Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut)

(1)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

PERANCANGAN PROFIL RANGKA BATANG JEMBATAN

BAJA DAN ANALISA MOMEN SEKUNDER PADA

SAMBUNGANNYA

(ALAT SAMBUNG BAUT)

Tugas Akhir

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

SUB JURUSAN STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009

MUTI D PURBA


(2)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

LEMBAR PENGESAHAN

PERANCANGAN PROFIL RANGKA BATANG JEMBATAN BAJA DAN ANALISA MOMEN SEKUNDER PADA SAMBUNGANNYA

(ALAT SAMBUNG BAUT)

Tugas Akhir

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

Disetujui Oleh Pembimbing Utama :

MUTI D PURBA 04 0404 004

Ir. Sanci Barus, MT 131 099 230


(3)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberi berkat dan kasih-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan program sarjana (S1) di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU). Adapun judul dari Tugas akhir ini adalah :

PERANCANGAN PROFIL RANGKA BATANG JEMBATAN BAJA DAN ANALISA MOMEN SEKUNDER PADA SAMBUNGANNYA

(ALAT SAMBUNG BAUT)

Pada kesempatan ini dengan rasa tulus dan kerendahan hati, saya menyampaikan terima kasih yang tulus kepada orangtua penulis W. Purba dan R.br. Sihite yang selalu memberikan kasih sayang, doa dan materi selama kuliah hingga penyelesaian Tugas Akhir ini.

Rasa terimakasih juga penulis tujukan pada :

1. Bapak Ir.Sanci Barus, MT selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Dr.Ing. Johannes Tarigan selaku ketua Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(4)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

3. Bapak Ir.Teruna Jaya, Msc, selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Mawardi, Ir.Torang Sitorus dan Aswin ST,MT, selaku dosen pembanding yang telah memberikan masukan dan arahan.

5. Bapak/ ibu staf pengajar serta pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

6. Saudara-saudaraku (bang Ridwan, Kak Ester, Ayu, Erni, Mawar dan Hendra) yang selalu mendukung dan juga buat Mona, Geby dan Kakak. 7. Sahabat-sahabat setiaku : Fin’Je CORPS alias FC.MIGAS (Indah, Grace,

Agustina dan Siska) yang banyak membantu serta memberikan masukan – masukan yang berarti.

8. Seluruh kawan-kawan NHKBP yang memberikan motivasi dan dukungan, Kak Frisda, Hokkop, Ecy, Bang Leo, Bang Erik, Paijo, Sibas, Opung, Gres dan semua yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.

9. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Departemen Teknik Sipil terkusus Angkatan 2004, terutama yang pernah jadi partner kelompokku (perdi, wija, josep, bang yunus, ijonk, mayjer, roby, mayjen) dan rekan-rekan lain Erwin, Birong, cot dogol, Andrew, budi, icha, Sheila dan kak sischa, bang Herbert dan semua yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi sehingga selesainya tugas akhir ini.


(5)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas dan melimpahkan berkatNya bagi kita semua, dan atas semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan, penulis mengucapkan terimakasih.

Penulis menyadari dalam penyusunan Tugas Akhir ini yang masih terdapat kekurangan, baik penulisan maupun pembahasan, oleh karena keterbatasan penhetahuan, pengalaman dan referensi yang dimiliki. Untuk itu, kritik dan saran dari pembaca sangat saya harapkan. Akhirnya semoga Tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2009 Hormat Saya


(6)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

ABSTRAK

Sistem dan model konstruksi sambungan adalah bagian yang penting pada perencanaan konstruksi baja, dimana sambungan yang merupakan titik buhul menghubungkan beberapa batang menjadi sebuah rangka batang. Sambungan tersebut akan menyalurkan gaya-gaya yang dipikul oleh batang yang satu dengan batang yang lain sehingga seluruh rangka batang akan memikul perlakuan gaya sesuai dengan perilaku batang masing-masing.

Penyusunan tugas akhir ini merupakan penganalisaan besarnya momen yang terjadi akibat adanya perbedaan titik berat karena penambahan pelat perkuatan pada sambungan dari setiap batang. Penjabaran ini dimulai dengan penghitungan gaya-gaya batang akibat beban yang ada sampai pada pendimensian. Dari dimensi ini diperoleh besarnya eksentrisitas yang terjadi pada setiap batang sehingga momen sekunder yang terjadi pada setiap sambungan akan diketahui.

Momen sekunder merupakan momen yang terjadi pada sambungan yang sering tidak diperhitungkan karena nilainya yang cukup kecil sehingga tidak terlalu mempengaruhi dalam berdirinya suatu jembatan rangka. Namun pada tugas akhir ini, momen itu sangat diperhitungkan karena dimensi yang sangat ekonomis tidak memungkinkan untuk menahan besarnya momen tambahan gaya yang terjadi jika tidak diperhitungkan kembali terhadap perencanaan awal.


(7)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

I.2. Tujuan Penulisan………...…………..…………... 3

DAFTAR ISI

Kata pengantar...i

Abstrak...iv

Daftar isi………..v

Daftar gambar………..vii

Daftar notasi………....….vii

Bab I Pendahuluan...1

I.1. Latar Belakang Masalah...1

I.3. Batasan Masalah ...3

I.4. Metodologi Pembahasan...4

Bab II Tinjauan Pustaka...5

II.1. Umum………...…...5

II.2. Alat Sambung………...……...………..7

II.2.1. Baut ...………..…...………...8

II.2.2 Paku keling (rivet)…………...………9

II.2.3 Las (welded) ………...………….……11

II.2.4 Paku Pin …...………...………….……11

II.3. Sambungan ……..………..………….……. ….12

II.4. Faktor yang berpengaruh pada perencanaan sambungan ...…...17

II.4.1 Panjang Sambungan ………..……….17


(8)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

II.4.3 Distribusi Baut dan Jarak Antar Baut ……….……….19

II.4.4 Panjang Baut …..………..21

Bab III Momen Sekunder Akibat Penempatan/Posisi Baut Pada Sambungan ………...………..…...….………….21

III.1. Umum ………...21

III.2. Momen sekunder akibat penempatan/posisi baut ………26

III.2.1. Batang Tekan Majemuk………..…………...27

III.2.2. Penentuan Dimensi………...28

III.2.3. Penghitungan Momen Sekunder………...……….35

Bab IV Aplikasi ...38

IV.1. Perhitungaan Gaya batang ………..…………...….42

IV.2. Perancangan Dimensi Profil Rangka Batang...……...….44

IV.3. Perhitungaan Momen Sekunder..………...62

Bab V Kesimpulan dan Saran………..………….71

V.1. Kesimpulan ...71

V.2. Saran ...72

Daftar pustaka...x


(9)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

Gambar 3.4 : Bentuk penampang profil

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. : Sambungan yang memiliki eksentrisitas ………..1

Gambar 1.2. : Sambungan yang tidak memiliki eksentrisitas ………2

Gambar 2.1. : Diagram Stress-Strain yang diperbesar untuk berbagai tegangan leleh………...6

Gambar 2.2 : Jenis-jenis sambungan yang menggunakan baut…...1.2 Gambar 2.3. : Kehancuran desak pada plat………..18

Gambar 2.4 : Jarak antara baut dalam satu baris yang tidak berseling...19

Gambar 2.5 : Jarak antara baut dalam satu baris yang berseling...19

Gambar 2.6 : Ukuran efektif baut ...20

Gambar 3.1 : Penampang berlubang………...…………..… 22

Gambar 3.2 : Penempatan baut...24

Gambar 3.3 : Pengaruh eksentrisitas pada batang tekan………... 25

………..…... 27

Gambar 3.5 : Eksentrisitas akibat penempatan baut tidak pada garis kerja gaya………... 32

Gambar 3.6 : Eksentrisitas gaya terhadap pusat berat z……….….... 36

Gambar 3.7 : Sambungan geser eksentris yang umum………..… 37


(10)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR NOTASI

A = Luas pelat yang disambung (mm2) Ab = Luasan baut (mm2)

Ab = Luas penampang melintang baut (mm2) Ap = Luas penampang pelat pengisi (mm2) d = Diameter lubang/baut (mm)

F = Luas penampang batang (mm2) F = Luas penampang utuh (mm2)

Fn = Luas penampang bersih terkecil (mm2) Ft = Tegangan izin baut (MPa)

ixo,iyo= Momen inersia pada batang profil (mm4) Ixo,Iyo = Momen inersia pada batang majemuk (mm4)

n = Banyaknya lubang/baut dalam garis potongan yang ditinjau N = Gaya yang bekerja pada sambungan (N)

N = Gaya normal pada batang (N) Pgsr = Kekuatan geser

Pt = Beban tahanan baut Ptp = Kekuatan tumpu


(11)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

S1 = Jarak dari sumbu baut yang paling luar ke tepi bagian yang disambung (mm)

s = jarak antara baut (mm)

t = jarak lubang ke lubang pada arah sejajar sumbu batang (mm)

t = Tebal pelat terkecil antara pelat penyambung dan pelat yang disambung (mm)

t = tebal terkecil bagian yang disambungkan (mm)

u = jarak lubang ke lubang pada arah tegak lurus sumbu batang (mm) σ = Tegangan lentur (MPa)

σ = Tegangan lentur izin (MPa) k = Tegangan akibat gaya tekuk τ = Tegangan geser (MPa) τ = Tegangan geser izin (MPa)

b = Tegangan geser ijin baut (MPa) b = Tegangan geser ijin baut (MPa) tp = Tegangan tumpu (MPa)


(12)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.


(13)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Pada perencanaan suatu bangunan konstruksi baja, beton ataupun kayu, konstruksi yang direncanakan harus aman. Untuk itu harus dipenuhi beberapa kriteria, yaitu : kuat, stabil dan kaku, disamping itu konstruksi juga harus efisien dan ekonomis dalam hal pemakaian bahan.

Sistem dan model konstruksi sambungan adalah bagian yang penting pada perencanaan konstruksi baja, dimana sambungan menghubungkan beberapa batang menjadi sebuah rangka batang. Sambungan tersebut akan menyalurkan gaya-gaya yang dipikul oleh batang yang satu dengan batang yang lain sehingga seluruh rangka batang akan memikul perlakuan gaya sesuai dengan perilaku batang masing-masing.

Kegagalan dari suatu struktur baja tergantung kepada perilaku sambungan dalam menyalurkan gaya yang bekerja dari suatu batang ke batang lainnya yang cukup kompleks.

Seperti yang kita ketahui bahwa dalam konstruksi baja terdapat beberapa alat penyambung, yaitu : baut (baut sekrup hitam),high strength bolt (baut mutu tinggi), las dan paku keling.

Berdasarkan penemuan-penemuan baru, sambungan dengan baut biasa sebenarnya tidak dapat dianggap rigid (kaku). Sambungan dapat dikatakan rigid


(14)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

apabila sambungan tersebut menggunakan alat sambung High Strength Bolt (HSB) dan las.

Suatu rangka batang yang direncanakan harus mampu menahan momen primer dan momen sekunder. Momen primer ditimbulkan oleh adanya beban transversal (beban merata dan beban terpusat) dan gaya aksial, sedangkan momen sekunder diakibatkan oleh pemasangan alat sambung baut yang tidak berada dalam satu garis kerja batang yang menyebabkan adanya eksentrisitas.

Momen sekunder ini biasanya terjadi pada sambungan titik simpul dari batang-batang tepi suatu rangka batang yang tidak sama ukuran penampangnya atau akibat gariskerja gaya pada masing-masing profil pada sambungan tidak pada satu garis lurus. Biasanya untuk memudahkan pekerjaan sambungan pada suatu konstruksi, batang tarik disambung secara eksentris supaya garis kerja batang berada pada satu garis lurus.

Gambar di bawah ini menunjukkan ukuran penampang P1 dan P2 berbeda tetapi pinggir bawah dari kedua batang berada dalam satu garis lurus, sehingga garis kerja tidak berada dalam satu garis lurus yang mengakibatkan eksentrisitas sebesar:

P1

P2

e2

e1

Gambar 1.1. Sambungan yang memiliki eksentrisitas [Oentoeng. 2004]


(15)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

Dengan adanya eksentrisitas ini, maka akan timbul momen tambahan sebesar:

M = 

  

  +    

 

2 2 1

1 . .

2 1 .

. 2 1

e P e

P

Sedangkan pada gambar di bawah ini garis kerja antara P1 dan P2 berada dalam satu garis lurus, sehingga tidak menimbulkan adanya eksentrisitas.

P1

P2

Gambar 1.2. Sambungan yang tidak memiliki eksentrisitas [Oentoeng. 2004]

I.2 Tujuan Penulisan

Pada pekerjaan desain suatu bangunan rangka batang, momen sekunder pada sambungan sering tidak diperhitungkan meskipun sambungan memberikan tambahan momen. Untuk itu akan dilakukan pengkajian besarnya momen yang terjadi pada sambungan rangka batang akibat pemasangan alat sambung baut yang tidak berada pada garis kerja gaya yang lebih mendekati pada keadaan sebenarnya.

I.3 Batasan Masalah

Supaya pengkajian ini mengarah kepada tujuan yang relevan dengan judul tulisan, maka perlu dibatasi ruang lingkup pembahasannya.

Pembahasan dimulai dengan merencanakan profil batang, diameter dan banyaknya baut. Kemudian ditekankan pada perhitungan momen sekunder pada


(16)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

rangka batang atas yang garis kerja batangnya tidak berada pada garis lurus. Jenis tumpuan jembatan adalah sendi-rol dan gaya yang bekerja sejajar dengan sumbu batang. Material baja elastis, isotropik dan homogen.

I.4 Metodologi Pembahasan

Untuk menjawab permasalahan tersebut diatas, penulis menggunakan beberapa cara pendekatan yaitu :

a. Menyadur teori dari berbagai sumber/literatur

b. Menghitung gaya batang dengan kesetimbangan titik buhul dan mengontrol gaya tersebut dengan Ritter dan SAP 2000

c. Perencanaan dimensi profil rangka batang


(17)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Umum

Baja adalah suatu bahan yang mempunyai homogenitas yang tinggi yang merupakan hasil campuran dari besi, karbon (1,7%,), mangan (1,65%), silikon (0,6%) dan tembaga (0,6%). Kekuatan baja tergantung dari besar kecilnya kadar karbon. Semakin besar kadar karbonnya, semakin besar pula tegangan dan regangannya, tetapi akan mengurangi daktilitasnya (keliatan bahan). Untuk menjamin daktilitas minimum dari baja, maka persentase maksimum dari komposisi ini perlu dibatasi.

Nilai modulus elastis dari bermacam-macam baja bangunan adalah sama, yang berbeda adalah batas lelehnya. Modulus elastis ini diperoleh dari sudut kemiringan grafik tegangan-regangan. Hal ini ditunjukkan pada grafik dibawah ini berdasarkan hasil percobaan tarik dari berbagai jenis mutu baja.

Dari grafik tegangan regangan tersebut di atas, modulus elastisitas baja I, II, III sama besarnya walaupun batas leleh berbeda.


(18)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

Gambar 2.1. Diagram Stress-Strain yang diperbesar untuk berbagai tegangan leleh [Salmon. 1994]

Sama halnya dengan Modulus Geser (G), maka angka Poisson (µ) dan angka muai linier bermacam-macam baja juga sama besarnya.

G = ε τ

kg/cm2

=

µ

'' σ σ⊥

t

α =

o L

L

dimana: G = Modulus geser τ = Tegangan


(19)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

= Regangan µ = angka poisson

= Tegangan pada arah tegak lurus gaya yang bekerja = Tegangan pada arah sejajar gaya yang bekerja

= Angka muai linear

= Perubahan panjang akibat perubahan panas = Panjang batang baja semula sebelum dipanaskan

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan untuk baja bangunan diperoleh nilai konstanta sebagai berikut:

Modulus Elastis : E = 2,10.106 kg/cm2 Modulus Geser : G = 0,81.106 kg/cm2 Angka Poisson (µ) : µ = 0.30

Koef Muai Linier : = 12.106/ 0C (PBBI ’83 Pasal 15.1)

II.2. Alat Sambung

Pada struktur portal baja, sambungan berfungsi untuk menggabungkan profil-profil wals (giling) menjadi batang, kolom, balok dan bagian-bagian konstruksi lainnya serta menggabungkan bagian-bagian konstruksi tersebut menjadi satu kesatuan bangun. Sambungan ini harus mampu menyalurkan gaya-gaya yang bekerja dari satu komponen ke komponen lainnya.

Karena sambungan berperan menyalurkan gaya ke komponen yang lain, maka sambungan tersebut haruslah dirancang sedemikian rupa sehingga


(20)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

menghasilkan suatu sambungan yang aman, ekonomis dan mampu dibuat secara praktis.

Kriteria dasar yang umum dalam perencanaan sambungan, antara lain: a. Kekuatan (strength)

Dari segi kekuatan, sambungan harus dapat menahan momen, gaya geser, gaya aksial yang dipindahkan dari batang yang satu ke batang yang lain. b. Kekakuan (stiffness)

Kekakuan sambungan secara menyeluruh sangatlah penting, antara lain untuk menjaga lokasi semua komponen struktur satu sama lain.

c. Cukup Ekonomis

Sambungan harus sederhana, biaya fabrikasi yang murah tapi memenuhi syarat cukup kuat dan mudah dalam pelaksanaanya atau praktis.

Macam-macam alat penyambung yaitu :

1. Baut (bolt), ada 2 macam yaitu baut berkekuatan tinggi (high strength bolt) dan baut hitam

2. Paku keling (rivet) 3. Las (welding) 4. Paku pin

Kalau dibandingkan keempat sarana penyambung ini, maka las merupakan sarana penyambung yang menghasilkan sambungan paling kaku, sedangkan paku keling menghasilkan sambungan yang lebih kaku jika dibanding dengan baut, tetapi kurang kaku jika dibanding dengan las.(Oentoeng. 2004)


(21)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009 II.2.1. Baut

Baut dapat dibagi dalam beberapa jenis: a. Baut kekuatan tinggi

Baut yang banyak digunakan dan ditunjuk ASTM (American Standard Testing of Materials) sebagai jenis utama baut kekuatan tinggi adalah baut A325 dan A490. Baut ini memiliki kepala segienam yang tebal dan akan digunakan dengan mur segienam yang setengah halus (semifinished). Baut A325 tebuat dari baja karbon sedang yang diberi perlakuan panas dengan kekuatan leleh sekitar 81 ksi sampai 92 ksi (58 Mpa sampai 634 Mpa) dan baut A490 juga diberi perlakuan panas tetapi terbuat dari baja paduan (alloy) dengan kekuatan leleh sekitar 115 ksi sampai 130 ksi (793 Mpa sampai 896 Mpa).

Diameter baut kekuatan tinggi berkisar antara 2 1

inci dan 1 2 1

inci. Diameter

yang paling sering digunakan pada konstruksi gedung adalah 4 3

inci dan

8 7

inci, sedang ukuran yang paling umum dalam perencanaan jembatan

adalah 8 7

inci dan 1 inci.


(22)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

Baut hitam ini dibuat dari baja karbon rendah memenuhi standar ASTM A-307. Dipakai pada struktur ringan seperti gording, rangka batang yang kecil, rusuk dinding dan lain-lain yang bebannya kecil dan bersifat statis. Baut ini dibagi atas 2 jenis, yaitu baut sekrup (turned bolt) dan baut bersisip (ribbed bolt).

II.2.2. Paku keling (rivet)

Sudah sejak lama paku keling diterima dan digunakan secara lazim sebagai alat penyambung batang, tetapi beberapa tahun belakangan ini paku keling sudah jarang digunakan. Paku keling dibuat dari baja batangan dan memiliki bentuk silinder dengan kepala di salah satu ujungnya. Paku keling terbuat dari baja karbon sedang dengan identifikasi ASTM A502 yang terdiri dari dua mutu yaitu mutu 1 (Fy = 28 Ksi atau 190 Mpa) dan mutu 2 (fy = 38 Ksi atau 260 Mpa). Pembuatan dan pemasangan paku keling menimbulkan perubahan sifat mekanis.

Proses pemasangannya adalah pertama-tama paku keling dipanasi hingga warnanya menjadi merah muda kemudian paku keling yang telah dipanasi itu dimasukkan ke dalam lobang yang telah disediakan pada sambungan, kepalanya ditekan sambil mendesak ujung lainnya sehingga terbentuk kepala lain yang bulat.

Selama proses tangkai paku keling mengisi lubang (tempat paku dimasukkan) secara penuh sehingga menghasilkan gaya jepit (klem). Akibat pendinginan, besarnya gaya jepit pada setiap paku berlainan sehingga tidak dapat diperhitungkan dalam perencanaan, paku keling juga dapat dipasang dalam


(23)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

keadaan dingin, pada keadaan ini tidak dapat diharapkan menimbulkan gaya jepit karena paku keling tidak menyusut.

Sekarang ini hampir tidak ada lagi penggunaan paku keling, karena pertimbangan teknik baik dalam bengkel pembuatan maupun dilapangan dan juga karena beberapa alasan keuntungan.

Keuntungan baut mutu tinggi dibanding paku keling:

a. Tingkat kebisingan pemasangan baut lebih rendah daripada paku keling

b. Pemasangan paku keling memerlukan tenaga yang terampil dan berpengalaman serta lebih banyak dari pemasangan baut.

c. Baut mutu tingi dapat difabrikasi dibengkel ataupun di perusahaan

d. Untuk konstruksi sambungan dengan kekuatan yang sama diperlukan paku keling yang lebih banyak dari pada baut mutu tinggi serta pembuatan lobang yang lebih banyak.

e. Biaya penggantian dan pemotongan paku keling lebih banyak daripada baut mutu tinggi.

II.2.3. Las (welded)

Pengelasan adalah penyambungan potongan-potongan logam dengan memanaskan titik-titik sentuh hingga mencapai keadaan fluida atau keadaan hampir fluida dan dengan atau tanpa pemakaian tekanan.


(24)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

a. pengelasan busur nyala logam perisai b. pengelasan busur nyala logam perisai gas c. pengelasan busur api redam

d. pengelasan terak listrik

Pada konstruksi baja terdapat 2 macam las, yaitu : a. Las sudut (fillet welded)

Bersifat ekonomis secara keseluruhan, mudah dibuat dan mampu beradaptasi serta merupakan jenis las yang palimg banyak dipakai dibandingkan jenis las dasar yang lain.

b. Las tumpul (groove welded)

Dipakai untuk menyambung batang struktural yang bertemu dalam satu bidang.

II.2.4. Paku Pin

Dapat dianggap sebagai paku pin apabila diamete paku lebih besar dari 40 sampai dengan 300mm. Paku pin ini dipergunakan bila sambungan tersebut diperlukan berotasi. Jadi ini yang merupakan perbedaan dari paku keling dimana pada paku pin diperhitungkan momen akibat rotasi tadi sedangkan pada paku keling tidak ada.


(25)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009 II.3. Sambungan

Berdasarkan gaya-gaya yang dipikul, sambungan terdiri atas : a. Sambungan tunggal (lap joint), yaitu sambungan beririsan satu.

b. Sambungan rangkap/double (butt joint), yaitu sambungan beririsan kembar. c. Tampang T yang digunakan sebagai batang gantung yang menimbulkan

tegangan tarik pada baut.

P

P

Sambungan tunggal (lap joint)

P

P

Sambungan rangkap/double (butt joint),


(26)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

Tampang T

Gambar 2.2 Jenis-jenis sambungan yang menggunakan baut [Salmon. 1994]

Menurut kekakuannya, sambungan dapat dibagi atas:

a. Sambungan difinitif, berarti tidak dapat dibuka lagi tanpa merusak alat-alat penyambung.

b. Sambungan tetap, berarti bagian yang disambung tidak dapat bergerak lagi. c. Sambungan sementara, berarti dapat dibuka lagi tanpa merusak alat-alat

penyambungnya.

d. Sambungan bergerak, berarti sambungan ini memungkinkan pergerakan yang dibutuhkan menurut perhitungan statis pada bagian-bagian yang disambung.

American Institute of Steel Construction (AISC) membagi sambungan atas 3 jenis, yaitu:

a. Sambungan kaku/sambungan tegar (rigid), yang mengembangkan kapasitas momen penuh dari bagian konstruksi penghubung dan yang mempertahankan sudut yang relatif konstan diantara bagian-bagian yang disambung dibawah setiap rotasi sambungan.

b. Sambungan sendi (pin connected), tanpa terjadinya perpindahan momen diantara bagian-bagian yang disambungkan. Sebenarnya sejumlah kecil akan dikembangkan tetapi momen tersebut dapat diabaikan dalam perencanaan.


(27)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

c. Sambungan semi kaku/sambungan semi tegar (semi rigid = partially restrained), dengan kapasitas momen yang dipindahkan kurang dari kapasitas momen penuh dari bagian-bagian konstruksi yang disambungkan. Perencanaan sambungan ini mengharuskan kita untuk menganggap adanya sejumlah kapasitas momen yang sembarang.

Pada hampir semua sambungan struktural, baut harus dapat mencegah terjadinya gerakan material yang akan disambung dalam arah tegak lurus terhadap panjang baut. Pada kasus seperti ini, baut disebut mengalami geser. Kapasitas pikul beban atau kekuatan pikul desain sebuah baut yang mengalami geser tunggal sama dengan hasil kali antra luas penampang melintang tangkainya (shank) dan tegangan geser ijin :

Pgsr = Ab . b

dimana :

Pgsr = Kekuatan geser

Ab = Luas penampang melintang baut b = Tegangan geser ijin baut

Untuk meninjau kekuatan baut perlu ditinjau kekuatan plat di sekitar lubang baut Jika pelat tidak tidak kuat maka lubang baut pada pelat akan berubah


(28)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

bentuk dari bundar menjadi oval. Pada bidang kontak antara baut dan pelat terjadi tegangan yang disebut sebagai tegangan tumpu.

Ptp = d . t . tp

dimana :

Ptp = Kekuatan tumpu d = Diameter lubang

t = Tebal pelat terkecil antara pelat penyambung dan pelat yang disambung

tp = Tegangan tumpu

Pada sambungan jenis tumpu dianggap bautnya memang mengalami geser dan beban yang disalurkan berdasarkan tahanan geser baut. Pada tipe ini, satu-satunya kriteria adalah kekuatan sambungan-sambungan tipe tumpu ini digunakan bila gelinciran akibat kelebihan beban tidak penting walaupun menyebabkan tangkai baut mendesak sisi lubang. Sedangkan sambungan jenis geser dianggap bautnya tidak mengalami geser. Daya tahan gelincir yang memadai pada kondisi beban kerja harus disediakan disamping kekuatan sambungan yang memadai.

Baut-baut pada setiap jenis sambungan mengalami tarik dengan cara yang benar-benar sama. Perbedaan yang ada hanya pada tegangan ijin yang digunakan dalam analisis atau desain. Bila kita meninjau tahanan sambungan maka kita akan memperoleh sambungan gesek (joint resistance) dan sambungan dukung (bearing


(29)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

connection). Sambungan yang dirancang sebagai sambungan gesekan mempunyai tahanan primernya yang dianggap dikembangkan sebagai gaya lintang pada konektor (baut dan paku keling) pada bidang slippotensial diantara bagian-bagian konstruksi yang disambungkan. Sedangkan sambungan dukung adalah sambungan dimana tahanan sambungan diambil sebagai gabungan dari tahanan gaya lintang konektor dan dukungan bahan yang disambungkan melawan konektor tersebut. Perpindahan gaya geser dan profil ke penyambung sebagian besar melalui baut dan sebagian lagi melalui gesekan antara pelat (friction). Semakin kuat mur diputar maka semakin menyatu profil dengan pelat penyambung dan semakin besar pula gaya yang didistribusikan melalui gesekan pelat tersebut. Hal ini terjadi terutama pada baut mutu tinggi yang sanggup memberikan gaya tarik awal sehingga pelat menjadi sangat rapat.

Bila gesekan sendiri mampu memindahkan beban, setiap alat penyambung itu menyalurkan beban yang sama besar (asalkan bahan dan ukurannya sama). Namun jika beban sedemikian besar hingga tahanan gesek tidak mampu memindahkannya, maka tepi lubang akan mengalami desakan. Pada saat sambungan berada diambang kehancuran, gaya gesek tidak besar pengaruhnya terhadap ragam kehancuran (failure mode). Sebaliknya kekuatan pelat bersama kekuatan tarik dan kekuatan geser baut akan menentukan kekuatan sambungan.

Perencanaan sambungan didasarkan atas kelakuan pada saat hampir hancur dan tidak didasarkan atas kekakuan pada beban kerja, walaupun perhitungannya dilakukan dengan menggunakan beban kerja. Jika sambungan berlaku secara elastis, kekakuan yang dianggap dalam perhitungan tidak terjadi.


(30)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

Oleh karena itu, tegangan yang dihitung bukan tegangan yang sesungghnya tetapi hanya untuk memenuhi kriteria keamanan. Tegangan yang dipakai dalam perhitungan perencanaan disebut tegangan nominal.

Pendekatan nominal yang digunakan dalam perencanaan meninjau kapasitas alat penyambung secara individu. Hal ini berarti semua alat penyambung yang sama ukuran dan bahannya dianggap memiliki kekuatan yang sama dalam pemindahan beban. Misalnya bila lima alat penyambung bekerja pada satu baris untuk menyalurkan beban pada sambungan lewatan (lap joint) tarik, maka setiap alat penyambung akan menyalurkan 1/5 bagian dari bahan. Pada saat tahanan gesek dilampaui dan alat penyambung bertumpu pada pelat, deformasi setiap alat penyambung sesungguhnya tidak sama. Pemakaian tegangan nominal identik dengan menganggap pelat bersifat tegar karena jika pelat tidak kaku, deformasi pada setiap alat penyambung tidak akan sama.

Baut-baut dalam konstruksi baja tidak pernah mengisi lubang-lubangnya. Dalam hal ini pemindahan gaya dilakukan atau dengan gesekan-gesekan diantara pelat-pelat yang harus disambung atau kalau gaya-gaya itu besar baru sesudah pergeseran sedikit dari bagian baut, sampai batang-batang baut itu mendukung.

II.4. Faktor yang berpengaruh pada perencanaan sambungan II.4.1 Panjang Sambungan

Ukuran sambungan baik tebal, lebar maupun panjang merupakan faktor yang sangat penting. Jelaslah bahwa sambungan-sambungan yang lebih kecil lebih menghemat bahan. Akan tetapi karena dibuat anggapan bahwa setiap alat


(31)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

penyambung dalam sebuah sambungan mengangkut bagian beban yang sama rata (alat penyambung yang berukuran sama), maka timbul masalah untuk sambungan yang panjang.

Pendistribusian regangan tidak sama dari baut paling depan ke baut yang paling belakang. Jika baut tersebut terlalu panjang maka jelaslah baut yang pertama akan mengangkut lebih daripada

N

P dari beban tersebut dan baut yang

terakhir hampir tidak memikul beban. Dengan plat yang disambung atau plat penyambung yang dirancang sesuai dengan untuk tarikan dalam tampang bersih, maka plat tersebut tidak memisah tetapi akan meregang yang tergantung pada

AE

PL sehingga baut-baut yang didepan akan mengalami regangan geser yang

cocok ataupun terpotong jika regangan dan pergeseran baut tersebut terlalu besar. Jika sambungan tersebut cukup pendek sehingga semua baut memikul beban, maka baut pertama akan meregang dengan plat. Analisa kecocokan regangan jarang dibuat karena faktor-faktor keamanan yang digunakan bersama-sama dengan sifat keliatan baja adalah sedemikian rupa sehingga kecuali untuk sambungan yang panjang, hanya baut-baut yang pertama dalam sebuah sambungan yang meluluh.

II.4.2. Jarak tepi

Jika baut-baut dalam garis tegangan diletakkan terlalu dekat ke tepi, maka mungkin akan merobek plat tersebut. PPBBI 1983 menetapkan jarak antara baut paling luar ke tepi atau ke ujung bagian yang disambung, tidak boleh kurang dari


(32)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

1,2d dan tidak boleh lebih besar dari 3d atau 6t dimana d adalah diameter baut t adalah tebal terkecil dari plat penyambung atau plat yang disambung.

1,2d< s<3d atau 6t

Gambar 2.3. Kehancuran desak pada plat [Salmon. 1994]

II.4.3 Distribusi Baut dan Jarak Antar Baut

Suatu sambungan dimana bahan yang disambungkan bersentuhan secara cukup baik sehingga gesekan yang dihasilkan dalam pengikatan akan uniform di antara bagian-bagian tersebut. Jika baut-baut tersebut terlalu dekat satu sama lain maka akan didapatkan interferensi, karena koefisien gesekan maksimum (µ) adalah 0,35. Selain itu, jarak antara yang terlalu dekat dapat menyebabkan kesukaran dalam memasangkan alat-alat penyambungnya.

PBBI 1983 juga menetapkan bahwa pada sambungan yang terdiri dari satu baris baut, jarak dari sumbu ke sumbu dari dua baut yang berurutan tidak boleh kurang dari 2,5d dan tidak boleh lebih besar dari 7d atau 14t, sedangkan jarak antara satu baut dengan baut terdekat pada sambunganyang terdiri dari 2 baris baut tidak boleh lebih besar dari 7d-0,5µ.


(33)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

S1

µ

S1

S1

S

S1

Gambar 2.4. Jarak antara baut dalam satu baris yang tidak berseling [PBBI. 1983]

Apabila sambungan terdiri lebih dari satu baris baut yang dipasang berseling, jarak antara baris-baris baut (µ) tidak boleh kurang dari 2,5d dan tidak boleh lebih besar dari 7d atau 14t, sedangkan jarak antara satu baut dengan baut terdekat pada baris lainnya tidak boleh lebih besar dari 7d atau 14t.

S2

S2

S1

S1

S1

µ

µ

S1

Gambar 2.5. Jarak antara baut dalam satu baris yang berseling [PBBI. 1983]


(34)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009 II.4.4. Panjang Baut

Pada baut yang berkekuatan tinggi untuk harga perbandingan d L

sampai

kira-kira 9 tidak akan ada terjadi kehilangan efisiensi seperti pada paku keling

yang ternyata jika perbandingan panjang dan diameter d L

lebih besar dari 5 maka

akan mengalami hilangnya efisiensi.

L

d

Gambar 2.6. Ukuran efektif baut

BAB III

MOMEN AKIBAT BAUT PADA SAMBUNGAN BAJA

III.1. Umum

Kekuatan maupun tegangan yang dapat dikerahkan oleh baja tergantung dari mutu baja. Besarnya tegangan normal yang diijinkan untuk pembebanan sama dengan tegangan dasar. Besarnya tegangan geser yang diijinkan untuk pembebanan sama dengan 0,58 kali tegangan dasar.[Sunggono.1995]


(35)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

Untuk elemen baja yang mengalami kombinasi tegangan normal dan geser, maka tegangan ideal yang terjadi tidak bolehmelebihi tegangan dasar.

σ i = σ ………. (III.2) σ i =

2 2

σ + ………..…………....(III.3)

Untuk pembebanan sementara (akibat berat sendiri, beban berguna, gaya gempa dan angin) besarnya tegangan dasar baja dapat dinaikkan sebesar 30%.

σ sem = 1,3σ ………... (III.4)

dimana : σ t = Tegangan tarik ijin σ d = Tegangan tekan ijin σ b = Tegangan lenturijin τ = Tegangan geser ijin

Jika pada penampang/profil telah dipasang baut, maka perlu diperhatikan:

a. Tegangan rata-rata pada suatu penampang berlubang dari suatu batang yang bekerja gaya tarik, tidak boleh lebih besar dari 0,75 kali tegangan dasar

b. Tegangan rata-rata yang dimaksud dapat dihitung dengan persamaan : σ r =

n

F N

………(III.5)

dimana : σ r = tegangan rata-rata


(36)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

Fn = luas penampang bersih terkecil Fn dapat dihitung dengan persamaan

Fn = F-nds + Σ µ 4

2 s t

(potongan 1-2-3) ……….(III.6)

Atau

Fn = F- nds (potongan 1-3) ………..(III.7)

N N

µ

µ

3

2

1

Gambar 3.1. Penampang berlubang [Sunggono. 1995]

dimana:

F = luas penampang utuh s = tebal penampang d = diameter lubang

t = jarak lubang ke lubang pada arah sejajar sumbu batang µ = jarak lubang ke lubang pada arah tegaklurus sumbu batang n = banyaknya lubang dalam garis potongan yang ditinjau

Banyaknya baut yang dipasang pada 1 baris yang sejajar gaya tidak boleh lebih dari 5 buah. Jika ternyata sambungan memerlukan baut lebih dari 5 buah, maka baut tersebut disusun dalam 2 baris atau lebih.[ PBBI’83 bab 8].


(37)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

Pada prinsipnya, pemasangan baut lebih membutuhkan tempat berhubung dengan alat pemasangannya. Pemasangan baut dengan jarak yang lebih besar dapat menyebabkan bagian yang dibaut menjadi cembung, sehingga sambungan jadi mudah berkarat.

Dengan mengacu pada PBBI 83, jarak antara sumbu baut paling luar ke tepi atau ke ujung bagian yang disambung tidak boleh kurang dari 1,2d dan tidak boleh lebih besar dari dari 3 atau 6t (dimana t adalah tebal terkecil bagian yang disambungkan):

2,5d ≤s ≤7d atau 14t 1,5d≤s1≤3d atau 6t dimana : d = diameter baut

s = jarak antara baut

t = tebal terkecil bagian yang disambungkan

S

S1

h

w

S2

Gambar 3.2. Penempatan baut [Sunggono. 1995]


(38)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

Penentuan w : h dibulatkan ke angka puluhan terdekat yang lebih besar dan kemudian dibagi dua

h h′ w =

2 h

maka S2 =h−−w jarak minimum :

S1 = 1,5d untuk σ tp = 1,6σ S1 = 2d untuk σ tp = 2σ S2 = 1,5d ; t = 3d

Jarak antara baut (s) juga tidak boleh terlalu jauh, sebab akan terjadi tertekuknya pelat, maka tmaks ≤ 7d atau14kali tebal terkecil pelat yang terletak paling luar atau tebal flens terkecil.

III.2. Momen sekunder akibat penempatan/posisi baut

Suatu sistem batang dimana pada kedua ujungnya berupa perletakan sendi dikerjakan gaya P (tekan) karena pengerjaan yang tidak (tidak mungkin) sempurna dimana garis sumbu atau garis berat dan garis kerja gaya P tidak berimpit, maka ada eksentrisitas yang akhirnya menimbulkan momen


(39)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

δf2

δf1 garis kerja gaya

as batang P

P

e

Gambar 3.3. Pengaruh eksentrisitas pada batang tekan [Sunggono. 1995]

Momen ∆M1 = P.e akan menimbulkan ∆f1. Karena adanya ∆f1, maka timbul ∆M2. Dengan adanya ∆M2, akan timbul ∆f2 ( >∆f1) dan menimbulkan

∆M3 =P (e + ∆f2 ) >∆M2 , dst.

Selanjutnya ada 3 kemungkinan:

1. Pada akhirnya tercapai keseimbangan Md = ML Md = Momen dalam ; ML =Momen luar

2. Tidak tercapai keseimbangan, akhirnya batang patah oleh karena terjadi tekuk

3. Pada suatu batas, gaya yang dapat dipikul (gaya batas) disebut gaya kritis atau gaya tekuk.


(40)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009 k =

F Pk

……….. (III..8)

k = Tegangan akibat gaya tekuk Pk = Pkritis = Ptekuk = gaya/beban tekuk Jika P < Pk → tercapai keseimbangan P > Pk → batang patah karena tekuk Gaya/tegangan tekuk ini tergantung dari:

1. Sifat bahan yang bersangkutan 2. Panjang tekuk (lk)

3. Momen inersia terkecil (Ix atau Iy yang terkecil) 4. Jari-jari kelembaman/inersia minimum (imin)

imin = F Imin

F = luas penampang batang

III.2.1 Batang tekan majemuk

Ada kalanya suatu bentuk profil tidak menguntungkan dipasang sebagai profil tunggal dan sering kali karena beban/gaya luar yang besar, maka satu profil tidak cukup kuat, sehingga kita harus memakai batang majemuk yang terdiri dari dua buah batang atau lebih.


(41)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

Iyo

e

ixo

iyo iyo

Gambar 3.4. Bentuk Penampang Profil [ Gunawan, Rudi.1987] ixo, iyo ; momen inersia pada batang profil tunggal

Ixo, Iyo ; momen inersia pada batang majemuk

Ix > Iy Iy =Imin Iy > Ix Ix =Imin

III.2.2 Penentuan dimensi 1. Perhitungan pendekatan

Taksir tegangan kritis (Fcr) 80% Fcr=

σ %. 75

P

Fcr= σ 6 , 0

P


(42)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

Jika menggunakan kanal ganda, maka tegangan diatas dibagi dua untuk pendimensian pofil. Nilai Fcr ini dicoba dengan profil tertentu yang ada pada tabel profil dengan ketentuan:

Imin (ada) ≥ Imin (perlu)

→ F dan Imin didapatkan diperoleh dari tabel profil baja.

2. Kemudian profil tersebut dikontrol dengan cara:

• Kontrol lenturan terhadap sumbu X

Kelangsingan pada arah tegak lurus sumbu x-x pada batang tunggal dihitung dengan persamaan:

λx=

x k

i l

………....(III.10)

Dimana Lkx adalah panjang tekuk batang tersusun pada arah tegak lurus sumbu x-x dengan memperhatikan penopang-penopang samping yang ada dan ujung-ujung batang sedangkan ix adalah jari-jari kelembaman dari batang tersusun terhadap sumbu x-x dengan persamaan :

i x =

tot xt A

I

cm ………(III.11)

Inersia profil sumbu x (Ixt) dan luas profil (Atot) :

Ixt = 2. Ixo cm4

2 2 Acm Atot =

Batang-batang tekan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga terjamin sstaabilitasnya (tidak ada bahaya tekuk). Hal ini dapat ditentukan dengan persamaan :


(43)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009 λg=

1 7 , 0 σ

π E ………. (III.12)

λs= g x

λλ ………. (III.13)

Untuk λs ≤,183, maka w = 1 ………... (III.14a) x 0,183<λs <1, maka w = x

s

λ

593 , 1

41 , 1

…………... (III.14b)

λs ≥1, maka w = 2,381.x

2

S

λ ………...…….……... (III.14c)

σtkx=

x

w

σ kg/cm2

……….…….. (III.15)

Check gaya batang yang dapat dipikul:

x

P = A . tot σtkx > P kg…… ok ……..………... (III.16)

Jika Px<P, maka profil harus diganti dengan profil yang lebih besar. • Kontrol lenturan terhadap sumbu Y

Pada arah tegak lurus sumbu bebas bahan y-y, harus dihitung kelangsingan ideal λiy dengan persamaan :

2 1 2

2 λ λ

λyi = y + m ……….. (III.17)


(44)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009 λx=

x k

i l

………..…….(III.18)

Check gaya batang yang dapat dipikul:

Py= A . tot σtky > P kg…..ok …...………..….(III.19) Sama halnya saat check gaya batang yang dapat dipikul saat melentur terhadap sumbu x, jika Jika Py<P, maka profil harus diganti dengan profil yang lebih besar.

Setelah dimensi profil diketahui, maka jumlah baut yang diperlukan harus dihitung terhadap desak maupun terhadap geser.

Jumlah baut yang diperlukan terhadap kekuatan desak:

σ δ

σ

δ. . .d.1,5 P d

P n

tp

=

= ……….. ...………...(III.20a) Jumlah baut yang diperlukan terhadap kekuatan geser:

σ π

σ

π . . .0,58. 4

1 . 2 .

. . 4 1 .

2 2 d2

P d

P n

tp =

= ……… ...………….…..….(III.20b )

Tegangan-tegangan yang diizinkan dalam menghitung kekuatan baut adalah sebagai berikut:

 Tegangan geser yang diizinkan :

τ = 0,6σ ………...………..….(III.21a)

 Tegangan tarik yang diizinkan :

ta


(45)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

 Kombinasi tegangan geser dan teganga tarik yang diizinkan : 1

σ = 2 2 56 , 1 τ

σ + ≤ σ ………..….(III.21c)

 Tegangan tumpu yang diizinkan

tu

σ = 1,5σ untuk S1≥2d ………..….(III.21d)

tu

σ = 1,2σ untuk 1,5d≤S1≤2d dimana :

S1 = jarak dari sumbu baut yang paling luar ke tepi bagian yang disambung

d = diameter baut σ = tegangan dasar

Penambahan baut harus diperhitungkan berdasarkan rumus :

n≥ N N

    

  

+ p

p

A A

A

………...(III.22)

dimana :

n = jumlah penambatan baut

N = gaya yang bekerja pada sambungan Ap = luas penampang pelat pengisi

( Bila pelat pengisi ada pada kedua sisi pelat yang disambung maka Ap = luas pelat pengisi yang paling tebal)


(46)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

Adanya eksentrisitas akibat penempatan baut tidak pada garis kerja gaya

s

e1

1 2P

v K

K

v

1 2P

P

Gambar 3.5. Eksentrisitas akibat penempatan baut tidak pada garis kerja gaya [Oentoeng.2004]

Gaya P dipindahkan ke tempat baut dipasang, maka diperlukan momen sebesar M=P.e1 ………...….(III.23)

(e1 jarak antara garis kerja gaya dengan penempatan baut):

a. akibat gaya tarik geser P, pada masing-masing baut terjadi gaya reaksi

sebesar 2 1

P

b. Akibat Momen=P.e1 pada masing-masing baut terjadi gaya reaksi arah vertikal v, dimana M= P.e1=Vs (s=jarak antara baut)

P.e1 = Vs →V = s

e P. 1

Maka masing-masing baut menerima gaya geser sebagai resultante dari 2 1

P


(47)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

K = 2

2 1

V P+

    

Besarnya gaya K ini ≈20% lebih besar dari 2 1

P. Jadi dalam

perhitungan banyaknya baut yang diperlukan dilakukan sebagai berikut :

1. Hitung dulu gaya geser P saja, diperlukan n baut

2. Kemudian dengan memperhitungkan pengaruh M = P.e1 diperoleh banyaknya baut : n′= ϕ x n dimana ϕ adalah sama dengan K=1,20

Selanjutnya besarnya ϕ ini dapat dibaca pada tabel sebagai berikut: Daftar I (untuk satu deret baut):

Jumlah baut 2 3 4 5

ϕ 1,2 1,11 1,07 1,05

Daftar II (untuk dua deret baut):

Jumlah baut 2+2 3+3 4+4 5+5

ϕ 1,6 1,4 1,25 1,20

Cat : a. Bila dipakai (2+3) maka ϕ=1,6 b. Bila dipakai (3+4) maka ϕ=1,4


(48)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

c. Bila dipakai (3+5) maka ϕ=1,25

Dalam tabel dapat dilihat bahwa makin banyak jumlah baut, makin kecil ϕ-nya. Hal ini disebabkan karena jika jarak a makin besar , besarnya makin kecil sehingga harga ϕ makin kecil.

Memperbesar banyaknya baut dengan cara ini hanya berlaku bila beban yang dipikul merupakan beban berulang, misalnya beban gempa , mesin dan sebagainya.

Apabila beban yang dipikul adalah beban statis, pengaruh momen sekunder M=P.e1 dapat diabaikan (PPBBI ’83 Bab 8.1 ayat 4).

“Letak pusat titik berat pada sekelompok paku keling, baut, baut mutu tinggi atau las yang memikul gaya axial harus diusahakan beerimpit dengan garis berat dari profil yang disambung. Apabila titik berat tersebut diatas tidak berimpit dengan garis berat profil, maka perencanaan sambungan sebaiknya memperhitungkan juga adanya eksentrisitas. Ketentuan ini tidak berlaku untuk profil siku atau dobel siku yang tidak menglami tegangan yang bolak-balik/berubah arah”

III.2.3 Penghitungan Momen Sekunder

Momen sekunder terjadi akibat garis netral masing-masing profil tidak berada pada satu garis lurus oleh karena sistem pemasangan dilapangan, dimana pusat berat gaya tidak berada di pusat berat baut. Secara teoritis, garis sistem gaya harus segaris, akan tetapi terjadi penyimpangan oleh karena pertambahan pelat-pelat perkuatan sehingga momen tersebut mempengaaruhi rencana jumlah baut.


(49)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

K2y

K4y

K4x K4

K3 K3x

K2y K2 K2x K1

Kix

e

P

Kiy

M

y

z

Gambar 3.6. Gaya yang tidak melalui pusat berat z (eksentrisitas gaya terhadap pusat berat z)

1. Gaya P mempunyai eksentrisitas e terhadap pusat berat baut.

2. Gaya P dipikul sama rata oleh masing-masing baut sebesar Nv = n P

(n =

banyaknya baut)

3. Makin jauh baut terhadap z, makin besar gaya reaksi baut karena dipakai baut yang ukurannya sama maka yang ditinjau cukup yang paling berbahaya, yaitu baut yang terjauh dari z

4. Akibat M = P.e maka dapat dicari besarnya Kx dan Ky sebagai berikut :


(50)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

akibat M → kg cm r

y M

K u

x /

. 2 Σ

= ….…….………..(III.24a) dimana 2 2 2

y x r =Σ +Σ Σ

kg cm r

M K ux

y 2 /

. Σ

= ... ……….……....(III.24b) akibat lintang →

paku x x

n D

K = ……….….…...(III.24c) dimana Dx = Pweb

Rbaut =

(

kx +kx1

)

2 +ky2 …. ……….….…...(III.25) dengan ketentuan RbautPgs/Pds

Jika ukuran baut tidak mampu menahan pertambahan momen ini, maka diameter baut diperbesar atau jumlah baut ditambah.

Bila beban P diberikan pada suatu garis kerja yang tidak melalui pusat dari kelompok, maka kita akan dapatkan pengaruh beban eksentrisitas.


(51)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

[Bowles, Joseph. 1985]

Beban P dengan eksentrisitas e, secara statis ekivalen dengan momen P.e ditambah beban konsentris P yang keduanya bekerja pada sambungan karena baik momen maupun beban konsentris tersebut menimbulkan pengaruh geser pada kelompok baut.

P

M=P.e

e

P

Gambar 3.8. Gabungan momen dan gaya geser langsung [Bowles, Joseph. 1985]


(52)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

BAB IV

APLIKASI

Jembatan konstruksi baja mempunyai aneka ragam jenis dan bentuk, antara lain: jembatan gelagar sederhana, jembatan plate girder atau berdinding penuh, jembatan komposit baja dengan beton bertulang, jembatan box girder atau bentuk kotak, jembatan rangka, jembatan gantung (suspension bridge). Jenis jembatan yang akan dibahas pada kesempatan ini adalah jembatan rangka baja.

Secara umum, dibandingkan dengan jembatan lainnya (misalnya jembatan plate girder) maka jembatan rangka baja adalah menguntungkan dimana batang-batang utama rangka baja memikul gaya-gaya aksial tekan dan tarik. Dengan ketinggian rangka sedemikian rupa, kekakuan jembatan arah melintang lebih besar, bila dibandingkan dengan jembatan berdinding penuh (plate girder). Karena bagian-bagian utama rangka batang terdiri dari komponen-komponen kecil maka tidak sulit diangkut ke lokasi. Untuk jembatan bergerak (misalnya pada perlintasan kapal) jembatan rangka baja adalah sangat tepat dipergunakan karena lebih ringan dari jembatan lainnya sehingga tenaga penggerak bisa dihemat.


(53)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.

USU Repository © 2009

Bentuk-bentuk dari jembatan rangka ini pun banyak, antara lain: rangka diagonal naik dan turun (gelagar rangka V), diagonal turun (rangka N), diagonal naik (rangka N), gelagar K, gelagar rangka diagonal belah ketupat, gelagar dengan diagonal turun dengan rangka anak, gelagar rangka bentuk V dengan rangka anak, dan bentuk jembatan rangka yang ditinjau saat ini adalah jembatan rangka diagonal naik (rangka N) dengan pembebanan yang ditentukan sendiri.

Pada skets gambar di bawah, berat sendiri jembatan akan mengakibatkan batang vertikal menjadi batang positif (tarik) dan batang batang diagonal menjadi batang negative (tekan) tetapi tidak diikitsertakan dalam penghitungan gaya.

Besarnya gaya terpusat yang bekerja untuk setiap buhul tengah adalah P=10T. Besarnya gaya terpusat yang bekerja untuk setiap buhul tengah adalah P=10T dan untuk titik buhul tepi sebesar 12P=5T.

Perhitungan gaya batang akibat P ini akan dihitung dengan metode Kesetimbangan Titik Buhul dan kontrol hasil perhitungan dilakukan dengan Metode Ritter. Hasil perhitungan dengan Kesetimbangan Titik Buhul dianggap benar apabila persentase selisihnya dengan Metode Ritter ≤ 3%.

Gaya batang juga di kontrol dengan menggunakan SAP 2000 dan memiliki hasil yang sama.(lampiran)


(54)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009.


(55)

Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya (Alat Sambung Baut), 2009. USU Repository © 2009


(56)

IV.1. Perhitungaan Gaya batang

(

10x10T

)

50T

2 1

RA = =

(

10x10T

)

50T 2

1

RB = =

Gaya-gaya yang terjadi dihitung dengan kesetimbangan titik buhul (lihat tabel dibawah).

Kontrol dengan Ritter:

ΣME1 =0

45.12-10.8-10.4 – B3.4,5 = 0 B3 = 93,3 ΣME =0 45.12-10.8-10.4- A2.4,5 = 0 A2 = 93,3 T ΣV =0 45-10-10 + D3 sinα = 0

02 , 6

5 , 4 sin =

→ α

D3 = 33,4 T


(57)

Daftar gaya-gaya batang dengan ksetimbangan titik buhul :

Batang Lk (cm) Tarik (kg) Tekan (kg)

A1 400 40000

A2 400 71100

A3 400 93300

A4 400 106650

A5 400 106650

A6 400 93300

A7 400 71100

A8 400 40000

B1 400 40000

B2 400 71000

B3 400 93300

B4 400 106650

B5 400 111100

B6 400 111100

B7 400 106650

B8 400 93300

B9 400 71100

B10 400 40000

V1 450 45000

V2 450 35000

V3 450 25000

V4 450 15000

V5 450 10000

V6 450 15000

V7 450 2500

V8 450 35000

V9 450 45000


(58)

D2 602,08 46800

D3 602,08 33450

D4 602,08 20065

D5 602,08 6700

D6 602,08 6700

D7 602,08 20065

D8 602,08 33450

D9 602,08 46800

D10 602,08 60200

Ternyata besarnya gaya batang A2, B3 dan D3 dengan Metode Ritter sama besar dengan gaya batang dengan Kesetimbangan titik Buhul.

IV.2. Perencanaan Dimensi Profil Rangka Batang

Satu buah titik buhul merupakan sepasang pelat dengan perkuatan sedemikuan rupa, artinya jarak kedua pelat adalah tetap. Melihat besar gaya-gaya batang yang mempunyai selisih kecil, maka pengelompokan gaya-gaya dibuat untuk pendimensian profil.

1. Batang A1, A8, B1, B10

P = 45000 kg Lk = 400 cm

Bj 44 σ1=2800kg/cm2 σ =1867 kg/cm2


(59)

Taksir tegangan kritis (Fcr) dengan mengunakan persamaan (III.9)

80% Fcr=

σ %. 75

P

= →Fcr

1867 . 6 , 0

45000

F = 40,17cmcr 2

Maka untuk 1profil Fcr = 20,08 cm2

Coba profil ⊂14, data-data yang didapat dari table profil konstruksi baja:

A = 20,4 cm2 s = 1,75cm

Ix = 605 cm4 ixo = 545 cm

Iy = 62,7 cm4 iyo = 1,75 cm

Kontrol profil:

• Melentur terhadap sumbu X Ixt = 2. Ixo = 2 . 605 = 1210 cm4

2 8 , 40 4 , 20 . 2

2A cm

Atot = = =

Jari-jari kelembaman dihitung dengan persamaan (III.11)

i x =

tot xt A

I =

40,8 1210

= 5,45 cm

Kelangsingan pada arah tegak lurus x dihitung dengan persamaan (III.10)

iyo

ixo

2a

Iy

Iy


(60)

x λ = x k i l = 5,45 400 = 73,39 g λ = 1 7 , 0 σ π E =

2800 . 7 , 0 10 . 1 , 2 6

π = 102,83

Maka hitung besarnya tekuk dengan persamaan (III.13) atau dengan menggunakan daftar faktor tekuk (w) pada PBBI’83.

s

λ =

g x

λλ = 102,83 73,39 = 0,714 x w = s λ − 593 , 1 41 , 1 = 0,714 593 , 1 41 , 1

− = 1,604 Maka σtkx=

x

w σ =

1,604 1867

= 1163,89 kg/cm2

Check gaya batang yang dapat dipikul:

x

P = AF . tot σtkx = 40,8. 1163,89 = 47486,9 kg > P = 45000 kg…… ok

• Kontrol terhadap sumbu –Y Iyt = 2 [Iy + a2.A] = 125,4 + 40,8.a2

5 , 87 75 , 1 . 50 .

50 1 1

1

1= ≤ → = yo = =

yo i L i L λ λ Jumlah medan:

4,57 5

5 , 87 400 1 ≅ = = = L L n k


(61)

cm n L L k 80 5 400

1 = = =

71 , 45 75 , 1 80 min 1

1= = =

i L λ g λ = 1 7 , 0 σ π E =

2800 . 7 , 0 10 . 1 , 2 6

π = 102,83

s

λ =

g x

λλ = 102,83 0,445 45,71 = y w = s λ − 593 , 1 41 , 1 = 445 , 0 593 , 1 41 , 1

− = 1,227

i y = tot yt A I = 40,8 40,8.a2 125,4+

= 3,07+a2

y λ = y k i l = 2 07 , 3 400 a + 2 1 2 2 λ λ

λyi = y + m =

2 2

2 2.45,71

2 07 , 3 400 +         +a


(62)

Syarat: λyix

⇔ 2

2

2 45,71

07 , 3

400

+     

  

+a

= 73,45

⇔ 2

2

2 5,71

07 , 3

400

+     

  

+a

= 73,452

⇔ a = 6,73≈6,75

s

a

Y

yo

yo

X

xo

b

Check a = 6,75cm

Iyt = 2 [Iy + F. a2.A] = 125,4 +40,8.6,752 =1984,35 cm4

= y

i

40,8 1984,35

= =6,79cm2

y

λ =

y k

i l

= 57,35 79

, 6

400


(63)

5 75 , 4 50 75 , 1 400

1= ≤ →n> ≈

n λ cm n L L k 80 5 400

1 = = =

71 , 45 75 , 1 80 min 1

1 = = =

i L λ 2 1 2 2 λ λ

λyi = y + m =

2 2 71 , 45 . 2 2 35 ,

57 + = 73,34

g λ = 1 7 , 0 σ π E =

2800 . 7 , 0 10 . 1 , 2 6

π = 102,83

λs= g x

λλ = 102,83 0,713 73,34

=

wy=

s λ − 593 , 1 41 , 1 = 713 , 0 593 , 1 41 , 1

− = 1,6026 Maka σtky=

y

w σ =

1,6026 1867

= 1165,22 kg/cm2

Check gaya batang yang dapat dipikul:

y

P = A . tot σtky = 40,8. 1165,22 = 47540,97 kg > P = 45000 kg…..ok

Maka profil ⊂14mampu memikul gaya batang, tapi untuk penghindaran air hujan dan endapan kotoran pada profil, diperlukan minimum satu buah pelat tepi atas pada penampang batang.


(64)

Maka kita harus menghitung titik berat pofil gabungan diatas

5 , 17

= =s x

53 . 10 7 . 140 53 . 10 60 . 6

141 . 53 . 10 76 . 140 . 7 11 . 53 . 10 3 . 60 . 6

+ +

+ + +

+ =

y

=65,05mm (dari atas)

Maka profil yang dipakai ⊃⊂14 dengan pelat 1buah 6x220mm


(65)

P = 71100 kg Lk = 400 cm

Bj 44 σ1=2800kg/cm2 σ =1867 kg/cm2

Karena diatas telah kita dapatkan dimensi profil, maka untuk batang A8 akan digunakan profil ⊂14juga.

A = 20,4 cm2 s = 1,75cm

Ix = 605 cm4 ixo = 545 cm

Iy = 62,7 cm4 iyo = 1,75 cm

Kontrol profil:

• Melentur terhadap sumbu X Ixt = 2. Ixo = 2 . 605 = 1210 cm4

2 8 , 40 4 , 20 . 2

2A cm

Atot = = =

i x =

tot xt A

I =

40,8 1210

= 5,45 cm

x

λ =

x k

i l

= 5,45

400

= 73,39

g

λ =

1 7 , 0 σ π E =

2800 . 7 , 0

10 . 1 ,

2 6

π = 102,83

iyo

ixo

2a

Iy

Iy


(66)

s

λ =

g x

λλ = 102,83 73,39

= 0,714

x

w =

s

λ

593 , 1

41 , 1

=

0,714 593

, 1

41 , 1

− = 1,604 Maka σtkx=

x

w σ =

1,604 1867

= 1163,89 kg/cm2

Check gaya batang yang dapat dipikul:

x

P = A . tot σtkx = 40,8. 1163,89 = 47486,9 kg < P = 71100 kg……no ok

Karena batang tidak mampu memikul P, maka tebal pelat perkuatan ditambah.

Ixtot = Ixprofil + Ixplat

= . . 3 . . 2 12

1 .

2Ix+ bh +bhe

= .1.223 1.22.7,2 2328,3 4 12

1 605 .

2 = cm

  

+


(67)

44 , 310 15 . 2 1 3 , 2328 = = x w

Atot = Aprofil +Aplat =2.20,4+2.1.22=62,8cm2 i x = tot xt A I = 62,8 3 , 328 2 3 = 6,08 x λ = x k i l

= 65,69 08 , 6 400 = g λ = 1 7 , 0 σ π E =

2800 . 7 , 0 10 . 1 , 2 6

π = 102,83

λs=

g x

λλ = 102,83 0,638 65,69

=

w = x

s λ − 593 , 1 41 , 1 = 638 , 0 593 , 1 41 , 1

− = 1,477 Maka σtkx=

x

w σ =

1,477 1867

= 1263,34 kg/cm2

Check gaya batang yang dapat dipikul:

x

P = A . tot σtkx = 62,8. 1263,34 = 79338,08 kg > P = 71100 kg…..ok

Melentur terhadap sumbu Y:

Iyt = [Iyt + . a

2


(68)

= y

i

62,8 2986,72

= 6,896

y λ = y k i l

= 58

896 , 6 400 = 5 57 , 4 50 75 , 1 400

1 = ≤ →n≥ ≅

n λ 71 , 45 75 , 1 80 min 1

1 = = =

i L λ 2 1 2 2 λ λ

λyi = y + m =

2 2 71 , 45 . 2 2

58 + = 73,84

g λ = 1 7 , 0 σ π E =

2800 . 7 , 0 10 . 1 , 2 6

π = 102,8

λs=

g x

λλ = 102,83 0,718 73,84


(69)

wy= s λ − 593 , 1 41 , 1 = 613 , 1 593 , 1 41 , 1

− = 1,613 Maka σtky=

y

w σ =

1,613 1867

= 1157,45 kg/cm2

Check gaya batang yang dapat dipikul:

y

P = A . tot σtky = 67,2. 1157,45 = 77781,2kg > P = 71100kg….. ok Maka kita harus menghitung titik berat pofil gabungan

5 , 17 = =s x mm

y 62,95

60 . 10 120 . 7 60 . 10 60 . 10 145 . 60 . 10 80 . 120 . 7 15 . 60 . 10 5 . 60 . 10 = + + + + + +

= (dari atas)


(70)

3. Batang A3, A6, B3, B8

P = 93300 kg Lk = 400 cm

Bj 44 σ1=2800kg/cm2 σ =1867 kg/cm2

Karena profil ⊂14 dengan pelat 1buah 10x220mm hanya mampu memikul P=79338,08kg, maka pelat kita tambah dengan syarat jika merupakan batang atas, maka pelat berada diatas, jika merupakan batang bawah maka pelat berada di bawah.

Kontrol profil:

• Melentur terhadap sumbu X Ixtot = Ixprofil + Ixplat

= . . 3 . . 2 12

1 .

2Ix+ bh +bhe

= 3 2 4

66 , 2984 7

. 22 . 1 22 . 1 . 12

1 605 .

2 = cm

  

+


(71)

08 , 373 16 . 2 1 66 , 2984 = = x

w Atot = Aprofil +Aplat =2.20,4+2.1.22=84,8cm2

i x = tot xt A I = 84,8 984,66 2 = 5,93 x λ = x k i l

= 67,42 93 , 5 400 = g λ = 1 7 , 0 σ π E =

2800 . 7 , 0 10 . 1 , 2 6

π = 102,83

λs= g x

λλ = 102,83 0,656 67,42

=

w = x

s λ − 593 , 1 41 , 1 = 656 , 0 593 , 1 41 , 1

− = 1,504 Maka σtkx=

x

w σ =

1,504 1867


(72)

Check gaya batang yang dapat dipikul:

x

P = A . tot σtkx =84,8. 1241,12 = 105247,02 kg > P = 93300 kg…..ok

Melentur terhadap sumbu Y

Iyt = [Iyt + . a

2

.Atot]= 125,4 +6,752.84,8 = 3989,10 cm4

= y

i

84,8 3989,10

= 6,86

y

λ =

y k

i l

= 58,25 86

, 6

400

=

5 57 , 4 50

75 , 1 400

1 = ≤ →n≥ ≅

n λ

71 , 45 75 , 1

80 min

1

1 = = =

i L λ

2 1 2

2 λ λ

λyi = y + m =

2 2

71 , 45 . 2 2 25 ,


(73)

g λ = 1 7 , 0 σ π E =

2800 . 7 , 0 10 . 1 , 2 6

π = 102,8

λs= g x

λλ = 102,83 0,720 74,04

=

wy=

s λ − 593 , 1 41 , 1 = 720 , 0 593 , 1 41 , 1

− = 1,615 Maka σtky=

y

w σ =

1,615 1867

= 1155,87 kg/cm2

Check gaya batang yang dapat dipikul:

y

P = A . tot σtky = 84,8. 1155,87 = 98018,01 kg > P = 93300 kg….. ok Maka kita harus menghitung titik berat pofil gabungan

5 , 17 = x mm

y 68,7

60 . 10 120 . 7 60 . 10 60 . 10 60 . 10 155 . 60 . 10 90 . 120 . 7 25 . 60 . 10 15 . 60 . 10 5 . 60 . 10 = + + + + + + + +


(74)

Maka profil yang dipakai ialah ⊃⊂14 dengan pelat 2buah 10x220mm 4. Batang A4, A5, B4, B5, B6, B7

P = 111100 kg Lk = 400 cm

Bj 44 σ1=2800kg/cm2 σ =1867 kg/cm2

Karena profil ⊂14 dengan pelat 2buah 10x220mm hanya mampu memikul P=10934,2kg, maka pelat kita tambah dengan syarat jika merupakan batang atas, maka pelat berada diatas, jika merupakan batang bawah maka pelat berada di bawah.

Kontrol profil:

• Melentur terhadap sumbu X


(75)

= . . 3 . . 2 12

1 .

2Ix+ bh +bhe

= .2,6223 1.22.8,32 7457,57 4 12

1 605 .

2 = cm

     + + 5 , 898 6 , 16 . 2 1 57 , 7457 = = x w

Atot = Aprofil +Aplat =2.20,4+2,6.22=97,6cm2 i x = tot xt A I = 97,6 457,57 7 = 8,74 x λ = x k i l

= 45,76 74 , 8 400 = g λ = 1 7 , 0 σ π E =

2800 . 7 , 0 10 . 1 , 2 6

π = 102,83

s

λ =

g x

λλ = 102,83 0,445 45,76

=

w = x

s λ − 593 , 1 41 , 1 = 445 , 0 593 , 1 41 , 1

− = 1,228 Maka σtkx=

x

w σ =

1,228 1867

= 1520 kg/cm2

Check gaya batang yang dapat dipikul:

x


(1)

(2)

Joint OutputCase CaseType F3

Text Text Text Kgf

1 DEAD LinStatic 50000.00

11 DEAD LinStatic 50000.00

Table: Element Forces - Frames

Frame Station OutputCase CaseType P

Text m Text Text Kgf

A1 0.00000 DEAD LinStatic -40000.00

A1 0.50000 DEAD LinStatic -40000.00

A1 1.00000 DEAD LinStatic -40000.00

A1 1.50000 DEAD LinStatic -40000.00

A1 2.00000 DEAD LinStatic -40000.00

A1 2.50000 DEAD LinStatic -40000.00

A1 3.00000 DEAD LinStatic -40000.00

A1 3.50000 DEAD LinStatic -40000.00

A1 4.00000 DEAD LinStatic -40000.00

A2 0.00000 DEAD LinStatic -71111.11

A2 0.50000 DEAD LinStatic -71111.11

A2 1.00000 DEAD LinStatic -71111.11

A2 1.50000 DEAD LinStatic -71111.11

A2 2.00000 DEAD LinStatic -71111.11

A2 2.50000 DEAD LinStatic -71111.11

A2 3.00000 DEAD LinStatic -71111.11

A2 3.50000 DEAD LinStatic -71111.11

A2 4.00000 DEAD LinStatic -71111.11

A3 0.00000 DEAD LinStatic -93333.33

A3 0.50000 DEAD LinStatic -93333.33

A3 1.00000 DEAD LinStatic -93333.33

A3 1.50000 DEAD LinStatic -93333.33

A3 2.00000 DEAD LinStatic -93333.33

A3 2.50000 DEAD LinStatic -93333.33

A3 3.00000 DEAD LinStatic -93333.33

A3 3.50000 DEAD LinStatic -93333.33

A3 4.00000 DEAD LinStatic -93333.33

A4 0.00000 DEAD LinStatic -106666.67

A4 0.50000 DEAD LinStatic -106666.67

A4 1.00000 DEAD LinStatic -106666.67

A4 1.50000 DEAD LinStatic -106666.67

A4 2.00000 DEAD LinStatic -106666.67

A4 2.50000 DEAD LinStatic -106666.67

A4 3.00000 DEAD LinStatic -106666.67

A4 3.50000 DEAD LinStatic -106666.67

A4 4.00000 DEAD LinStatic -106666.67

A5 0.00000 DEAD LinStatic -106666.67

A5 0.50000 DEAD LinStatic -106666.67

A5 1.00000 DEAD LinStatic -106666.67

A5 1.50000 DEAD LinStatic -106666.67

A5 2.00000 DEAD LinStatic -106666.67

A5 2.50000 DEAD LinStatic -106666.67

A5 3.00000 DEAD LinStatic -106666.67

A5 3.50000 DEAD LinStatic -106666.67

A5 4.00000 DEAD LinStatic -106666.67


(3)

Frame Station OutputCase CaseType P

Text m Text Text Kgf

A6 0.50000 DEAD LinStatic -93333.33

A6 1.00000 DEAD LinStatic -93333.33

A6 1.50000 DEAD LinStatic -93333.33

A6 2.00000 DEAD LinStatic -93333.33

A6 2.50000 DEAD LinStatic -93333.33

A6 3.00000 DEAD LinStatic -93333.33

A6 3.50000 DEAD LinStatic -93333.33

A6 4.00000 DEAD LinStatic -93333.33

A7 0.00000 DEAD LinStatic -71111.11

A7 0.50000 DEAD LinStatic -71111.11

A7 1.00000 DEAD LinStatic -71111.11

A7 1.50000 DEAD LinStatic -71111.11

A7 2.00000 DEAD LinStatic -71111.11

A7 2.50000 DEAD LinStatic -71111.11

A7 3.00000 DEAD LinStatic -71111.11

A7 3.50000 DEAD LinStatic -71111.11

A7 4.00000 DEAD LinStatic -71111.11

A8 0.00000 DEAD LinStatic -40000.00

A8 0.50000 DEAD LinStatic -40000.00

A8 1.00000 DEAD LinStatic -40000.00

A8 1.50000 DEAD LinStatic -40000.00

A8 2.00000 DEAD LinStatic -40000.00

A8 2.50000 DEAD LinStatic -40000.00

A8 3.00000 DEAD LinStatic -40000.00

A8 3.50000 DEAD LinStatic -40000.00

A8 4.00000 DEAD LinStatic -40000.00

B1 0.00000 DEAD LinStatic 40000.00

B1 0.50000 DEAD LinStatic 40000.00

B1 1.00000 DEAD LinStatic 40000.00

B1 1.50000 DEAD LinStatic 40000.00

B1 2.00000 DEAD LinStatic 40000.00

B1 2.50000 DEAD LinStatic 40000.00

B1 3.00000 DEAD LinStatic 40000.00

B1 3.50000 DEAD LinStatic 40000.00

B1 4.00000 DEAD LinStatic 40000.00

B2 0.00000 DEAD LinStatic 71111.11

B2 0.50000 DEAD LinStatic 71111.11

B2 1.00000 DEAD LinStatic 71111.11

B2 1.50000 DEAD LinStatic 71111.11

B2 2.00000 DEAD LinStatic 71111.11

B2 2.50000 DEAD LinStatic 71111.11

B2 3.00000 DEAD LinStatic 71111.11

B2 3.50000 DEAD LinStatic 71111.11

B2 4.00000 DEAD LinStatic 71111.11

B3 0.00000 DEAD LinStatic 93333.33

B3 0.50000 DEAD LinStatic 93333.33

B3 1.00000 DEAD LinStatic 93333.33

B3 1.50000 DEAD LinStatic 93333.33

B3 2.00000 DEAD LinStatic 93333.33

B3 2.50000 DEAD LinStatic 93333.33

B3 3.00000 DEAD LinStatic 93333.33

B3 3.50000 DEAD LinStatic 93333.33

B3 4.00000 DEAD LinStatic 93333.33

B4 0.00000 DEAD LinStatic 106666.67

B4 0.50000 DEAD LinStatic 106666.67

B4 1.00000 DEAD LinStatic 106666.67


(4)

Text m Text Text Kgf

B4 2.00000 DEAD LinStatic 106666.67

B4 2.50000 DEAD LinStatic 106666.67

B4 3.00000 DEAD LinStatic 106666.67

B4 3.50000 DEAD LinStatic 106666.67

B4 4.00000 DEAD LinStatic 106666.67

B5 0.00000 DEAD LinStatic 111111.11

B5 0.50000 DEAD LinStatic 111111.11

B5 1.00000 DEAD LinStatic 111111.11

B5 1.50000 DEAD LinStatic 111111.11

B5 2.00000 DEAD LinStatic 111111.11

B5 2.50000 DEAD LinStatic 111111.11

B5 3.00000 DEAD LinStatic 111111.11

B5 3.50000 DEAD LinStatic 111111.11

B5 4.00000 DEAD LinStatic 111111.11

B6 0.00000 DEAD LinStatic 111111.11

B6 0.50000 DEAD LinStatic 111111.11

B6 1.00000 DEAD LinStatic 111111.11

B6 1.50000 DEAD LinStatic 111111.11

B6 2.00000 DEAD LinStatic 111111.11

B6 2.50000 DEAD LinStatic 111111.11

B6 3.00000 DEAD LinStatic 111111.11

B6 3.50000 DEAD LinStatic 111111.11

B6 4.00000 DEAD LinStatic 111111.11

B7 0.00000 DEAD LinStatic 106666.67

B7 0.50000 DEAD LinStatic 106666.67

B7 1.00000 DEAD LinStatic 106666.67

B7 1.50000 DEAD LinStatic 106666.67

B7 2.00000 DEAD LinStatic 106666.67

B7 2.50000 DEAD LinStatic 106666.67

B7 3.00000 DEAD LinStatic 106666.67

B7 3.50000 DEAD LinStatic 106666.67

B7 4.00000 DEAD LinStatic 106666.67

B8 0.00000 DEAD LinStatic 93333.33

B8 0.50000 DEAD LinStatic 93333.33

B8 1.00000 DEAD LinStatic 93333.33

B8 1.50000 DEAD LinStatic 93333.33

B8 2.00000 DEAD LinStatic 93333.33

B8 2.50000 DEAD LinStatic 93333.33

B8 3.00000 DEAD LinStatic 93333.33

B8 3.50000 DEAD LinStatic 93333.33

B8 4.00000 DEAD LinStatic 93333.33

B9 0.00000 DEAD LinStatic 71111.11

B9 0.50000 DEAD LinStatic 71111.11

B9 1.00000 DEAD LinStatic 71111.11

B9 1.50000 DEAD LinStatic 71111.11

B9 2.00000 DEAD LinStatic 71111.11

B9 2.50000 DEAD LinStatic 71111.11

B9 3.00000 DEAD LinStatic 71111.11

B9 3.50000 DEAD LinStatic 71111.11

B9 4.00000 DEAD LinStatic 71111.11

D1 0.00000 DEAD LinStatic -60207.97

D1 3.01040 DEAD LinStatic -60207.97

D1 6.02080 DEAD LinStatic -60207.97

D2 0.00000 DEAD LinStatic -46828.42

D2 3.01040 DEAD LinStatic -46828.42

D2 6.02080 DEAD LinStatic -46828.42


(5)

Frame Station OutputCase CaseType P

Text m Text Text Kgf

D3 3.01040 DEAD LinStatic -33448.87

D3 6.02080 DEAD LinStatic -33448.87

D4 0.00000 DEAD LinStatic -20069.32

D4 3.01040 DEAD LinStatic -20069.32

D4 6.02080 DEAD LinStatic -20069.32

D5 0.00000 DEAD LinStatic -6689.77

D5 3.01040 DEAD LinStatic -6689.77

D5 6.02080 DEAD LinStatic -6689.77

D6 0.00000 DEAD LinStatic -6689.77

D6 3.01040 DEAD LinStatic -6689.77

D6 6.02080 DEAD LinStatic -6689.77

D7 0.00000 DEAD LinStatic -20069.32

D7 3.01040 DEAD LinStatic -20069.32

D7 6.02080 DEAD LinStatic -20069.32

D8 0.00000 DEAD LinStatic -33448.87

D8 3.01040 DEAD LinStatic -33448.87

D8 6.02080 DEAD LinStatic -33448.87

D9 0.00000 DEAD LinStatic -46828.42

D9 3.01040 DEAD LinStatic -46828.42

D9 6.02080 DEAD LinStatic -46828.42

V1 0.00000 DEAD LinStatic 45000.00

V1 2.25000 DEAD LinStatic 45000.00

V1 4.50000 DEAD LinStatic 45000.00

V2 0.00000 DEAD LinStatic 35000.00

V2 2.25000 DEAD LinStatic 35000.00

V2 4.50000 DEAD LinStatic 35000.00

V3 0.00000 DEAD LinStatic 25000.00

V3 2.25000 DEAD LinStatic 25000.00

V3 4.50000 DEAD LinStatic 25000.00

V4 0.00000 DEAD LinStatic 15000.00

V4 2.25000 DEAD LinStatic 15000.00

V4 4.50000 DEAD LinStatic 15000.00

V5 0.00000 DEAD LinStatic 10000.00

V5 2.25000 DEAD LinStatic 10000.00

V5 4.50000 DEAD LinStatic 10000.00

V6 0.00000 DEAD LinStatic 15000.00

V6 2.25000 DEAD LinStatic 15000.00

V6 4.50000 DEAD LinStatic 15000.00

V7 0.00000 DEAD LinStatic 25000.00

V7 2.25000 DEAD LinStatic 25000.00

V7 4.50000 DEAD LinStatic 25000.00

V8 0.00000 DEAD LinStatic 35000.00

V8 2.25000 DEAD LinStatic 35000.00

V8 4.50000 DEAD LinStatic 35000.00

V9 0.00000 DEAD LinStatic 45000.00

V9 2.25000 DEAD LinStatic 45000.00

V9 4.50000 DEAD LinStatic 45000.00

B10 0.00000 DEAD LinStatic 40000.00

B10 0.50000 DEAD LinStatic 40000.00

B10 1.00000 DEAD LinStatic 40000.00

B10 1.50000 DEAD LinStatic 40000.00

B10 2.00000 DEAD LinStatic 40000.00

B10 2.50000 DEAD LinStatic 40000.00

B10 3.00000 DEAD LinStatic 40000.00

B10 3.50000 DEAD LinStatic 40000.00

B10 4.00000 DEAD LinStatic 40000.00


(6)

Text m Text Text Kgf

D10 3.01040 DEAD LinStatic -60207.97