Pendahuluan Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta

Metruk dalam Tradisi Wayang Purwa Oleh Afendy Widayat FBS UNY dimuat Jurnal Kejawen 2 Agustus 2008 Abstrak Dalam tradisi wayang purwa, dhalang sering mengatakan dengan kata metruk untuk menyebutkan kata lain yakni mayang, baik pada waktu pentas wayang maupun pada waktu yang lain. Permasalahan ini menarik perhatian karena dhalang memilih tokoh Petruk sebagai analogi dirinya. Pada kenyataannya di samping tokoh Petruk juga dipergunakan tokoh Cangik untuk mewakili dirinya. Namun dhalang tidak pernah mengatakan kegiatan mayang dengan istilah Nyangik. Hal ini disamping kebanyakan dhalang itu seorang pria, tokoh Cangik terbatas dalam beberapa hal saja dapat identik dengan kedudukan dhalang. Istilah metruk ternyata memang tepat ditinjau dari budaya Jawa secara umum dan dari tradisi pedhalangan khususnya, yakni telah memenuhi pedoman pada tiga hal, yakni kesusilaan anoraga, sabar, longgar, dsb., kehormatan perwira, dumawa, tanggon, dsb. dan rasa tanggung jawab wasis, wegig, kendel, kumandel, dsb..

1. Pendahuluan

Bila mendengar istilah wayang, maka pengertian umum yang terkandung di dalamnya adalah suatu bentuk pertunjukan yang disajikan oleh seorang dhalang, dengan menggunakan wayang kulit atau boneka atau sejenisnya sebagai alat pertunjukan Sedyawati, Edi dan Sapardi Djoko Damono. 1982 : 8. Menurut beberapa pakar pewayangan, kata purwa dalam istilah wayang purwa, berasal dari kata purwa dalam bahasa Sansekerta yang berarti ‘pertama’ atau ‘yang terdahulu’, atau bearasal dari kata parwa yang merupakan bagian dari parwa-parwa dalam kitab Mahabharata Mulyono, 1978: 5. Pada umumnya istilah wayang purwa mengacu pada pertunjukan wayang yang cerita pokoknya bersumber pada Mahabharata dan Ramayana. Tulisan ini membicarakan istilah wayang purwa, terutama menunjuk pada pertunjukan wayang kulit yang dilakukan oleh seorang dhalang dengan beberapa pembantunya. Pada suatu pembicaraan, baik dalam suatu pertunjukan maupun dalam pembicaraan keseharian, sering kali seorang dhalang mengaku melakukan pertunjukan wayang yang juga sering disebut mayang dengan mengatakan bahwa dirinya melakukan metruk. Pada kata mayang dan kata metruk terdapat proses afiksasi prefiks nasal { m- } p d f Machine A pdf w rit er t hat produces qualit y PDF files w it h ease Produce quality PDF files in seconds and preserve the integrity of your original docum ents. Com patible across nearly all Windows platform s, if you can print from a windows application yo u can use pdfMachine. Get yours now terhadap kata dasar wayang dan Petruk. Afiksasi nasal itu berfungsi membentuk kata kerja aktif yang dalam bahasa Indonesia sering diwujudkan dalam prefiks {me- } atau {ber- }. Dengan demikian metruk berarti ‘memetruk’ atau ‘menjadi Petruk’. Metruk merupakan istilah lain dari kata mayang itu sendiri. Kata Petruk sebenarnya merupakan nama diri dari seorang tokoh dalam cerita wayang purwa, yakni tokoh abdi anggota keluarga dari para abdi yang disebut Panakawan. Di samping dengan Petruk, dhalang juga sering mempergunakan tokoh abdi wanita yang bernama Cangik untuk menganalogikan dirinya. Namun demikian jarang ada dhalang yang mayang dengan mengatakan nyangik. Tulisan ini hendak menyoroti pengakuan dhalang yang menyebut pekerjaannya yakni mayang tersebut dengan istilah metruk, terutama penganalogiannya dengan tokoh Petruk dan Cangik, bukan tokoh-tokoh yang lain.

2. Dhalang dalam Bingkai Budaya Masyarakat Jawa