KARAKTERISTIK KLINIK DAN HISTOPATOLOGI TUMOR OTAK DI DUA RUMAH SAKIT DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

KARAKTERISTIK KLINIK DAN HISTOPATOLOGI TUMOR OTAK DI DUA RUMAH SAKIT DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

ELLYSABET DIAN YUNIVITASARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

Ellysabet Dian Yunivitasari

ABSTRACT

CLINICOPATHOLOGY CHARACTERISTICS OF BRAIN TUMOR IN TWO HOSPITALS AT BANDAR LAMPUNG

By

ELLYSABET DIAN YUNIVITASARI

Brain tumor is a tumor which located in brain, central nervous systems and membranes lining the brain (meninges). Brain tumors were the second cause of death of cancer in male patients by the age of 20-39 years. In Indonesia, there is still limited data of brain tumor, especially in Lampung. The aim of this study is to find out the clinical and histopathology characteristics of brain tumor in Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) and Imanuel hospital in Bandar Lampung. This research is a descriptive study with cross sectional approach. We take all data of brain tumor patients who diagnosed by phatologist at Anatomical Pathology laboratory. During 2009-2013 there were 173 cases. Ten cases were from Imanuel hospital and 163 cases were from RSUDAM. Female are more often get brain tumors than male.The ratio is 1,8:1. We found that meningioma is the most frequent tumor count by 100 (57.8 %) of 173 cases followed by astrositoma which is 50 cases (28.9 %). The frontal is known as the most frequent site of the tumor. The brain tumors increase by the age range of 30-34 years (9.2 %), reach the peak at 40-44 years (17.9 %) and decrease at the older ages. The


(3)

Ellysabet Dian Yunivitasari most frequent symptom is headache which is 69 (84.1 %) of 82 cases. The treatment of brain tumor is surgery without chemotherapy or radiotherapy.


(4)

Ellysabet Dian Yunivitasari

ABSTRAK

KARAKTERISTIK KLINIK DAN HISTOPATOLOGI TUMOR OTAK DI DUA RUMAH SAKIT DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

ELLYSABET DIAN YUNIVITASARI

Tumor otak adalah tumor yang menyerang otak, baik dari otak itu sendiri, central nervus system, maupun selaput pembungkus otak (selaput meningen). Tumor otak merupakan penyebab kematian yang kedua dari semua kasus kanker yang terjadi pada pria berusia 20-39 tahun. Namun di Indonesia masih minim data mengenai tumor otak terutama di Bandar Lampung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik klinik dan histipatologi tumor otak di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) dan Rumah Sakit (RS) Imanuel Bandar Lampung. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sampel merupakan data seluruh pasien tumor otak yang terdiagnosis secara histopatologi. Selama periode 2009-2013 terdapat didapatkan 10 kasus dari RS Imanuel dan 163 kasus dari RSUDAM. Dari 173 kasus secara keseluruhan diketahui bahwa wanita lebih banyak terkena tumor otak dibanding pria dengan perbandingan 1,8:1. Selain itu diketahui bahwa meningioma merupakan tumor terbanyak dengan 100 kasus dari 173 kasus (57,8%) diikuti oleh astrositoma dengan 50 kasus (28,9%) dengan lokasi tumor


(5)

Ellysabet Dian Yunivitasari terbanyak pada frontal (30,1%). Kasus tumor otak meningkat pada rentang usia 30-34 tahun (9,2%) dan mencapai puncak pada 40-44 tahun (17,9%) kemudian terjadi penurunan kasus pada usia lebih tua. Sebagian besar kasus tumor otak dari 82 sampel yang memiliki data mengenai tanda dan gejala sebanyak 69 (84,1%) kasus mengeluhkan sakit kepala. Sebanyak 95,1% dari 82 kasus kasus menjalani terapi bedah tanpa kombinasi.


(6)

(7)

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 3

C.Tujuan Penelitian ... 4

D.Manfaat Penelitian ... 4

E.Kerangka Teori... 5

F. Kerangka Konsep ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Anatomi Sistem Saraf Pusat ... 8

1. Serebrum (Otak Besar) ... 9

2. Serebelum (Otak Kecil) ... 10

3. Batang Otak ... 11

B.Tumor Otak ... 12

1. Definisi Tumor Otak ... 12

2. Klasifikasi Tumor Otak Primer Menurut WHO ... 14

3. Epidemiologi Tumor Otak ... 16

4. Patologi Tumor Otak Primer ... 17

a.Tumor Neuroglia Primer (Glioma) ... 17

1. Astrositoma ... 17

2. Oligodendroglioma ... 23

3. Ependimoma ... 24

4. Medulloblastoma ... 26

b.Neoplasma Neuron ... 28

1. Tumor Sel Ganglion ... 28

2. Tumor Neuroepitel Disembrioplastik (DNT) ... 29

c.Neoplasma Intraparenkim Primer ... 30

1. Limfoma Sistem Saraf Pusat (SSP) Primer ... 30

2. Neoplasma Sel Germinativum ... 31


(9)

d.Meningioma ... 34

C.Diagnosis Tumor Otak ... 36

III. METODE PENELITIAN A.Desain Penelitian ... 39

B.Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

C.Populasi Penelitian ... 39

D.Sampel Penelitian ... 40

E.Kriteria Inklusi ... 40

F. Identifikasi Variabel ... 40

G.Definisi Operasional... 41

H.Prosedur Penelitian... 43

I. Rencana Pengolahan Data ... 44

J. Etika ... 46

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil ... 47

1. Distribusi Tumor Otak Per Tahun ... 48

2. Distribusi Tumor Otak Berdasarkan Tipe Tumor... 49

3. Distribusi Tumor Otak Berdasarkan Usia ... 49

4. Distribusi Tumor Otak Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50

5. Distribusi Tumor Otak Berdasarkan Tanda dan Gejala ... 51

6. Distribusi Tumor Otak Berdasarkan Lokasi Tumor ... 52

7. Distribusi Tumor Otak Berdasarkan Modalitas Terapi ... 53

8. Distribusi Tumor Otak Berdasarkan Tipe Tumor Dan Gejala ... 54

9. Distribusi Meingioma, Astrositoma, dan Medulloblastoma Berdasarkan Karakteristik Klinik ... 55

B.Pembahasan ... 56

V. SIMPULAN DAN SARAN A.Simpulan ... 66

B.Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori ... 6

2. Kerangka Konsep ... 7

3. Bagian-Bagian Otak ... 8

4. Area Otak ... 10

5. Prosedur Penelitian ... 44


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi Grading Tumor Otak Menurut WHO ... 14

2. Definisi Operasional Masing-Masing Variabel ... 41

3. Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Tipe Tumor ... 49

4. Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Usia ... 50

5. Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50

6. Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Tanda dan Gejala ... 52

7. Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Lokasi Tumor ... 53

8. Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Modalitas Terapi ... 54

9. Distribusi Tumor Otak Berdasarkan Tipe Tumor Dan Gejala Klinis ... 55

10.Distribusi Meningioma, Astrositoma dan Medulloblastoma berdasarkan Karakteristik klinik ... 54

11.Analisis Deskriptif Usia Penderita Tumor Otak ... 74

12.Analisis Deskriptif Tipe Tumor Otak ... 74

13.Analisis Deskriptif yang Tidak Memiliki Data Tumor Otak ... 74

14.Analisis Deskriptif Tumor Otak di Daerah Frontal ... 74

15.Analisis Deskriptif Tumor Otak di Daerah Parietal ... 75

16.Analisis Deskriptif Tumor Otak di Daerah Temporal ... 75

17.Analisis Deskriptif Tumor Otak di Daerah Oksipital ... 75

18.Analisis Deskriptif Tumor Otak di Daerah Corpus Callosum ... 75

19.Analisis Deskriptif Tumor Otak di Daerah SellaTursika ... 75

20.Analisis Deskriptif Tumor Otak di Daerah Sakit Kepala ... 75

21.Analisis Deskriptif Tumor Otak di Daerah Benjolan ... 76

22.Analisis Deskriptif Tumor Otak di Daerah Kejang ... 76

23.Analisis Deskriptif Tumor Otak di Daerah Muntah ... 76

24.Analisis Deskriptif Tumor Otak di Daerah Mual ... 76

25.Analisis Deskriptif Tumor Otak di Daerah Hidrosefalus ... 76

26.Analisis Deskriptif Tumor Otak di Daerah Paraplegia ... 76

27.Analisis Deskriptif Tumor Otak di Daerah Parese ... 77

28.Analisis Deskriptif Tumor Otak di Daerah Hemiparese ... 77

29.Crosstabulation Tipe Tumor dan Jenis Kelamin ... 77

30.Crosstabulation Tipe Tumor dan Usia ... 78


(12)

32.Crosstabulation TipeTumor dan Fossa Posterior ... 79

33.Crosstabulation TipeTumor dan Supratenrorial ... 80

34.Crosstabulation Tipe Tumor dan Sphenoid ... 80

35.Crosstabulation TipeTumor dan Ventrikel ... 80

36.Crosstabulation TipeTumor dan Serebelum ... 81

37.Crosstabulation TipeTumor dan Retrobulbar ... 81

38.Crosstabulation Tipe Tumor dan CPA ... 82

39.Crosstabulation TipeTumor dan Frontal Crosstabulation ... 82

40.Crosstabulation TipeTumor dan Parietal ... 83

41.Crosstabulation TipeTumor dan Temporal ... 83

42.Crosstabulation TipeTumor dan Oksipital ... 83


(13)

8 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Sistem Saraf Pusat

Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater disingkirkan, di bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis terlihat gyrus, sulkus, dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri membagi hemisfer serebri menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus (Moore & Argur, 2007).

Gambar 3. Bagian-bagian Otak (Sumber: Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2004.)


(14)

9 1. Serebrum (Otak Besar)

Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer. Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing hemisfer terdiri dari empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalah lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan lobus temporal (CDC, 2004).

a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis (Sylvian). Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali segala jenis rangsangan somatik (Ellis, 2006).

b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan dari serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan otot-otot, gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara; dan area prefrontal (area asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual (Ellis, 2006).

c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral. Lobus temporal berperan penting dalam kemampuan


(15)

10 pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara (Ellis, 2006).

d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal. Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata (Ellis, 2006).

Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4. Area Otak (http://apbrwww5.apsu.edu)

2. Serebelum (Otak Kecil)

Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak. Serebelum terletak di bagian bawah belakang kepala, berada di belakang


(16)

11 batang otak dan di bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas. Serebelum adalah pusat tubuh dalam mengontrol kualitas gerakan. Serebelum juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Selain itu, serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya (Clark, 2005).

3. Batang Otak

Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola makan dan tidur. Bila terdapat massa pada batang otak maka gejala yang sering timbul berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika bangun (CDC, 2004).

Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,


(17)

12 pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran (Moore & Argur, 2007).

b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN) V diasosiasikan dengan pons (Moore & Argur, 2007). c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang

otak yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan dari pons dan medulla (Moore & Argur, 2007).

B. Tumor Otak

1. Definisi Tumor Otak

Neoplasma sistem saraf pusat (SSP) mencakup neoplasma yang berasal dari dalam otak, medulla spinalis, atau meningen, serta tumor metastatik yang berasal dari tempat lain. Neoplasma SSP primer sedikit berbeda dengan neoplasma yang timbul di tempat lain, dalam artian bahwa bahkan lesi yang secara hitologis jinak, dapat menyebabkan kematian karena penekanan terhadap struktur vital. Selain itu, berbeda dengan neoplasma yang timbul di luar SSP, bahkan tumor otak primer yang secara histologis ganas jarang menyebar kebagian tubuh lain (Kumar et al., 2007).

Pada kasus kanker, terdapat sekumpulan sel normal atau abnormal yang tumbuh tak terkontrol membentuk massa atau tumor. Pada saat tumor otak


(18)

13 terjadi, pertumbuhan sel yang tidak diperlukan secara berlebihan menimbulkan penekanan dan kerusakan pada sel-sel lain di otak dan mengganggu fungsi otak bagian tersebut. Tumor tersebut akan menekan jaringan otak sekitar dan menimbulkan tekanan oleh karena tekanan berlawanan oleh tulang tengkorak, dan jaringan otak yang sehat, serta area sekitar saraf. Sebagai hasilnya, tumor akan merusak jaringan otak (Cook & Freedman, 2012).

Tumor otak intrakranial dapat diklasifikasikan menjadi tumor otak benigna dan maligna. Tumor otak benigna umumnya ektra-aksial, yaitu tumbuh dari meningen, saraf kranialis, atau struktur lain dan menyebabkan kompresi ekstrinsik pada substansi otak. Meskipun dinyatakan benigna secara histologis, tumor ini dapat mengancam nyawa karena efek yang ditimbulkan. Tumor maligna sendiri umumnya terjadi intra-aksial yaitu berasal dari parenkim otak. Tumor maligna dibagi menjadi tumor maligna primer yang umumnya berasal dari sel glia dan tumor otak maligna sekunder yang merupakan metastasis dari tumor maligna di bagian tubuh lain (Ginsberg, 2011).

Pada pasien tumor otak yang berusia tua dengan atrofi otak, kejadian edema otak jarang menimbulkan peningkatan tekanan intra kranial, mungkin dikarenakan ruang intrakranial yang berlebihan. Hal ini dapat menjelaskan tidak adanya papiledema pada pasien berusia tua. Muntah lebih sering


(19)

14 terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan dewasa dan biasanya berhubungan dengan lesi di daerah infratentorial (Kaal & Vecht, 2004).

2. Klasifikasi Tumor Otak Primer Menurut WHO

Tabel 1. Klasifikasi Grading Tumor Otak Menurut WHO (World Health Organization Classification of Tumors of the Nervous System, 2007)

I II III IV

Astrocytic tumors

Subependymal giant cell astrocytoma X

Pilocytic astrocytoma X

Pilomyxoid astrocytoma X

Diffuse astrocytoma X

Pleomorphic xanthoastrocytoma X

Anaplastic astrocytoma X

Glioblastoma X

Giant cell glioblastoma X

Gliosarcoma X

Oligondendroglial tumors

Oligodendroglioma X

Anaplastic oligodendroglioma X

Oligoastrocytic tumors

Oligoastrocytoma X

Anaplastic oligoastrocytoma X

Ependymal tumors

Subependymoma X

Myxopapillary ependymoma X

Ependymoma X

Anaplastic ependymoma X

Choroid plexus tumors

Choroid plexus papilloma X

Atypical choroid plexus papilloma X

Choroid plexus carcinoma X

Other neuroepithelial tumors

Angiocentric glioma X

Chordoid glioma of the third ventricle X Neuronal and mixed neuronal-glial tumors


(20)

15

Gangliocytoma X

Ganglioglioma X

Anaplastic ganglioma X

Desmoplastic infantile astrocytoma and ganglioglioma

X Dysembryoplastic neuroepithelial tumor X

Central neurocytoma X

Extraventricular neurocytoma X

Cerebellar liponeurocytoma X

Paraganglioma of the spinal cord X

Papillary glioneuronal tumor X

Rosette-forming glioneural tumor of the fourth ventricle

X Pineal tumors

Pineocytoma X

Pineal parenchymal tumor of intermediate differentiation

X X

Pineoblastoma X

Papillary tumor of the pineal region X X Embryonal tumors

Medulloblastoma X

CNS primitive neuroectodermal tumor (PNET)

X

Atypical teratoid/rhabdoid tumor X

Tumors of the cranial and paraspinal nerves

Schwannoma X

Neurofibroma X

Perineurioma X X X

Malignant peripheral nerve sheath tumor (MPNST)

X X X

Meningeal tumors

Meningioma X

Atypical meningioma X

Anaplastic/malignant meningioma X

Hemangiopericytoma X

Anaplastic hemangiopericytoma X

Hemangioblastoma X

Tumors of the sellar region

Craniopharyngioma X

Granular cell tumor of the neurohypophysis X

Pituicytoma X

Spindle cell oncocytoma of the adenohypophysis


(21)

16 3. Epidemiologi Tumor Otak

Prevalensi nasional penyakit tumor atau kanker adalah 0,4% dan prevalensi penyakit tumor secara umum di Lampung yaitu sebesar 3,6 %. Ada kecenderungan prevalensi meningkat dengan bertambahnya umur dan lebih sering dijumpai pada wanita. Tumor ganas merupakan penyebab kematian ketujuh pada semua umur dengan proporsi 5,7% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2008).

Tumor sistem saraf pusat merupakan 2 – 5% dari semua tumor dengan 80% diantaranya terjadi di intrakranial dan 20% di medulla spinalis. Pada anak-anak 70% tumor otak primer terjadi infratentorial dan termasuk serebelum, mesencepalon, pons, dan medulla (Mollah et al., 2010).

Urutan frekuensi neoplasma di dalam ruang tengkorak adalah glioma (41%), meningioma (17%), adenoma hipofisis (13%), dan Neurilemioma (12%). Neoplasma saraf primer cenderung berkembang di tempat-tempat tertentu. Ependimoma hampir selalu berlokasi di dekat dinding ventrikel atau kanalis sentralis medulla spinalis. Glioblastoma multiforme kebanyakan ditemukan di lobus parietalis. Oligodendroma lebih sering ditemukan di lobus frontalis sedangkan spongioblastoma seringkali menduduki bangunan-bangunan di garis tengah seperti korpus kolosum atau pons. Neoplasma saraf juga cenderung berkembang pada golongan umur tertentu. Neoplasma serebelar lebih sering ditemukan pada anak-anak daripada orang dewasa, misalnya medulloblastoma. Juga glioma batang


(22)

17 otak lebih sering ditemui pada anak-anak dibandingkan dengan dewasa (Mardjono, Sidartha, 2009). Tumor otak primer yang bersifat jinak lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada wanita. Di Amerika Serikat, glioma adalah tumor ganas tersering sedangkan untuk tumor jinak tersering adalah meningioma (97,3%) (Porter et al., 2010).

4. Patologi Tumor Otak Primer

a. Tumor Neuroglia Primer (Glioma)

Glioma merupakan tumor otak primer paling banyak dijumpai (50%) yang pada orang dewasa letaknya berada di supratentorial dan berasal dari korteks dan hemisfer otak. Pada anak-anak 70% terletak di infratentorial yang berasal dari serebelum, batang otak, dan mesensefalon. Rasio antara penderita pria dan wanita adalah 55:45. Penatalaksanaan tumor ini yaitu dengan bedah atau kemoterapi (Satria, 2011).

1. Astrositoma

Astrositoma adalah sekelompok neoplasma heterogen yang berkisar dari lesi berbatas tegas tumbuh lambat seperti astrositoma pilositik hingga neoplasma infiltratif yang sangat ganas seperti glioblastoma multiforme. Tumor Astrositik dapat dibagi menjadi astrositik fibriler (infiltratif), astrositoma pilositik dan beberapa varian yang jarang (Kumar et al., 2007). Tumor astrositoma merupakan tipe tumor SSP yang paling banyak (38,6%) dan berlokasi di korteks frontoparietal (G. Aryal, 2011). Astrositoma merupakan tumor tersering pada anak


(23)

18 dengan insidensi puncak usia 5–9 tahun pada laki-laki dan 10–14 tahun untuk wanita (Katchy et al., 2013).

a. Neoplasma Astrositik Difus

Neoplasma astrositik difus merupakan tumor yang biasa terjadi pada dewasa muda dan ditandai dengan tingkat diferensiasi seluler yang tinggi dan pertumbuhan yang lambat. Astrositoma difus dapat terjadi di seluruh SSP namun biasanya terletak supratentorial dan memiliki kecenderungan intrinsik untuk berkembang menjadi astrositoma anaplastik dan akhirnya menjadi glioblastoma (Louis et al., 2007).

Data epidemiologi menunjukkan bahwa kejadian astrositoma pada anak-anak sedikit meningkat selama tiga dekade terakhir di beberapa negara seperti Skandinavia dan Amerika Utara. Distribusi usia astrositoma difus menunjukkan kejadian puncak pada orang dewasa muda antara usia 30 dan 40. Sekitar 10% terjadi di bawah usia 20, 60% antara 20-45 tahun, dan sekitar 30% lebih dari 45 tahun dengan rata-rata usia 34 tahun. Ada dominasi laki-laki yang terkena dampak (M: F rasio, 1.18:1) (Louis et al., 2007).

Astrositoma difus dapat menempati setiap wilayah di SSP, tetapi kebanyakan sering berkembang di area supratentorial, lobus frontal dan lobus temporal baik pada anak-anak maupun orang dewasa.


(24)

19 Batang otak dan tulang belakang adalah lokasi tersering berikutnya. Astrositoma difus ini paling jarang berlokasi di otak kecil (Louis et al., 2007).

Kejang adalah gejala yang umum, meskipun dalam studi retrospeksi kelainan halus seperti kesulitan berbicara, perubahan sensasi, visi, atau beberapa perubahan motorik mungkin telah hadir sebelumnya. Tumor yang berlokasi di lobus frontal dapat menyebabkan perubahan perilaku atau kepribadian. Setiap perubahan tersebut mungkin telah hadir selama berbulan-bulan sebelum diagnosis, tetapi gejala mungkin juga berupa onset yang mendadak (Louis et al., 2007).

b. Astrositoma Pilositik

Astrositoma pilositik merupakan tumor WHO grade I yang timbul lambat dan berbatas tegas (Louis et al., 2007). Pada penampang mikroskopis sering ditemukan daerah kistik, serat Rosenthal yang eosinofilik terang, dan butir-butir eosinofilik kaya-protein (badan granular hialin) (Kumar et al., 2007). Astrositoma pilositik memiliki 5 years survival 96,4% pada anak usia 0 – 19 tahun (Kohler et al., 2011).

Astrositoma pilositik terdiri sekitar 5 – 6% dari semua glioma. Astrositoma pilositik merupakan tumor otak glioma yang paling


(25)

20 sering terjadi tanpa predileksi jenis kelamin yang jelas dan biasanya terjadi pada dua dekade pertama hidup. Prevalensi kejadian tumor ini pada usia 0 – 14 tahun dan 15 – 19 tahun masing-masing sekitar 21% dan 16% dari semua tumor SSP. Dalam sebuah studi pada 1195 tumor pediatrik dari satu institusi, astrositoma pilositik adalah tumor yang paling umum (18%) di kompartemen otak. Pada orang dewasa, astrositoma cenderung muncul satu dekade sebelumnya (usia rata-rata 22 tahun) dibandingkan low grade astositoma infiltasi tetapi relatif sedikit timbul pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun (Louis et al., 2007).

Astrositoma pilositik muncul di sepanjang neuraxis, namun pada pediatrik populasi tumor lebih muncul dalam daerah infratentorial. Lokasi tumor ini meliputi saraf optik (glioma saraf optik), chiasma optikum, talamus dan ganglia basal, hemisfer, serebelum, dan batang otak. Pada anak-anak, lokasi paling umum di supratentorial. Astrositoma pilositik yang terjadi di sumsum tulang belakang kurang sering, namun tidak jarang, dan pada anak-anak mewakili sekitar 11% dari tumor tulang belakang (Louis et al., 2007).

Astrositoma pilositik menghasilkan defisit neurologis fokal atau tanda-tanda non-lokalisasi, misalnya makrosefali, sakit kepala, endokrinopati, atau peningkatan tekanan intrakranial. Kejang


(26)

21 jarang terjadi karena lesi jarang melibatkan korteks serebral (Louis et al., 2007).

c. Glioblastoma Multiforme

Glioblastoma multiforme merupakan tumor otak primer kelompok neuroepitel tersering dan neoplasma yang paling ganas (Kohler et al., 2011; Louis et al., 2007). Tumor ini biasanya menyerang orang dewasa dan terutama berlokasi di hemisferium. Glioblastoma dapat timbul cepat secara de novo, tanpa lesi prekursor yang sering disebut glioblastoma primer. Sedangkan glioblastoma sekunder berkembang secara perlahan dari difus astrositoma (WHO grade II) atau anaplastik astrositoma (WHO grade III). Karena sifatnya yang invasif, glioblastoma tidak dapat sepenuhnya direseksi dan meskipun mendapat radioterapi atau kemoterapi, kurang dari setengah pasien yang dapat bertahan lebih dari satu tahun (Louis et al., 2007). Bahkan berdasarkan registri kanker oleh Beasty A. Kohler dkk, 5 years survival untuk penderita glioblastoma yang berusia 40 – 60 tahun hanya 5% (Kohler et al., 2011). Prognosis lebih jelek pada pasien usia tua dibandingkan pasien muda tidak dapat dihungkan dengan perifokal edema (Seidel et al., 2011).

Glioblastoma adalah tumor otak yang paling sering, terhitung sekitar 12 – 15% dari semua neoplasma intrakranial dan 60 – 75% dari tumor astrositik. Di sebagian besar Eropa dan Amerika Utara,


(27)

22 terdapat 3 – 4 kasus baru per 100 000 penduduk per tahun. Glioblastoma dapat bermanifestasi pada usia berapa pun, tetapi paling sering terdapat pada orang dewasa, dengan puncak kejadian di antara usia 45 dan 75 tahun (Louis et al., 2007).

Berdasarkan laporan kasus dari Lee TT dan Manzano GR dalam Luis (2007) pada 987 penderita glioblastoma dari Rumah Sakit Universitas Zurich, lokasi yang paling sering terkena adalah lobus temporal (31%), lobus parietal (24%), lobus frontal (23%) dan lobus oksipital (16%). Infiltrasi dari glioblastoma sering meluas ke korteks yang berdekatan dan melalui corpus callosum ke belahan kontralateral. Glioblastoma yang berlokasi ganglia basal dan talamus juga tidak jarang, terutama pada anak-anak. Glioblastoma dari batang otak jarang terjadi dan sering menyerang anak-anak. Serebelum dan sumsum tulang belakang merupakan lokasi yang paling jarang ditempati oleh neoplasma ini (Louis et al., 2007).

Gejala dan tanda-tanda yang umum dari glioblastoma berupa gejala peningkatan tekanan intrakranial, seperti sakit kepala, mual, muntah dengan disertai papil edema. Sepertiga pasien dapat mengalami kejang epilepsi. Gejala neurologis non-spesifik seperti sakit kepala dan perubahan kepribadian juga dapat terjadi (Louis et al., 2007).


(28)

23 2. Oligodendroglioma

Oligodendroglioma merupakan tumor grade II WHO yang berkaitan dengan hilangnya heterozigositas di lengan panjang kromosom 19 dan lengan pendek kromosom 1. Secara mikrioskopis terdapat sel infiltratif dengan nukleus bulat seragam sering dikelilingi oleh halo jernih perinukleus. Sel neoplastik cenderung berkumpul disekitar neuron asli, sutatu fenomena yang sering disebut sebagai satelitosis (Kumar et al., 2007; Louis et al., 2007).

Oligodendroglioma diperkirakan 1,9% dari semua tumor otak primer dan 6,4% dari semua glioma (Central Brain Tumor Registry Of United States (CBTRUS), 2012). Tingkat insiden tahunan di United States diperkirakan berkisar 0,27 sampai 0,35 per 100 000 orang. Angka kejadian oligodendroglioma meningkat secara signifikan selama beberapa tahun terakhir (Louis et al., 2007).

Mayoritas oligodendrogliomas timbul pada orang dewasa, dengan insiden puncak antara 40 dan 45 tahun. Oligodendroglioma jarang terjadi pada anak-anak. Hanya 1,1% dari seluruh otak tumor pada pasien lebih muda dari 14 tahun. Pria sedikit lebih sering daripada perempuan dengan rasio 1,1:1 (Louis et al., 2007; CBTRUS, 2012).

Oligodendroglioma muncul terutama di korteks hemisfer otak. Sekitar 50-65% dari pasien menderita oligodendroglioma di lobus frontal,


(29)

24 diikuti dengan penurunan frekuensi oleh lobus temporal, parietal dan oksipital. Keterlibatan lebih dari satu lobus otak atau tumor bilateral umum terjadi. Ada pula pasien yang dilaporkan menderita oligodendroglioma dalam fossa posterior, ganglia basal, batang otak atau sumsum tulang belakang (Louis et al., 2007).

Terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (misal, nyeri kepala). Selain itu bisa juga terdapat kelainan fokal yang berkaitan dengan lokasinya (misal, kejang) (Kumar et al., 2007).

3. Ependimoma

Ependimoma merupakan tumor yang tumbuh lambat dan umumnya pada anak-anak dan dewasa muda, yang berasal dari dinding ventrikel atau dari kanal tulang belakang dan terdiri dari neoplastik sel ependimal (Louis et al., 2007). Secara histologis, ependimoma didominasi oleh sel panjang dengan prosesus menyebar disekitar pembuluh darah (perivaskuler pseudorosette) atau lumen (ependimal rosette), ependimal rosette merupakan rekapitulasi struktur ependim normal. Varian lain, ependimoma maksopapilar, sering ditemukan di filum terminal korda spinalis (Kumar et al., 2007). Penatalaksanaan tumor ini dapat berupa reseksi total dan radioterapi. Pada pasien berusia lebih dari 3 tahun dapat dilakukan kombinasi radioterapi dan kemoterapi (Parker, MacDonald, & Vezina, 2010).


(30)

25 Di Amerika Serikat, WHO grade II – III ependimoma memiliki perkiraan kejadian 0,29 pada pria dan 0,22 per 100 000 orang per tahun pada wanita. Tampak terdapat perbedaan angka kejadian berdasarkan ras dengan kejadian 0,35 pada ras kulit putih versus 0.14 untuk Afrika Amerika. Ependimoma tercatat 2 – 9% dari semua tumor neuroepithel. Meskipun dapat menyerang semua usia, namun ependimoma merupakan 6 – 12% dari semua tumor intrakranial anak yang 30% dari kasus tersebut terjadi pada anak yang kurang dari 3 tahun (Louis et al., 2007).

Tumor ini dapat terjadi dimanapun sepanjang sistem ventrikel dan dalam kanal tulang belakang. Ependimoma paling sering berkembang di ventrikel keempat dan sumsum tulang belakang, diikuti oleh ventrikel lateral dan ventrikel ketiga. Pada orang dewasa, ependimoma infratentorial dan tulang belakang timbul dengan frekuensi yang hampir sama, sedangkan ependimoma infratentorial jelas mendominasi anak dan dewasa muda.(Louis et al., 2007). Pada tumor intrakranial, ependeimoma lebih sering muncul pada ventrikel keempat (Kumar et al., 2007). Ependimoma biasanya menempati fossa posterior (sudut cerebellopontine) (Parker, MacDonald, & Vezina, 2010).

Manifestasi klinis tumor ini tergantung pada lokasi yang ditempatinya. Gejala utama berupa mulipel defisit saraf kranial seperti


(31)

26 palsi N.VI dan N.VIII, penurunan pendengaran, dan sulit menelan. Ependimoma infratentorial mungkin hadir dengan tanda-tanda dan gejala hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial, seperti sakit kepala, mual, muntah dan pusing. Keterlibatan struktur fossa posterior dapat menyebabkan ataksia serebelar, gangguan visual, pusing dan paresis. Pasien dengan ependimoma supratentorial menunjukkan fokus defisit neurologis, kejang dan gejala hipertensi intrakranial. Pembesaran kepala dapat ditemui pada anak-anak di bawah usia dua tahun (Louis et al., 2007; Parker, MacDonald, & Vezina, 2010).

4. Medulloblastoma

Medulloblastoma adalah tumor embrional invasif di otak kecil dengan manifestasi terutama pada anak-anak, yang dominan diferensiasi saraf dan memiliki kecenderungan inheren untuk bermetastasis melalui jalur cairan serebro spinal (CSS). Peningkatan risiko medulloblastoma ditemukan pada anak yang lahir prematur (rasio kejadian standar 3.1). Substitusi folat dalam diet ibu hamil memiliki fungsi sebagai pelindung terhadap pertumbuhan medulloblastoma pada anak-anak diklaim pada penelitian sebelumnya, tapi tidak dikonfirmasi dalam studi yang lebih baru (Louis et al., 2007). Medulloblastoma terdiri atas sel kecil primitif dengan sedikit sitoplasma. Sel neoplastik kadang membentuk rosette kecil, yang disebut rosette Homer Wright di sekitar inti fibrilar (Kumar et al., 2007).


(32)

27 Kejadian tahunan diperkirakan sebesar 0,5 per 100.000 anak yang berusia kurang dari 15 tahun. Di Amerika Serikat, ras kulit putih lebih sering terkena dibandingkan Afrika-Amerika. Puncak usia kejadian tumor ini adalah 7 tahun. Tujuh puluh persen dari medulloblastoma terjadi pada individu yang berusia kurang dari 16 tahun. Pada dewasa, 80% dari medulloblastomas muncul di kelompok usia 21 – 40 tahun. Tumor ini jarang terjadi melampaui dekade kelima kehidupan dan sekitar 65% pasien adalah laki-laki (Louis et al., 2007). Tumor medulloblastoma primer sering terjadi pada laki-laki usia pertengahan 60 atau lebih dengan gejala fokal (Pawl et al., 2013). Median survival untuk penderita medulloblastoma sekitar 14,6 bulan dengan kemoradioterapi (Omay & Vogelbaum, 2009).

Setidaknya 75% dari medulloblastoma anak timbul di daerah vermis, dan terproyeksi ke ventrikel keempat. Keterlibatan hemisfer serebelum meningkat pada usia dewasa. Kebanyakan tumor terletak di belahan adalah dari desmoplastik atau subtipe nodular (Louis et al., 2007).

Manifestasi klinis yang timbul termasuk ataksia trunkal, gangguan berjalan, hipertensi intrakranial sekunder untuk gejala obstruksi aliran CSS dan lesu, sakit kepala dan muntah pada pagi hari (Louis et al., 2007).


(33)

28 b. Neoplasma Neuron

1. Tumor Sel Ganglion

Ganglioglioma merupakan tumor neuroepitel yang berdiferensiasi baik dan tumbuh perlahan-lahan. Tumor ini terdiri dari sel neoplastik, sel ganglion matang, baik hanya terdiri dari sel neuron saja (gangliocytoma) atau kombinasi dengan sel glial neoplastik (ganglioglioma). Perbedaan paling sering diamati pada pasien yang mengalami epilepsi untuk waktu yang lama (Louis et al., 2007).

Berdasarkan data yang tersedia mengindikasikan bahwa gangliocytoma dan bersama-sama ganglioglioma mewakili 0,4% dari semua tumor sistem saraf pusat (SSP) dan merupakan 1,3% dari semua tumor otak. Usia pasien berkisar dari 2 bulan hingga 70 tahun. Mean atau median usia saat diagnosis adalah dari 8,5 – 25 tahun. Rasio antara laki-laki: perempuan bervariasi mulai dari 1,1:1 sampai 1.9:1. Dalam survei neuropatologi Jerman di Reference Centre for Epilepsy Surgery, rata-rata usia 124 anak dengan ganglioglioma adalah 10,3 tahun, dengan 44% terjadi pada pasien wanita (Louis et al., 2007).

Tumor ini dapat terjadi diseluruh SSP, termasuk serebrum, batang otak, serebelum, sumsum tulang belakang, saraf optik, hipofisis dan kelenjar pineal. Mayoritas dari ganglioglioma berlokasi di lobus temporal (> 70%) (Louis et al., 2007).


(34)

29 Gejala bervariasi sesuai dengan ukuran dan lokasi tumor. Tumor di serebrum biasanya dikaitkan dengan riwayat kejang dengan durasi mulai dari satu bulan sampai 50 tahun sebelum diagnosis, dengan interval mean atau median durasi 6–25 tahun. Untuk tumor yang melibatkan batang otak atau sumsum tulang belakang, mean durasi gejala sebelum diagnosis secara berturut-turut adalah 1,25 dan 1,4 tahun. Ganglioglioma maupun glangliositoma merupakan tumor yang paling sering berkaitan dengan epilepsi kronik lobus temporal (Louis et al., 2007).

2. Tumor Neuroepitel Disembrioplastik (DNT)

Tumor neuroepitel disembrioplastik (DNT) merupakan tumor jinak. Biasanya berupa neoplasma glialneuronal supratentorial yang terjadi pada anak-anak atau dewasa muda. DNT biasanya ditemukan di kortikal dan dengan kejang parsial yang resistan terhadap obat (Louis et al., 2007). DNT terdiri atas campuran neuron matur, daerah mirip oligodendroglioma dan astrosit (Kumar et al., 2007).

Dalam operasi epilepsi, kejadian "khas" DNT adalah 12% pada orang dewasa dan 13,5% di anak. Di antara semua neuroepithelial tumor yang didiagnosis pada sebuah institusi tunggal, DNT diidentifikasi dalam 1,2% dari pasien yang berusia dibawah 20 tahun dan hanya 0,2% dari mereka yang berusia lebih dari 20 tahun. Usia pasien pada


(35)

30 timbulnya gejala kriteria diagnostik sangat penting. Sekitar 90% dari kasus, kejang pertama terjadi sebelum usia 20 tahun. Pasien sering terdiagnosis pada dekade kedua atau ketiga kehidupan, tetapi deteksi dari DNT dengan pencitraan pada anak-anak atau muda orang dewasa dengan onset kejang menjadi lebih biasa. Pasien laki-laki lebih sering terkena (Louis et al., 2007).

DNT dapat berlokasi di setiap bagian korteks supratentorial, tetapi paling sering berada di lobus temporal, terutama melibatkan struktur mesial. DNT juga dapat berada di daerah ventrikel lateral, septum pelucidum, regio trigonoseptal, otak tengah, serebelum dan batang otak (Louis et al., 2007).

Pasien dengan DNT supratentorial biasanya datang dengan keluhan kejang parsial yang resistan terhadap obat, dengan atau tanpa generalisasi sekunder dan tidak ada defisit neurologis. Lamanya durasi kejang sebelum bedah intervensi dapat bervariasi dari hitungan minggu hingga dasawarsa, yang menyebabkan variabilitas dalam usia dari pasien di diagnosis patologis (Louis et al., 2007).

c. Neoplasma Intraparenkim Primer

1. Limfoma Sistem Saraf Pusat (SSP) Primer

Limfoma SSP Primer biasanya berupa tumor sel Limfosit B yang secara mikroskopis mirip dengan neoplasma non-Hodgkin dengan


(36)

31 predominansi sel besar dan lesi agresif dengan pola pertumbuhan angiosentrik (Kumar et al., 2007).

Insiden tumor ini mengalami peningkatan di seluruh dunia: dari 0,8-1,5% menjadi 6,6% dari seluruh neoplasma intrakranial primer, terutama sebagai konsekuensi dari epidemi AIDS. Limfoma ssp primer dapat mengenai segala usia, dengan puncak kejadian pada pasien imunokompeten yaitu pada dekade keenam dan ketujuh hidup. Rasio penderita laki-laki dan perempuan sekitar 3:2 (Louis et al., 2007).

Sekitar 60% dari limfoma SSP primer terdapat di ruang supratentorial, termasuk lobus frontal (15%), temporal (8%), parietal (7%) dan oksipital (3%), ganglia basalis atau daerah periventrikular (10%) dan corpus calosum (5%) , fossa posterior (13%) (Louis et al., 2007).

2. Neoplasma Sel Germinativum

Secara mikroskopis neoplasma sel geminativum terdiri atas sel besar dengan batas jelas, sitoplasma jernih kaya glikogen dan nukleus bulat dengan nukleolus jelas. Sel sering tersusun dalam lobulus-lobulus kevil dengan sekat fibrosa diantaranya. Biasanya terdapat serbukan


(37)

32 limfosit dan kadang-kadang menutupi sel neoplastik (Kumar et al., 2007).

Angka kejadian berdasarkan geografis sangat bervariasi. Tumor ini paling sering ditemukan Asia timur. Tumor sel germinal SSP menyumbang 2–3% dari neoplasma intrakranial primer, dan 8-15% dari kasus pada pediatrik di Jepang, Taiwan dan Korea. Di barat, neoplasma ini hanya 0,3–0,6% dari tumor intrakranial primer dan sekitar 3–4% dari dari kasus tersebut yang mempengaruhi anak-anak. Sekitar 80–90 % dari SSP sel germinal tumor menimpa subyek yang lebih muda dari 25 tahun, kejadian memuncak pada usia 10–14 tahun. Berdasarkan analisis registri di Jepang, dari total 1.463 pasien, menunjukkan bahwa 70% kasus terjadi pada 10–24 tahun dan 73% mempengaruhi laki-laki. Hanya 2,9% pasien di bawah 5 tahun dan 6,2% lebih dari 35 tahun (Louis et al., 2007).

Seperti tumor sel germinal extragonadal lainnya, germ cell tumor SSP terutama mempengaruhi garis tengah: 80% atau lebih timbul dalam struktur ventrikel ketiga, dengan daerah dari kelenjar pineal (lokasi asal paling sering), diikuti oleh kompartemen suprasellar (Louis et al., 2007).

Manifestasi klinis tumor sel germinal SSP dan durasinya bervariasi tergantung jenis histologis dan lokasi. Tumor wilayah pineal sering


(38)

33 menekan dan menghambat cairan serebrospinal, sehingga terjadi hidrosefalus progresif dengan hipertensi intrakranial. Tumor sel germinal suprasellar biasanya terletak pada Chiasm optik, menyebabkan gangguan visual dan sering mengganggu sumbu hipotalamus-hipofisis (Louis et al., 2007).

3. Hemangioblastoma

Hemangioblastoma merupakan tumor yang tumbuh secara perlahan. Secara mikroskopis tumor ini terdiri atas campuran pembuluh darah halus dan sel stroma berbusa kaya-lemak yang asal selnya tidak diketahui (Kumar et al., 2007).

Hemangioblastoma merupakan tumor yang jarang terjadi dan berhubungan dengan penyakit von Hippel-Lindau (VHL). Hemangioblastoma biasanya terjadi pada dewasa. Tumor yang berkaitan dengan sindrom VHL dapat hadir secara signifikan pada pasien muda pasien. Angka kejadian pada laki-laki dan perempuan hampir sama (Louis et al., 2007).

Hemangioblastoma dapat terjadi pada semua bagian dari sistem saraf. Tumor yang sporadis terjadi terutama di serebelum, biasanya di hemisfer, sedangkan hemangioblastoma yang terkait sindrom VHL dapat tumbuh multipel dan mempengaruhi batang otak , sumsum tulang belakang dan saraf lain di otak kecil. Lesi di daerah


(39)

34 supratentorial dan sistem saraf perifer jarang terjadi (Louis et al., 2007).

Gejala umumnya muncul berupa gangguan aliran CSS karena kista tumor atau massa padat. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan hidrosefalus. Hemangioblastoma memproduksi erythropoietin, dan hal ini dapat menyebabkan polisitemia sekunder (Louis et al., 2007).

d. Meningioma

Meningioma biasanya melekat pada bagian dalam permukaan dura mater. Kebanyakan meningioma jinak dan sesuai dengan WHO kelas I. Tertentu subtipe histologis atau meningioma dengan kombinasi spesifik dari morfologi parameter yang terkait dengan kurang hasil klinis yang menguntungkan dan sesuai WHO nilai II (atipikal) dan III (anaplastik atau ganas) (Louis et al., 2007). Tumor ini berkaitan dengan hilangnya sebagian atau seluruh kromosom 22 yang menyebabkan delesi gen NF2. Massa tumor terdiri dari sel-sel bentuk oval sampai lonjong; tumbuh hiperplastis membentuk struktur kisaran dan pada bagian tengah tampak pembentukan psammoma bodies (massa kalsifikasi konsentris); diantara kelompok-kelompokan sel-sel tumor dibatasi jaringan ikat dan proliferasi pembuluh darah (Kumar et al., 2007).


(40)

35 Meningioma mencapai sekitar 24–30% tumor intrakranial primer yang terjadi di Amerika Serikat dengan tingkat kejadian tahunan sampai 13 per 100 000. Di Skandinavia, insiden telah meningkat antara tahun 1968 dan 1997 yaitu 2,6–4,5 per 100000 pada wanita, dan 1,4–1,9 pada pria. Pada otopsi, meningioma ditemukan kebetulan di 1,4 % kasus. Meningioma multipel sering terjadi pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2 (NF2) dan pada keluarga non-NF2 dengan faktor predisposisi menderita meningioma herediter. Meningioma terjadi paling umum pada pasien paruh baya dan lanjut usia, dengan puncaknya pada dekade keenam dan ketujuh (Louis et al., 2007).

Meningioma paling sering tumbuh araknoid mater di kubah kranium (supratentorial terutama didaerah parasagital dan infratentorial, yaitu disamping medial os petosum dekat sudutserebelopontin) dan medulla spinalis (biasanya terletak di bagian T.4 sampai T.8) (Kumar et al., 2007).

Meningioma umumnya tumbuh lambat dan menghasilkan tanda dan gejala neurologis karena kompresi struktur yang berdekatan; defisit neurologis yang spesifik tergantung pada lokasi tumor. Sakit kepala dan kejang sering menggambarkan munculnya meningioma (Louis et al., 2007).


(41)

36 C. Diagnosis Tumor Otak

Evaluasi yang baik untuk pasien yang dicurigai menderita tumor otak memerlukan riwayat yang lengkap, pemeriksaan fisik yang tepat terutama pemeriksaan neurologi, dan pemeriksaan pencitraan neurologi yang tepat untuk mendiagnosisnya (Zahhir, Sadrabadi & Dehghani, 2011). Sebagian besar pasien yang terdiagnosis tumor otak datang ke rumah sakit atau praktek dokter dengan keluhan perasaan tidak nyaman, sakit kepala, muntah, dan atau kehilangan kesadaran (O’Callaghan, 2011).

Pencitraan memegang peranan sentral dalam diagnosis, karakterisasi, survailen, dan monitoring terapi tumor intrakranial. Meskipun beberapa massa intrakranial memiliki fitur radiologi yang cukup khas untuk memungkinkan diagnosis, pencitraan secara konvensional memiliki keterbatasan dalam membedakan tumor otak dari penyakit non-neoplastik lain yang dapat hadir sebagai space occupying lesions (SOL). Untuk peningkatan massa perifer, diferensial diagnosis utama yaitu high grade dan tumor otak sekunder, lesi inflamasi atau demielinasi dan abses. Tidak adanya peningkatan lesi dapat mewakili low grade gliomas (LGGs), ensefalitis virus dan anomali perkembangan, seperti focal displasia ortical. (Upadhyay & Waldman, 2011).

Metode biomedis konvensional untuk analisis dan diagnosis lesi jaringan otak adalah untuk mengekstrak sampel jaringan, diikuti dengan pemeriksaan histopatologi dan analisis berdasarkan morfologi spesimen biopsi. Meskipun ini telah menjadi prosedur untuk mendeteksi lesi tumor manusia, histopatologi


(42)

37 konvensional memiliki kelemahan: proses ini invasif, deteksi tidak dilakukan in situ, waktu pemrosesan spesimen yang lama, dan berbagai tingkat presisi mata patologi dalam membaca dan analisis spesimen. Selain analisis histokimia, dalam metode in situ untuk pemeriksaan tumor otak termasuk MRI, x-ray scan, CT scan, dan positron emission tomography (PET), yang dilakukan sebelum dan setelah operasi untuk menentukan lokasi dan bentuk lesi. Bagaimanapun, diperlukan pencitraan yang jelas untuk mengidentifikasi margin tumor, inspeksi visual dan palpasi jaringan. Dalam diagnosis dini, angka deteksi tumor otak dari hasil analisis histokimia oleh ahli patologi mencapai 90% (Yan Zhou et al, 2012).

Sementara itu CT dan MRI prediktif untuk mengetahui lokasi tumor intrakranial. Akurasi dari kedua metode pencitraan ini dalam mendiagnosis tumor otak bervariasi. Namun, MRI memiliki akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan CT scan dalam mendiagnosis tumor otak dan korelasi dengan biopsi (Zahhir, Sadrabadi & Dehghani, 2011).

Deteksi jaringan tumor aktif dengan teknik CT dan MRI konvensional tidak dapat dengan pasti membedakan jaringan tumor yang aktif dari perubahan nonneoplastik yang disebabkan pengobatan, seperti edema, perubahan pasca operasi atau nekrosis jaringan akibat radiasi (Borgh et al, 2011).

Fitur Radiologi saja tidak dapat diandalkan untuk klasifikasi diagnostik. Biopsi stereotactic dipandu CT scan adalah metode yang aman sehingga


(43)

38 memungkinkan ahli bedah saraf mendapatkan sampel jaringan untuk diagnosis histopatologi lesi massa intrakranial di hampir semua wilayah. Sampel ini diperlukan untuk mendapatkan diagnosis jaringan yang valid, yang sangat diperlukan untuk keputusan pengobatan ( Rachinger et al, 2009; Ersahin et al, 2011).

Di Indonesia sendiri 2% tumor otak didiagnosis secara klinis, 22% dengan pemeriksaan radiologi, dan 86% didiadnosis menggunakan standar baku emas berupa pemeriksaan mikroskopik. Sedangkan untuk meningioma, 6% didiagnosa secara radiologi dan 94% dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopis (Sinuraya, 2012).


(44)

39 III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian cross sectional dengan menggunakan metode deskriptif yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang karakteristik klinis dan histopatologis kasus tumor otak primer di RSUD Abdul Moeloek dan RS Imanuel Bandar Lampung periode Januari 2009–Oktober 2013 yang meliputi usia, jenis kelamin, tanda dan gejala,lokasi tumor dan jenis histopatologi tumor otak primer menurut WHO.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Departemen Patologi Anatomi RSUD Abdul Moeloek dan RS Imanuel Bandar Lampung pada bulan November 2013.

C. Populasi Penelitian

Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah semua data kasus tumor otak primer yang didiagnosis dan teregistrasi di RSUD Abdul Moeloek dan RS Imanuel Bandar Lampung periode Januari 2009 – Oktober 2013.


(45)

40 D. Sampel Penelitian

Pengambilan sampel menggunakan metode total sampling, dimana setiap data pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu yaitu mulai dari periode Januari 2009 sampai dengan Oktober 2013.

E. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi penelitian ini adalah

a. Data pasien yang menderita menderita tumor otak primer yang teregistrasi di Bagian Rekam Medik dan Laboratorium Patologi Anatomi pada periode Januari 2009 – Oktober 2013 baik di RSUD Abdul Moeloek dan RS Imanuel Bandar Lampung.

b. Terdapat hasil pemeriksaan radiologi untuk menentukan lokasi tumor.

c. Pasien didiagnosa menderita tumor otak primer secara mikroskopis melalui pemeriksaan patologi anatomi.

F. Identifikasi Variabel

Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah 1. Usia

2. Jenis kelamin 3. Gejala Klinis


(46)

41 4. Modalitas terapi

5. Tipe tumor otak secara mikroskopik 6. Lokasi Tumor

G. Definisi Operasional

1. Dua rumah sakit di Kota Bandar Lampung yang dimaksud adalah RS Imanuel dan RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung yang merupakan rumah sakit pendidikan.

Tabel 2. Definisi Operasional Masing-Masing Variabel

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Tumor Otak

Tumor atau massa yang terdapat di otak dan tumbuh langsung dari jaringan intrakranial atau yang sering disebut tumor

otak primer

intrakranial dan telah dikonfirmasi jenisnya

oleh melalui

pemeriksaan patologi anatomi.

Data rekam medik RS Imanuel dan RSUDAM Bandar Lampung tahun 2009-2013

Jumlah kasus tumor otak

Nomi nal

2 Karakteri stik klinis

Karakteristik berupa usia, jenis kelamin, keluhan utama, modalitas terapi dan lokasi tumor.

Data rekam medik RS Imanuel dan RSUDAM Bandar Lampung tahun 2009-2013

Karakter klinis tumor otak berupa usia, jenis kelamin, tanda dan gejala,

modalitas terapi, dan lokasi tumor

Nomi nal

2a Usia Usia biologis pasien tersebut saat

Data rekam medik RS

Jumlah kasus tumor otak

Nomi nal


(47)

42 didiagnosis tumor

otak dengan

pemeriksaan histopatologi.

Imanuel dan RSUDAM Bandar Lampung tahun 2009-2013

pada rentang usia tertentu (dalam tahun): 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75-79 80+

2b Jenis Kelamin

Jenis kelamin pasien tumor otak tersebut

(Laki-laki/Perempuan)

Data rekam medik RS Imanuel dan RSUDAM Bandar Lampung tahun 2009-2013

jumlah kasus tumor otak pada pria dan wanita Nomi nal 2c Tanda dan Gejala

Keluhan yang

disampaikan dan ditemukan pada saat pasien datang ke rumah sakit dan tertulis di rumah sakit

Data rekam medik RS Imanuel dan RSUDAM Bandar Lampung tahun 2009-2013

jumlah kasus tumor otak untuk tiap tanda dan gejala yang ditemukan

Nomi nal

2d Modalitas Terapi

Terapi yang diterima pasien berupa terapi operatif, operatif dan radioterapi, operatif dan kemoterapi.

Data rekam medik RS Imanuel dan RSUDAM Bandar Lampung tahun

2009-jumlah kasus yang menerima terapi berupa: a. Bedah b. Bedah+ke moterapi Nomi nal


(48)

43 H. Prosedur Penelitian

Penelitian yang dilakukan dengan meminta surat permohonan izin melakukan penelitian ke masing-masing rumah sakit dan diakhiri dengan analisis data secara deskriptif. prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar

2018 c. Bedah+ra

dioterapi

2e Lokasi Tumor

Lokasi tumor yang terlihat dari hasil CT scan yang di interpretasikan oleh ahli radiologi

Data rekam medik RS Imanuel dan RSUDAM Bandar Lampung tahun 2009-2019

jumlah kasus tumor otak berdasarkan lokasi Nomi nal 3 Karakteri stik histopatol ogi

Hasil diagnosis tipe tumor berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi

menurut WHO

Data rekam medik RS Imanuel dan RSUDAM Bandar Lampung tahun 2009-2020

jumlah kasus tumor otak berdasarkan tipe tumor

Nomi nal


(49)

44 Gambar 5. Prosedur Penelitian

I. Rencana Pengolahan Data 1. Pengumpulan Data

Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan dokumentasi dari rekam medik pasien tumor otak dan slide PA dari bagian Patologi Anatomi RSUD Abdul Moeloek dan RS Imanuel Bandar Lampung periode Januari 2009- Oktober 2013.

Analisis data deskriptif Pengolahan Data

Review ulang mengenai jenis histopatologi berdasarkan slide

Mengumpulkan slide dari masing-masing Lab. PA Pengumpulan data dari status Rekam Medik Tanggapan dari pihak Diklat masing-masing

Rumah Sakit

Permohonan penelitian kepada masing-masing rumah sakit yang diajukan ke Direktur Utama


(50)

45 2. Pengolahan Data

Setelah dokumentasi dikumpulkan, selanjutnya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing data

Yaitu memeriksa data yang dimaksud apakah sudah sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

b. Koding

Yaitu pengkodean pada tiap-tiap data sehingga memudahkan dalam melakukan analisa data.

c. Tabulating

Yaitu menyusun data yang diperoleh kedalam bentuk tabel.

3. Analisa Data

Analis yang digunakan adalah analisa univariat, yaitu analisa yang dilakukan pada tiap variabel dari hasil penelitian dan menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel. Analisa univariat untuk semua variabel menggunakan persentase dengan formula :

P x 100% P : Persentase F : Frekuensi N : Jumlah sampel


(51)

46 J. Etika

Penelitian telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(52)

66 V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kasus tumor otak terbanyak adalah meningioma dengan lokasi terbanyak berada di daerah frontal. Tumor otak lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria dan lebih sering terjadi pada rentang usia 40-44 tahun dengan keluhan terbanyak berupa sakit kepala, dan terapi yang diterima oleh sebagian besar penderita berupa terapi bedah tanpa kombinasi.

B.Saran

Berdasarkan simpulan seperti yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diberikan saran yang dianggap perlu, yaitu:

1. Bagi Rumah sakit agar memperbaiki sistem pendataan rekam medik, mulai dari nama, usia, nomor rekam medik, dan kelengkapan isi rekam medik sehingga memudahkan bagi peneliti lain yang memerlukan data rekam untuk bahan penelitiannya.

2. Bagi institusi kesehatan agar dapat melakukan pendataan tumor otak secara rutin dan berkala.


(53)

67 3. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat menelti tumor otak secara lebih spesifik, misalnya menganalisis mengenai meningioma yang merupakan tumor otak terbanyak di RS Imanuel dan RS Abdul Moeloek Bandar Lampung.

4. Bagi masyarakat agar dapat meningkatkan pengetahuan mengenai karakteristik klinik dalam mengenali keluhan-keluhan yang sering timbul pada penyakit tumor otak sehingga dapat diberikan terapi sedini mungkin dan bisa mendapatkan hasil yang maksimal dari manfaat terapi yang diberikan.


(54)

68 DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Z, Arshad H, Hasan SH, Fatima S, Idrees R, Aftab K, Barakzai MA, Ahmed A, Pervez S, Kayani N. 2010. CNS neoplasms in Pakistan, a pathological persperctive. Asian Pacific J Cancer Prev. 11:317-321. Alajbegovic A, Loga N, Alajbegovic S, Suljic E. 2009. Characteristics of

symptomatic epilepsy in patients with brain tumor. Bosnian Journal Of Basic Medical Sciences. 9: 81-84.

American Brain Tumor Association (ABTA). 2012. About Brain Tumors a Primer for Patients and Caregivers. Chicago : ABTA. Pp. 76 – 78.

Anonim.http://apbrwww5.apsu.edu/thompsonj/Anatomy%20&%20Physiology/20 10/2010%20Exam%20Reviews/Exam%204%20Review/CH%2012%20Fu nctional%20Areas%20of%20the%20Cerebral%20Cortex.htm diunduh pada 29 Oktober 2013, pukul 05:02 WIB.

Arora RS, Alston RD, Eden TOB, Estlin EJ, Moran A, Birch JM. 2009. Age– incidence patterns of primary CNS tumors in children, adolescents, and adults in England. Neuro-Oncology. 11: 403–413.

Aryal G. 2011. Hystopatological pattern of central nervous system tumor : a three year retrospective study. Journal of Pathology of Nepal. 1: 22-25.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta. Hlm. XIV, 115-117.

Baldi I, Gruber A, Alioum A, Berteaud E, Lebailly P, Huchet A, Tourdias T, kantor T, Maire JP, Vital A, Loiseau H, and the Gironde TSNC Registry Group. 2011. Descriptive epidemiology of CNS tumors in France : result from the Gironde Registry for the period 2000 – 2007. Neuro-Oncology. 13(12): 1370 – 1378

Blitshteyn S, Crook JE, and Jaeckle KA. 2008. Is there an association between meningioma and hormone replacement therapy?. Journal Of Clinical Oncology. 26(2): 279-282.

Borght TV, Asenbaum S, Bartenstein P, Halldin C, Kapucu O, Laere KV, Varrone A, and Tatsch K. 2011. Brain umor imaging: European Association of


(55)

69 Nuclear Medicine procedure guidelines. In Methods of Cancer Diagnosis, Therapy, and Prognosis Brain Cancer. M. A. Hayat (Ed). England: Springer. Pp 9–19.

CBTRUS. 2012. Statistical Report: Primary Brain and Central Nervous System Tumors Diagnosed in the United States in 2004-2008 (March 23, 2012 Revision). Source: Central Brain Tumor Registry of the United States. Hinsdale. website: www.cbtrus.org

Centers for Disease Control and Prevention.2004. Data collection of primary central nervous system tumors. National Program of Cancer Registries Training Materials. Atlanta, Georgia: U.S. Department of Health and Human Services Centers for Disease Control and Prevention. Pp. 16-25. Clark RK. 2005. Anatomy and Understanding the Human Body Physiology.

London : Jones and Barlett Publishers. Pp. 204-205.

Claus EB, Black PM, Bondy ML, Calvocoressi L, Schildkraut JM, Wiemels JL, Wrensch M. 2007. Exogenous hormone use and meningioma risk. Cancer. 110(3): 471-476.

Cook LJ and Freedman J. 2012. Brain Tumors, Understanding Brain Diseases and Disorders. New York: The Rosen Publishing Group. Pp. 9-10.

Custer B, Longstreth WT Jr, Philips LE, Koepsell TD, and Belle GV. 2006. Hormonal exposures and the risk of intracranial meningioma in women: a population-based case-control study. BMC Cancer. 6:152.

Dobes M, Shadbolt B, Khurana VG, Jain S, Smith SF, Smee R, Dexter M, Cook R. 2011. A multicenter study of primary brain tumor incidence in Australia (2000-2008). Neuro-Oncology. 13(7): 783-790.

Dolecek TA, Propp JM, Stroup NE, Kruchko C. 2012. CBTRUS statistical report: primary brain and central nervous system tumors diagnosed in the United States in 2005–2009. Neuro-Oncology. 14(5):1–49.

Ellis H. 2006. Clinical Anatomy Elevent Edition. US : Blackwell Publishing. Pp. 349-352.

Ersahin M, Karaaslan N, Gurbuz MS, Hakan T, Berkman MZ, Ekinci O, Denizli N, Aker FV. 2011. The safety and diagnostic value of frame-based and CT-guided stereotactic brain biopsy technique. Turkish Neurosurgery. 21(4): 582-590.

Gigineishvili D, Rohrmann S, Tsiskaridze A, and Shakarishvili R. 2013. Incidence rates of the primary brain tumours in Georgia – a prospective population-based study. Bulletin Of The Georgian National Academy Of Sciences. 7(2): 149–157.


(56)

70 Ginsberg L. 2011. Lecture Note : Neurologi. Alih bahasa Indah Retno Wardhani.

Jakarta: Penerbit Erlangga. Hlm 117.

Guevara P, Escobar-Arriaga E, Saavedra-Perez D, Martinez-Rumayor A, Flores-Estrada D, Rembao D, Calderon A, Sotelo J, Arrieta O. 2010. Angiogenesis and expressioan of estrogen and progesterone receptors as predictive factors for recurrence of meningioma. J Neurooncol. 98: 379-384.

Jazayeri SB, Movaghar VR, Shokraneh F, Saadat S, and Ramezani R. 2013. Epidemiology of primary cns tumors in Iran: a systematic review. Asian Pacific J Cancer Prev. 14 (6): 3979-3985.

Kaal ECA and Vecht CJ. 2004. The management of brain edema in brain tumors. Department of Neorology Medical Center Haaglanden, Netherland. Oncology. 16:593–600.

Kabat GC, Etgen EM, Rohan TE. 2010. Do steroid hormones play a role in the etiology of glioma?. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. 19:2421-2427. Katchy KC, Alexander S, Al-Nashmi NM, and Al-Ramadan A. 2013.

Epidemiology of primary brain tumors in childhood and adolescence in Kuwait. Springer Plus. 2: 58.

Koeller KK. 2007. Central nervous system neoplasms and tumorlike masses. In: Wiliam E. Brant & Clyde A. Helms. Fundamentals of Diagnostic Radiology, 3rd Ed. US: Lippincott Williams & Wilkins. Pp. 123-124. Kohler BA, Ward E, McCharthy BJ, Shymura MJ, Ries LAG, Ehemen C, Jemal

A, Anderson RN, Ajani UA, Edwards BK. 2011. Annual report to the nation on the status of cancer 1975 – 2007, featuring tumors on the brain and other nervous system. JNCI J Natl Cancer Inst. 103:1–23.

Korhonen K, auvinen A, Lyytinen H, Ylikorkala O, and Pukkala E. 2012. A nationwide cohort study on the incidence of meningioma in women using postmenopausal hormone therapy in Finland. American Journal of Epidemiology. 175(4):309–314.

Kumar V, Cotran, RS, and Robbins SL. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Alih bahasa Brahm U. Pendit. Vol.2. Jakarta: EGC. Hlm 928-933.

Kyu Won Jung, Sohee Park, Aesun Shin, Chang-Mo Oh, Hyun-Joo Kong, Jae Kwan Jun, Young-Joo Won. 2012. Do female cancer patients display better survival rates compared with males? Analysis of the Korean National Registry data, 2005–2009. Journal Plos One. 7(12): 1-6.


(57)

71 Jong Woo Lee, Wen PY, Hurwitz S, Black P, Kesari S, Drappatz J, Golby AJ, Wells WM, Warfield SK, Kikinis R, Bromfield EB. 2010. Morphological characteristics of brain tumors causing seizures. Arch Neurol. 67(3): 336– 342.

Louis DN, Ohgaki H, Wiestler OD, Cavenee WK. 2007. WHO Classification of Tumours of the Central Nervous System. 4th Edition. Lyon : International Agency for Research on Cancer.

Mardjono M dan Sidharta P. 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. Hlm 390-402.

Mollah N, Baki A, Afzal N, Hossen A. 2010. Clinical and pathological characteristics of brain tumor. BSMMU J. 3(2): 68-71.

Moore KL dan Agur AMR. 2002. Anatomi Klinis Dasar. alih bahasa, Hendra Laksman. (Ed) Vivi Sadikin dan Virgi Saputra. Jakarta: EGC. Hlm 361-364.

O’Callaghan V. 2011. Understanding Brain Tumor. NSW: Cancer Council. Oemiati R, Rahajeng E, dan Kristanto A Y. 2011. Prevalensi tumor dan beberapa

faktor yang mempengaruhinya di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan. 39(4): 190 – 204.

Omay SB and Vogelbaum MA.2009. Current concepts and newer developments in the treatment of malignant gliomas. Indian Journal of Cancer. 46: 88– 95.

Ostrom QT, Gittleman H, Farah P, Ondracek A, Yanwen Chen, Wolinsky Y, Stroup NE, Kruchko C, and Sloan JSB. 2013. CBTRUS statistical report: Primary brain and central nervous system tumors diagnosed in the United States in 2006-2010. Neuro-Oncology. 15(2): 1–56.

Packer RJ, MacDonald T, Vezina G. 2010. Central nervus system tumors. Hemato Oncol Clin N Am. 24: 87-108.

Pawl JD, Lee S, Clark PC, and Sherwood PR. 2013. Sleep characteristics of family caregivers of individuals with a primary malignant brain tumor. Oncology Nursing Forum. 40(2): 171-179.

Porter KR, McCharthy BJ, Freels S, Kim Y, and Davis FG. 2010. Prevalence estimates for primary brain tumors in the United States by age gender, behavior, and histology. Neuro-Oncology. 12(6): 520–527.

Rachinger W, Grau S, Holtmannspotter M, Herms J, Tonn J-C, Kreth FW. 2009. Serial stereotactic biopsy of brainstem lesions in adults improves


(58)

72 diagnostic accuracy compared with MRI only. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 80: 1134–1139.

Ropper A and Brown RH. 2009. Headache and other craniofacial pains. In: Adams and Victor’s Principles of Neurology 8th Edition. McGraw-Hill Companies, Inc. 8: 10 Pp 158-159.

Satria A. 2011. Angka Harapan Hidup Dua Tahun Penderita Low Grade Dan High Grade Glioma yang Mendapatkan Terapi Radiasi (Artikel Karya Tulis Ilmiah). Universitas Diponegoro.

Schankin CJ, Ferrari U, Reinisch VM, Birnbaum T, Goldbrunner R, Straube A. 2007. Characteristics of brain tumour-associated headache. Chephalalgia. 27(8): 904-911.

Seidel C, Dorner N, Osswald M, Wick A, Platten M, Bendszus M, and Wick W. 2011. Does age matter? - A MRI study on peritumoral edema in newly diagnosed primary glioblastoma. BMC Cancer. 11:127.

Shamji MF, Fric-Shamji EC, and Benoit BG. 2009. Brain tumor and epilepsy: pathophysiology od peritumoral changes. Neurosurg Rev. 32: 275–2 85. Siegel R, Naishadham D, and Jemal A. 2012. Cancer statistics 2012. A Cancer

Journal for Clinicians 62: 10-29.

Singh R. 2011. Gambaran Karakteristik Pasien Tumor Otak Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Tahun 2010 (Skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Medan.

Sinuraya ES. 2012. Registrasi Kanker Berbasis Rumah Sakit Di Rumah Sakit Kanker Dharmais 2003-2007. Jakarta.

The Headache Classification Subcomittee of the International Headache Society. 2004. The International Classification of Headache Disorders, 3rd edition (ICHD-II). International Headache Society in Chepalgia : UK. Pp 713, 719–721.

Upadhyay N and Waldman AD. 2011. Conventional MRI evaluation of gliomas. The British Journal of Radiology. 84 (2011): 107–111.

Van Breemen MSM, Wilms EB, and Vecht CJ. 2007. Epilepsy in patients with brain tumours: epidemiology, mechanisms, and management. Lancet Neurol. 6: 421–430.

Wiemels J, Wrensch M, Claus EB. 2010. Epidemiology and etiology of meningioma. J. Neuro Oncol. 99: 307-314.


(59)

73 Wigertz A, Lonn S, Mathiesen T, Ahlbom A, Hall P, Feychting M, and Swedish INTERPHONE Study Group. 2006. Risk of brain tumors associated with exposure to exogenous female sex hormones. American Journal of Epidemiology. 164(7):629–636.

Wilkinson IMS and Lennox G. 2005. Essential Neurologi. United Kingdom: Blackwell Publishing.

Xiao-Pan Li, Guang-Wen Cao, Qiao Sun, Chen Yang, Bei Yan, and Mei-Yu Zhang. 2013. Cancer incidence and patient survival rates among the residents in the Pudong New Area of Shanghai between 2002 and 2006. Chinese Journal of Cancer. 32: 512 – 519.

Yan Zhou, Cheng-Hui Liu, Yi Sun, Yang Pu, Susie BW, Yulong Liu, Alfano RA. Human brain cancer studied by resonance Raman spectroscopy. Journal of Biomedical Optics. 17(11): 1–7.

Zahhir T, Sadrabadi R, and Dehghani. 2011. Evaluation of diagnostic value of CT scan and MRI in brain tumors and comparison with biopsy. Iranian Journal of Pediatric Hematology Oncology. 1(4): 121–125.


(1)

68 DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Z, Arshad H, Hasan SH, Fatima S, Idrees R, Aftab K, Barakzai MA, Ahmed A, Pervez S, Kayani N. 2010. CNS neoplasms in Pakistan, a pathological persperctive. Asian Pacific J Cancer Prev. 11:317-321. Alajbegovic A, Loga N, Alajbegovic S, Suljic E. 2009. Characteristics of

symptomatic epilepsy in patients with brain tumor. Bosnian Journal Of Basic Medical Sciences. 9: 81-84.

American Brain Tumor Association (ABTA). 2012. About Brain Tumors a Primer for Patients and Caregivers. Chicago : ABTA. Pp. 76 – 78.

Anonim.http://apbrwww5.apsu.edu/thompsonj/Anatomy%20&%20Physiology/20 10/2010%20Exam%20Reviews/Exam%204%20Review/CH%2012%20Fu

nctional%20Areas%20of%20the%20Cerebral%20Cortex.htm diunduh

pada 29 Oktober 2013, pukul 05:02 WIB.

Arora RS, Alston RD, Eden TOB, Estlin EJ, Moran A, Birch JM. 2009. Age– incidence patterns of primary CNS tumors in children, adolescents, and adults in England. Neuro-Oncology. 11: 403–413.

Aryal G. 2011. Hystopatological pattern of central nervous system tumor : a three year retrospective study. Journal of Pathology of Nepal. 1: 22-25.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta. Hlm. XIV, 115-117.

Baldi I, Gruber A, Alioum A, Berteaud E, Lebailly P, Huchet A, Tourdias T, kantor T, Maire JP, Vital A, Loiseau H, and the Gironde TSNC Registry Group. 2011. Descriptive epidemiology of CNS tumors in France : result from the Gironde Registry for the period 2000 – 2007. Neuro-Oncology. 13(12): 1370 – 1378

Blitshteyn S, Crook JE, and Jaeckle KA. 2008. Is there an association between meningioma and hormone replacement therapy?. Journal Of Clinical Oncology. 26(2): 279-282.

Borght TV, Asenbaum S, Bartenstein P, Halldin C, Kapucu O, Laere KV, Varrone A, and Tatsch K. 2011. Brain umor imaging: European Association of


(2)

69 Nuclear Medicine procedure guidelines. In Methods of Cancer Diagnosis, Therapy, and Prognosis Brain Cancer. M. A. Hayat (Ed). England: Springer. Pp 9–19.

CBTRUS. 2012. Statistical Report: Primary Brain and Central Nervous System Tumors Diagnosed in the United States in 2004-2008 (March 23, 2012 Revision). Source: Central Brain Tumor Registry of the United States. Hinsdale. website: www.cbtrus.org

Centers for Disease Control and Prevention.2004. Data collection of primary central nervous system tumors. National Program of Cancer Registries Training Materials. Atlanta, Georgia: U.S. Department of Health and Human Services Centers for Disease Control and Prevention. Pp. 16-25. Clark RK. 2005. Anatomy and Understanding the Human Body Physiology.

London : Jones and Barlett Publishers. Pp. 204-205.

Claus EB, Black PM, Bondy ML, Calvocoressi L, Schildkraut JM, Wiemels JL, Wrensch M. 2007. Exogenous hormone use and meningioma risk. Cancer. 110(3): 471-476.

Cook LJ and Freedman J. 2012. Brain Tumors, Understanding Brain Diseases and Disorders. New York: The Rosen Publishing Group. Pp. 9-10.

Custer B, Longstreth WT Jr, Philips LE, Koepsell TD, and Belle GV. 2006. Hormonal exposures and the risk of intracranial meningioma in women: a population-based case-control study. BMC Cancer. 6:152.

Dobes M, Shadbolt B, Khurana VG, Jain S, Smith SF, Smee R, Dexter M, Cook R. 2011. A multicenter study of primary brain tumor incidence in Australia (2000-2008). Neuro-Oncology. 13(7): 783-790.

Dolecek TA, Propp JM, Stroup NE, Kruchko C. 2012. CBTRUS statistical report: primary brain and central nervous system tumors diagnosed in the United States in 2005–2009. Neuro-Oncology. 14(5):1–49.

Ellis H. 2006. Clinical Anatomy Elevent Edition. US : Blackwell Publishing. Pp. 349-352.

Ersahin M, Karaaslan N, Gurbuz MS, Hakan T, Berkman MZ, Ekinci O, Denizli N, Aker FV. 2011. The safety and diagnostic value of frame-based and CT-guided stereotactic brain biopsy technique. Turkish Neurosurgery. 21(4): 582-590.

Gigineishvili D, Rohrmann S, Tsiskaridze A, and Shakarishvili R. 2013. Incidence rates of the primary brain tumours in Georgia – a prospective population-based study. Bulletin Of The Georgian National Academy Of Sciences. 7(2): 149–157.


(3)

70 Ginsberg L. 2011. Lecture Note : Neurologi. Alih bahasa Indah Retno Wardhani.

Jakarta: Penerbit Erlangga. Hlm 117.

Guevara P, Escobar-Arriaga E, Saavedra-Perez D, Martinez-Rumayor A, Flores-Estrada D, Rembao D, Calderon A, Sotelo J, Arrieta O. 2010. Angiogenesis and expressioan of estrogen and progesterone receptors as predictive factors for recurrence of meningioma. J Neurooncol. 98: 379-384.

Jazayeri SB, Movaghar VR, Shokraneh F, Saadat S, and Ramezani R. 2013. Epidemiology of primary cns tumors in Iran: a systematic review. Asian Pacific J Cancer Prev. 14 (6): 3979-3985.

Kaal ECA and Vecht CJ. 2004. The management of brain edema in brain tumors. Department of Neorology Medical Center Haaglanden, Netherland. Oncology. 16:593–600.

Kabat GC, Etgen EM, Rohan TE. 2010. Do steroid hormones play a role in the etiology of glioma?. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. 19:2421-2427. Katchy KC, Alexander S, Al-Nashmi NM, and Al-Ramadan A. 2013.

Epidemiology of primary brain tumors in childhood and adolescence in Kuwait. Springer Plus. 2: 58.

Koeller KK. 2007. Central nervous system neoplasms and tumorlike masses. In: Wiliam E. Brant & Clyde A. Helms. Fundamentals of Diagnostic Radiology, 3rd Ed. US: Lippincott Williams & Wilkins. Pp. 123-124. Kohler BA, Ward E, McCharthy BJ, Shymura MJ, Ries LAG, Ehemen C, Jemal

A, Anderson RN, Ajani UA, Edwards BK. 2011. Annual report to the nation on the status of cancer 1975 – 2007, featuring tumors on the brain and other nervous system. JNCI J Natl Cancer Inst. 103:1–23.

Korhonen K, auvinen A, Lyytinen H, Ylikorkala O, and Pukkala E. 2012. A nationwide cohort study on the incidence of meningioma in women using postmenopausal hormone therapy in Finland. American Journal of Epidemiology. 175(4):309–314.

Kumar V, Cotran, RS, and Robbins SL. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Alih bahasa Brahm U. Pendit. Vol.2. Jakarta: EGC. Hlm 928-933.

Kyu Won Jung, Sohee Park, Aesun Shin, Chang-Mo Oh, Hyun-Joo Kong, Jae Kwan Jun, Young-Joo Won. 2012. Do female cancer patients display better survival rates compared with males? Analysis of the Korean National Registry data, 2005–2009. Journal Plos One. 7(12): 1-6.


(4)

71 Jong Woo Lee, Wen PY, Hurwitz S, Black P, Kesari S, Drappatz J, Golby AJ, Wells WM, Warfield SK, Kikinis R, Bromfield EB. 2010. Morphological characteristics of brain tumors causing seizures. Arch Neurol. 67(3): 336– 342.

Louis DN, Ohgaki H, Wiestler OD, Cavenee WK. 2007. WHO Classification of Tumours of the Central Nervous System. 4th Edition. Lyon : International Agency for Research on Cancer.

Mardjono M dan Sidharta P. 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. Hlm 390-402.

Mollah N, Baki A, Afzal N, Hossen A. 2010. Clinical and pathological characteristics of brain tumor. BSMMU J. 3(2): 68-71.

Moore KL dan Agur AMR. 2002. Anatomi Klinis Dasar. alih bahasa, Hendra Laksman. (Ed) Vivi Sadikin dan Virgi Saputra. Jakarta: EGC. Hlm 361-364.

O’Callaghan V. 2011. Understanding Brain Tumor. NSW: Cancer Council. Oemiati R, Rahajeng E, dan Kristanto A Y. 2011. Prevalensi tumor dan beberapa

faktor yang mempengaruhinya di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan. 39(4): 190 – 204.

Omay SB and Vogelbaum MA.2009. Current concepts and newer developments in the treatment of malignant gliomas. Indian Journal of Cancer. 46: 88– 95.

Ostrom QT, Gittleman H, Farah P, Ondracek A, Yanwen Chen, Wolinsky Y, Stroup NE, Kruchko C, and Sloan JSB. 2013. CBTRUS statistical report: Primary brain and central nervous system tumors diagnosed in the United States in 2006-2010. Neuro-Oncology. 15(2): 1–56.

Packer RJ, MacDonald T, Vezina G. 2010. Central nervus system tumors. Hemato Oncol Clin N Am. 24: 87-108.

Pawl JD, Lee S, Clark PC, and Sherwood PR. 2013. Sleep characteristics of family caregivers of individuals with a primary malignant brain tumor. Oncology Nursing Forum. 40(2): 171-179.

Porter KR, McCharthy BJ, Freels S, Kim Y, and Davis FG. 2010. Prevalence estimates for primary brain tumors in the United States by age gender, behavior, and histology. Neuro-Oncology. 12(6): 520–527.

Rachinger W, Grau S, Holtmannspotter M, Herms J, Tonn J-C, Kreth FW. 2009. Serial stereotactic biopsy of brainstem lesions in adults improves


(5)

72 diagnostic accuracy compared with MRI only. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 80: 1134–1139.

Ropper A and Brown RH. 2009. Headache and other craniofacial pains. In: Adams and Victor’s Principles of Neurology 8th Edition. McGraw-Hill Companies, Inc. 8: 10 Pp 158-159.

Satria A. 2011. Angka Harapan Hidup Dua Tahun Penderita Low Grade Dan High Grade Glioma yang Mendapatkan Terapi Radiasi (Artikel Karya Tulis Ilmiah). Universitas Diponegoro.

Schankin CJ, Ferrari U, Reinisch VM, Birnbaum T, Goldbrunner R, Straube A. 2007. Characteristics of brain tumour-associated headache. Chephalalgia. 27(8): 904-911.

Seidel C, Dorner N, Osswald M, Wick A, Platten M, Bendszus M, and Wick W. 2011. Does age matter? - A MRI study on peritumoral edema in newly diagnosed primary glioblastoma. BMC Cancer. 11:127.

Shamji MF, Fric-Shamji EC, and Benoit BG. 2009. Brain tumor and epilepsy: pathophysiology od peritumoral changes. Neurosurg Rev. 32: 275–2 85. Siegel R, Naishadham D, and Jemal A. 2012. Cancer statistics 2012. A Cancer

Journal for Clinicians 62: 10-29.

Singh R. 2011. Gambaran Karakteristik Pasien Tumor Otak Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Tahun 2010 (Skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Medan.

Sinuraya ES. 2012. Registrasi Kanker Berbasis Rumah Sakit Di Rumah Sakit Kanker Dharmais 2003-2007. Jakarta.

The Headache Classification Subcomittee of the International Headache Society. 2004. The International Classification of Headache Disorders, 3rd edition (ICHD-II). International Headache Society in Chepalgia : UK. Pp 713, 719–721.

Upadhyay N and Waldman AD. 2011. Conventional MRI evaluation of gliomas. The British Journal of Radiology. 84 (2011): 107–111.

Van Breemen MSM, Wilms EB, and Vecht CJ. 2007. Epilepsy in patients with brain tumours: epidemiology, mechanisms, and management. Lancet Neurol. 6: 421–430.

Wiemels J, Wrensch M, Claus EB. 2010. Epidemiology and etiology of meningioma. J. Neuro Oncol. 99: 307-314.


(6)

73 Wigertz A, Lonn S, Mathiesen T, Ahlbom A, Hall P, Feychting M, and Swedish INTERPHONE Study Group. 2006. Risk of brain tumors associated with exposure to exogenous female sex hormones. American Journal of Epidemiology. 164(7):629–636.

Wilkinson IMS and Lennox G. 2005. Essential Neurologi. United Kingdom: Blackwell Publishing.

Xiao-Pan Li, Guang-Wen Cao, Qiao Sun, Chen Yang, Bei Yan, and Mei-Yu Zhang. 2013. Cancer incidence and patient survival rates among the residents in the Pudong New Area of Shanghai between 2002 and 2006. Chinese Journal of Cancer. 32: 512 – 519.

Yan Zhou, Cheng-Hui Liu, Yi Sun, Yang Pu, Susie BW, Yulong Liu, Alfano RA. Human brain cancer studied by resonance Raman spectroscopy. Journal of Biomedical Optics. 17(11): 1–7.

Zahhir T, Sadrabadi R, and Dehghani. 2011. Evaluation of diagnostic value of CT scan and MRI in brain tumors and comparison with biopsy. Iranian Journal of Pediatric Hematology Oncology. 1(4): 121–125.