Praktek Budidaya dan Persepsi Petani Ubi Kayu Terhadap Hama Kutu Putih Phenacoccus manihoti di Kabupaten Bogor

PRAKTEK BUDIDAYA DAN PERSEPSI PETANI UBI KAYU
TERHADAP HAMA KUTU PUTIH Phenacoccus manihoti DI
KABUPATEN BOGOR

IDHO DWIANRI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ABSTRAK
IDHO DWIANRI. Praktek Budidaya dan Persepsi Petani Ubi Kayu Terhadap
Hama Kutu Putih Phenacoccus manihoti di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh
AUNU RAUF.
Survei praktek budidaya dan persepsi petani ubi kayu terhadap hama kutu
putih Ph. Manihoti dilakukan pada tiga desa di Kabupaten Bogor pada bulan
Februari-April 2013. Kuesioner terstruktur digunakan untuk memperoleh
informasi dari 60 orang petani ubi kayu. Responden sebagian besar berumur 3050 tahun dan berpendidikan hanya sebatas SD. Lahan yang ditanami oleh petani
ubi kayu pada umumnya (≤ 3.000 m²) dan berstatus penyewa. Meskipun mereka

sudah menanam ubi kayu selama 10-20 tahun, tapi mereka tidak tergabung dalam
kelompok tani. Hal ini diduga berkaitan dengan tidak adanya kontak dengan
petugas lapangan. Umumnya petani melakukan penanaman ubi kayu secara terus
menerus. Varietas ubi kayu yang banyak ditanam adalah Manggu dan Roti, hasil
panen ubi kayu dijual ke pabrik tapioka. Sebagian besar petani melaporkan bahwa
kutu putih Ph. Manihoti menyerang tanaman ubi kayu sejak tahun 2010, dan
menyebabkan kehilangan hasil sekitar 50%. Oleh karena itu perlu segera
dirancang program pengelolaan hama terpadu (PHT) untuk hama baru ini dengan
mempertimbangkan latar belakang sosial-ekonomi petani ubi kayu.
Kata kunci: Ubi kayu, Phenacoccus manihoti, kutu putih, survey petani

ABSTRACT
IDHO DWIANRI. Cassava Farmers’ Practices and Perceptions of the Mealybug
Phenacoccus manihoti in District of Bogor Supervised by AUNU RAUF.
A survey of cassava farmers’ practices and perception of the cassava
mealybug, Ph. manihoti, was conducted in three villages of District of Bogor in
February-April 2013. A semi-structured questionnaire was used to elicit
information from 60 cassava farmers. The respondents were mostly middle aged
(30-50 years old), and most had elementary education. Farm size was mainly
smallholdings (≤ 3.000 m2) with a status as tenants. Although they have planted

cassava for 10-20 years, they were not a member of the farmer groups. This
might due to absence of contact with the extension agents. Most of the farmers
planted cassava year around. Cassava varieties grown consisted of Manggu and
Roti, and the yield were sold to tapioca factory in the area. Most farmers reported
that Phenacoccus manihoti was found for the first time attacking cassava in 2010,
and led to 50% yield losses. Therefore, integrated pest management program
(IPM) for this new pest should be developed by considering the socio-economic
factors of the farmers.
Keywords: Cassava, Phenacoccus manihoti, mealybug, farmer survey

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


PRAKTEK BUDIDAYA DAN PERSEPSI PETANI UBI KAYU
TERHADAP HAMA KUTU PUTIH Phenacoccus manihoti DI
KABUPATEN BOGOR

IDHO DWIANRI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Program Studi Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul skripsi : Praktek Budidaya dan Persepsi Petani Ubi Kayu Terhadap
Hama Kutu Putih Phenacoccus manihoti di Kabupaten Bogor

Nama
: Idho Dwianri
NIM
: A34080084

Disetujui oleh

Prof.Dr.Ir. Aunu Rauf, M.Sc.
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Yesus Kristus Tuhan dan Juruselamat
saya, atas segala kelimpahan AnugrahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi dengan judul “Praktek Budidaya dan Persepsi Petani Ubi Kayu
Terhadap Hama Kutu Putih Phenacoccus manihoti di Kabupaten Bogor”.
Penelitian dilaksanakan di wilayah pertanaman ubi yang luas yaitu di Desa
Citaringgul, Kecamatan Babakan Madang; Desa Sukatani, Kecamatan Cibedug;
dan Desa Nagrak, Kecamatan Cibitung Kabupaten Bogor. Penyiapan spesimen
serangga dilakukan di Laboratorium Bionomi dan Ekologi serangga, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Penelitian
berlangsung sejak bulan Februari sampai dengan April 2013. Penulis
menyampaikan terima kasih dan juga penghargaan yang tulus kepada Prof.Dr.
Ir.Aunu Rauf, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
arahan serta bantuan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. Dr. Ir. Sri
Hendrastuti Hidayat, M.Sc. selaku dosen penguji tamu dan Dr. Ir. Gede Suastika,
M.Sc.,selaku dosen pembimbing akademik selama penulis menuntut ilmu di IPB.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman seperjuangan HPT 45.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kemajuan pengetahuan khususnya
dibidang pertanian.

Bogor, 1 Juni 2013

Idho Dwianri


DAFTAR ISI

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
BAHAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Metode Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Petani
Budidaya dan Penjualan Hasil Panen
Pengetahuan dan Persepsi Tentang Kutu Putih
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN


1
1
2
2
3
3
3
4
4
4
7
9
9
9
11
13
15

viii


DAFTAR TABEL
1 Persentase Karakteristik petani ubi kayu di tiga desa di Kabupaten Bogor
2 Persentase karakteristik usahatani ubikayu di tiga desa di Kabupaten
Bogor
3 Persepsi petani terhadap kutu putih singkong di tiga desa di Kabupaten
Bogor

5
6
7

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ubi kayu (Manihot esculenta) merupakan komoditas tanaman pangan yang
penting di Indonesia setelah padi, jagung, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau,
yaitu sebagai bahan pangan, pakan dan bahan baku industri baik hulu maupun
hilir. Disamping itu komoditas tersebut merupakan tanaman dengan daya adaptasi
yang luas, mudah disimpan, mempunyai rasa enak sehingga dapat membuka

lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan petani beserta keluarganya.
Di Indonesia, ubi kayu merupakan makanan pokok ke tiga setelah padi dan
jagung. Sedangkan untuk konsumsi penduduk dunia, khususnya penduduk negaranegara tropis, tiap tahun diproduksi sekitar 300 juta ton ubi kayu. Produksi ubi
kayu di Indonesia sebagian besar dihasilkan di Jawa (56,5%), Propinsi Lampung
(20,5%) dan propinsi lain di Indonesia (22,9%) (Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian 2008).
Peran ubi kayu akhir-akhir ini semakin menunjukkan perkembangan yang
sangat baik, bahkan pengembangan komoditas ini sangat besar khususnya di luar
Jawa. Pengembangan produksi ubi kayu tersebut dikarenakan banyaknya
permintaan akan ubi kayu baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk
ekspor.
Produksi ubi kayu dalam negeri pada tahun 2011 adalah 48 088 050 ton,
mengalami peningkatan 251 814 ton (0.05 %) dibandingkan tahun 2010 (Badan
Pusat Statistik 2012). Peningkatan produksi ubi kayu terjadi antara lain karena
adanya peningkatan luas lahan sebesar 3298 ha (0.01 %). Peningkatan jumlah
produksi ubi kayu ini menunjukkan bahwa permintaan akan komoditas ini
semakin tinggi. Salah satu sektor yang semakin baik perkembangannya adalah
industri makanan dan Bio-ethanol, sehingga ubi kayu merupakan komoditas
penting.
Kutu putih Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera:

Pseudococcidae) merupakan salah satu hama yang menyerang tanaman ubi kayu
dengan tingkat keparahan yang tinggi. Hama yang berasal dari Amerika Selatan
ini masuk ke Afrika pada awal tahun 1970-an. Kutu Ph. manihoti masuk ke Asia
pada tahun 2008, yaitu ketika pertama kali ditemukan di Tahiland, yang kemudian
menyebar ke negeri di sekitarnya seperti Kamboja, Laos, dan Vietnam ( Winotaiet
al. 2010, Parsa et al. 2012). Di Indonesia kutu Ph. manihoti pertama kali
ditemukan di Bogor pada pertengahan tahun 2010 (Muniappan et al. 2011).
Kutu putih merupakan salah satu hama yang paling serius pada tanaman ubi
kayu didunia (Bellotti 1999). Puncak populasi dari hama ini adalah pada saat
musim kemarau (Hillocks et al.2001), sedangkan curah hujan diperkirakan
menekan perkembangan populasi Ph. manihotisecara mekanis. Hampir 150
varietas ubi kayu yang ditemukan rentan terhadap kutu putih (Bellotti 1978).
Ketika menyerang tanaman ubi kayu, Ph. manihoti menyebabkan distorsi
yang parah pada tunas terminal, ruas daun berkurang, menguning dan keriting,
pengerdilan, dan melemahnya daya tumbuh tanaman. Bila tidak diakukan
pengendalian terhadap hama ini, dan musuh alaminya tidak ada dilapang,
kehilangan hasil yang disebabkan oleh hama ini dapat mencapai 80% (Nwanze
1982; Belloti 2002).

2

Tidak ada varietas ubi kayu yang diketahui tahan terhadap serangan Ph.
manihoti. Hasil pencarian musuh alami di negeri asalnya ditemukan empat jenis
parasitoid yang tergolong ordo Hymmenoptera, dua belas jenis predator, dan satu
jamur entomopatogen.Parasitoid Anagyrus lopezi adalah salah satu parasitoid
yang paling efektif untuk mengendalikan Ph. manihoti. Parasitoid ini kemudian
didatangkan ke Afrika pada tahun 1980 untuk menegendalikan Ph. Manihoti, dan
infestasi hama ini berkurang hingga 90% sehingga merupakan kasus pengendalian
hayati yang sangat sukses (Neuenschwander 2001).
Ph. manihoti adalah hama yang berkembang biak secara partenogenetik
yang hanya menghasilkan keturunan betina. Dengan demikian, kehadiran seekor
kutu putih di suatu pertanaman ubi kayu berpotensi menimbulkan serangan berat.
Dalam kondisi yang optimal seekor imago Ph. manihoti dapat menghasilkan telur
200-600 telur yang diletakkan pada permukaan bawah daun ubi kayu dan disekitar
tunas. Telur menetas dan menjadi crawler yang aktif bergerak yang mudah
tersebar keseluruh bagian tanaman ubi kayu, dan secara pasif dapat tersebar
ketanaman sekitarnya dengan bantuan angin (Calatayud dan Le Rü 2006).
Kini hama kutu putih telah banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman
ubi kayu di wilayah Bogor. Walaupun demikian, belum diketahui bagaimana
petani ubi kayu merespon serangan hama baru ini.

Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengkaji latar belakang sosial-ekonomi petani
ubi kayu, praktek budidaya ubi kayu, serta pengetahuan dan persepsi petani
terhadap hama kutu putih.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian diharapkan dapat dijadikan landasan untuk penyusunan
program pengelolaan hama terpadu (PHT).

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di wilayah dengan pertanaman ubi yang luas yaitu
di Desa Citaringgul, Kecamatan Babakan Madang; Desa Sukatani, Kecamatan
Cibedug; dan Desa Nagrak, Kecamatan Cibitung yang semuanya secara
administratif termasuk Kabupaten Bogor. Penyiapan spesimen serangga
dilakukan di Laboratorium Bionomi dan Ekologi serangga, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung
sejak bulan Februari sampai dengan April 2013.

Metode Penelitian
Penelitian dilakukan melalui wawancara terhadap petani ubi kayu dengan
menggunakan kuesioner terstruktur dan alat peraga berupa spesimen serangga dan
spesimen tanaman ubi kayu yang terserang kutu putih Ph. Manihoti. Wawancara
dilaksanakan di rumah petani atau pada saat petani berada di lahan pertaniannya.
Untuk maksud tersebut, disetiap desa penelitian dipilih 20 orang petani ubi kayu,
sehingga keseluruhan responden yang diwawancarai berjumlah 60 orang.
Kuesioner yang digunakan terdiri atas 3 komponen, yaitu (1) karakteristik
petani (nama, umur, pendidikan, tanggungan keluarga); (2) karakteristik usaha
tani (status kepemilikian lahan, luas lahan, pola tanam, varietas yang digunakan,
sumber stek, jarak tanam, pupuk yang digunakan, dosis pupuk, dan penyiangan
gulma, penjualan hasil panen); dan (3) pengetahuan persepsi petani terhadap hama
kutu putih (apakah ada serangan kutu putih, sejak kapan serangan kutu putih,
tingkat serangan kutu putih, tanaman apa saja yang diserang kutu putih, taksiran
kehilangan hasil panen, apa yang dilakukkan untuk mengendalikan kutu putih,
musuh alami kutu putih, hama dan penyakit yang menyerang selain kutu putih).

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Petani
Petani ubi kayu yang menjadi responden umumnya (40%) berumur 41-50
tahun, (25%) berusia 31-40 tahun, (18.0%) berusia 51-60 tahun, (8,3%) berusia
21-30 tahun, (8,3%) berusia lebih dari 60 tahun, dan tidak ada yang berusia di
bawah 20 tahun (Tabel 1). Dari segi pendidikan, petani ubi kayu yang menjadi
responden
Pada umumnya (81.7%) berpendidkan SD. Responden yang berpendidikan
SLTP 5% dan SLTA (3.3%), sedangkan yang tidak pernah bersekolah atau tidak
tamat SD sebanyak (10%).
Luas lahan yang diusahakan petani untuk menanam ubi kayu sebagian besar
(58.3%) berkisar 500-1500 m2, tetapi ada juga sebagian kecil petani (1.7 %) yang
menanam ubi kayu dengan luas lahan kurang dari 500m2. Di Desa Nagrak
sebanyak 30% petani mengusahakan tanaman ubi kayu dengan luas lahan diatas
6000m2. Sebagian besar (65%) petani ubi kayu ini adalah penggarap, (26.7%)
penyewa-penggarap, dan sisanya (8.3%) adalah pemilik-penggarap.
Dalam hal bertani, responden pada umumnya (55%) sudah bercocok tanam
ubi kayu selama 11-20 tahun, sebanyak (25%) selama 21-30 tahun, dan (5%)
selama lebih dari 30 tahun, tetapi ada pula (15%) yang baru 5-10 tahun yang lalu.
Seluruh petani (100%) yang diwawancarai menyatakan tidak pernah menjadi
anggota kelompok tani. Hal ini tampaknya berkaitan dengan tidak adanya
dorongan dari pihak luar. Seluruh responden mengatakan tidak pernah melakukan
kontak dengan PPL. Hal ini menyebabkan petani tidak tahu banyak tentang hama
dan penyakit ubi kayu dan cara penanggulangannya. Terlebih lagi, seperti
disebutkan sebelumnya, kebanyakan petani ubi kayu di wilayah ini adalah
penggarap.
Budidaya dan Penjualan Hasil Panen
Petani ubi kayu di desa Citaringgul, Sukatani Pabuaran, dan Nagrak
umumnya (61.7%) menanam ubi kayu pada awal musim hujan, sebagian kecil
pada awal musim kemarau (15%), atau kapan saja setiap saat lahan kosong
(23.3%)(Tabel 2).
Dari wawancara juga terungkap bahwa petani responden menanam varietas
Manggu (45%) dan Roti (55%). Kedua vareitas ini digunakan petani dengan
alasan, memiliki hasil yang baik, mudah didapat di pasar, mudah diolah untuk
dikonsumsi dan mudah diolah untuk dijadikan aci. Sumber stek untuk bibit
sebagian besar (83.3%) berasal dari kebun sendiri dan sisanya (16.7%) diperoleh
dari petani lain. Penanaman ubi kayu secara terus-menerus dilakukan oleh
sebagian (63.3%) responden; sedangkan sisanya (36.7%) menanam ubi kayu
secara bergiliran dengan tanaman lain seperti talas, bengkoang, dan jagung.
Dari wawancara dengan petani didapatkan data mengenai pupuk yang
digunakan. Petani ubi kayu menggunakan dua macam pupuk yaitu pupuk kandang
dan pupuk sintetik. Pupuk kandang yang digunakan petani sebagian besar (78.3%)
adalah kotoran kambing, dan sisanya (21.7%) kotoran ayam. Lebih banyaknya
petani yang menggunakan kotoran kambing sebagai pupuk kandang, karena
banyak petani yang memelihara kambing di pekarangan rumahnya. Pupuk

5
kandang ini digunakan pada saat tanaman ubi kayu berumur 1-2 bulan. Pupuk
sintetik yang digunakan oleh petani ubi kayu adalah urea, yang diaplikasikan pada
saat ubi kayu berumur 3-6 bulan. Petani juga melakukan penyiangan gulma
sebanyak 2-3 kali.
Tabel 1 Persentase karakteristik petani ubi kayu di tiga desa di Kabupaten Bogor
Karakteristik

Desa

Keseluruhan

Citaringgul

Sukatani

Nagrak

Umur (tahun)
< 20

0

0

0

0

20-30

5.0

15.0

5.0

8.3

31-40

30.0

15.0

30.0

25.0

41-50

45.0

45.0

30.0

40.0

51-60

10.0

20.0

25.0

18.0

>60

10.0

5.0

10.0

8.3

Pendidikan tertinggi
Tidak sekolah

15.0

5.0

10.0

10.0

SD

65.0

95.0

85.0

81.7

SLTP

10.0

0

5.0

5.0

SLTA
Luas lahan yang ditanami ubi
kayu (m2)
6000

0

0

30.0

10.0

Status kepemilikan lahan
Pemilik-penggarap

5.0

0

20.0

8.3

Penyewa-penggarap

35.0

20.0

25.0

26.7

Penggarap

60.0

80.0

55.0

65.0

Pengalaman bertani (tahun)
5-10

25.0

10.0

10.0

15.0

11-20

65.0

35.0

65.0

55.0

21-30

10.0

45.0

20.0

25.0

>30
Keanggotaan dalam kelompok
tani
Ya

0

10.0

5.0

5.0

0

0

0

0

Tidak

100.0

100.0

100.0

100.0

Kontak dengan PPL
Ya

0

0

0

0

Tidak

100.0

100.0

100.0

100.0

Dari hasil wawancara juga didapatkan data bahwa seluruh responden
memanen ubi kayu setelah tanaman berumur 1 tahun. Hasil panen ini oleh seluruh

6
responden dijual ke pabrik tapioka dengan sistem borongan setelah umbi
dibongkar, dengan harga Rp. 80.000 per pikul, dan setiap pikul berisi 70 kg ubi
kayu.
Tabel 2 Persentase karakteristik usahatani ubikayu di tiga desa di Kabupaten
Bogor
Karakteristik
Waktu tanam
Awal musim hujan

Desa
Citaringgul

Sukatani

Nagrak

Keseluruhan

90.0

55.0

40.0

61.7

Awal musim kemarau

0

20.0

25.0

15.0

Saat lahan kosong

10.0

25.0

35.0

23.3

Varietas yang ditanam
Roti

75.0

30.0

60.0

55.0

Manggu

25.0

70.0

40.0

45.0

Sumber stek
Kebun sendiri

90.0

85.0

75.0

83.3

Petani lain

10.0

15.0

25.0

16.7

Pola tanam
Terus-menerus

50.0

85.0

55.0

63.3

Digilir

50.0

15.0

45.0

36.7

Jarak tanam
75 cm

100.0

100.0

100.0

100.0

50 cm

0

0

0

0

Penggunaan pupuk kandang
Ya

100.0

100.0

100.0

100.0

Tidak

0

0

0

0

Jenis pupuk kandang
Ayam

25.0

25.0

15.0

21.7

Kambing

75.0

75.0

85.0

78.3

Penggunaan pupuk sintetik
Ya

100.0

100.0

100.0

100.0

Tidak

0

0

0

0

Penyiangan gulma
Ya

100.0

100.0

100.0

100.0

Tidak

0

0

0

0.0

Umur panen
10 bulan

0

0

0

0

12 bulan

100.0

100.0

100.0

100.0

100.0

100.0

100.0

100.0

0

0

0

0

0

0

0

0

100.0

100.0

100.0

100.0

Penjualan hasil panen
Pabrik tapioka
Pembeli dari luar
wilayah
Cara penjualan
Borongan sebelum panen
Borongan setelah panen

7
Pengetahuan dan Persepsi Petani Tentang Kutu Putih
Hama kutu putih Ph. manihoti adalah hama baru di Indonesia. Ketika
ditanyakan kepada para responden kapan hama ini mulai menimbulkan masalah,
sebanyak (58.3%) menjawab bahwa hama ini mulai menimbulkan masalah sejak
tahun 2010 (Tabel 3). Sebagian kecil (16.7%) menyebutkan bahwa hama kutu
Tabel 3 Persepsi petani terhadap kutu putih singkong di tiga desa di Kabupaten
Bogor
Karakteristik
Tahun pertama kali kutu
putih ditemukan
2008
2009
2010
2011
Tidak Tahu
Ditemukan pada tanaman
lain
Ya
Tidak
Tingkat serangan (%)
Ringan
Sedang
Berat
Kehilangan hasil (%)
20
30
40
50
60
Melihat Chrysopidae
Ya
Tidak
Hama
yang
paling
merugikan
Kutu putih
Uret

Desa
Citaringgul

Sukatani

Nagrak

Keseluruhan

0
0
70.0
25.0
5.0

20.0
20.0
45.0
10.0
5.0

30.0
5.0
60.0
5.0
0

16.7
8.3
58.3
13.3
3.3

55.0
45.0

90.0
10.0

85.0
15.0

76.7
23.3

40.0
50.0
10.0

10.0
60.0
30.0

10.0
70.0
20.0

20.0
60.0
20.0

5.0
20.0
25.0
50.0
0

0
20.0
15.0
60.0
5.0

10.0
10.0
25.0
55.0
0

5.0
16.7
21.7
55.0
1.6

85.0
15.0

75.0
25.0

75.0
25.0

78.3
21.7

20.0
80.0

10.0
90.0

15.0
85.0

15.0
85.0

putih mulai ada sejak tahun 2008, dan sebagian kecil lainnya (13.3%)
menjawabnya sejak 2011. Menurut Muniappan et al (2011) hama Ph. Manihoti
pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 2010. Petani yang menjawab
bahwa hama ini sudah ada sejak tahun 2008 mungkin merujuk pada kutu putih
papaya, Paracoccus marginatus, yang juga dapat menyerang ubi kayu. Ukuran
dan bentuk dari kedua kutu putih ini hampir sama dan sulit dibedakan oleh awam.

8
Sebagian besar (76.7%) responden mengatakan bahwa kutu putih juga
ditemukan menyerang pada tanaman yang lain seperti papaya, bengkoang, dan
jambu. Menurut mereka hama ini awalnya menyerang pepaya, kemudian setelah
itu hama kutu putih beralih menyerang tanaman ubi kayu. Para petani
mempersepsi bahwa kutu putih yang menyerang tanaman-tanaman tersebut sama
jenisnya dengan yang belakangan ini menyerang ubi kayu. Diketahui bahwa kutu
Ph. Manihoti bersifat oligofag yang memiliki beberapa inang yaitu ubi kayu dan
juga dari family Euporbiaceace.
Dari segi tingkat serangan, sebanyak (60%) responden mengatakan bahwa
tingkat serangan kutu putih pada tanaman ubi kayu tergolong sedang, dan (20%)
mengatakan tergolong berat, dan (20%) lainnya menjawab tergolong ringan.
Berdasarkan perkiraan kehilangan hasil, sebanyak (55%) reponden mengatakan
bahwa kehilangan hasil akibat serangan kutu putih mencapai (50%) dibandingkan
sebelum ada serangan kutu putih. Umumnya petani tidak melakukan upaya
pengendalian terhadap hama kutu putih. Ada petani yang pada awalnya
melakukan penyemprotan dengan pestisida, namun upaya ini tidak memberikan
pengaruh terhadap penekanan serangan kutu putih. Penggunaan pestisida ini
kemudian dihentikan. Pertimbangan lain yang menyebabkan petani tidak
menggunakan pestisida adalah harga ubi kayu yang rendah yaitu Rp. 1.150/kg,
yang tidak sebanding dengan harga pestisida. Dari pengamatan lapangan, ada pula
yang melakukan pengendalian kutu putih dengan pemotongan bagian pucuk
tanaman yang terserang kutu putih.
Salah satu musuh alami yang sering di temukan di pertanaman ubi kayu
adalah predator Chrysopidae (Nila Wardhani, komunikasi pribadi). Ketika kepada
responden diperlihatkan imago Chrysopidae, sebagian besar (78,3%) menyatakan
bahwa mereka pernah melihatnya di pertanaman ubi kayu. Peranan predator ini
terhadap penekanan populasi kutu putih tidak diketahui dengan pasti, dan masih
memerlukan penelitian lebih lanjut.
Selain kutu putih, hama lain yang juga dilaporkan oleh petani banyak
menimbulkan kerugian adalah uret, yang oleh petani setempat disebut kuuk.
Menurut Kalshoven (1981) jenis uret yang banyak menimbulkan kerusakan berat
pada ubi kayu adalah Leucopholis rorida F. (Coleoptera: Scarabaeidae). Bila
dibandingkan antara kutu putih dan uret, sebagian besar responden (85%)
menyatakan bahwa hama uret lebih merugikan. Persepsi ini muncul karena petani
sudah lama mengenal hama uret, sementara kutu putih adalah hama yang baru
dikenal sejak 2 tahun yang lalu. Selain itu, hama uret menimbulkan kerusakan
langsung pada umbi, sedangkan kutu putih menyerang pucuk. Di atas disebutkan
bahwa serangan kutu putih selama ini di wilayah survei telah menurunkan hasil
panen sebanyak 50%. Diperkirakan kehilangan hasil dapat lebih tinggi lagi di
wilayah dengan kondisi iklim yang kering, seperti di Nusa Tenggara Barat dan
Nusa Tenggara Timur.

9

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Petani ubi kayu di wilayah survei umumnya berpendidikan SD, dengan luas
penanaman yang sempit (500-1.500 m2), dan berstatus penggarap. Walaupun
mereka sudah lama bertanam ubi kayu (10-20 tahun), tetapi tidak tergabung dalam
kelompok tani. Hal ini diduga berkaitan dengan tidak adanya kontak dengan
petugas lapangan. Umumnya petani melakukan penanaman ubi kayu secara terusmenerus. Varietas ubi kayu yang banyak ditanam adalah Manggu dan Roti,
dengan pupuk kandang umumnya kotoran kambing. Seluruh petani juga
memupuk ubi kayu dengan pupuk Urea. Hasil panen ubi kayu dijual ke pabrik
tapioka. Sebagian besar petani melaporkan bahwa kutu putih Phenacoccus
manihoti menyerang tanaman ubi kayu sejak tahun 2010, dan menyebabkan
kehilangan hasil sekitar 50%.

Saran
Kiranya perlu segera dirancang program pengelolaan hama terpadu (PHT)
untuk hama baruini dengan mempertimbangkan latar belakang sosial-ekonomi
petani ubi kayu.

10

11

DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. 2008. Poduksi Ubi Kayu di
Indonesia. http://badan penelitian.org.12 Maret 2013.
Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi ubi kayu 2010-2011. Jakarta (ID): Badan
Pusat Statistik. [diunduh 2013 April 18]. Tersedia pada:
http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3
Bellotti AC. 1978. Cassava Pests and Their Control. Cali. Colombia: Cassaua
Information Center, Centro International de Agricultura Tropical.
Bellotti AC. 2002. Arthropod pests. Di dalam: Hillocks RJ, editor. Cassava:
Biology, Production and Utilization. Wallingford: CAB Internasional
Publishing. hlm 209-235.
Bellotti AC, Smith L, Lapointe SL.1999. Recent advances in cassava pest
management. Annu Rev Entomol 44: 343–370.
Calatayud PA, Le Rü B. 2006. Cassava Mealybug Interactions. IRD Éditions.
Paris: Institut De Recherche Pour Le Développement.
Hillocks RJ, Thresh JM, Bellotti AC. 2001. Cassava Biology Production and
Utilization. Wallingfood (GB): CABI.
Kalshoven. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah
Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeven. Terjemahan dari: De Plagen van de
Cultuurgewassen in Indonesia.
Muniappan R, Shepard BM, Watson GW, Carner GR, Rauf A, Sartiami D,
Hidayat P, Afun JVK, Goergen G, Rahman AKMZ. 2011. New records of
invasive insects (Hemiptera: Sternorrhyncha) in southern Asia and West
Africa. Journal of Agricultural and Urban Entomology. 26(4): 167-174.
Neuenschwander P. 2001. Biological control of the cassava mealybug in Africa: a
review. Biological Control. 21:214–229.
Nwanze KF. 1982. Relationship between cassava root yields and infestations by
the mealybug, Phenacoccus manihoti. Tropical Pest Management 28: 2732.
Rukmana Rahmat. 1997. Ubi Kayu Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Nasir S, Rahayuningsih, Muchlis A. 2012. Peningkatan Produksi dan Kualitas
umbi-umbian. Malang (ID): Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan
dan Umbi-umbian.
Parsa S, Kondo T, Winotai A. 2012. The cassava mealybug (Phenacoccus
manihoti) in Asia: first records, potential distribution, and ad identification
key. PLOS ONE [internet]. Vol 7. DOI: 10.1371/journal.pone.0047675.
Winotai A, Goergen G, Tamo M, Neuenschwander P. 2010. Cassava mealybug
has reached Asia. Biocontrol News and Info. 31: 10N–11N.

12

13
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 26 Agustus 1989 di Medan Sumatra Utara.
Penulis merupakan anak kedua dari 2 bersaudara dari Ayah bernama Drs. Pelan
Tarigan dan ibu Dra. Masrina Br. Karo. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD
Budi-Murni 2 Medan pada tahun 2001, menyelesaikan pendidikan di SLTP BudiMurni 2 Medan pada tahun 2004, dan menyelesaikan pendidikan di SMA Negri
17 Medan pada tahun 2007.
Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negri).Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian IPB, dan mengikuti program tingkat persiapan bersama selama
1 tahun.

14

15

LAMPIRAN

16
LAMPIRAN KUESIONER PETANI UBI KAYU
KARAKTERISTIK PETANI
1. Nama
2. Umur

:
:

[ ] ≤ 20 tahun

[ ] 21-30 tahun

[ ] 31-40 tahun

[ ] 41-50 tahun

[ ] 51-60 tahun

[ ] > 60 tahun

[ ] SD
[ ] PT

[ ] SLTP

3. Pendidikan tertinggi :
[ ] tidak sekolah
[ ] SLTA

4. Jumlah tanggungan keluaraga : [ ]……….orang
5. Sumber utama pendapatan keluarga :
[ ] Bertani

[ ] Berdangan

[ ] PNS

[ ] Buruh bangunan [ ] Pegawai swasta
6. Pelatihan yang pernah diikuti :
7. Apakah bapak masuk dalam keanggotaan kelompok tani ?
[ ] Tidak

[ ] ya, kelompok tani: …………..

Budidaya
8. Berapa luas tanaman ubi kayu yang bapak usahakan : [ ] ……….
9. Status kepemilikan lahan ubi kayu dan pengusahaan :
[ ] Pemilik-penggarap

[ ] Penyewa-penggarap

[ ] Penggarap

[ ] ……………….

10. Sejak kapan bapak menanam ubi kayu ? [ ] ………. Tahun yang lalu
11. Pola tanam ubi kayu ?
[ ] Terus-menerus ubi kayu[ ] Digilir dengan tanaman ……………
12. Kapan biasanya menanam ubi kayu
[ ] Awal musim hujan
………………..

[ ] Awal musim kemarau

[ ]

17
13. Jenis atau varietas yang ditanam ?
[ ] ………………..
14. Mengapa varietas itu yang dipilih ?
[ ] ………….
15. Sumber stek singkong ?
[ ] Dari kebun sendiri [ ] Didapat secara gratis dari petani lain
[ ] Beli dari …………………….
16. Jarak tanam yang digunakan ?
[ ] ………X…….cm
17. Pemupukan dengan pupuk kandang ?
[ ] Ya
[ ] Tidak (langsung ke No. 21)
18. Jenis pupuk kandang yang digunakan ?
[ ] Kotoran ayam
[ ] Kotoran kambing
[ ] Kotoran………..
19. Dosis yang digunakan ?
[ ] …………….
20. Kapan dilakukan pemupukan dengan pupuk kandang ? (umur tanaman
singkong)
[ ] ……………..
21. Pemupukan dengan pupuk sintetik ?
[ ] Ya
[ ] Tidak (langsung ke No. 25)
22. Jenis pupuk sintetik yang digunakan ?
[ ] ……………..
23. Dosis pupuk sintetik yang digunakan ?
[ ] ……………..
24. Kapan dilakukan pemupukan dengan pupuk sintetik ? (umur tanaman
ubi kayu)
[ ] ……………..
25. Penyiangan gulma ?
[ ] Ya
[ ] Tidak (langsung ke No. 27)
26. Berapa kali dan kapan penyiangan dilakukan >
[ ] …..X pada saat tanaman berumur …………
Kutu Putih dan OPT Lainnya
27. Apakah tanaman ubi kayu bapak terserang kutu putih ? (tunjukkan
foto/spesimen)
[ ] Ya
[ ] Tidak
28. Sejak kapan mulai menyerang kutu putih pada tanaman ubi kayu ?
[ ] …………….
29. Bagaimana keadaan tingkat serangannya saat musim kemarau ?
[ ] Ringan
[ ] Sedang
[ ] Berat

18
30. Berapa persen kira-kira penurunan hasil karenan serangan kutu putih ?
[ ] …………….
31. Apakah kutu putih menyerang tanaman lain ?
[ ] Ya
[ ] Tidak (langsung ke No.33)
32. Tanaman apa saja yang terserang ?
[ ] ……………..
[ ] ……………..
33. Apa yang bapak lakukan untuk mengendalikan kutu putih ?
[ ] ……………..
34. Apakah ada musuh alami dari kutu putih pada tanaman ubi kayu bapak
? (tunjukkan foto/spesimen)
[ ] Ya
[ ] Tidak (langsung ke no.36)
35. Apa musuh alami yang ada pada tanaman ubi kayu ?
[ ] …………….
36. Selain kutu putih, hama atau penyakit apa yang sering bapak temukan
pada tanaman ubi kayu ?
[ ] ………………
[ ] ……………….
[ ] ………………
[ ] ……………….
37. Dari hama penyakit yang menyerang tanaman ubi kayu bapak, yang
mana hama/penyakit yang paling merugikan ?
[ ] ………………
[ ] ……………….
[ ] ………………
[ ] ……………….
PEMANENAN DAN PENJUALAN
38. Umur berapa saat ubi kayu dipanen ?
39. Kemana bapak menjual hasil panen ubi kayu ?
[ ] Pabrik tapioca
[ ] Pembeli dari luar wilayah………
[ ] ……………….
40. Bagaimana cara bapak menjual ubi kayu ?
[ ] Borongan sebelum umbi dibongkar`
[]Borongan setelahumbidibongkar
[ ] Dijual di kebunyanglainnya…………..

USAHA TANI
41. Berapa modal yang bapak keluarkan untuk mengadakan usahatani
tanaman ubi kayu?

19
42. Berapa hasil yang didapat dari pemanenan kalau tidak ada serangan
hama kutu putih?
43. Berapa hasil yang didapat dari pemanenan kaulau ada serangan hama
kutu putih ?
44. Berapa harga jual ubi kayu perkilo ?
Kontak dengan PPL
45. Apakah ada kontak dengan PPL ?
[ ] ya
[ ] Tidak (langsung ke no.48)
46. PPL dari mana ?
47. Berapa kali PPL datang dalam setahun ?
Sumber Kredit
48. Apakah bapak menggunakan kredit dalam mengadakan usahatani
tanaman ubi kayu ?
[ ] Ya
[ ] Tidak
49. Dari mana sumber kredit yang bapak dapat ?

20
LAMPIRAN KEGIATAN SELAMA PENELITIAN: (A) proses wawan cara
petani, (B) Foto Chrysopidae (musuh alami Ph. manihoti), (C) Foto tanaman ubi
kayu terserang Ph. manihoti, (D) Foto tanaman ubi kayu