Konflik Pembebasan Tanah Dalam Proyek Pembangunan Jalan Lintas Pantai Timur Sumatera (Studi kasus konflik pembebasan tanah milik warga Desa Jepara Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur)

(1)

ABSRACT

LAND ACQUISITION CONFLICT UPON THE PROJECT OF SUMATRA EASTCOAST ROAD CONSTRUCTION

(Case Study on the Conflict of Land Acquisition of Local Residents of Way Jepara Village at Way Jepara District, East Lampung)

By

Anton Prastyo Wijaya

Road construction as part of infrastructure development is one of pre-requisite for government in stimulating economic development in every region in Indonesia. It becomes necessary since ground transportation is the most favorable way in good and service distribution. Road infrastructure in Lampung Province deserves more attention from government because many of it are still in poor condition. One of it is Sumatra Eastcoast Road that passes Way Jepara Village. Until 2014, the road construction are still constrained by land acquisition issue. This causes construction delay since 2005 to 2014. The objectives of this research are to understand the reason upon society rejection toward land acquisition, impact of

the conflict toward community’s social relation, and the resolution of the conflict. The research will used quaitative research method with case study approach. The result of the research are: 1) chronology of conflict is divided into 3 periods, i.e., between 2005-2008, 2008-2013 and 2013-2014. 2) society rejects the acquisition because they believe that government policies will harm them. The policies are about land compensation, crops and building compensation, and accountability of the compensation process. 3) The impacts of the conflict are positive and negative impact that affect directly and indirectly, e.g., internal conflict between the society of the village with the society of the neighbor village. 4) the conflict resolution is through arbitration assisted by Ombudsman of Republic of Indonesia.


(2)

(3)

ABSTRAK

KONFLIK PEMBEBASAN TANAH DALAM PROYEK PEMBANGUNAN JALAN LINTAS PANTAI TIMUR SUMATERA

(Studi Kasus Konflik Pembebasan Tanah Milik Warga Desa Jepara Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur)

Oleh

ANTON PRASTYO WIJAYA

Pembangunan infrastruktur jalan merupakan salah satu prasyarat yang harus dipenuhi pemerintah guna memacu pertumbuhan ekonomi disetiap wilayah yang ada di Indonesia. Hal tersebut karena jalur transportasi darat paling banyak digunakan oleh masyarakat sebagai sarana melakukan perpindahan barang dan jasa. Infrastruktur jalan di Provinsi Lampung seharusnya mendapat perhatian lebih dari pemerintah karena masih banyak jalan yang berada dalam kondisi cukup memprihatinkan. Salah satunya adalah Jalan Lintas Pantai Timur Sumatera yang melewati Desa Jepara. Jalan tersebut hingga tahun 2014 masih terkendala masalah pembebasan tanah. Akibatnya proyek pembangunan sempat terhenti sejak 2005-2014. Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana kronologi konflik, faktor penyebab warga menolak membebaskan tanah, dampak konflik terhadap jalinan hubungan sosial warga serta mengetahui bagaimana resolusi konflik pembebasan tanah. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil penelitian yang diperoleh : 1) kronologi konflik dibagi kedalam tiga periode yaitu antara tahun 2005-2008, 2008-2013 dan 2013-2014. 2) penyebab warga menolak membebaskan tanahnya adalah karena kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan warga. Kebijakan tersebut menyangkut tiga hal yaitu kebijakan ganti rugi tanah, ganti rugi tanam tumbuh dan bangunan serta kebijakan tentang transparansi ganti rugi. 3) Dampak dari konflik pembebasan tanah terdiri dari dampak yang bersifat positif dan negatif baik yang langsung dan tidak langsung. Antara sesama warga dan dengan warga desa tetangga terlibat konflik sosial. 4) resolusi konflik adalah melalui jalan arbitrasi dengan bantuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI).

Kata kunci : Konflik, Desa Jepara, Pembebasan Tanah, Jalan Lintas Pantai Timur Sumatera


(4)

KONFLIK

PEMBEBASAN

TANAH

DALAM

PROYEK

PEMBANGUNAN

JALAN

LINTAS

PANTAI

TIMUR

SUMATERA

(Studi Kasus Konflik Pembebasan Thnah

Milik

Warga Desa Jepara Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur)

z{rton

prastp {M[foy

SkriPsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

SARJANA SOSIOLOGI

,"*r.ltjriologi

Fakultas Ilmu Sosial dan llmu Politik

FAKUI.|TAS

ILMU

SOSIAL

DAN

ILMU POLITIK

TJNIVERSITAS

LAMPT]NG

BANDAR

LAMPTTNG 2014


(5)

Judul Skripd

Narna Mahasis.wa

:

,{ntcm

Slqstto

qilitqq

No. Pokok Mahasiswa :

{l

1601 1013

: KdftFT,IK PEIIrSEBASAFTTANAII DAI.ARI PRCYEK PEFSBANGI}NAN JALAI\T LTNTAS PANTAI TIBfTiR $UMATERA

{St{di l({sds

l{wffi

P,mMmm Tannl Mil$k Watga

lha

.@re l{ecamabs Say Jepam trfu bupa -te-a lanupueg Tm-ur)

Jwusan F*pltqs

Sosiologi

:

r-!nq$epis&

.5$gwlPdi"tih

NrP

195810S4 1989021 001 198902 1001


(6)

1. TimPeaguji

Ketua

1I{trNGE$AIfKAF{

:, Dr.

Hartoyo,lt{.f,i

I

r

f i

t,

Selaetaris

:

Drs. Abdulsyani, il4.LP.

Tanggal Lulus Ujiam skrip$ :28 Noveurber 2014

1Iil

6::l+l,;1;

f{w


(7)

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa

Nomor Pokok Mahasiswa

Jumsan

Lokasi Penelitian

SURAT PERNYATAAN

: Anton Prastyo Wrjaya

: i 116011013 : Sosiologi

: Desa Jepara Kecamatan Way .lepara

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudr-rl: "Konflik

Pembebasan Tanah Dalam Proyek Pembangunan Jalan Lintas Pantai Timur

Sumatera (Studi Kasus Konflik Pembebasan Tanah

Milik

Walga Desa .lepara Kecamatan Way Jqpara Kabupaten Lampung Timur)" adalah asli hasil penelitian saya dan tidak plagiat kecuali bagian-bagian tertentu yang dirujuk dari sumbemya dan telah disebutkan dalam daftar pustaka.

Demikian pernyataan

ini

saya buat untuk dapat digunakan seperlunya. Apabila

dikemudian hali ternyata pernyataan ini tidak benar, maka saya sanggup dituntut

berdasarkan Undang-undang dan peraturan yang berlaku.

Bandar Lampung, 25 November 2Al4


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Anton Prastyo Wijaya dilahirkan di Way Jepara Kabupaten Lampung Timur pada tanggal 12 Agustus 1991. Penulis merupakan anak ke enam dari tujuh bersaudara. Putra dari Bapak Nurdin dan Sri Fatmawati. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1997 di SDN 2 Labuhan Ratu I dan selesai pada tahun 2003. Kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMPN I Way Jepara dan selesai pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN I Way Jepara dan selesai pada tahun 2009.

Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa Unversitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis tercatat sebagai mahasiswa Universitas Lampung pada jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Selama dikampus, penulis tercatat bergabung dalam unit kegiatan mahasiswa (UKM) Forum Studi Pengembangan Islam (FSPI) FISIP Unila, Bina rohani mahasiswa (BIROHMAH) dan Ikatan Mahasiswa (IKAM) Lampung Timur. Penulis menyelesaikan studi di jurusan Sosiologi pada 28 November 2014.


(9)

PERSEMBAHAN

Apa yang Alloh Swt berikan selalu lebih cari cukup. Hanya kita yang selalu

mengeluh. Terimkasih Alloh, engkau berikan aku kedua orang tua sebagai

perantara rezeki-Mu, engkau berikan aku kesempatan melihat keduanya hingga

aku dewasa. Terimakasih untuk mu duhai Ummi-ku sayang. Apa yang ummi

lakukan selama ini adalah sesuatu yang tidak mungkin bisa dibalas. Karya kecil

ini ku persembahkan untuk mu. Do’a

ku senantiasa menyertaimu. Do’akan aku

mati dalam keadaan khusnul khotimah. Terimakasih karena engkau tidak

mendidik ku sebagaimana sebagian orang tua di zaman ini telah mendidik anak

anak-nya.

Karya ini juga saya dedikasikan untuk seluruh kerabat, saudara-saudari muslim,

Teman-teman, dan semua yang telah berperan membantu selama proses

perjalanan sejak awal kuliah hingga akhirnya menghasilkan karya ini. Moga

Alloh Swt membalas kebaikan yang telah diberikan.

Jazakallahu Khoiron Katsiron.


(10)

Motto

Hidup Ini Hanya Sekali

Dan

”Disana”

Sudah Ada yang Menunggu


(11)

SANWACANA

Segala puji hanya milik Alloh Swt, Tuhan semesta alam. Berkat hidayah dan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Konflik Pembebasan Tanah Dalam Proyek Pembangunan Jalan Lintas Pantai Timur Sumatera (Studi Kasus Konflik Pembebasan Tanah Milik Warga Desa Jepara Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur)”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain :

1. Ayah dan Ibu tercinta.

2. Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku dekan FISIP Universitas Lampung 3. Drs. Susetyo, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi

4. Dr. Hartoyo, M.Si. selaku Dosen pembimbing I dan Drs. Abdul Syani, M.IP. selaku Dosen pembimbig II, yang telah berkenan memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berharga bagi penulis.

5. Bapak dan ibu dosen yang sudah banyak memberi ilmu. Terimakasih sudah bersedia bersabar mendidik saya selama saya menempuh pendidikan.

6. Pimpinan dan staff karyawan kampus orange Fisip Unila.

7. Makasih banyak banget buat temen-temen dari FEB yang udah banyak kasih bantuan. Materi, motivasi, tempat curhat, waktu dan tenaganya. Ada habib, makasih bib udah mau jadi tempat curhat gue. Buat hamid, makasih udah ngasih pinjeman uang waktu ane mau ke jakarta. Makasih juga buat ade yang udah ngasih pinjeman buat bayaran SPP. Bantuan lo berharga banget de 


(12)

8. Buat temen-temen di FSPI khususnya kepengurusan 2012-2013 trimakasih untuk kebersamaanya selama ini. Maaf klo ada tutur kata atau sikap yang kurang berkenan. Selamat berjuang, mengharapakan kembali pertemuan ditempat yang lebih baik. Amin.. 

9. Makasih juga buat temen-temen di Jurusan Sosiologi, para aktor pendukung suksesnya kuliah hingga skripsi saya. Ada Agus Windu, Tommy Nugroho, Agus Ryanto, Arif Sobarudin, Imam Ashari, Achmad Fachri, Lilian Oktaviani, Arum Puspita, Eva Etingsih, Widyaningsih, dan temen2 Sosiologi yang ga bisa gua sebutin satu-satu. Trims buat semuanya yak ..

10.Buat temen-temen kontrakan di Perum Griya Gedong Meneng Indah, Rinu, Didik, Angga, Faris, thanks banget udah jadi temen susah seneng selama dikontrakan. Ane banyak banget dapet bantuan selama ini dari ni temen2. Makasih banget yaa.

11.Buat kakak, adik dan saudara-saudariku tercinta, terimakasih dukungannya. Maaf atas segala kekhilafan.

12.Terimakasih saya ucapkan untuk semua pihak yang pada kesempatan ini tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Semoga Alloh Swt membalas kebaikan kalian.

Bandar Lampung, November 2014 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

SURAT PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

SANWACANA ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik ... 11

1. Pengertian ... 11

2. Jenis dan Tipe Konflik ... 12

3. Penyebab Konflik ... 12

4. Dampak Konflik ... 13


(14)

B. Konflik Pertanahan... 15

1. Pengertian ... 15

C. Peraturan tentang Pembebasan Tanah Demi Kepentingan Umum . 17 D. Ombudsman Republik Indonesia (ORI)... 18

E. Penelitian Terdahulu ... 22

BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 24

B. Fokus Penelitian ... 25

C. Lokasi Penelitian ... 26

D. Teknik Penentuan Informan ... 26

E. Teknik Pengumpulan Data ... 28

1. Wawancara Mendalam ... 28

2. Observasi ... 29

3. Dokumentasi ... 30

F. Sumber data ... 30

1. Primer ... 30

2. Sekunder ... 31

G. Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur ... 34

1. Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 34

2. Batas Wilayah ... 34

3. Topografi Wilayah ... 35

4. Iklim ... 35

B. Gambaran Umum Desa Jepara ... 36

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kronologi Konflik ... 39

1. Periode 2005-2008 ... 39

2. Periode 2008-2013 ... 47

3. Periode 20013-2014 ... 49

B. Faktor Penyebab Warga Menolak Membebaskan Tanah... 51

C. Dampak Konflik ... 54

1. Dampak Langsung ... 54

2. Dampak Tidak Langung ... 56


(15)

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ... 73 B. Saran ... 74


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Konsep dan metode penelitian ... 33

Tabel 2. Daftar rincian ganti rugi ... 71

Tabel 3. Foto proyek pembangunan pasca resolusi konflik ... 72


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rumah panggung milik warga Desa Jepara ... 37 Gambar 2. Rumah dan pekarangan warga tertutup debu saat musim

kemarau ... 49 Gambar 3. Perbaikan jalan sebagai tanda bahwa warga telah menyetujui

dilanjutkannya pembangunan Jalan Lintas Pantai Timur

Sumatera ... 51 Gambar 4. Jalan dalam kondisi rusak akibat konflik antara warga dengan

dengan tim pembebasan tanah... 55 Gambar 5. Mobil yang sedang berhenti disalah satu rumah makan milik

warga Desa Jepara ... 60 Gambar 6. Rumah dan pepohonan warga tertutup debu saat musim

kemarau ... 62 Gambar 7. Rambu peringatan perbaikan jalan sebagai tanda warga dan tim

Tim pelaksana proyek telah sepakat menyelesaikan konflik ... 72 Gambar 8. Saluran air disisi jalan yang semula belum ada baru dibuat

setelah warga sepakat membebaskan tanahnya ... 72 Gambar 9. Jalan Lintas Pantai Timur Sumatera hampir rampung


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan infrastruktur merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur juga mempunyai peran yang penting dalam memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa (Bappenas: 2009). Berbagai studi telah menunjukkan bahwa dengan dipacunya pembangunan infrastruktur, maka akan berdampak positif pada geliat ekonomi (Kementrian PU: 2011).

Peran infrastruktur dalam pembangunan dapat dilihat dari sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi dan kontribusinya terhadap peningkatan kualitas hidup. Kontribusi infrastruktur terhadap peningkatan kualitas hidup dapat ditunjukkan oleh terciptanya amenities dalam lingkungan fisik, terjadinya peningkatan kesejahteraan, (peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja dan akses kepada lapangan kerja, serta peningkatan kemakmuran nyata), terwujudnya stabilisasi makro ekonomi (keberlanjutan fiskal, berkembangnya pasar kredit, dan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja) (Bappenas: 2002).


(19)

2

Bagi negara berkembang seperti Indonesia, pembangunan infrastruktur merupakan salah satu prasyarat utama yang harus dipenuhi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan infrastruktur dapat menjadi jawaban atas berbagai kebutuhan negara diantaranya mengatasi masalah kemiskinan, peningkatan kualitas hidup masyarakat, membuka daerah terisolasi, peningkatan aksesibilitas barang dan jasa, menekan biaya produksi, dan dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor.

Vaugh dan Pollard (2003) menyatakan infrastruktur secara umum meliputi jalan, jembatan, air dan sistem pembuangan, bandar udara, pelabuhan, bangunan umum dan juga termasuk sekolah-sekolah, fasilitas kesehatan, penjara, rekreasi, pembangkit listrik, keamanan, kebakaran, tempat pembuangan sampah dan komunikasi (lek, 2013:31).

Pada prinsipnya infrastruktur terdiri dari dua jenis, yakni infrastruktur pusat dan daerah. Infrastruktur pusat adalah infrastruktur yang dibangun pemerintah pusat untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam skala nasional, seperti jalan raya antar propinsi, pelabuhan laut dan udara, jaringan listrik, jaringan gas, telekomunikasi dan sebagainya. Infrastruktur daerah adalah infrastruktur yang dibangun pemerintah daerah, seperti penyediaan air bersih, jalan khas untuk kepentingan daerah pariwisata dan sebagainya (Hasim, 2013:3).

Bila ditinjau dari fungsinya, infrastruktur dibedakan menjadi dua, yakni infrastruktur yang menghasilkan pendapatan dan yang tidak menghasilkan pendapatan. Jenis infrastruktur pertama, umumnya dimanfaatkan sekelompok masyarakat tertentu, dimana dengan fasilitas yang disediakan, masyarakat


(20)

3

penggunanya dikenakan biaya. Seperti air bersih, listrik, telepon, taman wisata dan sebagainya. Jenis infrastruktur kedua, penyediaannya untuk dinikmati masyarakat umum, seperti jalan raya, jembatan, saluran air irigasi dan sebagainya sehingga penggunanya tidak dikenai biaya (Hasim, 2013:3).

Dalam suatu upaya penyediaan infrastruktur, ada dua pendekatan yang dapat digunakan sebagai langkah menentukan kebijakan pembangunannya.

Pertama, penyediaan infrastruktur berdasarkan kebutuhan (demand approach) termasuk kebutuhan untuk memelihara prasarana yang telah dibangun. Kedua, penyediaan prasarana untuk mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi pada suatu daerah tertentu (supply approach). Namun, apabila dana yang tersedia terbatas maka prioritas lebih diarahkan pada pendekatan yang pertama (demand approach). Pada saat kondisi ekonomi sudah membaik, maka pembangunan prasarana untuk mendorong tumbuhnya suatu wilayah dapat dilaksanakan (Hidayatika, 2007:8)

Akan tetapi, meski telah banyak hasil penelitian yang menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan infrastruktur, pada prakteknya pembangunan infrastruktur di Indonesia masih sering menemui hambatan. Salah satunya adalah hambatan dalam bentuk penolakan dari masyarakat terhadap rencana pembangunan infrastruktur. Sikap penolakan dari masyarakat jelas disatu sisi merupakan satu faktor sosial budaya yang tidak mendukung tercapainya berbagai perubahan yang menjadi esensi dari tujuan adanya suatu pembangunan.


(21)

4

Menyikapi persoalan budaya masyarakat Indonesia, H.J. Boeke (dalam Koentjaraningrat, 1985) sebagai seorang ahli antropologi aliran subtantivis yang mengkaji mengenai keterbelakangan dan kemiskinan masyarakat Indonesia, memberikan pendapatnya mengenai budaya (mentalitas) yang dimiliki oleh rakyat Indonesia. Menurutnya rakyat Indonesia memiliki ciri-ciri budaya sebagai berikut: (1) Dihinggapi rasa puas dengan kebutuhan yang terbatas; (2) lebih mementingkan gengsi dan pengakuan sosial daripada kebu-tuhan ekonomi; (3) takut mengambil resiko; (4) tidak adanya motivasi untuk mencari keuntungan materi; (5) tidak berdisiplin dan tidak ketat dalam hal tempat dan waktu; (6) tidak mampu berorganisasi; dan (7) enggan menimbun modal (Mustofa, 2007: 7).

Budaya hingga kini memang kerap menjadi salah satu sumber permasalahan tersendiri dalam upaya pembangunan infrastruktur di Indonesia. Faktor budaya menjadi begitu berpengaruh terhadap hasil pembangunan. Indonesia masih sangat dipengaruhi nilai-nilai tradisional yang terbelakang dan irasional meski nilai-nilai modern juga telah masuk ke Indonesia. Namun, Huntington (1976) menganggap bahwa antara nilai-nilai tradisional dan modern adalah hal yang saling bertentangan. Dalam arti jika modernisasi ingin dicapai maka nilai-nilai tradisional harus dirombak total alias dilenyapkan.

Pendapat dari teori modernisasi oleh Huntington dirasa memang tidak sepenuhnya benar dan dapat diterapkan di Indonesia. Masih ada faktor eksternal lainnya yang perlu diperhatikan seperti ketidakseimbangan nilai tukar, perusahaan multinasional dan fenomena neokolonialisme. Maka, upaya


(22)

5

yang dapat ditempuh adalah dengan menghilangkan atau merombak nilai-nilai budaya yang tidak sesuai dengan arah kebijakan pembangunan Indonesia.

Beragam jenis pembangunan Infrastruktur yang kini tengah digarap ataupun juga tengah disosialisasikan oleh pemerintah Provinsi Lampung dan pemerintah pusat dapat memberikan sejumlah fakta masih adanya budaya masyarakat Lampung yang terbukti menghambat proses pembangunan. Budaya masyarakat yang dimaksud yakni meliputi cara berpikir, kebiasaan dan mental masyarakat dalam menerima ide pembangunan tersebut.

Budaya sebagian masyarakat Lampung berkaitan dengan masalah pem-bangunan infrastruktur tersebut diantaranya : (1) masyarakat Lampung memi-liki pandangan yang sulit disatukan dengan pandangan pihak lain, (2) kecenderungan lebih memilih berkonflik dengan pemerintah dan masyarakat banyak demi mempertahankan kepentingannya, (3) dan memanfaatkan terhambatnya proses pembangunan infrastruktur misal jalan raya yang rusak untuk dapat memperoleh keuntungan dari pihak lain (pungli, begal, penipuan dan pemerasan).

Permasalahan dalam pembangunan infrastruktur di Lampung khususnya pembangunan jalan seharusnya menjadi salah satu dari sekian permasalahan pembangunan yang musti mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Mengingat peran dan kondisi infrastruktur jalan sangat penting bagi banyak pihak dan banyak kepentingan baik pemerintah, swasta dan masyarakat. Permasalahan jalan di Lampung umumnya meliputi kondisi jalan yang telah rusak dan sempit serta permasalahan pembebasan tanah milik warga guna


(23)

6

pembangunan jalan yang belum selesai. Jalan yang rusak dan sempit serta pembangunan jalan yang terhambat sebagaimana diketahui dapat menjadi salah satu pemicu banyaknya terjadi lakalantas serta tindak kriminal di Lampung misal begal, pungli dan pemerasan dijalanan.

Setidaknya gambaran permasalahan kondisi infrastruktur tersebut yang kini sedang terjadi di Desa Jepara, Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur. Salah satu proses pembangunan yang sedang digarap oleh pemerintah di Desa Jepara mengalami kendala pada proses pembebasan tanah. Sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya konflik antara warga Desa Jepara dengan pihak pemerintah. Pembangunan yang dimaksud yaitu pembangunan Jalan Raya Nasional yang diberi nama Jalan Lintas Pantai Timur Sumatera (Jalinpantim).

Konflik dimulai ketika secara tegas beberapa warga Desa Jepara menolak untuk membebaskan tanah miliknya kepada pemerintah. Penolakan beberapa warga tersebut disebabkan karena permasalahan besaran ganti rugi yang belum disepakati oleh warga selaku pemilik tanah. Akibatnya, kondisi Jalan Lintas Pantai Timur Sumatera sempat dalam keadaan rusak dan memprihatinkan.

Kerusakan jalan kala itu diperkiran mencapai ± 400 m. Gambaran tentang kerusakan Jalan Lintas Pantai Timur Sumatera diantaranya yakni kondisi jalan banyak berlubang, sempit, terdapat batu-batu tajam, dan aspal mulai mengelupas. Kondisi jalan yang membuat para pengemudi kendaraan tidak merasa nyaman melewatinya. Dampak yang ditimbulkan tentu sangat banyak


(24)

7

bahkan ada yang hingga mengakibatkan konflik dengan menggunakan kekerasan.

Menurut hasil pengamatan pra-riset dilapangan oleh penulis, setidaknya terdapat tujuh dampak negatif konflik baik yang langsung maupun tidak langsung. Macam-macam dampak tersebut antara lain : (1) kecelakaaan lalu lintas; (2) kemacetan; (3) tindak kriminalitas; (4) pungutan liar (pungli); (5) keterbelakangan budaya; (6) prasangka sosial dan (7) konflik.

Dampak yang paling banyak menyita perhatian masyarakat maupun pemerintah adalah aktivitas pungutan liar (pungli) oleh warga Desa Jepara terhadap para sopir/pengemudi. Pola yang digunakan dalam aktivitas pungli oleh warga Desa Jepara hingga tahun 2014 terhitung telah berganti sebanyak tiga kali. Pertama, warga secara terang-terangan meminta sejumlah uang kepada para sopir/pengemudi. Seiring waktu, pola pertama akhirnya diganti dengan pola yang kedua. Diduga karena banyak tuntutan dan laporan dari masyarakat terhadap ketidaknyamanan aktivitas pungli tersebut.

Pola yang kedua, warga menukarkan sebotol air mineral dengan sejumlah uang pungli yang diberikan oleh para pengemudi. Namun, strategi warga mengubah pola yang pertama menjadi yang kedua tetap dianggap merugikan para pengemudi. Hingga akhirnya diganti menjadi pola yang ketiga atau yang terakhir yaitu warga meminta kepada para pengemudi mobil-mobil besar semisal truk/fuso untuk memarkirkan kendaraannya ke satu rumah makan yang sudah di tunjuk oleh warga. Tarif yang dikenakan berkisar antara Rp, 10.000-20.000,- /mobil.


(25)

8

Tindakan pungli yang dilakukan oleh warga Desa Jepara tentu dirasa sangat meresahkan dan dapat membahayakan kestabilan keamanan. Terbukti nyaris terjadi perang antar desa yakni antara Desa Jepara berhadapan dengan Desa Teluk Dalem. Kesigapan aparat kepolisian untuk membendung pertemuan diantara keduanya, mengakibatkan konflik tidak sampai terjadi perang. Padahal sebelumnya warga Desa Jepara tercatat sudah pernah mengalami peperangan antar etnis yaitu saat berhadapan dengan etnis Bali yang berasal dari daerah sekitar kecamatan Braja Selebah yang tidak jauh dari kecamatan Way Jepara. Pada waktu itu, Desa Jepara mengalami kekalahan yang mengakibatkan rumah-rumah mereka dibakar oleh warga desa yang berasal dari etnis Bali. Namun insiden yang pernah menimpa warga Desa Jepara tersebut tidak menjadikan sebagian warga desa menjadi jera dan trauma.

Beberapa warga desa tetangga lainnya menganggap apa yang warga Desa Jepara lakukan telah mencoreng nama baik suku dan wilayah. Banyak warga desa tetangga yang mulai resah dan gerah dengan permasalahan pembebasan tanah di Desa Jepara. Tanggapan yang sudah terdengar dari hasil pra-riset diantaranya warga menyayangkan lemahnya upaya pemerintah atas penyelesaian pembebasan tanah tersebut, keberadaan aparat keamanan yang dianggap tidak pro terhadap keselamatan dan kepentingan masyarakat umum, kebudayaan masyarakat setempat yang dinilai primitif dan tidak ingin maju, dan tanggapan lainnya yang cenderung negatif.


(26)

9

Permasalahan pembebasan tanah milik warga Desa Jepara memang cukup kompleks. Terbukti penyelesaian konflik tersebut baru disepakati hingga tahun ke-9 semenjak konflik dimulai yakni dari tahun 2005-2014. Pembebasan tanah ini telah banyak membawa pihak-pihak dari berbagai golongan terkena dampaknya. Mulai dari golongan suku, profesi, birokrasi, pedagang, dan masyarakat umum lainnya.

Melihat adanya sejumlah permasalahan yang terjadi di Desa Jepara Kecamatan Way Jepara maka dirasa perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam guna membantu mencari tahu pokok permasalahan konflik pembebasan tanah milik warga Desa Jepara. Mulai dari kronologi konflik, faktor penyebab warga desa menolak membebaskan tanah, apa dampak konflik terhadap jalinan hubungan sosial antara sesama warga desa dan dengan warga desa tetangga serta bagaimana upaya resolusi konflik pembebasan tanah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kronologi konflik pembebasan tanah milik warga Desa Jepara Kecamatan Way Jepara ?

2. Apa saja faktor penyebab warga Desa Jepara Kecamatan Way Jepara menolak membebaskan tanah ?

3. Apa dampak permasalahan pembebasan tanah milik warga Desa Jepara terhadap jalinan hubungan sosial antara sesama warga desa dan dengan warga desa tetangga ?


(27)

10

4. Bagaimana resolusi konflik pembebasan tanah milik warga Desa Jepara Kecamatan Way Jepara ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kronologi konflik pembebasan tanah milik warga Desa Jepara Kecamatan Way Jepara.

2. Mengetahui faktor-faktor penyebab warga Desa Jepara Kecamatan Way Jepara menolak membebaskan tanah.

3. Mengetahui dampak konflik pembebasan tanah milik warga Desa Jepara terhadap jalinan hubungan sosial antara sesama warga desa dan warga desa tetangga.

4. Mengetahui resolusi konflik pembebasan tanah milik warga Desa Jepara Kecamatan Way Jepara.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara akademik

a. Memberikan sumbangan pemikiran dan praktek ilmu sosiologi khususnya Sosiologi Budaya, Sosiologi Hukum, dan Sosiologi Konflik.

2. Secara praktis

a. Dapat memberikan sumbangan saran dan informasi alternatif yang dapat digunakan oleh pihak terkait dalam rangka mencari upaya penyelesaian konflik pembebasan tanah pada daerah konflik lainnya.


(28)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konflik 1. Pengertian

Konflik merupakan sesuatu yang tidak bisa terhindarkan dalam kehidupan manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara yang dapat digunakan untuk mencapai keinginan atau tujuan. Menurut beberapa ahli konflik diartikan sebagai satu bentuk upaya untuk menampakkan, untuk mengidentifikasi, dan menjelaskan bahwa diantara setidaknya dua belah pihak memiliki perbedaan atau pertentangan. Perbedaan atau pertentangan dapat berwujud dalam bentuk perbedaan tujuan, kepentingan, nilai-nilai, budaya, suku, kelompok, ras dan agama.

Fisher merupakan salah satu ahli yang telah membantu memberikan definisi tersebut. Fisher (1990:6) mengungkapkan bahwa konflik dapat diartikan sebagai situasi sosial dimana terdapat dua atau lebih kelompok yang memiliki perbedaan tujuan ataupun perbedaan nilai-nilai. Dari beberapa pengertian tersebut, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konflik ialah situasi dimana terdapat setidaknya dua belah pihak yang memiliki perbedaan atau pertentangan baik secara laten maupun manifes.


(29)

12

2. Jenis dan Tipe Konflik

Susan (99:2010) menuliskan bahwa konflik terdiri dari dua jenis yaitu pertama dimensi vertikal atau “konflik atas” yang dimaksud adalah konflik antara elite dan massa (rakyat). Elite disini bisa para pengambil kebijakan di tingkat pusat, kelompok bisnis atau para aparat militer. Kedua konflik horizontal, yakni konflik yang terjadi dikalangan massa (rakyat) sendiri.

Sedangkan tipe konflik juga terdiri dari dua yaitu konflik laten dan konflik manifest (nyata atau terbuka). Konflik laten adalah suatu keadaan yang didalamnya terdapat banyak persoalan, sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat kepermukaan agar bisa ditangani. Sedangkan konflik manifest adalah situasi ketika konflik sosial telah muncul ke permukaan yang berakar sangat dalam dan sangat nyata, dan memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya.

3. Penyebab Konflik

Konflik yang terjadi dalam masyarakat dapat disebabkan karena beberapa hal. Menurut penulis, untuk konflik vertikal penyebab konflik yang terjadi diantaranya karena adanya kebijakan ataupun peraturan pemerintah yang dianggap merugikan masyarakat, korupsi di tingkat elit politik, dan ketidakadilan hukum. Sedangkan konflik dalam dimensi horisontal diantaranya dapat terjadi karena masalah perbedaan ras, agama, suku, budaya, dan kecemburuan sosial.


(30)

13

4. Dampak Konflik

Konflik sejatinya menghasilkan dua dampak yaitu dampak positif dan negatif. Konflik akan menghasilkan dampak negatif jika konflik itu dibiarkan, tidak dikelola serta telah mengarah pada tindakan destruktif. Sebaliknya, konflik akan berdampak positif jika konflik itu dapat dikelola sehingga konflik kemudian bersifat konstruktif.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Coser (Susan, 2009:53-57) yang mengatakan bahwa konflik tidaklah hanya menghasilkan dampak yang negatif tetapi konflik juga memiliki dampak positif. Hanya saja, menurut Coser fungsi positif akan diperoleh ketika konflik memang dikelola dan diekspresikan sewajarnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dampak dari konflik sangat bergantung apakah konflik itu bersifat destruktif ataukah bersifat konstruktif.

Carpenter dan Kennedy (Susan, 2009: 7) mengatakan konflik yang destruktif senantiasa muncul dalam bentuk kehancuran disemua sisi, seperti kehancuran tata sosial dan fisik. Konflik destruktif menyertakan cara-cara kekerasan didalamnya. Dampak dari konflik destruktif menurut penulis diantaranya : (1) korban luka, (2) korban jiwa, (3) kerusakan sarana dan prasarana sosial, (4) kerugian materil, (5) keretakan dan kehancuran hubungan sosial.

Carpenter dan Kennedy (Susan, 2009:7) melanjutkan bahwa konflik konstruktif akan muncul dalam bentuk peningkatan kerjasama atau kesepakatan yang menguntungkan seluruh pihak berkonflik. Adapun


(31)

14

dampak positif dari konflik sosial menurut Coser diantaranya yaitu mampu menciptakan dan memperkuat identitas dan kohesi kelompok sosial , meningkatkan partisipasi setiap anggota terhadap pengorganisasian kelompok serta dapat menjadi alat bagi suatu kelompok untuk mempertahankan eksistensinya (Susan, 2009:55-56).

5. Resolusi Konflik

Rahmadi (2011:12-20) menuliskan beberapa macam penyelesaian konflik antara lain :

a. Negosiasi

Negosiasi adalah penyelesaian konflik melaluli perundingan langsung antara dua pihak atau lebih yang terlibat dalam konflik tanpa bantuan pihak lain. Tujannya adalah menghasilkan keputusan yang diterima dan dipatuhi secara sukarela.

b. Mediasi

Mediasi adalah suatu penyelesaian sengketa atau konflik antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan meminta bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus. Mediator hanya berfungsi memfasilitasi perundingan dan membantu merumuskan persoalan.

c. Arbitrasi

Arbitrasi adalah cara penyelesaian konflik oleh para pihak yang terlibat dalam konflik dengan meminta bantuan kepada pihak netral yang memiliki kewenangan memutuskan. Hasil keputusan dalam


(32)

15

arbitrasi dapat bersifat mengikat maupun tidak mengikat. Dalam arbitrasi, pemilihan arbitrator adalah berdasarkan pilihan oleh pihak yang berkonflik.

d. Ligitasi

Litigasi diartikan sebagai proses penyelesaian konflik melalui pengadilan. Pihak-pihak yang merasa dirugikan mengadukan gugatan ke pengadilan terhadap pihak lain yang menyebabkan timbulnya kerugian. Keputusan dalam ligitasi adalah bersifat mengikat. Sedangkan pihak berkonflik tidak memiliki wewenang memilih hakim yang akan memimpin sidang dan memutuskan perkara.

B. Konflik Pertanahan 1. Pengertian

Sumarto (2012: 2-3) menuslikan konflik pertanahan dapat diartikan sebagai konflik yang lahir sebagai akibat adanya hubungan antar orang atau kelompok yang terkait dengan masalah bumi dan segala kekayaan alam yang terdapat di atas permukaan maupun di dalam perut bumi.

Sumarto (2012: 2-3) melanjutkan dalam Pasal 1 Peraturan Kepala BPN menyatakan bahwa kasus pertanahan adalah meliputi sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang disampaikan kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk mendapatkan penanganan, penyelesaian sesuai peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan


(33)

16

pertanahan nasional. Masing-masing definisi sengketa, konflik dan perkara pertanahan adalah sebagai berikut :

a. Sengketa Pertanahan.

Sengketa pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis. Penekanan yang tidak berdampak luas inilah yang membedakan definisi sengketa pertanahan dengan definisi konflik pertanahan. Sengketa tanah dapat berupa sengketa administratif, sengketa perdata, sengketa pidana terkait dengan pemilikan, transaksi, pendaftaran, penjaminan, pemanfaatan, penguasaan dan sengketa hak ulayat.

b. Konflik Pertanahan

Konflik pertanahan merupakan perselisihan pertanahan antara orang perseorangan,kelompok, golongan, organisasi, badan hukum atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosio-politis.

c. Perkara Pertanahan.

Perkara pertanahan adalah perselisihan pertanahan yang penyelesaiannya dilaksanakan oleh lembaga peradilan atau putusan lembaga peradilanyang masih dimintakan penanganan perselisihannya di BPN RI.


(34)

17

C. Peraturan Pembebasan Tanah Demi Kepentingan Umum

Peraturan tentang pembebasan atau pelepasan hak atas tanah demi kepentingan umum tercantum dalam Undang-undang nomor 2 tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Beberapa poin penting dalam UU nomor 2 tahun 2012 diantaranya mengatur dan menjelaskan hal-hal sebagai berikut :

1. Pasal 1 ayat (2) menjelaskan yang dimaksud pengadaan tanah (untuk kepentingan umum) adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Lebih lanjut diterangkan dalam pasal 1 ayat 3 bahwa yang dimaksud pihak yang berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah.

2. Pengertian objek pengadaan tanah yang berhak mendapatkan ganti rugi sebagaimana tercantum dan dijelaskan pada pasal 1 ayat (4) yaitu diantaranya tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai. 3. Pasal 1 ayat (9) menjelaskan yang dimaksud pelepasan hak adalah

kegiatan pemutusan hubungan hukum dari pihak yang berhak kepada negara melalui lembaga pertanahan.

4. Dalam pasal 2 dijelaskan bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan berdasarkan asas : (1) kemanusiaan; (2) keadilan; (3) kemanfaatan; (4) kepastian; (5) keterbukaan; (6) kesepakatan; (7) keikutsertaan; (8) kesejahteraan; (9) keberlanjutan; (10) dan keselarasan.


(35)

18

5. Pada pasal 5 dijelaskan bahwa pihak yang berhak (atas tanahnya) wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum setelah pemberian ganti kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

6. Pasal 10 huruf b menjelaskan bahwa yang termasuk kedalam kepentingan umum diantaranya yaitu meliputi pembangunan jalan umum dan jalan tol. 7. Pada pasal 35 disebutkan “ dalam hal bidang tanah tertentu yang terkena

pengadaan tanah terdapat sisa yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya, pihak yang berhak dapat meminta penggantian secara utuh atas bidang tanahnya”.

D. Ombudsman Republik Indonesia (ORI)

Tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia menjelaskan beberapa hal terkait Ombudsman sebagai berikut :

1. Pengertian

Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa Omudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut dengan Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaran pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta Badan Swasta atau Perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik


(36)

19

tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Dalam pasal 1 ayat (3) juga dijelaskan satu istilah lain terkait dengan Ombudsman yaitu Maladministrasi. Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenangn untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materil dan/atau immateril bagi masyarakat dan orang perseorangan.

2. Sifat, asas dan tujuan

Dalam Bab II tentang Sifat, Asas dan Tujuan pasal 2 menjelaskan bahwa Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Sedangkan pada pasal 3 dijelaskan bahwa Ombudsman memiliki 8 asas yang terdiri dari : (a) kepatutan; (b) keadilan; (c) non-diskriminasi; (d) tidak memihak; (e) akuntabilitas; (f) keseimbangan; (g) keterbukaan; (h) kerahasiaan.

Tujuan Ombudsman sendiri tercantum dalam pasal 4 yang menjelaskan bahwa Ombudsman bertujuan :


(37)

20

a. Mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil dan sejahtera. b. Mendorong penyelenggaran negara dan pemerintahan yang efektif dan

efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

c. Meningkatkan mutu pelayanan negara disegala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang baik.

d. Membantu menciptakan dan meingkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktek-praktek Maladminstrasi, dirkriminasi, kolusi, korupsi serta nepotisme.

e. Meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.

3. Tempat kedudukan

Tempat kedudukan Ombudsman terdapat dalam uraian pada Bab III pasal 5. Berikut uraian tentang tempat kedudukan Ombudsman :

a. Pasal 5 ayat (1) menjelaskan bahwa Ombudsman berkedudukan di Ibu kota negara Republik Indonesia dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

b. Pasal 5 ayat (2) menjelaskan bahwa Ombudsman dapat mendirikan perwakilan Ombudsman di Provinsi dan/atau kabupaten/kota.

c. Pasal 5 ayat (3) menjelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja perwakilan Ombudsman di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


(38)

21

4. Fungsi, tugas dan wewenang

Fungsi Ombudsman sebagaimana dijelaskan pada pasal 6 menyebutkan bahwa Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaran pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara sera badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.

Sedangkan tugas Ombudsman terdapat dalam uraian pada pasal 7 yang terdiri dari beberapa poin yaitu : (a) menerima laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaran pelayanan publik; (b) melakukan pemeriksaan atas substansi laporan; (c) menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman; (d) melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaran pelayanan publik; (e) melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; (f) melakukan tugas lain yang diberikan undang-undang.

Adapun wewenang yang dimiliki oleh Ombudsman diuraikan pada pasal 8 yang menyebutkan beberapa wewenang Ombudsman diantaranya sebagai berikut:


(39)

22

a. Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari pelapor, terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai laporan yang disampaikan kepada Ombudsman.

b. Memeriksa keputusan, surat-menyurat atau dokumen lain yang ada pada pelapor ataupun terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu laporan.

c. Menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak.

d. Membuat rekomendasi mengenai penyelesaian laporan, termasuk rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan.

E. Penelitian Terdahulu

Proses pengadaan tanah bagi kepentingan umum bukanlah hal yang mudah bagi negara karena hal tersebut melibatkan banyak pihak didalamnya. Sehingga dalam pelaksanaannya, sangat memungkinkan terdapat kendala atau hambatan. Kondisi nyata tentang permasalahan pembebasan tanah tersebut misalnya telah dipaparkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Akbar (2009) dengan judul “Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Proyek Jalan Lingkar Utara Kota Tegal”.

Dalam hasil penelitiannya, ia memaparkan dan menarik kesimpulan tentang dua hal yang menyebabkan proyek pembangunan terhambat. Kedua hal tersebut yaitu : (1) Proyek pengadaan tanah untuk Pembangunan Proyek Jalan Lingkar Utara Kota Tegal pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan yang


(40)

23

berlaku sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang perubahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembanguan Untuk Kepentingan Umum, yaitu dengan tidak membentuk Panitia Pengadaan Tanah, namun hanya panitia yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Walikota, sehingga akan menjadi sulit ketika terjadi ketidaksepakatan mengenai ganti-kerugian antara pihak masyarakat yang tanahnya terkena proyek dengan pihak panitia tersebut, (2) Rendahnya jumlah ganti-kerugian yang ditawarkan dalam setiap pelaksanaan pembebasan tanah selama ini turut berperan menjadi masalah dalam pelaksanaan pelepasan atau penyerahan hak tanah milik warga. Hal ini menunjukkan bahwa faktor dana lebih berpengaruh disana ketimbang faktor psikologis masyarakat.


(41)

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian kualitatif. Sugiyono (2014:1) mendifinisikan penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Menurut Utomo (Bungin, 2011:92-93) penelitian kualitatif memiliki beberapa ciri diantaranya : (1) sumber data harus ilmiah artinya peneliti harus mema-hami fenomena sosial secara langsung dalam kehidupan sehari-hari masya-rakat; (2) peneliti sendiri merupakan instrumen penelitian yang paling penting didalam pengumpulan data; (3) penelitian kualitatif bersifat pemberian (deskriptif) artinya mencatat secara teliti segala gejala (fenomena) yang dilihat dan didengar serta dibacanya (via wawancara atau bukan, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, dokumen resmi atau bukan, dll).

Selanjutnya yaitu : (4) penelitian harus digunakan untuk memahami bentuk-bentuk tertentu atau kasus (studi kasus); (5) analisis bersifat induktif; (6)


(42)

25

dilapangan peneliti harus berperilaku seperti masyarakat yang ditelitinya; (7) data dan informan harus berasal dari tangan pertama; (9) titik berat perhatian harus pada pandangan emik artinya peneliti harus menaruh perhatian pada “masalah penting yang diteliti dari orang yang diteliti” bukan dari etik (dari kacamata peneliti); (10) dalam pengumpulan data menggunakan purposive sampling; (11) dapat menggunakan data kuantitatif maupun kualitatif.

Pemilihan tipe kualitatif dalam penelitian ini adalah karena berdasarkan kebutuhan peneliti terhadap pemahaman permasalahan yang lebih mendalam dan komprehensif. Selain itu, peneliti ingin mencoba memahami masalah berdasarkan pemahaman dan pandangan oleh aktor yang terlibat dalam konflik dan cara yang tepat digunakan adalah dengan penelitian kualitatif.

Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan studi kasus. Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus dilakukan secara mendalam, mendetail, dan komprehensif (Sanapiah, 2007:22).

B. Fokus Penelitian

Suyanto (2011:171) fokus penelitian harus ditetapkan pada awal penelitian karena fokus penelitian berfungsi untuk memberi batas-batas hal-hal yang akan diteliti. Fokus penelitian berguna dalam memberikan arah selama proses penelitian, utamanya pada saat pengumpulan data yaitu untuk membedakan antara data mana yang relevan dengan tujuan penelitian kita. Dalam penelitian ini penulis akan berfokus pada bagaimana kronologi konflik


(43)

26

pembebasan tanah, faktor-faktor penyebab warga desa menolak membe-baskan tanah, dampak permasalahan pembebasan tanah terhadap jalinan hubungan sosial antara sesama warga desa dan dengan desa tetangga serta bagaimana resolusi konflik pembebasan tanah.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Desa Jepara Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur. Pemilihan lokasi tersebut karena Desa Jepara Kecamatan Way Jepara merupakan lokasi dimana terjadi konflik pembebasan tanah sesuai dengan rencana penelitian. Lokasi konflik yang dimaksud khususnya hanya mencakup wilayah Dusun I Desa Jepara yang berada didekat atau dipinggir Jalan Lintas Pantai Timur Sumatera.

D. Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan yang digunakan adalah dengan teknik purposive sampling yaitu penentuan sampel dengan pertimbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono, 2014:52). Bungin (2011:101) menyebutkan beberapa pertimbangan dalam menentukan informan adalah meliputi beberapa hal diantaranya : (1) informan memiliki pengalaman pribadi sesuai dengan permasalahan yang diteliti; (2) Usia orang yang bersangkutan telah dewasa; (3) Sehat jasmani dan rohani; (4) Informan bersifat netral tidak mempunyai kepentingan menjelekkan orang lain; (5) Orang yang bersangkutan memiliki pengalaman yang luas mengenai permasalahan yang diteliti.


(44)

27

Maka, dalam penelitian ini yang akan dijadikan informan berdasarkan kriteria yang telah disebutkan oleh Bungin diantaranya warga desa yang memiliki pengalaman pribadi langsung terkait konflik pembebasan tanah, warga Desa Jepara yang belum bersedia membebaskan tanahnya dan warga desa tetangga.

Dalam penelitian ini, informan terdiri dari empat orang yaitu Sr, Mr, Af dan My. Berikut rincian tentang profil masing-masing informan.

1. Sr (45)

Sr merupakan salah satu pejabat pemerintahan Desa Jepara. Sumbangsihnya dalam pemerintahan desa sudah cukup lama yakni sekitar sejak tahun 1998. Pada tahun 2005, saat proyek pembangunan Jalan Lintas Pantai Timur hendak dilaksanakan, ia tercatat telah menjabat sebagai salah satu pejabat pemerintahan Desa Jepara. Saat konflik terjadi, Sr kerap menjadi perantara komunikasi antara tim pelaksana proyek dengan warga Desa Jepara (Dusun I). Sehingga pengetahuannya tentang konflik cukup menyeluruh.

2. Mr (51 Tahun)

Mr merupakan salah satu tokoh masyarakat Desa Jepara. Keberadaannya ditengah-tengah masyarakat cukup terpandang. Mr menjadi salah satu tokoh desa yang ikut membantu memberikan masukan-masukan dan menyelesaikan beberapa permasalahan yang terjadi di Desa Jepara. Mengenai konflik tanah, Mr sendiri mengaku telah bersedia membebas-kan tanahnya dan bersedia menerima ganti rugi sejak awal proyek pembangunan Jalan Lintas Pantai Timur Sumatera dilaksanakan.


(45)

28

3. Af (50 Tahun)

Af adalah salah satu warga asli yang telah bermukim di Dusun I atau Jepara Kampung sejak lama. Af merupakan pemilik dari salah satu titik lokasi dari 17 titik lokasi yang belum dibebaskan hingga ditahun 2014. Af tidak bersedia membebaskan tanahnya sejak tahun 2005-2014 karena permasalahan transparansi ganti rugi. Ia baru menyepakati bersedia menerima ganti rugi dan membebaskan tanahnya pada 18 September 2014.

4. My (49 Tahun)

My merupakan informan yang berasal dari salah satu desa tetangga dari Desa Jepara. Keberadaannya dalam penelitian adalah untuk mencari tahu penilaian dan tanggapannya terhadap konflik pembebasan tanah milik warga Desa Jepara guna menjawab rumusan masalah penelitian tentang dampak konflik terhadap jalinan hubungan sosial dengan warga desa tetangga.

E. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam (in-depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)


(46)

29

wawancara. Tujuannya adalah memperoleh informasi sedalam mungkin dan sedetail mungkin dari informan.

Bungin (2011:101) menyebutkan pelaksanaan wawancara tidak dapat hanya sekali atau dua kali, melainkan berulang-ulang dengan intensitas yang tinggi. Peneliti tidak hanya percaya begitu saja pada apa yang dikatakan informan melainkan perlu mengecek dalam kenyataan melalui pengamatan. Dalam penelitian ini, metode wawancara mendalam dilakukan kepada keempat informan yang telah ditetapkan melalui teknik

purposive sampling.

2. Observasi

Nawawi (2003:104) menyebutkan observasi biasa diartikan sebagai suatu pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian. Dalam penelitian ini, penulis hanya berkedudukan sebagai pengamat dan tidak ikut dalam kehidupan obyek penelitian sehingga observasi ini dapat dikategorikan kedalam observasi non-partisipan.

Dalam penelitian ini, peneliti mengamati berbagai kegiatan yang terjadi di daerah lokasi penelitian seperti aktivitas warga desa, kondisi lingkungan dan jalan desa, aktivitas masyarakat yang melewati Desa Jepara, aktivitas pemerintah dalam hal ini yang berhubungan dengan konflik pembebasan tanah warga (aparatur pemerintah desa dan keamanan).


(47)

30

3. Dokumentasi

Sugiyono (2014:82) mendefinsikan dokumentasi merupakan suatu teknik mengumpulkan data yang berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan dan kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain.

Sedangkan Nawawi (2001:133) menyatakan bahwa studi dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku mengenai pendapat, dalil yang berhubungan dengan masalah penyelidikan. Sumber dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya arsip-arsip ataupun dokumen yang dimiliki oleh warga desa ataupun arsip milik pemerintahan desa setempat.

F. Sumber Data 1. Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari objek atau subjek yang akan diteliti. Data primer dalam penelitian ini adalah melalui wawancara dan hasil pengamatan secara langsung peneliti di lapangan (observasi).


(48)

31

2. Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data yang digunakan adalah dokumentasi (foto,video), dokumen warga dan arsip pemerintahan desa, catatan-catatan peneliti di lapangan, serta berita media online dan offline.

G. Teknik Analisis Data

Sugiyono (2014:89) menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang telah diperoleh melalui wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri dan orang lain.

Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model analisis seperti yang telah diberikan oleh Miles dan Huberman (Sugiyono, 2014:91), yaitu :

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti : merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Data yang telah direduksi akan memberikan


(49)

32

gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah berikutnya adalah penyajian data. Penyajian data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sebagainya. Miles dan Huberman (1984) menyatakan : “the most frequent form of display data forqualitative research data in the pas has been narative tex

artinya : yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3. Verifikasi Data dan Menarik Kesimpulan

Langkah ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Namun bila kesimpulan memang telah didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (dapat dipercaya).

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa


(50)

33

deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih belum jelas, sehingga setelah diteliti menjadi jelas.

Tabel 1. Konsep dan Metode Penelitian

No Konsep-konsep Metode

1 Faktor Penyebab Penolakan Pembebasan Tanah

Wawancara, Dokumentasi 2 Proses Penyelesaian Konflik Wawancara 3 Dampak Konflik Terhadap Jalinan

Hubungan Sosial Warga

Wawancara, Observasi, Dokumentasi


(51)

73

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan terkait hasil laporan penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Kronologi konflik pembebasan tanah milik warga Desa Jepara Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur dibagi kedalam tiga periode yaitu antara tahun 2005-2008, 2008-2013, dan 2013-2014. 2. Faktor penyebab warga menolak membebaskan tanahnya adalah

karena terdapat tiga jenis kebijakan dari tim pembebasan tanah yang dirasa dapat merugikan masyarakat. Ketiga kebijakan tersebut yaitu : a. Kebijakan tentang ganti rugi tanam tumbuh dan bangunan

b. Kebijakan tentang transparansi ganti rugi c. Kebijakan tentang ganti rugi tanah

3. Konflik pembebasan tanah memiliki berbagai dampak yang dapat di-bagi kedalam dampak konflik secara langsung dan tidak langsung. Dampak konflik secara tidak langsung menyebabkan munculnya konflik sosial antara warga desa dan dengan desa tetangga. Sehingga hal tersebut berdampak pada rusaknya jalinan hubungan sosial antar warga.


(52)

74

4. Resolusi konflik adalah melalui jalan arbitrasi dimana Ombudsman merupakan pihak yang menjadi arbitrator.

B. Saran

Dari konflik yang telah terjadi di Desa Jepara penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :

1. Pemerintah selaku lembaga negara yang sah mengatur dan mengendalikan sesuatu yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak wajib dan harus secara jujur menjalankan undang-undang sebagai dasar pelaksanaan setiap rencana pembangunan.

2. Diperlukan adanya kemauan dan sikap bersedia saling menarik diri, mengurangi tuntutan dan memperhatikan kepentingan lawan konflik guna mempermudah jalan penyelesaian konflik.

3. Harus ada pendekatan dan pembinaan terhadap warga jauh hari sebelum proyek pembangunan dilaksanakan. Agar tumbuh dalam diri masyarakat cara berpikir, mental, dan tindakan yang mendukung terlaksananya proyek pembangunan.

4. Hendaknya setiap pihak tidak mengambil keuntungan dari konflik yang telah terjadi sehingga dapat menimbulkan konflik baru lainnya. Diperlukan adanya sanksi yang tegas terhadap pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang mengakibatkan munculnya konflik baru ataupun membuat konflik semakin rumit penyelesaiannya.


(53)

75

Tabel 4. Hasil dan Pembahasan Hasil dan

Pembahasan Periode 2005-2008

Periode 2008

-2013 Periode 2013-2014

Tahap Kebijakan dan

Musyawarah

1. Warga hanya memperoleh ganti rugi tanam tumbuh dan bangunan, sedangkan “tanah” tidak. 2. Beberapa kali

terjadi pendataan ulang terhadap tanam tumbuh dan bangunan milik warga. 3. Kesediaan pemerintah atau pelaksana proyek mengganti hingga 50 cm terhitung dari batas “patok merah” Pemerintah pasif sehingga tidak terdapat kebijakan baru maupun musyawarah yang dilakukan dengan warga. 1. Ombudsman datang dalam musyawarah bersama warga, dan meminta pihak pelaksana proyek untuk segera menyelesaikan proses ganti rugi tanah milik warga

2. Pelaksana proyek bersedia mengganti rugi “tanah” milik warga 3. Memberikan keterangan besaran ganti rugi secara rinci terhadap tanah, tanam tumbuh, dan bangunan milik warga. Hasil Beberapa warga bersedia membebaskan tanahnya dan menerima ganti rugi

Tersisa 17 titik lokasi tanah milik warga yang belum dibebaskan.

1. Warga yang temasuk kedalam pemilik 16 titik lokasi bersedia membebaskan tanahnya. 2. Hingga 5

November 2014 hanya menyisakan satu warga yang masih tetap menolak membebaskan tanahnya.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bungin, Burhan. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Fisher, Ronald J. 1990. The Social Psychology of Intergroup and International Conflict Resolution. New York : Springer-Verlag.

Nawawi, Hadari. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Sanapiah, Faisal. 2007. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV Alfabeta.

Susan, Novri. 2010. Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer. Jakarta : Kencana.

Suyanto, Bagong dan Sutinah (Eds.). 2011. Metode Penelitian Sosial : Berbagai Alternatif Pendekatan (edisi revisi.18). Jakarta : Kencana.

Arsip

Bappenas. 2002. Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Dan Permukiman. Ter-sedia: http://old.bappenas.go.id/get-file-server/node/2761/[28 Juni 2014] Bappenas. 2009. Percepatan Pembangunan Infrastruktur. http://www.

bappenas.-go.id/index.php/download_file/view/9521/1777/. [28 Juni 2014]

Bappenas. 2008. Undan-undang Tentang Ombudsman Republik Indonesia. Tersedia: http://dapp.bappenas.go.id/website/peraturan/file/pdf/UU_2008-_037.pdf. [9 Nopember 2014]

Kementerian PU. 2014. Review Pengembangan Jaringan Jalan Lintas Di Pulau Sumatera Dan Kalimantan. http://222.124.202.176/website/index.php/


(55)

component/content/article/96-bina-marga/85-review-pengembangan-jaringan-jalan-lintas-pulau-sumatera-dan-kalimantan [28 Juni 2014]

Setneg. 2014. Undang-undang nomor 2 tahun 2012. http://www.setneg.go.id /index.php?option=com_perundangan&id=3522&task=detail&catid=1&Ite mid=42&tahun=2012 [28 Juni 2014]

Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika. 2014. Geotopografi Lampung Timur.http://www.lampungtimurkab.go.id/index.php?mod=menu_2&opt = sm_10 [17 September 2014]

Artikel Online

Hakim, Arif Rahman. ”Perkembangan Pembangunan Provinsi Lampung”, Kom -pasiana (online), diakses dari http://regional.kom-pasiana.com/2012/07/30- http://regional.kompasiana.com/2012/07/30-/perkembangan-pembangunan-provinsi-lampung-481177.html [26 April 2014]

Sumarto. 2012. Penanganan dan Penyelesaian Konflik Pertanahan dengan prinsip Win-win Solution oleh Badan Pertahanan Nasional RI. http://dppd.sleman- kab.go.id/wp-content/uploads/2012/10/UPLOADS-MAKALAH-KON-FLIK-WIN-WIN-SOLUTION.pdf [28 Juni 2014]

Kementerian PU. 2011. Kajian Kesiapan Masyarakat Untuk Pembangunan Infrastruktur Pu Bidang Sda, Jalan Dan Jembatan, dan Permukiman. http://ml.scribd.com/doc/178679487/Kajian-Kesiapan-Masyarakat-Untuk- Pembangunan-Infrastruktur-PU-Bidang-SDA-Jalan-Jembatan-Dan-Permu-kiman. [28 Juni 2014]

Skripsi

Afifah, Tatu. 2010. Analisis Pelepasan Hak Milik Atas Tanah Dalam Rangka Pembangunan Kawasan Pusat Pemerintahan Propinsi Banten, Di Kabupaten Serang. Tersedia: http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/130997-T%2027424-Pelepasan%20hak-Analisis.pdf [31 maret 2014]

Akbar, Adi. 2009. Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Proyek Jalan Lingkar Utara Kota Tegal. http://eprints.undip.ac.id/16147/1/ADI_AKBAR.pdf. [17 September 2014]

Hasim, Indayani. 2013. Analisis Keterkaitan Transportasi Darat Dengan Pertum-buhan Ekonomi Di Kabupaten Merauke Periode 2002-2011. Tersedia: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4205/SKRIPSI%


(56)

20LENGKAP%20-%20IE%20-%20FEB%20-%20INDAYANI%20HAS-IM.pdf?sequence=2. [25 Juni 2014]

Hidayatika, Meiningtyas Dwi. 2007. Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi. Tersedia: http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126095-5630-Peranan%20-infrastruktur-Literatur.pdf [31 maret 2014]

Lek, Mesak. 2013. Analisis dampak pembangunan jalan terhadap pertumbuhan usaha ekonomi rakyat di pedalaman May Brat Provinsi Papua Barat (Studi kasus di Distrik Ayamaru, Aitinyo dan Aifat). Open Journal Systems, 6, 11 halaman. Tersedia: http://ojs.unud.ac.id/index.php/jekt/article/view/4510 3439.Html [29 Maret 2014]

Mustofa, Moh. Solehatul. 2007. Pengajaran IPS dan Pembangunan Masyarakat Indonesia di Era Global. Tersedia : http://www.academia.edu/4005079/ Mentalitas_dan_pembangunan [31 maret 2014]

Pamungkas, Bambang Teguh.2007.Landasan Teori dan Studi Empiris. Tersedia: http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/125998-6699 Pengaru%20infra struktur-Literatur.pdf [31 maret 2014]

Rahmantyo, Tri Yogi Fitri. 2012. Upaya Peningkatan Kemampuan Resolusi Konflik MelaluI Bimbingan Kelompok Bagi Siswa Kelas X-Logam Smk Negeri 1 Kalasan. Tersedia http://eprints.uny.ac.id/9882/3/BAB%202%20-%2008104241005.pdf 26 April 2014]


(1)

73

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan terkait hasil laporan penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Kronologi konflik pembebasan tanah milik warga Desa Jepara Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur dibagi kedalam tiga periode yaitu antara tahun 2005-2008, 2008-2013, dan 2013-2014. 2. Faktor penyebab warga menolak membebaskan tanahnya adalah

karena terdapat tiga jenis kebijakan dari tim pembebasan tanah yang dirasa dapat merugikan masyarakat. Ketiga kebijakan tersebut yaitu : a. Kebijakan tentang ganti rugi tanam tumbuh dan bangunan

b. Kebijakan tentang transparansi ganti rugi c. Kebijakan tentang ganti rugi tanah

3. Konflik pembebasan tanah memiliki berbagai dampak yang dapat di-bagi kedalam dampak konflik secara langsung dan tidak langsung. Dampak konflik secara tidak langsung menyebabkan munculnya konflik sosial antara warga desa dan dengan desa tetangga. Sehingga hal tersebut berdampak pada rusaknya jalinan hubungan sosial antar warga.


(2)

74

4. Resolusi konflik adalah melalui jalan arbitrasi dimana Ombudsman merupakan pihak yang menjadi arbitrator.

B. Saran

Dari konflik yang telah terjadi di Desa Jepara penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :

1. Pemerintah selaku lembaga negara yang sah mengatur dan mengendalikan sesuatu yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak wajib dan harus secara jujur menjalankan undang-undang sebagai dasar pelaksanaan setiap rencana pembangunan.

2. Diperlukan adanya kemauan dan sikap bersedia saling menarik diri, mengurangi tuntutan dan memperhatikan kepentingan lawan konflik guna mempermudah jalan penyelesaian konflik.

3. Harus ada pendekatan dan pembinaan terhadap warga jauh hari sebelum proyek pembangunan dilaksanakan. Agar tumbuh dalam diri masyarakat cara berpikir, mental, dan tindakan yang mendukung terlaksananya proyek pembangunan.

4. Hendaknya setiap pihak tidak mengambil keuntungan dari konflik yang telah terjadi sehingga dapat menimbulkan konflik baru lainnya. Diperlukan adanya sanksi yang tegas terhadap pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang mengakibatkan munculnya konflik baru ataupun membuat konflik semakin rumit penyelesaiannya.


(3)

75

Tabel 4. Hasil dan Pembahasan Hasil dan

Pembahasan Periode 2005-2008

Periode 2008

-2013 Periode 2013-2014

Tahap Kebijakan dan

Musyawarah

1. Warga hanya memperoleh ganti rugi tanam tumbuh dan bangunan, sedangkan

“tanah” tidak. 2. Beberapa kali

terjadi pendataan ulang terhadap tanam tumbuh dan bangunan milik warga. 3. Kesediaan pemerintah atau pelaksana proyek mengganti hingga 50 cm terhitung dari batas “patok merah” Pemerintah pasif sehingga tidak terdapat kebijakan baru maupun musyawarah yang dilakukan dengan warga. 1. Ombudsman datang dalam musyawarah bersama warga, dan meminta pihak pelaksana proyek untuk segera menyelesaikan proses ganti rugi tanah milik warga

2. Pelaksana proyek bersedia mengganti rugi “tanah” milik warga 3. Memberikan keterangan besaran ganti rugi secara rinci terhadap tanah, tanam tumbuh, dan bangunan milik warga. Hasil Beberapa warga bersedia membebaskan tanahnya dan menerima ganti rugi

Tersisa 17 titik lokasi tanah milik warga yang belum dibebaskan.

1. Warga yang temasuk kedalam pemilik 16 titik lokasi bersedia membebaskan tanahnya. 2. Hingga 5

November 2014 hanya menyisakan satu warga yang masih tetap menolak membebaskan tanahnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bungin, Burhan. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Fisher, Ronald J. 1990. The Social Psychology of Intergroup and International Conflict Resolution. New York : Springer-Verlag.

Nawawi, Hadari. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Sanapiah, Faisal. 2007. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV Alfabeta.

Susan, Novri. 2010. Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer. Jakarta : Kencana.

Suyanto, Bagong dan Sutinah (Eds.). 2011. Metode Penelitian Sosial : Berbagai Alternatif Pendekatan (edisi revisi.18). Jakarta : Kencana.

Arsip

Bappenas. 2002. Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Dan Permukiman. Ter-sedia: http://old.bappenas.go.id/get-file-server/node/2761/[28 Juni 2014] Bappenas. 2009. Percepatan Pembangunan Infrastruktur. http://www.

bappenas.-go.id/index.php/download_file/view/9521/1777/. [28 Juni 2014]

Bappenas. 2008. Undan-undang Tentang Ombudsman Republik Indonesia. Tersedia: http://dapp.bappenas.go.id/website/peraturan/file/pdf/UU_2008-_037.pdf. [9 Nopember 2014]

Kementerian PU. 2014. Review Pengembangan Jaringan Jalan Lintas Di Pulau Sumatera Dan Kalimantan. http://222.124.202.176/website/index.php/


(5)

component/content/article/96-bina-marga/85-review-pengembangan-jaringan-jalan-lintas-pulau-sumatera-dan-kalimantan [28 Juni 2014]

Setneg. 2014. Undang-undang nomor 2 tahun 2012. http://www.setneg.go.id /index.php?option=com_perundangan&id=3522&task=detail&catid=1&Ite mid=42&tahun=2012 [28 Juni 2014]

Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika. 2014. Geotopografi Lampung Timur.http://www.lampungtimurkab.go.id/index.php?mod=menu_2&opt = sm_10 [17 September 2014]

Artikel Online

Hakim, Arif Rahman. ”Perkembangan Pembangunan Provinsi Lampung”, Kom -pasiana (online), diakses dari http://regional.kom-pasiana.com/2012/07/30- http://regional.kompasiana.com/2012/07/30-/perkembangan-pembangunan-provinsi-lampung-481177.html [26 April 2014]

Sumarto. 2012. Penanganan dan Penyelesaian Konflik Pertanahan dengan prinsip Win-win Solution oleh Badan Pertahanan Nasional RI. http://dppd.sleman- kab.go.id/wp-content/uploads/2012/10/UPLOADS-MAKALAH-KON-FLIK-WIN-WIN-SOLUTION.pdf [28 Juni 2014]

Kementerian PU. 2011. Kajian Kesiapan Masyarakat Untuk Pembangunan Infrastruktur Pu Bidang Sda, Jalan Dan Jembatan, dan Permukiman. http://ml.scribd.com/doc/178679487/Kajian-Kesiapan-Masyarakat-Untuk- Pembangunan-Infrastruktur-PU-Bidang-SDA-Jalan-Jembatan-Dan-Permu-kiman. [28 Juni 2014]

Skripsi

Afifah, Tatu. 2010. Analisis Pelepasan Hak Milik Atas Tanah Dalam Rangka Pembangunan Kawasan Pusat Pemerintahan Propinsi Banten, Di Kabupaten Serang. Tersedia: http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/130997-T%2027424-Pelepasan%20hak-Analisis.pdf [31 maret 2014]

Akbar, Adi. 2009. Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Proyek Jalan Lingkar Utara Kota Tegal. http://eprints.undip.ac.id/16147/1/ADI_AKBAR.pdf. [17 September 2014]

Hasim, Indayani. 2013. Analisis Keterkaitan Transportasi Darat Dengan Pertum-buhan Ekonomi Di Kabupaten Merauke Periode 2002-2011. Tersedia: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4205/SKRIPSI%


(6)

20LENGKAP%20-%20IE%20-%20FEB%20-%20INDAYANI%20HAS-IM.pdf?sequence=2. [25 Juni 2014]

Hidayatika, Meiningtyas Dwi. 2007. Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi. Tersedia: http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126095-5630-Peranan%20-infrastruktur-Literatur.pdf [31 maret 2014]

Lek, Mesak. 2013. Analisis dampak pembangunan jalan terhadap pertumbuhan usaha ekonomi rakyat di pedalaman May Brat Provinsi Papua Barat (Studi kasus di Distrik Ayamaru, Aitinyo dan Aifat). Open Journal Systems, 6, 11 halaman. Tersedia: http://ojs.unud.ac.id/index.php/jekt/article/view/4510 3439.Html [29 Maret 2014]

Mustofa, Moh. Solehatul. 2007. Pengajaran IPS dan Pembangunan Masyarakat Indonesia di Era Global. Tersedia : http://www.academia.edu/4005079/ Mentalitas_dan_pembangunan [31 maret 2014]

Pamungkas, Bambang Teguh.2007.Landasan Teori dan Studi Empiris. Tersedia: http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/125998-6699 Pengaru%20infra struktur-Literatur.pdf [31 maret 2014]

Rahmantyo, Tri Yogi Fitri. 2012. Upaya Peningkatan Kemampuan Resolusi Konflik MelaluI Bimbingan Kelompok Bagi Siswa Kelas X-Logam Smk Negeri 1 Kalasan. Tersedia http://eprints.uny.ac.id/9882/3/BAB%202%20-%2008104241005.pdf 26 April 2014]