Re )
2

k1 =

2

2

3

2 Fyb(1 + 2 Re) D 2

k2 = -1 +

2(1 + Re) +

k3 = -1 +

2(1 + Re) 2 Fyb(1 + 2 Re) D 2
+
Re
3Femts 2

3Femtm

2

Re
Rt
tm
ts
Fem
Fes
Fe//

= Fem/Fes
= tm/ts
= ketebalan elemen utama (in)
= ketebalan elemen penunjang (in)
= kekuatan sangga elemen utama (lb/in2)
= kekuatan sangga, elemen kedua (lb/in2)
= 11200G, kekuatan sangga sejajar serat (lb)
6100G1.45
Fe =
, kekuatan sangga tegak lurus serat (lb)
D
Fyb = kekuatan hasil lentur (psi)
D = diameter baut nominal (in)
K = 1 + ( max/360o)
o
o
max = sudut maksimum beban terhadap serat (0 ≤ ≤ 90 )

7

Model kerusakan sambungan baut pada geser tunggal dan geser ganda dapat
dilihat sebagai berikut ini:

Mode Im

Mode IIIm

Mode Is

Mode IIIs

Mode II

Mode IV
(a) Sambungan Geser Tunggal

Mode Im

Mode IIIs

Mode Is

Mode IV
(b) Sambungan Geser Ganda

Gambar 3. Model Kerusakan Sambungan Baut pada Geser Tunggal
dan Geser Ganda

Nilai pengawasan untuk sambungan tiga elemen (geser ganda) adalah nilai
terkecil dari Z yang diperoleh dengan menyelesaikan persamaan berikut ini:
Persamaan:

Model hasil

Z=

Dtm Fem
4 Kθ

Model Im

Z=

Dt s Fes
2Kθ

Model Is

Z=

k3 DtsFem
1.6(2 + Re) Kθ

Model IIIs

8

Z=

D2
1.6 Kθ

2 FemFyb
3(1 + Re)

Model IV

Kurva hubungan antara beban sejajar serat dengan terjadinya slip pada
sambungan awalnya menunjukkan garis linear dengan sedikit slip. Pada batas
proporsinal, slip mulai meningkat dengan peningkatan beban dan akhirnya kurva
menjadi mendatar dan slip menjadi sangat besar dengan terjadinya peningkatan
beban atau tidak.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa sambungan dengan kayu yang
dikeringkan dan dua plat sambung baja memiliki tegangan penyangga sejajar serat
pada batas proporsional sekitar 60% dari kekuatan patah untuk softwood dan 80%
untuk hardwood. Ketika plat samping kayu digunakan, masing-masing sama
dengan setengah ketebalan elemen utama, tegangan penyangga sekitar 80% dari
yang diperoleh untuk plat sambung baja.
Nilai batas proporsional lebih kecil untuk sambungan baut yang dibebani
tegak lurus serat dari pada sambungan yang dibebani sejajar serat. Hal ini karena
kekuatan patah (crushing strength) lebih kecil pada tegak lurus serat.
Kualitas Lubang Baut; Kekuatan sangga kayu dengan baut dipengaruhi

oleh ukuran dan kualitas lubang tempat baut dimasukkan. Jika terlalu besar,
kekuatan sangga tidak seragam dan jika terlalu kecil kayu akan belah (split) ketika
baut dimasukkan atau ketika mengering ke kadar air keseimbangan. Lubang yang
halus akan memberikan nilai sangga yang lebih tinggi dari pada lubang yang
kasar. Deformasi akibat beban juga meningkat dengan meningkatnya kekasaran
lubang.
Beban yang diizinkan; Nilai rancangan yang diizinkan untuk beban lateral

telah disusun dalam suatu bentuk tabel baik untuk sejajar maupun tegak lurus
serat dalam sambungan geser tunggal.

Nilai yang terpisah diberikan untuk

pembebanan elemen utama atau penunjang tegak lurus serat termasuk nilai Z2
yang diaplikasikan ketika kedua elemen dibebani tegak lurus serat.
Nilai yang diizinkan untuk sudut beban antara 0o (sejajar serat) dan 90o
(tegak lurus serat) dapat diperoleh dari nilai sejajar dan tegak lurus dengan
menggunakan rumus Hankinson atau nomograf Scholten.

Plot nilai yang

9

diizinkan (sejajar dan tegak lurus serat) untuk dua ukuran baut dalam sambungan
tiga elemen (geser ganda), menunjukkan nilai yang meningkat secara proporsional
dengan ketebalan elemen utama dan penunjang sampai

mencapai nilai

maksimum. Jika elemen kayu yang disambung berbeda jenisnya, nilai rancangan
yang diizinkan dipilih berdasarkan jenis dengan kekuatan sangga yang terkecil.
Penempatan; Dalam menempatkan baut, perlu mempertimbangkan jarak

ujung, jarak tepi/pinggir, spasi dalam baris dan spasi antar baris. Perlu juga
menentukan penempatan baut pada arah sejajar dan tegak lurus serat dan
mempertimbangkan beban pada suatu sudut terhadap serat. NDS memberikan
nilai untuk spasi ketika beban yang diberikan sejajar maupun tegak lurus serat.
Kebanyakan nilai jarak berdasarkan diameter baut (D) dan diberikan dari tengah
ke tengah lubang baut.
Bidang bersih; Elemen harus diperiksa untuk kapasitas pembawa beban

pada bidang bersih kritis dari sambungan.

Bidang kotor dari elemen harus

dikurangi untuk lubang. Pada elemen tegangan dan tekanan, area bersih yang
diperlukan (in2) ditentukan dengan membagi beban total yang diteruskan melalui
bidang bersih kritis dengan tegangan rancangan yang diizinkan untuk jenis dan
mutu bahan yang digunakan.
Penyesuaian

untuk

nilai

yang

diizinkan;

Penyesuaian

harus

mempertimbangkan:
− Lama atau durasi beban
− Kondisi kadar air dalam pemakaian
− Suhu kayu dalam pemakaian
− Faktor aksi grup
− Perlakuan bahan penghambat api
− Geometri penempatan baut

PENUTUP
Alat-alat sambung/pengikat dalam suatu konstruksi kayu merupakan hal
yang sangat penting diperhatikan karena menentukan kekuatan konstruksi secara
keseluruhan.

Masing-masing alat sambung/pengikat memiliki karakteristik
10

sendiri sesuai dengan peruntukannya masing-masing. Hal yang perlu menjadi
perhatian tidak hanya alat sambung/pengikatnya namun juga kondisi kayu dalam
pemakaiannya.

DAFTAR PUSTAKA
[AITC] American Institute of Timber Construction. 2005. Timber Construction
Manual Fifth Edition. John Wiley & Sons, Inc. New Jersey.
Faherty, KF. 1997. Mechanical Fasteners and Connectors. Di dalam Wood
Engineering and Construction Handbook. Faherty KF, Williamson TG,
editor. McGraw-Hill, Inc. New York.
Soltis, LA. 1999. Fastenings. Di dalam: Wood Handbook, Wood as an
Engineering Material. Madison, WI: USDA Forest Service, Forest Products
Laboratory.
Hoadley, RB. 2000. Understanding Wood: a craftsman’s guide to wood
technology. The Taunton Press. Newtown.
Hoyle, R.J. 1978. Wood Technology in the Design of Structures. Mounting
Press Publishing Co. Montana.
Yap KHF. 1984. Konstruksi Kayu. Binacipta. Bandung.

11