Karakteristik Model Bioretensi Pada Tanah Latosol Dramaga
KARAKTERISTIK MODEL BIORETENSI PADA TANAH
LATOSOL DRAMAGA
BUNGA TERASHITA
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Karakteristik Model Bioretensi
Pada Tanah Latosol Dramaga adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Bunga Terashita
NIM A14110049
ABSTRAK
BUNGA TERASHITA. Karakteristik Model Bioretensi Pada Tanah Latosol
Dramaga. Dibimbing oleh SURIA DARMA TARIGAN dan DWI PUTRO TEJO
BASKORO.
Jalan raya memiliki lapisan permukaan yang berfungsi sebagai lapisan
kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan di
bawahnya. Lapisan kedap air tersebut mengakibatkan air hujan yang jatuh
berkumpul di bahu jalan. Jalan raya juga merupakan sumber emisi berbagai
polutan udara dengan beban emisi yang semakin tinggi bila terjadi kemacetan.
Salah satu metode untuk meminimalisir banjir dan polutan adalah dengan
menerapkan teknik bioretensi pada median taman jalan raya yang idealnya
berfungsi sebagai pengontrol aliran permukaan dan penyerap polutan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik dan efektivitas model bioretensi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa bioretensi perlakuan tanah, ijuk, split, pasir, zeolit
dengan tanaman Lili Paris tidak efektif menyerap air dan polutan pada aliran
permukaan.
Kata Kunci: air hujan, aliran permukaan, bioretensi, kedap air
ABSTRACT
BUNGA TERASHITA. Bioretentions Characteristics of Latosol Dramaga.
Supervised by SURIA DARMA TARIGAN and DWI PUTRO TEJO BASKORO.
A roadway has a impervious surface layer, so that the rain water can not
seeps into the soil. Besides the roadway is also a source of various pollutants,
these pollutants will continue to increase along with a heavy traffic jam. One
method to reduce potential flood and pollutants is to apply the bioretention
techniques on a roadway median park that function as a controller of drainage and
pollutants absorb. This study aims to examine the charateristics and effectiveness
bioretention models. The results showed that bioretention treatment such as fibers,
split, sand, zeolite plant Lili Paris were ineffectively in reducing pollutant
contained in surface run off.
Keywords: bioretention, rainwater, runoff, watertight
KARAKTERISTIK MODEL BIORETENSI PADA TANAH
LATOSOL DRAMAGA
BUNGA TERASHITA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Karakteristik Model
Bioretensi Pada Tanah Latosol Dramaga berhasil diselesaikan. Skripsi ini
merupakan tugas akhir yang penulis buat sebagai syarat untuk memperoleh gelar
sarjana di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Ayah, Ibu, Kakak dan Adik serta seluruh keluarga atas segala doa dan
dukungannya selama ini.
2. Bapak Suria Darma Tarigan dan Bapak Dwi Putro Tejo Baskoro selaku
pembimbing yang telah memberikan waktu untuk membimbing penulis
dalam proses belajar meneliti dan menulis.
3. Ibu Enni Dwi Wahjunie selaku penguji dalam sidang skripsi saya.
4. Putra, yang selalu membantu dan memotivasi penulis selama penelitian.
5. Nurul, Sri, May, Tiwi, Gugun, Eka Afera, Avil, Stevia, Begum, Rio
yang selalu memberikan bantuan selama penelitian.
6. Rekan rekan laboratorium KTA (Ressa, Mirna, Nia, Sholichah, Regina,
Rara, Nisa, Faniyosi, Vini, Ichsan) dan staf laboratorium Ilmu Tanah
(Pak Ipul, Mas Said, Mas Bela) serta BDP (Pak Jajang dan Mas Abey).
7. Acid, Novi, Amel, Tiara, Yoriko, Rara, Sintya, Nurul, Mianda yang
selalu memberikan hiburan selama penelitian.
8. Seluruh keluarga besar HMIT khususnya Ilmu Tanah 48, terima kasih
atas semangat dan dukungan yang diberikan selama ini.
9. Pihak lain yang tidak dapat dituliskan satu per satu yang turut membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat baik
sekarang atau kemudian hari.
Bogor, September 2015
Bunga Terashita
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODOLOGI PENELITIAN
2
Tempat dan Waktu Penelitian
2
Alat dan Bahan
2
Pelaksanaan Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Karakteristik Media Bioretensi
6
Bobot Isi
6
Retensi Air
7
Efektifitas Bioretensi
8
Jumlah Air Perkolasi
8
Kualitas Air Perkolasi
10
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
21
DAFTAR TABEL
1 Alat dan Bahan Penelitian
2 Kualitas Air Perkolasi pada Setiap Perlakuan pada 2 Kali Penyiraman
3 Curah Hujan (mm/hari) Kebun Raya Bogor Bulan April 2015
4 Rata rata Konsentrasi Pb (µ/g) pada Kulit Batang dan Daun
5 Pohon Pelindung di Median Taman Jalan Raya
2
10
11
12
12
DAFTAR GAMBAR
1 Model Pot Perlakuan
2 Bobot Isi Setiap Perlakuan
3 Jumlah Air yang Ditahan Sistem Bioretensi
4 Lili Paris Mekar
5 Volume Air Perkolasi
6 Bobot Pot beserta Isi
7 Kondisi Taju
8 Kondisi Di Bawah Taju
9 Kadar Nitrat Dalam Air Perkolasi pada Beberapa Media Bioretensi
10 Kadar Nitrat dan N-Total pada Bahan
11 Kadar Fosfat Dalam Air Perkolasi pada Beberapa Media Bioretensi
12 Kadar Fosfat dan P-Total pada Bahan
13 Kekeruhan secara Visual
3
6
6
7
8
9
12
12
13
14
15
15
16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Baseplan Jalan Pajajaran (Jagorawi s/d Ekalokasari)
2 Teknologi Konservasi Tanah dan Air Urban
3 Lokasi Pengambilan Sampel Air Penyiraman
4 Kadar Pb Jalan Juanda
5 Kadar Pb Jalan Dramaga
19
19
19
20
20
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jalan raya memiliki lapisan permukaan (surface course) yang berfungsi
sebagai lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap
ke lapisan di bawahnya. Lapisan kedap air tersebut mengakibatkan air hujan yang
jatuh berkumpul di bahu jalan, yang mempunyai kemiringan untuk keperluan
pengaliran air dari permukaan jalan. Pengaruh yang buruk akibat air terhadap
konstruksi ditangani dengan drainase karena penyebab kerusakan perkerasan jalan
lentur diakibatkan air yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang
tidak baik dan naiknya air akibat kapilaritas. Kapasitas saluran drainase yang tidak
memadai menyebabkan limpasan air permukaan sehingga terjadi genangan air di
ruas jalan pada musim hujan, bahkan menimbulkan banjir.
Tingkat kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi mengakibatkan pencemaran
udara dan air. Jalan raya merupakan sumber emisi berbagai polutan udara dengan
beban emisi yang semakin tinggi bila terjadi kemacetan. LAPAN Bandung telah
melakukan monitoring polutan CO, NO, NO2 dan SO2 pada udara ambient sejak
awal tahun 2008. Sumber lokal polutan tersebut berasal dari kegiatan domestik
dan transportasi.
Dinas Pertamanan Kota Bogor berencana untuk mewujudkan Kota Bogor
hijau lestari melalui penambahan, penataan dan pemeliharaan taman sebagai
bagian dari ruang terbuka hijau dengan cara pemeliharaan dan penataan terhadap
seluruh taman di Kota Bogor dan penambahan luas taman sebesar 2.072 m2 pada
tahun 2014. Salah satu Perumusan tujuan dan sasaran Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Bogor Tahun 2010 - 2014 sesuai dengan Visi dan Misi yang
telah ditetapkan adalah penambahan luas taman baru hingga mencapai
398.328m2 pada tahun 2014. Idealnya jalan raya memiliki median taman yang
berfungsi bukan hanya sebagai penambah keindahan kota, namun memiliki fungsi
sebagai penyerap polutan dan pengontrol aliran permukaan. Oleh karena itu
diperlukan suatu sistem pengontrol kualitas dan kuantitas aliran permukaan
dengan menggunakan sifat kimia, biologi serta fisik tanaman, mikroba dan tanah
untuk menghilangkan polutan dari limpasan air hujan (Scott 2009). Penerapan
teknik bioretensi di jalan raya maupun perumahan dapat meningkatkan nilai
estetika. Aplikasi teknik bioretensi di jalan raya juga berguna dalam menyerap
polutan air hujan berupa sedimen, bahan kimia dan oli sehingga aliran permukaan
akan menjalani proses pemurnian di dalam sistem bioretensi.
Pratiwi (2012) telah melakukan penelitian aliran permukaan di Arboretum
Tol Jagorawi yang memiliki kontruksi daerah berupa cekungan dan vegetasi pada
kedua sisi jalan tol. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tanah di Arboretum
tidak memenuhi syarat sifat fisik sistem bioretensi karena tanah pada semua
vegetasi lahan bertekstur sama yaitu dengan kandungan liat > 50%. Mayasari
(2014) menganalisis kualitas air hujan dan limpasan melalui media green roof
(taman di atas atap) dengan menggunakan tanaman lili paris, tanah, ijuk dan
kerikil. Apa yang dikaji pada kedua penelitian tersebut berperan sama seperti
sistem bioretensi, ada yang di daerah berupa cekungan dan pembuatan media.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan penelitian karakteristik dan
2
efektifitas model bioretensi dengan media tanaman, tanah, ijuk, kerikil, pasir dan
zeolit.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mengkaji karakteristik model bioretensi
2. Mengkaji efektivitas model bioretensi
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di rumah plastik di Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Uji sifat fisik
tanah dilaksanakan di laboratorium Konservasi Tanah dan Air, dan uji sifat kimia
tanah dilaksanakan di laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
serta uji sifat kimia air dilaksanakan di laboratorium Budidaya Perikanan,
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Alat dan Bahan Penelitian
No
Kegiatan
Alat
Bahan
1
Persiapan tanah
Tanah Latosol
2
Pembuatan pot untuk
media
3
4
Pembuatan rumah
plastic
Pengukuran perkolasi
5
Pengukuran berat
6
Ember, dirijen, corong
Air
8
Pengamatan tinggi
tanaman dan penurunan
tanah
Pengambilan air
permukaan
Pengukuran Nitrat
Cangkul, sekop, tali,
garpu, karung, besi, tali,
gunting, kayu
Kaleng cat bekas,
solder, timbangan, kain
streamin
Tali, gunting, kayu,
kawat, besi
Kaleng, gelas ukur,
ember, gayung, gembor
electronic luggage
scale passport
Penggaris, alat tulis,
buku
Labu, pipet, gelas ukur
9
Pengukuran Fosfat
Labu, gelas ukur, pipet
10
Pengukuran kadar air
11
Pengukuran Pb
Cawan seng,
timbangan, oven.
Timbangan analitik,
Brucin, air tercemar, air hasil
saringan, NO3, aquades, H2SO4
Aquades, air tercemar, air hasil
saringan, PO4, Ammonium
molybdate, SnCL2
Contoh tanah
7
Ijuk, split, zeolit, pasir
Plastik
Air saringan
Pot beserta media
Pot beserta media
Tanah, air, kertas saring
3
12
Pengukuran N-Total
13
Pengukuran P-Total
botol kocok, pipet
volumetric 25 ml, AAS
Timbangan analitik,
digestion apparatus,
labu kjedahl,
erlenmeyer, buret
Timbangan analitik,
kertas saring, mesin
pengocok tabung reaksi,
pipet volumetrik,
spektrofotometer
Tanah, H2SO4, selenium, NaOH,
asam borat, indikator Conway,
HCl
Kertas saring, tanah, air,
akuades, HCl 0.05 M, PB, PC
Pelaksanaan Penelitian
Rancangan Penelitian
Percobaan dilakukan dengan perlakuan:
1. Media yang terdiri dari 4 perlakuan, yaitu:
a. K
: Kontrol berupa tanaman Lili Paris dan tanah bertekstur liat
0-30 cm
b. IS
: Tanah bertekstur liat kedalaman 0-15 cm, ijuk 10 cm, split
5 cm
c. Z
: Tanah bertekstur liat kedalaman 0-15 cm, zeolit 15 cm
d. P
: Tanah bertekstur liat kedalaman 0 -15 cm, pasir 15 cm
tanah
(15 cm)
Ijuk
(10 cm)
tanah
(30cm)
Split
(5 cm)
(K)
(IS)
(Z)
tanah
(15 cm)
tanah
(15 cm)
Zeolit
(15 cm)
Pasir
(15 cm)
(P)
Gambar 1 Model Pot Perlakuan
Perlakuan tersebut dilakukan ulangan sebanyak 3 kali sehingga didapatkan
12 plot. Perlakuan kedua penyiraman (PR1 dan PR3) dilakukan analisis nitrat,
fosfat dan Pb pada air penyiraman dan air perkolasi.
2. Penyiraman tanaman terdiri dari 4 kali penyiraman yaitu:
a. PR1
: Penyiraman pertama (3 Maret 2015, setelah persiapan media di
pot tanggal 18 Februari 2015) berasal dari air permukaan jalan
Dramaga, Kabupaten Dramaga
b. PR2
: Penyiraman kedua (17 Maret 2015) berasal dari air permukaan
jalan Dramaga, Kabupaten Dramaga
c. PR3
: Penyiraman ketiga (10 April 2015) berasal dari air permukaan
jalan Juanda, Kota Bogor
d. PR4
: Penyiraman keempat (23 April 2015) berasal dari air
permukaan jalan Juanda, Kota Bogor
4
Persiapan Tanaman, Tanah dan Bahan (Ijuk, Split, Pasir dan Zeolit)
Tanah yang digunakan pada penelitian ini ialah Latosol Cikabayan. Titik
lokasi pengambilan tanah berada di lahan terbuka. Tanaman yang digunakan yaitu
Lili Paris (Clorophytum comosum) yang berumur 6 bulan diperoleh dari Toko
Tanaman di jalan Pajajaran.
Persiapan awal meliputi pengambilan tanah yang kemudian dikering
udarakan di suatu ruangan terbuka di belakang Laboratorium Genesis, Institut
Pertanian Bogor selama 1 minggu. Setelah itu tanah dimasukkan ke dalam pot
beserta bahan yang lain sesuai kedalaman yang telah ditentukan pada Gambar 1.
Ijuk diperoleh dari Toko Meubel di depan Polsek Dramaga, split dan pasir
diperoleh dari Toko Bangunan di daerah Cifor sedangkan zeolit diperoleh dari
Toko Pakan di Pasar Gembrong Bogor. Agar tanah dan bahan tidak turun saat
dilakukan penyiraman dan penimbangan maka pot dilapisi saringan pada lapisan
bawah tanah. Pot tersebut dilubangi dengan solder sebanyak 100 lubang pada
permukaan bawah pot sehingga air dapat keluar dari dalam pot menuju tampungan
air dengan menggunakan kaleng.
Penetapan Perkolasi dan Retensi
Pengamatan jumlah air perkolasi dilakukan pada hari pertama penyiraman
hingga hari kelima pada setiap kali penyiraman (PR1, PR2, PR3 dan PR4).
Penambahan jumlah air dilakukan dengan cara menuangkan air pada bagian
permukaan tanah pada pot. Air yang diberikan yaitu sebanyak 4000 ml yang
berasal dari air permukaan di jalan raya dan diperkirakan akan menghasilkan air
berlebih yang keluar dari pot dan kemudian diukur volumenya. Dilakukan juga
penyiraman setiap hari dengan air kran secukupnya hanya untuk tanaman bertahan
hidup, kecuali pada saat pengamatan perkolasi tidak dilakukan penyiraman.
Volume air yang keluar dari media merupakan jumlah air perkolasi,
sedangkan selisih antara volume air yang disiramkan dan yang keluar dari media
merupakan jumlah air yang ditahan oleh media (retensi air). Perhitungan
persentase volume air yang ditahan oleh media sebagai berikut:
�
�� �
� � ℎ
�
Keterangan: a = volume air yang ditambahkan
b = volume air yang keluar
% =
−
× 100%
Pengamatan berupa pengukuran jumlah air perkolasi, tinggi tanaman, tanda
penurunan tanah serta penimbangan pot yang berisi media. Pengukuran air
perkolasi bertujuan untuk mengetahui perlakuan apa yang memiliki kemampuan
retensi air yang lebih baik. Pengukuran tinggi tanaman untuk melihat
pertumbuhan tanaman hingga tanaman muncul bunga yang mekar. Pengukuran
tanda tera (tanda penurunan tanah) dilakukan untuk dapat menghitung bobot isi
tanah berdasarkan volume sedangkan penimbangan pot bertujuan untuk melihat
penurunan bobot pot sehingga dapat diketahui evaporasi yang terjadi dengan
menghitung selisih bobot pot hari pertama dan hari terakhir setiap perlakuan pada
setiap penyiraman kemudian dibagi luas permukaan.
5
Analisis Kimia Air dan Kimia Tanah
Pengambilan contoh air permukaan dan air perkolasi untuk uji nitrat, fosfat
dan Pb dilakukan pada PR1 (Penyiraman pertama) dan PR3 (Penyiraman ketiga).
Analisis Nitrat menggunakan Metode Brucin, Analisis Pb menggunakan Metode
AAS dan Analisis Fosfat menggunakan Metode Molybdate.
Pengambilan contoh tanah untuk uji N-Total dan P-Total dilakukan pada
PR4 tepat hari terakhir pengamatan setelah dilakukan penimbangan pot. Analisis
N-Total menggunakan Metode Kjedahl dan Analisis P-Total menggunakan
Metode HCL 25%.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari pengukuran lapang dianalisis di laboratorium
kemudian diolah secara deskriptif dengan Microsoft Excel 2007 dan selanjutnya
hasil data tersebut dianalisis sidik ragam (ANOVA) serta uji lanjut menggunakan
uji Duncan. Uji Duncan digunakan untuk melihat nilai respon media bioretensi
yang memiliki perbedaan nyata pada taraf 5%. Software yang digunakanadalah
SAS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Media Bioretensi
Bobot Isi
Bobot isi tanah pada media diperoleh dari hasil bobot isi berdasarkan
volume kedalaman bahan di pot. Perlakuan P berupa penambahan pasir pada
media yang memiliki bobot isi terbesar yaitu 1,8 g/cm3 dengan porositas 31,14%.
Bobot isi yang tinggi memiliki porositas yang rendah sehingga menunjukkan
kepadatan tanah yang berarti tanah semakin sulit meneruskan air atau ditembus
akar tanaman (Hardjowigeno 2002). Menurut Hillel (1980) bobot isi dipengaruhi
struktur tanah yaitu kesarangan atau tingkat pemadatan, karakteristik
pengembangan dan pengerutan yang bergantung pada kandungan liat dan
kelembaban. Walaupun terjadi pemadatan ekstrim, bobot isi tanah lebih rendah
daripada bobot jenis partikel, dikarenakan partikel tidak pernah bersambung
secara sempurna dan tidak pernah kedap air sama sekali sehingga tetap porous.
Perlakuan P mempengaruhi bobot dari bahan pasir. Dimana bobot isi padat pasir
Cimangkok sebesar 1,5 gr/cm3.
Pada Gambar 2, keempat perlakuan tersebut tidak berbeda nyata, namun
pada kontrol yang hanya berupa tanah memiliki bobot isi lebih rendah sebesar 1,2
g/cm3 dengan porositas sebesar 56% yang berarti bobot isi rendah maka porositas
tinggi. Hal ini menandakan kontrol yang diasumsikan sebagai saluran terbuka
berumput (grassedswales) lebih efektif. Menurut Dian Kurnia (2008) saluran ini
digunakan sebagai drainase untuk transportasi air hujan dari jalan raya.
6
Bobot isi (g/cm3)
2
b
b
b
a
1.5
1
0.5
0
K
IS
Perlakuan
Z
P
Keterangan: K= Tanaman dan tanah, IS= Tanaman, tanah, ijuk dan split, Z=Tanaman,
tanah dan zeolit, P= Tanaman, tanah dan pasir, AP= Air permukaan
Gambar 2 Bobot Isi Setiap Perlakuan
Penggunaan tanah dengan bobot isi yang tinggi di lapang dapat
mempengaruhi infiltrasi. Terlihat terjadi perubahan antara bobot isi tanah awal di
lapang sebesar 0,99 g/cm3 dengan bobot isi tanah di pot pada kontrol sebesar 1,2
g/cm3. Sistem bioretensi memerlukan tanah dengan bobot isi rendah, agar air
permukaan yang masuk ke median taman jalan raya diserap oleh tanah dengan
cepat dikarenakan curah hujan yang tinggi di daerah Bogor memungkinkan terjadi
hujan dengan intensitas tinggi di musim penghujan sehingga menyebabkan aliran
permukaan dengan volume yang besar. Oleh karena itu median taman jalan raya
dengan sistem bioretensi diharapkan menampung dan meresapkan air ke dalam
tanah.
Retensi Air
Hubungan volume air yang ditahan dengan jangka waktu penyiraman
disajikan pada Gambar 3.
Volume Air yang Ditahan (%)
70
a
60
K (Tanaman dan tanah)
IS (Tanaman, tanah, ijuk, dan split)
50
b
40
b
30
Z (Tanaman, tanah dan zeolit)
b
P (Tanaman, tanah dan pasir)
20
10
0
1
2
3
4
Penyiraman
Keterangan: PR1= Penyiraman pertama (3 Maret 2015), PR2= Penyiraman kedua
(17 Maret 2015), PR3= Penyiraman ketiga (10 April 2015), PR 4=
Penyiraman keempat (23 April 2015)
Gambar 3 Jumlah Air yang Ditahan Sistem Bioretensi
7
Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa waktu penyiraman tidak berpengaruh
nyata terhadap kemampuan media dalam menampung air. Namun, secara spesifik
PR1 (penyiraman pertama) pada kontrol memiliki nilai retensi air yang tinggi
sebesar 58,49% sedangkan pada perlakuan IS berupa penambahan ijuk dan split
memiliki nilai retensi air terendah sebesar 26,81%. Retensi air yang besar terjadi
karena kontrol hanya tanah tanpa adanya bahan lain di dalamnya, sehingga ruang
pori yang dapat terisi air menjadi lebih banyak.
Jika dibandingkan dengan PR1, nilai retensi air PR2, PR3 dan PR4 cenderung
lebih rendah yang disebabkan perlakuan telah terisi air sehingga saat dilakukan
penambahan air tidak berpengaruh signifikan. Selain itu disebabkan pula oleh
penurunan tanah yang dikarenakan saringan tersebut berukuran ± 2 mm.
Menurut Davis (1998) sistem bioretensi menyediakan tempat perlakuan bagi
air permukaan dengan cara menyimpan air permukaan tersebut di BMP
(Bioretention Management Practice) selama 4 hari sehingga dapat meningkatkan
kualitas air di bagian hilir. Pada Gambar 3, keempat perlakuan tersebut hanya
mampu menyimpan air permukaan selama 3 hari pada penyiraman 1, namun pada
penyiraman berikutnya sebagian besar perlakuan hanya menyimpan air
permukaan selama 2 hari. Ketidakmampuan menyimpan air hingga 4 hari dapat
dipengaruhi musim hujan berkepanjangan yang mempengaruhi suhu dan
kelembaban karena kurangnya cahaya matahari. Keadaan media juga yang sudah
dipersiapkan pada tanggal 18 Februari 2015 dan dilakukan penyiraman pada
tanggal 3 Maret 2015, mengakibatkan tanah yang berada pada kondisi kering
memiliki daya serap yang tinggi sehingga laju infiltrasi semakin besar dan akan
berkurang perlahan-lahan apabila tanah tersebut jenuh terhadap air.
Gambar 4 Lili Paris Mekar
Tanaman yang digunakan pada sistem bioretensi yaitu Lili Paris
dikarenakan sebagian besar median taman jalan raya sekitar Bogor ditanam Lili
Paris. Menurut Pratiwi (2012) tumbuhan yang ditanam pada sistem bioretensi
sebaiknya menggunakan tanaman asli daerah, agar mudah tumbuh karena cocok
dengan kondisi iklim daerahnya. Berdasarkan Gambar 4, awal bunga mekar pada
penyiraman ketiga di pengamatan hari kelima tanggal 15 April terdapat pada pot
ulangan 1 perlakuan P berupa penambahan pasir pada media. Bunga yang mekar
menunjukkan siklus hidup Lili Paris yang mengalami pembungaan setelah kurang
dari 2 bulan yang ditanam pada pot. Berdasarkan bobot tanaman, pada ulanagn 3
perlakuan IS berupa penambahan ijuk dan split pada media memiliki bobot yang
lebih besar yaitu 78,5 gram dan terendah terdapat pada ulanagn 1 perlakuan Z
berupa penambahan zeolit pada media sebesar 19,64 gram.
8
Efektifitas Bioretensi
Jumlah Air Perkolasi
Volume air perkolasi (ml)
Berdasarkan Gambar 5, pada penyiraman awal, terlihat perlakuan IS berupa
penambahan ijuk dan split menghasilkan air perkolasi yang paling banyak sebesar
2928 ml, sehingga hanya mampu memegang air sebanyak 1072 ml. Berbeda
dengan kontrol hanya berupa tanah yang mampu memegang air sebanyak 2340 ml
dengan jumlah air perkolasi sebesar 1660 ml. Hal ini menunjukkan bahwa
perkolasi terbesar terjadi pada perlakuan IS berupa penambahan ijuk dan split
pada penyiraman 1.
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
a
b
b
b
K (Tanaman dan Tanah)
IS (Tanaman, Tanah, Ijuk
dan Split)
Z (Tanaman, Tanah dan
Zeolit)
P (Tanaman, Tanah dan
Pasir)
1
2
3
4
Penyiraman
Keterangan: PR1= Penyiraman pertama (3 Maret 2015, setelah persiapan media di pot
tanggal 18 Februari 2015 ), PR2= Penyiraman kedua (17 Maret 2015),
PR3= Penyiraman ketiga (10 April 2015), PR4= Penyiraman keempat
(23 April 2015)
Gambar 5 Volume Air Perkolasi
Terlihat jelas bahwa penyiraman yang dilakukan sebanyak 4 kali dengan
volume air yang disiram sebesar 4000 ml, mulai tidak efektif setelah dilakukan
penyiraman 1 dikarenakan media sudah mulai jenuh dan seluruh pori terisi air.
Tahapan selanjutnya mengakibatkan terjadinya evaporasi terbesar terjadi pada
penyiraman 1 berkisar 11-22 mm sedangkan penurunan evaporasi terjadi pada
penyiraman keempat berkisar 2-9 mm. Tahapan bioretensi yang terjadi yaitu
intersepsi, infiltrasi, pengendapan, absorbs dan evapotranspirasi.
Gambar 6 juga menunjukkan bobot setiap perlakuan, dimana dilakukan
penimbangan berturut-turut pada setiap penyiraman selama 5 hari. Terlihat bahwa
perlakuan IS berupa penambahan ijuk dan split memiliki bobot yang lebih rendah
dibandingkan dengan perlakuan lain.
Bobot Pot berisi Media (Kg)
9
25
20
a
a
a
a
K (Tanaman dan Tanah)
15
IS (Tanaman, Tanah, Ijuk
dan Split)
10
Z (Tanaman, Tanah dan
Zeolit)
5
P (Tanaman, Tanah dan
Pasir)
0
1
2
3
4
Penyiraman
Keterangan: PR1= Penyiraman pertama (3 Maret 2015), PR 2= Penyiraman kedua
(17 Maret 2015), PR3= Penyiraman ketiga (10 April 2015), PR 4=
Penyiraman keempat (23 April 2015)
Gambar 6 Bobot Pot beserta Isi
Kualitas Air Perkolasi
Air perkolasi pada penyiraman 1 dan 3 diuji kadar Pb, Nitrat dan Fosfat
disajikan pada Tabel 2. Dimana efektivitas diperoleh dari perbandingan antara
kualitas air permukaan dengan air perkolasi. Air permukaan yang memiliki kadar
rendah kemudian kadarnya meningkat setelah melewati media dan menghasilkan
air perkolasi dengan kadar yang lebih besar maka dikatakan tidak efektif karena
tidak mampu menyerap polutan. Kadar yang tinggi dipengaruhi oleh kadar pada
tanah dan bahan (zeolit, pasir, ijuk, split) yang sudah mengandung nitrat dan
fosfat.
Berdasarkan uji kimia air, air permukaan yang diperoleh dari jalan Dramaga
dan jalan Juanda tergolong baik sehingga kadar Pb, nitrat dan fosfat termasuk
rendah. Kadar yang rendah dipengaruhi oleh pengambilan sampel air pada saat
pertengahan musim hujan. Dimana hujan lebat telah terjadi sebelum dilakukan
pengambilan sampel air, sehingga telah terjadi pencucian. Faktor tajuk tanaman
juga mempengaruhi, terlihat pada jalan tersebut ditumbuhi pohon pelindung yang
mampu mengakumulasi Pb pada daun dan kulit batangnya, seperti akasia.
Pada pengukuran kualitas air perkolasi, terdapat langkah yang perlu
diperhatikan yaitu sampel air yang didinginkan untuk pengukuran nitrat dan fosfat.
Menurut Alaerts (1987) pengawetan sampel nitrat ditambahkan larutan asam
sulfat pekat hingga pH 2 sedangkan untuk sampel fosfat didinginkan.
Berdasarkan tabel 2, kadar nitrat sebagian tergolong TE (Tidak Efektif),
namun ketidakefektifan tersebut masih tergolong aman. Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Effendi (2003) bahwa kadar nitrat-nitrogen yang lebih dari 2
mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan yang selanjutnya
memacu pertumbuhan algae serta tumbuhan air lain menjadi pesat (blooming),
sedangkan kadar nitrat pada tabel 2 tidak mencapai lebih dari 2 mg/l. Kadar nitrat
yang melebihi 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang
berasal dari aktivitas manusia (pencucian dan pengolahan makanan) serta tinja
hewan.
1
10
Tabel 2 Kualitas Air Perkolasi Pada Setiap Perlakuan Pada 2 Kali Penyiraman
Kadar
Pb
Nitrat
Fosfat
Perlakuan
Kualitas Air Permukaan(ml/g)
Kualitas Air
Perkolasi(ml/g)
PR 1
PR 3
PR 1
PR 3
K
Tr
Tr
0.0168
IS
Tr
Tr
Z
Tr
P
Efektifitas (%)
Interpretasi
Baku Mutu (Air Perkolasi)
PR1
PR 3
PR 1
PR 3
PR 1
PR 3
Tr
-
-
-
-
Tr
Tr
-
-
-
-
Tr
Tr
Tr
-
-
-
-
Tr
Tr
Tr
Tr
-
-
-
-
K
0.466
1.041
0.82
0.76
176
73
TE
E
IS
0.466
1.041
0.801
1.606
172
154
TE
TE
Z
0.466
1.041
0.791
1.852
170
178
TE
TE
P
0.466
1.041
0.893
1.294
192
124
TE
TE
K
0.109
0.201
0.28
0.17
257
85
TE
AE
Kelas 4
Kelas 1 dan Kelas 4
IS
0.109
0.201
0.253
0.136
232
68
TE
E
Kelas 4
Kelas 1 dan Kelas 4
Z
0.109
0.201
0.913
0.432
838
215
TE
TE
Kelas 4
Kelas 1 dan Kelas 4
P
0.109
0.201
0.167
0.163
153
81
TE
AE
Kelas 1 dan Kelas 4
Kelas 1 dan Kelas 4
Kelas 1 dan Kelas 4
Kelas 1 dan Kelas 4
Keterangan: PR=Penyiraman, Tr= Tidak terukur, TE= Tidak Efektif, AE= Agak Efektif, E=Efektif, K= Tanaman dan tanah, IS=Tanaman, tanah, ijuk,
split, Z= Tanaman, tanah, zeolit, P= Tanaman, tanah, pasir. Kelas 1= Baku mutu air minum, Kelas 4= Pertamanan
11
Kadar Pb
Senyawa ini banyak ditemukan dalam pertambangan-pertambangan di
seluruh dunia. Bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan timah hitam ini adalah
sering menyebabkan keracunan. Keracunan Pb ini kebanyakan disebabkan oleh
pencemaran lingkungan atau udara, terutama di kota-kota besar. Penggunaan
dalam jumlah yang paling besar adalah untuk bahan produksi baterai pada
kendaraan bermotor. Elektroda dari aki (baterai) biasanya mengandung 93% Pb
dan 7% Sb (antimoni) (Darmono 1995).
Kadar Pb dalam air perkolasi, air permukaan dan bahan pada setiap
perlakuan sangat rendah sehingga tidak terukur (tr) yang disajikan dalam
Lampiran 3 dan 4. Hasil uji Pb dengan metode AAS diperoleh kadar Pb pada air
perkolasi dan air permukaan di jalan Dramaga dan jalan Juanda tergolong sangat
rendah, kecuali pada kontrol yang menggunakan air permukaan Jalan Dramaga
terdapat kadar Pb sebesar 0.0168 mg/l. Namun masih tetap tergolong rendah. Hal
ini dikarenakan air permukaan yang menjadi air penyiraman memiliki kadar Pb
yang sangat rendah sehingga tidak efektif jika dialirkan ke dalam perlakuan.
Kadar Pb yang sangat rendah ini diakibatkan pengambilan contoh air pada musim
hujan, mengakibatkan kandungan logam akan lebih kecil karena proses pelarutan,
sedangkan pada musim kemarau kandungan logam akan lebih tinggi karena logam
menjadi terkonsentrasi. Kandungan logam dalam air yang dapat berubah-ubah dan
sangat tergantung pada lingkungan dan iklim (Darmono 1995). Kandungan logam
yang lebih kecil karena proses pelarutan pada musim hujan terlihat dari Data
Curah Hujan Kebun Raya Bogor Bulan April 2015, dimana pengambilan air yang
digunakan untuk penyiraman telah mengalami pelarutan dari hari sebelumnya
yang telah mengalami hujan lebat (50-100 mm/hari) pada tanggal 3 dan 6 April
serta hujan sedang (20-50 mm/hari) pada tanggal 8 April.
Tabel 3 Curah Hujan (mm/hari) Kebun Raya Bogor Bulan April 2015
Tgl
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
CH
19
-
91.2
5.4
4.1
55.3
6.2
37.3
-
13.9
14.2
1
-
-
4.4
Tgl
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
CH
5.3
-
-
0
6.9
5.4
-
-
-
36.6
1.5
1.7
8.3
7.6
8.1
Sumber: BMKG Cifor Dramaga(2015)
Terlihat pada Gambar 7 dan 8 lokasi pengambilan contoh air permukaan
jalan Juanda terdapat pohon akasia sehingga konsentrasi Pb dapat tergolong
rendah walaupun dilihat dari jaringan trayek dan jumlah kendaraan, lokasi
pengambilan air jalan Juanda dilewati dengan jumlah sebanyak 8 trayek dengan
jenis kendaraan bus kecil, total jumlah kendaraan sebesar 2197 per hari.
Berdasarkan hal tersebut, tingginya volume kendaraan tidak berpengaruh nyata.
Sama halnya dengan lokasi pengambilan air permukaan jalan Dramaga dilewati
dengan jumlah sebanyak 10 trayek dengan 1432 kendaraan per hari. Hal ini
menunjukkan pohon pelindung di jalan Juanda dan jalan Dramaga mempunyai
daya retensi yang baik dari polutan kendaraan.
12
Gambar 7 Kondisi Tajuk
Gambar 8 Kondisi Di Bawah Tajuk
Menurut Wargasasmita (1991) tumbuhan dapat mengakumulasi Pb pada
daun dan kulit batangnya disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Rata rata konsentrasi Pb (µ/g) pada kulit batang dan daun dari 10 jenis
tumbuhan tepi jalan di Jakarta
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jenis Tumbuhan
Akasia
Angsana
Asam Jawa
Asam Landi
Bungur
Cemara
Flamboyan
Glodogan
Mahoni
Kiara Payung
Rata-rata konsentrasi Pb (µg/g)
Daun 1
Batang 1
Daun 2
Batang 2
76,1
382,4
3,0
10,2
321,7
843,5
1,1
0,2
28,8
27,4
16,2
7,0
94,2
121,6
8,6
2,2
99,0
521,4
7,6
5,4
221,6
694,2
56,2
347,7
10,6
5,4
72,2
526,4
249,1
213,7
77,9
87,7
-
Sumber: Modifikasi dari Wargasasmita (1991)
Tabel 5 Pohon Pelindung di Median Taman Jalan Raya
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Mahoni
Damar
Kenari
Angsana
Bungur
Kerai Payung
Sengon/Albazai
Bunga Saputangan
Akasia
Flamboyan
Pohon Pelindung
11
12
13
14
15
16
17
Karet
Beringin
Ketapang
Pucuk Merah
Tanjung
Tabebuiea
Trembesi
Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor (2015)
13
Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001, kandungan Pb air permukaan di lokasi
pengambilan contoh air tergolong rendah karena di bawah batas ambang yang
diperbolehkan kelas I (bahan baku air minum) yaitu ≤ 0,03 mg/l dan kelas IV
(pertanaman) yaitu ≤ 1 mg/l.
Kadar Nitrat
2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1.852
1.606
1.294
0.76
K
IS
Z
Air perkolasi
(a) Jalan Juanda
P
Nitrat (mg/l)
Nitrat (mg/l)
Pada senyawa kimia, nitrogen dan fosfor adalah kunci penyebab pencemar
dalam limbah cair (Suharto 2011). Senyawa-senyawa nitrogen terdapat dalam
keadaan terlarut juga sebagai bahan tersuspensi. Dalam air senyawa-senyawa ini
memegang peranan sangat penting dalam perairan reaksi-reaksi biologi perairan.
Jenis-jenis nitrogen anorganik utama dalam air adalah ion nitrat (NO 3-), dan
ammonium (NH4+). Dalam kondisi tertentu terdapat dalam bentuk nitrit (NO2).
Sebagian besar dari nitrogen total dalam air terikat sebagai nitrogen organik, yaitu
dalam bahan-bahan yang berprotein, juga dapat berbentuk senyawa atau ion-ion
lainnya dari bahan pencemar (Achmad 2004).
0.92
0.9
0.88
0.86
0.84
0.82
0.8
0.78
0.76
0.74
0.893
0.82
0.801
K
IS
0.791
Z
P
Air perkolasi
(b) Jalan Dramaga
Keterangan: K= Tanaman dan tanah, IS= Tanaman, tanah, ijuk dan split, Z=Tanaman,
tanah dan zeolit, P= Tanaman, tanah dan pasir, AP= Air permukaan
Gambar 9 Kadar Nitrat Dalam Air Perkolasi pada Beberapa Media Bioretensi
Nitrat merupakan salah satu golongan nitrogen oksida (NOx) yang banyak
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. NOx sebagian besar dihasilkan dari
transportasi (Fritz dan Pitchon 1997). Kadar nitrat pada air permukaan di jalan
Juanda sebesar 1,041 mg/l sedangkan air permukaan jalan Dramaga sebesar 0.466
mg/l. Kadar nitrat air permukaan yang meningkat setelah melewati media
bioretensi dikarenakan air permukaan melewati lapisan tanah yang terdapat sekam
dari tanaman Lili Paris, dimana sekam mengandung 1% N (Rahardi 1991) serta
bahan yang mengandung nitrat seperti pada Gambar 10. Setelah dilakukan
pengujian, kandungan nitrat pada tanah awal dari lapang serta tanah yang berada
di pot sebesar 0,17 - 0,21 % N Total.
14
0.30
0.15
0.21
0.2
N-Total (%)
Nitrat (mg/l)
0.25
0.20
0.25
0.266
0.229
0.143 0.143 0.156
0.10
0.05
0.17
0.17
IS
Z
0.17
0.19
P
TA
0.15
0.1
0.05
0.00
0
T
I
S
Z
Bahan
(a) Nitrat (sampel pencucian bahan)
P
K
Tanah
(b) N-Total (sampel tanah setiap perlakuan)
Keterangan: T= Tanah, I=Ijuk, S=Split, Z=Zeolit, P=Pasir, K= Tanaman dan tanah, IS=
Tanaman, tanah, ijuk dan split, Z=Tanaman, tanah dan zeolit, P= Tanaman,
tanah dan pasir, TA=Tanah awal
Gambar 10 Kadar Nitrat dan N-Total pada Bahan
Dari analisa air rendaman ijuk yang dilakukan oleh Saeni (1986) ternyata
ijuk dapat mengeluarkan amoniak yang cukup tinggi pada air perendam. Oleh
karena itu, pemakaian ijuk sebagai penyaring air untuk tujuan air minum,
sebelumnya harus dilakukan pengolahan pendahuluan. Caranya antara lain dengan
merendamnya pada larutan asam klorida encer, sehingga semua senyawa
ammonium terlarut menjadi ammonium klorida yang larut dan tercuci.
Kadar nitrat yang rendah pada air permukaan disebabkan adanya faktor
pengenceran karena dipengaruhi oleh lama dan tinggi hujan. Berdasarkan PP No
82 Tahun 2001, kandungan nitrat air permukaan dan air perkolasi dari media di
dua lokasi pengambilan contoh air tergolong aman karena masih dibawah ambang
batas kelas I (bahan baku air minum) yaitu ≤ 10 mg/l dan kelas IV (pertanaman)
yaitu ≤ 20 mg/l.
Kadar Fosfat
Menurut Achmad (2004) fosfor di dalam air merupakan suatu komponen
yang sangat penting dan sering menimbulkan permasalahan lingkungan. Fosfor
termasuk salah satu dari beberapa unsur yang essensial untuk pertumbuhan
ganggang dalam air. Pertumbuhan ganggang yang berlebihan disamping hasil
hancuran biomas dapat menyebabkan pencemaran kualitas air. Sumber fosfor
adalah limbah industri. Kenaikan konsentrasi fosfat merupakan adanya zat
pencemar dalam perairan. Senyawa-senyawa fosfat tersebut dalam bentuk
organofosfat atau polifosfat. Sejumlah industri dapat membuang polifosfat berupa
bahan pencuci yang mengapung di atas permukaan air hanyutan dari pupuk,
limbah domestik, hancuran bahan organik dan mineral fosfat. Fosfor dalam air
terdapat baik sebagai bahan padat maupun bentuk terlarut.
15
0.4
0.3
0.2
0.17
0.163
0.136
0.913
1
0.432
Fosfat (mg/l)
Fosfat (mg/l)
0.5
0.1
0.8
0.6
0.4
0.28
0.253
0.167
0.2
0
0
K
IS
Z
P
K
IS
Air perkolasi
Z
P
Air perkolasi
(a) Jalan Juanda, Kota Bogor
(b) Jalan Dramaga, Kabupaten Bogor
Keterangan: K= Tanaman dan tanah, IS= Tanaman, tanah, ijuk dan split, Z=Tanaman,
tanah dan zeolit, P= Tanaman, tanah dan pasir, AP= Air permukaan
Gambar 11 Kadar Fosfat Dalam Air Perkolasi pada Beberapa Media Bioretensi
Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa terjadi peningkatan pada setiap
perlakuan kecuali pada kontrol, IS, dan P pada penyiraman pertama yang
menggunakan air permukaan jalan Juanda. Kadar fosfat pada air permukaan di
jalan Juanda sebesar 0,201 mg/l sedangkan air permukaan jalan Dramaga sebesar
0,109 mg/l. Air permukaan pada jalan Juanda lebih besar dikarenakan adanya
pengaruh pupuk pada median taman jalan raya yang masuk ke badan air. Secara
umum, kadar fosfat pada setiap air perkolasi memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan air permukaan dikarenakan pada bahan dan tanah sudah
memiliki kandungan fosfat yang cukup tinggi sehingga perlakuan tidak efektif
apabila air permukaan yang kandungannya lebih rendah dialirkan ke dalam media.
Hal ini perlu dilakukan pencucian bahan sebelum dimasukkan ke dalam pot
sehingga dapat terlihat perubahannya.
0.090
0.081
0.080
0.060
0.050
0.040
0.030
0.020
0.013 0.016
0.010
0.012
0.002
0.000
T
I
S
Z
P
P-Total (mg/l)
Fosfat (mg/l)
0.070
555
550
545
540
535
530
525
520
515
510
505
500
549.57
543.61
540.83
523.2
518.57
K
IS
Z
P
TA
Bahan
Tanah
(a) Fosfat (sampel pencucian bahan)
(b) P-Total (sampel tanah setiap perlakuan)
Keterangan: K= Tanaman dan tanah, IS= Tanaman, tanah, ijuk dan split, Z=Tanaman,
tanah dan zeolit, P= Tanaman, tanah dan pasir, TA=Tanah Awal
Gambar 12 Kadar Fosfat danP-Total pada Bahan
16
Pada air perkolasi perlakuan Z berupa penambahan zeolit pada media
memiliki kadar fosfat yang tertinggi, dapat disebabkan oleh endapan pada larutan
zeolit terlalu pekat, mengakibatkan pengukuran pada spektrofotometri
menghasilkan nilai yang tinggi. Oleh karena itu, pada pengukuran air pencucian
bahan zeolit dilakukan uji TSS agar menghasilkan larutan yang lebih encer tanpa
endapan.
Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001, kandungan fosfat pada air perkolasi P,
IS, K jalan Juanda, air perkolasi P jalan Dramaga dan air permukaan jalan
Dramaga tergolong rendah dan aman bagi kelas I (bahan baku air minum) yaitu
sebesar ≤ 0,2 mg/l namun air permukaan dan air perkolasi perlakuan Z jalan
Juanda serta air perkolasi K, IS, Z jalan Dramaga tergolong tidak aman bagi kelas
I (bahan baku air minum) sedangkan air perkolasi dan air permukaan kedua lokasi
tergolong aman bagi kelas IV (pertanaman) yaitu sebesar ≤ 5 mg/l.
Kekeruhan
Kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari dan oleh karena itu
dapat membatasi proses fotosintesis dan produktivitas perairan (Wardoyo 1981).
Berdasarkan uji kekeruhan secara visual, terlihat perubahan kekeruhan air pada air
yang disiramkan dengan kekeruhan lebih tinggi kemudian air perkolasi yang lebih
rendah tingkat kekeruhannya. Namun, pada perlakuan Z beruapa penambahan
zeolit perlu dilakukan saringan lanjutan, dikarenakan zeolit memiliki endapan
tinggi yang dipengaruhi oleh warna pada zeolit tersebut.
(a) kekeruhan air awal yang disiramkan
hingga perubahan pada air perkolasi
(b) kekeruhan air pada perlakuan P dengan
tiga kali ulangan
Gambar 13 Kekeruhan Secara Visual
17
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Sistem bioretensi pada perlakuan P berupa penambahan pasir pada media
memiliki bobot isi tertinggi sebesar 1,8 g/cm3, sedangkan sistem bioretensi
tanpa media tambahan bahan lain memiliki bobot isi terendah sebesar 1,2
g/cm3. Retensi air tertinggi terdapat pada media yang hanya berupa tanah
dan tanaman sebesar 58,49%. Hal ini menunjukkan bahwa sistem
bioretensi hanya dengan tanah dan tanaman, tanpa ada tambahan bahan
lain yang setara dengan sistem saluran berumput, lebih efektif digunakan.
2. Efektivitas media bioretensi terlihat pada kadar nitrat air perkolasi kontrol
hanya berupa tanah sebesar 73% masuk ke dalam kelas efektif dan kadar
fosfat air perkolasi kontrol sebesar 85% masuk ke dalam kelas agak efektif,
IS berupa penambahan ijuk dan split pada media sebesar 68% masuk ke
dalam kelas efektif, P berupa penambaha pasir pada media sebesar 81%
masuk ke dalam kelas agak efektif pada penyiraman ketiga (air
permukaan jalan Juanda, Kota Bogor).
Saran
Disarankan pengambilan sampel air pada akhir musim kemarau atau awal
musim hujan sehingga tidak terjadi pencucian pada intensitas hujan yang tinggi
serta dapat dilakukan penelitian sistem bioretensi secara langsung di lapang (jalan
raya/taman).
DAFTAR PUSTAKA
Achmad R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta (ID): ANDI.
Alaerts G A., Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya (ID): Usaha
Nasional.
Darmono.1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta (ID):
Universitas Indonesia Press.
Davis A P., Shokouhian M., Sharma H, Minami C. 2001. Laboratory Study of
Biological Retention (Bioretention) for Urban Stormwater Management, Water
Environ. Res., 73(1), 5-14 (2001).
Dian K. 2008. Pembiayaan pelaksanaan konservasi di daerah hulu dalam rangka
penganggulangan banjir [skripsi]. Jakarta (ID): FT-UI
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius
Fritz A,PitchonV. 1997. The Current State of Research on Automotive Lean NOx
Catalysis.Applied Catalysis B: Environmental 13.
18
Harahap H. 2004. Pengaruh pencemaran timbal dari kendaraan bermotor dan
tanah terhadap tanaman dan mutu teh [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Hardjowigeno H, Sarwono. 2002. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): AkademikaPressindo.
Hillel. 1980. Fundamental of Soil Physics. New-York-London-Toronto-SydneySan Fransisco (ID): Academic Press.
Mayasari. 2014. Analisis kualitas air hujan dan limpasan melalui media green
roof di kampus ipb darmaga, bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
PratiwiH. 2012. Kajian pengelolaan aliran permukaan di arboretum tol jagorawi,
bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rahardi F. 1991. Hidroponik semakin canggih. Trubus XXII(264):196-198.
Saeni M S. 1986. Kemampuan saringan pasir, ijuk, dan arang dalam
meningkatkan kualitas fisik dan kimia air das ciliwung [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Scott T E. 2009. Bioretention.http://Bioretention.com/WHAT_IS.htm. Diakses
pada tanggal 1 Maret 2015.
Suharto. 2011. Limbah Kimia dalam Pencemaran Udara dan Air.Yogyakarta
(ID): ANDI.
Wardoyo S T H. 1981. Kriteria Kualitas Air Untuk Kepentingan Pertanian dan
Perikanan. Training analisis dampak lingkungan. PPLH-UNDP-PUSDI-PSL
IPB. 38 hal.
Wargasasmita S. 1991. Tumbuhan sebagai Bioindikator Pencemaran Udara oleh
Timbal. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perguruan Tinggi.Direktorat
Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta
19
LAMPIRAN
Lampiran 1 Baseplan Jalan Pajajaran (Jagorawi s/d Ekalokasari)
Lampiran 2 Teknologi KTA
(a) bioretensi
(b) median taman jalan raya Pajajaran
Lampiran 3 Lokasi Pengambilan Sampel Air Penyiraman
(a) Jalan Dramaga
(b) Jalan Juanda
20
Lampiran 4 Kadar Pb jalan Juanda
No
K1
K1
K2
K2
K3
K3
IS 1
IS 1
IS 2
IS 2
IS 3
IS 3
Z1
Z1
Z2
Z2
Z3
Z3
P1
P1
P2
P2
P3
P3
AP 1
AP 1
KR 1
KR 2
blanko lab
Sampel (ppm)
-0.0747
-0.0798
-0.1152
-0.0899
-0.0798
-0.1303
-0.0747
-0.1202
-0.1354
-0.1303
-0.0646
-0.1152
-0.1101
-0.1101
-0.1152
-0.1202
-0.1354
-0.0899
-0.1152
-0.1505
-0.1303
-0.1101
-0.1253
-0.1303
-0.1
-0.0747
-0.1303
-0.1202
-0.0848
Absorban
-0.0028
-0.0029
-0.0036
-0.0031
-0.0029
-0.0039
-0.0028
-0.0037
-0.004
-0.0039
-0.0026
-0.0036
-0.0035
-0.0035
-0.0036
-0.0037
-0.004
-0.0031
-0.0036
-0.0043
-0.0039
-0.0035
-0.0038
-0.0039
-0.0033
-0.0028
0.0039
-0.0037
-0.003
blanko
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
Pb (ppm)
0.0101
0.005
-0.0304
-0.0051
0.005
-0.0455
0.0101
-0.0354
-0.0506
-0.0455
0.0202
-0.0304
-0.0253
-0.0253
-0.0304
-0.0354
-0.0506
-0.0051
-0.0304
-0.0657
-0.0455
-0.0253
-0.0405
-0.0455
-0.0152
0.0101
-0.0455
-0.0354
Lampiran 5 Kadar Pb jalan Dramaga
No
Sampel (ppm)
absorban
blanko
Pb
K1
0.0517
0.0007
0.0334
0.0183
K2
0.038
0.0004
0.0334
0.0046
K3
0.0608
0.0009
0.0334
0.0274
IS 1
0.0242
0.0001
0.0334
-0.0092
IS 2
0.0197
0
0.0334
-0.0137
IS 3
0.0517
0.0007
0.0334
0.0183
Z1
0.0242
0.0001
0.0334
-0.0092
Z2
0.0334
0.0003
0.0334
0
Z3
0.0334
0.0003
0.0334
0
P1
0.0059
-0.0003
0.0334
-0.0275
P2
0.0059
-0.0003
0.0334
-0.0275
P3
0.0151
-0.0001
0.0334
-0.0183
AP
0.0059
-0.0003
0.0334
-0.0275
Keterangan: (-) berarti tidak terukur (tr) dikarenakan kadar yang rendah
Rata rata
0.0168
-0.0015
-0.0031
-0.0244
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kota Bogor, Jawa Barat pada tanggal 23 Desember 1993
sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Deden Rusmana dan Dedeh
Sulianti. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor dan lulus seleksi
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan di
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.
Selama masa perkuliahan penulis aktif sebagai anggota kepanitiaan IPB
Green Living Movement 2012/2013, wartawan Radar Bogor-Radar Kampus
2013/2014, dan menjadi asisten praktikum Fisika Tanah pada tahun ajaran
2014/2015.
LATOSOL DRAMAGA
BUNGA TERASHITA
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Karakteristik Model Bioretensi
Pada Tanah Latosol Dramaga adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Bunga Terashita
NIM A14110049
ABSTRAK
BUNGA TERASHITA. Karakteristik Model Bioretensi Pada Tanah Latosol
Dramaga. Dibimbing oleh SURIA DARMA TARIGAN dan DWI PUTRO TEJO
BASKORO.
Jalan raya memiliki lapisan permukaan yang berfungsi sebagai lapisan
kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan di
bawahnya. Lapisan kedap air tersebut mengakibatkan air hujan yang jatuh
berkumpul di bahu jalan. Jalan raya juga merupakan sumber emisi berbagai
polutan udara dengan beban emisi yang semakin tinggi bila terjadi kemacetan.
Salah satu metode untuk meminimalisir banjir dan polutan adalah dengan
menerapkan teknik bioretensi pada median taman jalan raya yang idealnya
berfungsi sebagai pengontrol aliran permukaan dan penyerap polutan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik dan efektivitas model bioretensi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa bioretensi perlakuan tanah, ijuk, split, pasir, zeolit
dengan tanaman Lili Paris tidak efektif menyerap air dan polutan pada aliran
permukaan.
Kata Kunci: air hujan, aliran permukaan, bioretensi, kedap air
ABSTRACT
BUNGA TERASHITA. Bioretentions Characteristics of Latosol Dramaga.
Supervised by SURIA DARMA TARIGAN and DWI PUTRO TEJO BASKORO.
A roadway has a impervious surface layer, so that the rain water can not
seeps into the soil. Besides the roadway is also a source of various pollutants,
these pollutants will continue to increase along with a heavy traffic jam. One
method to reduce potential flood and pollutants is to apply the bioretention
techniques on a roadway median park that function as a controller of drainage and
pollutants absorb. This study aims to examine the charateristics and effectiveness
bioretention models. The results showed that bioretention treatment such as fibers,
split, sand, zeolite plant Lili Paris were ineffectively in reducing pollutant
contained in surface run off.
Keywords: bioretention, rainwater, runoff, watertight
KARAKTERISTIK MODEL BIORETENSI PADA TANAH
LATOSOL DRAMAGA
BUNGA TERASHITA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Karakteristik Model
Bioretensi Pada Tanah Latosol Dramaga berhasil diselesaikan. Skripsi ini
merupakan tugas akhir yang penulis buat sebagai syarat untuk memperoleh gelar
sarjana di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Ayah, Ibu, Kakak dan Adik serta seluruh keluarga atas segala doa dan
dukungannya selama ini.
2. Bapak Suria Darma Tarigan dan Bapak Dwi Putro Tejo Baskoro selaku
pembimbing yang telah memberikan waktu untuk membimbing penulis
dalam proses belajar meneliti dan menulis.
3. Ibu Enni Dwi Wahjunie selaku penguji dalam sidang skripsi saya.
4. Putra, yang selalu membantu dan memotivasi penulis selama penelitian.
5. Nurul, Sri, May, Tiwi, Gugun, Eka Afera, Avil, Stevia, Begum, Rio
yang selalu memberikan bantuan selama penelitian.
6. Rekan rekan laboratorium KTA (Ressa, Mirna, Nia, Sholichah, Regina,
Rara, Nisa, Faniyosi, Vini, Ichsan) dan staf laboratorium Ilmu Tanah
(Pak Ipul, Mas Said, Mas Bela) serta BDP (Pak Jajang dan Mas Abey).
7. Acid, Novi, Amel, Tiara, Yoriko, Rara, Sintya, Nurul, Mianda yang
selalu memberikan hiburan selama penelitian.
8. Seluruh keluarga besar HMIT khususnya Ilmu Tanah 48, terima kasih
atas semangat dan dukungan yang diberikan selama ini.
9. Pihak lain yang tidak dapat dituliskan satu per satu yang turut membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat baik
sekarang atau kemudian hari.
Bogor, September 2015
Bunga Terashita
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODOLOGI PENELITIAN
2
Tempat dan Waktu Penelitian
2
Alat dan Bahan
2
Pelaksanaan Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Karakteristik Media Bioretensi
6
Bobot Isi
6
Retensi Air
7
Efektifitas Bioretensi
8
Jumlah Air Perkolasi
8
Kualitas Air Perkolasi
10
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
21
DAFTAR TABEL
1 Alat dan Bahan Penelitian
2 Kualitas Air Perkolasi pada Setiap Perlakuan pada 2 Kali Penyiraman
3 Curah Hujan (mm/hari) Kebun Raya Bogor Bulan April 2015
4 Rata rata Konsentrasi Pb (µ/g) pada Kulit Batang dan Daun
5 Pohon Pelindung di Median Taman Jalan Raya
2
10
11
12
12
DAFTAR GAMBAR
1 Model Pot Perlakuan
2 Bobot Isi Setiap Perlakuan
3 Jumlah Air yang Ditahan Sistem Bioretensi
4 Lili Paris Mekar
5 Volume Air Perkolasi
6 Bobot Pot beserta Isi
7 Kondisi Taju
8 Kondisi Di Bawah Taju
9 Kadar Nitrat Dalam Air Perkolasi pada Beberapa Media Bioretensi
10 Kadar Nitrat dan N-Total pada Bahan
11 Kadar Fosfat Dalam Air Perkolasi pada Beberapa Media Bioretensi
12 Kadar Fosfat dan P-Total pada Bahan
13 Kekeruhan secara Visual
3
6
6
7
8
9
12
12
13
14
15
15
16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Baseplan Jalan Pajajaran (Jagorawi s/d Ekalokasari)
2 Teknologi Konservasi Tanah dan Air Urban
3 Lokasi Pengambilan Sampel Air Penyiraman
4 Kadar Pb Jalan Juanda
5 Kadar Pb Jalan Dramaga
19
19
19
20
20
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jalan raya memiliki lapisan permukaan (surface course) yang berfungsi
sebagai lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap
ke lapisan di bawahnya. Lapisan kedap air tersebut mengakibatkan air hujan yang
jatuh berkumpul di bahu jalan, yang mempunyai kemiringan untuk keperluan
pengaliran air dari permukaan jalan. Pengaruh yang buruk akibat air terhadap
konstruksi ditangani dengan drainase karena penyebab kerusakan perkerasan jalan
lentur diakibatkan air yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang
tidak baik dan naiknya air akibat kapilaritas. Kapasitas saluran drainase yang tidak
memadai menyebabkan limpasan air permukaan sehingga terjadi genangan air di
ruas jalan pada musim hujan, bahkan menimbulkan banjir.
Tingkat kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi mengakibatkan pencemaran
udara dan air. Jalan raya merupakan sumber emisi berbagai polutan udara dengan
beban emisi yang semakin tinggi bila terjadi kemacetan. LAPAN Bandung telah
melakukan monitoring polutan CO, NO, NO2 dan SO2 pada udara ambient sejak
awal tahun 2008. Sumber lokal polutan tersebut berasal dari kegiatan domestik
dan transportasi.
Dinas Pertamanan Kota Bogor berencana untuk mewujudkan Kota Bogor
hijau lestari melalui penambahan, penataan dan pemeliharaan taman sebagai
bagian dari ruang terbuka hijau dengan cara pemeliharaan dan penataan terhadap
seluruh taman di Kota Bogor dan penambahan luas taman sebesar 2.072 m2 pada
tahun 2014. Salah satu Perumusan tujuan dan sasaran Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Bogor Tahun 2010 - 2014 sesuai dengan Visi dan Misi yang
telah ditetapkan adalah penambahan luas taman baru hingga mencapai
398.328m2 pada tahun 2014. Idealnya jalan raya memiliki median taman yang
berfungsi bukan hanya sebagai penambah keindahan kota, namun memiliki fungsi
sebagai penyerap polutan dan pengontrol aliran permukaan. Oleh karena itu
diperlukan suatu sistem pengontrol kualitas dan kuantitas aliran permukaan
dengan menggunakan sifat kimia, biologi serta fisik tanaman, mikroba dan tanah
untuk menghilangkan polutan dari limpasan air hujan (Scott 2009). Penerapan
teknik bioretensi di jalan raya maupun perumahan dapat meningkatkan nilai
estetika. Aplikasi teknik bioretensi di jalan raya juga berguna dalam menyerap
polutan air hujan berupa sedimen, bahan kimia dan oli sehingga aliran permukaan
akan menjalani proses pemurnian di dalam sistem bioretensi.
Pratiwi (2012) telah melakukan penelitian aliran permukaan di Arboretum
Tol Jagorawi yang memiliki kontruksi daerah berupa cekungan dan vegetasi pada
kedua sisi jalan tol. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tanah di Arboretum
tidak memenuhi syarat sifat fisik sistem bioretensi karena tanah pada semua
vegetasi lahan bertekstur sama yaitu dengan kandungan liat > 50%. Mayasari
(2014) menganalisis kualitas air hujan dan limpasan melalui media green roof
(taman di atas atap) dengan menggunakan tanaman lili paris, tanah, ijuk dan
kerikil. Apa yang dikaji pada kedua penelitian tersebut berperan sama seperti
sistem bioretensi, ada yang di daerah berupa cekungan dan pembuatan media.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan penelitian karakteristik dan
2
efektifitas model bioretensi dengan media tanaman, tanah, ijuk, kerikil, pasir dan
zeolit.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mengkaji karakteristik model bioretensi
2. Mengkaji efektivitas model bioretensi
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di rumah plastik di Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Uji sifat fisik
tanah dilaksanakan di laboratorium Konservasi Tanah dan Air, dan uji sifat kimia
tanah dilaksanakan di laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
serta uji sifat kimia air dilaksanakan di laboratorium Budidaya Perikanan,
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Alat dan Bahan Penelitian
No
Kegiatan
Alat
Bahan
1
Persiapan tanah
Tanah Latosol
2
Pembuatan pot untuk
media
3
4
Pembuatan rumah
plastic
Pengukuran perkolasi
5
Pengukuran berat
6
Ember, dirijen, corong
Air
8
Pengamatan tinggi
tanaman dan penurunan
tanah
Pengambilan air
permukaan
Pengukuran Nitrat
Cangkul, sekop, tali,
garpu, karung, besi, tali,
gunting, kayu
Kaleng cat bekas,
solder, timbangan, kain
streamin
Tali, gunting, kayu,
kawat, besi
Kaleng, gelas ukur,
ember, gayung, gembor
electronic luggage
scale passport
Penggaris, alat tulis,
buku
Labu, pipet, gelas ukur
9
Pengukuran Fosfat
Labu, gelas ukur, pipet
10
Pengukuran kadar air
11
Pengukuran Pb
Cawan seng,
timbangan, oven.
Timbangan analitik,
Brucin, air tercemar, air hasil
saringan, NO3, aquades, H2SO4
Aquades, air tercemar, air hasil
saringan, PO4, Ammonium
molybdate, SnCL2
Contoh tanah
7
Ijuk, split, zeolit, pasir
Plastik
Air saringan
Pot beserta media
Pot beserta media
Tanah, air, kertas saring
3
12
Pengukuran N-Total
13
Pengukuran P-Total
botol kocok, pipet
volumetric 25 ml, AAS
Timbangan analitik,
digestion apparatus,
labu kjedahl,
erlenmeyer, buret
Timbangan analitik,
kertas saring, mesin
pengocok tabung reaksi,
pipet volumetrik,
spektrofotometer
Tanah, H2SO4, selenium, NaOH,
asam borat, indikator Conway,
HCl
Kertas saring, tanah, air,
akuades, HCl 0.05 M, PB, PC
Pelaksanaan Penelitian
Rancangan Penelitian
Percobaan dilakukan dengan perlakuan:
1. Media yang terdiri dari 4 perlakuan, yaitu:
a. K
: Kontrol berupa tanaman Lili Paris dan tanah bertekstur liat
0-30 cm
b. IS
: Tanah bertekstur liat kedalaman 0-15 cm, ijuk 10 cm, split
5 cm
c. Z
: Tanah bertekstur liat kedalaman 0-15 cm, zeolit 15 cm
d. P
: Tanah bertekstur liat kedalaman 0 -15 cm, pasir 15 cm
tanah
(15 cm)
Ijuk
(10 cm)
tanah
(30cm)
Split
(5 cm)
(K)
(IS)
(Z)
tanah
(15 cm)
tanah
(15 cm)
Zeolit
(15 cm)
Pasir
(15 cm)
(P)
Gambar 1 Model Pot Perlakuan
Perlakuan tersebut dilakukan ulangan sebanyak 3 kali sehingga didapatkan
12 plot. Perlakuan kedua penyiraman (PR1 dan PR3) dilakukan analisis nitrat,
fosfat dan Pb pada air penyiraman dan air perkolasi.
2. Penyiraman tanaman terdiri dari 4 kali penyiraman yaitu:
a. PR1
: Penyiraman pertama (3 Maret 2015, setelah persiapan media di
pot tanggal 18 Februari 2015) berasal dari air permukaan jalan
Dramaga, Kabupaten Dramaga
b. PR2
: Penyiraman kedua (17 Maret 2015) berasal dari air permukaan
jalan Dramaga, Kabupaten Dramaga
c. PR3
: Penyiraman ketiga (10 April 2015) berasal dari air permukaan
jalan Juanda, Kota Bogor
d. PR4
: Penyiraman keempat (23 April 2015) berasal dari air
permukaan jalan Juanda, Kota Bogor
4
Persiapan Tanaman, Tanah dan Bahan (Ijuk, Split, Pasir dan Zeolit)
Tanah yang digunakan pada penelitian ini ialah Latosol Cikabayan. Titik
lokasi pengambilan tanah berada di lahan terbuka. Tanaman yang digunakan yaitu
Lili Paris (Clorophytum comosum) yang berumur 6 bulan diperoleh dari Toko
Tanaman di jalan Pajajaran.
Persiapan awal meliputi pengambilan tanah yang kemudian dikering
udarakan di suatu ruangan terbuka di belakang Laboratorium Genesis, Institut
Pertanian Bogor selama 1 minggu. Setelah itu tanah dimasukkan ke dalam pot
beserta bahan yang lain sesuai kedalaman yang telah ditentukan pada Gambar 1.
Ijuk diperoleh dari Toko Meubel di depan Polsek Dramaga, split dan pasir
diperoleh dari Toko Bangunan di daerah Cifor sedangkan zeolit diperoleh dari
Toko Pakan di Pasar Gembrong Bogor. Agar tanah dan bahan tidak turun saat
dilakukan penyiraman dan penimbangan maka pot dilapisi saringan pada lapisan
bawah tanah. Pot tersebut dilubangi dengan solder sebanyak 100 lubang pada
permukaan bawah pot sehingga air dapat keluar dari dalam pot menuju tampungan
air dengan menggunakan kaleng.
Penetapan Perkolasi dan Retensi
Pengamatan jumlah air perkolasi dilakukan pada hari pertama penyiraman
hingga hari kelima pada setiap kali penyiraman (PR1, PR2, PR3 dan PR4).
Penambahan jumlah air dilakukan dengan cara menuangkan air pada bagian
permukaan tanah pada pot. Air yang diberikan yaitu sebanyak 4000 ml yang
berasal dari air permukaan di jalan raya dan diperkirakan akan menghasilkan air
berlebih yang keluar dari pot dan kemudian diukur volumenya. Dilakukan juga
penyiraman setiap hari dengan air kran secukupnya hanya untuk tanaman bertahan
hidup, kecuali pada saat pengamatan perkolasi tidak dilakukan penyiraman.
Volume air yang keluar dari media merupakan jumlah air perkolasi,
sedangkan selisih antara volume air yang disiramkan dan yang keluar dari media
merupakan jumlah air yang ditahan oleh media (retensi air). Perhitungan
persentase volume air yang ditahan oleh media sebagai berikut:
�
�� �
� � ℎ
�
Keterangan: a = volume air yang ditambahkan
b = volume air yang keluar
% =
−
× 100%
Pengamatan berupa pengukuran jumlah air perkolasi, tinggi tanaman, tanda
penurunan tanah serta penimbangan pot yang berisi media. Pengukuran air
perkolasi bertujuan untuk mengetahui perlakuan apa yang memiliki kemampuan
retensi air yang lebih baik. Pengukuran tinggi tanaman untuk melihat
pertumbuhan tanaman hingga tanaman muncul bunga yang mekar. Pengukuran
tanda tera (tanda penurunan tanah) dilakukan untuk dapat menghitung bobot isi
tanah berdasarkan volume sedangkan penimbangan pot bertujuan untuk melihat
penurunan bobot pot sehingga dapat diketahui evaporasi yang terjadi dengan
menghitung selisih bobot pot hari pertama dan hari terakhir setiap perlakuan pada
setiap penyiraman kemudian dibagi luas permukaan.
5
Analisis Kimia Air dan Kimia Tanah
Pengambilan contoh air permukaan dan air perkolasi untuk uji nitrat, fosfat
dan Pb dilakukan pada PR1 (Penyiraman pertama) dan PR3 (Penyiraman ketiga).
Analisis Nitrat menggunakan Metode Brucin, Analisis Pb menggunakan Metode
AAS dan Analisis Fosfat menggunakan Metode Molybdate.
Pengambilan contoh tanah untuk uji N-Total dan P-Total dilakukan pada
PR4 tepat hari terakhir pengamatan setelah dilakukan penimbangan pot. Analisis
N-Total menggunakan Metode Kjedahl dan Analisis P-Total menggunakan
Metode HCL 25%.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari pengukuran lapang dianalisis di laboratorium
kemudian diolah secara deskriptif dengan Microsoft Excel 2007 dan selanjutnya
hasil data tersebut dianalisis sidik ragam (ANOVA) serta uji lanjut menggunakan
uji Duncan. Uji Duncan digunakan untuk melihat nilai respon media bioretensi
yang memiliki perbedaan nyata pada taraf 5%. Software yang digunakanadalah
SAS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Media Bioretensi
Bobot Isi
Bobot isi tanah pada media diperoleh dari hasil bobot isi berdasarkan
volume kedalaman bahan di pot. Perlakuan P berupa penambahan pasir pada
media yang memiliki bobot isi terbesar yaitu 1,8 g/cm3 dengan porositas 31,14%.
Bobot isi yang tinggi memiliki porositas yang rendah sehingga menunjukkan
kepadatan tanah yang berarti tanah semakin sulit meneruskan air atau ditembus
akar tanaman (Hardjowigeno 2002). Menurut Hillel (1980) bobot isi dipengaruhi
struktur tanah yaitu kesarangan atau tingkat pemadatan, karakteristik
pengembangan dan pengerutan yang bergantung pada kandungan liat dan
kelembaban. Walaupun terjadi pemadatan ekstrim, bobot isi tanah lebih rendah
daripada bobot jenis partikel, dikarenakan partikel tidak pernah bersambung
secara sempurna dan tidak pernah kedap air sama sekali sehingga tetap porous.
Perlakuan P mempengaruhi bobot dari bahan pasir. Dimana bobot isi padat pasir
Cimangkok sebesar 1,5 gr/cm3.
Pada Gambar 2, keempat perlakuan tersebut tidak berbeda nyata, namun
pada kontrol yang hanya berupa tanah memiliki bobot isi lebih rendah sebesar 1,2
g/cm3 dengan porositas sebesar 56% yang berarti bobot isi rendah maka porositas
tinggi. Hal ini menandakan kontrol yang diasumsikan sebagai saluran terbuka
berumput (grassedswales) lebih efektif. Menurut Dian Kurnia (2008) saluran ini
digunakan sebagai drainase untuk transportasi air hujan dari jalan raya.
6
Bobot isi (g/cm3)
2
b
b
b
a
1.5
1
0.5
0
K
IS
Perlakuan
Z
P
Keterangan: K= Tanaman dan tanah, IS= Tanaman, tanah, ijuk dan split, Z=Tanaman,
tanah dan zeolit, P= Tanaman, tanah dan pasir, AP= Air permukaan
Gambar 2 Bobot Isi Setiap Perlakuan
Penggunaan tanah dengan bobot isi yang tinggi di lapang dapat
mempengaruhi infiltrasi. Terlihat terjadi perubahan antara bobot isi tanah awal di
lapang sebesar 0,99 g/cm3 dengan bobot isi tanah di pot pada kontrol sebesar 1,2
g/cm3. Sistem bioretensi memerlukan tanah dengan bobot isi rendah, agar air
permukaan yang masuk ke median taman jalan raya diserap oleh tanah dengan
cepat dikarenakan curah hujan yang tinggi di daerah Bogor memungkinkan terjadi
hujan dengan intensitas tinggi di musim penghujan sehingga menyebabkan aliran
permukaan dengan volume yang besar. Oleh karena itu median taman jalan raya
dengan sistem bioretensi diharapkan menampung dan meresapkan air ke dalam
tanah.
Retensi Air
Hubungan volume air yang ditahan dengan jangka waktu penyiraman
disajikan pada Gambar 3.
Volume Air yang Ditahan (%)
70
a
60
K (Tanaman dan tanah)
IS (Tanaman, tanah, ijuk, dan split)
50
b
40
b
30
Z (Tanaman, tanah dan zeolit)
b
P (Tanaman, tanah dan pasir)
20
10
0
1
2
3
4
Penyiraman
Keterangan: PR1= Penyiraman pertama (3 Maret 2015), PR2= Penyiraman kedua
(17 Maret 2015), PR3= Penyiraman ketiga (10 April 2015), PR 4=
Penyiraman keempat (23 April 2015)
Gambar 3 Jumlah Air yang Ditahan Sistem Bioretensi
7
Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa waktu penyiraman tidak berpengaruh
nyata terhadap kemampuan media dalam menampung air. Namun, secara spesifik
PR1 (penyiraman pertama) pada kontrol memiliki nilai retensi air yang tinggi
sebesar 58,49% sedangkan pada perlakuan IS berupa penambahan ijuk dan split
memiliki nilai retensi air terendah sebesar 26,81%. Retensi air yang besar terjadi
karena kontrol hanya tanah tanpa adanya bahan lain di dalamnya, sehingga ruang
pori yang dapat terisi air menjadi lebih banyak.
Jika dibandingkan dengan PR1, nilai retensi air PR2, PR3 dan PR4 cenderung
lebih rendah yang disebabkan perlakuan telah terisi air sehingga saat dilakukan
penambahan air tidak berpengaruh signifikan. Selain itu disebabkan pula oleh
penurunan tanah yang dikarenakan saringan tersebut berukuran ± 2 mm.
Menurut Davis (1998) sistem bioretensi menyediakan tempat perlakuan bagi
air permukaan dengan cara menyimpan air permukaan tersebut di BMP
(Bioretention Management Practice) selama 4 hari sehingga dapat meningkatkan
kualitas air di bagian hilir. Pada Gambar 3, keempat perlakuan tersebut hanya
mampu menyimpan air permukaan selama 3 hari pada penyiraman 1, namun pada
penyiraman berikutnya sebagian besar perlakuan hanya menyimpan air
permukaan selama 2 hari. Ketidakmampuan menyimpan air hingga 4 hari dapat
dipengaruhi musim hujan berkepanjangan yang mempengaruhi suhu dan
kelembaban karena kurangnya cahaya matahari. Keadaan media juga yang sudah
dipersiapkan pada tanggal 18 Februari 2015 dan dilakukan penyiraman pada
tanggal 3 Maret 2015, mengakibatkan tanah yang berada pada kondisi kering
memiliki daya serap yang tinggi sehingga laju infiltrasi semakin besar dan akan
berkurang perlahan-lahan apabila tanah tersebut jenuh terhadap air.
Gambar 4 Lili Paris Mekar
Tanaman yang digunakan pada sistem bioretensi yaitu Lili Paris
dikarenakan sebagian besar median taman jalan raya sekitar Bogor ditanam Lili
Paris. Menurut Pratiwi (2012) tumbuhan yang ditanam pada sistem bioretensi
sebaiknya menggunakan tanaman asli daerah, agar mudah tumbuh karena cocok
dengan kondisi iklim daerahnya. Berdasarkan Gambar 4, awal bunga mekar pada
penyiraman ketiga di pengamatan hari kelima tanggal 15 April terdapat pada pot
ulangan 1 perlakuan P berupa penambahan pasir pada media. Bunga yang mekar
menunjukkan siklus hidup Lili Paris yang mengalami pembungaan setelah kurang
dari 2 bulan yang ditanam pada pot. Berdasarkan bobot tanaman, pada ulanagn 3
perlakuan IS berupa penambahan ijuk dan split pada media memiliki bobot yang
lebih besar yaitu 78,5 gram dan terendah terdapat pada ulanagn 1 perlakuan Z
berupa penambahan zeolit pada media sebesar 19,64 gram.
8
Efektifitas Bioretensi
Jumlah Air Perkolasi
Volume air perkolasi (ml)
Berdasarkan Gambar 5, pada penyiraman awal, terlihat perlakuan IS berupa
penambahan ijuk dan split menghasilkan air perkolasi yang paling banyak sebesar
2928 ml, sehingga hanya mampu memegang air sebanyak 1072 ml. Berbeda
dengan kontrol hanya berupa tanah yang mampu memegang air sebanyak 2340 ml
dengan jumlah air perkolasi sebesar 1660 ml. Hal ini menunjukkan bahwa
perkolasi terbesar terjadi pada perlakuan IS berupa penambahan ijuk dan split
pada penyiraman 1.
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
a
b
b
b
K (Tanaman dan Tanah)
IS (Tanaman, Tanah, Ijuk
dan Split)
Z (Tanaman, Tanah dan
Zeolit)
P (Tanaman, Tanah dan
Pasir)
1
2
3
4
Penyiraman
Keterangan: PR1= Penyiraman pertama (3 Maret 2015, setelah persiapan media di pot
tanggal 18 Februari 2015 ), PR2= Penyiraman kedua (17 Maret 2015),
PR3= Penyiraman ketiga (10 April 2015), PR4= Penyiraman keempat
(23 April 2015)
Gambar 5 Volume Air Perkolasi
Terlihat jelas bahwa penyiraman yang dilakukan sebanyak 4 kali dengan
volume air yang disiram sebesar 4000 ml, mulai tidak efektif setelah dilakukan
penyiraman 1 dikarenakan media sudah mulai jenuh dan seluruh pori terisi air.
Tahapan selanjutnya mengakibatkan terjadinya evaporasi terbesar terjadi pada
penyiraman 1 berkisar 11-22 mm sedangkan penurunan evaporasi terjadi pada
penyiraman keempat berkisar 2-9 mm. Tahapan bioretensi yang terjadi yaitu
intersepsi, infiltrasi, pengendapan, absorbs dan evapotranspirasi.
Gambar 6 juga menunjukkan bobot setiap perlakuan, dimana dilakukan
penimbangan berturut-turut pada setiap penyiraman selama 5 hari. Terlihat bahwa
perlakuan IS berupa penambahan ijuk dan split memiliki bobot yang lebih rendah
dibandingkan dengan perlakuan lain.
Bobot Pot berisi Media (Kg)
9
25
20
a
a
a
a
K (Tanaman dan Tanah)
15
IS (Tanaman, Tanah, Ijuk
dan Split)
10
Z (Tanaman, Tanah dan
Zeolit)
5
P (Tanaman, Tanah dan
Pasir)
0
1
2
3
4
Penyiraman
Keterangan: PR1= Penyiraman pertama (3 Maret 2015), PR 2= Penyiraman kedua
(17 Maret 2015), PR3= Penyiraman ketiga (10 April 2015), PR 4=
Penyiraman keempat (23 April 2015)
Gambar 6 Bobot Pot beserta Isi
Kualitas Air Perkolasi
Air perkolasi pada penyiraman 1 dan 3 diuji kadar Pb, Nitrat dan Fosfat
disajikan pada Tabel 2. Dimana efektivitas diperoleh dari perbandingan antara
kualitas air permukaan dengan air perkolasi. Air permukaan yang memiliki kadar
rendah kemudian kadarnya meningkat setelah melewati media dan menghasilkan
air perkolasi dengan kadar yang lebih besar maka dikatakan tidak efektif karena
tidak mampu menyerap polutan. Kadar yang tinggi dipengaruhi oleh kadar pada
tanah dan bahan (zeolit, pasir, ijuk, split) yang sudah mengandung nitrat dan
fosfat.
Berdasarkan uji kimia air, air permukaan yang diperoleh dari jalan Dramaga
dan jalan Juanda tergolong baik sehingga kadar Pb, nitrat dan fosfat termasuk
rendah. Kadar yang rendah dipengaruhi oleh pengambilan sampel air pada saat
pertengahan musim hujan. Dimana hujan lebat telah terjadi sebelum dilakukan
pengambilan sampel air, sehingga telah terjadi pencucian. Faktor tajuk tanaman
juga mempengaruhi, terlihat pada jalan tersebut ditumbuhi pohon pelindung yang
mampu mengakumulasi Pb pada daun dan kulit batangnya, seperti akasia.
Pada pengukuran kualitas air perkolasi, terdapat langkah yang perlu
diperhatikan yaitu sampel air yang didinginkan untuk pengukuran nitrat dan fosfat.
Menurut Alaerts (1987) pengawetan sampel nitrat ditambahkan larutan asam
sulfat pekat hingga pH 2 sedangkan untuk sampel fosfat didinginkan.
Berdasarkan tabel 2, kadar nitrat sebagian tergolong TE (Tidak Efektif),
namun ketidakefektifan tersebut masih tergolong aman. Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Effendi (2003) bahwa kadar nitrat-nitrogen yang lebih dari 2
mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan yang selanjutnya
memacu pertumbuhan algae serta tumbuhan air lain menjadi pesat (blooming),
sedangkan kadar nitrat pada tabel 2 tidak mencapai lebih dari 2 mg/l. Kadar nitrat
yang melebihi 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang
berasal dari aktivitas manusia (pencucian dan pengolahan makanan) serta tinja
hewan.
1
10
Tabel 2 Kualitas Air Perkolasi Pada Setiap Perlakuan Pada 2 Kali Penyiraman
Kadar
Pb
Nitrat
Fosfat
Perlakuan
Kualitas Air Permukaan(ml/g)
Kualitas Air
Perkolasi(ml/g)
PR 1
PR 3
PR 1
PR 3
K
Tr
Tr
0.0168
IS
Tr
Tr
Z
Tr
P
Efektifitas (%)
Interpretasi
Baku Mutu (Air Perkolasi)
PR1
PR 3
PR 1
PR 3
PR 1
PR 3
Tr
-
-
-
-
Tr
Tr
-
-
-
-
Tr
Tr
Tr
-
-
-
-
Tr
Tr
Tr
Tr
-
-
-
-
K
0.466
1.041
0.82
0.76
176
73
TE
E
IS
0.466
1.041
0.801
1.606
172
154
TE
TE
Z
0.466
1.041
0.791
1.852
170
178
TE
TE
P
0.466
1.041
0.893
1.294
192
124
TE
TE
K
0.109
0.201
0.28
0.17
257
85
TE
AE
Kelas 4
Kelas 1 dan Kelas 4
IS
0.109
0.201
0.253
0.136
232
68
TE
E
Kelas 4
Kelas 1 dan Kelas 4
Z
0.109
0.201
0.913
0.432
838
215
TE
TE
Kelas 4
Kelas 1 dan Kelas 4
P
0.109
0.201
0.167
0.163
153
81
TE
AE
Kelas 1 dan Kelas 4
Kelas 1 dan Kelas 4
Kelas 1 dan Kelas 4
Kelas 1 dan Kelas 4
Keterangan: PR=Penyiraman, Tr= Tidak terukur, TE= Tidak Efektif, AE= Agak Efektif, E=Efektif, K= Tanaman dan tanah, IS=Tanaman, tanah, ijuk,
split, Z= Tanaman, tanah, zeolit, P= Tanaman, tanah, pasir. Kelas 1= Baku mutu air minum, Kelas 4= Pertamanan
11
Kadar Pb
Senyawa ini banyak ditemukan dalam pertambangan-pertambangan di
seluruh dunia. Bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan timah hitam ini adalah
sering menyebabkan keracunan. Keracunan Pb ini kebanyakan disebabkan oleh
pencemaran lingkungan atau udara, terutama di kota-kota besar. Penggunaan
dalam jumlah yang paling besar adalah untuk bahan produksi baterai pada
kendaraan bermotor. Elektroda dari aki (baterai) biasanya mengandung 93% Pb
dan 7% Sb (antimoni) (Darmono 1995).
Kadar Pb dalam air perkolasi, air permukaan dan bahan pada setiap
perlakuan sangat rendah sehingga tidak terukur (tr) yang disajikan dalam
Lampiran 3 dan 4. Hasil uji Pb dengan metode AAS diperoleh kadar Pb pada air
perkolasi dan air permukaan di jalan Dramaga dan jalan Juanda tergolong sangat
rendah, kecuali pada kontrol yang menggunakan air permukaan Jalan Dramaga
terdapat kadar Pb sebesar 0.0168 mg/l. Namun masih tetap tergolong rendah. Hal
ini dikarenakan air permukaan yang menjadi air penyiraman memiliki kadar Pb
yang sangat rendah sehingga tidak efektif jika dialirkan ke dalam perlakuan.
Kadar Pb yang sangat rendah ini diakibatkan pengambilan contoh air pada musim
hujan, mengakibatkan kandungan logam akan lebih kecil karena proses pelarutan,
sedangkan pada musim kemarau kandungan logam akan lebih tinggi karena logam
menjadi terkonsentrasi. Kandungan logam dalam air yang dapat berubah-ubah dan
sangat tergantung pada lingkungan dan iklim (Darmono 1995). Kandungan logam
yang lebih kecil karena proses pelarutan pada musim hujan terlihat dari Data
Curah Hujan Kebun Raya Bogor Bulan April 2015, dimana pengambilan air yang
digunakan untuk penyiraman telah mengalami pelarutan dari hari sebelumnya
yang telah mengalami hujan lebat (50-100 mm/hari) pada tanggal 3 dan 6 April
serta hujan sedang (20-50 mm/hari) pada tanggal 8 April.
Tabel 3 Curah Hujan (mm/hari) Kebun Raya Bogor Bulan April 2015
Tgl
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
CH
19
-
91.2
5.4
4.1
55.3
6.2
37.3
-
13.9
14.2
1
-
-
4.4
Tgl
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
CH
5.3
-
-
0
6.9
5.4
-
-
-
36.6
1.5
1.7
8.3
7.6
8.1
Sumber: BMKG Cifor Dramaga(2015)
Terlihat pada Gambar 7 dan 8 lokasi pengambilan contoh air permukaan
jalan Juanda terdapat pohon akasia sehingga konsentrasi Pb dapat tergolong
rendah walaupun dilihat dari jaringan trayek dan jumlah kendaraan, lokasi
pengambilan air jalan Juanda dilewati dengan jumlah sebanyak 8 trayek dengan
jenis kendaraan bus kecil, total jumlah kendaraan sebesar 2197 per hari.
Berdasarkan hal tersebut, tingginya volume kendaraan tidak berpengaruh nyata.
Sama halnya dengan lokasi pengambilan air permukaan jalan Dramaga dilewati
dengan jumlah sebanyak 10 trayek dengan 1432 kendaraan per hari. Hal ini
menunjukkan pohon pelindung di jalan Juanda dan jalan Dramaga mempunyai
daya retensi yang baik dari polutan kendaraan.
12
Gambar 7 Kondisi Tajuk
Gambar 8 Kondisi Di Bawah Tajuk
Menurut Wargasasmita (1991) tumbuhan dapat mengakumulasi Pb pada
daun dan kulit batangnya disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Rata rata konsentrasi Pb (µ/g) pada kulit batang dan daun dari 10 jenis
tumbuhan tepi jalan di Jakarta
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jenis Tumbuhan
Akasia
Angsana
Asam Jawa
Asam Landi
Bungur
Cemara
Flamboyan
Glodogan
Mahoni
Kiara Payung
Rata-rata konsentrasi Pb (µg/g)
Daun 1
Batang 1
Daun 2
Batang 2
76,1
382,4
3,0
10,2
321,7
843,5
1,1
0,2
28,8
27,4
16,2
7,0
94,2
121,6
8,6
2,2
99,0
521,4
7,6
5,4
221,6
694,2
56,2
347,7
10,6
5,4
72,2
526,4
249,1
213,7
77,9
87,7
-
Sumber: Modifikasi dari Wargasasmita (1991)
Tabel 5 Pohon Pelindung di Median Taman Jalan Raya
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Mahoni
Damar
Kenari
Angsana
Bungur
Kerai Payung
Sengon/Albazai
Bunga Saputangan
Akasia
Flamboyan
Pohon Pelindung
11
12
13
14
15
16
17
Karet
Beringin
Ketapang
Pucuk Merah
Tanjung
Tabebuiea
Trembesi
Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor (2015)
13
Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001, kandungan Pb air permukaan di lokasi
pengambilan contoh air tergolong rendah karena di bawah batas ambang yang
diperbolehkan kelas I (bahan baku air minum) yaitu ≤ 0,03 mg/l dan kelas IV
(pertanaman) yaitu ≤ 1 mg/l.
Kadar Nitrat
2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1.852
1.606
1.294
0.76
K
IS
Z
Air perkolasi
(a) Jalan Juanda
P
Nitrat (mg/l)
Nitrat (mg/l)
Pada senyawa kimia, nitrogen dan fosfor adalah kunci penyebab pencemar
dalam limbah cair (Suharto 2011). Senyawa-senyawa nitrogen terdapat dalam
keadaan terlarut juga sebagai bahan tersuspensi. Dalam air senyawa-senyawa ini
memegang peranan sangat penting dalam perairan reaksi-reaksi biologi perairan.
Jenis-jenis nitrogen anorganik utama dalam air adalah ion nitrat (NO 3-), dan
ammonium (NH4+). Dalam kondisi tertentu terdapat dalam bentuk nitrit (NO2).
Sebagian besar dari nitrogen total dalam air terikat sebagai nitrogen organik, yaitu
dalam bahan-bahan yang berprotein, juga dapat berbentuk senyawa atau ion-ion
lainnya dari bahan pencemar (Achmad 2004).
0.92
0.9
0.88
0.86
0.84
0.82
0.8
0.78
0.76
0.74
0.893
0.82
0.801
K
IS
0.791
Z
P
Air perkolasi
(b) Jalan Dramaga
Keterangan: K= Tanaman dan tanah, IS= Tanaman, tanah, ijuk dan split, Z=Tanaman,
tanah dan zeolit, P= Tanaman, tanah dan pasir, AP= Air permukaan
Gambar 9 Kadar Nitrat Dalam Air Perkolasi pada Beberapa Media Bioretensi
Nitrat merupakan salah satu golongan nitrogen oksida (NOx) yang banyak
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. NOx sebagian besar dihasilkan dari
transportasi (Fritz dan Pitchon 1997). Kadar nitrat pada air permukaan di jalan
Juanda sebesar 1,041 mg/l sedangkan air permukaan jalan Dramaga sebesar 0.466
mg/l. Kadar nitrat air permukaan yang meningkat setelah melewati media
bioretensi dikarenakan air permukaan melewati lapisan tanah yang terdapat sekam
dari tanaman Lili Paris, dimana sekam mengandung 1% N (Rahardi 1991) serta
bahan yang mengandung nitrat seperti pada Gambar 10. Setelah dilakukan
pengujian, kandungan nitrat pada tanah awal dari lapang serta tanah yang berada
di pot sebesar 0,17 - 0,21 % N Total.
14
0.30
0.15
0.21
0.2
N-Total (%)
Nitrat (mg/l)
0.25
0.20
0.25
0.266
0.229
0.143 0.143 0.156
0.10
0.05
0.17
0.17
IS
Z
0.17
0.19
P
TA
0.15
0.1
0.05
0.00
0
T
I
S
Z
Bahan
(a) Nitrat (sampel pencucian bahan)
P
K
Tanah
(b) N-Total (sampel tanah setiap perlakuan)
Keterangan: T= Tanah, I=Ijuk, S=Split, Z=Zeolit, P=Pasir, K= Tanaman dan tanah, IS=
Tanaman, tanah, ijuk dan split, Z=Tanaman, tanah dan zeolit, P= Tanaman,
tanah dan pasir, TA=Tanah awal
Gambar 10 Kadar Nitrat dan N-Total pada Bahan
Dari analisa air rendaman ijuk yang dilakukan oleh Saeni (1986) ternyata
ijuk dapat mengeluarkan amoniak yang cukup tinggi pada air perendam. Oleh
karena itu, pemakaian ijuk sebagai penyaring air untuk tujuan air minum,
sebelumnya harus dilakukan pengolahan pendahuluan. Caranya antara lain dengan
merendamnya pada larutan asam klorida encer, sehingga semua senyawa
ammonium terlarut menjadi ammonium klorida yang larut dan tercuci.
Kadar nitrat yang rendah pada air permukaan disebabkan adanya faktor
pengenceran karena dipengaruhi oleh lama dan tinggi hujan. Berdasarkan PP No
82 Tahun 2001, kandungan nitrat air permukaan dan air perkolasi dari media di
dua lokasi pengambilan contoh air tergolong aman karena masih dibawah ambang
batas kelas I (bahan baku air minum) yaitu ≤ 10 mg/l dan kelas IV (pertanaman)
yaitu ≤ 20 mg/l.
Kadar Fosfat
Menurut Achmad (2004) fosfor di dalam air merupakan suatu komponen
yang sangat penting dan sering menimbulkan permasalahan lingkungan. Fosfor
termasuk salah satu dari beberapa unsur yang essensial untuk pertumbuhan
ganggang dalam air. Pertumbuhan ganggang yang berlebihan disamping hasil
hancuran biomas dapat menyebabkan pencemaran kualitas air. Sumber fosfor
adalah limbah industri. Kenaikan konsentrasi fosfat merupakan adanya zat
pencemar dalam perairan. Senyawa-senyawa fosfat tersebut dalam bentuk
organofosfat atau polifosfat. Sejumlah industri dapat membuang polifosfat berupa
bahan pencuci yang mengapung di atas permukaan air hanyutan dari pupuk,
limbah domestik, hancuran bahan organik dan mineral fosfat. Fosfor dalam air
terdapat baik sebagai bahan padat maupun bentuk terlarut.
15
0.4
0.3
0.2
0.17
0.163
0.136
0.913
1
0.432
Fosfat (mg/l)
Fosfat (mg/l)
0.5
0.1
0.8
0.6
0.4
0.28
0.253
0.167
0.2
0
0
K
IS
Z
P
K
IS
Air perkolasi
Z
P
Air perkolasi
(a) Jalan Juanda, Kota Bogor
(b) Jalan Dramaga, Kabupaten Bogor
Keterangan: K= Tanaman dan tanah, IS= Tanaman, tanah, ijuk dan split, Z=Tanaman,
tanah dan zeolit, P= Tanaman, tanah dan pasir, AP= Air permukaan
Gambar 11 Kadar Fosfat Dalam Air Perkolasi pada Beberapa Media Bioretensi
Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa terjadi peningkatan pada setiap
perlakuan kecuali pada kontrol, IS, dan P pada penyiraman pertama yang
menggunakan air permukaan jalan Juanda. Kadar fosfat pada air permukaan di
jalan Juanda sebesar 0,201 mg/l sedangkan air permukaan jalan Dramaga sebesar
0,109 mg/l. Air permukaan pada jalan Juanda lebih besar dikarenakan adanya
pengaruh pupuk pada median taman jalan raya yang masuk ke badan air. Secara
umum, kadar fosfat pada setiap air perkolasi memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan air permukaan dikarenakan pada bahan dan tanah sudah
memiliki kandungan fosfat yang cukup tinggi sehingga perlakuan tidak efektif
apabila air permukaan yang kandungannya lebih rendah dialirkan ke dalam media.
Hal ini perlu dilakukan pencucian bahan sebelum dimasukkan ke dalam pot
sehingga dapat terlihat perubahannya.
0.090
0.081
0.080
0.060
0.050
0.040
0.030
0.020
0.013 0.016
0.010
0.012
0.002
0.000
T
I
S
Z
P
P-Total (mg/l)
Fosfat (mg/l)
0.070
555
550
545
540
535
530
525
520
515
510
505
500
549.57
543.61
540.83
523.2
518.57
K
IS
Z
P
TA
Bahan
Tanah
(a) Fosfat (sampel pencucian bahan)
(b) P-Total (sampel tanah setiap perlakuan)
Keterangan: K= Tanaman dan tanah, IS= Tanaman, tanah, ijuk dan split, Z=Tanaman,
tanah dan zeolit, P= Tanaman, tanah dan pasir, TA=Tanah Awal
Gambar 12 Kadar Fosfat danP-Total pada Bahan
16
Pada air perkolasi perlakuan Z berupa penambahan zeolit pada media
memiliki kadar fosfat yang tertinggi, dapat disebabkan oleh endapan pada larutan
zeolit terlalu pekat, mengakibatkan pengukuran pada spektrofotometri
menghasilkan nilai yang tinggi. Oleh karena itu, pada pengukuran air pencucian
bahan zeolit dilakukan uji TSS agar menghasilkan larutan yang lebih encer tanpa
endapan.
Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001, kandungan fosfat pada air perkolasi P,
IS, K jalan Juanda, air perkolasi P jalan Dramaga dan air permukaan jalan
Dramaga tergolong rendah dan aman bagi kelas I (bahan baku air minum) yaitu
sebesar ≤ 0,2 mg/l namun air permukaan dan air perkolasi perlakuan Z jalan
Juanda serta air perkolasi K, IS, Z jalan Dramaga tergolong tidak aman bagi kelas
I (bahan baku air minum) sedangkan air perkolasi dan air permukaan kedua lokasi
tergolong aman bagi kelas IV (pertanaman) yaitu sebesar ≤ 5 mg/l.
Kekeruhan
Kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari dan oleh karena itu
dapat membatasi proses fotosintesis dan produktivitas perairan (Wardoyo 1981).
Berdasarkan uji kekeruhan secara visual, terlihat perubahan kekeruhan air pada air
yang disiramkan dengan kekeruhan lebih tinggi kemudian air perkolasi yang lebih
rendah tingkat kekeruhannya. Namun, pada perlakuan Z beruapa penambahan
zeolit perlu dilakukan saringan lanjutan, dikarenakan zeolit memiliki endapan
tinggi yang dipengaruhi oleh warna pada zeolit tersebut.
(a) kekeruhan air awal yang disiramkan
hingga perubahan pada air perkolasi
(b) kekeruhan air pada perlakuan P dengan
tiga kali ulangan
Gambar 13 Kekeruhan Secara Visual
17
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Sistem bioretensi pada perlakuan P berupa penambahan pasir pada media
memiliki bobot isi tertinggi sebesar 1,8 g/cm3, sedangkan sistem bioretensi
tanpa media tambahan bahan lain memiliki bobot isi terendah sebesar 1,2
g/cm3. Retensi air tertinggi terdapat pada media yang hanya berupa tanah
dan tanaman sebesar 58,49%. Hal ini menunjukkan bahwa sistem
bioretensi hanya dengan tanah dan tanaman, tanpa ada tambahan bahan
lain yang setara dengan sistem saluran berumput, lebih efektif digunakan.
2. Efektivitas media bioretensi terlihat pada kadar nitrat air perkolasi kontrol
hanya berupa tanah sebesar 73% masuk ke dalam kelas efektif dan kadar
fosfat air perkolasi kontrol sebesar 85% masuk ke dalam kelas agak efektif,
IS berupa penambahan ijuk dan split pada media sebesar 68% masuk ke
dalam kelas efektif, P berupa penambaha pasir pada media sebesar 81%
masuk ke dalam kelas agak efektif pada penyiraman ketiga (air
permukaan jalan Juanda, Kota Bogor).
Saran
Disarankan pengambilan sampel air pada akhir musim kemarau atau awal
musim hujan sehingga tidak terjadi pencucian pada intensitas hujan yang tinggi
serta dapat dilakukan penelitian sistem bioretensi secara langsung di lapang (jalan
raya/taman).
DAFTAR PUSTAKA
Achmad R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta (ID): ANDI.
Alaerts G A., Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya (ID): Usaha
Nasional.
Darmono.1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta (ID):
Universitas Indonesia Press.
Davis A P., Shokouhian M., Sharma H, Minami C. 2001. Laboratory Study of
Biological Retention (Bioretention) for Urban Stormwater Management, Water
Environ. Res., 73(1), 5-14 (2001).
Dian K. 2008. Pembiayaan pelaksanaan konservasi di daerah hulu dalam rangka
penganggulangan banjir [skripsi]. Jakarta (ID): FT-UI
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius
Fritz A,PitchonV. 1997. The Current State of Research on Automotive Lean NOx
Catalysis.Applied Catalysis B: Environmental 13.
18
Harahap H. 2004. Pengaruh pencemaran timbal dari kendaraan bermotor dan
tanah terhadap tanaman dan mutu teh [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Hardjowigeno H, Sarwono. 2002. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): AkademikaPressindo.
Hillel. 1980. Fundamental of Soil Physics. New-York-London-Toronto-SydneySan Fransisco (ID): Academic Press.
Mayasari. 2014. Analisis kualitas air hujan dan limpasan melalui media green
roof di kampus ipb darmaga, bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
PratiwiH. 2012. Kajian pengelolaan aliran permukaan di arboretum tol jagorawi,
bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rahardi F. 1991. Hidroponik semakin canggih. Trubus XXII(264):196-198.
Saeni M S. 1986. Kemampuan saringan pasir, ijuk, dan arang dalam
meningkatkan kualitas fisik dan kimia air das ciliwung [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Scott T E. 2009. Bioretention.http://Bioretention.com/WHAT_IS.htm. Diakses
pada tanggal 1 Maret 2015.
Suharto. 2011. Limbah Kimia dalam Pencemaran Udara dan Air.Yogyakarta
(ID): ANDI.
Wardoyo S T H. 1981. Kriteria Kualitas Air Untuk Kepentingan Pertanian dan
Perikanan. Training analisis dampak lingkungan. PPLH-UNDP-PUSDI-PSL
IPB. 38 hal.
Wargasasmita S. 1991. Tumbuhan sebagai Bioindikator Pencemaran Udara oleh
Timbal. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perguruan Tinggi.Direktorat
Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta
19
LAMPIRAN
Lampiran 1 Baseplan Jalan Pajajaran (Jagorawi s/d Ekalokasari)
Lampiran 2 Teknologi KTA
(a) bioretensi
(b) median taman jalan raya Pajajaran
Lampiran 3 Lokasi Pengambilan Sampel Air Penyiraman
(a) Jalan Dramaga
(b) Jalan Juanda
20
Lampiran 4 Kadar Pb jalan Juanda
No
K1
K1
K2
K2
K3
K3
IS 1
IS 1
IS 2
IS 2
IS 3
IS 3
Z1
Z1
Z2
Z2
Z3
Z3
P1
P1
P2
P2
P3
P3
AP 1
AP 1
KR 1
KR 2
blanko lab
Sampel (ppm)
-0.0747
-0.0798
-0.1152
-0.0899
-0.0798
-0.1303
-0.0747
-0.1202
-0.1354
-0.1303
-0.0646
-0.1152
-0.1101
-0.1101
-0.1152
-0.1202
-0.1354
-0.0899
-0.1152
-0.1505
-0.1303
-0.1101
-0.1253
-0.1303
-0.1
-0.0747
-0.1303
-0.1202
-0.0848
Absorban
-0.0028
-0.0029
-0.0036
-0.0031
-0.0029
-0.0039
-0.0028
-0.0037
-0.004
-0.0039
-0.0026
-0.0036
-0.0035
-0.0035
-0.0036
-0.0037
-0.004
-0.0031
-0.0036
-0.0043
-0.0039
-0.0035
-0.0038
-0.0039
-0.0033
-0.0028
0.0039
-0.0037
-0.003
blanko
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
-0.0848
Pb (ppm)
0.0101
0.005
-0.0304
-0.0051
0.005
-0.0455
0.0101
-0.0354
-0.0506
-0.0455
0.0202
-0.0304
-0.0253
-0.0253
-0.0304
-0.0354
-0.0506
-0.0051
-0.0304
-0.0657
-0.0455
-0.0253
-0.0405
-0.0455
-0.0152
0.0101
-0.0455
-0.0354
Lampiran 5 Kadar Pb jalan Dramaga
No
Sampel (ppm)
absorban
blanko
Pb
K1
0.0517
0.0007
0.0334
0.0183
K2
0.038
0.0004
0.0334
0.0046
K3
0.0608
0.0009
0.0334
0.0274
IS 1
0.0242
0.0001
0.0334
-0.0092
IS 2
0.0197
0
0.0334
-0.0137
IS 3
0.0517
0.0007
0.0334
0.0183
Z1
0.0242
0.0001
0.0334
-0.0092
Z2
0.0334
0.0003
0.0334
0
Z3
0.0334
0.0003
0.0334
0
P1
0.0059
-0.0003
0.0334
-0.0275
P2
0.0059
-0.0003
0.0334
-0.0275
P3
0.0151
-0.0001
0.0334
-0.0183
AP
0.0059
-0.0003
0.0334
-0.0275
Keterangan: (-) berarti tidak terukur (tr) dikarenakan kadar yang rendah
Rata rata
0.0168
-0.0015
-0.0031
-0.0244
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kota Bogor, Jawa Barat pada tanggal 23 Desember 1993
sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Deden Rusmana dan Dedeh
Sulianti. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor dan lulus seleksi
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan di
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.
Selama masa perkuliahan penulis aktif sebagai anggota kepanitiaan IPB
Green Living Movement 2012/2013, wartawan Radar Bogor-Radar Kampus
2013/2014, dan menjadi asisten praktikum Fisika Tanah pada tahun ajaran
2014/2015.