Work centered analysis of online services development industrial business license at Bogor, Tangerang, and Bekasi Regency

WORK CENTERED ANALYSIS PADA PELAYANAN ONLINE
PERIZINAN USAHA INDUSTRI KABUPATEN BOGOR,
TANGERANG, DAN BEKASI

HERLY NURRAHMI

SEKOLAH PASCARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Work Centered Analysis pada
Pelayanan Online Perizinan Usaha Industri Kabupaten Bogor, Tangerang, dan
Bekasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2012


Herly Nurrahmi
NIM G651100241

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

WORK CENTERED ANALYSIS PADA PELAYANAN ONLINE
PERIZINAN USAHA INDUSTRI KABUPATEN BOGOR,
TANGERANG, DAN BEKASI

HERLY NURRAHMI
Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Magister Komputer pada
Program Studi Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Rindang Karyadin S.T, M. Kom

Judul Tesis

Nama Mahasiswa
Nomor pokok

: Work Centered Analysis pada Pelayanan Online
Perizinan Usaha Industri Kabupaten Bogor, Tangerang,
dan Bekasi
: Herly Nurrahmi

: G651100241

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Ir. Meuthia Rachmaniah, M.Sc.
Ketua

Dr. Yani Nurhadryani S.Si, M.T.
Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi
Pascasarjana
Ilmu Komputer

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Yani Nurhadryani S.Si, M.T.


Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Tanggal Ujian: 25 Mei 2012

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang, Sumatera Barat pada tanggal 5 Februari
1987, dari pasangan Bapak Drs. R. Joko Harianto M.Si dan Ibu Osmaili sebagai
anak pertama dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 28 Rawang, Padang lulus
tahun 1998, pendidikan menengah pertama di MTSN Parak Lawas lulus tahun
2001, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Padang lulus tahun 2004.
Pada tahun 2004 penulis diterima di Universitas Gadjah Mada melalui jalur
masuk Ujian Seleksi Masuk UGM (USM) pada Program Studi Fisika. penulis
memperoleh gelar sarjana pada tahun 2010. Selama mengikuti program S1,
penulis menjadi anggota Komunitas Fisika (KF) Gadjah Mada (Gama).

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
ini yang berjudul “Work Centered Analysis Pada Pelayanan Online Perizinan
Usaha Industri Kabupaten Bogor, Tangerang, dan Bekasi” dengan baik. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada Ir. Meuthia Rachmaniah M.Sc dan Dr.
Yani Nurhadryani S.Si, M.T selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam penyelesaian tesis ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada suami, ibunda, ayah, herly nurrahma, butsainah fadhilah,
rekan-rekan S2 Ilkom angkatan 12, serta seluruh keluarga atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam pembuatan
tesis ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan guna memperbaiki tesis ini. Atas perhatian penulis ucapkan terima
kasih.

Bogor, Juli 2012

Herly Nurrahmi

ABSTRACT

HERLY NURRAHMI. Work Centered Analysis of Online Services Development
Industrial Business License at Bogor, Tangerang, and Bekasi Regency.
Supervised by MEUTHIA RACHMANIAH, and YANI NURHADRYANI.
The development of information and communication technologies has delivered a
model of public services through e-Government. The aims of this study was to
analyse business process of industrial business license at Regency of Bogor,
Tangerang, and Bekasi, and to develop business process formula by using
application template in general. The background of this study was because of the
difficulties encountered for businesses to apply for industries licensing. Those
difficulties for example the application process was not effective, efficient and
transparent. The method of work centered analysis was used to analyse the
business process of industrial business licensing service. Meanwhile, the waterfall
method was used to develop application template. By using work analysis
framework, it can be observed the part of system in industrial business license
system that can be computerized by online application template. The proposed
business process of industrial business license consists of six parts: information,
administrative verification, document validation, technical verification,
processing, and validation. Improvement process were done by eliminating the
process of taking registration form, creating invitation letter to the technical team,
creating agency notes, discussion of results from field visit, correction license

format, elimination of approval sign, and elimination recording. The application
template that has been developed based on e-Government was expected to
improve business license services performance efectively, efficiently, and
transparantly that accordance with the objectives of good governance. application
template of Industrial business license can be used as registration and disposition
facilities.

Keywords: e-Government, Industrial business license, Business process, Template
application

xi

RINGKASAN
HERLY NURRAHMI. Work Centered Analysis pada Pelayanan Online Perizinan
Usaha Industri Kabupaten Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Dibimbing oleh
MEUTHIA RACHMANIAH, dan YANI NURHADRYANI.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah melahirkan
model pelayanan publik yang dilakukan melalui e-Government. Pelayanan
pemerintah yang birokratis dan kaku dapat dieliminir melalui pemanfaatan eGovernment menjadi lebih fleksibel dan lebih berorientasi pada kepuasan
pengguna. e-Government menawarkan pelayanan publik yang dapat diakses 24

jam, kapanpun dan dari manapun pengguna berada.
Perizinan merupakan salah satu aspek penting dalam pelayanan publik,
demikian juga perizinan yang terkait dengan usaha. Proses perizinan, khususnya
perizinan usaha industri, secara langsung akan berpengaruh terhadap keinginan
dan keputusan calon pengusaha maupun investor untuk menanamkan modalnya.
Penelitian ini dilakukan di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT)
Kabupaten Bogor, Tangerang, dan Bekasi yaitu dengan menganalisis proses bisnis
pelayanan perizinan usaha khususnya perizinan usaha industri serta
mengembangkan template aplikasi. Analisis proses bisnis dilakukan dengan
menggunakan metode work centered analysis (WCA), sedangkan pengembangan
template aplikasi menggunakan metode Waterfall.
Analisis proses bisnis menggunakan enam komponen kerangka work
centered analysis (WCA) yakni, konsumen, produk, proses bisnis, pelaku,
informasi, dan teknologi. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode
work centered analysis (WCA) pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT)
Kabupaten Bogor, Tangerang, dan Bekasi masing-masing terdapat perbedaan
antara tiap komponen yang pada dasarnya mempunyai fungsi kerja yang sama.
Pada sistem perizinan usaha industri manual terdapat proses validasi dan
pengecekan lapangan pendaftaran yang. Pada sistem perizinan usaha industri yang
terotomatisasi berupa adanya pendaftaran online, disposisi online, upload

dokumen permohonan, pengiriman status proses permohonan secara online, dan
integrasi proses pendaftaran sampai keluarnya izin,
Formulasi proses bisnis yang diusulkan dilakukan berdasarkan hasil
analisis proses bisnis keseluruhan. Usulan formulasi proses bisnis pada izin usaha
industri dapat dibagi menjadi enam bagian yakni, informasi, verifikasi
administrasi, verifikasi teknis, validasi data, pengolahan, dan pengesahan.
Perbaikan proses dilakukan dengan menghilangkan proses pengambilan formulir
pendaftaran, pembuatan surat undangan kepada tim teknis, pembuatan nota dinas,
pembahasan hasil kunjungan lapangan, pemeriksaan format izin, penghapusan
paraf, dan penghapusan pencatatan.
Template aplikasi dibuat dengan menggunakan bahasa pemograman
Hypertext Markup Language (PHP). Template aplikasi perizinan usaha industri
dapat dimanfaatkan sebagai fasilitas pendaftaran dan disposisi. Template aplikasi
juga dapat link pada website Badan Pelayanan Perizinan dengan menginstal pada
web server. Diharapkan adanya fitur khusus untuk memungkinkan adanya
interaksi yang lebih luas dengan pemohon perizinan usaha industri dan sistem

xii

keamanan. Dari segi legalitas diharapkan adanya fitur tanda terima untuk proses

pendaftaran dan disposisi untuk melegalkan proses yang telah dilakukan.
Kata kunci: perizinan usaha industri, e-Government, work centered analysis.

xiii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4
Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 4
Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 7
Penelitian Sebelumnya ................................................................................... 7
Definisi, Konsep, Manfaat dan Model Tahap e-Government ........................ 7
Pelayanan publik .......................................................................................... 12
Perizinan....................................................................................................... 13

Kebijakan e-Government di Indonesia ......................................................... 14
Kajian Perkembangan Perizinan di Indonesia.............................................. 15
Perkembangan e-Government di Indonesia ................................................. 16
Proses Bisnis ................................................................................................ 17
Metode Pengembangan Sistem .................................................................... 19
Kerangka Penelitian ..................................................................................... 21
Pengumpulan Data dan Informasi ................................................................ 21
Analisis Sistem ............................................................................................. 22
Formulasi Proses Bisnis ............................................................................... 23
Rekomendasi Template ................................................................................ 23
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 25
Data dan Informasi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor,
Tangerang, dan Bekasi ................................................................................. 25
Analisis Sistem Perizinan Usaha Industri Kabupaten Bogor, Tangerang, dan
Bekasi ........................................................................................................... 32
Rekomendasi Template Perizinan Usaha Industri........................................ 46
Analisis Template Usulan ............................................................................ 46
Desain Template Usaha Industri .................................................................. 50
Pembuatan sistem (code) Template Perizinan Usaha Industri ..................... 53
Uji Coba Template Perizinan Usaha Industri ............................................... 53
Penggunaan dan Pemeliharaan Sistem ......................................................... 54

xiv

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................59
LAMPIRAN ...........................................................................................................65

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Tahapan e-Government World Bank ................................................................. 11
2 Tahapan e-Government Gartner Group .............................................................. 12
3 Tahapan e-Government United Nations ............................................................. 12
4 Perbandingan Komponen Work Centered Analysis pada Sistem Perizinan Usaha
Industri Kabupaten Bogor, Tangerang, dan Bekasi .............................................. 39
5 Usulan Sistem Otomatisasi dan Sistem Manual................................................. 46
6 Identifikasi fungsi-fungsi yang diuji .................................................................. 54

xiv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Elemen dalam Work Centered Analysis (Alter, 1996) ...................................... 19
2 Model Waterfall (Pressman, 2005) .................................................................... 19
3 Alur Proses Penelitian ........................................................................................ 21
4 Struktur Organisasi dan Hubungan Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
Kabupaten Bogor .................................................................................................. 25
5 Struktur Organisasi Badan Pelayanan Perizinan Kabupaten Bogor .................. 26
6 Struktur Organisasi dan Hubungan Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
Kabupaten Tangerang ........................................................................................... 27
7 Struktur Organisasi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Tangerang
(Perbup, 2010) ....................................................................................................... 28
8 Struktur Organisasi dan Hubungan Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
Kabupaten Bekasi.................................................................................................. 30
9 Struktur Organisasi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Bekasi ... 31
10 Analisis Kondisi Eksisting Proses Bisnis Perizinan Usaha Industri Kabupaten
Bogor ..................................................................................................................... 34
11 Usulan Kondisi Eksisting Proses Bisnis Perizinan Usaha Industri Kabupaten
Tangerang.............................................................................................................. 35
12 Analisis Kondisi Eksisting Proses Bisnis Perizinan Usaha Industri Kabupaten
Bekasi .................................................................................................................... 37
13 Analisis Proses Bisnis Sistem Izin Usaha Industri menggunakan Kerangka
Work Centered Analysis (WCA) .......................................................................... 48
14 Diagram Konteks Sistem Izin Usaha Industri ................................................. 50
15 Desain user interface halaman Utama .............................................................. 52
16 Struktur Menu Admin ...................................................................................... 52
17 Struktur Menu Pemohon .................................................................................. 52
18 Entity Relation Diagram (ERD) ...................................................................... 53
19 Halaman Administrator .................................................................................... 56

xv

xv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Gambar Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, Tangerang dan Bekasi... 67
2 Standard Operation Procedure (SOP) ............................................................... 68
3 Formulir Pendaftaran Perizinan Usaha Industri ................................................. 71
4 Data flow Diagram Level 1................................................................................. 90
5 Data Flow Diagram Level 2 ............................................................................... 91
6 Usulan Flowmap Perizinan Usaha Industri ....................................................... 92
7 Tampilan Menu Template Perizinan Usaha Industri .......................................... 93
8 Tabel Rancangan Database ................................................................................ 99
9 Panduan Template Perizinan Usaha Industri .................................................... 102

xvi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai dengan
kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan informasi saat ini telah begitu
pesat, sehingga menempatkan suatu bangsa didasarkan atas seberapa jauh bangsa
itu menguasai kedua bidang tersebut di atas. Bangsa Indonesia merupakan salah
satu bangsa yang hidup dalam lingkungan global, maka mau tidak mau juga harus
terlibat dalam penguasaan Iptek, khususnya untuk kepentingan bangsa sendiri.
Untuk mencapai maksud tersebut pemerintah menuangkannya dalam tujuan dan
arah Pembangunan Nasional, salah satunya yaitu pada Bidang Iptek.
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi,
aktivitas kehidupan manusia dalam berbagai sektor tengah mengalami perubahan.
Begitu juga pada sektor pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah,
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah melahirkan model
pelayanan publik yang dilakukan melalui e-Government. Pelayanan pemerintah
yang birokratis dan kaku dapat dieliminir melalui pemanfaatan e-Government
menjadi lebih fleksibel dan lebih berorientasi pada kepuasan pengguna. eGovernment menawarkan pelayanan publik yang dapat diakses 24 jam, kapanpun
dan dari manapun pengguna berada. Pemerintahan 24 jam mengacu pada integrasi
dari layanan publik pada masyarakat sebagai pelanggan pelayanan publik
(Tambouris, 2001). Bisnis dan pemerintah di seluruh dunia memanfaatkan internet
untuk teknologi melayani pelanggan. Internet sebagai saluran penyampaian
layanan memungkinkan kedua lembaga swasta dan publik untuk memberikan
layanan mereka 24 jam, sehingga memungkinkan mereka untuk menjadi lebih
responsif terhadap kebutuhan pelanggan mereka (West, 2004). Menyadari akan
besarnya manfaat e-Government, pemerintah Indonesia sejak tahun 2003 telah
mengeluarkan kebijakan tentang penerapan e-Government dalam bentuk Instruksi
Presiden Nomor 3 tahun 2003.
Instruksi Presiden No 3 tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi nasional
pengembangan e-Government merupakan “angin segar” bagi penerapan teknologi
komunikasi dan informasi di bidang pemerintahan. Pemanfaatan teknologi

2

komunikasi dan informasi dalam proses pemerintahan (e-Government) akan
meningkatkan

efisiensi,

efektivitas,

transparansi

dan

akuntabilitas

penyelenggaraan pemerintahan. Saat ini telah banyak instansi pemerintah pusat
dan pemerintah daerah otonom yang berinisiatif mengembangkan pelayanan
publik melalui jaringan komunikasi dan informasi dalam bentuk situs web.
Namun, implementasi mayoritas situs web Pemerintah Daerah Otonom masih
berada pada tingkat pertama (persiapan) dan hanya sebagian kecil yang telah
mencapai tingkat dua (pematangan), sedangkan tingkat tiga (pemantapan) dan
empat (pemanfaatan) belum tercapai. Artinya, implementasi e-Government di
Indonesia baru pada tahap awal, sehingga banyak lembaga pemerintah yang
menyatakan dirinya sudah mengaplikasikan e-Government, ternyata baru pada
tahap web presence (Sosiawan, 2008). Salah satu departemen yang telah sukses
melaksanakan e-Government adalah Departemen Keuangan. Pelaksanaan eGovernment di lingkungan Departemen Keuangan melakukan layanan secara
terintegrasi, baik lewat internet maupun lewat jaringan komputer (Juliarta, 2012)
Rekonstruksi hubungan antara pemerintah pusat dan daerah di Indonesia
mengalami perubahan yang signifikan pasca terselenggaranya otonomi daerah.
Instrumen desentralisasi turut mengubah pengelolaan sumber daya lokal sebagai
bentuk pendelegasian wewenang dari pusat pada daerah otonom untuk lebih
mandiri. Pelayanan pendukung dari aktivitas usaha seperti izin usaha, kepastian
hukum, dan iklim usaha yang kondusif pun peranannya tidak lagi tersentralisasi
pada pemerintah pusat semata. Pemerintah daerah kini diharapkan menjadi aktor
lokal dalam menciptakan sistem perizinan yang mendukung mekanisme kegiatan
usaha dan pengelolaan sumber daya daerah bagi kemaslahatan masyarakat lokal.
Setelah sebelas tahun kebijakan desentralisasi bergulir sebagai wahana
perubahan bagi daerah, gradasi tingkat kesejahteraan dan efektivitas pelayanan di
daerah otonomi masih belum merata. Tujuan otonomi daerah yang diharapkan
mampu menjadi katalis dalam mendekatkan pelayanan kepada masyarakat lokal
tidak tercipta secara komprehensif, justru cenderung berjalan parsial (tidak sama
di setiap tempat). Indikasi ini antara lain terlihat dari ketidaksiapan beberapa
pemerintah daerah untuk menciptakan mekanisme pelayanan perizinan usaha
sebagai gerbang utama penyelenggaraan kegiatan usaha di daerah.

3

Perizinan merupakan salah satu aspek penting dalam pelayanan publik dan
salah satu dari beberapa persoalan dalam kegiatan usaha di Indonesia. Secara
umum ada tiga persoalan terkait izin untuk kegiatan usaha yaitu prosedur yang
berbelit, tingginya biaya, dan ketidakpastian hukum (pudyatmoko, 2008) Proses
perizinan, khususnya perizinan usaha industri, secara langsung akan berpengaruh
terhadap keinginan dan keputusan calon pengusaha maupun investor untuk
menanamkan modalnya. Dampak paling penting dari e-Government pada
permohonan izin mengemudi adalah mempercepat proses dan kualitas layanan
yang lebih baik dalam hal respon dan reliabilitas tetapi tidak dalam hal akses dan
keamanan (Ramessur, 2009). Demikan pula sebaliknya, jika proses perizinan
tidak efisien, berbelit-belit, dan tidak transparan baik dalam hal waktu, biaya,
maupun prosedur akan berdampak terhadap menurunnya keinginan orang untuk
mengurus perizinan usaha industri, dan mencari negara lain yang prosesnya lebih
jelas dan transparan. Hal ini tentu saja selanjutnya akan berdampak terhadap
ketersediaan lapangan kerja dan masalah-masalah ketenagakerjaan lainnya.
Di Singapura pelayanan perizinan usaha online (Online Business Licensing
Service/OBLS) bertujuan mempersingkat berbagai perizinan yang dikelola oleh
berbagai instansi yang diperlukan untuk menjalankan usaha di Singapura
(Thomson & Koh 2010). Dari survei lembaga pemerintah yang dilakukan oleh
Janowski et al. pada tahun 2004, pelayanan perizinan yang menonjol di antara
beberapa layanan perizinan yang disediakan oleh pemerintah adalah perizinan
usaha (Janowski diacu dalam Ojo et al., 2007 ). Untuk itu pada penelitian ini akan
dilakukan analisis proses bisnis pelayanan perizinan usaha khususnya usaha
industri pada Badan Pelayanan Perizinan di Kabupaten Bogor, Tangerang dan
Bekasi

dengan

menggunakan

template

perizinan

usaha

industri

untuk

meningkatkan transparansi, efisiensi, efektivitas, kecepatan, ketepatan dan
kemudahan pelayanan kepada masyarakat. Analisis proses bisnis akan dilakukan
dengan menggunakan work centered analysis (WCA). WCA menyediakan cara
yang mudah untuk meringkas sistem kerja (Alter, 2008). Kajian proses bisnis
dilakukan oleh Hughes et al. (2007) pada pemerintahan lokal dan pusat yang
diubah menjadi terpusat, menghasilkan fungsi pemerintahan yang baik,sedangkan
fungsi masyarakat masih kurang. Badan Pelayanan Perizinan dipilih karena

4

memberikan pelayanan dalam bidang usaha industri. Penelitian ini dilakukan dari
segi proses bisnis karena berdasarkan pada Permenpan No. 12 tahun 2011 yang
menyangkut reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi proses bisnis dengan
melakukan penyederhanaan proses (streamlining/simplification), penghilangan
proses yang tidak perlu (elimination), pembuatan proses yang sama sekali baru,
pengotomatisasian proses (automation). Kabupaten Bogor, Bekasi dan Tangerang
dipilih sebagai objek penelitian ini karena merupakan penyangga daerah DKI
Jakarta (Inpres No. 13 tahun 1976) dan juga Peraturan Presiden Republik
Indonesia nomor 54 tahun 2008 mengenai Botabek (Bogor Tangerang Bekasi)
sebagai Kawasan Strategis Nasional karena wilayah tersebut mempunyai
pengaruh sangat penting secara nasional dari sektor ekonomi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan, sebagai berikut:
1. Melakukan

analisis

proses

bisnis

perizinan

usaha

industri

dengan

menggunakan work centered analysis (WCA);
2. Membuat formulasi proses bisnis usaha industri dengan mengembangkan
template perizinan usaha industri.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mempunyai ruang lingkup, sebagai berikut:
1. Penelitian dilakukan di Badan Pelayanan Perizinan Kabupaten Bogor,
Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bekasi dengan fokus pembahasan dari
segi aspek proses bisnis pada perizinan usaha industri;
2. Work Centered Analysis (WCA) sebagai metode analisis proses bisnis pada
perizinan usaha industri Kabupaten Bogor, Tangerang, dan Bekasi
Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai manfaat, sebagai berikut:
1. Hasil analisis yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam hal proses
e-Government penyelenggaraan pelayanan perizinan usaha industri secara
online;

5

2. Usulan proses bisnis untuk perizinan usaha industri Kabupaten Bogor,
Tangerang, dan Bekasi agar pelayanan publik menjadi lebih efisien, efektif,
dan transparan.

6

TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Sebelumnya
Penelitian terkait e-Government dilakukan oleh Tambouris (2001) yang
melakukan kajian usulan dari sistem platform Governmental Markup Language
(GML). GML akan menjadi aplikasi Extensible Markup Language (XML) untuk
mendukung life-event dan akan dipromosikan sebagai standar untuk mendukung
interoperabilitas antara portal nasional dan instansi pemerintahan lain yang
menyediakan konten ke portal. Penelitian pada pelayanan perizinan usaha online
(Online Business Licensing Service/OBLS) dilakukan oleh Thomson & Koh pada
tahun 2010, yang menghasilkan usulan konseptual tentang multi-agensi pada
lembaga terkait perizinan usaha. Penelitian ini menghasilkan kajian keberhasilan
pelayanan perizinan usaha online (Online Business Licensing Service/OBLS) dari
segi biaya dan kenyamanan. Penelitian lainnya terkait layanan perizinan juga
dilakukan oleh Ramessur (2009). Penelitian ini membahas mengenai eGovernance dan Online Public Services dengan studi kasus pemerintahan
Mauritania. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa e-Governance telah
meningkatkan penyediaan layanan e-service dalam segi informasi yang lebih
jelas, kualitas baik, layanan modern dan proses yang cepat tetapi masih kurang
dari segi keamanan.
Definisi, Konsep, Manfaat dan Model Tahap e-Government
Perkembangan teknologi informasi telah membuka cakrawala baru dalam
memperbaiki sistem pemerintahan tradisional yang boros biaya, tidak efisien, dan
lambat, sehingga tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman (Yong, 2003).
Saat ini pemerintah dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas dirinya sehingga
dapat melayani masyarakat dengan lebih baik. Transformasi dari government 1.0
ke government 2.0 selain dapat memperbaiki sistem lama juga diharapkan untuk
lebih terbuka, transparan, dan demokratis (Lenihan, 2003).

8

Konsep e-Government dideskripsikan secara beragam oleh masing-masing
individu atau komunitas. Hal tersebut dapat di lihat dari berbagai definisi di
bawah ini mengenai e-Government dengan sudut pandang berbeda:
1. Bank Dunia (World Bank) 2001, mendefinisikan e-Government sebagai:
“E-Government refers to the use by government agencies of information
technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile
computing) that have the ability to transform relations with citizens,
businesses, and other arms of government.”
2. United Nation Development Programme (UNDP) 2002, mendefinisikan
e-Government sebagai: “E-government is the application of Information
and Communication Technology (ICT) by government agencies.” (UNDPEPA, 2002).
3. Scholl (2003) menyatakan bahwa e-Government adalah semua proses
warga negara dalam pemerintahan yang diselenggarakan melalui
perantara jaringan komputer.
4. Nurhadryani
Governance

(2009)
dapat

menyatak
diartikan

bahwa

e-Governance

sebagai

penggunaan

adalah

e-

Information

Communication Technologies (ICTs) dalam proses governance dimana
terdapat banyak sektor yang terlibat (tidak hanya sector publik tapi juga
sektor privat dan sektor non-pemerintah) serta terjadi antar level
governance yang berbeda (level 1 international, regional 1, nasional,
regional 2 dan local).
Secara umum, e-Government didefinisikan sebagai penggunaan teknologi
informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi
warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan.
e-Government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi
publik. Model penyampaian yang utama adalah Government-to-Citizen atau
Government-to-Customer

(G2C),

Government-to-Business

(G2B),

serta

Government-to-Government (G2G). Tujuan penerapan e-Government adalah
untuk mencapai suatu tata pemerintahan yang baik (good governance). Komponen
tata pemerintahan yang baik (good governance) yakni responsive, transparent,
partisipatory dan accountable (Dwiyanto, 2008).

9

Menurut Indrajit (2002) konsep e-Government berkembang didasarkan atas
tiga kecenderungan:
1. Masyarakat bebas memilih bilamana dan darimana yang bersangkutan
ingin berhubungan dengan pemerintahnya untuk melakukan berbagai
transaksi atau mekanisme interaksi yang diperlukan selama 24 jam
sehari dan tujuh hari seminggu (non-stop);
2. Untuk menjalankan mekanisme interaksi tersebut masyarakat dapat dan
boleh memilih berbagai kanal akses (multiple channels), baik yang
sifatnya tradisional (konvensional) maupun yang paling moderen, baik
yang disediakan oleh pemerintah maupun kerja sama antara pemerintah
dengan sektor swasta atau institusi non komersial lainnya;
3. Pemerintah dalam hal ini berperan sebagai koordinator utama yang
memungkinkan berbagai hal yang diinginkan masyarakat tersebut
terwujud, artinya pemerintah akan membuat sebuah suasana yang
kondusif agar tercipta sebuah lingkungan penyelenggaraan pemerintahan
seperti yang dicita-citakan rakyatnya tersebut.
Sementara itu pada sisi lain menurut Indrajit (2002) e-Government dianggap
sebagai internet-based government (pemerintahan online yang berbasis internet).
Namun, terdapat juga teknologi pemerintahan elektronik non-internet yang dapat
digunakan dalam konteks ini, seperti; telepon, faksimil, personal digital assistant
(PDA), short message service (SMS), multimedia messaging service (MMS),
jaringan dan layanan nirkabel (wireless networks and services), Bluetooth, closed
circuit television (CCTV), sistem penjejak (tracking systems), Radio Frequency
Identification (RFID), indentifikasi biometrik, manajemen dan penegakan
peraturan lalu lintas jalan, kartu identitas (KTP), kartu pintar (smart card) serta
aplikasi near field communication (NFC) lainnya, teknologi polling station,
penyampaian layanan pemerintahan berbasis TV (Television) dan radio, e-letter,
fasilitas komunitas online, newsgroup dan electronic mailing list, chat online,
serta teknologi pesan instan (instant messenger). Ada pula sejumlah sub-kategori
dari e-Government spesifik seperti mobile government (m-government),
ubiquitous government (u-government), dan aplikasi GIS/GPS untuk eGovernment (g-government). Oleh karena itu, maka konsep e-Government

10

sebenarnya tidak berhenti pada pemanfaatan jaringan teknologi komunikasi
informasi berupa internet saja tetapi penggunaan teknologi komunikasi dan
informasi lain atau terpadu yang ikut mendukung pelaksanaan pemerintahan
dalam rangka menuju pada efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
Efisiensi terdiri atas dua elemen yaitu waktu dan biaya (Tjahjono, 2009).
Efisiensi waktu sebagai proses peningkatan kecepatan melalui standarisaasi,
digitalisasi dan otomasi disamping pemrosesan informasi yang lebih cepat dimana
meningkatan efisiensi waktu. Efisiensi biaya terdiri dari biaya yang sulit untuk
diukur (intangible cost) dan biaya yang bisa diukur (tangible cost). Dampak
teknologi informasi komunikasi (TIK) terhadap biaya yang sulit diukur berupa
berkurangnya sosialisasi, penurunan moral dari dampak penggunaan teknologi
informasi komunikasi (TIK) dan internet. Tangible cost contohnya adalah biaya
hardware, software, dan layanan telekomunikasi. Disamping biaya, teknologi
informasi komunikasi (TIK) juga berdampak pada manfaat (benefit), baik berupa
manfaat yang mudah dihitung (tangible benefit) maupun manfaat yang sulit
dihitung (intangible benefit). Dengan demikian maka dapat diperoleh suatu
karakteristik konsep e-Government sebagai berikut (Indrajit, 2002):
1. Merupakan suatu mekanisme interaksi baru antara pemerintah dengan
masyarakat dan kalangan lain yang berkepentingan (stakeholder);
2. Melibatkan penggunaan teknologi informasi (terutama internet);
3. Memperbaiki mutu (kualitas) pelayanan yang selama berjalan.
Dari konsep yang komprehensif di atas maka diketahui beberapa manfaat
dari pelaksanaan e-Government antara lain (Indrajit, 2002):
1. Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholdernya (masyarakat, kalangan bisnis, dan industri) terutama dalam hal
kinerja efektivitas dan efisiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara;
2. Meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka penerapan konsep Good Governance di
pemerintahan (bebas KKN);
3. Mengurangi secara signifikan biaya administrasi, relasi, dan interaksi
yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholder-nya untuk keperluan
aktivitas sehari-hari;

11

4. Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumbersumber pendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang
berkepentingan;
5. Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara cepat
dan tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan
dengan berbagai perubahan global dan trend yang ada;
6. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra
pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara
merata dan demokratis.
Proses menuju e-Government adalah proses evolusi yang terdiri atas
beberapa tahap atau fase-fase pengembangan. Beberapa tulisan analitik telah
dilakukan oleh Gartner Group, World Bank maupun United Nations (PBB).
Masing-masing lembaga ini menyusun suatu konsep model tahapan e
Government. Ketiga model tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Model World Bank
Tahapan yang didefinisikan oleh World Bank merupakan model yang paling
sederhana. Model ini mengukur derajat interaksi yang diciptakan dari sistem (situs
web) yang dimiliki oleh pemerintah. Bentuk-bentuk keterlibatan ini seragam
dengan model tahapan klasik yang banyak dikutip tentang evolusi situs web di
dunia komersial. Tiga tahap tersebut adalah (a) Publish, (b) Interact, (c) Transact
(Andersen & Henriksen, 2006).
Tabel 1 Tahapan e-Government World Bank
Tahap 1
Publish
Publikasi
informasi

Tahap 2
Interact
Komunikasi dua arah
(email)

Tahap 3
Transact
Transaksi pelayanan
online

2. Model Gartner Group
Model Gartner menambah tahap keempat sebagai suatu tahapan akhir yang
mentransformasikan

birokrasi pemerintahan

untuk menghasilkan

kualitas

pelayanan publik yang lebih baik. Tiga tahap awal model Gartner selaras dengan
tiga tahap pada model World Bank. Empat tahapan tersebut adalah: (a) Presence,
(b) Interaction, (c) Transaction, (d) Transformation (Baum & Di Maio, 2000)

12

Tabel 2 Tahapan e-Government Gartner Group
Tahap 1
Presence
Keberadaan
situs web

Tahap 2
Interaction
Kemampuan
melakukan
navigasi dengan
bantuan fasilitas
search engine

Tahap 3
Transaction
Layanan
secara online

Tahap 4
Transformation
Pelayanan satu
pintu

3. Model United Nations (PBB)
Model ini merupakan model yang dipakai oleh Badan Administrasi
Pemerintahan PBB, (Division for Public Administration and Development
Management, UNPAN) untuk mengklasifikasikan tahapan e-Government dari
negara-negara yang disurvei dalam laporan tahunannya tentang “E-Government
Readiness Report”. Dalam model ini tahapan awal dipecah menjadi dua tahap
yaitu: tahapan “Presence A” yang masih sangat sederhana (disebut sebagai tahap
Emerging) dan tahapan “Presence B” dengan fitur-fitur tambahan yang lebih
kompleks (disebut sebagai tahap Enhanced). Secara keseluruhan tahapan dalam
model PBB ini dibagi menjadi lima tahapan yaitu: (a) Emerging, (b) Enhanced,
(c) Interaction, (d) Transactional, (e) Seamless (Andersen & Henriksen, 2006).
Tabel 3 Tahapan e-Government United Nations
Tahap 1
Emerging
Situs web

Tahap 2
Tahap 3
Enhance
Interactive
Kemunculan Interaksi dua
arah
situs web
semakin
meluas

Tahap 4
Transactional
Pelayanan
online

Tahap 5
Seamless
Layanan
yang
terintegrasi

Pelayanan publik
Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan
maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan (Kemenpan,
2003). Sedangkan menurut Ojo et al. (2007) pelayanan publik merupakan
layanan-layanan yang diberikan oleh pemerintah kepada customer (masyarakat)
dan stakeholder. Pelayanan publik dapat diberikan pada tingkat maturity

13

(kematangan) yang berbeda, dari mulai informasi prosedur layanan, adanya
dukungan online untuk download dan upload formulir dan dokumen pendukung
serta untuk layanan transaksi.
Pelayanan publik dapat dibagi menjadi tiga kelompok (Kemdagri, 2008)
yaitu :
1. Kelompok pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan publik;
2. Kelompok pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik;
3. Kelompok pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk jasa yang dihasilkan publik.
Pelayanan publik dapat diselenggarakan dengan pola-pola sebagai berikut :
1. Fungsional, yaitu pola pelayanan publik yang diberikan oleh penyelenggara
pelayanan, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya;
2. Terpusat, yaitu pola pelayanan publik yang diberikan secara tunggal oleh
penyelenggara

pelayanan

berdasarkan

pelimpahan

wewenang

dari

penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan;
3. Terpadu Satu Atap, merupakan penyelenggaraan layanan oleh beberapa
Kantor/Dinas/Badan yang membuka loket secara bersama-sama;
4. Terpadu Satu Pintu, merupakan penyelenggaraan terpadu yang seluruh
prosesnya dilakukan dalam satu lokasi dan dikoordinasi oleh satu
Kantor/Dinas/Badan;
5. Gugus Tugas, yaitu pelayanan yang diberikan oleh petugas pelayanan publik
secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi
pemberi layanan tertentu.
Perizinan
Menurut Kemdagri Nomor 20 Tahun 2008, izin adalah dokumen yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan
lainnya yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya
seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Sedangkan
perizinan adalah pemberian legalitas kepada orang atau pelaku usaha/kegiatan
tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha. Definisi lain perizinan

14

menurut Ojo et al. (2007) adalah layanan yang memberikan berbagai macam hak
akses pemerintahan kepada warga negara, bisnis, dan asosiasi. Perizinan
memungkinkan suatu penggunaan layanan yang lebih luas dari sarana untuk
merancang strategi bisnis dan relasi (Gangadharan & Andrea, 2011).
Kebijakan e-Government di Indonesia
Kebijakan Pengembangan dan Strategi e-Government terdapat pada Inpres
nomor 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan eGovernment yang berisi: “Pengembangan e-Government merupakan upaya untuk
mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan)
elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan
efisien”. Melalui pengembangan e-Government dilakukan penataan sistem
manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimasikan
pemanfaatan teknologi informasi. Adapun tingkatan e-Government menurut
Inpres nomor 3 Tahun 2003, yakni :
1. Tingkat 1: Persiapan, meliputi pembuatan situs informasi di setiap
lembaga, penyiapan SDM, penyiapan sarana akses yang mudah,
misalnya warnet dan lain-lain;
2. Tingkat 2: Pematangan, meliputi pembuatan situs informasi publik
interaktif dan pembuatan antar muka keterhubungan dengan lembaga
lain;
3. Tingkat 3: Pemantapan, meliputi pembuatan situs transaksi pelayanan
publik dan pembuatan interoperabilitas aplikasi dan data dengan
lembaga lain;
4. Tingkat 4: Pemanfaatan, meliputi pembuatan aplikasi untuk pelayanan
yang bersifat interagency relationship (G2G), Government to Business
(G2B) dan Government to Citizen (G2C ) yang terintegrasi.
Menurut panduan dari Kominfo (2003), isi minimal pada setiap situs web
pemerintah daerah (pemda) mencakup:
1. Selayang Pandang.

15

Menjelaskan secara singkat tentang keberadaan pemerintahan daerah
(pemda) bersangkutan (sejarah, moto, lambang dan arti lambang, lokasi
dalam bentuk peta, visi, dan misi).
2. Pemerintahan Daerah
Menjelaskan struktur organisasi yang ada di pemda bersangkutan
(eksekutif, legislatif) beserta nama, alamat, telepon, email dari pejabat
daerah. Jika memungkinkan biodata dari pimpinan daerah ditampilkan
agar masyarakat luas mengetahuinya.
3. Geografi
Menjelaskan antara lain keadaan topografi, demografi, cuaca dan iklim,
sosial dan ekonomi, budaya dari daerah bersangkutan. Semua data
dalam bentuk numerik atau statistik harus mencantumkan nama instansi
dari sumber datanya.
4. Peta Wilayah dan Sumberdaya
Menyajikan batas administrasi wilayah dalam bentuk peta wilayah (dari
Bakosurtanal) dan juga sumberdaya yang dimiliki oleh daerah
bersangkutan dalam bentuk peta sumberdaya (dikeluarkan oleh instansi
pemda yang mempunyai tugas pokok dan fungsi pembuat peta) yang
dapat digunakan untuk keperluan pengguna.
5. Peraturan/Kebijakan Daerah
Menjelaskan peraturan daerah (perda) yang telah dikeluarkan oleh
pemerintah daerah bersangkutan. Melalui situs web pemerintah daerah
ini semua perda yang dikeluarkan disosialisasikan kepada masyarakat
luas.
6. Buku Tamu
Tempat untuk menerima masukan dari pengguna situs web pemda
bersangkutan.
Kajian Perkembangan Perizinan di Indonesia
Salah satu jenis pelayanan publik yang memiliki indikasi buruk dalam
penyelengaraannya adalah pelayanan perizinan. Pelayanan perizinan selama ini
dianggap

sebagai

salah

satu

faktor

penghambat

masuknya

investasi

(Kurniasih&Anwaruddin, 2007). Hal tersebut tercermin dari banyaknya jumlah

16

tahapan untuk memulai bisnis di Indonesia yaitu mencapai 12 tahapan. Sementara
waktu yang dibutuhkan untuk memulai bisnis mencapai 151 hari atau yang
terlama kedua di Asia.
Buruknya kinerja pelayanan perizinan oleh birokrasi bukan saja terjadi di
tingkat nasional tapi yang paling krusial justru di tingkat daerah. Seiring dengan
otonomi daerah, bentuk kebijakan yang paling popular di tingkat daerah adalah
perizinan. Perizinan di satu sisi merupakan wujud nyata kewenangan daerah dan
di sisi lain merupakan sumber pendapatan daerah. Meskipun pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan tentang penyelenggaraan pelayanan publik,namun
sampai pada tataran pemerintahan daerah masih belumdirespons secara optimal.
Perkembangan e-Government di Indonesia
Dinamika

pemerintahan

di

Indonesia

sangat

berpengaruh

dalam

perkembangan e-Government Indonesia. Dilihat dari pelaksanaan aplikasi eGovernment, data dari Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (Pandi) dan
Kementrian Dalam Negeri (Kemdagri), menunjukkan bahwa Indonesia baru
memiliki:
1. 6.788 domain go.id (Pandi, 2012);
2. 399 website pemerintah daerah (pemda) Kabupaten (Kemdagri, 2010);
3. 98 website pemerintahan daerah (pemda) Kota (Kemdagri, 2010)
Beberapa pemerintah daerah (pemda) memperlihatkan kemajuan cukup
berarti. Bahkan Pemkot Surabaya sudah mulai memanfaatkan e-Government
untuk proses pengadaan barang dan jasa (e-procurement). Beberapa pemda lain
juga berprestasi baik dalam pelaksanaan e-Government seperti: Pemprov DKI
Jakarta, Pemprov DI Yogyakarta, Pemprov Jawa Timur, Pemprov Sulawesi Utara,
Pemkot Yogyakarta, Pemkot Bogor, Pemkot Tarakan, Pemkab Kebumen, Pemkab
Kutai Timur, Pemkab Kutai Kartanegara, Pemkab Bantul, dan Pemkab Malang.
Sementara itu jumlah pelanggan dan pengguna Internet masih tergolong
rendah jika dibandingkan dengan total penduduk Indonesia. Hingga akhir 2007
berbagai data yang dikompilasi Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII)
memberikan jumlah pelanggan internet masih pada kisaran 25 juta. Rendahnya
penetrasi internet ini jelas bukan suatu kondisi yang baik untuk mengurangi

17

lebarnya kesenjangan digital (digital divide) yang telah disepakati pemerintah
Indonesia dalam berbagai pertemuan Internasional.
Banyak orang menganggap apabila suatu Kota atau Kabupaten berhasil
melakukan Pelayanan Publiknya berbasis Teknologi Informasi Komunikasi (TIK),
maka untuk Kota/Kabupaten lain bahkan pelayanan pemerintahan lainnya pasti
berhasil. Kenyataan tidak sesederhana itu karena karakteristik Kabupaten-Kota
yang satu dengan Kabupaten/Kota yg lain berbeda. Otonomi daerah ada plus
minus nya bagi jalannya pemerintahan. Demikian pula dampaknya terhadap
pembangunan e-Government didaerah maupun dipusat. Tidak mudah untuk
mengintegrasikan Sistem aplikasi sebagaimana blue print sistem aplikasi eGovernment yang sudah dibuat 2004 oleh Kementerian Komunikasi dan
Informasi.

Adanya

Dewan

Teknologi

Informasi

Komunikasi

Nasional

(DeTIKNas) yang sudah dibentuk satu setengah tahun yang lalu, belum terasa
kiprahnya bagi pembangunan e-Government di daerah-daerah (Provinsi maupun
pemerintah

kabupaten/Kota).

Semula

Komunitas

Teknologi

Informasi

Komunikasi (TIK) sangat berharap keberadaan DeTIKNas akan menjadi
Akselerator pembangunan e-Government di Indonesia. Ternyata belum..Beberapa
contoh dalam hal ini Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK), Single Identity
Number (SIN) yang sejak 2004 sudah dicanangkan. Hal ini juga terungkap pada
evaluasi 1 tahun DeTIKNas. Kalaupun ada pemerintah kabupaten/Kota yang
menonjol e-Government nya. Pemerintah pusat, dalam hal ini departemen
departemen terkait tidak bisa banyak berharap, demikian pula pemerintah daerah
yang mayoritasnya tidaklah memprioritaskan pembangunan e-Government
(Usman, 2008)
Proses Bisnis
Proses bisnis merupakan suatu langkah ataupun aktivitas yang saling
berhubungan dengan menggunakan orang, informasi dan sumber daya lainnya
untuk menciptakan nilai/value suatu produk kepada internal/eksternal customer
(Alter,

1996).

Pengertian

proses

bisnis

lainnya

menurut

Kementrian

Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan) & Reformasi Birokrasi (RB) nomor
12 tahun 2011 adalah tatalaksana (business process) merupakan sekumpulan
aktivitas kerja terstruktur dan saling terkait yang menghasilkan keluaran yang

18

sesuai dengan kebutuhan pengguna. Sedangkan menurut Laudon & Laudon
(2006) proses bisnis adalah suatu cara unik dalam mengorganisasi aktivitas kerja,
informasi, dan pengetahuan untuk menghasilkan suatu produk atau layanan yang
bernilai. Proses bisnis merupakan arus kerja konkret dari aktivitas kumpulan
pengetahuan, material dan informasi. Proses bisnis pada perusahaan dapat menjadi
sumber kekuatan kompetitif jika proses tersebut memungkinkan perusahaan untuk
berinovasi secara lebih baik. Proses bisnis dapat juga berarti kewajiban jika
didasarkan pada cara kerja yang sudah ketinggalan zaman yang menghalangi
kemampuan reaktif dan efisiensi organisasi.
Menurut Lindsay et al. (2003) proses bisnis adalah kumpulan kegiatan yang
berhubungan dan terstruktur yang dilakukan oleh satu atau lebih organisasi untuk
beberapa tujuan tertentu. Dalam sebuah organisasi hasil proses bisnis merupakan
hasil dalam penyediaan layanan atau dalam produksi barang, bagi para
stakeholder internal atau eksternal. Untuk menggambarkan bisnis proses dapat
menggunakan empat perspektif antara lain (Corradini et al. , 2010):
1. Bisnis proses sebagai mesin deterministik;
2. Bisnis proses sebagai sistem dinamis yang kompleks;
3. Bisnis proses interaksi umpan balik;
4. Bisnis proses sebagai konstruksi sosial.
Untuk memahami suatu proses bisnis maka dapat digunakan Work Centered
Analysis yang melihat proses bisnis merupakan dari sebuah sistem. Work
Centered Analysis terdiri atas enam elemen sebagai berikut (Alter, 1996):
1. Konsumen/Pemakai, merupakan konsumen internal maupun eksternal yang
memanfaatkan keluaran (output) dari proses bisnis;
2. Produk, merupakan keluaran (output) dari proses bisnis;
3. Proses bisnis, merupakan langkah atau aktivitas yang menggunakan orang,
informasi, dan sumber lainnya untuk menciptakan produk yang memiliki
nilai tambah kepada pengguna atau pemakai baik dari sisi internal maupun
eksternal;
4. Participant/ pelaku, merupakan orang yang terlibat secara langsung dalam
sistem;
5. Informasi, merupakan informasi atau data yang ada di dalam sistem;

19

6. Teknologi, didefinisikan sebagai perangkat komputer dan telekomunikasi
yang menggunakan proses bisnis.
Hubungan antara keenam elemen diatas dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini:

Gambar 1 Elemen dalam Work Centered Analysis (Alte