Seleksi Induk Kambing Peranakan Etawah Berdasarkan Nilai Indeks Produktivitas Induk Pada Bobot Sapih di Desa Dadapan Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus

(1)

ABSTRAK

SELEKSI INDUK KAMBING PE BERDASARKAN NILAI INDEKS PRODUKTIVITAS INDUK PADA BOBOT SAPIH DI DESA DADAPAN KECAMATAN SUMBEREJO KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

Noviar Kusuma Negara

Nilai Indeks Produktivitas Induk (IPI) merupakan nilai yang menunjukkan kemampuan induk dalam menyapih anak dengan bobot sapih tertentu selama satu tahun. Tujuan penelitian untuk mengetahui nilai IPI dan mencari nilai IPI yang terbaik pada kambing PE.

Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode survei di Desa Dadapan, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Data yang digunakan berupa data sekunder yang diperoleh dari rekording 30 kambing PE milik peternak tahun 2013 yang meliputi nama pemilik, perkawinan induk, serta kelahiran dan pertumbuhan cempe kambing sampai disapih. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Oktober – 28 November 2013. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah umur induk saat melahirkan, bobot lahir, tipe kelahiran, dan bobot sapih cempe yang terkoreksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata bobot sapih 22,75±1,94 kg, nilai MPPA

22,75±0,15 kg, nilai Efisiensi Reproduksi 94,78±8,80%, dan nilai IPI 21,56±1,97 kg. Kambing PE dengan nilai IPI terbaik secara berturut-turut dengan kode Q1 (26,66 kg), H1 (26,52 kg), O2 (24,23 kg), J1 (24,06 kg), dan A1 (24,03 kg).


(2)

ABSTRACT

PE DOE SELECTION BASED ON DOE PRODUCTIVITY INDEX ON WEAN WEIGHT

IN DADAPAN VILLAGE, SUMBEREJO SUBDISTRICT, TANGGAMUS MUNICIPAL By

Noviar Kusuma Negara

Doe productivity index (DPI) on wean weight refers to doe capability to wean kid in specific weight per year. So it’s parameter could be used as selection tool to find the best doe as maternal resource. On that purpose, record of 30 PE doe in Dadapan Village, Sumberejo Subdistrict Tanggamus Municipal, Lampung Province, were evaluated to determine doe productivity index. Evaluation were done in 28 October – 28 November 2013, which are included data ; Doe age. Kid born weight, Type of offcpring, and corrected weaning weight. Parameters involved are: average wean weight (AWW), most probable producing ability (MPPA), reproduction efficiency (RE), and doe productivity index (DPI), respectively.

Data calculation show that AWW (kg), MPPA (kg), RE (%), and DPI (kg) are: 22,75±1,94 kg; 22,75±0,15 kg; 94,78±8,80%, and 21,56±1,97 kg, respectively. On the other side, the best five DPI were resulted by doe Q1 (26,66 kg), H1 (26,52 kg), O2 (24,23 kg), J1 (24,06 kg), and A1 (24,03 kg).

Key words: wean weight, most probable producing ability, reproduction efficiency, and doe productivity index.


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 28 November 1987 sebagai anak kedua dari lima bersaudara pasangan Bapak Azwar Effendy dan Ibu Yus Maniar.

Pendidikan taman kanak-kanak di TK Taruna Jaya, Way Halim, Bandar Lampung diselesaikan pada 1994; sekolah dasar di SD Al-Azhar, Way Halim, Bandar Lampung diselesaikan pada 2000; sekolah lanjut tingkat pertama di SMP

Muhammadiyah 3, Bandar Lampung diselesaikan pada 2003; pendidikan sekolah menengah atas di MAN 1, Bandar Lampung diselesaikan pada 2006.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru pada 2007. Selama menjadi mahasiswa, penulis melakukan Praktik Umum di Great Giant Livestock Coy, Terbanggi Besar, Lampung Tengah pada 2012. Penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Peternakan periode 2008— 2009 sebagai anggota bidang empat (Dana dan Usaha)


(7)

PERSEMBAHAN

PERSEMBAHAN

PERSEMBAHAN

PERSEMBAHAN

DENGAN RAHMAT ALLAH SWT

KUPERSEMBAHKAN KARYA TERINDAH YANG SANGAT AKU

BANGGAKAN INI KEPADA ORANG-ORANG YANG SANGAT

AKU CINTAI DAN SAYANGI

AYAH DAN IBU TERSAYANG

YANG DENGAN SABAR MENANTIKAN KELULUSANKU

ADIK-ADIKKU

TERIMA KASIH ATAS DUKUNGAN KALIAN

KELUARGA BESAR

TERIMA KASIH ATAS SARAN DAN DUKUNGANNYA

SEMUA YANG MENYAYANGIKU

TERIMA KASIH ATAS DUKUNGANNYA


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobil’alamin, segala puja dan puji hanya milik Allah SWT karena hanya atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, manusia biasa yang akan selalu menjadi teladan terbaik dalam kehidupan umat manusia.

Penulis menyadari terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, kerja sama, dan bantuan banyak pihak sehingga penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Idalina Harris, M.S.—selaku dosen pembimbing utama—atas bantuan, bimbingan, ilmu, motivasi, dan nasehatnya selama proses penyusunan skripsi; 2. Bapak Ir. Novirzal—selaku dosen pembimbing anggota—atas bimbingan nasehat, ilmu, dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini;

3. Bapak Dr. Kusuma Adhianto, S.Pt., M.P.—selaku dosen penguji—atas bimbingan, nasehat, ilmu, dan motivasi selama proses penyusunan skripsi; 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.—selaku pembimbing akademik dan Ketua Jurusan Peternakan—atas arahan, bimbingan, dan nasehatnya; 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.—selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung—atas izin untuk melakukan penelitian; 6. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Peternakan atas bimbingan, arahan, dan ilmu


(9)

yang diberikan kepada penulis;

7. Ayah dan Ibu tercinta atas do’a, kesabaran, nasihat, ilmu, dan kasih sayang yang tak tergantikan;

8. Kakakku (Syarizal Effendi dan Zakky Mauludy) dan adikku (Herni Yunita, Fauziah, dan Muhammad Hidayat) atas kasih sayang dan pengertiannya; 9. keluarga besarku untuk pengertian, saran, dan doanya;

10. sahabatku Andan, Alex, Edo, Berhut, Reza, Isol, Iyus, dan Novri atas kebersamaan dan perhatiannya;

11. Oka, Zacky, Fikry, Rudi,Tegar, Deni, Cahyo, Ibnu, Iin, Dani, Bang Andreas, dan Yudi selaku tim penelitian;

12. teman-teman peternakan 07: Gantleman, Asep, Kundau, Reza, Jono, Hadi, Doni, Dani, Subastian, Deny,Wingki, Andes, Suadi, Marlina, Nesti, Dea, Yuanita, Yuni, dan Evi atas kebersamaan selama ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat ke-kurangan. Saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini penulis harapkan.

Bandar Lampung, Juli 2014 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... . iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Kegunaan Penelitian... 2

D. Kerangka Pemikiran ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Deskripsi Kambing Peranakan Etawah ... 5

B. Umur Beranak ... 7

C. Jumlah Anak per Kelahiran ... 8

D. Bobot Lahir ... 9

E. Bobot Sapih ... 9

F. Ripitabilitas ... 11

G. Most Probable Producing Ability ... 12

H. Efisiensi Reproduksi ... 13


(11)

III. BAHAN DAN METODE ... 16

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

B. Bahan Penelitian... 16

C. Metode Penelitian... 16

D. Prosedur Penelitian... 17

E. Peubah yang Diamati ... 17

1. Umur Induk Saat Melahirkan ... 17

2. Bobot Lahir ... 17

3. Tipe Kelahiran ... 18

4. Bobot Sapih Terkoreksi ... 18

F. Analisis Data ... 18

1. Data Bobot Sapih ... 18

2. Nilai MPPA ... 20

3. Nilai Efisiensi Reproduksi ... 20

4. Nilai IPI ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 21

B. Manajemen Pemeliharaan Kambing PE di Lokasi Penelitian .... 22

B.1 Pemberian pakan dan air minum ... 22

B.2 Perkandangan ... 22

C. Bobot Sapih Terkoreksi ... 24

D. Ripitabilitas Bobot Sapih. ... 25

E. Nilai MPPA Bobot Sapih ... 26

F. Efisiensi Reproduksi Kambing PE ... 27

G. Indeks Produktivitas Induk... 28

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 31

A. Simpulan ... 31


(12)

DAFTAR PUSTAKA ... 32


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Bobot Badan Kambing PE Berbagai Umur ... 7

2. Faktor Koreksi Umur Induk Kambing Saat Melahirkan ... 19

3. Faktor Koreksi untuk Tipe Kelahiran dan Pemeliharaan ... 19

4. Bobot Sapih Terkoreksi Kambing PE di Desa Dadapan ... 24

5. Hasil Analisis MPPA Bobot Sapih Cempe dari Induk PE ... 26

6. Nilai ER Kambing PE ... 28

7. Nilai IPI Kambing PE ... 29

8. Induk-induk Kambing PE dengan DPI Bobot Sapih Tertinggi ... 30

9. Bobot Sapih Terkoreksi Cempe PE pada Kelahiran Pertama ... 36

10. Bobot Sapih Terkoreksi Cempe PE pada Kelahiran Kedua ... 48

11. Rata-rata Bobot Sapih Terkoreksi PE pada Kelahiran 1 dan 2 ... 40

12. Nilai Ripitabilitas dengan Menggunakan Metode Antarklas ... 41

13. Nilai MPPA Kambing PE ... 43

14. Nilai Efisiensi Reproduksi Kambing PE ... 44

15. Nilai Indeks Produktivitas Induk Kambing PE ... 45


(14)

36

Tabel 9. Data Bobot Sapih Terkoreksi Cempe PE pada Kelahiran Pertama.

No Nama

Pemilik Kode

Rata-rata Bobot Lahir Cempe (kg) Rata-rat Bobot Sapih Cempe (kg) Rata-rata BSt Cempe (kg)

1 Arianto A1 2,25 14 23,51

2 Sudirno B1 3,8 16 23,18

3 Sudirno B2 2,7 11 15,35

4 Sunardi C1 3,3 13,5 21,50

5 Sunardi C2 3,5 15 21,00

6 Widno D1 4 13 17,70

7 Widno D2 3,9 14,5 22,94

8 Suyasi E1 2,9 17 28,59

9 Siswanto F1 3 15 21,95

10 Siswanto F2 3,5 15 20,83

11 Basirun G1 3,2 16 23,41

12 Sutardi H1 3,6 15 20,96

13 Sutardi H2 3,8 15 24,88

14 Sriyono I1 3,5 16 23,29

15 Purwanto J1 2,9 12,5 20,13

16 Ngadimin K1 3,2 14 19,47

17 Ngadimin K2 4 15 20,65

18 Supriyadi L1 3,2 16 23,41

19 Supriyadi L2 4 18 25,97

20 Parji M1 2,5 12 16,91

21 Parji M2 3,45 16 26,07

22 Misno O1 3,3 14,5 24,22

23 Misno O2 3,15 14 23,05

24 Basirun P1 2,6 13 18,07

25 Basirun P2 2,95 12 19,10

26 Wagito Q1 3,3 15 22,00

27 Wagito Q2 3,1 12,5 20,54

28 Haryanto R1 3,25 14 22,93

29 Haryanto R2 3 13 18,21

30 Katino S1 3,6 16 23,07

Total 98,45 433,50 652,88

Rata-rata 3,28 14,45 21,76


(15)

37

Perhitungan BSt kambing PE Kelahiran Pertama:

Rumus BSt = Bln

120 FKJK FKUI FKTK

BSt kambing PE 1. A1 = 2,25 $% &,'

() 120 1 1,164 1,15

= 2,25 $),'

() 120 1 1,164 1,15

= 23,51

BSt kambing PE 1. S1 = 3,6 $- &,-,

() 120 1 1,146 1

= 3,6 $.,'

() 120 1 1,146 1

= 23,07

Perhitungan Rata-rata BSt kambing PE Kelahiran Pertama:

Rata-rata BSt kelahiran 1. A1 = / 01 1 $2 / 01 1 . .

= .$,&32.',--. = 23,51

Rata-rata BSt kelahiran 1. Q2 = / 01 1 $2 / 01 1 . .

= $3,'-2.&,'. . = 20,54


(16)

38

Tabel 10. Data Bobot Sapih Terkoreksi Cempe PE pada Kelahiran Kedua.

No Nama

Pemilik Kode

Rata-rata Bobot Lahir Cempe (kg) Rata-rat Bobot Sapih Cempe (kg) Rata-rata BSt Cempe (kg)

1 Arianto A1 3,2 15 20,67

2 Sudirno B1 3,2 13 23,00

3 Sudirno B2 3 12 20,95

4 Sunardi C1 3,35 12,5 22,10

5 Sunardi C2 3,25 13 26,10

6 Widno D1 2,95 12 21,37

7 Widno D2 3,4 13,5 23,88

8 Suyasi E1 3,4 13 20,26

9 Siswanto F1 3,5 16 22,02

10 Siswanto F2 3,05 14 24,97

11 Basirun G1 3,65 15 26,27

12 Sutardi H1 3 14 19,21

13 Sutardi H2 3,55 13,5 23,67

14 Sriyono I1 3,6 15 26,62

15 Purwanto J1 3,35 15,5 24,54

16 Ngadimin K1 3,2 16 22,12

17 Ngadimin K2 3,45 14 24,79

18 Supriyadi L1 3,75 15 23,54

19 Supriyadi L2 3,6 13 25,62

20 Parji M1 3,1 15 20,78

21 Parji M2 3,9 16 25,05

22 Misno O1 2,95 13 23,35

23 Misno O2 3 14,5 25,85

24 Basirun P1 3,2 13,5 23,89

25 Basirun P2 2,9 13 26,19

26 Wagito Q1 3,1 13,5 21,22

27 Wagito Q2 3,3 13 26,08

28 Haryanto R1 3,2 14 28,06

29 Haryanto R2 3,25 14 28,14

30 Katino S1 3,4 16 21,97

Total 98,75 420,5 712,28

Rata-rata 3,29 14,02 23,74


(17)

39

Perhitungan BSt kambing PE Kelahiran Kedua:

Rumus BSt = Bln

120 FKJK FKUI FKTK

BSt Kambing PE 2. A1 = 3,2 $' &,.

() 120 1 1,092 1

= 3,2 $$,5

() 120 1 1092 1

= 20,67

BSt Kambing PE 2. H3 = 3,4 $- &,%

() 120 1 1,088 1

= 3,4

$.,-() 120 1 1,088 1

= 21,97

Perhitungan Rata-rata BSt Kambing PE Kelahiran Kedua: Rata-rata BSt kelahiran 2. B1 = / 01 1 $2 / 01 1 .

. = ..,)'2.&,('

. = 23,00

Rata-rata BSt kelahiran 2. R2 = / 01 1 $2 / 01 1 . .

=&),$%2.-,$% . = 28,14


(18)

40

Tabel 11. Rata-rata Bobot Sapih Terkoreksi PE pada Kelahiran 1 dan 2.

No Nama

Pemilik Kode

BSt (kg)

Rata-rata BSt (kg) Kelahiran1 Kelahiran 2

1 Arianto A1 23,51 20,67 22,09

2 Sudirno B1 23,18 23,00 23,09

3 Sudirno B2 15,35 20,95 18,15

4 Sunardi C1 21,50 22,10 21,80

5 Sunardi C2 21,00 26,10 23,55

6 Widno D1 17,70 21,37 19,53

7 Widno D2 22,94 23,88 23,41

8 Suyasi E1 28,59 20,26 24,43

9 Siswanto F1 21,95 22,02 21,98

10 Siswanto F2 20,83 24,97 22,90

11 Basirun G1 23,41 26,27 24,84

12 Sutardi H1 20,96 19,21 20,09

13 Sutardi H2 24,88 23,67 24,28

14 Sriyono I1 23,29 26,62 24,96

15 Purwanto J1 20,13 24,54 22,34

16 Ngadimin K1 19,47 22,12 20,80

17 Ngadimin K2 20,65 24,79 22,72

18 Supriyadi L1 23,41 23,54 23,47

19 Supriyadi L2 25,97 25,62 25,80

20 Parji M1 16,91 20,78 18,85

21 Parji M2 26,07 25,05 25,56

22 Misno O1 24,22 23,35 23,78

23 Misno O2 23,05 25,85 24,45

24 Basirun P1 18,07 23,89 20,98

25 Basirun P2 19,10 26,19 22,65

26 Wagito Q1 22,00 21,22 21,61

27 Wagito Q2 20,54 26,08 23,31

28 Haryanto R1 22,93 28,06 25,50

29 Haryanto R2 18,21 28,14 23,17

30 Katino S1 23,07 21,97 22,52

Total 652,88 712,28 682,58

Rata-rata 21,76 23,74 22,75


(19)

41

Perhitungan Rata-rata BSt Kambing PE kelahiran 1 dan 2:

Rata-rata BSt kelahiran 1 dan 2 A1 = / 718 $2 / 718 . .

=.&,'$2.),-3 . = 22,09

Rata-rata BSt kelahiran 1 dan2 S1 = / 718 $2 / 718 . .

= .&,)32.$,(3 . = 22,52

Tabel12, Nilai Ripitabilitas dengan Menggunakan Metode Antarklas.

No Nama

pemilik Kode

BSt (kg)

x² y² xy (kg)

BSt (x) BSt (y)

1 Arianto A1 23,51 20,67 552,92 427,20 486,01 2 Sudirno B1 23,18 23,00 537,17 529,10 533,12 3 Sudirno B2 15,35 20,95 235,56 439,02 321,58 4 Sunardi C1 21,50 22,08 462,12 487,50 474,64 5 Sunardi C2 21,00 26,10 440,86 681,40 548,09 6 Widno D1 17,70 22,41 313,20 502,38 396,67 7 Widno D2 22,94 23,88 526,17 570,36 547,82 8 Suyasi E1 28,59 20,26 817,63 410,47 579,32 9 Siswanto F1 21,95 22,02 481,58 484,67 483,13 10 Siswanto F2 20,83 24,97 433,95 623,72 520,25 11 Basirun G1 23,41 26,27 547,93 690,00 614,88 12 Sutardi H1 20,96 19,21 439,30 369,12 402,69 13 Sutardi H2 24,88 23,67 619,14 560,25 588,96 14 Sriyono I1 23,29 25,55 542,54 652,93 595,18 15 Purwanto J1 20,13 24,61 405,18 605,46 495,30 16 Ngadimin K1 19,47 22,12 378,97 489,49 430,70 17 Ngadimin K2 20,65 24,79 426,30 614,53 511,84 18 Supriyadi L1 23,41 23,54 547,93 554,09 551,00


(20)

42

Lanjutan Tabel 12.

19 Supriyadi L2 25,97 25,62 674,56 656,41 665,42 20 Parji M1 16,91 20,78 285,91 431,99 351,44 21 Parji M2 26,07 25,12 679,42 630,85 654,68 22 Misno O1 24,22 23,35 586,53 545,13 565,45 23 Misno O2 23,05 25,85 531,31 668,20 595,84 24 Basirun P1 18,07 23,89 326,49 570,50 431,58 25 Basirun P2 19,10 26,06 364,86 679,00 497,74 26 Wagito Q1 22,00 21,22 484,12 450,24 466,87 27 Wagito Q2 20,54 26,08 421,95 680,00 535,66 28 Haryanto R1 22,93 28,06 525,93 787,21 643,44 29 Haryanto R2 18,21 28,14 331,59 791,75 512,38 30 Katino S1 23,07 21,97 532,20 482,57 506,78 Total 652,88 712,24 14453,34 17065,55 15508,46 Rata-rata 21,76 23,74 481,78 568,85 516,95

SD 2,91 2,32 126,68 110,34 84,95

Perhitungan Nilai Ripitabilitas Bobot Sapih Kambing PE menggunakan metode korelasi Antarklas dapat dihitung dengan rumus:

Ripitabilitas Kambing PE =

( )

( )

        −         − − = =

n Y Y n X X n Y X XY y x xy r 2 2 2 2 2 2 ) )( (

(

)

(

)

      −       − − = 30 24 . 712 55 . 17065 30 88 . 652 34 . 14453 30 ) 712.24 )( 88 . 652 ( 15508.46 2 2 = 98 , 213 . 38 22 , 8


(21)

43

Tabel 13. NIlai MPPA Kambing PE.

No Nama

Pemilik Kode riptabilita

Rata-rata

BSt MPPA

1 Arianto A1 0,04 22,09 22,70

2 Sudirno B1 0,04 23,09 22,78

3 Sudirno B2 0,04 18,15 22,40

4 Sunardi C1 0,04 21,80 22,68

5 Sunardi C2 0,04 23,55 22,81

6 Widno D1 0,04 19,53 22,54

7 Widno D2 0,04 23,41 22,80

8 Suyasi E1 0,04 24,43 22,88

9 Siswanto F1 0,04 21,98 22,69

10 Siswanto F2 0,04 22,90 22,76

11 Basirun G1 0,04 24,84 22,91

12 Sutardi H1 0,04 20,09 22,55

13 Sutardi H2 0,04 24,28 22,87

14 Sriyono I1 0,04 24,96 22,88

15 Purwanto J1 0,04 22,34 22,72

16 Ngadimin K1 0,04 20,80 22,60

17 Ngadimin K2 0,04 22,72 22,75

18 Supriyadi L1 0,04 23,47 22,81 19 Supriyadi L2 0,04 25,80 22,98

20 Parji M1 0,04 18,85 22,45

21 Parji M2 0,04 25,56 22,97

22 Misno O1 0,04 23,78 22,83

23 Misno O2 0,04 24,45 22,88

24 Basirun P1 0,04 20,98 22,61

25 Basirun P2 0,04 22,65 22,74

26 Wagito Q1 0,04 21,61 22,66

27 Wagito Q2 0,04 23,31 22,79

28 Haryanto R1 0,04 25,50 22,96

29 Haryanto R2 0,04 23,17 22,78

30 Katino S1 0,04 22,52 22,73

Total 682,58 682,50

Rata-rata 22,75 22,75

SD 1,94 0,15


(22)

44

Contoh Perhitungan A1 : P ) P ( ) 1 (

1+ − +

= P -

r n nr MPPA 75 . 22 ) ( 04 . 0 ) 1 2 ( 1 0.04 × 2 + − +

= 22

. 7 5 -2 2 . 0 9 = 22,70

Contoh perhitungan S1

P ) P ( ) 1 (

1+ − +

= P - r n nr MPPA 22.75 ) 22.75 52 . 22 ( 04 , 0 ) 1 2 ( 1 0,04 × 2 + − + =

= 22,73

Tabel 14. Nilai Efisiensi Reproduksi Kambing PE.

No Nama

Pemilik Kode

Umur induk 1 Umur induk 2 Jarak beranak Jumlah Melahirkan Umur

terakhir ER

1 Arianto A1 17 26 9 2 26 105,88

2 Sudirno B1 18 26 8 2 26 88,89

3 Sudirno B2 17 25 8 2 25 94,12

4 Sunardi C1 18 26 8 2 26 88,89

5 Sunardi C2 17 25 8 2 25 94,12

6 Widno D1 18 27 9 2 27 100,00

7 Widno D2 18 27 9 2 27 100,00

8 Suyasi E1 19 27 8 2 27 84,21

9 Siswanto F1 18 26 8 2 26 88,89

10 Siswanto F2 18 26 8 2 26 88,89

11 Basirun G1 18 27 9 2 27 100,00

12 Sutardi H1 17 27 10 2 27 117,65

13 Sutardi H2 18 26 8 2 26 88,89

14 Sriyono I1 18 26 8 2 26 88,89

15 Purwanto J1 17 26 9 2 26 105,88


(23)

45

16 Ngadimin K1 18 26 8 2 26 88,89

17 Ngadimin K2 18 26 8 2 26 88,89

18 Supriyadi L1 18 26 8 2 26 88,89

19 Supriyadi L2 19 28 9 2 28 94,74

20 Parji M1 17 25 8 2 25 94,12

21 Parji M2 19 27 8 2 27 84,21

22 Misno O1 18 26 8 2 26 88,89

23 Misno O2 17 26 9 2 26 105,88

24 Basirun P1 19 28 9 2 28 94,74

25 Basirun P2 18 26 8 2 26 88,89

26 Wagito Q1 17 27 10 2 27 117,65

27 Wagito Q2 17 25 8 2 25 94,12

28 Haryanto R1 18 27 9 2 27 100,00

29 Haryanto R2 17 25 8 2 25 94,12

30 Katino S1 19 27 8 2 27 84,21

Total 535 788 253 788 2843,41

Rata-rata 17,83 26,27 8,43 26,27 94,78

SD 0,70 0,83 0,63 0,83 8,80

Perhitungan Nilai Efisiensi Reproduksi (ER) Kambing PE:

ER = 9:;:< =>;:?:< 9@AB:C A>B:CD;<:?

@A@; 9:;:< =>;:?:< 100% ER A1 = ( .

.- ( 100% = 105,88 ER S1 = 5 .

.3 5 100% = 84,21

Tabel 15. Nilai Indeks Produktivitas Induk Kambing PE.

No Nama

pemilik Kode MPPA ER IPI 1 Arianto A1 22,70 105,88 24,03 2 Sudirno B1 22,78 88,89 20,25 3 Sudirno B2 22,40 94,12 21,08 4 Sunardi C1 22,68 88,89 20,16 Lanjutan Tabel 15.


(24)

46

5 Sunardi C2 22,81 94,12 21,47

6 Widno D1 22,54 100,00 22,54

7 Widno D2 22,80 100,00 22,80

8 Suyasi E1 22,88 84,21 19,27

9 Siswanto F1 22,69 88,89 20,17 10 Siswanto F1 22,76 88,89 20,23 11 Basirun G1 22,91 100,00 22,91 12 Sutardi H1 22,55 117,65 26,52 13 Sutardi H2 22,87 88,89 20,33 14 Sriyono I1 22,88 88,89 20,34 15 Purwanto J1 22,72 105,88 24,06 16 Ngadimin K1 22,60 88,89 20,09 17 Ngadimin K2 22,75 88,89 20,22 18 Supriyadi L1 22,81 88,89 20,27 19 Supriyadi L2 22,98 94,74 21,77

20 Parji M1 22,45 94,12 21,13

21 Parji M2 22,97 84,21 19,34

22 Misno O1 22,83 88,89 20,29

23 Misno O2 22,88 105,88 24,23 24 Basirun P1 22,61 94,74 21,42 25 Basirun P2 22,74 88,89 20,21 26 Wagito Q1 22,66 117,65 26,66 27 Wagito Q2 22,79 94,12 21,45 28 Haryanto R1 22,96 100,00 22,96 29 Haryanto R2 22,78 94,12 21,44 30 Katino S1 22,73 84,21 19,14 Total 682,50 2843,41 646,79 Rata-rata 22,75 94,78 21,56

SD 0,15 8,80 1,97

Perhitungan Nilai Indeks Produktivitas Induk Kambing PE dengan nilai tertinggi (A1. 1) dan terendah (S1. 30)

Rumus IPI = MPPA × ER

IPI (A1 1) = 22,70 × 105,88 % IPI (S1 30) = 22,73× 84,21%

= 24,03 = 19,14


(25)

47

No Nama

pemilik Kode IPI Ranking

1 Wagito Q1 26,66 1

2 Sutardi H1 26,52 2

3 Misno O2 24,23 3

4 Purwanto J1 24,06 4

5 Arianto A1 24,03 5

6 Haryanto R1 22,96 6

7 Basirun G1 22,91 7

8 Widno D2 22,80 8

9 Widno D1 22,54 9

10 Supriyadi L2 21,77 10

11 Sunardi C2 21,47 11

12 Wagito Q2 21,45 12

13 Haryanto R2 21,44 13 14 Basirun P1 21,42 14

15 Parji M1 21,13 15

16 Sudirno B2 21,08 16

17 Sriyono I1 20,34 17 18 Sutardi H2 20,33 18

19 Misno O1 20,29 19

20 Supriyadi L1 20,27 20

21 Sudirno B1 20,25 21

22 Siswanto F2 20,23 22 23 Ngadimin K2 20,22 23 24 Basirun P2 20,21 24 25 Siswanto F1 20,17 25

26 Sunardi C1 20,16 26

27 Ngadimin K1 20,09 27

28 Parji M2 19,34 28

29 Suyasi E1 19,27 29

30 Katino S1 19,14 30

Total 646,79 Rata-rata 21,56

SD 1,97

Keterangan:

*1-10di atas rata-rata (33%) *11 -30 di bawah rata-rata (67%)


(26)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Ternak lokal Indonesia seperti kambing merupakan kekayaan negeri yang cukup penting kedudukannya, baik dilihat dari hasil produksi sebagai sumber protein hewani maupun sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat. Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki prospek pengembangan yang cukup baik dalam menyuplai kebutuhan hidup (Mahmilia dan Tarigan, 2004).

Beberapa jenis kambing lokal Indonesia tipe pedaging diantaranya kambing Kacang dan Peranakan Etawah (PE). Produktivitas kedua jenis kambing tersebut menentukan pendapatan usaha ternak yang akan dicapai dan hal itu dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah anak per kelahiran (litter size),

kemampuan hidup anak prasapih, selang beranak, dan bobot badan (Land dan Robinson, 1985). Dalam perkembangannya, kambing lokal tidak selalu menunjukkan produktivitas yang baik dan hal tersebut dapat disebabkan oleh mutu genetik yang rendah. Kondisi ini akan berdampak terhadap penurunan kualitas kambing dan akhirnya mengakibatkan kepunahan. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan upaya peningkatan produktivitas kambing lokal, antara lain dengan melakukan seleksi individu diantaranya berdasarkan nilai indeks produktivitas induk (IPI).

Usaha ternak kambing PE di Desa Dadapan, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus hampir seluruhnya dikelola oleh petani atau peternak kecil. Namun,


(27)

2

budidaya kambing tersebut belum optimal sehingga dalam kurun waktu tertentu dapat berdampak terhadap produktivitasnya seperti bobot lahir dan bobot sapih keturunannya.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang seleksi induk kambing PE berdasarkan nilai IPI pada bobot sapih di Desa Dadapan, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk: 1. mengetahui nilai IPI induk;

2. mencari nilai IPI yang terbaik pada kambing PE

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang induk kambing PE yang memiliki produktivitas tinggi berdasarkan nilai IPI, sehingga induk kambing yang dikembangbiakkan oleh peternak khususnya di Kecamatan Sumberejo merupakan ternak dengan potensi genetik terbaik.

D. Kerangka Pemikiran

Kambing merupakan salah satu bangsa ternak yang potensial untuk dikembang- kan di Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan kambing merupakan jenis ternak ruminansia yang memiliki kemampuan beradaptasi yang baik terhadap berbagai keadaan lingkungan sehingga dapat hidup dan berkembang biak sepanjang tahun. Selain itu, kambing juga mampu memanfaatkan berbagai jenis hijauan yang tidak dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia lain seperti domba dan sapi.


(28)

3

Kambing lokal yang banyak terdapat di Provinsi Lampung antara lain kambing Kacang dan PE. Mulyono (1999) menyatakan bahwa kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Etawah yang berasal dari India dan kambing Kacang yang merupakan kambing asli Indonesia sehingga karakteristik kambing PE mewarisi sifat kedua bangsa kambing tersebut. Menurut

Hardjosubroto (1994), setiap individu akan mewarisi setengah dari sifat-sifat tetua jantannya dan setengah berasal dari induknya. Bentuk fisik kambing PE lebih mirip dengan kambing Etawah yaitu bagian dahi dan hidung cembung, telinga menggantung, warna bulu tubuh putih dengan warna bulu pada bagian kepala hitam atau cokelat. Kambing PE termasuk kambing yang subur dengan meng-hasilkan anak 1--3 ekor per kelahiran dan rata-rata bobot lahirnya PE 2,75 kg (Sutama dan Budiarsana, 1997). Namun, budidaya kambing yang dilakukan petani Desa Dadapan, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus belum optimal sehingga dalam kurun waktu tertentu dapat berdampak terhadap produktivitas induk.

Salah satu upaya meningkatkan produktivitas induk kambing PE dalam mem-perbaiki mutu genetik yaitu dengan melakukan seleksi. Kriteria seleksi untuk memilih induk kambing PE diantaranya dengan menggunakan nilai indeks produktivitas induk (IPI) sesuai dengan proporsi ternak yang akan diseleksi. Menurut Sumadi (1993), nilai IPI kambing tergantung dari keragaman dan mutu genetik sifat-sifat yang merupakan potensi genetik individu-individu dalam suatu populasi. Keragaman dan mutu genetik sifat-sifat akan tercermin pada nilai parameter genetiknya, yang meliputi nilai most probable producing ability (MPPA) dan efisiensi reproduksi (ER). Putra (2008) menunjukkan bahwa induk kambing PE memiliki nilai MPPA sekitar 132,77 dan nilai ER 142,86.


(29)

4

Semakin tinggi nilai MPPA dan ER maka nilai IPI pun akan semakin tinggi. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan performan pertumbuhan kambing PE di Desa Dadapan, Kecamatan Sumberejo akan dilakukan berdasarkan nilai IPI. Induk dengan nilai IPI baik berarti memiliki produktivitas tinggi. Induk tersebut dapat dipilih sebagai tetua untuk dikembangbiakkan di wilayah tersebut.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kambing Peranakan Etawah

Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo Ruminansia, Famili Bovidae, dan Genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burns, 1994). Menurut Williamson dan Payne ( 1993), kambing piaraan terdiri atas lima spesies yaitu Capra ibex, Capra hircus, Capra caucasia, Capra pyrenaica, dan Capra falconeri. Kambing PE termasuk Capra hircus. Kambing memiliki keunggulan dibandingkan dengan ternak ruminansia lain yaitu mampu beradaptasi dengan baik terhadap berbagai keadaan lingkungan sehingga dapat hidup dan berkembang biak sepanjang tahun.

Murtidjo (1993) menyatakan bahwa beberapa bangsa kambing yang tersebar di seluruh dunia diantaranya kambing Kacang yang dikenal sebagai kambing lokal Indonesia. Menurut Sarwono (2002), beberapa bangsa kambing yang dipelihara di Indonesia, diantaranya kambing Etawah atau PE, Nubian, Kosta, Benggala, dan Kacang. Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Etawah yang berasal dari India dan kambing Kacang yang merupakan kambing asli Indonesia sehingga karakteristik kambing PE mewarisi kedua bangsa kambing tersebut. Yusnandar (2004) menyatakan bahwa kambing PE memiliki ciri-ciri sebagai berikut: profil muka cembung; telinga panjang dan menggantung: postur tubuh tinggi, panjang, dan ramping. Subakat (1985) juga menyatakan bahwa ciri-ciri kambing PE sebagai berikut: profil muka cembung; hidung agak melengkung; bulu tubuh berwarna belang hitam, merah, cokelat, kadang-kadang


(31)

6

putih; telinga panjang dan terkulai; gelambir cukup besar; tanduknya kecil; pada paha bagian belakang berbulu panjang. Bentuk fisik kambing PE lebih mirip dengan kambing Etawah yaitu bagian dahi dan hidung cembung, telinga meng-gantung, warna bulu tubuh putih dengan warna bulu pada bagian kepala hitam atau cokelat. Kambing PE jantan memiliki bulu yang lebih tebal dan lebih panjang daripada kambing betina (Mulyono, 1999).

Menurut tipe, rumpun kambing PE termasuk kambing dwi guna (penghasil daging dan susu). Produksi susunya mencapai 0,45-- 2,10 l/hari/laktasi (Adriani dkk., 2003). Namun hingga saat ini usaha pemeliharaan kambing PE lebih banyak ditujukan untuk produksi anak/bibit/daging. Kemampuan produksi susu, produksi daging, dan performan eksterior kambing PE masih sangat bervariasi di berbagai lokasi karena seleksi dan sistem perkawinan yang tidak tearah (Budiarsana dan Sutama, 2006).

Bobot badan kambing PE betina mencapai 45--70 kg. Tinggi gumba kambing PE betina 70--90 cm, panjang badan kambing betina mencapai 73 cm (Warwick, dkk., 1990). Rata-rata bobot sapih kambing PE 10,18 kg (Basuki, dkk., 1982), 12,98 kg (Sulastri dan Dakhlan, 2006) sedangkan menurut Triwulaningsih (1989), bobot sapih kambing PE betina 8,30 kg dan kambing jantan 9,50 kg.

Berv-ariasinya performan produksi kambing PE ditunjukkan oleh Budiarsana dan Sutama (2006) dalam penelitian yang dilakukan di Balai Penelitian Ternak Ciawi, daerah sumber bibit kambing PE di Purworejo (Jawa Tengah) dan Kulonprogo (DI Yogyakarta), daerah pengembangan kambing PE di Tasikmalaya (Jawa Barat) dan Sleman (DI Yogyakarta) serta di perusahaan komersial di Cariu, Jawa Barat. Dilaporkannya bahwa bobot badan induk saat dewasa tubuh di daerah sumber bibit (46 kg) lebih tinggi daripada di wilayah pengamatan lainnya yang (tidak lebih dari 41 kg). Rata-rata bobot lahir cempe yang dipelihara di Balai Penelitian


(32)

7

Ternak (3,6 kg) ternyata lebih tinggi daripada wilayah lain bobot lahir kambing PE 2,75 kg (Sutama dan Budiarsana, 1997); 3,72 kg (Basuki, dkk., 1982); 2,20 kg (Dakhlan, 2007). Rata-rata tingkat pertumbuhan anak pra-sapih yang mencapai 84 g/hari, dan berat sapih yang mencapai 11.9 kg/ekor, namun tingkat kematian anak pra-sapih di lokasi tersebut masih relatif tinggi (17.65%). Badan

Standardisasi Nasional (2008) menetapkan bahwa kambing PE dinyatakan memenuhi standar mutu secara penotipik apabila telinganya panjang, bulu tubuhnya memiliki kombinasi warna putih dengan hitam atau putih dengan cokelat, surai menggantung terkulai. Persyaratan kualitatif yang harus dipenuhi kambing PE meliputi warna bulu yang merupakan kombinasi putih-hitam atau putih-cokelat, profil muka cembung, tanduk pejantan dan betina kecil melengkung ke belakang. Persyaratan kuantitatif untuk kambing PE jantan dan betina juga telah ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (2008) sebagaimana terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Bobot Badan Kambing PE Berbagai Umur.

Umur Bobot badan (kg)

(Tahun) Jantan Betina 0,5--1,0 29,0±5,0 22,0±5,0 >1,0--2,00 40,0±9,0 34,0±6,0 >2,0--4,0 54,0±11,0 41,0±7,0

B. Umur Beranak

Umur beranak petama pada ternak sangat erat hubungannya dengan umur pada saat ternak mulai dikawinkan. Ternak mulai dikawinkan jika sudah mencapai dewasa tubuh. Ternak akan lebih cepat mecapai dewasa tubuh apabila diberi pakan yang berkualitas dengan jumlah yang cukup dan didukung oleh lingkungan yang baik. Beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan kambing setelah


(33)

8

sapih adalah kualitas dan kuantitas pakan, jenis kelamin, genetik, berat badan disapih, dan faktor lingkungan (Edey,1983).

Kambing PE sebenarnya sudah dapat dikawinkan pada umur 6 bulan karena sudah mengalami birahi atau sesudah mengalami dewasa kelamin. Setelah seminggu birahi ini akan hilang dan akan muncul kembali dalam 21 hari kemudian. Dianjurkan kambing betina dikawinkan mulai umur 10 bulan yaitu saat dewasa tubuhnya sudah tercapai dan alat repruduksi sudah sempurna sehingga

memperkecil resiko pada kehamilan dan kelahiran pada umur 15 bulan bisa menghasilkan keturunan pertama kali (Boer indonesia 2008). Rata-rata umur beranak Putra (2008) sebesar 28,85 bulan dan Shosan (2006) sebesar 27,37 bulan. Masa pubertas kambing PE jantan dicapai pada umur 6--8 bulan atau pada saat berat badan mencapai 12,9--18,7 kg dan pada kambing betina pada umur 10--12 bulan atau pada saat berat badan mencapai 13,5--22,5 kg (Sutama dan Budiarsana, 1997).

C. Jumlah Anak per Kelahiran

Jumlah anak per kelahiran (litter size) adalah banyaknya atau jumlah anak per kelahiran dari seekor induk. Pada umumnya, litter size kambing sebanyak 2 ekor, walaupun terdapat sedikit persentase induk dengan jumlah anak lahir 4 atau 5 ekor. Prolifikasi pada kambing disamping dipengaruhi oleh bangsa dan faktor genetik lainnya juga dipengaruhi oleh umur induk waktu beranak (Subandriyo, 1993).

Litter size dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur induk, bobot badan, tipe kelahiran, pengaruh pejantan, musim, dan tingkat nutrisi (Land dan Robinson, 1985). Pada kondisi normal, persentase kelahiran mencapai 95% dimana sekitar


(34)

9

7--15 dari kambing betina dapat melahirkan 3 anak dan lebih dari 50% dapat melahirkan 2 anak (Barry dan Godke, 1997). (Wodzicka, dkk.,1993) menyatakan jumlah anak yang banyak adalah keadaan yang diharapkan dan termasuk sebagai satu sasaran dari rencana pemuliaan yang banyak hal mengarah ke produksi secara keseluruhan dari kambing yang di-pelihara untuk penghasil daging. Jumlah anak per kelahiran dapat ditingkatkan dengan persilangan yang tepat antara jenis kambing yang subur menghasilkan anak 1--3 ekor dan yang tidak subur.

D. Bobot lahir

Bobot lahir merupakan faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan produksi ternak saat dewasa. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa bobot lahir penting karena memiliki hubungan dengan pertumbuhan dan ukuran tubuh saat dewasa dan juga kelangsungan hidup dari ternak yang bersangkutan. Rata-rata bobot lahir kambing PE 2,75 kg (Sutama dan Budiarsana, 1997); 3,72 kg (Basuki, dkk., 1982); 2,20 kg (Dakhlan, 2007). Menurut Edey (1983), bobot lahir

dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain bangsa ternak, komposisi darah, tipe kelahiran, jenis kelamin, pakan yang dikonsumsi induk selama kebuntingan, dan umur induk atau periode kelahiran.

E. Bobot Sapih

Bobot sapih merupakan hasil penimbangan cempe saat pemeliharaanya

di-pisahkan dari induknya. Pertumbuhan selama periode prasapih akan menentukan bobot ternak saat disapih. Bobot tersebut dapat dijadikan kriteria dalam

pendugaan performan ternak dalam melakukan seleksi karena bobot tersebut merupakan indikator kemampuan induk dalam merawat anak-anaknya. Selain


(35)

10

itu, juga dapat digunakan untuk menduga kemampuan anak kambing (cempe) setelah disapih (Hardjosubroto, 1994).

Rata-rata bobot sapih kambing PE menurut beberapa peneliti sebesar 10,18 kg (Basuki, dkk., 1982); 12,98 kg (Sulastri dan Dakhlan, 2006), serta 8,30 kg untuk yang betina dan 9,50 kg yang jantan (Triwulaningsih, 1989). Edey (1983) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi bobot sapih adalah jenis kelamin, umur induk, bobot lahir, kemampuan induk menyusui anaknya, serta kualitas dan kuantitas pakan. Bobot sapih diartikan sebagai bobot anak saat mulai dipisahkan dari induknya dan memunyai korelasi positif dengan bobot lahir artinya bobot lahir yang tinggi akan menghasilkan bobot sapih yang tinggi pula. Jadi, seleksi dilakukan terhadap bobot sapih akan meningkatkan bobot lahir pada generasi berikutnya (Triwulaningsih, 1989).

Bobot sapih dan pertumbuhan prasapih sangat efektif untuk ditingkatkan melalui seleksi individu karena kedua sifat tersebut memiliki nilai ripitabilitas yang tinggi. Selain itu, seleksi pada bobot sapih dan pertumbuhan prasapih secara otomatis akan meningkatkan pula pertumbuhan pascasapih dan bobot setahunan karena antara bobot lahir dan bobot sapih serta antara bobot sapih dan bobot setahunan terdapat korelasi genetik yang positif dan tinggi yaitu masing-masing (0,29±0,09), (0,75± 0,05) dan pertumbuhan prasapih dengan pasca sapih 0,12 ± 0,00 (Sulastri, dkk., 2002). Dakhlan, dkk. (2009) melaporkan bahwa rata-rata bobot sapih kambing PE yang mendapat pakan tradisional (16.813±0.885 kg) lebih rendah dibandingkan yang mendapat pakan khusus (18.063±1.475 kg).


(36)

11

F. Ripitabilitas

Ripitabilitas merupakan korelasi fenotip pada waktu yang berbeda dari individu – individu dan dapat digunakan untuk mengestimasi fenotip yang sama dari

individu dalam kelompoknya pada masa yang akan datang. Ripitabilitas dapat dijelaskan dengan pernyataan bahwa setiap hasil pengamatan sifat-sifat produksi menggambarkan hasil kerja sama antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Apabila pengamatan terhadap suatu sifat dilakukan berulang kali maka hasil pengamatan pada lingkungan pertama akan berbeda dengan lingkungan

pengamatan kedua, dan pengamatan pada lingkungan yang kedua akan berbeda pula dengan pengamatan berikutnya (Hardjosubroto, 1994).

Konsep ripitabilitas erat hubungannya dengan heritabilitas dan berguna pada sifat yang muncul beberapa kali dalam hidupnya seperti produksi susu, jumlah anak sepelahiran, atau berat anak saat sapih. Ripitabilitas merupakan bagian dari ragam total suatu populasi yang disebabkan oleh perbedaan – perbedaan

antarindividu yang bersifat permanen (Warwick, dkk., 1990). Nilai ripitabilitas berkisar antara 0 atau 0% sampai dengan 1 atau 100%, (Warwick, dkk., 1990). Lebih lanjut (Warwick, dkk., 1990) menyatakan bahwa nilai ripitabilitas akan semakin kecil dan mendekati 0,0 apabila ragam lingkungan temporer meningkat. Sebaliknya, semakin besar dan mendekati 1,0 apabila ragam suatu sifat sebagian besar dikendalikan oleh faktor genetik dan lingkungan yang sifatnya permanen. Falconer dan Trudy (1996) menyatakan bahwa nilai ripitabilitas juga tidak bersifat tetap, melainkan bervariasi antara 0,0 sampai 1,0 dan besarnya tergantung pada besarnya ragam genetik dan lingkungan.

Pengetahuan tentang ripitabilitas suatu sifat berguna dalam meramal produksi pada masa mendatang dari ternak yang telah memunyai satu atau lebih catatan


(37)

12

produksi (Hardjosubroto, 1994). Menurut Dakhlan dan Sulastri (2002), nilai ripitabilitas berguna dalam analisis pendugaan angka pewarisan yang dihitung berdasarkan rerata beberapa kali pencatatan dibandingkan dengan pendugaan yang hanya dikerjakan dengan satu kali pencatatan saja.

Hardjosubroto (1994) menyatakan bahwa ripitabilitas merupakan parameter genetik yang diperlukan untuk menghitung nilai MPPA pada individu betina. Jika nilai ripitabilitas tinggi dalam suatu sifat, maka individu – individu cenderung untuk mengulangi fenotip yang serupa dari sifat tersebut pada periode berikutnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa nilai ripitabilitas dapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitu rendah apabila nilainya 0,00 – 0,20; sedang apabila nilainya 0,20 – 0,40; tinggi apabila nilainya lebih dari 0,4. Menurut Dalton (1980), ripitabilitas merupakan korelasi fenotip antara performan yang muncul pada saat tertentu dengan performan di masa mendatang pada satu individu.

G. Most Probable Producing Ability

Seleksi merupakan upaya untuk memilih individu jantan atau betina dengan potensi genetik baik dan berkemampuan tinggi untuk mewariskan keunggulannya untuk dikembangkan lebih lanjut. Menurut Sarwono (2002), seleksi dapat

dilakukan dengan cara memperhatikan catatan kemampuan produksi pada setiap individu ternak yang akan diseleksi. Catatan tersebut antara lain meliputi bobot lahir, jumlah kelahiran, dan bobot sapih.

Seleksi calon induk untuk meningkatkan produksi keturunannya dapat dilakukan berdasarkan nilai MPPA. Nilai MPPA merupakan suatu pendugaan secara maksimum dari kemampuan berproduksi seekor ternak betina yang diperhitung -kan atau diduga atas dasar catatan performan yang sudah ada. Berdasar-kan nilai


(38)

13

MPPA dapat diketahui individu betina yang mutu genetiknya tinggi dan rendah. Individu betina dengan nilai MPPA tinggi berarti memiliki potensi genetik yang tinggi pada sifat tertentu dan memiliki kemampuan untuk mewariskan sifat unggulnya pada generasi keturunannya (Hardjosubroto, 1994). Seekor induk yang memiliki nilai MPPA bobot sapih tinggi diprediksi akan memiliki keturunan dengan bobot sapih yang lebih tinggi dibandingkan individu keturunan induk dengan nilai MPPA yang lebih rendah. Sulastri dan Qisthon (2007) mengemuka-kan bahwa nilai rata-rata MPPA bobot sapih pada populasi kambing PE sebesar 18,62±2,01 kg.

Penilaian terhadap induk kambing dengan menggunakan nilai MPPA dapat di-lakukan berdasarkan bobot sapih anaknya. Menurut Hardjosubroto (1994), Nilai MPPA dapat dihitung dengan rumus:

MPPA P – P P

Keterangan:

MPPA = nilai kemampuan berproduksi seekor induk (kg) r = ripitabilitas bobot sapih

n = jumlah pengamatan (anak)

= rata-rata bobot sapih cempe setiap induk (kg) = rata-rata bobot sapih populasi (kg)

H. Efisiensi Reproduksi

Reproduksi induk kambing sangat terkait dengan ekspresi dari sifat-sifat re-produksi yang dimiliki antara lain berupa umur pertama kali birahi, kawin, dan beranak; birahi kembali setelah beranak; jumlah berapa kali kawin; jarak beranak. Oleh karena itu, evaluasi terhadap reproduksi didasarkan pada kedua hal tersebut yang dinyatakan sebagai efisiensi reproduksi/ER (Sumadi, 1993). Menurut Sumadi (1993), nilai ER dinyatakan baik apabila nilainya lebih dari 100%.


(39)

14

Hardjosubroto (1994) memberi suatu formula untuk menghitung ER yang didasarkan pada umur pertama kali kawin dan jarak beranak, yakni:

ER jarak beranak jumlah melahirkan

umur & jarak beranak ' 100 %

Keterangan:

ER = efisiensi reproduksi (%)

Jarak beranak = jarak antarinduk beranak yang pertama dan beranak berikutnya (bulan)

Jumlah melahirkan = banyaknya kelahiran yang telah dialami oleh induk (kali) Umur = umur pada saat induk beranak yang terakhir (bulan)

Berdasarkan formula di atas, induk yang melahirkan pertama kali pada umur lebih dari 17 bulan dan jarak beranak lebih dari 8 bulan akan memunyai nilai ER

kurang dari 100 %. Sebaliknya, apabila kurang dari itu maka nilai ER lebih dari 100 % (Sumadi, 1993).

I. Indeks Produktivitas Induk

Sumadi (1993) menyatakan bahwa evaluasi terhadap induk dapat dilakukan dengan menghitung rata-rata indeks berat sapih anak, rata-rata berat sapih anak, efisiensi reproduksi, dan indeks produktivitas induk (IPI). Indeks produktivitas induk merupakan kemampuan induk untuk menghasilkan anak dengan bobot badan pada umur tertentu. Nilai IPI didapat dari hasil perkalian antara jarak beranak, jumlah anak per kelahiran, dan bobot ternak pada umur tertentu.

Indeks produktivitas induk juga dapat digunakan sebagai dasar seleksi untuk mencari induk yang unggul. Seleksi dilakukan untuk mempertahankan induk dalam suatu populasi agar dapat memberi keturunan yang sama dengannya atau bahkan lebih baik. Tujuan seleksi ini antara lain untuk memilih induk yang akan tetap tinggal di dalam koloni, yang akan menjadi tetua bagi keturunannya, dan yang akan menjadi induk bagi calon penggantinya (Subakat, 1985).


(40)

15

Beberapa faktor yang menjadi penentu besaran nilai IPI antara lain adalah jarak beranak, jumlah anak per kelahiran (litter size), dan bobot sapih. Jarak beranak mencerminkan tingkat kesuburan seekor induk, semakin singkat waktunya ketika seekor induk melahirkan maka semakin pendek jarak beranaknya dan

menyebabkan nilai produktivitasnya semakin tinggi. Selain itu, jumlah anak per-kelahiran juga menentukan besar kecilnya nilai IPI seekor induk. Salah satu kriteria kesuburan seekor induk kambing tercermin keteraturannya dalam melahirkan dan tingginya frekuensi induk tersebut melahirkan anak kembar. Tingginya frekuensi kelahiran kembar berarti meningkatkan produksi daging yang akan dihasilkan induk dari cempe yang dilahirkannya (Abdulgani, 1981).

Indeks produktivitas induk digunakan untuk mengevaluasi produktivitas induk hasil silangan suatu ternak. Evaluasi ternak silangan terhadap ternak betina yang sudah menjadi induk karena jumlah dan produktivitas induk sangat menentukan perkembangan populasi dan produksi anak (Basuki, dkk., 1982). Semakin tinggi nilai IPI seekor induk maka semakin tinggi pula produktivitas induk tersebut.

Nilai IPI dapat diperoleh dari nilai ER yang dikalikan dengan nilai MPPA (Sumadi, 1993) sehingga diperoleh rumus sebagai berikut:

IPI ER ' MPPA

Keterangan :

IPI = indeks produktivitas induk (kg) ER = efisiensi reproduksi induk (%) MPPA = most probable producing ability (kg)

Data Asmara (2013) dengan mengunakan sampel 30 ekor kambing PE memperoleh nilai IPI tertinggi 68,10 kg dan terendah 26,65 kg.


(41)

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Oktober 2013 di Desa Dadapan, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus.

B. Bahan Penelitian

Objek penelitian ini yaitu 30 ekor sampel induk kambing PE beserta anaknya yang memiliki rekording. Rekording data induk yakni umur saat melahirkan anak pertama dan kedua, serta data anaknya yakni bobot lahir, bobot sapih, tipe

kelahiran cempe, dan interval kelahiran.

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode survei di Desa Dadapan, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Data yang digunakan berupa data sekunder yang diperoleh dari rekording milik peternak tahun 2013 yang meliputi nama pemilik, perkawinan induk, kelahiran dan pertumbuhan cempe kambing PE sampai disapih.


(42)

17

D. Prosedur Penelitian

Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. melakukan survei ke lokasi peternakan untuk melihat, menentukan sampel, dan mencatat data yang terdapat dalam rekording yang dimiliki oleh masing – masing peternak. Data tersebut terdiri dari nama peternak, umur induk saat melahirkan pertama dan kedua, tipe kelahiran, serta bobot lahir dan sapih cempe;

2. melakukan koreksi terhadap bobot sapih berdasarkan umur induk, interval induk melahirkan, dan tipe kelahiran cempe;

3. menghitung nilai IPI bobot sapih dari masing-masing induk dan menyusun nilai IPI dari data yang terendah sampai tertinggi (Hardjosubroto, 1994); 4. menilai dan menyeleksi induk kambing PE yang berpotensi genetik baik

berdasarkan nilai IPI bobot sapih cempe dan menentukan individu-individu yang layak untuk dijadikan bibit serta dikembangkan lebih lanjut.

E. Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. umur induk saat melahirkan

Umur induk (bulan) pada saat melahirkan kesatu dan kedua digunakan sebagai faktor koreksi dalam perhitungan bobot sapih terkoreksi (Hardjosubroto, 1994)

2. bobot lahir

Bobot lahir (kg) merupakan bobot pada saat cempe dilahirkan yang diperoleh dari hasil penimbangan cempe sesaat setelah dilahirkan (Hardjosubroto,1994).


(43)

18

3. tipe kelahiran

Tipe kelahiran merupakan jumlah cempe dalam satu kelahiran yang dapat dikelompokkan menjadi tipe kelahiran tunggal atau kembar dua dan ketiga (Hardjosubroto, 1994).

4. bobot sapih terkoreksi

Bobot sapih (kg) merupakan hasil dari penimbangan cempe kelahiran kesatu dan kedua pada saat disapih selanjutnya dikoreksi terhadap umur induk dan tipe kelahiran (Hardjosubroto, 1994).

F. Analisis Data

1. Data bobot sapih

Data bobot sapih dikoreksi terhadap umur induk, jenis kelamin, dan umur sapih 120 hari dengan rumus sesuai rekomendasi Hardjosubroto (1994) sebagai berikut:

) )(

)( )(

120 (hari) sapih umur

BL

-(BL BS x FKJK FKUI FKTK

BST = +

Keterangan:

BST = bobot sapih terkoreksi (kg)

BS = bobot sapih (kg) BL = bobot lahir (kg)

FKJK = faktor koreksi jenis kelamin FKUI = faktor koreksi umur induk

FKTK = faktor koreksi tipe kelahiran dan tipe pemeliharaan Umur = umur sapih (hari)

Faktor koreksi jenis kelamin (FKJK) diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

yang digunakan pada cempe betina, sedangkan pada cempe jantan FKJK sebesar 1. Faktor koreksi umur induk menggunakan faktor koreksi sesuai rekomendasi Hardjosubroto (1994) pada Tabel 2.


(44)

19

Tabel 2. Faktor Koreksi Umur Induk Kambing Saat Melahirkan.

No Umur Iduk

(tahun) FKUI No

Umur Induk

(tahun) FKUI

1 1 1,21 6 6 1,02

2 2 1,10 7 7 1.05

3 3 1,05 8 8 1,06

4 4 1,03 9 9 atau lebih 1,14

5 5 1,00 10 ……… ……...

Sumber: Hardjosubroto (1994).

Faktor koreksi tipe kelahiran dan tipe pemeliharaan menggunakan faktor sesuai rekomendasi Hardjosubroto (1994) padaTabel 3.

Tabel 3. Faktor Koreksi untuk Tipe Kelahiran dan Pemeliharaan.

Tipe Kelahiran Tipe Pemeliharaan Faktor koreksi

Kembar Kembar 1,15

Kembar Tunggal 1,10

Tunggal Tunggal 1,00

Sumber : Hardjosubroto (1994).

Menurut Warwick, dkk. (1990), perhitungan nilai ripitabilitas dengan metode antarklas dapat dihitung dengan rumus:

(

)

(

)

        −         − − = = ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ n Y Y n X X n Y X y x xy r 2 2 2 2 2 2 ) )( ( XY Keterangan:

r = nilai ripitabilitas

x = bobot sapih cempe kelahiran pertama (kg) y = bobot sapih cempe kelahiran kedua (kg) n = jumlah anak (ekor)


(45)

20

2. Nilai MPPA

Menurut Hardjosubruoto (1994), nilai MPPA dapat dihitung dengan rumus: MPPA P !– P #$ % P#

Keterangan:

MPPA = nilai kemampuan berproduksi seekor induk (kg) r = ripitabilitas bobot sapih

n = jumlah pengamatan (anak)

&' = rata-rata bobot sapih cempe setiap induk (kg) &( = rata-rata bobot sapih populasi (kg)

3. Efisiensi Reproduksi

Menurut Sumadi (1993), nilai ER dapat dihitung dengan rumus: ER jarak beranak jumlah melahirkan

umur 7 jarak beranak 8 100 % Keterangan:

ER = efisiensi reproduksi (%)

Jarak beranak = jarak antarinduk beranak yang pertama dan beranak berikutnya (bulan)

Jumlah melahirkan = banyaknya kelahiran yang telah dialami oleh induk (kali) Umur = umur pada saat induk beranak yang terakhir (bulan)

4. Nilai IPI

Menurut Sumadi (1993), nilai IPI dapat dihitung dengan rumus: IPI MPPA 8 ER

Keterangan:

IPI = indeks produktivitas induk (kg)

MPPA = nilai kemampuan berproduksi seekor induk (kg) ER = efisiensi reproduksi (%)


(46)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan bahwa: 1. rata-rata nilai IPI kambing PE sebesar 21,56 ± 1,97 kg;

2. terdapat 5 ekor induk dengan nilai IPI terbaik berturut-turut induk dengan kode Q1 (26,66 kg), H1 (26,52 kg), O2 (24,23 kg), J1 (24,06 kg), dan A1 (24,03 kg).

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada peternak kambing PE di Desa Dadapan, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus untuk memprioritaskan kelima indukan kambing tersebut dan induk kambing lainnya dengan nilai IPI di atas rata-rata (10 dari 30 ekor atau 33%) agar dipertahankan guna dikembang-biakkan dalam populasi dan menyingkirkan induk yang memiliki nilai IPI yang rendah (20 dari 30 ekor atau 67%).


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, I. K.1981.”Beberapa Ciri Populasi Kambing di Desa Ciburuy dan Cigombong serta Kegunaannya bagi Peningkatan Produktivitas”. Tesis Magister. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor Acker, D. 1983. Animal Science and Industry. Prentice Hall inc. Englewood

Cliffs. New Jersey

Adriani, W. Manalu, A. Sudono, T. Sutardi, dan I-K. Sutama. 2003. “Optimalisasi Produksi Anak dan Susu Kambing Peranakan Etawah dengan Superovulasi dan Suplementasi Seng. J. Pascasarjana IPB.26(4): 335-352

Ariestama, D. 2014. Seleksi Induk Kambing Peranakan Etawa Berdasarkan Nilai Estimated Real Producing Ability Bobot Sapih di Kelompok Tani

Margarini. Skripsi. Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Bandar Lampung

Badan Standardisasi Nasional. 2008. Bibit Kambing Peranakan Etawah (PE). SNI 7352:2008. Badan Standar Nasional. Jakarta

Barry, D. M. and R. A Godke. 1997. The Boer Goat: The Potential for Cross Breeding. http://boergoat. com/godke. htm. Diakses (7-Februari-2013) Basuki, P. W. Hardjosubroto, Kustono, dan N. Ngadiyono. 1982. Performan

Produksi dan Reproduksi Kambing Peranakan Etawah dan Bligon”. Proceeding Seminar Nasional Peternakan 104—108. Yogyakarta

Budiarsana, I. G. M. dan Sutama. I.K 2006. Karakteristik Produktivitas Kambing Peranakan Etawah. Prosiding. Lokakarya Nasional Pengelolaan dan

Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional

Boer Indonesia 2008. Tujuh plasma nutfah kambing lokal Indonesia. http.//www.Boer Indonesia.co.cc/jenis-kambing html (10-juli-2014)

Dakhlan, A. 2007. Performan dan Indeks Produktivitas Induk Kambing Boerawa dan Kambing Peranakan Etawa pada Pemeliharaan Rakyat. Laporan

Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung

Dakhlan, A. dan Sulastri. 2002. Dasar Pemuliaan Ternak. Buku Ajar. Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung


(48)

33

Dakhlan, A., Sulastri, I. Damayanti, Budiyah, and K. Kristianto. 2009. Does Productivity Index of Boerawa Does and Etawa Grade Does Fed by Traditional and Rational Foodstuff. Proceedings of The 1st International Seminar on Animal Industry 2009.| Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University. 248-252

Dalton, D. C. 1980. An Introduction to Practical Animal Breeding. The English Language, Inc. Denville-illinois

Devendra, C. dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Tanggamus. 2012. Produk Unggulan dan Peluang Investasi Ternak kambing. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Tanggamus. Lampung

Edey, T. N. 1983. The Genetic Pool of Sheep and Goats. In: Tropical Sheep and Goat Production (Edited by Edey. T. N. ). Australia University International. Development Program. Canberra

Falconer, R. D. and F. C. M. Trudy. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. Longmann. Malaysia

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT. Grasindo. Jakarta

Kurnia, E. 2006. Perbandingan Nilai Pemuliaan Induk Kambing Boerawa dengan Kambing Peranakan Etawah Berdasarkan Bobot Sapih di Desa Campang. Kecamatan Gisting. KabupatenTanggamus. Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Lampung

Land, R. B. and D. W. Robinson. 1985. Genetics of Reproduction in Sheep. Garden City Press Ltd, Letchworth, Herts. England

Lasley, J. F. 1978. Genetics of Livestok Improvement. Prentice Hall of India Private. New Delhi

Mahmilia, F dan A. Tarigan. 2004. Karakteristik Morfologi dan Performans Kambing Kacang, Kambing Boer dan Persilangannya. Pros Lokakarya Nasional Kambing Potong. Bogor, 2004. Puslitbang peternakan. Hlm.209-212

Mulyono, S. 1999. Penggemukan Kambing Potong. Penebar Swadaya. Jakarta Murtidjo, B. A. 1993. Memelihara Kambing sebagai Ternak Potong dan Perah.

Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Nugraha, A. H. 2007. Perbandingan Potensi Genetik dan Kemampuan

Mewariskan Sifat-sifat Pertumbuhan Berdasarkan Nilai Pemuliaan Pejantan Boer dengan Boerawa. Skripsi. Jurusan Produksi Ternak, Fakultas


(49)

34

Putra, J. 2008. Pendugaan Nilai Daya Produktivitas Induk Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah di Desa Metro. Skripsi. Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Bandar Lampung Sarwono, B. 2002. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta

Subakat, S. A. 1985. “Pengaruh Cara Pemberian Ransum terhadap Performans, Karkas, dan Komponen Karkas Kambing Peranakan Etawah Jantan Muda”. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor

Subandriyo. 1993. Potensi dan Produktivitas Ternak Kambing di Indonesia. Lokakarya Potensi dan Pengembangan Ternak Kambing di Wilayah Indonesia BagianTimur. Dinas Peternakan Propinsi Daerah. Jawa Timur Shosan, A. 2006. Perbandingan Daya Produktivitas Induk Kambing Boerawa dengan Peranakan Etawah di Desa Campang Kecamatan Gisting Kabupaten

Tanggamus. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung

Sulastri. 2001. “Estimasi Nilai Ripitabilitas dan MPPA (Most Probable Producing Ability) induk kambing Peranakan Etawah di Unit Pelaksana Teknis Ternak Singosari, Malang, Jawa Timur”. Jurnal Ilmiah Sains Teks. Volume VIII, No. 4, September 2001. Universitas Semarang. Semarang

Sulastri, Sumadi, dan W. Hardjosubroto. 2002. “Estimasi Parameter Genetik Sifat-Sifat Pertumbuhan Kambing Peranakan Etawah di Unit Pelaksana Teknis Ternak Singosari, Malang, Jawa Timur”. Agrosains. Volume 15 (3), September 2002. Program Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta

Sulastri dan Sumadi. 2004. “Estimasi Respon Seleksi Sifat-Sifat Pertumbuhan dengan Metoda Seleksi Massa pada Populasi Kambing Peranakan Etawah di Unit Pelaksana Teknis Ternak Singosari, Malang, Jawa Timur”. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. Edisi Khusus. Volume IVa. No. 2. Mei 2004. Unit Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Politeknik Pertanian Negeri Bandar Lampung. Bandar Lampung

Sulastri and A. Dakhlan. 2006. Comparation on does productivity index berween Boerawa and Ettawa grade goat at Campang Villahe, Tanggamus, Lampung. Proceedings at The 4th International Seminar on Tropical Animal

Production. Gadjah Mada University. Yogyakarta

Sulastri dan A. Qisthon. 2007. Nilai Pemuliaan Sifat-Sifat Pertumbuhan kambing Boerawa Grade 1-4 pada Tahapan Grading up Kambing Peranakan Etawah Betinaoleh Jantan Boer. LaporanPenelitian Hibah Bersaing. Universitas Lampung. Bandar lampung. (http://digilib. unila. ac. id/ files/

disk1/23/laptunilapp-gdl-res-2007-sulastri-1118-2007_lp_-1. pdf) (8-juli-2014)

Sulastri. 2007. Estimasi Parameter Genetik Sifat-sifat Pertumbuhan Kambing Boerawa di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Pustaka Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung


(50)

35

Sumadi. 1993. Seleksi Sapi Potong. Handout. Ilmu Pemulian ternak. Fakultas Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Sutama, I. K. dan Budiarsana, IGM. 1997. Kambing Peranakan Etawah Penghasil Susu sebagai Sumber Pertumbuhan Baru Sub-sektor Peternakan di

indonesia. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, bogor 18-19 nopember 18-199. Pusat penelitian dan pengembangan peternakan bogor hal. 1: 156--170.

Syaputra, F. 2013. Seleksi Calon Induk Berdasarkan Nilai Pemuliaan Bobot Sapih Kambing Peranakan Etawah di Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro Triwulaningsih, E. 1989. Pertumbuhan Kambing Peranakan Ettawa sampai

dengan umur satu tahun. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Peneliti dan

Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian. Bogor

Warwick, E. J., J.M. Astuti , dan W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. D.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wodzicka, M. T, M. I. Made, D. Andi, G. Susan, dan R. W. Tantan. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Terjemahan I. M. Mastika. Sebelas Maret University Press. Surakarta

Yunanda, O. 2013. Seleksi Induk Kambing Peranakan Etawah Berdasarkan Nilai Most Probable Producing Ability Bobot Sapih di Kelompok Tani Margarini Skripsi. Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Bandar Lampung

Yusnandar, M. E. 2004. Aplikasi Analisis Regresi Nonlinear Model Kuadratik terhadap Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah (PE) Selama 90 Hari Pertama Laktasi. Jurnak Informatika Pertanian Volume 13 Desember 2004.


(1)

20

2. Nilai MPPA

Menurut Hardjosubruoto (1994), nilai MPPA dapat dihitung dengan rumus: MPPA P !– P #$ % P#

Keterangan:

MPPA = nilai kemampuan berproduksi seekor induk (kg) r = ripitabilitas bobot sapih

n = jumlah pengamatan (anak)

&' = rata-rata bobot sapih cempe setiap induk (kg) &( = rata-rata bobot sapih populasi (kg)

3. Efisiensi Reproduksi

Menurut Sumadi (1993), nilai ER dapat dihitung dengan rumus: ER jarak beranak jumlah melahirkan

umur 7 jarak beranak 8 100 % Keterangan:

ER = efisiensi reproduksi (%)

Jarak beranak = jarak antarinduk beranak yang pertama dan beranak berikutnya (bulan)

Jumlah melahirkan = banyaknya kelahiran yang telah dialami oleh induk (kali) Umur = umur pada saat induk beranak yang terakhir (bulan)

4. Nilai IPI

Menurut Sumadi (1993), nilai IPI dapat dihitung dengan rumus: IPI MPPA 8 ER

Keterangan:

IPI = indeks produktivitas induk (kg)

MPPA = nilai kemampuan berproduksi seekor induk (kg) ER = efisiensi reproduksi (%)


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan bahwa: 1. rata-rata nilai IPI kambing PE sebesar 21,56 ± 1,97 kg;

2. terdapat 5 ekor induk dengan nilai IPI terbaik berturut-turut induk dengan kode Q1 (26,66 kg), H1 (26,52 kg), O2 (24,23 kg), J1 (24,06 kg), dan A1 (24,03 kg).

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada peternak kambing PE di Desa Dadapan, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus untuk memprioritaskan kelima indukan kambing tersebut dan induk kambing lainnya dengan nilai IPI di atas rata-rata (10 dari 30 ekor atau 33%) agar dipertahankan guna dikembang-biakkan dalam populasi dan menyingkirkan induk yang memiliki nilai IPI yang rendah (20 dari 30 ekor atau 67%).


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, I. K.1981.”Beberapa Ciri Populasi Kambing di Desa Ciburuy dan Cigombong serta Kegunaannya bagi Peningkatan Produktivitas”. Tesis Magister. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor Acker, D. 1983. Animal Science and Industry. Prentice Hall inc. Englewood

Cliffs. New Jersey

Adriani, W. Manalu, A. Sudono, T. Sutardi, dan I-K. Sutama. 2003. “Optimalisasi Produksi Anak dan Susu Kambing Peranakan Etawah dengan Superovulasi dan Suplementasi Seng. J. Pascasarjana IPB.26(4): 335-352

Ariestama, D. 2014. Seleksi Induk Kambing Peranakan Etawa Berdasarkan Nilai Estimated Real Producing Ability Bobot Sapih di Kelompok Tani

Margarini. Skripsi. Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Bandar Lampung

Badan Standardisasi Nasional. 2008. Bibit Kambing Peranakan Etawah (PE). SNI 7352:2008. Badan Standar Nasional. Jakarta

Barry, D. M. and R. A Godke. 1997. The Boer Goat: The Potential for Cross Breeding. http://boergoat. com/godke. htm. Diakses (7-Februari-2013) Basuki, P. W. Hardjosubroto, Kustono, dan N. Ngadiyono. 1982. Performan

Produksi dan Reproduksi Kambing Peranakan Etawah dan Bligon”. Proceeding Seminar Nasional Peternakan 104—108. Yogyakarta

Budiarsana, I. G. M. dan Sutama. I.K 2006. Karakteristik Produktivitas Kambing Peranakan Etawah. Prosiding. Lokakarya Nasional Pengelolaan dan

Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional

Boer Indonesia 2008. Tujuh plasma nutfah kambing lokal Indonesia. http.//www.Boer Indonesia.co.cc/jenis-kambing html (10-juli-2014)

Dakhlan, A. 2007. Performan dan Indeks Produktivitas Induk Kambing Boerawa dan Kambing Peranakan Etawa pada Pemeliharaan Rakyat. Laporan

Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung

Dakhlan, A. dan Sulastri. 2002. Dasar Pemuliaan Ternak. Buku Ajar. Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung


(4)

Dakhlan, A., Sulastri, I. Damayanti, Budiyah, and K. Kristianto. 2009. Does Productivity Index of Boerawa Does and Etawa Grade Does Fed by Traditional and Rational Foodstuff. Proceedings of The 1st International Seminar on Animal Industry 2009.| Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University. 248-252

Dalton, D. C. 1980. An Introduction to Practical Animal Breeding. The English Language, Inc. Denville-illinois

Devendra, C. dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Tanggamus. 2012. Produk Unggulan dan Peluang Investasi Ternak kambing. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Tanggamus. Lampung

Edey, T. N. 1983. The Genetic Pool of Sheep and Goats. In: Tropical Sheep and Goat Production (Edited by Edey. T. N. ). Australia University International. Development Program. Canberra

Falconer, R. D. and F. C. M. Trudy. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. Longmann. Malaysia

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT. Grasindo. Jakarta

Kurnia, E. 2006. Perbandingan Nilai Pemuliaan Induk Kambing Boerawa dengan Kambing Peranakan Etawah Berdasarkan Bobot Sapih di Desa Campang. Kecamatan Gisting. KabupatenTanggamus. Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Lampung

Land, R. B. and D. W. Robinson. 1985. Genetics of Reproduction in Sheep. Garden City Press Ltd, Letchworth, Herts. England

Lasley, J. F. 1978. Genetics of Livestok Improvement. Prentice Hall of India Private. New Delhi

Mahmilia, F dan A. Tarigan. 2004. Karakteristik Morfologi dan Performans Kambing Kacang, Kambing Boer dan Persilangannya. Pros Lokakarya Nasional Kambing Potong. Bogor, 2004. Puslitbang peternakan. Hlm.209-212

Mulyono, S. 1999. Penggemukan Kambing Potong. Penebar Swadaya. Jakarta Murtidjo, B. A. 1993. Memelihara Kambing sebagai Ternak Potong dan Perah.

Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Nugraha, A. H. 2007. Perbandingan Potensi Genetik dan Kemampuan

Mewariskan Sifat-sifat Pertumbuhan Berdasarkan Nilai Pemuliaan Pejantan Boer dengan Boerawa. Skripsi. Jurusan Produksi Ternak, Fakultas


(5)

34

Putra, J. 2008. Pendugaan Nilai Daya Produktivitas Induk Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah di Desa Metro. Skripsi. Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Bandar Lampung Sarwono, B. 2002. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta

Subakat, S. A. 1985. “Pengaruh Cara Pemberian Ransum terhadap Performans, Karkas, dan Komponen Karkas Kambing Peranakan Etawah Jantan Muda”. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor

Subandriyo. 1993. Potensi dan Produktivitas Ternak Kambing di Indonesia. Lokakarya Potensi dan Pengembangan Ternak Kambing di Wilayah Indonesia BagianTimur. Dinas Peternakan Propinsi Daerah. Jawa Timur Shosan, A. 2006. Perbandingan Daya Produktivitas Induk Kambing Boerawa dengan Peranakan Etawah di Desa Campang Kecamatan Gisting Kabupaten

Tanggamus. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung

Sulastri. 2001. “Estimasi Nilai Ripitabilitas dan MPPA (Most Probable Producing Ability) induk kambing Peranakan Etawah di Unit Pelaksana Teknis Ternak Singosari, Malang, Jawa Timur”. Jurnal Ilmiah Sains Teks. Volume VIII, No. 4, September 2001. Universitas Semarang. Semarang

Sulastri, Sumadi, dan W. Hardjosubroto. 2002. “Estimasi Parameter Genetik Sifat-Sifat Pertumbuhan Kambing Peranakan Etawah di Unit Pelaksana Teknis Ternak Singosari, Malang, Jawa Timur”. Agrosains. Volume 15 (3), September 2002. Program Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta

Sulastri dan Sumadi. 2004. “Estimasi Respon Seleksi Sifat-Sifat Pertumbuhan dengan Metoda Seleksi Massa pada Populasi Kambing Peranakan Etawah di Unit Pelaksana Teknis Ternak Singosari, Malang, Jawa Timur”. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. Edisi Khusus. Volume IVa. No. 2. Mei 2004. Unit Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Politeknik Pertanian Negeri Bandar Lampung. Bandar Lampung

Sulastri and A. Dakhlan. 2006. Comparation on does productivity index berween Boerawa and Ettawa grade goat at Campang Villahe, Tanggamus, Lampung. Proceedings at The 4th International Seminar on Tropical Animal

Production. Gadjah Mada University. Yogyakarta

Sulastri dan A. Qisthon. 2007. Nilai Pemuliaan Sifat-Sifat Pertumbuhan kambing Boerawa Grade 1-4 pada Tahapan Grading up Kambing Peranakan Etawah Betinaoleh Jantan Boer. LaporanPenelitian Hibah Bersaing. Universitas Lampung. Bandar lampung. (http://digilib. unila. ac. id/ files/

disk1/23/laptunilapp-gdl-res-2007-sulastri-1118-2007_lp_-1. pdf) (8-juli-2014)

Sulastri. 2007. Estimasi Parameter Genetik Sifat-sifat Pertumbuhan Kambing Boerawa di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Pustaka Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung


(6)

Sumadi. 1993. Seleksi Sapi Potong. Handout. Ilmu Pemulian ternak. Fakultas Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Sutama, I. K. dan Budiarsana, IGM. 1997. Kambing Peranakan Etawah Penghasil Susu sebagai Sumber Pertumbuhan Baru Sub-sektor Peternakan di

indonesia. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, bogor 18-19 nopember 18-199. Pusat penelitian dan pengembangan peternakan bogor hal. 1: 156--170.

Syaputra, F. 2013. Seleksi Calon Induk Berdasarkan Nilai Pemuliaan Bobot Sapih Kambing Peranakan Etawah di Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro Triwulaningsih, E. 1989. Pertumbuhan Kambing Peranakan Ettawa sampai

dengan umur satu tahun. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Peneliti dan

Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian. Bogor

Warwick, E. J., J.M. Astuti , dan W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. D.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wodzicka, M. T, M. I. Made, D. Andi, G. Susan, dan R. W. Tantan. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Terjemahan I. M. Mastika. Sebelas Maret University Press. Surakarta

Yunanda, O. 2013. Seleksi Induk Kambing Peranakan Etawah Berdasarkan Nilai Most Probable Producing Ability Bobot Sapih di Kelompok Tani Margarini Skripsi. Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Bandar Lampung

Yusnandar, M. E. 2004. Aplikasi Analisis Regresi Nonlinear Model Kuadratik terhadap Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah (PE) Selama 90 Hari Pertama Laktasi. Jurnak Informatika Pertanian Volume 13 Desember 2004.