Hubungan Asupan Serat dengan Status Gizi dan Profil Lipid Darah pada Orang Dewasa Dislipidemia

(1)

HUBUNGAN ASUPAN SERAT DENGAN STATUS GIZI DAN

PROFIL LIPID DARAH PADA ORANG DEWASA

DISLIPIDEMIA

MAYA UTAMI WIDHIANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Asupan Serat dengan Status Gizi dan Profil Lipid Darah pada Orang Dewasa Dislipidemia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Maya Utami Widhianti


(3)

Profil Lipid Darah pada Orang Dewasa Dislipidemia. Dibimbing oleh LILIK KUSTIYAH.

Salah satu pemicu penyakit degeneratif adalah dislipidemia. Dislipidemia adalah kelainan salah satu atau beberapa komponen lemak yaitu kolesterol total, trigliserida, kolesterol HDL. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan asupan serat dengan status gizi dan profil lipid darah pada orang dewasa dislipidemia. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan subjek penelitian sebanyak 79 subjek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan kolesterol HDL dan kolesterol total, asupan lemak dengan IMT (Indeks Massa Tubuh), dan IMT dengan kolesterol LDL dan kolesterol total (p<0.05). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan serat dengan status gizi dan profil lipid darah (p>0.05). Disimpulkan bahwa sebagian besar subjek yang obes mengalami dislipidemia. Pada subjek penderita dislipidemia, asupan serat tidak berhubungan terhadap status gizi dan profil lipid darah. Subjek penderita dislipidemia sebaiknya menjaga asupan energi dan lemak agar tidak mengalami kegemukan dan menjaga batas IMT normal untuk menghindari abnormalitas pada profil lipid darah.

Kata kunci: asupan serat, dislipidemia, profil lipid darah, status gizi

ABSTRACT

MAYA UTAMI WIDHIANTI. Association between fiber intake with nutritional status and blood lipid profile in dyslipidemic adults. Supervised by LILIK KUSTIYAH.

Dyslipidemia has been reported to be one of the trigger for degeneratif diseases. Dyslipidemia is metabolism disorder of one or more lipid component such as cholesterol total, triglyceride, HDL (High Density Lipoprotein) cholesterol, and LDL (Low Density Lipoprotein) cholesterol. The objective of this study was to analyze the association of fiber consumption with nutritional status and blood lipid profile in dyslipidemic adults. The design study was cross sectional survey involving 79 subjects. The results showed that there were significant correlations (p<0.05) between energy intake with HDL cholesterol and total cholesterol, fat intake with BMI (Body Mass Index), and BMI with cholesterol LDL and total cholesterol (p<0.05). There was no significant correlation (p>0.05) between consumption of fiber with nutritional status and blood lipid profile. In conclusion, most of the dyslipidemia subjects were obese. On the dyslipidemia subjects, consumption of fibers did not relate with nutritional status and blood lipid profile. Dyslipidemia subjects should keep their intake of energy and fat in recommended ranges in order not to be obese and keep the BMI in normal range to avoid abnormalities of blood lipid profile.


(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

HUBUNGAN ASUPAN SERAT DENGAN STATUS GIZI DAN

PROFIL LIPID DARAH PADA ORANG DEWASA

DISLIPIDEMIA

MAYA UTAMI WIDHIANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(5)

Judul Skripsi : Hubungan Asupan Serat dengan Status Gizi dan Profil Lipid Darah pada Orang Dewasa Dislipidemia

Nama : Maya Utami Widhianti NIM : I14090032

Disetujui oleh

Dr Ir Lilik Kustiyah MSi Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Budi Setiawan MS Ketua Departemen


(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Hubungan Asupan Serat dengan Status Gizi dan Profil Lipid Darah pada Orang Dewasa Dislipidemia berhasil diselesaikan. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Ibu Dr Ir Lilik Kustiyah, MSi selaku pembimbing akademik dan skripsi yang telah membimbing dan memberikan arahan.

2. Ibu dr Mira Dewi, SKed, MSi yang telah memberi ijin penggunaan sebagian data penelitiannya untuk penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dr Ir Cesilia Meti Dwiriani, MSc selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah banyak membantu dan memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Para pembahas seminar yaitu Ronald Sinery, Diego Armando Maradona Umuru dan Yunita Magdalena.

5. Bapak (alm) I Nyoman Giri Gunadi, SH (ayah), Ibu Dra Endang Widarti, MPar (ibu), Gieta Hariyani Widyawati dan Nila Aristiani Widyasari (adik), serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya selama ini.

6. Teman-teman Pondok Bisma I (Suci Leowati, Ratu Anna Rufaida, Harlyn Harlinda, Rima Febrina, mbak Diyaniati Sunaryo, dan lainnya) yang selalu memotivasi dan mendoakan.

7. Rekan-rekan Gizi Masyarakat 46 (Noer Herlina Hanum, Utami Wahyuningsih, Nurayu Annisa, S.Gz, Bibi Achmad Chahyanto, S.Gz, Erwin Angga Setya Nugraha), teman-teman satu perjuangan Gizi Masyarakat 46 lainnya, dan Sambodo Rio Sasongko yang senantiasa selalu memberikan doa dan dukungan.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan bantuan hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.Penulis memohon maaf atas segala kekurangan ataupun kekhilafan yang penulis lakukan, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat. Demikian yang bisa penulis sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf.

Bogor, September 2013


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

PRAKATA iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 3

Tujuan Umum 3

Tujuan Khusus 3

Hipotesis 3

METODE 3

Desain, Waktu, dan Tempat 3

Jumlah dan Cara Penarikan Subyek 4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 4 Pengolahan dan Analisis Data 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Karakteristik Subyek dan Sosial Ekonomi Keluarga 10

Konsumsi Pangan 11

Asupan Energi 12

Asupan Lemak 12

Asupan Serat 12

Status Gizi 12

Indeks Massa Tubuh 13

Lingkar Pinggang 14

Rasio Lingkar Pinggang Panggul 15

Persentase Lemak Tubuh 15

Profil Lipid Darah 16

Kolesterol HDL 17

Kolesterol LDL 17

Kolesterol Total 18


(8)

Uji Beda dan Hubungan Antar Variabel 20 Karakteristik Subyek dan Sosial Ekonomi Keluarga dengan Asupan Serat 21 Asupan Serat dengan Status Gizi 21 Asupan Serat dengan Profil Lipid Darah 23 Asupan Energi dengan Status Gizi 25 Asupan Lemak dengan Status Gizi 26 Asupan Energi dengan Profil Lipid Darah 27 Asupan Lemak dengan Profil Lipid Darah 29 Status Gizi dengan Profil Lipid Darah 31

SIMPULAN DAN SARAN 31

Simpulan 31

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 38


(9)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 5 2 Kategori variabel penelitian 8 3 Karakteristik subyek dan sosial ekonomi keluarga 11 4 Rata-rata kadar kolesterol HDL, kolesterol LDL, kolesterol total

dan trigliserida pada subyek 16 5 Sebaran asupan serat subyek berdasarkan status gizi 22 6 Sebaran asupan serat subyek berdasarkan profil lipid darah 24 7 Sebaran asupan energi subyek berasarkan status gizi 25 8 Sebaran asupan lemak subyek berdasarkan status gizi 27 9 Sebaran asupan energi subyek berdasarkan profil lipid darah 28 10 Sebaran asupan lemak subyek berdasarkan profil lipid darah 30 11 Sebaran konsumsi makanan subyek berdasarkan status gizi 31

DAFTAR GAMBAR

1 Sebaran subyek berdasarkan IMT 13 2 Sebaran IMT berdasarkan jenis kelamin 13 3 Sebaran subyek berdasarkan lingkar pinggang 14 4 Sebaran subyek berdasarkan rasio lingkar pinggang panggul 15 5 Sebaran subyek berdasarkan persentase lemak tubuh 16

6 Sebaran subyek berdasarkan kolesterol HDL 17

7 Sebaran subyek berdasarkan kolesterol LDL 18

8 Sebaran subyek berdasarkan kolesterol total 19

9 Sebaran subyek berdasarkan trigliserida 19

10 Sebaran subyek berdasarkan abnormalitas profil lipid darah 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sebaran konsumsi pangan subyek berdasarkan status gizi 38 2 Hasil uji hubungan antara status gizi dengan profil lipid darah 43 3 Hasil uji hubungan antara asupan energi dengan profil lipid darah 43 4 Hasil uji hubungan antara asupan lemak dengan profil lipid darah 44 5 Hasil uji hubungan antara asupan lemak dengan status gizi 44 6 Hasil hubungan antara asupan asupan energi dengan status gizi 45 7 Hasil uji hubungan antara asupan serat dengan status gizi 45 8 Hasil uji hubungan antara asupan serat dengan profil lipid darah 46

9 Hasil uji hubungan antara karakteristik subyek dan sosial ekonomi keluarga dengan asupan serat 46 10 Cara pengukuran lingkar pinggang dan lingkar panggul 47


(10)

Perubahan gaya hidup masyarakat yang cenderung kebarat-baratan menyebabkan terjadinya pergeseran atau perubahan pola penyakit, ditandai dengan munculnya beragam penyakit degeneratif. Penyakit-penyakit degeneratif yang mengakibatkan tingginya angka kematian adalah hipertensi, penyakit kardiovaskuler, stroke, kolesterol dan diabetes. Manifestasi dari perubahan gaya hidup adalah perubahan pola makan yang tidak sehat serta berkurangnya aktifitas fisik. Pola makan yang tidak sehat meliputi diet tinggi lemak dan karbohidrat, makanan dengan kandungan garam sodium yang tinggi, rendahnya asupan makanan mengandung serat serta kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol (Hernawati 2009).

Salah satu pemicu penyakit degeneratif adalah dislipidemia. Dislipidemia adalah ketidaknormalan metabolisme lipoprotein, termasuk produksi yang berlebihan atau kekurangan (Ahmed et al. 1998). Lipoprotein dan lemak di dalam tubuh yang berperanan terhadap dislipidemia mencakup kolesterol HDL (High Density Lipoprotein), kolesterol LDL (Low Density Lipoproterin), kolesterol total dan trigliserida (Ahmed et al. 1998). Dislipidemia merupakan faktor utama terjadinya penyakit jantung koroner (Anwar 2004). Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001 dalam Suprihatin et al. (2007) menyatakan bahwa penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian nomor satu di Indonesia. Sebanyak 30% atau 17.8 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada tahun 2008, dengan 7.3 juta dari kematian tersebut disebabkan oleh penyakit jantung koroner (Orviyanti 2012).

Survei MONICA (Monitoring Trends and Determinants in Cardiovasculer Disease) pada tahun 1993-1994 (Bahri 2004) di Jakarta menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi dislipidemia (usia 25-64 tahun) dari 13.4% menjadi 16.4%. Prevalensi hiperkolesterolemia pada orang Indonesia usia 25-34 tahun sebesar 9.3% (Andriani et al. 2012). Menurut Barass 1993 dalam Sandjaja & Sudikno (2005), peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol total merupakan manifestasi dari rendahnya aktifitas fisik serta pola makan yang tidak terkendali.

Perubahan pola makan juga berdampak terhadap status gizi seseorang. Meningkatnya asupan makanan tinggi lemak dan rendah serat memicu terjadinya masalah gizi lebih. Overweight dan obes merupakan faktor yang memengaruhi terjadinya dislipidemia (Suprihatin et al. 2007). Selain itu, overweight dan obes juga merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner (Setianingsih 2007). Di Indonesia pada tahun 1995, prevalensi penderita overweight sebesar 10.3% sedangkan prevalensi penderita obes sebesar 12.2%. Terjadi peningkatan prevalensi overweight pada tahun 2000 sebesar 17.4% (Sandjaja & Sudikno 2005).

Faktanya, angka prevalensi overweight dan obes cenderung lebih tinggi dibandingkan prevalensi gizi kurang pada penduduk usia dewasa di Indonesia. Sebanyak 22.5% penduduk Indonesia menderita kegemukan dengan 54.2% diantaranya menderita obesitas. Prevalensi kegemukan lebih tinggi pada usia 41-55 tahun yaitu sebesar 33.7% dengan 59% diantaranya menderita obes (Badriah 2011).


(11)

Usia dewasa merupakan masa produktif dan penting seseorang. Masalah kelebihan atau kekurangan gizi yang terjadi pada usia dewasa akan memengaruhi produktivitas kerjanya (Badriah 2011). Oleh karena itu, pentingnya menjaga kesehatan pada usia ini. Perubahan gaya hidup khususnya pola makan sangat diperlukan guna mencegah timbulnya berbagai macam penyakit. Suatu bahan pangan yang direkomendasikan dalam mengontrol kadar lipid darah adalah serat. Menurut Sudiarti & Indrawani (2009), serat merupakan komponen suatu bahan pangan yang tidak dapat dicerna secara enzimatis oleh enzim-enzim pencernaan. Serat berfungsi untuk menurunkan kadar kolesterol darah khususnya serat larut air. Makanan yang mengandung serat dapat menurunkan kadar kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) sebesar 13.61%, kolesterol total 10.37%, trigliserida sebesar 13.53% serta meningkatkan kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) sebesar 3.2% (Orviyanti 2012). Fungsi lain dari serat adalah pengontrolan berat badan. Serat larut air dapat membentuk gel sehingga memberikan rasa kenyang lebih lama. Volume makanan dalam lambung menjadi lebih besar ketika terdapat gel yang terbentuk dari serat larut air. Hal inilah yang menyebabkan rasa kenyang lebih lama (Sulistijani 2005).

Kolesterol merupakan bahan utama dalam pembentukan asam empedu. Penurunan kolesterol oleh serat khususnya serat larut air adalah berdasarkan kemampuannya dalam mengikat asam empedu. Asam empedu yang terikat dengan serat akan dibuang bersama dengan feses. Hati akan kembali membentuk asam empedu dengan menggunakan kolesterol sebagai bahan utama. Ketika seseorang mengonsumsi serat, maka akan semakin banyak asam empedu yang dibuang dan semakin banyak kolesterol dalam darah yang akan digunakan untuk membentuk asam empedu. Secara tidak langsung, hal ini yang menyebabkan turunnya kadar kolesterol di dalam darah. Mekanisme lainnya adalah melalui penghambatan pembentukan asam lemak oleh produk hasil fermentasi oleh bakteri di usus besar (produksi asam lemak rantai pendek seperti asetat, butirat, propionat). Sementara itu, mekanisme serat dalam pengontrolan berat badan adalah serat dapat meningkatkan rasa kenyang karena pengunyahan serat yang lebih lama di mulut, serat dapat menurunkan rasa lapar karena pencernaan serat yang lama di dalam lambung dan usus; dan serat dapat memperlambat absorbsi zat gizi makro sehingga dapat asupan energi (Brown et al. 1999).

Orang yang obes cenderung terkena dislipidemia (Janssen et al. 2004). Penderita dislipidemia sangat dianjurkan untuk mengonsumsi serat mengingat peranan serat dalam penurunan kadar kolesterol darah dan pengaruhnya terhadap status gizi. Serat memiliki efek hipolipidemik (menurunkan lipid darah) yang sangat bermanfaat bagi penderita dislipidemia (Budianto 2009). Peningkatan serat makanan dapat menurunkan kolesterol (Brown et al. 1999).

Selain serat, terdapat faktor lain yang memengaruhi status gizi dan profil lipid darah seseorang. Salah satunya adalah aktifitas fisik. Akan tetapi penelitian mengenai serat masih terbatas. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara asupan serat dengan status gizi dan profil lipid darah pada orang dewasa dislipidemia.


(12)

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan antara asupan serat dengan status gizi dan profil lipid darah pada orang dewasa dislipidemia.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengkaji karakteristik subjek (usia, jenis kelamin, dan pendidikan), dan sosial ekonomi keluarga (pendapatan keluarga dan besar keluarga).

2. Mengkaji asupan energi, lemak, dan serat pada subjek.

3. Mengkaji status gizi subjek (indeks massa tubuh, persen lemak tubuh, lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang panggul).

4. Mengkaji profil lipid darah subjek (kadar kolesterol HDL, kadar kolesterol LDL, kadar kolesterol total, dan kadar trigliserida).

5. Menganalisis hubungan antara karakteristik subjek (usia, jenis kelamin, dan pendidikan) dan sosial ekonomi keluarga (pendapatan keluarga dan besar keluarga) dengan asupan serat subjek.

6. Menganalisis hubungan antara asupan energi, lemak, dan serat dengan status gizi dan profil lipid darah subjek.

7. Menganalisis hubungan antara status gizi (IMT) dengan profil lipid darah subjek.

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara asupan serat dengan status gizi pada orang dewasa dislipidemia.

2. Terdapat hubungan antara asupan serat dengan profil lipid darah (kolesterol LDL, kolesterol HDL, kolesterol total dan trigliserida) pada orang dewasa dislipidemia.

METODE

Desain, Waktu, dan Tempat

Penelitian ini menggunakan sebagian data dari penelitian yang berjudul “Studi Efikasi Intervensi Minyak Goreng yang diperkaya Plant-Sterol untuk Memperbaiki Profil Lipid dan Status Inflamasi pada Individu Hiperlipidemia”. Desain penelitian adalah cross-sectional, yaitu pengambilan data dilakukan pada waktu yang bersamaan atau pada satu saat, baik variabel independen maupun variabel dependen. Penentuan lokasi dilakukan secara purposive, yaitu di Kota


(13)

dan Kabupaten Bogor. Wilayah kota meliputi Kelurahan Sempur (Kecamatan Bogor Tengah) dan wilayah kabupaten meliputi Kelurahan Dramaga, Kelurahan Cikarawang (Kecamatan Dramaga), Kelurahan Benteng, Kelurahan Cibanteng, dan Kelurahan Cihedeung Hilir (Kecamatan Ciampea). Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan kemudahan akses. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2012.

Jumlah dan Cara Penarikan Subjek

Penelitian payung melakukan screening terlebih dahulu sebelum menetapkan subjek dengan kriteria yaitu kadar kolesterol total ≥200 mg/dL. Subjek yang telah memenuhi kriteria tersebut selanjutnya dipilih kembali berdasarkan kriteria inklusi yaitu laki-laki atau perempuan berusia 20-65 tahun; tidak mengonsumsi obat-obatan penurun kolesterol; tidak menderita penyakit jantung, diabetes, ginjal atau penyakit kronik lainnya; berdomisili di wilayah penelitian; dan bersedia untuk menjadi subjek dalam penelitian ini. Kriteria eksklusi penelitian payung adalah hiperlipidemia sekunder, konsentrasi trigliserida puasa >300 mg/dL, menggunakan obat-obatan penurun kolesterol, menderita penyakit gastrointestinal atau penyakit berat lainnya yang sama, dan tidak bersedia menjadi subjek. Hal ini karena dapat memengaruhi kadar kolesterol subjek. Subjek yang terpilih dalam penelitian payung berjumlah 102 subjek.

Subjek pada penelitian ini menggunakan subjek yang telah terpilih dari penelitian payung. Kriteria inklusi yang digunakan untuk memperoleh subjek adalah dislipidemia (subjek dengan kadar kolesterol HDL <40 mg/dL atau kolesterol LDL ≥130 mg/dL atau trigliserida ≥150 mg/dL atau kolesterol total ≥200 mg/dL). Pengukuran kadar kolesterol HDL, kolesterol LDL, trigliserida, dan kolesterol total telah dilakukan pada saat screening di penelitian payung. Subjek yang terpilih dalam penelitian ini berjumlah 79 subjek. Jumlah subjek yang terpilih di Kelurahan Sempur sebanyak 14 subjek, di Kelurahan Dramaga sebanyak 9 subjek, di Kelurahan Cikarawang sebanyak 27 subjek dan di Kelurahan Cihideung Hilir sebanyak 29 subjek.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan mencakup data primer dan data sekunder. Data primer berupa asupan serat. Data sekunder yang diperoleh dari penelitian payung, meliputi: 1) karakteristik subjek (usia, jenis kelamin, pendidikan) dan sosial ekonomi keluarga (pendapatan keluarga dan besar keluarga); 2) asupan energi dan lemak; 3) profil lipid darah (kolesterol HDL, kolesterol LDL, kolesterol total, dan trigliserida); dan 4) status gizi (Indeks Massa Tubuh (IMT), Lingkar Pinggang (LP), Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP), dan persentase lemak tubuh). Data dikumpulkan melalui wawancara dan uji laboratorium.

Karakteristik subjek (usia, jenis kelamin, pendidikan) dan sosial ekonomi keluarga (pendapatan keluarga dan besar keluarga) diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data asupan energi, lemak, dan serat diperoleh melalui food recall 1x24 jam menggunakan kuesioner kemudian dikonversi ke dalam satuan energi, lemak (kkal dan gram) menggunakan Daftar Komposisi


(14)

Bahan Makanan (DKBM) sedangkan serat (gram) menggunakan DBMP (Daftar Penukar Bahan Makanan).

Status gizi subjek ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), Lingkar Pinggang (LP), Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP), dan persentase lemak tubuh. Berat badan diukur menggunakan timbangan injak dengan merk Camri (ketelitian 0.1 kg) dan pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise

dengan merk Stature (ketelitian 0.1 cm). Lingkar pinggang dan lingkar panggul diukur menggunakan meterline dengan merk Butterfly (ketelitian 0.1 cm). Cara pengukuran lingkar pinggang dan lingkar panggul secara detail ditampilkan pada lampiran 10. Persentase lemak tubuh diukur menggunakan Body Fat Monitor

dengan merk Omron (ketelitian 4.1% dengan kisaran 4.0-50.0%).

Profil lipid darah mencakup kolesterol HDL (High Density Lipoprotein), kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein), kolesterol total dan trigliserida.Darah diambil dari pembuluh darah vena pada lipatan siku lengan sebanyak 5 mL. Pengambilan darah dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 07.00-08.00 WIB pada subjek yang telah puasa minimal delapan jam sebelumnya. Batas maksimal pengambilan darah hingga analisis serum darah adalah dua jam. Data profil lipid darah meliputi kolesterol HDL, kolesterol LDL, kolesterol total, dan trigliserida. Profil lipid darah dianalisis menggunakan metode spektrofotometri. Analisis profil lipid darah dilakukan oleh laboratorium kesehatan Prodia® Kota Bogor. Secara keseluruhan jenis dan cara pengambilan data dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

Jenis Data Variabel Cara Pengumpulan Karakteristik subjek

dan sosial ekonomi keluarga

Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, dan besar keluarga

Wawancara menggunakan kuesioner Asupan pangan

Jenis dan jumlah bahan pangan yang mengandung energi, lemak, dan serat

Metode food recall

1x24 jam Status Gizi IMT, LP, RLPP, dan persentase

lemak tubuh

Timbangan injak,

microtoise, meterline,

body fat monitor

Profil lipid darah Kolesterol HDL, kolesterol LDL, kolesterol total, dan trigliserida

Metode

spektrofotometri Pengolahan dan Analisis Data

Data diolah baik secara manual maupun menggunakan program komputer

Microsoft Excel 2007 dan SPSS version 16.0 for windows. Tahap pengolahan data adalah entry, coding, cleaning, dan pengkategorian data.

Data karakteristik subjek meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, sedangkan data sosial ekonomi keluarga meliputi pendapatan keluarga dan besar keluarga. Usia dikategorikan menjadi tiga (Elmanora et al. 2012) yaitu: 1) dewasa awal (20-40 tahun); 2) dewasa madya (41-65 tahun); dan 3) dewasa akhir (>65 tahun). Jenis kelamin dikategorikan menurut sebaran subjek yaitu laki-laki dan perempuan. Pengkategorian tingkat pendidikan (Mawaddhah & Hardinsyah


(15)

2008), yaitu 1) pendidikan dasar (SD); 2) pendidikan menengah (SMP dan SMA); dan 3) pendidikan tinggi (Perguruan Tinggi). Pendapatan dikategorikan menjadi dua berdasarkan garis kemiskinan menurut BPS Bogor 2009 (Anriani 2012) yaitu keluarga miskin dan keluarga tidak miskin. Besar keluarga dikategorikan menjadi tiga (Elmanora et al. 2012), yaitu 1) keluarga kecil (≤4 orang); 2) keluarga sedang (5-6 orang); dan 3) keluarga besar (≥7 orang).

Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2004, diketahui Angka Kecukupan Energi (AKE) untuk subjek disesuaikan menurut umur dan jenis kelaminnya. Angka Kecukupan Energi (AKE) untuk subjek dengan status gizi normal ditentukan dengan cara membagi berat badan aktual dengan berat badan ideal kemudian hasilnya dikalikan dengan AKG yang tertera di tabel sedangkan untuk subjek yang overweight dan obes, Angka Kecukupan Energi (AKE) adalah AKE yang tertera di tabel menurut WNPG (2004).

Data tingkat kecukupan energi dikategorikan menjadi lima (Gibson 2005), yaitu defisit berat (<70%), defisit sedang (70-79%), defisit ringan (80-89%), normal (90-119%), dan lebih (≥120%). Kecukupan lemak total menggunakan perhitungan asupan lemak total berkisar antara 20-30% dari asupan energi subjek sesuai dengan anjuran WNPG (2004). Tingkat kecukupan lemak dibedakan menjadi tiga, yaitu kurang (<20% asupan energi), cukup (20-30% asupan energi), lebih (>30% asupan energi). Data asupan serat dikategorikan berdasarkan anjuran asupan serat (Hardinsyah dan Tambunan 2004 dalam Kusharto 2006) yaitu 19-30 gram/hari sehingga kategori untuk asupan serat adalah kurang (<19 gram/hari), cukup (19-30 gram/hari), dan lebih (>30 gram/hari). Data konsumsi pangan diketahui melalui metode recall 1x24 jam. Data konsumsi pangan yang telah didapat kemudian dikonversi ke dalam satuan energi dan lemak (kkal, gram) merujuk pada Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) sedangkan konversi serat (gram) menggunakan DBMP (Daftar Penukar Bahan Makanan). Konversi asupan energi dan lemak dihitung dengan menggunakan rumus (Hardinsyah dan Briawan 1994) sebagai berikut:

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100) Keterangan:

Kgij = Kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j Bj = Berat makanan j yang dikonsumsi (gram)

Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j BDDj = Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan

Tingkat kecukupan zat gizi dalam penelitian ini diperoleh dari perbandingan asupan zat gizi subjek dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Untuk menghitung angka kecukupan energi subjek digunakan rumus:

AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan:

AKGI = Angka kecukupan gizi subjek Ba = Berat badan aktual (kg) Bs = Berat badan standar (kg)

AKG = Angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG 2004)


(16)

Tingkat kecukupan energi dihitung berdasarkan angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan menurut usia dan berat badan sehat (WNPG 2004), sedangkan bagi individu dengan status gizi kurus atau gemuk, maka digunakan berat badan ideal sehingga AKG individu kurus atau gemuk sama dengan AKG menurut WNPG (2004). Tingkat kecukupan energi dihitung menggunakan rumus:

TKG = (K/AKGI) x 100 Keterangan:

TKG = Tingkat kecukupan zat gizi K = Konsumsi zat gizi

AKGI = Angka kecukupan gizi subjek

Status gizi subjek dihitung berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang (LP), rasio lingkar pinggang panggul (RLPP), dan persentase lemak tubuh. Indeks massa tubuh diperoleh melalui rumus: berat badan (kg) / tinggi badan (m2). IMT dikategorikan menjadi 5 kategori (WHO 2000) yaitu: 1) kurus (<18.5 kg/m2); 2) normal (18.5–22.9 kg/m2); 3) overweight (23–24.9 kg/m2); 4) obes I (25–29.9 kg/m2); 5) obes II (≥30 kg/m2). Pengkategorian lingkar pinggang menurut WHO (2008) yaitu untuk laki-laki dikategorikan normal (<85 cm) dan berisiko komplikasi metabolik (≥85 cm) sedangkan untuk perempuan dikategorikan normal (<80 cm) dan berisiko komplikasi metabolik (>80 cm). Rasio lingkar pinggang panggul (RLPP) dihitung menggunakan rumus: lingkar pinggang (cm) / lingkar panggul (cm). Pengkategorian rasio lingkar pinggang panggul (Lee & Nieman 2010) yaitu untuk laki-laki dikategorikan normal (<0.9) dan berisiko komplikasi metabolik (≥0.9) sedangkan untuk perempuan dikategorikan normal (<0.8) dan berisiko komplikasi metabolik (≥0.8). Pengkategorian persentase lemak tubuh (Lee & Nieman 2010) yaitu untuk laki-laki dikategorikan normal (<25%) dan tinggi (≥25%) sedangkan untuk perempuan dikategorikan normal (<32%) dan tinggi (≥32%).

Data profil lipid darah yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data kolesterol HDL, kolesterol LDL, kolesterol total dan trigliserida. Data profil lipid darah dikelompokkan berdasarkan batasan normalnya. Kadar kolesterol HDL subjek dikelompokkan menjadi tiga, yaitu 1) high (≥60 mg/dL); 2) low (<40 mg/dL); dan 3) normal (40-60 mg/dL). Data kadar kolesterol LDL dikelompokkan menjadi lima, yaitu 1) optimal (<100 mg/dL); 2) near optimal

(100-129 mg/dL); 3) borderline high (130-159 mg/dL); 4) high (160-189 mg/dL); dan 5) very high (≥190 mg/dL). Data kadar trigliserida dikelompokkan menjadi

empat, yaitu 1) normal (<150 mg/dL); 2) borderline high (150-199 mg/dL); 3)

high (200-499 mg/dL); dan 4) very high(≥500 mg/dL). Data kadar kolesterol total dikelompokkan menjadi tiga, yaitu 1) desirable (<200 mg/dL); 2) borderline high

(200-239 mg/dL); dan 3) high (≥240 mg/dL) (Lee & Nieman 2010).

Pengkategorian variabel penelitian secara ringkas ditampilkan pada Tabel 2. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensia setelah data dikategorikan. Analisis deskriptif (distribusi frekuensi, rata-rata dan standar deviasi) digunakan untuk menganalisis data karakteristik subjek, sosial ekonomi keluarga, asupan energi, asupan lemak, asupan serat, status gizi (IMT, lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang panggul, dan persentase lemak tubuh), dan profil lipid darah (kolesterol LDL, kolesterol HDL, kolesterol total, dan trigliserida). Analisis inferensia meliputi uji hubungan dan uji beda antar variabel. Uji


(17)

hubungan menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman sedangkan uji beda antara lain untuk: 1) menguji hubungan antara variabel karakteristik subjek dan sosial ekonomi keluarga dengan asupan serat; 2) menguji hubungan antara variabel asupan serat dengan status gizi dan profil lipid darah; 3) menguji hubungan antara variabel asupan energi dengan status gizi dan profil lipid darah, 4) menguji hubungan antara variabel asupan lemak dengan status gizi dan profil lipid darah; dan 5) menguji hubungan antara variabel status gizi dengan profil lipid darah. Uji independent t-test digunakan untuk 1) mengetahui perbedaan asupan energi, lemak, serat antara subjek dengan status gizi normal dan berlebih; 2) mengetahui perbedaan asupan energi, lemak, serat antara subjek dengan profil lipid darah baik dan profil lipid darah tidak normal; 3) mengetahui perbedaan IMT, LP, RLPP, dan persentase lemak tubuh antara subjek laki-laki dan perempuan; dan 4) mengetahui perbedaan kolesterol HDL, kolesterol LDL, kolesterol total, dan trigliserida antara subjek laki-laki dan perempuan.

Tabel 2 Kategori variabel penelitian

No Variabel Kelompok Acuan

1 Karakteristik sosial ekonomi

Usia Dewasa awal (20-40 tahun)

Elmanora et al. (2012) Dewasa madya (41-65 tahun)

Dewasa akhir (>65 tahun) Jenis kelamin Laki-laki

Sebaran subjek Perempuan

Pendidikan Pendidikan dasar (SD)

Mawaddhah & Hardinsyah (2008) Pendidikan menengah (SMP

dan SMA)

Pendidikan tinggi (Perguruan tinggi)

Pendapatan Keluarga miskin (≤Rp223 218)

BPS Bogor 2009 dalam Anriani (2012) Keluarga tidak miskin

(>Rp223 218)

Besar keluarga Keluarga kecil (≤4 orang)

Elmanora et al. (2012) Keluarga sedang (5-6 orang)

Keluarga besar (≥7 orang) 2 Konsumsi Pangan

Tingkat Kecukupan Energi

Defisit berat (<70%)

Gibson (2005) Defisit sedang (70-79%)

Defisit ringan (80-89%) Cukup (90-119%) Lebih (≥120 %) Tingkat Kecukupan

Lemak

Kurang (<20% asupan


(18)

Tabel 2 Kategori variabel penelitian (lanjutan)

No Variabel Kelompok Acuan

Cukup (20-30% asupan

energi) WNPG (2004)

Lebih (>30% asupan energi)

Serat Kurang (<19 gram) Hardinsyah dan

Tambunan 2004 dalam Kusharto (2006) Cukup (19-30 gram)

Lebih (>30 gram) 3 Status Gizi

Indeks massa tubuh

Kurus (<18.5 kg/m2)

WHO (2000) Normal (18.5-22.9 kg/m2)

Overweight (23-24.9 kg/m2) ObesI (25-29.9 kg/m2) Obes II (≥30 kg/m2

) Persentase

lemak tubuh

Normal (<25%) dan Tinggi

(≥25%) untuk laki-laki Lee dan Nieman (2010) Normal (<32%) dan Tinggi

(≥32%) untuk perempuan Lingkar

pinggang

Normal (<85 cm) dan

Berisiko komplikasi

metabolik (≥85 cm) untuk laki-laki

WHO (2008) Normal (<80 cm) dan

Berisiko komplikasi

metabolik (≥80 cm) untuk perempuan

Rasio lingkar pinggang panggul

Normal (<0.9) dan Berisiko komplikasi metabolik (>0.9)

untuk laki-laki Lee dan Nieman

(2010) Normal (<0.8) dan Tinggi

(>0.8) untuk perempuan 4 Profil lipid darah

Kolesterol HDL

High (≥60 mg/dL)

Lee dan Nieman (2010)

Low (<40 mg/dL)

Normal (40-60 mg/dL) Kolesterol

LDL

Optimal (<100 mg/dL)

Near optimal (100-129

mg/dL)

Borderline high (130-159 mg/dL)

High (160-189 mg/dL)


(19)

Tabel 2 Kategori variabel penelitian (lanjutan)

No Variabel Kelompok Acuan

Trigliserida Normal (< 150 mg/dL)

Lee dan Nieman (2010)

Borderline high (150-199 mg/dL)

High (200-499 mg/dL)

Very high(≥500 mg/dL)

Kolesterol total Desirable (<200 mg/dL)

Borderline high (200-239 mg/dL)

High(≥240 mg/dL)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Subjek dan Sosial Ekonomi Keluarga

Karakteristik subjek meliputi usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan sedangkan sosial ekonomi keluarga meliputi pendapatan keluarga dan besar keluarga ditampilkan pada Tabel 3.

Kisaran usia subjek adalah 29-65 tahun. Rata-rata usia subjek sebesar 48±9 tahun. Sebanyak 77.2% subjek tergolong dalam kategori dewasa madya (41-65 tahun). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Setiono (2012) di Semarang bahwa sebagian besar penderita dislipidemia berada pada kelompok 41-65 tahun. Sebagian besar subjek (73.4%) adalah perempuan. Tingkat pendidikan subjek berkisar dari SD hingga perguruan tinggi. Pada umumnya subjek memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah. Sebanyak 35.4% subjek menempuh tingkat pendidikan dasar (SD). Tingkat pendidikan memengaruhi konsumsi pangan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan pengetahuan gizi seseorang semakin baik sehingga pemilihan pangan seseorang akan lebih baik (Fikawati & Syafiq 2009).

Pendapatan keluarga dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi keluarga miskin dan tidak miskin berdasarkan data garis kemiskinan (BPS Bogor 2009 dalam Anriani 2012). Kisaran pendapatan keluarga subjek adalah Rp100 000-Rp5 000 000/kapita/bulan. Rata-rata pendapatan keluarga subjek sebesar Rp1 600 000±1 240 000/kapita/bulan. Pada umumnya (95%) subjek termasuk keluarga tidak miskin sedangkan sisanya (5%) adalah keluarga miskin. Hiperkolesterolemia dan obes sering dijumpai pada subjek dengan pendapatan tinggi (Khogare 2012). Pendapatan memengaruhi dalam pemenuhan kebutuhan pangan seseorang. Pendapatan keluarga memengaruhi jenis makanan yang dikonsumsinya (Berg & Muscal 1985). Semakin tinggi status ekonomi seseorang, maka akan semakin beragam makanan yang dikonsumsinya dibandingkan dengan seseorang dengan status ekonomi lebih rendah (Almatsier 2006).

Besar keluarga adalah banyaknya jumlah anggota dalam suatu keluarga. Kisaran besar keluarga subjek adalah 1-21 orang dengan rata-rata besar


(20)

keluarganya sebesar 5±2 orang. Sebagian besar subjek (50.6%) termasuk dalam kategori keluarga kecil (≤4 orang). Ukuran besarnya keluarga berkaitan erat dengan kejadian masalah gizi dan kesehatan. Keluarga dengan pendapatan yang rendah dan jumlah anggota keluarga yang banyak menyebabkan makanan yang diasupan kurang bergizi (Kartasapoetra & Marsetyo 2008).

Tabel 3 Karakteristik subjek dan sosial ekonomi keluarga Karakteristik Subjek dan Sosial

Ekonomi Keluarga Jumlah (n) Persentase (%) Usia (rata-rata±sd) 48±9 tahun

-Dewasa awal (20-40 tahun) -Dewasa madya (41-65 tahun) -Dewasa akhir (≥65 tahun)

16 61 2 20.3 77.2 2.5

Total 79 100

Jenis kelamin -Laki-laki -Perempuan 21 58 26.6 73.4

Total 79 100

Tingkat pendidikan -Tidak sekolah

-Pendidikan dasar (SD)

-Pendidikan menengah (SMP dan SMA)

-Pendidikan tinggi (Perguruan Tinggi)

19 28 27 5 24.1 35.4 34.2 6.3

Total 79 100

Pendapatan Keluarga (rata-rata±sd) 1 600 000±1 210 000 (Rp/Kapita/Bulan) -Keluarga miskin (≤Rp223 218)

-Keluarga tidak miskin (>Rp223 218)

4 75

5 95

Total 79 100

Besar keluarga (rata-rata±sd) 5±2 orang -Keluarga kecil (≤4 orang)

-Keluarga sedang (5-7 orang) -Keluarga besar (≥8 orang)

40 24 15 50.6 30.4 19

Total 79 100

Konsumsi Pangan

Pangan adalah bahan-bahan yang dikonsumsi oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya, untuk memelihara tubuh serta pertumbuhan tubuh, dan penggantian jaringan tubuh yang rusak. Selain itu, pangan juga didefinisikan sebagai sumber gizi. Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling pokok (Budianto 2009). Sebaran jenis-jenis bahan pangan yang dikonsumsi oleh subjek ditampilkan pada lampiran 1.

Subjek dengan status gizi gemuk, asupan energi yang tinggi berasal dari nasi, mie, tempe goreng, kopi, nasi goreng, ayam, bakwan, rendang, telur ayam, dan kue. Asupan lemak yang tinggi berasal dari nasi, mie, ayam, kerupuk, bakwan, tempe goreng, telur ayam, sop sapi, dan soto daging. Asupan serat yang


(21)

tinggi berasal dari nasi, tempe goreng, sayur asem, gudeg, mangga, ketimun, dan pepaya. Sementara itu pada subjek dengan status gizi normal, asupan energi yang tinggi berasal dari nasi, ayam, kopi, telur ayam, ikan, biskuit, mangga, mie, jeruk, susu kental manis, nasi goreng, dan keripik ciceh. Asupan lemak yang tinggi berasal dari nasi, ayam, telur ayam, mie, soto ayam, keripik ciceh, biskuit, sayur asem kacang tanah, tahu goreng, dan ikan. Asupan serat yang tinggi berasal dari nasi, sayur asem, mangga, oncom, tempe goreng, daun singkong, kacang tanah, capcai, jeruk, dan tahu goreng.

Asupan energi

Manusia memerlukan energi yang berasal dari makanan untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Kisaran asupan energi subjek adalah 158-3013 kkal/hari dengan rata-rata asupan energi sebesar 1261±596 kkal/hari. Pada umumnya subjek (59.5%) memiliki tingkat kecukupan energi yang tergolong defisit berat. Persentase subjek yang termasuk dalam kategori tingkat kecukupan energi defisit sedang, defisit ringan, normal, dan lebih masing-masing sebesar 8.9%, 7.6%, 17.7%, 6.3%. Ketidakseimbangan antara asupan dan pengeluaran energi menyebabkan terjadinya obes (Gibney et al. 2005).

Asupan lemak

Asupan lemak subjek berkisar antara 2-244 gram/hari. Rata-rata asupan lemak subjek adalah 42.7±41.9 gram/hari. Seluruh subjek (100%) termasuk dalam kategori tingkat kecukupan lemak kurang. Lemak merupakan penghasil energi tertinggi karena menghasilkan 9 kkal/gram (Almatsier 2011). Asupan lemak yang berlebih mengakibatkan terjadinya kelebihan energi di dalam tubuh (Gibney et al. 2005). Studi Hu et al. (1999) di US bahwa asam lemak jenuh dan asam lemak trans dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler.

Asupan serat

Serat makanan (dietary fiber) adalah komponen bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan dalam tubuh (Sudiarti & Indrawani 2009). Asupan serat subjek berkisar antara 0.4-57.5 gram/hari. Rata-rata asupan subjek adalah 15.5±13.0 gram/hari. Pada umumnya asupan serat subjek masih tergolong rendah. Sebanyak 68.4% subjek tergolong dalam kategori kurang, 20.3% subjek tergolong cukup, dan 11.4% subjek tergolong lebih.

Status Gizi

Status gizi adalah suatu kondisi tubuh akibat asupan, penyerapan dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama (Supariasa et al. 2001). Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk (Hartriyanti & Triyanti 2009). Orang yang obes cenderung terkena dislipidemia (Janssen et al. 2004). Orang obes memiliki ukuran dan komposisi tubuh yang lebih besar daripada orang yang normal. Pengukuran antropometri untuk ukuran tubuh menggunakan indeks massa tubuh sedangkan untuk komposisi tubuh menggunakan lingkar pinggang, rasio


(22)

lingkar pinggang panggul, dan persentase lemak tubuh (Agustino 2013). Indeks massa tubuh, rasio lingkar pinggang panggul, lingkar pinggang dapat digunakan untuk menentukan obesitas (Dewi 2005).

Indeks massa tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh (IMT) menurut Arisman (2007) merupakan suatu rumus matematis untuk menentukan status gizi seseorang dengan persamaan yaitu berat badan aktual (gram) dibagi dengan tinggi badan (m2) atau IMT = BB/(TB)2. Indeks massa tubuh digunakan untuk pengukuran jaringan adiposa (Romaguera et al. 2011). Sebaran subjek berdasarkan IMT ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Sebaran subjek berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh subjek berkisar antara 18.8-41.6 kg/m2 dengan rata-rata sebesar 27.9±4.9 kg/m2. Sebanyak 38% subjek tergolong dalam kategori obes I. Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan energi antara intake energi dan energi yang digunakan (Elliot et al. 2011). Sebaran status gizi contoh juga dibedakan berdasarkan jenis kelamin yang ditampilkan pada Gambar 2.


(23)

Status gizi gemuk terdiri dari status gizi overweight dan obes. Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek yang memiliki status gizi normal (69%) dan gemuk (74%) adalah perempuan. Berdasarkan hasil uji

independent t-test bahwa tidak terdapat perbedaan IMT yang signifikan antara perempuan dengan laki-laki (p>0.05).

Lingkar pinggang

Lingkar pinggang merupakan indikator baik dari abdominal visceral obesity (Lee dan Nieman 2010). Lingkar pinggang dapat digunakan sebagai indikator pengukuran distribusi lemak tubuh dan obesitas sentral (Romaguera et al. 2011). Sebaran subjek berdasarkan lingkar pinggang ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Sebaran subjek berdasarkan lingkar pinggang

Pengkategorian lingkar pinggang subjek berdasarkan jenis kelamin. Cut off point kategori lingkar pinggang normal menurut WHO (2008) bagi perempuan sebesar <80 cm dan laki-laki sebesar <85 cm. Kisaran lingkar pinggang subjek laki-laki adalah 71-115 cm dengan rata-rata sebesar 92.3±11.5 cm. Lingkar pinggang subjek perempuan berkisar antara 70-116 cm dengan rata-rata sebesar 95±9.8 cm. Rata-rata lingkar pinggang pada subjek secara total adalah 94±10 cm. Pada umumnya baik subjek laki-laki (21.5%) maupun perempuan (69.6%) tergolong dalam kategori berisiko mengalami komplikasi metabolik. Rata-rata lingkar pinggang perempuan (95.1±9.8 cm) lebih besar dibandingkan dengan laki-laki (92.3±9.9 cm). Berdasarkan hasil uji independent t-test bahwa tidak terdapat perbedaan lingkar pinggang yang signifikan antara perempuan dengan laki-laki (p>0.05). Studi Maruf et al. (2012) di Nigeria bahwa perempuan memiliki lingkar pinggang lebih besar daripada laki-laki. Laki-laki maupun perempuan yang memiliki lingkar pinggang tinggi berisiko terkena penyakit jantung koroner. Nilai lingkar pinggang yang tinggi berkorelasi positif dengan peningkatan terjadinya dislipidemia (Al-Ajlan 2011).


(24)

Rasio lingkar pinggang panggul

Rasio lingkar pinggang panggul dihitung dengan membagi lingkar pinggang dengan lingkar panggul (Lee dan Nieman 2010). Sangat penting untuk mengetahui distribusi lemak tubuh karena berimplikasi terhadap obesitas (Gibney

et al. 2005). Pengukuran rasio lingkar pinggang panggul dapat menggambarkan distribusi lemak tubuh terutama di rongga perut. Semakin tinggi nilai rasio lingkar pinggang panggul menunjukkan semakin tingginya lemak di rongga perut.

Pengkategorian rasio lingkar pinggang panggul subjek berdasarkan jenis kelamin (Lee & Nieman 2010) yaitu ≥0.9 berisiko komplikasi metabolik bagi laki-laki dan rasio lingkar pinggang panggul ≥0.8 berisiko komplikasi metabolik bagi perempuan. Sebaran subjek berdasarkan rasio lingkar pinggang panggul ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Sebaran subjek berdasarkan rasio lingkar pinggang panggul Kisaran rasio lingkar pinggang panggul subjek laki-laki adalah 0.5-1.01 sedangkan pada subjek perempuan adalah 0.8-1.1. Rata-rata rasio lingkar pinggang panggul pada kedua subjek adalah 0.9±0.1 dengan rata-rata lingkar pinggang pada subjek secara total adalah 0.9±0.1. Subjek laki-laki (24.1%) dan perempuan (70.9%) tergolong dalam kategori berisiko mengalami komplikasi metabolik. Berdasarkan hasil uji independent t-test bahwa tidak terdapat perbedaan rasio lingkar pinggang panggul yang signifikan antara perempuan dengan laki-laki (p>0.05). Studi Maruf et al. (2012) di Nigeria menyatakan bahwa subjek perempuan memiliki rasio lingkar pinggang panggul lebih besar daripada laki-laki.

Persentase lemak tubuh

Pengukuran persentase lemak tubuh digunakan untuk membedakan antara massa lemak tubuh dan massa bukan lemak tubuh. Persentase lemak tubuh subjek diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin karena laki-laki dan perempuan memiliki persentase lemak tubuh yang berbeda. Sebaran subjek berdasarkan persentase lemak tubuh ditampilkan pada Gambar 5.


(25)

Kisaran persentase lemak tubuh subjek laki-laki adalah 17.5-37.6% sedangkan pada subjek perempuan adalah 24.7-44.9%. Rata-rata persentase pada subjek laki-laki adalah 28±4.8% sedangkan subjek perempuan adalah 35.39±5.5%. Subjek laki-laki (24.1%) dan perempuan (55.7%) tergolong dalam kategori tinggi. Berdasarkan hasil uji independent t-test bahwa terdapat perbedaan persentase lemak tubuh yang signifikan antara perempuan dengan laki-laki (p<0.05). Persentase lemak tubuh perempuan berbeda nyata signifikan lebih tinggi daripada laki-laki. Menurut Lee dan Nieman (2010) bahwa persentase lemak tubuh perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.

Gambar 5 Sebaran subjek berdasarkan persentase lemak tubuh Profil lipid darah

Kolesterol di dalam darah diedarkan melalui lipoprotein yang terdiri dari lipid (lemak dan kolesterol). Jenis lipoprotein di dalam darah, antara lain: LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein), VLDL (Very Low Density Lipoprotein), trigliserida dan Lipoprotein (a) (Schaefer 2010).

Tabel 4 Rata-rata kadar kolesterol HDL, kolesterol LDL, kolesterol total, dan trigliserida pada subjek

Fraksi Lipid Darah (mg/dL) Rata-rata (mg/dL)

Kolesterol HDL 46.2±9.2

Kolesterol LDL 146.3±29.3 Kolesterol Total 220.6±29.8

Trigliserida 164±84

Menurut Shalileh (2012) dislipidemia adalah ketidaknormalan fraksi lipid terutama peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar HDL di dalam darah dari kadar normal. Hal ini ditandai dengan perubahan kadar kolesterol LDL, kolesterol HDL, kolesterol total dan trigliserida di dalam tubuh dari kadar normalnya, yaitu


(26)

masing-masing sebesar ≥130 mg/dL, <40 mg/dL, ≥200 mg/dL, dan ≥150 mg/dL (NIH 2001). Hal-hal yang memicu terjadinya peningkatan kadar kolesterol menurut Lubis (2009) ada tiga, yaitu: a) konsumsi makanan yang terlalu banyak mengandung kolesterol dan lemak; b) jumlah pengeluaran kolesterol ke kolon melalu asam empedu terlalu sedikit; dan c) produksi.

Rata-rata kadar profil lipid darah subjek ditampilkan pada Tabel 4. Secara umum, rata-rata kadar kolesterol LDL, kolesterol total, dan trigliserida tidak normal.

Kolesterol HDL

Kadar kolesterol HDL subjek berkisar antara 29-68 mg/dL. Rata-rata kadar kolesterol HDL seluruh subjek sebesar 46.2±9.2 mg/dL. Sebagian besar subjek (60.8%) tergolong dalam kategori normal (>40 mg/dL). Kolesterol HDL sering disebut sebagai kolesterol baik. Tugasnya adalah mengangkut kolesterol dari area-area tepi (perifer) tubuh menuju ke hati untuk dihancurkan (Arora 2007). Kolesterol HDL dapat mengikis kolesterol yang telah menumpuk di dinding pembuluh darah dan dalam aliran darah sehingga mencegah terjadinya penyakit jantung koroner. Sebaran subjek berdasarkan kadar kolesterol HDL ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Sebaran subjek berdasarkan kolesterol HDL

Status gizi gemuk terdiri dari status gizi overweight dan obes. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat pada subjek laki-laki dan perempuan dengan status gizi normal dan gemuk, pada umumnya subjek perempuan cenderung memiliki kadar kolesterol HDL yang lebih tinggi dibandingkan subjek laki-laki. Berdasarkan hasil uji independent t-test bahwa tidak terdapat perbedaan kadar kolesterol HDL yang signifikan antara perempuan dengan laki-laki (p>0.05). Menurut Maman dan Sudikno (2010) penurunan kadar HDL lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan. Hal ini disebabkan adanya hormon estrogen pada perempuan.

Kolesterol LDL

Kisaran kadar kolesterol LDL subjek adalah 61-213 mg/dL dengan rata-rata sebesar 146.3±29.3 mg/dL. Sebanyak 39.2% subjek tergolong dalam kategori


(27)

kolesterol jahat bertugas untuk mengangkut kolesterol dari hati ke seluruh tubuh. Apabila kadar kolesterol LDL di dalam darah tinggi, dapat menyebabkan penumpukan di dinding pembuluh darah sehingga terjadi penyumbatan dan berkurangnya pasokan darah dan terjadi penyakit jantung koroner (Schaefer 2010). Sebaran subjek berdasarkan kadar kolesterol LDL ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7 Sebaran subjek berdasarkan kolesterol LDL

Status gizi gemuk terdiri dari status gizi overweight dan obes. Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat pada subjek laki-laki dan perempuan dengan status gizi normal dan gemuk, pada umumnya subjek perempuan cenderung memiliki kadar kolesterol LDL yang lebih tinggi dibandingkan subjek laki-laki. Berdasarkan hasil uji independent t-test bahwa terdapat perbedaan kadar kolesterol LDL yang signifikan antara perempuan dengan laki-laki (p<0.05). Kadar kolesterol LDL perempuan berbeda nyata signifikan lebih tinggi daripada kadar kolesterol LDL laki-laki.

Kolesterol total

Kadar kolesterol total subjek berkisar antara 109-297 mg/dL. Rata-rata kadar kolesterol total subjek adalah 220.6±29.8 mg/dL. Sebanyak 46.84% subjek tergolong dalam kategori borderline high (200-239 mg/dL). Kolesterol sangat penting bagi tubuh kita. Apabila kadar kolesterol tinggi di dalam tubuh, maka berisiko terjadinya penyakit stroke, penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler lainnya (Arora 2007). Kolesterol total merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner (Listiana et al. 2006). Sebaran subjek berdasarkan kadar kolesterol total ditampilkan pada Gambar 8.

Status gizi gemuk terdiri dari status gizi overweight dan obes. Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat pada subjek laki-laki dan perempuan dengan status gizi normal dan gemuk, pada umumnya subjek perempuan cenderung memiliki kadar kolesterol total yang lebih tinggi dibandingkan subjek laki-laki. Berdasarkan hasil


(28)

uji independent t-test bahwa tidak terdapat perbedaan kadar kolesterol total yang signifikan antara perempuan dengan laki-laki (p>0.05).

Gambar 8 Sebaran subjek berdasarkan kolesterol total Trigliserida

Kisaran kadar trigliserida subjek adalah 52-461 mg/dL dengan rata-rata sebesar 164±84 mg/dL. Sebagian besar subjek (54.4%) tergolong dalam kategori normal. Trigliserida diproduksi oleh hati (Arora 2007). Trigliserida merupakan sebuah molekul lemak yang terdiri dari senyawa gliserol dan tiga asam lemak (Budiyanto 2002). Faktor yang menyebabkan peningkatan kadar trigliserida adalah obesitas, merokok, aktifitas fisik yang tidak aktif, konsumsi alkohol berlebih, dan diet tinggi karbohidrat (American Heart Asssociation 2013). Orang dengan kadar trigliserida yang tinggi cenderung memiliki kadar kolesterol LDL yang tinggi, kadar kolesterol HDL rendah, dan kadar Kolesterol total tinggi. Trigliserida merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung. Trilgiserida berkorelasi positif dengan kadar kolesterol di dalam darah. (American Heart Asssociation 2013). Sebaran subjek berdasarkan kadar trigliserida ditampilkan pada Gambar 9.

Gambar 9 Sebaran subjek berdasarkan trigliserida

Status gizi gemuk terdiri dari status gizi overweight dan obes. Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat pada subjek laki-laki dan perempuan dengan status gizi


(29)

normal dan gemuk, pada umumnya subjek perempuan cenderung memiliki kadar trigliserida yang lebih tinggi dibandingkan subjek laki-laki. Berdasarkan hasil uji

independent t-test bahwa tidak terdapat perbedaan kadar trigliserida yang signifikan antara perempuan dengan laki-laki (p>0.05).

Dislipidemia merupakan suatu kondisi ketidaknormalan profil lipid yang dicirikan dengan meningkatnya kadar trigliserida (TGA), kolesterol total, kolesterol low density lipoprotein (LDL), atau rendahnya kolesterol high density lipoprotein (HDL) (Osuji et al. 2010). Persentase subjek yang mengalami hipertrigliserida, hiperkolesterolemia, kolesterol LDL tinggi, dan kolesterol HDL rendah ditampilkan pada Gambar 10.

Gambar 10 Sebaran subjek berdasarkan abnormalitas profil lipid darah Dislipidemia yang ditemukan di Bogor pada umumnya merupakan subjek perempuan baik dengan status gizi normal maupun status gizi gemuk. Secara total, sebagian besar subjek dislipidemia mengalami hiperkolesterolemia (95%) dan kadar kolesterol LDL tinggi (74.6%).

Uji Beda dan Hubungan antar Variabel

Uji hubungan antar variabel dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi

Pearson dan uji korelasi Spearman. Untuk mengetahui keberadaan perbedaan antar variabel maka digunakan uji independent t-test. Uji korelasi Pearson

digunakan untuk variabel status gizi (IMT, LP, RLPP, persentase lemak tubuh), profil lipid darah (kolesterol HDL, kolesterol LDL, kolesterol total, trigliserida), asupan energi, asupan serat, dan usia. Uji korelasi Spearman digunakan untuk variabel asupan lemak, jenie kelamin, tingkat pendidikan, besar keluarga, dan pendapatan. Variabel bebas (independent variabel) meliputi asupan serat, asupan energi, asupan lemak,serta variabel tidak bebas (dependent variabel) adalah status gizi (IMT, lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang panggul, persentase lemak tubuh) dan profil lipid darah (HDL, LDL, kolesterol total, trigliserida).


(30)

Hubungan karakteristik subjek dan sosial ekonomi keluarga dengan asupan serat

Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson dan Spearman bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik subjek dan sosial ekonomi keluarga dengan asupan serat (p>0.05). Hasil uji ditampilkan pada lampiran 9. Karakteristik subjek meliputi usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Zulaika (2011) di Bogor yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan asupan serat. Semakin tinggi usia subjek belum tentu semakin tercukupinya asupan serat setiap hari. Sementara itu, baik laki-laki maupun perempuan tidak menentukan asupan serat yang mencukupi setiap harinya. Penelitian yang dilakukan oleh Badrialaily (2004) di Bogor menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan subjek dengan asupan serat. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya tingkat pendidikan tidak menentukan banyak atau sedikitnya jumlah serat yang terpenuhi. Belum tentu orang yang memiliki pengetahuan tentang serat akan diterapkan dalam pola makan sehari-hari. Pengetahuan hanyalah sebuah ingatan yang disimpan, belum diterapkan dalam tindakan yaitu mengonsumsi makanan yang mengandung serat. Pengetahuan yang baik tidak menjamin dapat mengubah kebiasaan makan seseorang karena tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Sosial ekonomi keluarga subjek meliputi pendapatan keluarga dan besar keluarga. Salah satu faktor yang memengaruhi kuantitas dan kualitas makanan adalah pendapatan (Berg & Muscal 1985). Tidak terdapatnya korelasi signifkan antara pendapatan keluarga dengan asupan serat menunjukkan bahwa semakin tingginya pendapatan tidak menggambarkan semakin tercukupinya asupan serat. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Zulaika (2011) di Bogor yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan dengan asupan serat. Peningkatan pendapatan seseorang akan menyebabkan peningkatan pembelian bahan pangan yang cenderung mahal (Suhardjo 1996). Seseorang akan cenderung membeli bahan pangan hewani seperti telur, daging, susu dan olahannya (Berg dan Muscal 1985).

Tidak terdapatnya korelasi signifikan antara besar keluarga dengan asupan serat menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga tidak menentukan banyak atau sedikitnya jumlah serat yang tercukupi. Hal ini diduga karena peran ibu sebagai

gatekeeper di dalam keluarga. Penyelenggaraan makanan keluarga dilakukan oleh ibu. Peranan ibu sangat penting dalam membiasakan makan yang sehat dalam suatu keluarga. Ibu yang memiliki pengetahuan gizi dan kesadaran gizi yang baik akan menyajikan makanan yang sehat untuk keluarganya.

Hubungan antara asupan serat dengan status gizi

Status gizi subjek meliputi indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang (LP), rasio lingkar pinggang panggul (RLPP), dan persentase lemak tubuh. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan serat dengan IMT, LP, RLPP, dan persentase lemak tubuh (p>0.05). Hasil uji ditampilkan pada lampiran 7. Diduga karena asupan serat subjek masih tergolong rendah (<19 gram/hari) sehingga belum berhubungan signifikan dengan status gizi.


(31)

Tidak terdapatnya korelasi signifikan antara IMT dengan asupan serat sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aini (2003) di Surakarta. Studi Cheng et al. (2009) di Jerman, Berkey et al. (2000) di US, dan Newby et al. (2003) di Dakota Utara juga menunjukkan hal serupa. Akan tetapi hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Duvigneaud et al. (2007) di Flemish menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara asupan serat dengan IMT. Hal ini karena jumlah subjek yang diteliti lebih besar (847 orang) dan pengambilan data konsumsi dilakukan selama tiga hari. Studi Davis et al. (2009) di US menunjukkan bahwa penurunan asupan serat akan menaikkan jaringan adiposa viseral. Kelebihan energi dapat dicegah dengan mengonsumsi sayur dan buah (Newby et al. 2003).

Tabel 5 Sebaran asupan serat subjek berdasarkan status gizi

Status Gizi

Asupan serat

Total Kurang (<19

gram/hari

Cukup (19-30 gram/hari)

Lebih (>30 gram/hari)

n % n % n % n % IMT

Kurus 0 0 0 0 0 0 0 0 Normal 9 17 3 19 1 11 13 16

Overweight 10 19 0 0 1 11 11 14

Obes 1 18 33 10 63 2 22 30 38 Obes 2 17 31 3 19 5 56 25 32 Total 54 100 16 100 9 100 79 100 Lingkar Pinggang

Berisiko (laki-laki) 10 19 4 25 3 33 17 22 Berisiko (perempuan) 38 70 11 69 6 67 55 70 Normal (laki-laki) 4 7 0 0 0 0 4 5 Normal (perempuan) 2 4 1 6 0 0 3 4 Total 54 100 16 100 9 100 79 100 Rasio Lingkar Pinggang Panggul

Normal (laki-laki) 1 2 0 0 1 11 2 3 Normal (perempuan) 1 2 1 6 0 0 2 3 Berisiko (laki-laki) 13 24 4 25 2 22 19 24 Berisiko (perempuan) 39 72 11 69 6 67 56 71 Total 54 100 16 100 9 100 79 100 Persentase lemak tubuh

Tinggi (laki-laki) 12 22 4 25 3 33 19 24 Tinggi (perempuan) 29 54 9 56 6 67 44 56 Normal (laki-laki) 2 4 0 0 0 0 2 3 Normal (perempuan) 11 20 3 19 0 0 14 18 Total 54 100 16 100 9 100 79 100

Studi Maruf et al. (2012) di Nigeria dan Lin et al. (2011) di Belgia menunjukkan adanya hubungan yang sangat signifikan antara asupan serat dengan


(32)

lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul. Perbedaan hasil penelitian diduga karena jumlah subjek yang diteliti lebih besar yaitu masing-masing sebesar 121 subjek (usia 19-29 tahun) dan 3038 subjek (usia ≥15 tahun).

Berdasarkan studi Hu et al. (2010) di Eropa bahwa serat dapat mencegah terjadinya peningkatan berat badan dan lingkar pinggang. Penelitian Van De Vijver et al. (2009) di Belanda dan Liu et al. (2003) di US menunjukkan bahwa IMT semakin meningkat seiring dengan menurunnya asupan biji-bijian.

Overweight atau obesitas disebabkan oleh adanya perubahan pola asupan makan yang rendah sayur, buah, kacang-kacangan sedangkan tinggi dalam mengonsumsi daging, lemak, susu dan hasil olahannya. (Al-Ajlan 2011).

Sebagian besar subjek dengan status gizi berlebih dalam penelitian ini cenderung memiliki asupan serat yang lebih rendah dibandingkan dengan yang status gizi normal. Status gizi subjek termasuk dalam kategori berlebih baik berdasarkan IMT, LP, RLPP, dan persentase lemak tubuh. Menurut studi Duvigneaud et al. (2007) di Flemish bahwa asupan serat orang obes lebih rendah dibandingkan orang normal. Sebaran asupan serat subjek menurut status gizi ditampilkan pada Tabel 5.

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa meskipun tidak terdapat hubungan yang signifikan akan tetapi umumnya pada subjek yang status gizi berlebih cenderung rendah dalam mengonsumsi serat (<19 gram/hari) daripada subjek yang status gizi normal. Berdasarkan hasil uji independent t-test asupan serat antara subjek dengan status gizi normal dengan status gizi berlebih menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05). Diduga karena data konsumsi hanya dikumpulkan sehari. Sementara itu pengaruh asupan serat terhadap status gizi dan terjadi dalam waktu yang relatif lama sehingga untuk melihat pengaruhnya diperlukan waktu yang lama.

Hubungan antara asupan serat dengan profil lipid darah

Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan serat dengan kolesterol HDL, kolesterol LDL, kolesterol total, dan trigliserida (p>0.05). Hasil uji ditampilkan pada lampiran 8. Diduga karena asupan serat subjek masih tergolong rendah (<19 gram/hari) sehingga belum berhubungan signifikan dengan profil lipid darah. Serat memiliki efek dapat menurunkan kadar kolesterol LDL dan kolesterol total. Jumlah asupan serat untuk dapat menurunkan kadar kolesterol LDL dan kolesterol total adalah sebesar 20-25 gram/hari (Winarno 2002). Anjuran asupan serat (buah dan sayur) menurut The National Academy of Sciences supaya dapat mencegah terjadinya penyakit jantung koroner adalah 5 porsi/hari (400 gram/hari) (Marlett 1992).

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Suwimol et al. (2012) pada subjek berusia 18-30 tahun di Bangkok yang menunjukkan bahwa asupan serat berkorelasi positif dengan kadar kolesterol LDL. Hal ini diduga karena asupan serat pada subjek penelitiannya lebih tinggi yaitu sebesar 5-8 porsi/hari atau setara kira-kira dengan 400 gram/hari sedangkan rata-rata asupan serat subjek dalam penelitian ini sebesar 15.5 gram/hari. Sama halnya dengan penelitian Iwamoto et al. (2002) di Kyushu bahwa bahwa asupan serat berkorelasi positif dengan kadar kolesterol LDL. Adanya perbedaan hasil penelitian diduga karena proporsi subjek laki-laki dan perempuan sama dan asupan seratnya sebesar 44-58 gram/hari.

Sebagian besar subjek yang memiliki ketidaknormalan profil lipid darah dalam penelitian ini cenderung memiliki asupan serat yang lebih rendah


(33)

dibandingkan dengan yang normal. Sebaran asupan serat subjek menurut profil lipid darah ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran asupan serat subjek berdasarkan profil lipid darah Fraksi Lipid Darah

Asupan Serat

Total Kurang (<19

gram/hari)

Cukup (19-30 gram/hari)

Lebih (>30 gram/hari)

n % n % n % n % HDL

Normal 33 61 11 69 4 44 48 61

Low 13 24 4 25 5 56 22 28

High 8 15 1 6 0 0 9 11

Total 54 100 16 100 9 100 79 100 LDL

Optimal 2 4 2 13 0 0 4 5

Near optimal 10 19 3 19 5 56 18 23

Borderline high 22 41 7 44 2 22 31 39

High 15 28 2 13 2 22 19 24

Very high 5 9 2 13 0 0 7 9

Total 54 100 16 100 9 100 79 100 Trigliserida

Normal 32 59 7 44 4 44 43 54

Borderline high 13 24 2 13 3 33 18 23

High 9 17 7 44 2 22 18 23

Very high 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 54 100 16 100 9 100 79 100 Kolesterol total

Desirable 12 22 7 44 1 11 20 25

Borderline high 24 44 5 31 8 89 37 47

High 18 33 4 25 0 0 22 28

Total 54 100 16 100 9 100 79 100 Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa meskipun tidak terdapat hubungan yang signifikan akan tetapi pada umumnya pada subjek yang memiliki kadar HDL normal cenderung memiliki asupan serat yang lebih tinggi (kategori cukup) dibanding dengan subjek yang memiliki kadar kolesterol HDL rendah. Subjek yang memiliki kadar kolesterol LDL dan kolesterol total tinggi cenderung memiliki asupan serat yang lebih rendah dibandingkan dengan yang normal. Sementara itu, subjek yang memiliki kadar trigliserida normal cenderung memiliki asupan serat yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang memiliki kadar trigliserida tinggi. Selain itu, juga dapat dilihat bahwa asupan serat yang berlebihan (>30 gram/hari) mengindikasikan bahwa subjek memiliki kadar kolesterol HDL rendah adalah lebih banyak daripada yang normal.

Berdasarkan hasil uji independent t-test asupan serat antara subjek dengan profil lipid darah normal dan tidak normal menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05). Diduga karena data konsumsi hanya


(34)

dikumpulkan sehari. Sementara itu pengaruh asupan serat terhadap profil lipid darah terjadi dalam waktu yang relatif lama sehingga untuk melihat pengaruhnya diperlukan waktu yang lama.

Hubungan antara asupan energi dengan status gizi

Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan IMT, LP, RLPP, dan persentase lemak tubuh (p>0.05). Hasil uji ditampilkan pada lampiran 6. Diduga karena asupan energi subjek masih tergolong rendah (rata-rata asupan energi sebesar 1261 kkal/hari) sehingga belum berhubungan signifikan dengan status gizi. Tabel 7 Sebaran asupan energi subjek berdasarkan status gizi

Status Gizi

Asupan Energi

Total ≤1800

kkal/hari

>1800 kkal/hari

n % n % n % IMT

Kurus 0 0 0 0 0 0

Normal 12 19 1 6 13 16

Overweight 11 17 0 0 11 14

Obes 1 22 35 8 50 30 38 Obes 2 18 29 7 44 25 32 Total 63 100 16 100 79 100 Lingkar Pinggang

Berisiko (laki-laki) 11 17 6 38 17 22 Berisiko (perempuan) 46 73 9 56 55 70 Normal (laki-laki) 3 5 1 6 4 5 Normal (perempuan) 3 5 0 0 3 4 Total 63 100 16 100 79 100 Rasio Lingkar Pinggang Panggul

Normal (laki-laki) 2 3 0 0 2 3 Normal (perempuan) 2 3 0 0 2 3 berisiko (laki-laki) 12 19 7 44 19 24 berisiko (perempuan) 47 75 9 56 56 71 Total 63 100 16 100 79 100 Persentase lemak tubuh

Tinggi (laki-laki) 13 21 6 38 19 24 Tinggi (perempuan) 36 57 8 50 44 56 Normal (laki-laki) 1 2 1 6 2 3 Normal (perempuan) 13 21 1 6 14 18 Total 63 100 16 100 79 100

Studi Trichopoulou et al. (2001) di Yunani bahwa peningkatan asupan energi sebesar 500 kkal akan meningkatkan IMT sebesar 0.14 kg/m2 dan asupan energi berkorelasi dengan rasio lingkar pinggang panggul. Perbedaan hasil penelitian diduga karena subjek yang diteliti lebih besar (14 281 orang), subjek


(35)

adalah subjek yang sehat, dan menggunakan semiquantitative food frequency. Sementara itu, penelitian ini sejalan dengan studi Halkjær et al. (2006) di Denmark bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan lingkar pinggang.

Sebaran asupan energi subjek menurut status gizi ditampilkan pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa meskipun tidak terdapat hubungan yang signifikan akan tetapi pada umumnya pada subjek yang memiliki status gizi berlebih berdasarkan IMT, lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang panggul, dan persentase lemak tubuh cenderung memiliki asupan energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang status gizi normal. Selain itu, juga dapat dilihat bahwa pada asupan energi yang ≤1800 kkal/hari mengindikasikan bahwa subjek yang memiliki IMT, lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang panggul, dan persentase lemak tubuh normal adalah lebih banyak daripada subjek yang memiliki asupan energi >1800 kkal/hari. Penelitian yang dilakukan oleh Ledikwe et al. (2006) di US dan Elliot et al. (2011) di Queensland bahwa asupan energi pada orang obes lebih besar dibandingkan orang yang status gizi normal.

Hubungan antara asupan lemak dengan status gizi

Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan lemak dengan LP, RLPP, dan persentase lemak tubuh (p>0.05). Hasil uji ditampilkan pada lampiran 5. Diduga karena asupan lemak subjek masih tergolong rendah (rata-rata asupan lemak sebesar 42.7±41.9 gram/hari) sehingga belum berhubungan signifikan dengan status gizi. Sementara itu terdapat hubungan positif signifikan antara asupan lemak dengan IMT (p=0.032; r=0.242). Hal ini berarti semakin tinggi asupan lemak subjek maka semakin tinggi nilai indeks massa tubuhnya. Sebagian besar subjek termasuk dalam kategori obes I. Status gizi berlebih atau kegemukan berhubungan dengan asupan lemak total (Instalasi Gizi Perjan RSCM 2010). Orang yang overweight

atau obes cenderung tinggi dalam mengonsumsi daging, lemak, susu dan hasil olahannya. Kelebihan energi yang diasupan akan disimpan sebagai lemak. Hal ini menyebabkan terjadinya overweight dan obes (Al-Ajlan 2011). Diet tinggi lemak merupakan penyebab utama terjadinya obesitas (Singh et al. 2011)

Studi Elliot et al. (2011) di Queensland menunjukkan bahwa asupan lemak berhubungan dengan lingkar pinggang. Perbedaan hasil penelitian diduga karena subjek yang diteliti lebih besar jumlahnya (2460 orang) dan adanya perbedaan usia subjek (5-17 tahun). Penelitian Miller et al. (1990) di Bloomington dan Obarzanek et al. (1994) di California menunjukkan bahwa semakin tinggi asupan lemak maka semakin meningkat persentase lemak tubuh. Perbedaan hasil penelitian diduga karena metode yang digunakan saat pengambilan data asupan, usia subjek serta jumlah subjek yang diteliti lebih besar. Penelitian Maruf et al. (2012) di Nigeria menunjukkan bahwa asupan lemak berhubungan signifikan dengan lingkar pinggang. Perbedaan hasil penelitian diduga karena jumlah subjek yang diteliti lebih besar yaitu masing-masing sebesar 121 subjek (usia 19-29 tahun) dan 3038 subjek (usia ≥15 tahun).

Sebaran asupan lemak subjek menurut status gizi ditampilkan pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa meskipun tidak terdapat hubungan yang signifikan akan tetapi pada umumnya pada subjek yang memiliki status gizi berlebih berdasarkan IMT, lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang panggul, dan


(36)

persentase lemak tubuh cenderung memiliki asupan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang status gizi normal. Selain itu, juga dapat dilihat bahwa pada asupan lemak yang ≤60 gram/hari mengindikasikan bahwa subjek yang memiliki IMT, lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang panggul, dan persentase lemak tubuh normal adalah lebih banyak daripada subjek yang memiliki asupan lemak >60 gram/hari. Menurut studi Duvigneaud et al. (2007) di Flemish bahwa asupan lemak orang obes lebih tinggi dibandingkan orang normal.

Tabel 8 Sebaran asupan lemak subjek berdasarkan status gizi Status Gizi

Asupan Lemak

Total <60 gram/hari ≥60 gram/hari

n % n % n % IMT

Kurus 0 0 0 0 0 0

Normal 11 18 2 12 13 16

Overweight 10 16 1 6 11 14

Obes 1 24 39 6 35 30 38 Obes 2 17 27 8 47 25 32 Total 62 100 17 100 79 100 Lingkar Pinggang

Berisiko (laki-laki) 13 21 4 24 17 22 Berisiko (perempuan) 43 69 12 71 55 70 Normal (laki-laki) 3 5 1 6 4 5 Normal (perempuan) 3 5 0 0 3 4 Total 62 100 17 100 79 100 Rasio Lingkar Pinggang Panggul

Normal (laki-laki) 2 3 0 0 2 3 Normal (perempuan) 2 3 0 0 2 3 Berisiko (laki-laki) 14 23 5 29 19 24 Berisiko (wanit) 44 71 12 71 56 71 Total 62 100 17 100 79 100 Persentase lemak tubuh

Tinggi (laki-laki) 15 24 4 24 19 24 Tinggi (perempuan) 34 55 10 59 44 56 Normal (laki-laki) 1 2 1 6 2 3 Normal (perempuan) 12 19 2 12 14 18 Total 62 100 17 100 79 100 Hubungan antara asupan energi dengan profil lipid darah

Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan lemak dengan kolesterol LDL dan trigliserida (p>0.05). Hasil uji ditampilkan pada lampiran 3. Diduga karena asupan energi subjek masih tergolong rendah (rata-rata asupan energi sebesar 1261 kkal/hari) sehingga belum berhubungan signifikan dengan kolesterol LDL dan trigliserida. Menurut Almatsier (2006) menyatakan bahwa urutan faktor utama yang


(1)

Lampiran 4 Hasil uji hubungan antara asupan lemak dengan profil lipid darah Correlations

LEMAK Spearman's rho LDL Correlation Coefficient .028

Sig. (2-tailed) .807

N 79

HDL Correlation Coefficient -.104

Sig. (2-tailed) .362

N 79

TGLRS Correlation Coefficient -.155

Sig. (2-tailed) .173

N 79

KOLESTEROL TOTAL Correlation Coefficient -.040

Sig. (2-tailed) .727

N 79

LEMAK Correlation Coefficient 1.000

Sig. (2-tailed) .

N 79

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Lampiran 5 Hasil uji hubungan antara asupan lemak dengan status gizi Correlations

LEMAK Spearman's rho IMT Correlation Coefficient .242* Sig. (2-tailed) .032

N 79

LP Correlation Coefficient .198

Sig. (2-tailed) .080

N 79

RLPP Correlation Coefficient -.128

Sig. (2-tailed) .262

N 79

PERSENTASE LEMAK Correlation Coefficient .136 Sig. (2-tailed) .233

N 79

LEMAK Correlation Coefficient 1.000

Sig. (2-tailed) .

N 79

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(2)

Lampiran 6 Hasil uji hubungan antara asupan energi dengan status gizi Correlations

ENERGI

IMT Pearson Correlation .142

Sig. (2-tailed) .213

N 79

LP Pearson Correlation .061

Sig. (2-tailed) .595

N 79

RLPP Pearson Correlation -.124

Sig. (2-tailed) .276

N 79

PERSENTASE LEMAK Pearson Correlation -.049

Sig. (2-tailed) .666

N 79

ENERGI Pearson Correlation 1

Sig. (2-tailed)

N 79

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Lampiran 7 Hasil uji hubungan antara asupan serat dengan status gizi Correlations

Asupan serat

IMT Pearson Correlation .197

Sig. (2-tailed) .081

N 79

LP Pearson Correlation .101

Sig. (2-tailed) .377

N 79

RLPP Pearson Correlation -.151

Sig. (2-tailed) .185

N 79

PERSENTASE LEMAK Pearson Correlation .118

Sig. (2-tailed) .302

N 79

Asupan serat Pearson Correlation 1

Sig. (2-tailed)

N 79


(3)

Lampiran 8 Hasil uji hubungan antara asupan serat dengan profil lipid darah Correlations

Asupan serat

LDL Pearson Correlation -.150

Sig. (2-tailed) .186

N 79

HDL Pearson Correlation -.210

Sig. (2-tailed) .063

N 79

TGLRS Pearson Correlation .109

Sig. (2-tailed) .339

N 79

KOLESTEROL TOTAL Pearson Correlation -.113

Sig. (2-tailed) .321

N 79

Asupan serat Pearson Correlation 1

Sig. (2-tailed)

N 79

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Lampiran 9 Hasil uji hubungan karakteristik subjek dengan asupan serat Correlations

Asupan serat Spearman's rho Pendidikan Correlation Coefficient .126

Sig. (2-tailed) .267

N 79

Besar Keluarga Correlation Coefficient -.051

Sig. (2-tailed) .658

N 79

PNDPTN Correlation Coefficient .153

Sig. (2-tailed) .179

N 79

Jenis Kelamin Correlation Coefficient .058

Sig. (2-tailed) .613

N 79

Asupan serat Correlation Coefficient 1.000

Sig. (2-tailed) .

N 79

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(4)

Correlations

Asupan serat

UMR Pearson Correlation .068

Sig. (2-tailed) .554

N 79

Lampiran 10 Cara pengukuran lingkar pinggang dan lingkar panggul

Methods for Measuring Waist and Hip Circumference

2.1 Placement, tightness and type of measuring tape 2.1.1 Placement of tape

Waist circumference

The WHO STEPwise Approach to Surveillance (STEPS) provides a simple standardized method for collecting, analysing and disseminating data in WHO Member countries. The WHO STEPS protocol for measuring waist circumference instructs that the measurement be made at the approximate midpoint between the lower margin of the last palpable rib and the top of the iliac crest (WHO, 2008b). The United States (US) National Institutes of Health (NIH) protocol provided in the NIH Practical guide to obesity (NHLBI Obesity Education Initiative, 2000) and the protocol used in the US National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) III (Westat Inc, 1998) indicate that the waist circumference measurement should be made at the top of the iliac crest. The NIH also provided a protocol for the measurement of waist circumference for the Multi‐Ethnic Study of Atherosclerosis (MESA) study. This protocol indicates that the waist measurement should be made at the level of the umbilicus or navel. However, published reports indicate that measurements of waist circumference made at the level of the umbilicus may underestimate the true waist circumference (Croft et al., 1995). Some studies have assessed the waist circumference at the point of the minimal waist (Rosset al., 2008).

Hip circumference

All of the protocols mentioned in Section 2.1.1 indicate that the hip circumference measurement should be taken around the widest portion of the buttocks.

2.1.2 Tightness and type of tape

The accuracy of waist and hip circumference measurements depends on the tightness of the measuring tape, and on its correct positioning (i.e. parallel to the floor at the level at which the measurement is made). The WHO STEPS protocol states that, for both waist and hip, the tape should be snug around the body, but not pulled so tight that it is constricting (WHO, 2008b). The protocol also recommends the use of a stretch‐resistant tape that provides a constant 100 g of tension through the use of a special indicator buckle; use of this type of tape reduces differences in tightness. Both the protocol described in NIH Practical guide to obesity (NHLBI Obesity Education Initiative, 2000) and the NHANES III


(5)

protocol (Westat Inc, 1998) recommend that the measurements be made with the tape held snugly, but not constricting, and at a level parallel to the floor.

2.2 Subject posture and other factors

2.2.1 Posture of the subjects during the measurement

The posture of the subject at the time the measurement is taken influences the accuracy of the measurement. Thus, the WHO STEPS protocol recommends that the subject stands with arms at the sides, feet positioned close together, and weight evenly distributed across the feet (WHO, 2008b). The NHANES III protocol recommends that the subject be standing erect, with the body weight evenly distributed (Westat Inc, 1998).

2.2.2 Phase of respiration at the exact point of measurement

The phase of respiration determines the extent of fullness of the lungs and the position of the diaphragm at the time of measurement; it also influences the accuracy of the waist circumference. The WHO STEPS protocol suggests that the waist circumference should be

measured at the end of a normal expiration, when the lungs are at their functional residual capacity (WHO, 2008b). The NHANES III protocol states that the waist circumference should be measured at minimal expiration (Westat Inc, 1998).

2.2.3 Abdominal tension at the point of measurement

The tension of the abdominal wall influences the accuracy of the waist circumference measurement. Lowering the tension of the abdominal wall increases waist circumference, whereas increasing the tension (by sucking in) reduces waist circumference. Many individuals unconsciously react to waist measurements by sucking in the abdominal wall; hence, a relaxed posture is best for taking waist measurements. The WHO STEPS protocol

recommends advising the subject to relax and take a few deep, natural breaths before the actual measurement is made, to minimize the inward pull of the abdominal contents during the waist measurement (WHO, 2008b).

2.3 Measurement error

Information on the measurement error of the waist circumference and hip circumference has come from studies in adolescents. Lohman et al. (1988) calculated the technical error of waist circumference measurement in adolescents to be 1.31 cm from intrameasurer error and 1.56 cm from intermeasurer error. For hip measurements, the authors calculated the technical error to be 1.23 cm from intrameasurer error and 1.38 from intermeasurer error.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kendal, pada tanggal 08 Januari 1992, dari seorang Ayah yang bernama I Nyoman Giri Gunadi, SH (alm) dan seorang Ibu yang bernama Dra Endang Widarti, M.Par. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan SMA di sekolah SMA Negeri 1 Kendal dari tahun 2006 hingga tahun 2009. Pada tahun 2009, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis diterima sebagai mahasiswa


(6)

Institut Pertanian Bogor di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Selama perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi seperti Koperasi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (KOPMA IPB), Keluarga Mahasiswa Kendal (FOKMA KENDAL), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM FEMA), Ikatan Mahasiswa Ilmu Gizi Indonesia (ILMAGI), Klub Kulinari Gizi, dan Klub Gizi Tari. Penulis juga aktif mengikuti kegiatan kepanitian seperti, Diklat KOPMA IPB 2010, Duta FEMA 2011-2012, Training of Expansion Leadership Talent With Solidarity Bright BEM FEMA IPB 2011, Masa Perkenalan Fakultas (MPF) 2011, Masa Perkenalan Departemen 2011, Leadership and Enterpreneurship Future BEM FEMA IPB 2012, Nutrition Fair 2012, Gizi Peduli Indonesia 2012, dan Seminar Populer Kampanye Sarapan Sehat 2012. Penulis pernah menjadi asisten praktikum di mata kuliah Evaluasi Nilai Gizi semester genap tahun ajaran 2012/2013, Metabolisme Gizi semester genap tahun ajaran 2012/2013, dan Ilmu Gizi Dasar semester genap tahun ajaran 2012/2013.

Pada bulan Juli-Agustus 2012 penulis mengikuti Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Jejeg, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Pada bulan Maret-April 2013 penulis melaksanakan Internship Dietetic (ID) di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang. Topik yang dipelajari selama Internship Dietetic (ID) adalah Hernia Inguinalis Sinistra Reponible dengan Diabetes Mellitus Tipe II; Ulkus DM Pedis Sinistra, Diabetes Mellitus Tipe II, Dyspepsia dan Acute on CKD; dan Kejang Demam Kompleks susp. Ensephalitis, Hemiparesis Dextra dan Anemia susp. Defisiensi besi.


Dokumen yang terkait

Hubungan Profil Lipid Dan Kadar Apo-B Dengan Asupan Makanan Serta Faktor Lain Pada Orang Dewasa Di Kecamatan Mampang Prapatan, 2000

0 36 161

Hubungan Status Gizi dan Tekanan Darah terhadap Kadar CReactive Protein Darah pada Subyek Dislipidemia.

0 8 38

Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi serta Gaya Hidup dengan Profil Lipid Orang Dewasa Dislipidemia

0 5 51

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN MAGNESIUM, ASUPAN LEMAK DAN STATUS GIZI DENGAN TEKANAN DARAH PADA WANITA Hubungan Antara Asupan Magnesium, Asupan Lemak Dan Status Gizi Dengan Tekanan Darah Pada Wanita Menopause Hipertensi Di RSUD Sukoharjo.

0 2 15

HUBUNGAN ASUPAN LEMAK, ASUPAN NATRIUM DAN STATUS GIZI DENGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA WANITA PRALANSIA Hubungan Asupan Lemak, Asupan Natrium Dan Status Gizi Dengan Tekanan Darah Sistolik Pada Wanita Pralansia Di Pos Kesehatan Lansia Kelurahan Bojongba

1 5 16

HUBUNGAN ASUPAN SERAT DAN STATUS GIZI DENGAN TEKANAN DARAH PADA WANITA MENOPAUSE DI DESA KUWIRAN KECAMATAN Hubungan Asupan Serat Dan Status Gizi Dengan Tekanan Darah Pada Wanita Menopause Di Desa Kuwiran Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali.

0 3 13

HUBUNGAN ASUPAN SERAT DAN STATUS GIZI DENGAN TEKANAN DARAH PADA WANITA MENOPAUSE DI DESA KUWIRAN KECAMATAN Hubungan Asupan Serat Dan Status Gizi Dengan Tekanan Darah Pada Wanita Menopause Di Desa Kuwiran Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali.

0 2 18

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, PROTEIN, LEMAK DENGAN STATUS GIZI DAN TEKANAN DARAH HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, PROTEIN, LEMAK DENGAN STATUS GIZI DAN TEKANAN DARAH GERIATRI DI PANTI WREDA SURAKARTA.

0 1 16

Hubungan Asupan Serat, Lemak, dan Aktivitas Fisik Waktu Luang dengan Profil Lipid pada Pasien Kanker Payudara.

0 0 15

Asupan Makan Dan Profil Lipid Pada Pegawai Dengan Status Gizi Obesitas Dan Status Gizi Normal

0 0 6