Isolasi dan Karakterisasi Protein Pupa Bombyx mori serta Aplikasinya pada Pembuatan Susu Bubuk Tinggi Protein

ISOLASI DAN KARAKTERISASI PROTEIN PUPA Bombyx
mori SERTA APLIKASINYA PADA PEMBUATAN
SUSU BUBUK TINGGI PROTEIN

ACEP USMAN ABDULLAH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Isolasi dan
Karakterisasi Protein Pupa Bombyx mori serta Aplikasinya pada Pembuatan Susu
Bubuk Tinggi Protein adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Acep Usman Abdullah
NIM D14080330

ABSTRAK
ACEP USMAN ABDULLAH. Isolasi dan Karakterisasi Protein Pupa Bombyx
mori serta Aplikasinya pada Pembuatan Susu Bubuk Tinggi Protein. Dibimbing
oleh RARAH RATIH ADJIE MAHESWARI dan ZAKIAH WULANDARI.
Pupa ulat sutera (Bombyx mori) memiliki potensi untuk dikembangkan
sebagai sumber fortificant alternatif pada susu bubuk tinggi protein. Penelitian ini
bertujuan: 1) mengisolasi protein pupa ulat sutera dan mengarakterisasi isolat
protein pupa ulat sutera (IPPUS) yang dihasilkan, 2) menerangkan dampak
fortifikasi IPPUS terhadap karakteristik susu bubuk dan mencari persentase
terbaik fortifikasi IPPUS. Perlakuan yang digunakan ialah fortifikasi IPPUS ke
dalam susu bubuk dengan persentase yang berbeda, yaitu 0%, 5%, 10%, 15%, dan
20%. Delipidisasi menurunkan 60.87% kandungan lemak tepung pupa sedangkan
modifikasi pH isolasi protein menghasilkan kemurnian protein IPPUS yang tinggi,
81.84%. Fortifikasi IPPUS meningkatkan kualitas protein susu bubuk dan 20%

IPPUS dipilih sebagai persentase terbaik dengan susu bubuk yang dihasilkan
berklaim tinggi protein dan berkarakteristik fisik dan kimia masih layak.
Kata kunci: isolat protein, pupa, susu bubuk

ABSTRACT
ACEP USMAN ABDULLAH. Isolation and Characterization of Bombyx mori
Pupae Protein and Its Application on Producing High Protein Powdered Milk.
Supervised by RARAH RATIH ADJIE MAHESWARI and ZAKIAH
WULANDARI.
Silkworm pupae (Bombyx mori) could be potentially developed as an
alternative fortificant source for high protein powdered milk. The objectives of
this research are 1) to isolate the silkworm pupae’s protein and to characterize the
acquired silkworm pupae’s protein isolate (SPPI), 2) to discuss powdered milk’s
characteristic affected by SPPI fortification and to find its best percentage
fortification. The treatment used was fortification of SPPI into powdered milk in
different levels as follows: 0%, 5%, 10%, 15%, and 20%. Defatting process
decreased 60.87% fat content of powdered pupae. Modified protein isolation
method produced SPPI with high purity protein, 81.84%. Protein quality of
powdered milk increased after SPPI fortification and 20% SPPI fortification was
selected as the best percentage producing high protein-claimed powdered milk

with acceptable physical and chemial characteristic.
Keywords: protein isolate, pupae, powdered milk

ISOLASI DAN KARAKTERISASI PROTEIN PUPA Bombyx
mori SERTA APLIKASINYA PADA PEMBUATAN
SUSU BUBUK TINGGI PROTEIN

ACEP USMAN ABDULLAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi : Isolasi dan Karakterisasi Protein Pupa Bombyx mori serta
Aplikasinya pada Pembuatan Susu Bubuk Tinggi Protein
Nama
: Acep Usman Abdullah
NIM
: D14080330

Disetujui oleh

Dr Ir Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA (Alm)
Pembimbing I

Zakiah Wulandari, STP MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas kehendak-Nyalah
karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Skripsi ini terwujud atas
bimbingan dan arahan yang sangat berarti dari Dr Ir Rarah Ratih Adjie
Maheswari, DEA (alm) dan Zakiah Wulandari, STP MSi selaku pembimbing; atas
bantuan dana penelitian dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Fakultas
Peternakan IPB serta bantuan pupa ulat sutera dari Rumah Sutera Alam Bogor.
Apresiasi juga penulis sampaikan kepada tim PKMP atas bantuan teknisnya
selama penelitian dan kepada kedua orang tua atas dukungan dan kepercayaan
yang tinggi. Semoga karya ilmiah ini berguna dan menginspirasi bagi dunia ilmu
dan pengetahuan.

Bogor, Juli 2013
Acep Usman Abdullah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Prosedur
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan Karakterisasi IPPUS
Karakteristik Susu Bubuk yang Difortifikasi IPPUS
Penentuan Persentase Terbaik Fortifikasi IPPUS
Karakteristik Organoleptik Susu Bubuk Persentase Terbaik
setelah Mengalami Formulasi Lanjutan
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


vii
vii
viii
1
1
1
1
1
1
2
2
4
4
6
10
10
10
11
11
13


DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Jumlah, pelarut, dan titik isoelektrik/pengendap protein empat fraksi
Kandungan lemak tepung pupa dengan dan tanpa delipidisasi
Kandungan sifat fisik dan kimia IPPUS
Kandungan protein dan kecernaan protein in vitro susu bubuk
Kandungan protein dan asam amino pada sampel dan pembanding
Kelarutan dan kehalusan mesh 80 susu bubuk pada perlakuan lima taraf
Kandungan air, energi kasar (GE), abu, dan NaCl susu bubuk
Kandungan kalsium dan fosfor IPPUS, susu bubuk 0% IPPUS

Tingkat aroma dan rasa IPPUS pada susu bubuk persentase terbaik

3
4
5
6
7
8
9
9
11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Alur kerja penelitian keseluruhan

Alur proses isolasi protein tepung pupa ulat sutera
Tepung pupa hasil delipidisasi (a), pasta IPPUS (b), dan bubuk IPPUS
Susu bubuk yang difortifikasi IPPUS 0% (a), 5% (b), 10% (c), 15%
Susu bubuk persentase terbaik yang ditambahkan flavor 0% (a), 15%

2
3
5
8
10

DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan klaim produk tinggi protein
2 Formulasi lanjutan susu bubuk persentase fortifikasi IPPUS terbaik

13
13

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Masyarakat dengan berbagai aktivitas tinggi menuntut ketersediaan pangan
yang bergizi tinggi dan praktis. Pangan yang difortifikasi protein merupakan
pangan praktis untuk kalangan masyarakat yang membutuhkan asupan protein
tinggi. Salah satu contoh pangan yang difortifikasi protein dan saat ini menjadi
tren baru di Indonesia ialah susu bubuk tinggi protein dengan protein yang
digunakan bersumber dari whey dan kasein.
Pupa ulat sutera (Bombyx mori) merupakan hasil samping (by-product)
industri pemintalan benang sutera yang mengandung protein tinggi (55.6%)
dengan asam amino yang seimbang (Tomotake et al. 2010). Pemanfaatan pupa
ulat sutera sebagai produk pangan komersial sudah umum dilakukan di negara
lain. Penelitian tentang potensi pemanfaatan pupa ulat sutera sebagai fortificant
protein belum banyak dilakukan. Khan et al. (2011) telah mengisolasi protein
pupa ulat sutera kemudian mengaplikasikan isolat protein yang didapatkan
sebagai fortificant protein pada susu bubuk. Penelitian lanjutan dibutuhkan guna
menghasilkan isolat protein yang lebih murni melalui perbaikan metode isolasi
protein sehingga dihasilkan susu bubuk dengan karakteristik lebih baik.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan: 1) mengisolasi protein pupa ulat sutera (Bombyx
mori) dan mengarakterisasi isolat protein pupa ulat sutera (IPPUS) yang
dihasilkan, 2) menerangkan dampak fortifikasi IPPUS terhadap karakteristik susu
bubuk dan mencari persentase terbaik fortifikasi IPPUS.

Ruang Lingkup Penelitian
Cakupan penelitian ini mulai dari pembuatan isolat protein pupa ulat sutera
sampai penerapannya pada susu bubuk. Pengujian dilakukan pada produk
penelitian ini yang meliputi tepung pupa delipidisasi, IPPUS, dan susu bubuk
yang difortifikasi IPPUS. Formulasi lanjutan pada susu bubuk yang difortifikasi
IPPUS dengan persentase terbaik juga tercakup pada penelitian ini.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung secara bertahap selama sembilan bulan (Januari–
September 2012). Lokasi penelitian ini di Laboratorium Bagian Teknologi Hasil
Ternak Fakultas Peternakan.

2
Bahan dan Alat
Pupa ulat sutera berasal dari hasil samping proses pemintalan benang sutera
di Rumah Sutera Alam, Ciapus, Bogor. Susu segar berasal dari sapi perah jenis
Friesian Holstein (FH) yang diperoleh langsung setelah pemerahan di pagi hari di
Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan IPB. IPPUS dan susu dikeringkan
dengan pengering semprot Buchi 190 mini spray dryer. Kandungan asam amino
dianalisis dengan high performance liquid chromatography (HPLC).

Prosedur
Prosedur penelitian ini terdiri atas 5 tahap utama: pembuatan tepung pupa,
delipidisasi (defatting), isolasi protein, fortifikasi IPPUS ke susu bubuk, dan
analisis IPPUS dan susu bubuk yang difortifikasi IPPUS. Alur kerja penelitian
secara keseluruhan disajikan pada Gambar 1.
Pupa Bombyx
mori

Penepungan

Delipidisasi

Tepung pupa
delipidisasi

Pengeringan

Pencucian

Presipitasi protein

Ekstraksi protein

Fortifikasi IPPUS ke susu
bubuk

Bubuk IPPUS

Analisis karakteristik

Susu bubuk yang
difortifikasi IPPUS

Analisis karakteristik

Gambar 1 Alur kerja penelitian keseluruhan
Pembuatan Tepung Pupa
Tepung pupa diperoleh melalui pencucian dengan air bersih, perebusan (10
menit, 100 oC), pengeringan pada oven (24 jam, 60 oC), dan penghalusan dengan
blender. Kandungan lemak tepung pupa selanjutnya dikurangi melalui
delipidisasi.
Delipidisasi (Modifikasi Agboola et al. 2005)
Tepung pupa dicampur pada 1:4 heksana teknis (b/v). Campuran diaduk
selama 30 menit dan disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 5 000 rpm
dan suhu 4 oC sehingga dihasilkan pelet. Pelet kemudian dibiarkan selama 24 jam
di ruang asam.
Isolasi Protein
Isolasi protein tepung pupa hasil delipidisasi dilakukan dengan modifikasi
metode Yuslinawati (2006) melalui mekanisme ekstraksi dan presipitasi protein
(Gambar 2). Ekstraksi dilakukan pada kondisi basa (pH 11) untuk melarutkan

3
fraksi-fraksi protein yang dikandung oleh tepung pupa berdasarkan prinsip
kelarutan protein. Presipitasi dilakukan pada kondisi asam (pH 4.1) untuk
mengendapkan fraksi-fraksi protein terlarut berdasarkan titik isoelektrik protein.
Tepung pupa
delipidisasi

Penambahan akuades
(1:3)

Ekstraksi oleh NaOH 2 N
(1 jam, pH 11)

Pengadukan 30 menit

Presipitasi oleh HCl 2N
(15 jam, pH 4.1)

Sentrifugasi (5 000 rpm,
10 menit, 4 oC)

Penambahan akuades

Residu
Supenatan
Sentrifugasi (5 000 rpm,
10 menit, 4 oC)

Endapan
protein

Pencucian
dengan akuades

Sentrifugasi (5 000
rpm, 10 menit, 4 oC)

Efluen

Bubuk IPPUS

Pengenceran dengan
akuades

Pengeringan

IPPUS

Gambar 2 Alur proses isolasi protein tepung pupa ulat sutera
Tabel 1 Jumlah, pelarut, dan titik isoelektrik/pengendap protein empat fraksi
protein tepung pupa Bombxy mori*
Fraksi
protein
Albumin
Glutelin
Prolamin
Globulin
*

Jumlah
(g/100 g tepung)
27.24 ± 2.42
23.72 ± 3.58
11.82 ± 3.13
4.21 ± 4.55

Pelarut
protein

Titik isoelektrik
/pengendap protein

Air netral
Basa
Etanol
Garam

pH 4.1
pH 4.8
Aseton
pH 4.3

Sumber : Ju et al. (2001) and Wang et al. (2010).

IPPUS yang dihasilkan dari proses isolasi protein kemudian dipurifikasi
melalui pencucian dengan akuades dan sentrifugasi. Pengeringan selanjutnya
dilakukan dengan pengering semprot pada suhu inlet 180 oC dan suhu outlet 90 oC
dengan hasil akhir IPPUS berbentuk bubuk (Purbayanto 2009). Rangkaian tahap
isolasi protein ditampilkan pada gambar 2.
Fortifikasi IPPUS ke Susu Bubuk
Fortifikasi IPPUS dilakukan dengan menambahkan bubuk IPPUS ke susu
bubuk dengan konsentrasi 0% (kontrol), 5%, 10%, 15%, dan 20% (b/b). Susu
bubuk diperoleh melalui pengeringan susu sapi segar dengan pengering semprot
pada suhu inlet 180 oC dan suhu outlet 90 oC yang sebelumnya sudah melewati
pasteurisasi, evaporasi, dan homogenisasi (Purbayanto 2009).

4
Analisis IPPUS dan Susu Bubuk yang Difortifikasi IPPUS
IPPUS dan susu bubuk yang difortifikasi IPPUS dianalisis berdasarkan: 1)
karakteristik kimia melalui pengujian beberapa kandungan komponen berikut :
protein kasar dengan metode Kjeldahl (AOAC 2005), asam amino dengan teknik
HPLC (AOAC 2005), air (AOAC 2005), abu (AOAC 2005), lemak dengan
metode Soxhlet (AOAC 2005), energi kasar dengan bomb kalorimeter (AOAC
2005), NaCl (Metode Volhard), kalsium (AOAC 2005), dan fosfor (AOAC 2005);
2) kecernaan protein secara in vitro (Saunders et al. 1973); 3) karakteristik fisik:
rendemen (AOAC 2005), kelarutan dengan kertas saring berabu (modifikasi
AOAC 1995), dan kehalusan tepung dengan ayakan mesh 80 (modifikasi DSN
1992); dan 4) uji mutu hedonik (Rahayu 2001).
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga kali
pengulangan. Data dianalisis secara parametrik dengan analysis of variance
(ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji Tukey dan uji polinomial ortogonal
(Mattjik dan Sumertajaya 2002). Khusus data organoleptik dianalisis secara
nonparametrik dengan uji Kruskal-Wallis yang dilanjutkan dengan uji
pembandingan berganda (Mattjik dan Sumertajaya 2002).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan Karakterisasi IPPUS
IPPUS diperoleh melalui perbaikan metode isolasi protein guna
meningkatkan kemurnian isolat protein dibandingkan dengan metode penelitian
sebelumnya. Invensi penelitian ini dari penelitian sebelumnya ialah aplikasi
delipidisasi dan modifikasi pH isolasi protein.
Tabel 2 Kandungan lemak tepung pupa dengan dan tanpa delipidisasi
Sampel
Tepung pupa tanpa delipidisasi
Tepung pupa dengan delipidisasi

Kandungan lemak (% bk)
26.43*
10.34

*

Sumber: Khan et al. (2011).

Tabel 2 membuktikan keberhasilan aplikasi delipidisasi terhadap penurunan
kadar lemak tepung pupa sebesar 60.87 ± 0.19%, yakni dari 26.43% menjadi
10.34%. Penerapan invensi pada penelitian ini mampu menghasilkan IPPUS
dengan kemurnian protein yang lebih tinggi (81.84%) dan rendah lemak (6.22%)
(Tabel 3).

5
Tabel 3 Kandungan sifat fisik dan kimia IPPUS

*

Peubah yang diukur

Kandungan (%)

Kadar protein
Kecernaan protein
Kadar lemak
Kadar air
Kadar abu
Rendemen

81.84 ± 0.62*
94.59 ± 0.43*
6.22 ± 0.10*
7.16 ± 0.03
3.94 ± 0.55*
29.94*

Pengukuran dalam basis kering

IPPUS yang diperoleh belum mencapai kemurnian protein di atas 90%
sebagaimana isolat protein umumnya (White et al. 2013). Meskipun demikian,
kemurnian protein IPPUS jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kemurnian
protein rata-rata konsentrat protein yang secara umum tidak mencapai 76% (Sogi
et al 2002; Sogi and Chandi 2006; Mao and Hua 2012). Isolasi protein
menghasilkan pasta IPPUS dengan warna coklat kekuningan (Gambar 3). Pasta
IPPUS dikeringkan dengan pengeringan semprot dan menghasilkan bubuk IPPUS
dengan karakteristik seperti pada Tabel 3.

a

b

c

Gambar 3 Tepung pupa hasil delipidisasi (a), pasta IPPUS (b), dan bubuk IPPUS
hasil pengeringan pasta IPPUS dengan pengering semprot (c)
Modifikasi pH ekstraksi dan presipitasi protein pada interval yang lebih
besar, pH ekstraksi dan presipitasi masing-masing 11 dan 4.1, diharapkan mampu
meningkatkan jumlah fraksi protein yang terisolasi sesuai karakteristik kelarutan
dan titik isoeletrik masing-masing fraksi protein. Protein pupa ulat sutera tersusun
dari fraksi-fraksi berikut: albumin (27.24%), glutelin (23.72%), prolamin
(11.82%), dan globulin (4.21%) (Wang et al. 2010). Setiap fraksi protein tersebut
memiliki kelarutan dan pH isoelektrik yang berbeda. Albumin sebagai fraksi
protein terbesar dalam isolat pupa larut dalam air dan mengendap pada pH
isoelektrik 4.1. Glutelin sebagai fraksi kedua terbesar dalam isolat pupa larut
dalam pH 11 dan mengendap pada pH isoelektrik 4.3 (Ju et al. 2001).

6
Karakteristik Susu Bubuk yang Difortifikasi IPPUS
Profil Protein dan Kecernaan Secara in Vitro
Kandungan protein susu bubuk meningkat seiring dengan meningkatnya
taraf fortifikasi IPPUS. Peningkatan ini terjadi karena IPPUS mengandung protein
yang sangat tinggi, 81.84% (Tabel 3). Peningkatan protein secara sangat nyata
terjadi pada susu bubuk dengan taraf fortifikasi IPPUS 20% yang mengandung
protein sebesar 40.44% (Tabel 4). Susu bubuk pada seluruh perlakuan telah
memenuhi standar kandungan protein berdasarkan SNI 01-2970-2006 yang
mensyaratkan kadar protein susu bubuk minimal 23% (BSN 2006). Klaim produk
tinggi protein tepat diberikan untuk susu bubuk yang difortifikasi IPPUS 20%
sesuai aturan CAC (2001) yang mensyaratkan minimal 20% dari angka
kecukupan gizi (AKG) protein manusia dipenuhi dari produk tersebut. Kebutuhan
20% protein tersebut setara dengan 12 g protein (Lampiran 1).
Tabel 4 Kandungan protein dan kecernaan protein in vitro susu bubuk pada perlakuan lima taraf fortifikasi IPPUS
IPPUS
(%)
0
5
10
15
20

Kandungan protein
(% bk)1

Kecernaan protein
(% bk)1

Protein tercerna
(% bk)1

30.21 ± 0.64B
32.15 ± 1.18B
34.16 ± 0.60B
34.99 ± 2.31AB
40.44 ± 2.40A

89.83 ± 0.46b
93.01 ± 3.13ab
94.93 ± 0.68a
93.74 ± 1.12ab
95.15 ± 0.66a

27.14 ± 0.71B
29.92 ± 1.88B
32.43 ± 0.73AB
32.82 ± 2.37AB
38.49 ± 2.55A

1

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kapital yang tidak sama dan huruf
kecil yang tidak sama masing-masing berbeda sangat nyata (P < 0.01) dan berbeda nyata (P <
0.05).

Persentase kecernaan protein dan persentase protein tercerna susu bubuk
ditunjukkan pada Tabel 4. Kecernaan protein menunjukkan kemampuan suatu
protein dalam bahan pangan untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh
enzim-enzim protease di saluran pencernaan. Persentase protein tercerna
menunjukkan banyaknya protein yang tersedia untuk digunakan oleh tubuh yang
dapat dihitung melalui perkalian persentase kecernaan protein dan persentase
kandungan protein (Muchtadi 2010).
Kecernaan protein susu bubuk meningkat seiring dengan meningkatnya taraf
fortifikasi IPPUS (Tabel 4). Peningkatan secara nyata ditunjukkan pada taraf
fortifikasi IPPUS 10%. Peningkatan ini terjadi karena IPPUS yang ditambahkan
memiliki kecernaan protein lebih tinggi dibandingkan dengan susu bubuk kontrol,
94.59% (Tabel 3). Beberapa faktor yang memengaruhi tingginya kecernaan
protein pada IPPUS adalah kemurnian protein yang tinggi dan penggunaan pH
basa ekstrim (pH 11) saat isolasi protein yang menyebabkan perubahan pada
konformasi protein akibat denaturasi. Kedua faktor tersebut mempermudah
hidrolisis protein oleh enzim pencernaan (Winarno 2008). Fortifikasi 20% IPPUS
menghasilkan susu bubuk dengan kecernaan paling tinggi, 95.15%. Artinya,
38.49% dari berat susu bubuk tersebut sebagai protein yang dapat dicerna.

7
Profil Asam Amino
Tabel 5 menerangkan bahwa IPPUS mengandung asam amino lengkap yang
dapat dilihat dari ketersediaan asam-asam amino esensial. Kandungan asam amino
IPPUS terlihat rebih rendah dibandingkan dengan susu bubuk kontrol, namun
jumlah susu bubuk kontrol yang dibutuhkan untuk mencapai 100 g protein jauh
lebih tinggi, yaitu 343 g bahan, sedangkan IPPUS hanya 132 g bahan.
Fenilalanina merupakan asam amino pembatas pada IPPUS sedangkan metionina
merupakan asam amino pembatas pada susu bubuk kontrol dan susu bubuk 20%
IPPUS.
Tabel 5 Kandungan protein dan asam amino pada sampel dan pembanding
Peubah yang diukur

A1

B2

C3

D4

Kandungan (g/100 g)

Protein
Asam amino:
Alanina
Arginina
Asam aspartat
Asam glutamat
Fenilalanina5
Glisina
Histidina
Isoleusina5
Leusina5
Lisina5
Metionina5
Prolina
Serina
Sisteina
Tirosina
Treonina5
Valina5
BCAA6

75.98

3277.18
4777.57
7580.94
13937.88
2197.95
5593.58
7515.14
3961.57
7515.14
9528.82
2934.98
11437.22
2777.05
3224.53
4580.15
2303.24
3264.02
14740.72

29.11
38.53
Kandungan (mg/100 g protein)
2439.02
3710.07
6458.26
14805.91
3675.71
1958.09
2679.49
4431.47
11301.96
9687.39
3126.07
8382.00
3710.07
1889.39
3710.07
3263.48
4774.99
20508.42

4515.96
5476.25
6021.28
16506.62
2880.87
1790.81
2335.84
4931.22
8798.34
10173.89
1920.58
6799.90
4048.79
1609.14
4879.31
3114.46
4256.42
17985.98

41.67

3600.00
3200.00
7400.00
22900.00
5000.00
2600.00
2400.00
5300.00
10200.00
7600.00
4500.00
4600.00
4700.00
2700.00
5900.00
21400.00

1

IPPUS,2Susu bubuk tanpa fortifikasi IPPUS, 3Susu bubuk 20% IPPUS, 4Susu bubuk tinggi protein
komersial, 5Asam amino esensial, 6Branched chain amino acids (isoleusina, leusina, dan valina),
tanda hubung em (—) menunjukkan tidak tercantum pada label kemasan produk.

Sebagian besar asam amino pada susu bubuk tinggi protein komersial lebih
tinggi dibandingkan dengan pada susu bubuk 20% IPPUS, terutama pada BCAA.
Susu bubuk tinggi protein komersial ditujukan untuk mendukung pertumbuhan
badan atletis sehingga komposisinya didominasi oleh beberapa sumber protein
yang memungkinkan terjadinya peningkatan pada kandungan BCAA dan
penyeimbangan (complementary effect) asam amino (Shimomura et al. 2004).

8
Karakteristik Fisik
Fortifikasi IPPUS menurunkan tingkat kelarutan susu bubuk secara tidak
nyata (Tabel 6). Penurunan kelarutan ini terjadi seiring dengan meningkatnya taraf
fortifikasi IPPUS. Rendahnya tingkat kelarutan IPPUS akibat denaturasi protein
selama proses isolasi bertanggung jawab terhadap menurunnya kelarutan susu
bubuk ini (Winarno 2008).
Tabel 6 Kelarutan dan kehalusan mesh 80 susu bubuk pada perlakuan lima taraf
fortifikasi IPPUS
IPPUS (%)

Kelarutan (%)1

Kehalusan mesh 80 (%)2

0
5
10
15
20

89.34 ± 5.33a
81.73 ± 9.85a
78.90 ± 6.49a
79.53 ± 2.83a
71.23 ± 6.27a

97.90 ± 0.08a
93.60 ± 1.43ab
91.60 ± 1.13bc
89.00 ± 1.37cd
85.20 ± 1.60d

1

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P >
0.05), 2Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda
nyata (P < 0.05).

a

b

c

d

e

Gambar 4 Susu bubuk yang difortifikasi IPPUS 0% (a), 5% (b), 10% (c), 15% (d)
dan 20% (e)
Kehalusan mesh 80 merupakan persentase susu bubuk yang lolos pada
ayakan ukuran mesh 80. Fortifikasi IPPUS menurunkan kehalusan susu bubuk
dan menurun secara sangat nyata pada taraf fortifikasi IPPUS 10% (Tabel 6).
Ukuran partikel IPPUS yang tidak merata, sebagian memiliki ukuran partikel yang
lebih besar dibandingkan dengan susu bubuk, menyebabkan rendahnya kehalusan
susu bubuk secara keseluruhan. Rendahnya kelarutan protein dalam air akibat
denaturasi memungkinkan IPPUS mengalami penggumpalan sebelum
pengeringan dan mempersulit proses evaporasi. Proses penghalusan tepung pupa
dengan blender turut berpengaruh terhadap ukuran partikel IPPUS yang
dihasilkan. Fortifikasi IPPUS 10% telah menghasilkan susu bubuk dengan
kehalusan mesh 91.60% (>90%) yang masih tergolong kualitas baik (Ambarsari et
al. 2009).
Karakteristik Kimia
Tabel 7 memperlihatkan pengaruh fortifikasi IPPUS terhadap kandungan
air, energi kasar, abu, dan NaCl susu bubuk. Kadar air susu bubuk meningkat
seiring dengan meningkatnya taraf fortifikasi IPPUS akibat kadar air IPPUS yang

9
lebih tinggi dibanding kontrol yaitu 7.16% (Tabel 3). Kadar air paling tinggi
terdapat pada susu bubuk dengan fortifikasi IPPUS 20%, yakni 4.71% yang masih
tergolong kualitas baik (kadar air < 5%) (BSN 2006).
Tabel 7 Kandungan air, energi kasar (GE), abu, dan NaCl susu bubuk pada perlakuan lima taraf fortifikasi IPPUS
IPPUS
(%)
0
5
10
15
20

Air (%)1

GE (kal/g)2

Abu (%)3

NaCl (%)2

3.63 ± 0.16c
4.04 ± 0.07b
4.12 ± 0.06b
4.34 ± 0.12b
4.71 ± 0.03a

4857.25 ± 173.99a
4882.17 ± 262.55a
5126.78 ± 270.25a
5258.76 ± 220.70a
5307.84 ± 122.73a

6.07 ± 0.04a
5.59 ± 0.34ab
5.86 ± 0.04ab
5.67 ± 0.03ab
5.35 ± 0.12b

1.00 ± 0.09a
1.10 ± 0.06a
1.28 ± 0.22a
1.04 ± 0.06a
1.32 ± 0.13a

1, 3

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata (P
< 0.05), 2Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata (P > 0.05), 2, 3Pengukuran pada basis kering.

Kandungan energi kasar (gross energy) susu bubuk meningkat seiring
dengan meningkatnya taraf fortifikasi IPPUS. Kandungan energi terbesar dicapai
pada susu bubuk dengan taraf fortifikasi IPPUS 20%, 5307.84 kal/g. Peran protein
sebagai sumber energi turut berkontribusi terhadap peningkatan energi ini.
Kandungan abu susu bubuk menurun seiring dengan meningkatnya taraf
fortifikasi IPPUS akibat kadar abu IPPUS yang lebih rendah dibandingkan dengan
kontrol yaitu 3.94% (Tabel 3). Kadar abu yang tinggi menunjukkan kadar mineral
yang tinggi. Kandungan NaCl susu bubuk tidak memperlihatkan perbedaan yang
nyata setelah perlakuan fortifikasi IPPUS. Artinya, tahap pencucian pada metode
isolasi protein mampu membersihkan sisa NaCl pada IPPUS sebagai hasil dari
reaksi antara NaOH dan HCl selama proses isolasi protein.
Kandungan Kalsium dan Fosfor
Tabel 8 menunjukkan bahwa IPPUS mengandung kadar kalsium (Ca) dan
fosfor (P) lebih rendah dibandingkan dengan susu bubuk. Hal ini wajar karena
komponen terbesar IPPUS ialah protein. Persentase kalsium dan fosfor dalam abu
yang masih rendah menandakan adanya mineral-mineral lain dengan jumlah total
yang tinggi dalam IPPUS.
Tabel 8 Kandungan kalsium dan fosfor IPPUS, susu bubuk 0% IPPUS, dan susu
bubuk 20% IPPUS
Sampel
IPPUS
Susu bubuk 0% IPPUS
Susu bubuk 20% IPPUS

Dalam bahan total (% bb)

Dalam abu (% bk)

Ca

P

Ca

P

0.08 ± 0.01
0.74 ± 0.05
0.62 ± 0.03

0.30 ± 0.05
0.70 ± 0.03
0.73 ± 0.03

2.23
12.65
12.13

8.10
11.88
14.39

10
Susu bubuk 20% IPPUS mengandung kalsium dan fosfor berturut-turut 223
mg dan 262 mg per sajian (36 g). Artinya, susu tersebut dapat menyumbang
27.87% dan 43.67% dari AKG kalsium dan fosfor orang dewasa yang
membutuhkan 800 mg dan 600 mg masing-masing (LIPI 2004).

Penentuan Persentase Terbaik Fortifikasi IPPUS
Fortifikasi IPPUS secara linear meningkatkan kualitas protein susu bubuk
yang dilihat dari kadar rotein, kecernaan protein, dan persentase protein tercerna.
Peningkatan kualitas protein tersebut dibatasi dengan kualitas fisik dan kimia susu
bubuk yang umumnya mengalami penurunan secara linear. Fortifikasi IPPUS
dimaksudkan untuk menghasilkan susu bubuk tinggi protein sehingga kualitas
protein menjadi penentu utama pemilihan persentase terbaik fortifikasi IPPUS.
Susu bubuk semua perlakuan belum bisa diklaim sebagai pangan tinggi protein
kecuali pada perlakuan 15% dan 20% IPPUS (CAC 2001). Susu bubuk 20%
IPPUS memiliki kualitas protein lebih tinggi dibandingkan dengan susu bubuk
15% IPPUS dengan karakteristik fisik dan kimia tidak jauh berbeda. Informasi
tersebut menjadi dasar penentuan 20% IPPUS sebagai persentase terbaik
fortifikasi IPPUS pada susu bubuk.

Karakteristik Organoleptik Susu Bubuk Persentase Terbaik
setelah Mengalami Formulasi Lanjutan
Formulasi lanjutan pada susu bubuk persentase terbaik dilakukan dengan
penyaringan mesh 80 sebelum penambahan flavor pada taraf 15%, 20%, dan 25%
(Lampiran 2). Penampilan umum susu bubuk persentase terbaik setelah formulasi
lanjutan dan hasil uji mutu hedoniknya ditampilkan pada Gambar 5 dan Tabel 9.

a

b

c

d

Gambar 5 Susu bubuk persentase terbaik yang ditambahkan flavor 0% (a), 15% (b)
20% (c), dan 25% (d)
Penambahan flavor mampu menurunkan tingkat aroma dan rasa yang timbul
dari IPPUS pada susu bubuk secara sangat nyata dengan tingkat aroma dan rasa
IPPUS paling rendah pada penambahan 25% flavor. Flavor mampu
menyeragamkan warna coklat pada susu bubuk; menutupi aroma IPPUS dengan
aroma coklat; dan menyamarkan rasa pahit yang timbul dengan rasa gula.
Timbulnya rasa pahit pada IPPUS diduga berasal dari sejumlah peptida yang

11
mengandung residu asam amino hidrofobik (Matoba and Hata 1972). Penyaringan
dengan saringan mesh 80 membantu memperhalus dan menyeragamkan tekstur
susu bubuk.
Tabel 9 Tingkat aroma dan rasa IPPUS pada susu bubuk persentase terbaik dengan
tiga taraf penambahan flavor
Flavor (%)
15
20
25

Aroma IPPUS1
3.81 ± 0.92A
3.32 ± 1.09AB
2.81 ± 1.04B

Rasa IPPUS1
4.00 ± 0.73A
3.46 ± 0.69AB
2.88 ± 0.93B

1

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda sangat
nyata (P < 0.01); 1: tidak tercium/terasa, 2: lemah, 3: agak kuat, 4: kuat, 5: sangat kuat.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Delipidisasi dan modifikasi pH isolasi protein menghasilkan isolat protein
pupa ulat sutera (Bombyx mori) dalam bentuk bubuk dengan warna coklat
kekuningan yang memiliki kemurnian protein 81.84%. Fortifikasi IPPUS pada
susu bubuk mampu meningkatkan kualitas protein susu bubuk. Persentase terbaik
ialah fortifikasi 20% IPPUS yang menghasilkan susu bubuk berklaim tinggi
protein dengan karakteristik fisik dan kimia masih layak.

Saran
Penelitian lebih lanjut tentang daya simpan dan keamanan pangan susu
bubuk yang difortifikasi IPPUS serta penyempurnaan metode isolasi protein
sangat disarankan.

DAFTAR PUSTAKA
Agboola S, Ng D, Mills D. 2005. Characterisation and functional properties of
Australian rice protein isolates. J Cer Sci. 41:283–290.
Ambarsari I, Sarjana, Choliq A. 2009. Rekomendasi dalam penetapan standar
mutu tepung ubi jalar. J Standardisasi. 11(3):212–219.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Method of
Analysis. Washington DC (US): AOAC.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI 01-2970-2006: Susu Bubuk.
Jakarta (ID): BSN.
[CAC] Codex Alimentarius Comission. 2001. Food Labeling Complete Texts.
Rome (IT) : CAC.

12
[DSN] Dewan Standarisasi Nasional Indonesia. 1992. SNI 01-2891: Cara Uji
Makanan dan Minuman. Jakarta (ID): DSN.
[FAO/WHO] Food and Agricultural Organization/World Health Organization.
1973. Energy and Protein Requirements. Report of a Joint FAO/WHO Ad Hoc
Expert Committee. Geneva (CH): FAO/WHO.
Ju ZY, Hettiarachchy NS, Rath N. 2001. Extraction, denaturation and
hydrophobic properties of rice flour proteins. J Food Sci. 66(2):229–232.
Khan MS, Ribka, Abdullah AU, Wulandari Z, Maheswari RRA, Aulia UN,
Pratama R. 2011. Fortification of Bombyx mori silkworm pupae by-product
isolate protein in powdered milk. 18th Tri-University International Joint
Seminar and Symposium; 2011 Oct 26–31; Jiangsu, China. Jiangsu (CN):
Jiangsu University.
[LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2004. Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): LIPI.
Mao X, Hua Y. 2012. Composition, structure and functional properties of protein
concentrates and isolates produced from walnut (Juglans regia L.). Int J Mol
Sci. 13:1561−1581. doi:10.3390/ijms13021561.
Matoba T, Hata T. 1972. Relationship between bitterness of peptides and their
chemical structure. Agric Biol Chem. 36(8):1423.
Mattjik AA, Sumertajaya M. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan Minitab Jilid 1. Bogor (ID): IPB Pr.
Muchtadi D. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung (ID): Alfabeta.
Purbayanto AT. 2009. Efek pengaturan suhu outlet pada pengering semprot
terhadap sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi susu kambing bubuk [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rahayu WP. 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Saunders RM, Connor MA, Booth AN, Bickoff EM, Kohler GO. 1973.
Measurement of digestibility of alfalfa protein concentrates by in vivo and in
vitro methods. J Nutr. 103:530–535.
Shimomura Y, Murakami T, Nakai N, Nagasaki M, Harris RA. 2004. Exercise
promotes BCAA catabolism: effects of BCAA supplementation on skeletal
muscle during exercise. J Nutr. 134: 1583S–1587S
Sogi DS, Chandi GK. 2006. Functional properties of rice bran protein
concentrates. J Food Eng. 79:592−597.
Sogi DS, Garg SK, Bawa AS. 2002. Functional properties of seed meals and
protein concentrates from tomato processing waste. J Food Sci. 67:2997–3001.
Tomotake H, Katagiri M, Yamato M. 2010. Silkworm pupae (Bombyx mori) are
new sources of high quality protein and lipid. J Nutr Sci Vitaminol. 56:446–
448.
Wang W, Wang N, Zhou Y, Zhang Y, Xu L, Xu J, Feng F, He G. 2010. Isolation
of a novel peptide from silkworm pupae protein components and interaction
characteristics to angiotensin I-converting enzyme. Eur Food Res Technol.
232:29–38.doi 10.1007/s00217-010-1358-8.
White SS, Fox KM, Jervis SM, Drake MA. 2013. Influence of heating and
acidification on the flavor of whey protein isolate. J Dairy Sci. 96:1366–1379.
Yuslinawati. 2006. Isolasi dan karakterisasi sifat-sifat fungsional protein ampas
tahu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

13

LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan klaim produk tinggi protein






*

Kebutuhan protein (AKG pria dewasa)
Syarat pangan tinggi protein
Batas minimal kandungan protein pada
produk tinggi protein
Saran penyajian
Persentase protein susu bubuk terbaik
Kandungan protein susu bubuk terbaik
sesuai saran penyajian

: 60 g/hari
: min 20% AKG/sajian
: 12 g/sajian
: 36 g*
: 40.44% bk atau 38.53% bb
: 38.53% x 36 g = 13.87 g

Sesuai saran penyajian susu bubuk tinggi protein komersial

Lampiran 2 Formulasi lanjutan susu bubuk persentase fortifikasi IPPUS terbaik
Komposisi

Persentase flavor (g)
0%*

15%

20%

25%

Susu bubuk
Coklat bubuk
Gula pasir
IPPUS (20%)

40
10

32.50
2.50
5
10

30
5
5
10

27.50
7.50
5
10

Total

50

50

50

50

*Sampel standar pada uji mutu hedonik

RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang dilahirkan di
Sukabumi pada 22 Januari 1990 dari pasangan orang tua Badrudin, SPdSD dan
Neneng Nurhayati. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 1
Sukaraja, Sukabumi (2007) kemudian masuk ke IPB melalui jalur SNMPTN
(2008).
Sejumlah organisasi kemahasiswaan yang penulis aktif ikuti sewaktu kuliah
adalah International Association of Students in Agricultural and Related Sciences
(2008-2010), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan (2009-2011),
Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan sebagai badan
pengawas (2010), dan Majalah Peduli Pangan dan Gizi Emulsi sebagai pimpinan
umum (2011). Penulis telah berperan banyak dalam pendirian South East Asia
Animal Science Student Networking (2012). Aktivitas luar kampus penulis di
antaranya sebagai anggota dari Seize Your Future Community Bogor (Seizer).

14
Sejumlah prestasi penulis yang telah ditorehkan di antaranya: mahasiswa
berprestasi ke-2 tingkat IPB (2012); juara ke-2 Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional
(Pimnas) XXV Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (2012) dalam bidang
PKMP; finalis Pimnas XXIV Universitas Hasanuddin, Makassar (2011); publikasi
karya ilmiah pada prosiding 2nd International Seminar on Animal Industry 2012
dan 19th Tri University International Joint Seminar and Symposium; dan peserta
internship program of SEAASS-Net 2013 di UiTM Perlis, Malaysia. Penulis juga
pernah mengabdikan dirinya sebagai asisten dosen praktikum selama tiga
semester pada mata kuliah Dasar Teknologi Hasil Ternak dan Teknik Pengolahan
Susu.