dan 3200 mgkg BB tikus. Nilai ED

55 Keakuratan spesies tumbuhan dideterminasi di Herbarium Bogoriensis LIPI Bogor. Hasil determinasi dilaporkan dalam surat keterangan bernomor 348IPH.1.02If.82004. Akar pasak bumi dipotong-potong, lalu dikeringanginkan, dan diserbuk dengan ukuran 40 mesh. Serbuk akar kurang lebih sebanyak 12,5 kg dimaserasi dengan metanol 80 pada suhu kamar. Proses ekstraksi dilakukan sampai filtrat yang dihasilkan jernih. Seluruh filtrat dipekatkan dengan vacuum rotavapor. Rendemen ekstrak metanol yang diperoleh sebanyak 329,82 g 2,75. Selanjutnya, sebanyak 95 ekstrak metanol dipartisi bertingkat dengan menggunakan pelarut n-heksan, kloroform, dan etil asetat. Hasil partisi kemudian dipekatkan dengan vacuum rotavapor. Rendemen fraksi n-heksan, fraksi kloroform, fraksi etil asetat, dan fraksi metanol-air yang diperoleh masing-masing 14,31 g 4,34, 94,96 g 28,79, 23,81 g 7,22, dan 177,25 g 53,74. Penetuan Median Dosis Letal LD 50 Oral dan Median Dosis Efektif ED 50 Penentuan LD 50 dan ED 50 dilakukan dengan menggunakan metode Weil 1952. Dalam percobaan ini digunakan hewan coba mencit jantan strain DDY berumur 2–3 bulan dengan bobot badan berkisar antara 25-35 g. Selanjutnya hewan coba dikelompokkan menjadi empat kelompok berdasarkan dosis pemberian fraksi metanol-air, masing-masing 350, 700, 1400, dan 2800 mg20 g BB mencit atau setara dengan 12.500, 25.000, 50.000, dan 100.000 mgkg BB tikus. Nilai LD 50 ditentukan dari jumlah hewan percobaan yang mati selama 24 jam. Pengujian dihentikan jika jumlah hewan yang mati dari tiap kelompok ada yang sesuai dengan tabel Weil, 1952. Untuk menentukan dosis efektif, hewan coba dikelompokkan menjadi empat. Dosis yang diujikan pada masing-masing kelompok 11; 22,4; 44,8; dan 89,6 mg20 g BB mencit setara dengan 400, 800,

1600, dan 3200 mgkg BB tikus. Nilai ED

50 ditentukan dari jumlah hewan yang memberikan respons mendekati hasil pengukuran silymarin pada saat dilakukan pengujian aktivitas hepatoprotektor. Parameter yang digunakan adalah kadar enzim ALT dan histopatologi hati. Pengujian dihentikan jika jumlah hewan dari 56 tiap kelompok ada yang sesuai dengan tabel Weil, 1952. Lebih lanjut dari kisaran dosis efektif ditentukan pula dosis terapeutik. Perolehan kisaran LD 50 dan ED 50 dapat diketahui dari perhitungan: Log M = Log D + d f +1 M : Nilai letal dosis 50 D : Dosis terkecil yang digunakan d : Log R = Log kelipatan dosis f : Suatu faktor dari tabel biometrik Kisaran nilai LD atau ED dihitung dengan rumus log m ± 2 df x log R. Penentuan Toksisitas Subkronis Pengujian toksisitas subkronis dilakukan dalam rentang waktu tiga bulan sembilan puluh hari. Hewan coba yang dipergunakan adalah tikus jantan strain Sprague Dawley berumur 2,5-3 bulan dengan bobot badan berkisar antara 200- 250 g. Fraksi metanol-air diberikan satu kali per hari dengan dosis 1000 mgkg BB per hari, sebagai pembanding digunakan air suling 2 mlkg BB. Sebelum perlakuan dilakukan pengukuran kadar enzim ALT, AST, pH urin, serta pengamatan pada native urin dan ulas urin semua hewan coba. Selanjutnya, pada hari ke-90 juga dilakukan pengambilan sampel darah dan urin. Selain itu juga dilakukan pengambilan organ hati dan ginjal untuk pengamatan histopatologi. Evaluasi Biokimiawi Untuk mendapatkan serum darah dilakukan pengambilan sampel darah dari jantung. Sampel darah yang diperoleh kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10-15 menit. Kemudian serum dipisahkan ke dalam tabung ependorf. Selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap kadar enzim ALT dan AST dalam serum dengan menggunakan kit. Urin yang diperoleh sesegera mungkin diukur pH-nya dengan menggunakan kertas pH. Selanjutnya urin disentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 3-5 menit. Kemudian urin dipisahkan ke dalam tabung ependorf. Pengamatan terhadap kristal dilakukan dengan meneteskan urin ke atas kaca objek dan pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya. Pengamatan terhadap sel- 57 sel eritrosit dan leukosit dilakukan setelah urin yang diulaskan pada kaca objek difiksasi dengan alkohol absolut kemudian diwarnai dengan Giemsa. Histopatologi Hewan dikorbankan dengan cara dislokasi cervical, kemudian dilakukan nekropsi untuk evaluasi organ secara makroskopik, dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi. Organ hati dan ginjal yang diambil diproses secara rutin kemudian diwarnai dengan hematoksilin-eosin HE Kiernan, 1990. Hasil pewarnaan histopatologi diamati di bawah mikroskop cahaya. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian dosis letal pada jalur pemberian oral menunjukkan bahwa fraksi metanol-air dapat mematikan hewan coba pada kisaran dosis 371,44 mg20g BB hingga 2638,37 mg20g BB pada mencit atau setara dengan 13,00 gkg BB hingga 92,34 gkg BB pada tikus. Nilai oral LD 50 fraksi metanol-air adalah 989,95 mg20g BB mencit atau setara dengan 34,65 gkg BB tikus. Suatu sediaan yang mempunyai nilai LD 50 lebih besar dari 15 gkg BB maka sediaan tersebut dinyatakan praktis tidak toksik Lu, 1995. Demikian halnya dengan fraksi metanol-air, sediaan ini dinyatakan praktis tidak toksik karena mempunyai nilai LD 50 lebih besar dari 15 gkg BB. Hasil pengujian dosis efektif hepatoprotektor fraksi metanol-air menunjukkan bahwa fraksi metanol-air efektif sebagai hepatoprotektor pada kisaran dosis oral 5,6 mg20 g BB hingga 89,60 mg20 g BB mencit atau setara dengan 196 mgkg BB hingga 3136,00 mgkg BB tikus. Nilai oral ED 50 fraksi metanol-air sebagai hepatoprotektor adalah 22,40 mg20 g BB mencit atau setara dengan 784,00 mgkg BB tikus. Lebih lanjut, dosis terapi yang digunakan dalam pengujian toksisitas subkronis adalah 1000 mgkg BB tikus. Hasil pengujian toksisitas subkronis menunjukkan bahwa rataan kadar enzim ALT dan AST pada waktu pengukuran bulan ke-0 dan ke-3 masih berada dalam kisaran normal Gambar 6. Kisaran kadar enzim ALT dan AST pada kelompok yang diberi fraksi metanol-air pada bulan ke-0 dan ke-3 masing-masing 58 antara 95,73-152,80 UL dan 259,30-610,50 UL serta 100,80-132,90 UL dan 274,90-313,10 UL. Adapun kisaran kadar enzim ALT dan AST pada kelompok yang diberi air suling 115,50-153,00 UL dan 272,10-458,70 UL serta 100,60- 166,60 UL dan 231,90-357,90 UL. Hasil pengamatan histopatologi juga tidak menunjukkan terjadinya perubahan pada sel-sel hati Gambar 7. Gambar 5. Kurva nilai dosis efektif ED dan dosis letal LD pada tikus Gambar 6. Grafik rataan kadar enzim ALT dan AST sebelum dan sesudah pengujian toksisitas subkronis pada kelompok air suling 2 mlkg BB dan fraksi metanol-air 1000 mgkg BB 59 Gambar 7. Gambaran histopatologi hati tikus pada kelompok air suling 2 mlkg BB A dan fraksi metanol-air 1000 mgkg BB B pada pengujian toksisitas subkronis. Tidak ditemukan perubahan pada sel-sel hati kelompok A dan B. HE. Bar = 20 μm Hasil pemeriksaan urin sebelum dan setelah pemberian fraksi metanol-air dosis 1000 mgkg BB selama rentang waktu sembilan puluh hari juga tidak menunjukkan terjadinya gangguan pada ginjal. Nilai pH urin pada kelompok tikus yang air suling adalah 8 dan 7,2 untuk bulan ke-0 dan ke-3, sementara untuk kelompok yang diberi fraksi metanol-air adalah 8 dan 6,9 untuk bulan yang sama. Gambaran native urin menunjukkan bahwa pada bulan ke-0 dan ke-3 ditemukan kristal struvite dan kalsium oksalat, baik itu pada kelompok air suling maupun pada kelompok fraksi metanol-air. Kehadiran kristal dalam urin bukan merupakan gambaran adanya batu saluran kemih, kecuali bila ditemukan kristal sistin yang menggambarkan adanya sistinuria. Pengamatan pada ulas urin juga tidak menemukan sel-sel eritrosit yang menandakan adanya hematuria serta leukosit yang menandakan adanya peradangan pada saluran kemih dan sekitarnya Roesma dan Susalit, 1990. Hasil pemeriksaan urin juga sejalan dengan pengamatan histopatologi ginjal, yaitu tidak terlihat adanya perbedaan pada kelompok air A B B 60 suling maupun kelompok fraksi metanol-air setelah perlakuan selama rentang waktu tiga bulan. Menurut Kuo et al. 2004 senyawa yang dominan dalam fraksi polar adalah golongan triterpenoid. Sebagaimana yang dilaporkan Wang et al. 2004 bahwa senyawa-senyawa golongan triterpenoid mampu mengurangi jumlah metabolit CCl 4 sehingga sel-sel hati dapat terlindungi dari kerusakan. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pemberian fraksi metanol-air dosis 1000 mgkg BB dalam rentang waktu tiga bulan tidak mempengaruhi fungsi hati dan ginjal, bahkan hasil pengukuran kadar enzim ALT dan AST menunjukkan bahwa dengan pemberian fraksi metanol-air kisaran kadar enzim ALT dan AST menjadi lebih baik. Dengan demikian, ditetapkan bahwa dosis 1000 mgkg BB sebagai dosis terapeutik pada pengujian aktivitas hepatoprotektor. SIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai LD 50 fraksi metanol- air sebesar 34,65 gkg BB tikus atau setara dengan 989,95 mg20g BB mencit. Fraksi metanol-air bersifat praktis tidak toksik. Nilai ED 50 hepatoprotektor fraksi metanol-air sebesar 784,00 mgkg BB tikus atau 22,400 mg20 g BB mencit. Dosis terapi yang digunakan pada tikus untuk percobaan selanjutnya sebesar 1000 mgkg BB. Pemberian fraksi metanol-air akar pasak bumi berdosis 1000 mgkg BB dalam jangka waktu tiga bulan tidak mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi hati dan ginjal. 61 DAYA PERLINDUNGAN FRAKSI METANOL-AIR AKAR PASAK BUMI Eurycoma longifolia Jack. DARI KERUSAKAN YANG DITIMBULKAN CCl 4 Hepatoprotector Activity of Methanol-Water Fraction of Pasak Bumi Eurycoma longifolia Jack. Roots on CCl 4 -induced Liver Disfunction Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas hepatoprotektor fraksi metanol- air akar pasak bumi dosis 1000 mgkg BB pada tikus yang diinduksi CCl 4 . Pembanding positif yang dipakai adalah silymarin dosis 25 mgkg bobot badan, sedangkan pembanding negatif digunakan air suling 2 mlkg BB. Aktivitas hepatoprotektor diukur dari kadar enzim ALT dan AST dalam serum, serta gambaran histopatologi hati. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dibandingkan dengan CCl 4 ALT 161,70±7,37 UL dan AST 330,67±42,00 UL, pemberian fraksi metanol-air mampu menekan peningkatan kadar ALT 91,78±9,63 UL dan AST 249,50±20,00 seperti silymarin ALT 105,09±21,62 UL dan AST 310,25±2,45 UL. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa fraksi metanol-air memiliki aktivitas sebagai hepatoprotektor. Abstract The hepatoprotector activity of methanol-water fraction of pasak bumi Eurycoma longifolia Jack. roots was evaluated in carbon tetrachloride CCl 4 -induced rats. Each rat was administered 1000 mgkg body weight of metanol-water fraction. Positive control group received 25 mgkg body weight silymarin, and negative control group received aquadest 2 mlkg BB. Hepatoprotector activity was assessed by measuring serum alanine transaminase ALT and aspartate transaminase AST. Futhermore, hepatic tissues were subjected to histopathological studies. The results demonstrated that compared with CCl 4 ALT 161.70±7.37 UL and AST 330.67±42.00, administration of the methanol- water fraction suppressed ALT 91.78±9.63 UL and AST 249.50±20.00 as well as silymarin ALT 105.09±21.62 UL and AST 310.25±2.45 UL. It was concluded that methanol-water fraction has a hepatoprotector activity. PENDAHULUAN Hati merupakan organ tubuh yang berkaitan erat dengan metabolisme nutrisi dan xenobiotik sehingga sering terpapar beragam senyawa yang masuk ke dalam tubuh. Jika hati mengalami kerusakan sudah tentu akan mengganggu fungsi hati Cotran et al., 1999. Karbon tetraklorida CCl 4 merupakan xenobiotik yang lazim digunakan untuk menginduksi peroksidasi lipid dan keracunan. Dalam retikulum endoplasmik hati, CCl 4 dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 CYP 62 2E1 menjadi triklorometil CCl 3 Jeon, 2003; Lin et al., 1998. Triklorometil dengan oksigen akan membentuk triklorometil peroksil CCl 3 O 2 yang dapat menyerang lipid membran retikulum endoplasmik dengan kecepatan yang melebihi radikal bebas triklorometil. Selanjutnya triklorometil peroksil menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengganggu homeostasis Ca 2+ , dan akhirnya menyebabkan kematian sel Shanmugasundaram dan Venkataraman, 2006. Pasak bumi Eurycoma longifolia Jack., famili Simaroubaceae adalah salah satu jenis tumbuhan obat yang banyak ditemukan di hutan-hutan Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Birma Siregar et al., 2003; Minorsky, 2004. Secara empiris masyarakat lebih mengenal akar pasak bumi sebagai aprodisiaka Ang dan Lee, 2002; Ang dan Lee, 2003; Ang et al., 2003, namun secara ilmiah akar pasak bumi juga berkhasiat antara lain sebagai sitotoksik Kuo et al ., 2004 dan antimalaria Ang et al., 1995; Satayavivad et al., 1998; Chan et al ., 2004; Kuo et al., 2004. Menurut Kuo et al. 2004 di dalam fraksi polar akar pasak bumi terkandung 22 macam senyawa, yakni 13 ,21-dihydroxyeurycomanol, 5 α, 14 , 15 -trihydroxyklaineanone, eurycomanol-2-O- - D -glucopyranoside, natrium syringate, sodium p-hydroxybenzoat, nikotinic acid, adenosin, guanosine, thymidine, erythro-1-C-syringylglycerol, threo-1-C-syringylglycerol, erythro- guaiacylglycerol, threo -guaiacylglycerol, eurycomanone, pasakbumin B, pasakbumin C, iandonone, threo-1,2-bis-4-hydroxy- 3-methoxyphenyl propane- 1,3-diol, canthin-6-one 9-O- -glucopyranoside, 9-hydroxycanthin-6-one 3N- oxide, picrasidine, 1-hydroxycanthin-6-one. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa fraksi metanol-air akar pasak bumi dosis 500 mgkg BB memiliki potensi melindungi sel hati dari kerusakan yang disebabkan oleh CCl 4 dosis 0,1 mlkg BB. Namun, dari pengujian dosis efektif hepatoprotektor fraksi metanol-air diketahui bahwa sediaan ini memiliki nilai ED 50 784,00 mgkg BB tikus. Lebih lanjut, dari hasil pengujian dosis efektif ditetapkan bahwa dosis 1000 mgkg BB sebagai dosis terapeutik 63 hepatoprotektor fraksi metanol-air akar pasak bumi. Dengan demikian, yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas perlindungan fraksi metanol-air akar pasak bumi dosis 1000 mgkg BB dari kerusakan hati yang ditimbulkan CCl 4 . BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Bogor, Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, dan Laboratorium Patologi Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bahan Penelitian Hewan coba yang digunakan adalah tikus jantan strain Sprague Dawley umur 2,5-3 bulan dengan bobot badan berkisar antara 200-250 g sebanyak 9 ekor, yang berasal dari Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan IPB. Sebelum percobaan dimulai, semua hewan coba diaklimatisasi selama kurang lebih tujuh hari untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Selama masa aklimatisasi, hewan coba diberi makan dengan pakan standar dan minum ad libitum. Ekstraksi dan Partisi Akar pasak bumi diambil dari kawasan Taman Nasional Betung Karihun Kapuas Hulu dan Taman Nasional Gunung Palung Ketapang, Kalimantan Barat. Keakuratan spesies tumbuhan dideterminasi di Herbarium Bogoriensis LIPI Bogor. Hasil determinasi dilaporkan dalam surat keterangan bernomor 348IPH.1.02If.82004. Akar pasak bumi dipotong-potong, lalu dikeringanginkan, dan diserbuk dengan ukuran 40 mesh. Serbuk akar kurang lebih sebanyak 12,5 kg dimaserasi dengan metanol 80 pada suhu kamar. Proses ekstraksi dilakukan sampai filtrat yang dihasilkan jernih. Seluruh filtrat dipekatkan dengan vacuum rotavapor. Rendemen ekstrak metanol yang diperoleh sebanyak 329,82 g 2,75. 64 Selanjutnya, sebanyak 95 ekstrak metanol dipartisi bertingkat dengan menggunakan pelarut n-heksan, kloroform, dan etil asetat. Hasil partisi kemudian dipekatkan dengan vacuum rotavapor. Rendemen fraksi n-heksan, fraksi kloroform, fraksi etil asetat, dan fraksi metanol-air yang diperoleh masing-masing 14,31 g 4,34, 94,96 g 28,79, 23,81 g 7,22, dan 177,25 g 53,74. Pengujian Aktivitas Hepatoprotektor Metode kerja yang digunakan mengacu pada prosedur Kelompok Kerja Ilmiah Phyto Medica 1993 yang dimodifikasi. Hewan coba yang digunakan dibagi menjadi tiga kelompok, dan tiap kelompok terdiri atas tiga ekor. Kelompok pertama diberi air suling 2 mlkg BB, kelompok kedua dan ketiga masing-masing diberi silymarin Sigma 25 mgkg BB Ahmad et al., 1999 dan fraksi metanol- air dosis 1000 mgkg BB. Air suling, silymarin, dan fraksi-metanol-air pasak bumi diberikan per oral dengan menggunakan sonde lambung. Hewan coba diberi sediaan uji selama tujuh hari berturut-turut, pada hari kedelapan diberi CCl 4 0,1 mlkg BB, dan pada hari kesembilan dilakukan pengambilan sampel darah yang diikuti dengan pengambilan organ hati. Aktivitas hepatoprotektor dinilai dari kadar enzim ALT dan AST, serta histopatologi hati dengan pewarnaan HE. Evaluasi Biokimia Fungsi Hati Sampel darah diambil dari jantung. Dalam percobaan ini yang dipakai untuk analisis adalah serum darah. Sampel darah yang diperoleh kemudian disentrifus dengan kecepatan 2500 rpm selama 10-15 menit, kemudian serum dipisahkan dan dimasukkan ke dalam tabung ependorf. Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar enzim ALT dan AST dalam serum dengan menggunakan kit. Histopatologi Hewan dikorbankan dengan cara dislokasi cervical, kemudian dilakukan nekropsi untuk evaluasi organ secara makroskopik, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi. Organ hati yang diambil diproses secara rutin kemudian diwarnai dengan hematoksilin-eosin HE Kiernan, 1990. Hasil pewarnaan histopatologi diamati di bawah mikroskop cahaya. 65 Analisis Data Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Secara menyeluruh perolehan data kadar ALTdan AST dianalisis statistik dengan menggunakan program SPSS 11.5 for Windows dan dilanjutkan dengan uji Tukey pada taraf 5 jika berbeda nyata. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji kemampuan fraksi metanol-air dosis 1000 mgkg BB dalam melindungi hati dari CCl 4 menunjukkan bahwa fraksi metanol-air dosis 1000 mgkg BB mampu memberikan daya perlindungan seperti halnya silymarin p0,05 Tabel 5. Rataan kadar enzim ALT dan AST mencerminkan bahwa keseluruhan hewan coba tidak mengalami peningkatan seperti halnya CCl 4 , melainkan memberikan hasil mendekati silymarin. Kisaran kadar enzim ALT dan AST berturut-turut dari kelompok CCl 4 , silymarin, dan fraksi metanol-air adalah 155,20-169,70 UL dan 283,40-363,70 UL; 83,47-126,70 UL dan 307,80- 312,70; serta 82,15-101,4 UL dan 229,00-270,00 UL. Hasil pengukuran kadar enzim ALT dan AST juga didukung oleh hasil pengamatan histopatologi yang menunjukkan bahwa dengan pemberian fraksi metanol-air terlihat adanya upaya sel hati melindungi diri dari kerusakan yang ditimbulkan CCl 4 Gambar 8. Sebagaimana yang dilaporkan beberapa peneliti bahwa CCl 4 merupakan penyebab kerusakan hati sebagaimana yang ditimbulkan virus hepatitis akut, yang ditandai dengan peradangan akut pada sel-sel hati, yakni terjadinya nekrosis serta steatosis pada bagian sentral lobus Venukumar dan Latha, 2002; Shanmugasundaram dan Venkataraman, 2006. Kerusakan sel hati akan mempengaruhi kadar enzim-enzim hati, bilirubin, dan protein dalam serum Rao et al., 2006; Shanmugasundaram dan Venkataraman, 2006; Jin et al., 2005; Porchezhian dan Ansari, 2005. Enzim- enzim hati yang lazim dipakai sebagai penanda fungsi hati di antaranya adalah ALT dan AST. Alanin transaminase terdapat di dalam sitosol sel hati, dan terlibat dalam glukoneogenesis. Kadar enzim ALT di dalam darah akan meningkat 66 terutama jika terjadi kerusakan sel hati dan sel otot rangka. Aspartat transaminase juga merupakan enzim yang terlibat dalam glukoneogenesis, yang terdapat di dalam sitosol serta mitokondria sel hati, otot rangka, otot jantung, dan eritrosit. Kadar enzim AST di dalam darah akan meningkat bila terjadi kerusakan sel hati yang parah dan disertai nekrosis sehingga enzim dari mitokondria juga ikut keluar sel. Kerusakan sel hati diawali dengan perubahan permeabilitas membran yang diikuti dengan kematian sel Stockham dan Scott, 2002. Tabel 5 Rataan kadar enzim ALT dan AST dalam serum tikus jantan strain Sprague Dawley n = 3 yang diberi air suling 2 mlkg BB kontrol negatif, silymarin 25 mgkg BB kontrol positif, dan fraksi metanol-air 1000 mgkg BB mendahului CCl 4 0,1 mlkg BB Parameter Perlakuan I II III Kadar ALT UL 161,7 ± 7,37 b 105,09 ± 21,62 a 91,78 ± 9,63 a Kadar AST UL 330,67 ± 42,00 b 310,25 ± 2,45 ab 249,50 ± 20,50 b Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan beda nyata pada uji Tukey dengan taraf 5. Keterangan: I = Air suling Kontrol negatif 2 mlkg BB, II = Silymarin 25 gkg BB, III = Fraksi metanol-air 1000 mgkg BB Secara keseluruhan, hasil percobaan ini menunjukkan bahwa fraksi metanol-air dosis 1000 mgkg BB memiliki daya perlindungan terhadap CCl 4 . Hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa daya proteksi terhadap CCl 4 dinilai dari kemampuannya dalam menghambat peroksidasi lipid Teselkin et al., 2000, menekan aktivitas enzim ALT dan AST Lin dan Huang, 2000, serta