Percobaan Tahap I PENDAHULUAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Percobaan Tahap I

Pemberian pakan uji yang mengandung asam lemak esensial berbeda terhadap induk ikan baung yang dipelihara dalam jaring apung, telah menghasilkan data yang berkaitan dengan perkembangan gonad induk, kuantitas dan kualitas telur dan larva yang dihasilkannya.

4.1.1 Kadar Asam Lemak n-6 dan n-3 Hati, Telur dan Larva

Setelah 160 hari pemeliharaan induk ikan baung dengan pemberian pakan percobaan dapat diperoleh data kadar asam lemak hati, telur dan larva. Hasil analisis asam lemak n-6 dan n-3 hati, telur dan larva disajikan dalam Tabel 6. Data hasil analisis komposisi asam lemak hati, telur dan larva lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6, 7 dan 8. Tabel 6 berikut ini menunjukkan bahwa kadar asam lemak jenuh di hati menurun dengan adanya pemberian asam lemak n-6 dan n-3 pakan, namun adanya pemberian yang semakin tinggi akan menyebabkan kadar asam lemak jenuh naik kembali seperti yang ditunjukkan oleh perlakuan D. Sebaliknya asam lemak monoenoat cenderung meningkat dengan naiknya kadar asam lemak n-6 dan n-3 pakan sampai perlakuan C dan menurun kembali pada perlakuan D. Dari Tabel 6 terlihat pula bahwa kadar asam lemak jenuh pada telur ovulasi menurun sejalan dengan naiknya kadar asam lemak n-6 dan n-3 pada pakan induk. Sebaliknya total asam lemak monoenoat naik sejalan dengan naiknya kadar asam lemak n-6 dan n-3 pakan. Asam lemak n-6 dan n-3 telur naik sampai kadar asam lemak n-6 2.00 perlakuan D dan asam lemak n-3 1.00 perlakuan C, namun pada kadar asam lemak n-3 yang lebih tinggi dalam pakan seperti yang ditunjukkan perlakuan D dengan kadar asam lemak n-3 1.82 akan menurunkan kadar asam lemak n-3 pada telur. Kadar lemak telur tertinggi terdapat pada perlakuan C. Tabel 6. Total kadar asam lemak area hati, telur dan larva ikan baung Hemibagrus nemurus Blkr pada percobaan tahap I PerlakuanAsam lemak n-6;n-3 Asam lemak A 0.87;0.56 B 1.66;0.78 C 2.00;1.00 D 2.23;1.82 Hati : Σ Al. jenuh Σ monoenoat Σ Al.n-6 Σ Al.n-3 Rasio Al. n-6n-3 35.49 25.47 7.66 16.20 0.47 34.00 27.53 7.39 15.34 0.48 33.98 30.75 8.89 12.44 0.71 35.50 25.38 16.37 11.84 1.38 Telur: Σ Al. jenuh Σ monoenoat Σ Al.n-6 Σ Al.n-3 Rasio Al. n-6n-3 Lemak bbt kering 48.17 17.11 6.05 14.52 0.42 8.24 39.96 17.25 9.11 15.21 0.60 7.17 35.83 19.43 10.65 17.38 0.61 9.24 35.49 22.63 11.86 14.34 0.83 7.97 Larva: Σ Al. jenuh Σ monoenoat Σ Al.n-6 Σ Al.n-3 Rasio Al. n-6n-3 Lemak bbt kering 0 jam 24 jam 45.14 44.60 18.31 17.74 5.91 5.47 13.56 12.04 0.44 0.45 8.10 6.58 0 jam 24 jam 39.85 39.31 18.37 17.56 9.52 8.60 14.43 12.78 0.66 0.67 6.66 3.88 0 jam 24 jam 35.06 33.94 20.31 18.80 10.33 10.03 14.75 12.04 0.81 0.91 6.68 4.49 0 jam 24 jam 33.04 29.78 21.25 20.79 10.38 9.16 12.67 10.13 0.82 0.90 7.72 6.94 Secara umum terjadi penurunan kadar asam lemak jenuh, asam lemak n-6 dan n-3 mengalami penurunan dari telur ke larva dan penurunan tertinggi terjadi pada asam lemak jenuh, sedangkan kadar asam lemak monoenoat mengalami sedikit peningkatan. Rasio asam lemak n-6 dan n-3 naik cukup tinggi pada perlakuan C, sedangkan pada tiga perlakuan lainnya relatif sama atau hanya terjadi sedikit peningkatan kecuali perlakuan D yang mengalami penurunan. Dari kadar lemak, asam lemak jenuh, asam lemak monoenoat, asam lemak n-6 dan asam lemak n-3 pada larva umur 0 jam ke umur 24 jam, semua perlakuan mengalami penurunan. Sebaliknya untuk rasio asam lemak n-6 dan n-3 pada semua perlakuan mengalami peningkatan. Persentase penurunan asam lemak esensial dari larva umur 0 jam ke larva umur 24 jam yang besar terjadi pada asam lemak n-3.

4.1.2 Fosfolipid dan Lipid Netral

Kadar FL dan NL telur dapat dilihat pada Tabel 7. Kadar FL pada telur ovulasi lebih tinggi dibandingkan dengan kadar NL. FL mengandung asam lemak esensial dan kadarnya relatif sama pada keempat perlakuan; sedangkan nilai NL yang merupakan cadangan energi, tertinggi diperoleh pada perlakuan B yang diberikan pakan mengandung asam lemak n-6 1.66 dan asam lemak n-3 0.78 pada induk. Tingginya NL menunjukkan tingginya cadangan energi untuk proses pembelahan sel sampai pada penetasan. Tabel 7. Kadar FL dan NL telur ikan baung Hemibagrus nemurus Blkr pada percobaan tahap I Perlakuan Asam lemak n-6;n-3 FL NL Rasio NLFL A0.87;0.56 B1.66;0.78 C2.00;1.00 D2.23;1.82 63.86 60.42 62.23 62.64 36.14 39.58 37.77 37.36 0.57 0.67 0.61 0.60

4.1.3 Bobot Tubuh, Diameter Telur, Gonadosomatik Indeks dan Hepatosomatik Indeks

Rata-rata diameter telur matang yang dihasilkan oleh tiap induk pada akhir percobaan disajikan pada Tabel 8 dan data lengkapnya pada Lampiran 12. Pemberian pakan dengan kadar asam lemak n-6 dan n-3 yang berbeda tidak memberikan pengaruh pada diameter telur dari induk ikan baung P0.05 Lampiran 13. Pada Tabel 8 juga terlihat bahwa pada percobaan tahap I, perlakuan B menghasilkan nilai GSI dan HSI tertinggi. Rata-rata diameter telur pada pengamatan setiap 2 minggu sekali disajikan pada Gambar 1. Secara keseluruhan dari tiap perlakuan terjadi peningkatan diameter telur dari awal sampai akhir percobaan. Telur dikatakan sudah matang apabila rata-rata diameter telur ≥ 0.9mm. Tabel 8. Bobot tubuh, diameter telur, GSI dan HSI dari induk ikan baung Hemibagrus nemurus Blkr pada percobaan tahap I PerlakuanAsam lemak n-6;n-3 Bobot tubuh gram Diameter telur mm GSI HSI A0.87;0.56 B1.66;0.78 C2.00;1.00 D2.23;1.82 426±12.02 456±23.33 410±20.82 400±11.54 1.11±0.15 a 1.23±0.02 a 1.19±0.15 a 1.03±0.07 a 9.49 11.06 10.38 10.23 0.97 1.45 1.18 1.31 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata P0.05; rata-rata ±SE Dari Gambar 1 juga dapat dilihat bahwa rata-rata diameter telur ≥ 0.9mm mulai diperoleh pada pengamatan hari ke 98 pada semua perlakuan. Pada hampir semua perlakuan kecuali perlakuan A, induk terakhir dapat dipijahkan pada pengamatan hari ke-112 dengan rata-rata diameter telur terbesar terdapat pada perlakuan B. Distribusi diameter telur setiap waktu pengamatan menunjukkan ukuran diameter telur yang heterogen dimana sejak awal pengamatan diperoleh diameter telur dengan ukuran 0.1mm sampai dengan ukuran lebih besar dari 1mm Lampiran 14 dan 15 serta pada Gambar 2. Namun demikian proporsi telur dengan diameter ≥ 0.9mm lebih tinggi pada akhir percobaan dibandingkan pada awal percobaan. Pada awal percobaan ukuran diameter telur didominasi oleh ukuran 0.1-0.3mm. P E R L A K U A N A 0 .00 0 .20 0 .40 0 .60 0 .80 1 .00 1 .20 14 28 42 56 70 84 98 11 2 12 6 W A K T U P EN G A M A T A N D IA M E T E R T E L U R m m P E R L AK U AN B 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 14 28 42 56 70 84 98 112 W AKT U P ENGAM AT AN D IA M E T E R T E L U R m m P E R L AK U A N C 0.0 0 0.2 0 0.4 0 0.6 0 0.8 0 1.0 0 1.2 0 1 4 28 4 2 5 6 7 0 8 4 9 8 11 2 W A K T U P EN G A M A T A N D IA M E T E R T E L U R m m PE R LAK U AN D 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 14 28 42 56 70 84 98 112 W AKTU PENGAMATAN D IA M E T E R T E L U R m m Gambar 1. Rata-rata diameter telur ikan baung Hemibagrus nemurus Blkr pada percobaan tahap I Gambar 2. Struktur jaringan gonad induk-induk ikan baung Hemibagrus nemurus Blkr pada percobaan tahap I, gonad yang diambil pada awal percobaan a, gonad yang diambil pada akhir percobaan b, granula kuning telur g, nukleolus n dan folikel f. Pembesaran 40X. Pewarnaan HE 4.1.4 Lama Waktu Matang, Fekunditas, Derajat Tetas Telur, Derajat Kelangsungan Hidup Larva Umur 2 Hari dan Persentase Larva Abnormal Hasil pengamatan terhadap lama waktu matang, fekunditas, derajat tetas telur, derajat kelangsungan hidup dan persentase larva abnormal disajikan pada Tabel 9 dan Lampiran 16. Pemberian pakan dengan kadar asam lemak n-6 dan n-3 yang berbeda memberikan pengaruh yang sama P0.05 terhadap lama waktu matang, derajat kelangsungan hidup dan persentase larva abnormal Tabel 9; Lampiran 17, 19 dan 20. Namun demikian perbedaan kadar asam lemak n-6 dan n-3 berbeda dalam pakan induk memberikan pengaruh terhadap fekunditas dan derajat tetas telur. Fekunditas tertinggi dihasilkan oleh perlakuan B dan terendah pada perlakuan C P0.10, Lampiran 18. Derajat tetas telur terendah dihasilkan oleh perlakuan D, diikuti oleh perlakuan A dan yang tertinggi pada perlakuan B dan C P0.05, Lampiran 21. b n a f n g Tabel 9. Lama waktu matang, fekunditas, derajat tetas telur, derajat kelangsungan hidup larva umur 2 hari, dan persentase larva abnormal dari induk ikan baung Hemibagrus nemurus Blkr pada percobaan tahap I Perlakuan As. lemak n-6;n-3 Lama waktu matang hari Fekunditas butirg bobot induk Derajat tetas telur Derajat kelangsungan hidup larva Persentase larva abnormal 112±9.33 a 42.44±9.83 b 75.90±1.00 b 81.15±11.00 a 0.45±0.05 a 107±4.67 a 68.70±4.07 a 89.88±1.00 a 90.33±4.49 a 1.02 ±0.54 a 107±4.67 a 40.53±5.36 b 89.18±1.50 a 88.80±9.00 a 0.62±0.02 a A0.87;0.56 B1.66;0.78 C2.00;1.00 D2.23;1.82 107±4.67 a 42.26±10.18 b 38.35±18.05 c 87.35±4.50 a 2.27±0.65 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata P0.05 dan 0.10; rata-rata ±SE Dari Gambar 3 dapat dilihat beberapa bentuk abnormalitas yang diperoleh pada percobaan tahap I. Umumnya keabnormalan terjadi pada bagian punggung dan perut. b c a Gambar 3. Gambaran morfologis larva: normal a, larva abnormal pada bagian punggung b dan larva abnormal pada bagian perut c dari larva ikan baung Hemibagrus nemurus Blkr pada percobaan tahap I

4.1.5 Pembahasan

Percobaan ini menunjukkan bahwa pemberian asam lemak n-6 dan n-3 dalam pakan mutlak diperlukan untuk dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas telur dan larva ikan baung. Asam lemak n-6 di hati cenderung naik sejalan dengan naiknya asam lemak n-6 dalam pakan; sebaliknya asam lemak n-3 menurun. Ikan baung adalah ikan air tawar yang kebutuhan akan asam lemak n-6 umumnya sama atau lebih tinggi dari asam lemak n-3. Takeuchi 1996 menyatakan bahwa pada umumnya ikan air tawar membutuhkan asam lemak n-6 atau kombinasinya dengan n-3, namun untuk setiap spesies ikan membutuhkan kadar asam lemak esensial yang berbeda. Hasil percobaan ini sejalan dengan yang ditemukan pada jenis ikan lele lainnya seperti ikan lele lokal dan patin Mokoginta et al., 1995 dan 2000. Ikan lele lokal dan patin membutuhkan asam lemak n-6 lebih tinggi dari asam lemak n-3 berturut-turut 1,85 dan 2.2 untuk asam lemak n-6 dan 0.56 dan 0.9 untuk asam lemak n-3. Hal yang berbeda ditunjukkan asam lemak n-6 dan n-3 telur. Kadar asam lemak n-6 naik sejalan dengan naiknya kadar asam lemak n-6 pakan, namun asam lemak n-3 telur naik sampai pada kadar 1.00 asam lemak n-3 pakan, kemudian menurun kembali pada kadar 1.82 asam lemak n-3 pakan. Penyimpanan asam lemak pada telur merupakan akumulasi vitelogenin dari hasil proses vitelogenesis. Hasil percobaan ini memperlihatkan bahwa selama proses vitelogenesis, asam lemak esensial yang disimpan disesuaikan dengan kebutuhan embrio ikan baung. Ternyata asam lemak n-3 yang disimpan dibatasi sampai batas tertentu perlakuan C, mengingat ikan baung adalah ikan air tawar. Walaupun dalam pakan kadar asam lemak n-6 lebih tinggi dari asam lemak n-3 untuk semua perlakuan, namun pada telur tidak demikian. Ikan baung adalah ikan air tawar yang umumnya untuk pertumbuhan membutuhkan asam lemak n-6 lebih tinggi atau sama dengan asam lemak n-3, namun percobaan ini memperlihatkan bahwa untuk reproduksi atau perkembangan embrio justru diperlukan asam lemak n-3. Disamping itu adanya sifat asam lemak n-3 yang mempunyai afinitas lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak n-6 pada posisi FL maupun trigliserida menyebabkan asam lemak n-3 pada telur tinggi. Hasil percobaan yang sama diperoleh oleh Mokoginta et al. 2000 pada ikan patin. Pada percobaan tersebut kadar asam lemak n-3 pada telur meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar asam lemak n-3 pakan, tetapi kadar asam lemak n-6 pada telur menurun. Mayes 2003 menyatakan bahwa setiap seri asam lemak berkompetisi untuk sistim enzim yang sama dan afinitas menurun dari seri asam lemak n-3 ke n-6 hingga n-9. Peningkatan kadar total asam lemak n-3 telur diduga karena meningkatnya kadar asam lemak n-3 HUFA C22:6n-3 dari pakan minyak ikan dan juga hasil konversi dari asam lemak C18:5n-3, sehingga dapat dikatakan bahwa ikan ini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mendesaturasi dan memperpanjang rantai karbon asam lemak C18 menjadi C22 n-3 HUFA. Namun demikian penyimpanan asam lemak n-3 pada telur dibatasi pada batas tertentu dengan membatasi konversi asam lemak n-3 seperti yang ditunjukkan oleh perlakuan D. Takeuchi 1996 menyatakan bahwa sampai batas tertentu konversi asam lemak linolenat 18:3n-3 menjadi asam lemak DHA 22:6n-3 dihambat oleh kadar asam lemak linolenat pakan. Telah diketahui bahwa asam lemak n-6 dan n-3 sebagai asam lemak esensial dapat mempengaruhi sifat fluiditas dari membran sel. Permeabilitas membran sel tersebut dipengaruhi oleh FL yang merupakan lipid aktif yang peranannya dipengaruhi oleh asam lemak tak jenuh dalam senyawa FL tersebut Sargent et al., 1989. Perubahan fluiditas membran yang diakibatkan oleh perubahan komposisi asam lemak akan mempengaruhi metabolisme sel melalui perubahan aktivitas enzim- enzim yang terdapat pada membran sel. Asam lemak esensial dalam proses reproduksi juga mempunyai fungsi yang berhubungan dengan pembentukan senyawa prostaglandin. Senyawa prostaglandin juga disintesis dari asam lemak EPA Leray et al, 1985. Jadi dapat dikatakan bahwa rendahnya derajat tetas telur pada perlakuan D terjadi karena rendahnya kadar asam lemak n-3 terutama DHA pada telur Tabel 6. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Li et al. 2005 dan Izguierdo et al. 2001 yang menyatakan bahwa kelebihan dan kekurangan asam lemak n-3 HUFA dapat menimbulkan efek negatif terhadap kualitas telur. Pada penelitian ini persentase larva abnormal perlakuan A sama dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa asam lemak esensial baik asam lemak n-6 maupun asam lemak n-3 pada perlakuan A belum mengalami defisiensi. Pola komposisi asam lemak esensial tidak banyak berubah dari telur ke larva pada 0 jam dan 24 jam pada semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa asam lemak esensial tersebut penting baik untuk embrio maupun larva. Namun demikian ada penurunan kadar lemak dan asam lemaknya, sebab lemak merupakan sumber energi untuk embrio dan larva. Penurunan kadar asam lemak jenuh dari telur ke larva lebih besar dibandingkan dengan asam lemak esensial. Ini berarti energi untuk pembelahan sel dan perkembangan embrio sebagian besar berasal dari asam lemak jenuh, sedangkan asam lemak esensial disimpan sebagai cadangan untuk pertumbuhan larva. Dari larva 0 jam ke larva 24 jam, penggunaan asam lemak n-3 lebih besar dibandingkan dengan asam lemak n-6; sehingga menyebabkan peningkatan nilai rasio asam lemak n-6 dan asam lemak n-3 pada larva umur 24 jam. Hal ini menunjukkan bahwa larva baung mempertahankan asam lemak n-6. Ikan baung adalah ikan air tawar yang lebih membutuhkan asam lemak n-6 lebih besar dari pada asam lemak n-3 untuk pertumbuhan. Dari hasil percobaan ini juga dapat dilihat bahwa pada larva, asam lemak berantai C panjang yang disimpan dalam telur dan larva digunakan sebagai sumber energi yang lebih efisien. Hal ini dapat dilihat dari persentase penurunan asam lemak esensial yang lebih besar dibandingkan dengan asam lemak jenuh. Selanjutnya pola komposisi asam lemak pada larva 0 jam yang tidak banyak berubah, menunjukkan bahwa masih tersedia cadangan lemak dan asam lemak untuk proses perkembangan larva selanjutnya sampai habis cadangan makanannya endogenous sehingga derajat kelangsungan hidup larva umur 2 hari pada semua perlakuan cukup tinggi. Selain kadar asam lemak n-6 dan n-3, juga rasio dari asam lemak n-6 dan n-3 cukup berperan. Rasio asam lemak n-6 dan n-3 tertinggi pada perlakuan B menghasilkan fekunditas dan derajat tetas telur tertinggi. Percobaan untuk melihat pengaruh rasio dari asam lemak n-6 dan n-3 terhadap kualitas telur pada induk ikan lele lokal dilakukan oleh Mokoginta et al. 1998 yang mendapatkan bahwa hasil perbedaan rasio asam lemak n-6 dan n-3 dalam pakan induk dapat mempengaruhi komposisi asam lemak telur serta kualitas telur induk tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan perbandingan asam lemak n-6 dan n-3 yang tepat akan dapat meningkatkan kualitas telur. Secara umum terlihat bahwa pada percobaan pertama ini induk-induk pada seluruh perlakuan menghasilkan lama waktu matang dan diameter telur yang sama. Kesamaan hasil yang diperoleh disebabkan induk-induk yang digunakan masih muda dengan selisih ukuran dari tiap induk yang kecil dan juga pertama kali dipijahkan sehingga ukuran telur yang dihasilkan relatif sama. Tang dan Affandi 2000, menyatakan bahwa telur yang dihasilkan oleh induk ikan sangat dipengaruhi oleh umur, ukuran dan pemijahan awal. Disamping itu perkembangan gonad sangat dipengaruhi oleh ketersediaan protein dan energi serta nutrien pakan yang lain. Dalam penelitian ini pakan yang diberikan mengandung protein dan energi yang sama serta terpenuhinya asam lemak esensial untuk memproduksi telur. Menurut Kamler 1992, protein merupakan komponen dominan dalam kuning telur; sedangkan jumlah dan komposisi kuning telur akan menentukan besar kecilnya ukuran telur. Di alam ikan baung memijah pada musim penghujan bulan Desember sampai bulan Februari Mulflikhah et al., 1998. Berdasarkan hasil histologi Gambar 2 diperoleh diameter telur yang heterogen; dan dari pengamatan jika telur-telur yang berukuran ≥ 0.9 mm dengan sebaran 60-70 tidak diovulasikan maka telur-telur tersebut akan mengalami atresia. Induk-induk ikan baung akan siap dipijahkan lagi dalam waktu 4 sampai 6 minggu kemudian, jadi dapat dikatakan bahwa induk ikan baung dalam wadah budidaya dengan pemberian pakan yang optimal dapat memijah sepanjang tahun. Dari hasil analisis FL dan NL pada induk-induk perlakuan B yang menghasilkan derajat tetas telur tertinggi mengandung NL dan rasio NL dan FL yang lebih tinggi dari perlakuan lainnya. NL lipid nonpolar merupakan sumber energi utama bagi perkembangan embrio dan larva sehingga jika dalam telur kekurangan sumber energi maka asam lemak esensial akan digunakan untuk energi. Mokoginta et al. 1995 mencatat bahwa bahwa rasio lipid nonpolar dan lipid polar pada ikan lele lokal Clarias batrachus semakin meningkat sejak awal embriogenesis yang menunjukkan bahwa lipid nonpolar berperan penting sebagai sumber energi dan semakin tinggi rasio NL dan FL menunjukkan ikan tersebut defisiensi akan asam lemak esensial. Tidak terlalu banyak berkurangnya kadar asam lemak n-6 dan n-3 pada larva yang baru menetas, maka kadar asam lemak n-6 dan n-3 akan menjadi cadangan untuk proses perkembangan larva selanjutnya sampai habis kuning telur. Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa ikan baung sebagai ikan air tawar membutuhkan asam lemak n-6 1.66 dan asam lemak n-3 0.78 dalam pakannya untuk menghasilkan kualitas telur yang tinggi. Rasio asam lemak n-6 dan n-3 dalam pakan 3.50 dapat menghasilkan kualitas telur terbaik.

4.2 Percobaan Tahap II

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kadar Asam Lemak n-3 Berbeda pada Kadar Asam Lemak n-6 Tetap dalam Pakan terhadap Komposisi Asam Lemak Tubuh, Metamorfosis dan Pertumbuhan Kecebong Katak Lembu (Rana catesbeiana Shaw)

0 8 81

Kajian penampilan reproduksi ikan lele (Clarias gariepinus) betina melalui penambahan ascorbyl phosphate magnesium sebagai sumber vitamin C dan implantasi dengan estradiol 17β

1 10 129

Pengaruh Pemberian Dosis Vitamin E Berbeda pada Kadar Asam Lemak N-3 dan N-6 Tetap (1:3)dalam Pakan Terhadap Penampilan Reproduksi Ikan Zebra (Brachydanio Rerio) Prasalin

0 7 61

Kombinasi Asam Lemak n-3/n-6 (1:3) dan Vitamin E (a- Tokoferol) pada Pakan Induk terhadap Penampilan Reproduksi Induk Betina Ikan Zebra (Brachydanio rerio)

1 15 67

Penampilan reproduksi induk ikan baung (Hemibagrus nemurus Blkr) dengan pemberian pakan buatan yang ditambahkan asam lemak n-6 dan n-3 dan dengan implantasi estradiol-17β dan tiroksin

2 14 70

Pengaruh Kadar Asam Lemak n-6 dan n-3 Pakan yang Berbeda Terhadap Kinerja Pertumbuhan Benih Ikan Batak (Labeobarbus soro)

0 14 97

Kajian penampilan reproduksi ikan lele (Clarias gariepinus) betina melalui penambahan ascorbyl phosphate magnesium sebagai sumber vitamin C dan implantasi dengan estradiol-17β

2 13 259

Kebutuhan Asam Lemak N-6 Dan N-3 Dalam Pakan Terhadap Penampilan Reproduksi Induk Ikan Baung (Hemibagrus nemurus Blkr.)

0 6 9

Pengaruh Kadar Asam Lemak n 6 dan n 3 Pakan yang Berbeda Terhadap Kinerja Pertumbuhan Benih Ikan Batak (Labeobarbus soro)

0 3 43

HORMON TESTOSTERON DAN ESTRADIOL 17β DALAM PLASMA DARAH INDUK BETINA IKAN BAUNG (Mystus nemurus) TESTOSTERON AND 17β - ESTRADIOL HORMONE CONCENTRATION IN BLOOD PLASMA BAUNG CATFISH (Mystus nemurus) FEMALE BROODSTOCK

0 0 8