IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Percobaan Tahap I
Pemberian pakan uji  yang mengandung  asam lemak esensial berbeda terhadap induk ikan baung  yang dipelihara dalam jaring apung, telah menghasilkan data yang
berkaitan  dengan  perkembangan  gonad  induk,  kuantitas  dan  kualitas  telur  dan  larva yang dihasilkannya.
4.1.1  Kadar Asam Lemak n-6 dan n-3 Hati, Telur dan Larva
Setelah  160  hari  pemeliharaan  induk  ikan  baung  dengan  pemberian  pakan percobaan dapat diperoleh data kadar asam lemak hati, telur dan larva. Hasil analisis
asam  lemak  n-6  dan  n-3  hati,  telur  dan  larva  disajikan  dalam  Tabel  6.    Data  hasil analisis  komposisi  asam lemak  hati,  telur  dan  larva  lebih  lengkap  dapat  dilihat  pada
Lampiran 6, 7 dan 8. Tabel  6
berikut  ini  menunjukkan  bahwa  kadar  asam  lemak  jenuh  di  hati menurun  dengan  adanya  pemberian  asam  lemak  n-6  dan  n-3  pakan,  namun  adanya
pemberian  yang  semakin  tinggi  akan  menyebabkan  kadar  asam  lemak  jenuh  naik kembali  seperti  yang  ditunjukkan  oleh  perlakuan  D.  Sebaliknya  asam  lemak
monoenoat  cenderung  meningkat  dengan  naiknya  kadar  asam  lemak  n-6  dan  n-3 pakan sampai perlakuan C dan menurun kembali pada perlakuan D.
Dari  Tabel  6  terlihat  pula  bahwa  kadar  asam  lemak  jenuh  pada  telur  ovulasi menurun  sejalan  dengan  naiknya  kadar  asam  lemak  n-6  dan  n-3  pada  pakan  induk.
Sebaliknya  total  asam  lemak  monoenoat  naik  sejalan  dengan  naiknya  kadar  asam lemak n-6 dan n-3 pakan.
Asam  lemak  n-6  dan  n-3  telur  naik  sampai  kadar  asam  lemak  n-6  2.00 perlakuan  D  dan  asam  lemak  n-3  1.00  perlakuan  C,  namun  pada  kadar  asam
lemak  n-3  yang  lebih  tinggi  dalam  pakan    seperti  yang  ditunjukkan  perlakuan  D dengan  kadar  asam  lemak  n-3  1.82  akan  menurunkan  kadar  asam  lemak  n-3  pada
telur. Kadar lemak telur tertinggi terdapat pada perlakuan C.
Tabel  6.  Total  kadar  asam  lemak    area  hati,  telur  dan  larva  ikan  baung Hemibagrus nemurus Blkr pada percobaan tahap I
PerlakuanAsam lemak n-6;n-3 Asam lemak
A 0.87;0.56
B 1.66;0.78
C 2.00;1.00
D 2.23;1.82
Hati : Σ Al. jenuh
Σ monoenoat Σ Al.n-6
Σ Al.n-3 Rasio Al. n-6n-3
35.49 25.47
7.66 16.20
0.47 34.00
27.53 7.39
15.34 0.48
33.98 30.75
8.89 12.44
0.71 35.50
25.38 16.37
11.84 1.38
Telur: Σ Al. jenuh
Σ monoenoat Σ Al.n-6
Σ Al.n-3 Rasio Al. n-6n-3
Lemak bbt kering 48.17
17.11 6.05
14.52 0.42
8.24 39.96
17.25 9.11
15.21 0.60
7.17 35.83
19.43 10.65
17.38 0.61
9.24 35.49
22.63 11.86
14.34 0.83
7.97
Larva: Σ Al. jenuh
Σ monoenoat Σ Al.n-6
Σ Al.n-3 Rasio Al. n-6n-3
Lemak bbt kering 0 jam    24 jam
45.14    44.60 18.31    17.74
5.91      5.47 13.56    12.04
0.44      0.45 8.10      6.58
0 jam   24 jam 39.85   39.31
18.37   17.56 9.52     8.60
14.43   12.78 0.66     0.67
6.66     3.88 0 jam   24 jam
35.06   33.94 20.31   18.80
10.33   10.03 14.75   12.04
0.81     0.91 6.68     4.49
0 jam  24 jam 33.04    29.78
21.25    20.79 10.38      9.16
12.67    10.13 0.82      0.90
7.72      6.94
Secara umum terjadi penurunan kadar asam lemak jenuh, asam lemak n-6 dan n-3  mengalami  penurunan  dari  telur  ke  larva  dan  penurunan  tertinggi  terjadi  pada
asam  lemak  jenuh,  sedangkan  kadar  asam  lemak  monoenoat  mengalami  sedikit peningkatan.  Rasio  asam  lemak  n-6  dan  n-3  naik  cukup  tinggi  pada  perlakuan  C,
sedangkan  pada  tiga  perlakuan  lainnya  relatif  sama  atau  hanya  terjadi  sedikit peningkatan kecuali perlakuan D yang mengalami penurunan.
Dari kadar lemak, asam lemak jenuh, asam lemak monoenoat, asam lemak n-6 dan  asam  lemak  n-3    pada  larva  umur  0  jam  ke  umur  24  jam,  semua  perlakuan
mengalami  penurunan.  Sebaliknya  untuk  rasio  asam  lemak  n-6  dan  n-3  pada  semua perlakuan  mengalami  peningkatan.  Persentase  penurunan  asam  lemak  esensial  dari
larva umur 0 jam ke larva umur 24 jam yang besar terjadi pada asam lemak n-3.
4.1.2  Fosfolipid dan Lipid Netral
Kadar FL dan NL telur dapat dilihat pada Tabel 7. Kadar FL pada telur ovulasi lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  kadar  NL.  FL  mengandung  asam  lemak  esensial
dan  kadarnya  relatif  sama  pada  keempat  perlakuan;  sedangkan    nilai  NL  yang merupakan  cadangan  energi,  tertinggi  diperoleh  pada  perlakuan  B  yang  diberikan
pakan  mengandung  asam  lemak  n-6  1.66  dan  asam  lemak  n-3  0.78  pada  induk. Tingginya NL menunjukkan tingginya cadangan energi untuk proses pembelahan sel
sampai pada penetasan. Tabel 7.    Kadar FL dan NL  telur ikan baung Hemibagrus  nemurus Blkr pada
percobaan tahap I Perlakuan Asam lemak
n-6;n-3 FL
NL Rasio NLFL
A0.87;0.56 B1.66;0.78
C2.00;1.00 D2.23;1.82
63.86 60.42
62.23 62.64
36.14 39.58
37.77 37.36
0.57 0.67
0.61 0.60
4.1.3 Bobot Tubuh, Diameter Telur, Gonadosomatik Indeks dan Hepatosomatik Indeks
Rata-rata  diameter  telur  matang  yang  dihasilkan  oleh  tiap  induk  pada  akhir percobaan disajikan pada Tabel 8 dan data lengkapnya pada Lampiran 12.
Pemberian pakan  dengan  kadar  asam  lemak  n-6  dan  n-3  yang  berbeda  tidak  memberikan
pengaruh  pada  diameter  telur  dari  induk  ikan  baung  P0.05  Lampiran  13.    Pada Tabel 8 juga terlihat bahwa pada percobaan tahap I,  perlakuan B menghasilkan nilai
GSI dan HSI tertinggi. Rata-rata diameter telur pada pengamatan setiap 2 minggu sekali disajikan pada
Gambar 1. Secara keseluruhan dari tiap perlakuan terjadi peningkatan diameter telur dari  awal  sampai  akhir  percobaan.  Telur  dikatakan  sudah  matang  apabila  rata-rata
diameter telur
≥
0.9mm.
Tabel  8.  Bobot  tubuh,  diameter  telur,  GSI  dan  HSI  dari  induk  ikan  baung Hemibagrus nemurus Blkr pada percobaan tahap I
PerlakuanAsam lemak n-6;n-3
Bobot tubuh gram
Diameter telur mm
GSI HSI
A0.87;0.56 B1.66;0.78
C2.00;1.00 D2.23;1.82
426±12.02 456±23.33
410±20.82 400±11.54
1.11±0.15
a
1.23±0.02
a
1.19±0.15
a
1.03±0.07
a
9.49 11.06
10.38 10.23
0.97 1.45
1.18 1.31
Keterangan  :    Angka  yang  diikuti  huruf  yang  sama  pada  kolom  yang  sama  menunjukkan  tidak  berbeda  nyata P0.05; rata-rata ±SE
Dari Gambar 1 juga dapat dilihat bahwa rata-rata diameter telur
≥
0.9mm mulai diperoleh  pada  pengamatan  hari  ke  98  pada  semua  perlakuan.  Pada  hampir  semua
perlakuan kecuali perlakuan A, induk terakhir dapat dipijahkan pada pengamatan hari ke-112 dengan rata-rata diameter telur terbesar terdapat pada perlakuan B.
Distribusi  diameter  telur  setiap  waktu  pengamatan  menunjukkan  ukuran diameter  telur  yang  heterogen  dimana  sejak  awal  pengamatan  diperoleh  diameter
telur dengan ukuran  0.1mm sampai dengan ukuran lebih besar dari 1mm Lampiran 14  dan  15  serta  pada  Gambar  2.  Namun  demikian  proporsi  telur  dengan  diameter
≥
0.9mm lebih tinggi pada akhir percobaan dibandingkan pada awal percobaan. Pada awal percobaan ukuran diameter telur didominasi oleh ukuran 0.1-0.3mm.
P E R L A K U A N   A
0 .00 0 .20
0 .40 0 .60
0 .80 1 .00
1 .20
14 28
42 56
70 84
98 11 2
12 6 W A K T U  P EN G A M A T A N
D IA
M E
T E
R T
E L
U R
m m
P E R L AK U AN   B
0.00 0.20
0.40 0.60
0.80 1.00
1.20 1.40
14 28
42 56
70 84
98 112
W AKT U P ENGAM AT AN D
IA M
E T
E R
T E
L U
R m
m
P E R L AK U A N   C
0.0 0 0.2 0
0.4 0 0.6 0
0.8 0 1.0 0
1.2 0
1 4 28
4 2 5 6
7 0 8 4
9 8 11 2
W A K T U  P EN G A M A T A N D
IA M
E T
E R
T E
L U
R m
m
PE R LAK U AN   D
0.00 0.20
0.40 0.60
0.80 1.00
1.20
14 28
42 56
70 84
98 112
W AKTU PENGAMATAN D
IA M
E T
E R
T E
L U
R m
m
Gambar  1.    Rata-rata  diameter  telur  ikan  baung  Hemibagrus  nemurus  Blkr  pada percobaan tahap I
Gambar  2.      Struktur  jaringan  gonad  induk-induk  ikan  baung  Hemibagrus  nemurus Blkr pada percobaan tahap I,  gonad yang diambil pada awal percobaan
a,  gonad  yang diambil  pada  akhir percobaan  b, granula kuning telur g, nukleolus n dan folikel f. Pembesaran 40X. Pewarnaan HE
4.1.4  Lama  Waktu  Matang,  Fekunditas,  Derajat  Tetas  Telur,  Derajat Kelangsungan Hidup Larva Umur 2 Hari dan Persentase Larva Abnormal
Hasil  pengamatan  terhadap  lama  waktu  matang,  fekunditas,  derajat  tetas  telur, derajat kelangsungan hidup dan persentase larva abnormal disajikan pada Tabel 9 dan
Lampiran 16. Pemberian pakan dengan kadar asam lemak n-6 dan n-3  yang berbeda memberikan  pengaruh  yang  sama  P0.05  terhadap  lama  waktu  matang,  derajat
kelangsungan  hidup  dan  persentase  larva  abnormal    Tabel  9;  Lampiran  17,  19  dan 20.
Namun  demikian  perbedaan  kadar  asam  lemak  n-6  dan  n-3  berbeda  dalam pakan  induk  memberikan  pengaruh  terhadap  fekunditas  dan  derajat  tetas  telur.
Fekunditas  tertinggi  dihasilkan  oleh  perlakuan  B  dan  terendah  pada  perlakuan  C P0.10,  Lampiran  18.  Derajat  tetas  telur  terendah  dihasilkan  oleh  perlakuan  D,
diikuti  oleh  perlakuan  A  dan  yang  tertinggi  pada  perlakuan  B  dan  C  P0.05, Lampiran 21.
b n
a f
n g
Tabel 9.    Lama waktu matang, fekunditas,  derajat tetas telur, derajat kelangsungan hidup  larva  umur  2  hari,  dan  persentase  larva  abnormal  dari  induk  ikan
baung Hemibagrus nemurus Blkr pada percobaan tahap I
Perlakuan As. lemak
n-6;n-3 Lama waktu
matang hari
Fekunditas butirg
bobot induk Derajat
tetas telur Derajat
kelangsungan hidup larva
Persentase larva
abnormal 112±9.33
a
42.44±9.83
b
75.90±1.00
b
81.15±11.00
a
0.45±0.05
a
107±4.67
a
68.70±4.07
a
89.88±1.00
a
90.33±4.49
a
1.02 ±0.54
a
107±4.67
a
40.53±5.36
b
89.18±1.50
a
88.80±9.00
a
0.62±0.02
a
A0.87;0.56 B1.66;0.78
C2.00;1.00 D2.23;1.82  107±4.67
a
42.26±10.18
b
38.35±18.05
c
87.35±4.50
a
2.27±0.65
a
Keterangan  :    Angka  yang  diikuti  huruf  yang  sama  pada  kolom  yang  sama  menunjukkan  tidak  berbeda  nyata P0.05 dan 0.10; rata-rata ±SE
Dari Gambar 3 dapat dilihat beberapa bentuk abnormalitas yang diperoleh pada percobaan tahap I. Umumnya keabnormalan terjadi pada bagian punggung dan perut.
b
c a
Gambar  3.  Gambaran  morfologis  larva:  normal  a,  larva  abnormal  pada  bagian punggung  b  dan  larva  abnormal  pada  bagian  perut  c  dari  larva  ikan
baung Hemibagrus nemurus Blkr pada percobaan tahap I
4.1.5 Pembahasan
Percobaan  ini  menunjukkan  bahwa  pemberian  asam  lemak  n-6  dan  n-3  dalam pakan  mutlak  diperlukan  untuk  dapat  meningkatkan  kuantitas  dan  kualitas  telur  dan
larva  ikan  baung.  Asam  lemak  n-6  di  hati  cenderung  naik  sejalan  dengan  naiknya asam  lemak  n-6  dalam  pakan;  sebaliknya  asam  lemak  n-3  menurun.  Ikan  baung
adalah ikan air tawar yang kebutuhan akan asam lemak n-6 umumnya sama atau lebih tinggi dari asam lemak n-3. Takeuchi 1996 menyatakan bahwa pada umumnya ikan
air tawar membutuhkan asam lemak n-6 atau kombinasinya dengan n-3, namun untuk setiap  spesies  ikan  membutuhkan  kadar  asam  lemak  esensial  yang  berbeda.  Hasil
percobaan ini sejalan dengan yang ditemukan pada jenis ikan lele lainnya seperti ikan lele  lokal  dan  patin    Mokoginta  et  al.,  1995  dan  2000.  Ikan  lele  lokal  dan  patin
membutuhkan asam lemak n-6 lebih tinggi dari asam lemak n-3 berturut-turut 1,85 dan 2.2 untuk asam lemak n-6 dan 0.56 dan 0.9 untuk asam lemak n-3.
Hal yang berbeda ditunjukkan asam lemak n-6 dan n-3 telur. Kadar asam lemak n-6 naik sejalan dengan naiknya kadar asam lemak n-6 pakan, namun asam lemak n-3
telur  naik  sampai  pada  kadar  1.00  asam  lemak  n-3  pakan,  kemudian  menurun kembali  pada  kadar  1.82  asam  lemak  n-3  pakan.  Penyimpanan  asam  lemak  pada
telur  merupakan  akumulasi  vitelogenin  dari  hasil  proses  vitelogenesis.  Hasil percobaan  ini  memperlihatkan  bahwa  selama  proses  vitelogenesis,  asam  lemak
esensial  yang  disimpan  disesuaikan  dengan  kebutuhan  embrio  ikan  baung.  Ternyata asam  lemak  n-3  yang  disimpan  dibatasi  sampai  batas  tertentu  perlakuan  C,
mengingat ikan baung adalah ikan air tawar. Walaupun dalam pakan kadar asam lemak n-6 lebih tinggi dari asam lemak n-3
untuk semua perlakuan, namun pada telur tidak demikian. Ikan baung adalah ikan air tawar yang umumnya untuk pertumbuhan membutuhkan asam lemak n-6 lebih tinggi
atau  sama  dengan  asam  lemak  n-3,  namun  percobaan  ini  memperlihatkan  bahwa
untuk  reproduksi  atau  perkembangan  embrio  justru  diperlukan  asam  lemak  n-3. Disamping  itu  adanya  sifat  asam  lemak  n-3  yang  mempunyai  afinitas  lebih  tinggi
dibandingkan  dengan  asam  lemak  n-6  pada  posisi  FL  maupun  trigliserida menyebabkan asam lemak n-3 pada telur tinggi. Hasil percobaan yang sama diperoleh
oleh  Mokoginta  et  al.  2000  pada  ikan  patin.  Pada  percobaan  tersebut  kadar  asam lemak n-3 pada telur meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar asam lemak n-3
pakan, tetapi kadar asam lemak n-6 pada telur menurun.  Mayes 2003 menyatakan bahwa  setiap  seri  asam  lemak  berkompetisi  untuk  sistim  enzim  yang  sama  dan
afinitas menurun dari seri asam lemak n-3 ke n-6 hingga n-9. Peningkatan  kadar  total  asam  lemak  n-3  telur  diduga  karena  meningkatnya
kadar  asam  lemak  n-3  HUFA  C22:6n-3  dari  pakan  minyak  ikan  dan  juga  hasil konversi  dari  asam  lemak  C18:5n-3,  sehingga  dapat  dikatakan  bahwa  ikan  ini
mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mendesaturasi dan memperpanjang rantai karbon asam lemak C18 menjadi C22 n-3 HUFA.  Namun demikian penyimpanan
asam  lemak  n-3  pada  telur  dibatasi  pada  batas  tertentu  dengan  membatasi  konversi asam  lemak  n-3  seperti  yang  ditunjukkan  oleh  perlakuan  D.  Takeuchi  1996
menyatakan  bahwa  sampai  batas  tertentu  konversi  asam  lemak  linolenat  18:3n-3 menjadi  asam  lemak  DHA  22:6n-3  dihambat  oleh  kadar  asam  lemak  linolenat
pakan. Telah  diketahui  bahwa  asam  lemak  n-6  dan  n-3  sebagai  asam  lemak  esensial
dapat  mempengaruhi  sifat  fluiditas  dari  membran  sel.  Permeabilitas  membran  sel tersebut  dipengaruhi  oleh  FL  yang  merupakan  lipid  aktif  yang  peranannya
dipengaruhi  oleh  asam  lemak  tak  jenuh  dalam  senyawa  FL  tersebut  Sargent  et  al., 1989.  Perubahan  fluiditas  membran  yang  diakibatkan  oleh  perubahan  komposisi
asam lemak akan mempengaruhi metabolisme sel melalui perubahan aktivitas enzim- enzim yang terdapat pada membran sel.
Asam  lemak  esensial  dalam  proses  reproduksi  juga  mempunyai  fungsi  yang berhubungan  dengan  pembentukan  senyawa  prostaglandin.  Senyawa  prostaglandin
juga disintesis dari asam lemak EPA Leray et al, 1985. Jadi dapat dikatakan bahwa rendahnya  derajat  tetas  telur  pada  perlakuan  D  terjadi  karena  rendahnya  kadar  asam
lemak  n-3  terutama  DHA  pada  telur  Tabel  6.  Pendapat  yang  sama  dikemukakan oleh  Li  et  al.  2005  dan  Izguierdo  et  al.  2001  yang  menyatakan  bahwa  kelebihan
dan  kekurangan  asam  lemak  n-3  HUFA  dapat  menimbulkan  efek  negatif  terhadap kualitas telur. Pada penelitian ini persentase larva abnormal perlakuan A sama dengan
perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa asam lemak esensial baik asam lemak n-6 maupun asam lemak n-3 pada perlakuan A belum mengalami defisiensi.
Pola  komposisi  asam  lemak  esensial  tidak  banyak  berubah  dari  telur  ke  larva pada  0  jam  dan  24  jam  pada  semua  perlakuan.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  asam
lemak  esensial  tersebut  penting  baik  untuk  embrio  maupun  larva.  Namun  demikian ada  penurunan  kadar  lemak  dan  asam  lemaknya,  sebab  lemak  merupakan  sumber
energi untuk embrio dan larva. Penurunan kadar asam lemak jenuh dari telur ke larva lebih  besar  dibandingkan  dengan  asam  lemak  esensial.  Ini  berarti  energi  untuk
pembelahan  sel  dan  perkembangan  embrio  sebagian  besar  berasal  dari  asam  lemak jenuh,  sedangkan  asam  lemak  esensial  disimpan  sebagai  cadangan  untuk
pertumbuhan larva. Dari  larva  0  jam  ke  larva  24  jam,  penggunaan  asam  lemak  n-3  lebih  besar
dibandingkan dengan asam lemak n-6; sehingga menyebabkan peningkatan nilai rasio asam lemak n-6 dan asam lemak n-3 pada larva  umur 24 jam. Hal ini menunjukkan
bahwa  larva  baung  mempertahankan  asam  lemak  n-6.  Ikan  baung  adalah  ikan  air tawar yang lebih membutuhkan asam lemak n-6 lebih besar dari pada asam lemak n-3
untuk  pertumbuhan.    Dari  hasil  percobaan  ini  juga  dapat  dilihat  bahwa  pada  larva, asam  lemak  berantai  C  panjang  yang  disimpan  dalam  telur  dan  larva  digunakan
sebagai  sumber  energi  yang  lebih  efisien.  Hal  ini  dapat  dilihat  dari  persentase penurunan  asam  lemak  esensial  yang  lebih  besar  dibandingkan  dengan  asam  lemak
jenuh.  Selanjutnya  pola  komposisi  asam  lemak  pada  larva  0  jam  yang  tidak  banyak berubah,  menunjukkan bahwa masih tersedia cadangan lemak dan asam lemak untuk
proses  perkembangan  larva  selanjutnya  sampai  habis  cadangan  makanannya endogenous  sehingga  derajat  kelangsungan  hidup  larva  umur  2  hari  pada  semua
perlakuan cukup tinggi.
Selain  kadar  asam  lemak  n-6  dan  n-3,  juga  rasio  dari  asam  lemak  n-6  dan  n-3 cukup  berperan.  Rasio  asam  lemak  n-6  dan  n-3  tertinggi  pada  perlakuan  B
menghasilkan  fekunditas  dan  derajat  tetas  telur  tertinggi.  Percobaan  untuk  melihat pengaruh  rasio  dari  asam  lemak  n-6  dan  n-3  terhadap  kualitas  telur  pada  induk  ikan
lele  lokal  dilakukan  oleh  Mokoginta  et  al.  1998  yang  mendapatkan  bahwa  hasil perbedaan  rasio  asam  lemak  n-6  dan  n-3  dalam  pakan  induk  dapat  mempengaruhi
komposisi  asam  lemak  telur  serta  kualitas    telur  induk  tersebut.  Dengan  demikian dapat  dikatakan  perbandingan  asam  lemak  n-6  dan  n-3  yang    tepat  akan  dapat
meningkatkan kualitas telur. Secara  umum  terlihat  bahwa  pada  percobaan  pertama  ini  induk-induk  pada
seluruh  perlakuan  menghasilkan  lama  waktu  matang  dan  diameter  telur  yang  sama. Kesamaan
hasil yang diperoleh disebabkan induk-induk yang digunakan masih muda dengan  selisih  ukuran  dari  tiap  induk  yang  kecil  dan  juga  pertama  kali  dipijahkan
sehingga  ukuran  telur  yang  dihasilkan  relatif  sama.  Tang  dan  Affandi  2000, menyatakan  bahwa  telur  yang  dihasilkan  oleh  induk  ikan  sangat  dipengaruhi  oleh
umur,  ukuran  dan  pemijahan  awal.  Disamping  itu  perkembangan  gonad  sangat dipengaruhi  oleh  ketersediaan  protein  dan  energi  serta  nutrien  pakan  yang  lain.
Dalam penelitian ini pakan yang diberikan mengandung protein dan energi yang sama serta  terpenuhinya  asam  lemak  esensial  untuk  memproduksi  telur.  Menurut  Kamler
1992,  protein  merupakan  komponen  dominan  dalam  kuning  telur;  sedangkan jumlah dan komposisi kuning telur akan menentukan besar kecilnya ukuran telur.
Di  alam  ikan  baung  memijah  pada  musim  penghujan  bulan  Desember  sampai bulan  Februari  Mulflikhah  et  al.,  1998.  Berdasarkan  hasil  histologi  Gambar  2
diperoleh  diameter  telur  yang  heterogen;  dan  dari  pengamatan  jika  telur-telur  yang berukuran
≥
0.9  mm  dengan  sebaran  60-70  tidak  diovulasikan  maka  telur-telur tersebut  akan  mengalami  atresia.  Induk-induk  ikan  baung  akan  siap  dipijahkan  lagi
dalam  waktu  4  sampai  6  minggu  kemudian,  jadi  dapat  dikatakan  bahwa  induk  ikan baung dalam wadah budidaya dengan pemberian pakan yang optimal dapat memijah
sepanjang tahun.
Dari  hasil  analisis  FL  dan  NL  pada  induk-induk  perlakuan  B  yang menghasilkan derajat tetas telur tertinggi mengandung NL dan rasio NL dan FL yang
lebih  tinggi  dari  perlakuan  lainnya.  NL  lipid  nonpolar  merupakan  sumber  energi utama  bagi  perkembangan  embrio  dan  larva  sehingga  jika  dalam  telur  kekurangan
sumber energi maka asam lemak esensial akan digunakan untuk energi. Mokoginta et al. 1995 mencatat bahwa bahwa rasio lipid nonpolar dan lipid polar pada ikan lele
lokal  Clarias  batrachus  semakin  meningkat  sejak  awal  embriogenesis  yang menunjukkan  bahwa  lipid  nonpolar  berperan  penting  sebagai  sumber  energi  dan
semakin  tinggi  rasio  NL  dan  FL  menunjukkan  ikan  tersebut  defisiensi  akan  asam lemak  esensial.  Tidak  terlalu  banyak  berkurangnya  kadar  asam  lemak  n-6  dan  n-3
pada  larva  yang  baru  menetas,  maka  kadar  asam  lemak  n-6  dan  n-3  akan  menjadi cadangan untuk proses perkembangan larva selanjutnya sampai habis kuning telur.
Dari  uraian  diatas  dapat  dikatakan  bahwa  ikan  baung  sebagai  ikan  air  tawar membutuhkan  asam  lemak  n-6  1.66  dan  asam  lemak  n-3  0.78  dalam  pakannya
untuk menghasilkan kualitas telur yang tinggi. Rasio asam lemak n-6 dan n-3 dalam pakan 3.50  dapat menghasilkan kualitas telur terbaik.
4.2  Percobaan Tahap II