Analisis Nilai Tambah dan Profitabilitas Produk Gondorukem dan Terpentin: Studi Kasus di PGT Sindangwangi, KBM Industri Kayu dan Non Kayu Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PROFITABILITAS
PRODUK GONDORUKEM DAN TERPENTIN
(Studi Kasus Di PGT. Sindangwangi, KBM Industri Kayu
dan Non Kayu Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)

AGUNG SEDAYU YUSWANDI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Nilai Tambah
dan Profitabilitas Produk Gondorukem dan Terpentin: Studi Kasus di PGT
Sindangwangi, KBM Industri Kayu dan Non Kayu Perum Perhutani Unit III Jawa
Barat dan Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013
Agung Sedayu Yuswandi
NIM E24080091

RINGKASAN
Agung Sedayu Yuswandi. E24080091. Analisis Nilai Tambah dan Profitabilitas Produk
Gondorukem dan Terpentin: Studi Kasus Di PGT Sindangwangi, KBM Industri Kayu dan Non Kayu
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten. Dibimbing oleh Ir. E.G. Togu Manurung, MS. Ph.D.

Salah satu produk hasil hutan bukan kayu yang benilai tinggi dan mempunyai prospek
cerah untuk dikembangkan saat ini dan di masa mendatang adalah gondorukem. Hal ini
ditunjukkan dengan potensi dan ekspor gondorukem Indonesia yang terus meningkat, dimana
Indonesia merupakan negara produsen gondorukem terbesar ketiga di dunia setelah Cina dan
Brasil.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis besarnya nilai tambah serta balas jasa terhadap

faktor-faktor produksi dalam aktivitas pengolahan getah pinus serta mengamati faktor-faktor
yang mempengaruhinya, menganalisis titik impas produk gondorukem dan terpentin pada
perusahaan dan menganalisis profitabilitas perusahaan. Metode yang digunakan adalah
melakukan analisis nilai tambah, analisis biaya produksi produk gondorukem dan terpentin,
kemudian melakukan perhitungan break even points untuk mendapatkan nilai MOS (Margin Of
safety), menghitung MIR (Marginal Income Ratio) dari produk gondorukem dan terpentin untuk
mendapatkan nilai profitabilitas dari kedua produk tersebut. Nilai profitabilitas dari pendapatan
perhitungan dan pendapatan real perusahaan akan dibandingkan.
Hasil perhitungan analisis nilai tambah untuk produk gondorukem pada tahun 2011 sebesar
Rp. 9.566/kg, pada tahun 2012 mempunyai nilai sebesar Rp. 4.673/kg yang mengalami
penurunan nilai sebesar 51%. Nilai tambah untuk produk terpentin adalah sebesar Rp. 3.695/kg
pada tahun 2011 dan mengalami penurunan 42% menjadi Rp. 2.127/kg. Penurunan terjadi akibat
dari turunnya harga produk. Berdasarkan hasil analisis profitabilitas produk gondorukem pada
tahun 2011 sebesar 85%, dan pada tahun 2012 menurun menjadi 77%. Produk terpentin
mempunyai profitabilitas sebesar 47% pada tahun 2011, dan turun menjadi 8% pada tahun 2012.
Profitabilitas menurut pendapatan aktual perusahaan untuk produk gondorukem mempunyai nilai
sebesar 79% pada tahun 2011 dan pada tahun 2012 naik menjadi 81% akibat sisa produk di
tahun 2011 yang terjual pada tahun 2012.
.
 


Kata kunci: gondorukem, terpentin, nilai tambah, profitabilitas

 

DHH

Added value analyze and Profitability of gum rosin 
and turpentine: Case study at PGT. Sindangwangi, 
KBM is Wood Industry and Non Wood Perum 
Perhutani Unit III. West Java and Banten.  
By: 
1)

Agung Sedayu, 2) E.G Togu Manurung

INTRODUCTION: One of the non-timber
forest products, and high-level values have bright prospects for development now and in the
future is gum rosin. This was indicated by the potential of Indonesian Gum Rosin and exports a
growing, where Indonesia is the third largest producer of Gum Rosin in the world after China

and Brazil. The research aims to analyze add value, breakeven point, profitability of Gum Rosin
and turpentine products on PGT Sindangwangi.
METHOD: The method used is to conduct value-added analyzes, cost analysis Gum Rosin and
turpentine production, then do the calculations break even points to getting value MOS (Margin
Of Safety), calculating MIR (Marginal Income Ratio) of gum rosin and turpentine products to
get the value of the profitability of both products. Value calculation revenue and profitability of
the real revenues the company will be compared.
RESULT: calculation results for the analyzes value-added products Gum Rosin in 2011 of Rp.
9.566/kg, in 2012 had a value of Rp. 4.673/kg impaired by 51%. Value added to the product of
turpentine is Rp. 3.695/kg in 2011 and decreased 42% to Rp. 2.127/kg. The decline occurred due
to lower product prices. Based on the analysis of profitability gum rosin products in 2011
amounted to 85%, and in 2012 decreased to 77%. Turpentine products have profitability by 47%
in 2011, and dropped to 8% in 2012. Profitability according to the company's actual revenues for
Gum Rosin product has a value equal to 79% in 2011 and in 2012 increased to 81% due to
residual products in 2011 were sold in 2012..
KEYWORDS: Gum rosin, turpentine, add value, profitability

1) Student at Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB
2) Faculty at Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB


 

ABSTRAK
AGUNG SEDAYU YUSWANDI. Analisis Nilai Tambah dan Profitabilitas
Produk Gondorukem dan Terpentin: Studi Kasus Di PGT. Sindangwangi, KBM
Industri Kayu dan Non Kayu Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.
Dibimbing oleh E.G TOGU MANURUNG.
Salah satu produk hasil hutan bukan kayu yang benilai tinggi dan
mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan saat ini dan di masa mendatang
adalah gondorukem. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besarnya nilai
tambah serta profitabilitas produk gondorukem dan terpentin perusahaan. Hasil
perhitungan analisis nilai tambah untuk produk gondorukem pada tahun 2011
sebesar Rp. 9.566/kg, pada tahun 2012 sebesar Rp. 4.673/kg yang mengalami
penurunan nilai 51%. Pada produk terpentin sebesar Rp. 3.695/kg pada tahun
2011 dan mengalami penurunan 42% menjadi Rp. 2.127/kg pada tahun 2012.
Analisis profitabilitas untuk produk gondorukem pada tahun 2011 sebesar 85%,
dan pada tahun 2012 menurun menjadi 77%. Produk terpentin sebesar 47% pada
tahun 2011, dan turun menjadi 8% pada tahun 2012. Penurunan nilai tambah dan
profitabilitas kedua produk terjadi akibat dari turunnya harga produk yang
dipengaruhi efek dari persaingan global khususnya negara China.

.
Kata kunci: gondorukem, terpentin, nilai tambah, profitabilitas

ABSTRACT
AGUNG SEDAYU YUSWANDI. Added value analyze and Profitability of
gum rosin and turpentine: Case study at PGT. Sindangwangi, KBM is Wood
Industry and Non Wood Perum Perhutani Unit III. West Java and Banten.
supervised by E.G TOGU MANURUNG.
One of the developing high values non-timber forest products which have
bright prospects now and in the future is gum rosin. The research aims to analyze
added value and profitability of gum rosin and turpentine products. Calculation
results for the added value analyzes of gum rosin products in 2011 was Rp.
9.566/kg while in 2012 was Rp. 4.673/kg, decreased 51%. Added value of
turpentine was Rp. 3.695/kg in 2011 and decreased 42% to Rp. 2.127/kg in 2012.
Based on the analysis of profitability the data of Gum Rosin products in 2011
amounted 85%, and in 2012 decreased to 77%. Turpentine products have 47%
profitability in 2011, and decreased to 8% in 2012. Decline in added value and
profitability of the two products occurred due to lower products prices are
influenced by the effects of global competition especially China.
Keywords : Gum rosin, turpentine, added value, profitability


ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PROFITABILITAS
PRODUK GONDORUKEM DAN TERPENTIN
(Studi Kasus Di PGT. Sindangwangi, KBM Industri Kayu
dan Non Kayu Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)

AGUNG SEDAYU YUSWANDI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi: Analisis Nilai Tambah dan Profitabilitas Produk Gondorukem dan
Terpentin: Studi Kasus di PGT Sindangwangi, KBM Industri Kayu
dan Non Kayu Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten
: Agung Sedayu Yuswandi
Nama
: E24080091
NIM

Disetujui oleh

If. E.G. Togu Manurung, MS, Ph.D
Dosen Pembimbing

a an Darmawan M.Sc
etua Departemen

Tanggallulus :

2 6 .U 2013


Judul Skripsi : Analisis Nilai Tambah dan Profitabilitas Produk Gondorukem dan
Terpentin: Studi Kasus di PGT Sindangwangi, KBM Industri Kayu
dan Non Kayu Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten
Nama
: Agung Sedayu Yuswandi
NIM
: E24080091

Disetujui oleh

Ir. E.G. Togu Manurung, MS, Ph.D
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Prof. Dr. I Wayan Darmawan, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal lulus :


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini dengan
judul Analisis Nilai Tambah dan Profitabilitas Produk Gondorukem dan
Terpentin.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. E.G. Togu Manurung, MS.
Ph.D selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada bapak, ibu
serta adikku bayu segara dan asri amalia, atas segala doa, dukungan dan perhatian
selama ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Agista Puspa
Wulandaputri S.Pt yang senantiasa menemani, memberikan semangat dan
mendoakan penulis. Teman-teman THH45, Rizki agung, mitha mitra, Wisnu
Moko, Prabu Satria, yang telah membantu penulis.
Bapak Sarim Kastono S.hut selaku General Manager di PGT Sindangwangi
dan seluruh staf dan pegawai PGT. Sindangwangi yang telah membantu penulis
selama pengumpulan data.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semuanya.

Bogor, Agustus 2013

Agung Sedayu Yuswandi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Getah Pinus

2

Gondorukem dan terpentin

3

Klasifikasi Gondorukem

4

Klasifikasi Terpentin

4

Konsep Biaya

5

Analisis Titik Impas

6

Analisis Nilai Tambah

8

Analisis Profitabilitas

9

METODE

10

Lokasi dan Waktu Penelitian

10

Jenis Data

10

Prosedur Analisis Data

11

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

14

Sejarah Perusahaan

14

Lokasi Perusahaan

14

Struktur Organisasi, dan Ketenagakerjaan

15

Proses Produksi

15

Persyaratan dan Kualitas Produk

18

Penanganan Limbah dan AMDAL

18

Penanganan Limbah yang Dilakukan

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

20

Analisis Nilai Tambah Produk Gondorukem

20

Analisis Nilai Tambah Produk Terpentin

23

Analisis Profitabilitas

23

SIMPULAN DAN SARAN

29

Simpulan

29

Saran

29

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

31

RIWAYAT HIDUP

47

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Produksi getah pinus menurut kelas umur
Tabel 2 Pabrik gondorukem dan terpentin Perhutani
Tabel 3 Persyaratan mutu umum gondorukem
Tabel 4 Persyaratan mutu khusus gondorukem
Tabel 5 Persyaratan mutu terpentin
Tabel 6 Analisis Nilai Tambah Menurut Metode Hayami
Tabel 7 Nilai Tambah Produk Gondorukem
Tabel 8 Analisis Nilai Tambah Produk Terpentin
Tabel 9 Biaya Produksi PGT Sindangwangi
Tabel 10 Titik Impas PGT Sindangwangi
Tabel 11 Profitabilitas
Tabel 12 Profitabilitas aktual Perusahaan

2
3
4
4
5
11
21
23
24
26
26
28

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Laba, Titik Impas dan Volume Penjualan
Gambar 2 Skema proses produksi

7
16

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Produksi PGT Sindangwangi Tahun 2011
Lampiran 2 Data Produksi PGT Sindangwangi 2012
Lampiran 3 Gaji Pegawai PGT Sindangwangi tahun 2011
Lampiran 4 Biaya Gaji PGT Sindangwangi Tahun 2012
Lampiran 5 Biaya Penyusutan PGT Sindangwangi tahun 2011 dan 2012
Lampiran 6 Biaya Pemeliharaan PGT Sindangwangi Tahun 2011
Lampiran 7 Biaya Pemeliharaan PGT Sindangwangi Tahun 2012
Lampiran 8 Biaya Umum PGT Sindangwangi Tahun 2011
Lampiran 9 Biaya Umum PGT Sindangwangi Tahun 2012
Lampiran 10 Biaya Variabel PGT Sindangwangi Tahun 2011
Lampiran 11 Biaya Variabel PGT Sindangwangi tahun 2012
Lampiran 12 Profitabilitas
Lampiran 13 Profitabilitas aktual perusahaan
Lampiran 14 Analisis Nilai Tambah Gondorukem tahun 2011 dan 2012
Lampiran 15 Struktur organisasi PGT Sindangwangi

32
33
33
33
34
36
37
37
38
39
40
43
44
44
46

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara produsen gondorukem terbesar ketiga di dunia
setelah China dan Brazil serta memberikan kontribusi 8% lebih terhadap produksi
gondorukem dunia, sementara China yang didukung infrastruktur lebih bagus
mampu memproduksi gondorukem sampai 600 ribu ton atau 75% dari total
produksi dunia serta diikuti Brazil dengan produksi gondorukem 75.400 ton setiap
tahun. Volume produksi gondorukem Indonesia diperdagangkan sekitar 60.000
ton yang terdiri dari 80% untuk ekspor dan 20% untuk memenuhi kebutuhan pasar
domestik (Fachrodji 2009).
Data perum perhutani menunjukan terjadinya peningkatan produksi getah
pinus dari 71.882 ton (2007) menjadi 99.492 ton (2011) yang menghasilkan
gondorukem dari 50.088 ton (2007) menjadi 71.139 ton (2011) dan terpentin
9.913 ton (2007) menjadi 15.195 ton (2011), dimana hal ini menunjukan bahwa
produksi gondorukem dan terpentin mempunyai potensi untuk terus
dikembangkan.
Gondorukem digunakan sebagai bahan baku yang penting bagi industriindustri lainnya seperti: batik, kulit, sabun cuci, cat, isolator, kertas dan vernis,
Terpentin digunakan untuk bahan industri cat dan vernis, ramuan semir sepatu,
pelarut bahan organik, bahan pembuatan kamper sintetis serta kegunaan lainnya.
Pengolahan getah pinus menjadi gondorukem dan terpentin menjadi penting
mengingat produk ini adalah bahan baku bagi pasokan industri lain sehingga
pasokan gondorukem dan terpentin yang berkesinambungan dapat menjaga
kelancaran akitivitas dari industri-industri tersebut. Serta mampu menyumbang
hampir 40% pendapatan tahunan Perhutani setiap tahun, untuk itu pabrik
gondorukem dan terpentin (PGT) Sindangwangi harus melakukan efisiensi dalam
melakukan produktivitas produksi.
Salah satu cara dalam melihat sejauh mana tingkat efisiensi yang telah
dicapai agar peluang perusahaan untuk tetap bertahan semakin tinggi adalah
melakukan analisis nilai tambah dari proses produksi perusahaan pada periode
tertentu. Analisis nilai tambah menggambarkan produktivitas produksi, balas jasa
terhadap tenaga kerja langsung, besarnya kontribusi terhadap faktor-faktor
produksi selain bahan baku dan keuntungan perusahaan. Serta melakukan analisis
BEP (Break event point) dan analisis profitabilitas yang dapat memberikan
kemampuan perusahaan menghasilkan laba.
Penelitian ini dilakukan di Pabrik Pengolahan Gondorukem dan Terpentin
(PGT) Sindangwangi, dibawah naungan Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Industri
Kayu dan Non kayu Unit III Bandung Jawa Barat dan Banten.
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis besarnya nilai tambah serta balas jasa terhadap faktor-faktor
produksi dalam aktivitas pengolahan getah pinus serta mengamati faktorfaktor yang mempengaruhinya.
2. Menganalisis titik impas produk gondorukem dan terpentin pada perusahaan
3. Menganalisis profitabilitas perusahaan.

2

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan dalam
memberikan informasi atau masukan dan bahan pertimbangan dalam menentukan
kebijakan perusahaan untuk menjaga kestabilan usahanya. serta bermanfaat bagi
mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang nilai tambah dan
nilai profitabilitas terhadap pengolahan produk gondorukem dan terpentin.

TINJAUAN PUSTAKA
Getah Pinus
Wibowo (2006) mengatakan bahwa getah pinus terdapat pada saluran resin
atau celah-celah antar sel. Saluran tersebut sering disebut saluran interseluler.
Saluran ini terbentuk baik kearah memanjang batang diantara sel-sel trakeida
maupun kearah melintang dalam jaringan jari-jari kayu. Saluran yang kearah
memanjang batang (vertikal) biasanya lebih besar dibandingkan dengan saluran
kearah radial dan sering kali kedua macam saluran tersebut saling berhubungan
dan membentuk jaringan transportasi getah/resin didalam pohon.
Saluran resin secara konsisten terdapat pada genus Pinus. Saluran resin
longitudinal yang normal selalu disertai oleh saluran horisontal yang terjadi di
dalam sejumlah jari-jari. Saluran resin adalah suatu ruang antar sel yang
dikelilingi oleh saluran-saluran parenkim khusus yang mengeluarkan resin ke
saluran tersebut (Haygreen dan Bowyer, 1989).
Luas permukaan luka sadap menentukan banyaknya saluran getah yang
terluka sehingga getah yang keluar lebih banyak. Makin luas bagian kayu yang
terluka, makin banyak hasil getahnya. Getah pinus setelah diolah akan
menghasilkan gondorukem dan terpentin. Dari satu ton getah setelah dimasak
dapat menghasilkan 600 kg gondorukem (rendemen 60%) dan 120 liter terpentin
(rendemen 12%) (Matangaran, 2006).
Menurut Sofyan (1999), produksi getah pinus sangat dipengaruhi oleh
ketinggian tempat tumbuh dan umur pohon. Dimana batas ketinggian lokasi
tempat tumbuh pohon pinus mempengaruhi produksi getahnya.
Tabel 1 Produksi getah pinus menurut kelas umur
Kelas
Umur
III
IV
V
VI

Ketinggian Tempat (mdpl)
500
600
700
800
3,50
3,41
3,33
3,24
6,14
6,05
5,97
5,88
8,78
8,69
8,61
8,52
11,42 11,33 11,25 11,16

900
3,16
5,80
8,43
11,08

1000
3,07
5,71
8,35
10,99

1100
2,98
5,62
8,26
10,90

1200
2,89
5,54
8,18
10,82

1300
2,81
5,45
8,09
10,73

Sumber : Sofyan, 1999

Getah pinus dapat diperoleh dengan cara penyadapan pada pohon yang
masih hidup. Ada tiga cara sistem penyadapan getah pinus yang dikenal di
Indonesia yaitu, sistem koakan (quare), sistem bor, dan sistem riill. Penyadapan
sistem koakan menghasilkan getah yang tinggi dalam waktu singkat, namun kadar

3

kotoran yang juga tinggi. Selain itu biaya penyadapan sistem koakan ini lebih
rendah dibandingkan sistem bor. Sebaliknya, penyadapan sistem bor
menghasilkan getah yang bersih, namun rendemennya lebih rendah dan biaya
yang diperlukan dalam penyadapan sistem ini lebih tinggi. Produksi getah pinus
setiap pohonnya dapat ditingkatkan dengan menggunakan zat perangsang, baik
untuk penyadapan sistem koakan maupun bor (Anggita, 2012).

Gondorukem dan terpentin
Gondorukem merupakan resin padat yang secara alami terdapat dalam getah
jenis-jenis pohon pinus. Gondorukem dihasilkan dari proses penyulingan getah
pinus berbentuk padat dan berwarna kuning sampai kecokelatan. Berdasarkan
sumber dan cara memperolehnya gondorukem dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
gondorukem getah yang merupakan hasil destilasi getah yang diperoleh dari
penyadapan pohon pinus, gondorukem kayu yang diperoleh dari ekstraksi tunggul
pohon pinus tua, dan gondorukem tall oil yang merupakan hasil sampingan pabrik
pulp kraft dengan bahan baku kayu pinus (Kirk & Othmer 2007, diacu dalam
Meiyana 2011).
Gondorukem digunakan untuk campuran bahan batik tulis dan cetak,
disamping dapat dimasak lagi untuk campuran bahan–bahan sabun, cat dan vernis,
kertas, fungisida, laquers, plastizers. Khusus untuk pabrik kertas, gondorukem
diolah lagi menjadi rosin soap (Gintings, 2000).
Menurut Marjatin (1994), industri gondorukem adalah industri yang
mengolah bahan baku getah pinus menjadi gondorukem dan minyak terpentin.
Terpentin adalah minyak eteris yang diperoleh sebagai hasil sampingan dari
pembuatan gondorukem. Minyak terpentin digunakan sebagai bahan campuran
untuk pelarut atau sebagai minyak pengering. Selain itu minyak terpentin juga
digunakan untuk campuran tambahan memproses ramuan sepatu, logam dan kayu,
sebagai bahan subtitusi kamper dalam pembuatan seluloid dan sebagai bahan
pelarut bahan organik. Daftar pabrik gondorukem dan terpentin milik Perhutani
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Pabrik gondorukem dan terpentin Perhutani
Lokasi/Nama Pabrik
Unit I Jawa Tengah
1. Paninggaran
2. Sapuaran
3. Cimanggu
4. Winduaji
Unit II Jawa Timur
5. Sukun
6. Rejowaningun
7. Garahan
Unit III Jawa Barat
8. Sindangwangi

Sumber: Perum Perhutani

Tahun Pendirian

Kapasitas Terpasang/tahun (ton getah)

1975
1986
1989
1991

8.400
6.000
15.000
12.000

1976
1993
1981

18.000
10.000
16.500

1991

12.000

4

Klasifikasi Gondorukem
Pengujian produk gondorukem dan terpentin menggunakan standar SNI
(Standar Nasional Indonesia) 7636:2011 untuk gondorukem dan SNI 7633:2011
untuk terpentin. Persyaratan mutu gondorukem dibagi menjadi 2 yaitu :
persyaratan umum dan khusus.
Tabel 3 Persyaratan mutu umum gondorukem
No.
1.
2.
3.

Jenis Uji
Bilangan asam
Bilangan penyabunan
Bilangan iod

Persyaratan
160-190
170-220
5-25

Sumber: SNI (7636:2011)

Tabel 4 Persyaratan mutu khusus gondorukem
No

Jenis uji

Satuan

Persyaratan mutu
U
P

D

T

1.

Warna:
a. Metode Lovibond
b. Metode Comparator
Titik lunak
Kadar kotoran
Kadar abu
Bagian yang menguap

°C
%
%
%

X
≤6
≥78
≤0,02
≤0,02
≤2

WG
≤8
≥76
≤0,07
≤0,05
≤2,5

N
≤9
≥74
≤0,10
≤0,08
≤3

2.
3.
4.
5.

Sumber: SNI (7636:2011)
Keterangan :
U (utama) = Kualitas Utama
P (pertama) = Kualitas Pertama
D (Kedua) = Kualitas kedua
T (ketiga) = Kualitas ketiga

WW
≤7
≥78
≤0,05
≤0,04
≤2

X (Extra) = Kuning Jernih
WW (Water White) = Kuning
WG (Window Glass) = Kuning kecoklatan
N (Nancy) = Kecoklatan

Klasifikasi Terpentin
Minyak terpentin adalah minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan uap
getah pinus/tusam. Pengujian kualitas terpentin yang dilakukan yaitu pengujian
secara visual dan pengujian laboratoris yang terdiri dari berat jenis dan indeks bias
terpentin.
Adapun persyaratan umum kualitas terpentin adalah :
Berbentuk cair
Bau khas terpentin
Bobot jenis pada suhu 25ºC
: 0,848 - 0,865
Indeks bias pada suhu 20 ºC
: 1,464 – 1,478
Titik nyala
: 33 – 38ºC
Titik didih awal
: 150 – 160ºC

5

Tabel 5 Persyaratan mutu terpentin

-

Persyaratan
Mutu A
Jernih

Mutu B
-*

°
%
%
%

+≥ 32
≥ 90
≤2
≤ 2,0
≥ 80

+< 32
< 90
>2
> 2,0
< 80

No.

Uraian

Satuan

1.

Warna

2.
3.
4.
5.
6.

Putaran Optik pada suhu 27,5°C
Kadar sulingan
Sisa penguapan
Bilangan asam
Alpha pinene

Sumber: SNI (7633:2011)

Catatan : *) Tidak dipersyaratkan

Konsep Biaya
Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan
uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu
dan tidak dapat dihindarkan. Tiap usaha yang bertujuan mencari laba maupun
yang tidak bertujuan mencari laba, mengolah masukan berupa sumber ekonomi
untuk menghasilkan keluaran berupa sumber ekonomi lain yang nilainya harus
lebih tinggi dari pada nilai masukannya. Dengan laba atau sisa hasil usaha
tersebut, usaha bersangkutan akan memiliki kemampuan untuk berkembang dan
tetap mampu mempertahankan eksistensinya di masa yang akan datang.
Oleh karena itu dibutuhkan informasi biaya, untuk mengukur kegiatan usaha
menghasilkan laba atau tidak. Tanpa informasi biaya, pihak pengelola tidak
memiliki ukuran apakah masukan yang dikorbankan memiliki nilai ekonomi yang
lebih rendah daripada nilai keluarannya. Selain itu tanpa informasi biaya,
pengelola juga tidak memiliki dasar untuk mengalokasikan berbagai sumber
ekonomi yang dikorbankan dalam menghasilkan sumber ekonomi lainnya.
Berdasarkan dalam perilakunya dalam hubungan dengan perubahan volume
kegiatan, biaya dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu biaya tetap, variabel dan
semi variabel (Mulyadi, 1999).
Biaya tetap
Merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap dalam perubahan volume
kegiatan tertentu dimana biaya tetap per satuan berubah. Biaya tetap atau biaya
kapasitas adalah biaya untuk mempertahankan kemampuan beroperasi perusahaan
pada tingkat kapasitas tertentu yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi perusahaan
jangka panjang, teknologi, dan metode serta strategi manajamen. Jika biaya tetap
mempunyai proporsi lebih tinggi dibanding biaya variabel, maka kemampuan
manajemen dalam menghadapi perubahan-perubahan kondisi ekonomi jangka
pendek akan berkurang. Contoh biaya tetap antara lain : gaji, pajak, pemeliharaan
dan perbaikan bangunan, sewa, dan masih banyak lagi.
Biaya Variabel
Merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan
perubahan volume kegiatan, dimana biaya variabel per unit konstan. Contoh dari

6

biaya variabel adalah perlengkapan, perlatan kecil, biaya komunikasi, biaya
pengiriman, biaya pengangkutan dan masih banyak lagi.

Analisis Titik Impas
Titik impas atau break event point (BEP) merupakan keadaan dimana suatu
perusahaan tidak mengalami kerugian dan tidak memperoleh laba. Dengan kata
lain suatu usaha dikatakan impas jika jumlah penerimaan sama dengan jumlah
biaya atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutupi biaya
tetap saja. Analisis titik impas adalah suatu cara untuk mengetahui volume
penjualan minimum agar usaha tidak menderita rugi, tetapi juga belum mendapat
laba. Dengan kata lain labanya sama dengan nol. Kegunaan dari titik impas
tersebut berguna untuk mengendalikan operasional yang sedang berjalan, sebagai
bahan pertimbangan dalam penetapan harga jual, sebagai dasar perencanaan
kegiatan operasional dalam usaha untuk mencapai laba tertentu sebagai
pertimbangan dalam pengambilan keputusan produksi atau penjualan (Mulyadi,
2001).
Menurut Limbong dan Sitorus (1987), selain digunakan untuk menentukan
harga jual dan mengetahui produksi atau penjualan, juga merupakan dasar atau
landasan dalam merencanakan kegiatan operasional dalam usaha mencapai laba
tertentu atau profit planning, terdapat beberapa asumsi dalam menggunakan
analisa titik impas, antara lain :
a) Biaya-biaya yang terjadi dalam perusahaan yang terkait dapat
diidentifikasikan sebagai biaya variabel dan biaya tetap.
b) Biaya tetap adalah konstan.
c) Biaya variabel bertambah dengan bertambahnya volume produksi.
d) Harga jual per unit tetap.
e) Perusahaan terkait menjual atau memproduksi hanya satu jenis
produk.
Dalam analisis titik impas, biaya – biaya dikelompokkan menjadi biaya
tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Ada dua cara dalam
menentukan titik impas, yaitu :
1. Pendekatan Teknik Persamaan
Secara matematis, titik impas produktivitas dapat dihitung sebagai berikut :
= (P.Q) – (TVC+TFC)
Keadaan impas adalah jika (keuntungan) = 0, maka :
(P.Q) – (TVC+TFC)
=0
BEP
TC
= TR
(P.Q)
= (TVC+TFC)
(P.Q) – TVC
= TFC
(P.Q) – (AVC.Q)
= TFC
Q (P-AVC)
= TFC
BEP (Impas dalam unit)

=

-

7

BEP (Impas dalam rupiah)

=

TFC

Keterangan
BEP
P
TVC
TFC
AVC

:
: Nilai Impas Produksi (unit atau Rupiah)
: Harga jual produk per unit (Rp/unit)
: Biaya variabel total (Rp)
: Biaya tetap total (Rp)
: Biaya rata-rata variabel per unit (Rp/unit)
: Laba (Rp)

2. Pendekatan Grafis
Perhitungan titik impas dapat dilakukan juga dengan menentukan titik
pertemuan antara garis pendapatan penjualan dengan garis biaya dalam suatu
grafik. Titik pertemuan antara garis biaya dengan garis pendapatan penjualan
merupakan titik impas. Untuk dapat menentukan titik impas, harus dibuat grafik
dengan sumbu datar menunjukkan volume penjualan. Sedangkan sumbu tegak
menunjukkan biaya dan pendapatan.

Sumber : Mulyadi, 2001

Gambar 1 Laba, Titik Impas dan Volume Penjualan
Keterangan
TR
TC
TVC
TFC
Daerah A
Daerah B
P
Q

:
: Penerimaan total (Rp)
: Biaya total (Rp)
: Biaya variabel total (Rp)
: Biaya tetap total (Rp)
: Daerah laba ( daerah antara TR, impas dan TC)
: Daerah rugi, yaitu daerah antar P, impas dan Q
: Pendapatan, biaya
: Volume penjualan

8

Pada gambar 1 terlihat bahwa titik impas terjadi pada perpotongan antara
TR dengan TC yang ditunjukan oleh tingkat output Q. Jika tingkat penjualan lebih
kecil dari OQ, maka perusahaan akan mengalami kerugian yang berarti bahwa
hasil penjualan tidak dapat menutupi biaya total yang telah dikeluarkan.
Sebaliknya perusahaan akan mendapatkan keuntungan jika penjualan lebih besar
dari OQ, artinya hasil penjualan lebih besar dari biaya total yang telah
dikeluarkan. Titik impas dapat berubah dengan adanya perubahan harga input,
perubahan harga output dan perubahan teknologi (Mulyadi, 2001).

Analisis Nilai Tambah
Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditi karena adanya
input fungsional pada komoditi terkait. Input fungsional dapat berupa proses
mengubah bentuk atau form utility, memindahkan tempat place utility, maupun
menyimpan time utility, analisis nilai tambah merupakan metode perkiraan sejauh
mana bahan baku yang mendapat perlakuan mengalami perubahan nilai. Selain itu
analisis nilai tambah juga menunjukan bagaimana kekayaan perusahaan tercipta
melalui proses produksi dan bagaimana distribusi kekayaan tersebut dilakukan.
Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen
(Hayami et al. 1987)
Alat analisis ini dikemukakan oleh Hayami, kelebihan dari alat analisis ini
adalah sebagai berikut :
1. Lebih tepat digunakan untuk proses pengolahan produk-produk pertanian.
2. Dapat diketahui produktivitas produksinya (rendemen dan efisiensi tenaga
kerjanya).
3. Dapat diketahu balas jasa bagi pemilik-pemilik faktor produksi.
4. Dapat dimodifikasi untuk nilai tambah selain subsistem pengolahan.
Besaran nilai tambah yang dihasilkan dapat ditaksir besarnya balas jasa
yang diterima pemilik faktor produksi yang digunakan dalam proses perlakuan
tersebut. Dalam analisis nilai tambah terdapat juga tiga komponen pendukung,
yaitu faktor konversi yang menunjukan banyak output yang dihasilkan dari satusatuan input, faktor koefisisen tenaga kerja yang menunjukan banyaknya tenaga
kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu-satuan input, dan nilai
produk yang menunjukan nilai output yang dihasilkan dari satu-satuan input.
Nilai tambah dipengaruhi oleh faktor teknis dan non teknis (faktor pasar).
Faktor teknis terdiri dari jumlah dan kualitas bahan baku serta input penyerta,
kualitas produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi, dan penggunaan unsur
tenaga kerja. Faktor pasar meliputi harga bahan baku, harga jual output, upah
tenaga kerja, modal investasi, informasi pasar, dan nilai input lain. Komponen
pendukung dalam analisis nilai tambah, yaitu faktor konversi, faktor koefisien
tenaga kerja, dan nilai produk. Faktor konversi menunjukan banyaknya output
yang dihasilkan dari satuan input. Faktor koefisien tenaga kerja menunjukan
banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan
input. Nilai produk menunjukan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan
input. Fungsi dari nilai tambah yang menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja,
modal dan manajemen, dapat dirumuskan sebagai berikut :

9

Nilai Tambah = f (K, B, T, U, H, h, L)
Dimana :
K
= Kapasitas produksi unit usaha (unit)
B
= Jumlah bahan baku yang digunakan (unit)
T
= Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan (HOK)
U
= Upah tenaga kerja (Rp/HOK)
H
= Harga output (Rp/unit)
h
= Harga bahan baku (Rp/unit)
L
= Nilai input lain (unit)
Distribusi nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang diterapkan
dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan keterampilan,
serta kualitas bahan baku. Apabila penerapan teknologi cenderung padat karya
maka proporsi bagian tenaga kerja yang diberikan lebih besar daripada proporsi
bagian keuntungan bagi perusahaan, sedangkan apabila diterapkan teknologi padat
modal maka besarnya proporsi bagian manajemen lebih besar daripada proporsi
bagian tenaga kerja.

Analisis Profitabilitas
Analisis profitabilitas dapat diterapkan pada berbagai obyek informasi,
seperti produk, keluarga produk, aktivitas maupun unit organisasi. Analisis
profitabilitas ditujukan untuk mendeteksi penyebab timbulnya laba atu rugi yang
dihasilkan oleh suatu obyek informasi dalam periode akuntansi tertentu (Mulyadi,
1999).
Profit adalah besarnya laba yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan
dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan perusahaan. Profitabilitas adalah
nilai laba bersih dibagi dengan penerimaan total. Profitabilitas yang diperoleh laba
perusahaan menggambarkan besarnya laba yang diperoleh dari hasil laba yang
diperoleh dari hasil penjualan. Menurut mulyadi (1999), besarnya nilai
profitabilitas ini diperoleh dari perkalian antara Margin Income Ratio (MIR) atau
Profit Volume Ratio dengan Margin Of Safety (MOS).
Selisih antara volume penjualan yang dianggarkan dari volume penjualan
dari titik impas merupakan angka Margin Of Safety (MOS). Menurut mulyadi
(1999), secara matematis rumus untuk menghitung nilai MOS adalah :
MOS (%) =

-

Keterangan :
MOS : Margin Of Safety (%)
BEP : Nilai Impas (Rp)
TR : Penerimaan Total (Rp)
Angka MOS ini memberikan informasi berapa maksimum volume penjualan
yang direncanakan tersebut boleh turun agar perusahaan tidak rugi, atau dengan
kata lain angka MOS memberikan petunjuk jumlah maksimum penurunan volume
penjualan yang direncanakan yang tidak mengakibatkan kerugian.

10

Jika dihubungkan dengan Marginal Income Ratio (MIR), angka Margin Of
Safety ini akan berhubungan langsung dengan laba. MIR itu sendiri adalah rasio
antara pendapatan dengan hasil penjualannya. MIR memberikan informasi
seberapa bagian dari penjualan tersedia untuk menutup biaya tetap dan laba.
Secara matematis, MIR dapat ditulis sebagai berikut (Mulyadi, 1999). :
MIR (%) =

-

Keterangan :
MIR : Marginal Income Ratio (%)
VC : Biaya Variabel (Rp/unit)
TR : Penerimaan Total (Rp)
Dari hasil kali antara MOS (Margin Of Safety) dan MIR (Marginal Income
Ratio) ini, kita dapat melihat profitabilitas perusahaan (kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba). Nilai profitabilitas ini dapat dihitung dengan
menggunakan rumus matematis :
(%) = MOS X MIR X 100%
Keterangan :
: Profitabilitas perusahaan (%)
MIR : Marginal Income Ratio (%)
MOS : Marginal Of Safety (%)

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pabrik Gondorukem dan Terpentin (PGT)
Sindangwangi, Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Industri Kayu dan Non kayu Unit
III Bandung Jawa Barat dan Banten. Penelitian dilaksanakan pada bulan FebruariMaret 2013.

Jenis Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui pengamatan dan pencatatan langsung di lapangan serta
wawancara dengan pihak perusahaan. Data sekunder diperoleh dari laporan
manajemen perusahaan, bahan pustaka, literatur perusahaan maupun intansi
terkait.
Data primer yang diperlukan adalah kegiatan perusahaan yang mencakup
pengadaan bahan baku, proses produksi, pengemasan dan pemasaran produk
gondorukem dan terpentin.

11

Data sekunder yang diperlukan meliputi sejarah dan gambaran umum
perusahaan, sedangkan dalam menganalisis nilai tambah adalah jumlah dan harga
bahan baku getah pinus yang digunakan, jumlah dan harga output yang dihasilkan,
jumlah hari kerja langsung dan upah rata-rata per hari, serta data mengenai input
lain meliputi biaya administrasi dan umum.
Prosedur Analisis Data
Analisis data yang dilakukan adalah analisis nilai tambah, analisis biaya
produksi produk gondorukem dan terpentin, kemudian melakukan perhitungan
nilai MOS (Margin Of safety) dan MIR (Marginal Income Ratio) dari produk
gondorukem dan terpentin untuk mendapatkan nilai profitabilitas dari kedua
produk tersebut.
Analisis Nilai Tambah
Nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang mendapatkan perlakuan
tertentu dengan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung.
Sumber-sumber dari nilai tambah tersebut berasal dari pemanfaatan faktor-faktor
tenaga kerja, modal, sumberdaya manusia dan manajemen. Rumus dari metode
Hayami :
Tabel 6 Analisis Nilai Tambah Menurut Metode Hayami
No Variabel
Output, input, dan harga
1
Output (kg/bulan)
2
Bahan baku (kg/bln)
3
Tenaga kerja (HOK/bulan)
4
Faktor konversi
5
Koefisien tenaga kerja
6
Harga output
7
Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK)
Pendapatan dan keuntungan (Rp/kg)
8
Harga Bahan baku
9
Sumbangan input lain
10 Nilai Output
11 a. nilai tambah
b. Rasio nilai Tambah
12 a. Imbalan tenaga kerja
b. Bagian tenaga Kerja
13 a. keuntungan
b. tingkat keuntungan
Balas Jasa dari masing-masing faktor produksi
14 Marjin
a. imbalan tenaga kerja
B. sumbangan input lain
c. keuntungan perusahaan
Sumber: Hayami et all, 1987

Nilai
A
B
C
D =A/B
E= C/B
F
G
H
I
J=DxF
K =J-I-H
L% = (K/J) x100%
M=ExG
N % = (m/k) x 100%
O = K-M
P% = (O/J) X 100%
Q% = (J-H) x 100%
R % = (M/Q) x 100%
S% = (I/Q) x100%
T%= (O/Q) X 100%

12

Informasi yang dihasilkan melalui metode analisis nilai tambah hayami yang
digunakan pada subsistem pengolahan adalah sebagai berikut :
1. Perkiraaan besarnya nilai tambah (Rp)
2. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk yang dihasilkan (%),
menunjukan persentase nilai tambah dari nilai produk
3. Imbalan bagi tenaga kerja (Rp), menunjukan besar upah yang diterima
oleh tenaga kerja
4. Bagian tenaga kerja dari nilai tambah yang dihasilkan (%), menunjukan
persentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah.
5. Keuntungan pengolahan (Rp) menunjukan bagian yang diterima
pengusaha (pengolah), karena menanggung resiko usaha
6. Tingkat keuntungan pengolah terhadap nilai output (%), menunjukan
persentase keuntungan terhadap nilai tambah
7. Marjin pengolah (Rp), menunjukan kontribusi pemilik faktor produksi
selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi
8. Persentase pedapatan tenaga kerja terhadap marjin (%)
9. Persentase keuntungan perusahaan terhadap marjin (%)
10. Persentase sumbangan input lain terhadap marjin (%)
Analisis Biaya Produksi
Analisis biaya produksi dilakukan untuk mengetahui struktur biaya yang
diperlukan dalam pengusahaan pengolahan getah pinus menjadi produk
gondorukem dan terpentin dan dapat mengetahui berapa besar keuntungan yang
dapat diperoleh oleh perusahaan. Biaya produksi merupakan penjumlahan dari
total biaya tetap dan total biaya variabel dalam memproduksi suatu produk. Biaya
produksi dihitung dengan menjumlahkan total biaya tetap dan biaya variabel
seperti persamaan berikut:
TC = TFC + TVC
Sedangkan untuk menghitung biaya produksi per kilogram menggunakan
rumus :
UC =
dimana :
TC = Total biaya produksi gondorukem per tahun (Rp/tahun)
TFC = Biaya tetap total produksi gondorukem per tahun (Rp/tahun)
TVC = Biaya variable total produksi gondorukem per tahun(Rp/tahun)
V = Volume produksi gondorukem per tahun (Rp/bln)
UC = Biaya produksi per kilogram (kg)

13

Biaya tetap yang diperhitungkan antara lain, gaji, penyusutan, pemeliharaan.
Sementara biaya variabel yang diperhitungkan adalah biaya getah, biaya angkut
getah, biaya bahan penolong, biaya bongkar, upah tak langsung dan upah
langsung.
Analisis Break Even Point.
Analisis Break even point (BEP) perusahaan bertujuan menentukan volume
penjualan minimum yang tidak mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian
tetapi juga tidak untung. Ada dua cara untuk menentukan BEP, yaitu
menggunakan teknik persamaan dan pendekatan grafis. Perhitungan BEP dengan
pendekatan grafis dibuat dengan menentukan titik pertemuan antara garis
pendapatan penjualan dengan garis biaya dalam suatu grafik. Titik pertemuan
antara garis pendapatan (TR) dengan garis biaya (TC) merupakan titik impas.
Persamaan BEP adalah sebagai berikut :
a. Titik Impas atau BEP dalam unit,
NBEP =

-

b. Titik Impas atau BEP dalam Rupiah,
NBEP =
Dimana :
BEP N
TFC
C
H

= Tingkat produksi gondorukem pada titik impas (ton/tahun)
= Biaya tetap per satuan unit waktu (Rp/tahun)
= Biaya variabel per satuan unit produksi (Rp/kg)
= Harga persatuan unit (Rp/kg).

Profitabilitas Usaha
Profitabilitas merupakan perhitungan untuk melihat kemampuan usaha dari
produk gondorukem dan terpentin dalam memperoleh laba, yang diperoleh
melalui hasil perkalian antara MOS atau Margin of safety dan MIR atau Marginal
Income Ratio. Rumus yang digunakan dalam menghitung profitabilitas adalah
sebagai berikut :
-

MOS (%) =

MIR (%) =

-

= MOS
Dimana :
MOS = Margin of safety
MIR = Marginal Income Ratio
= Profitabilitas Usaha
AVC = Biaya Rata-rata Variabel

-

MIR

14

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Sejarah Perusahaan
Sebelum Pabrik Gondorukem dan Terpentin (PGT) Sindangwangi didirikan
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten mengadakan kerjasama produksi
dengan pabrik swasta dalam pengolahan getah pinus, yaitu Maruha Karya Sari
yang berlokasi di Jatinangor, Sumedang. Dengan produksi getah yang terus
meningkat dari tahun ke tahun mendorong Perum Perhutani unit III Jawa Barat
dan Banten membangun pabrik gondorukem dan terpentin yang diberi nama
Sindangwangi pada tahun 1990 di Nagreg. Pembangunannya diresmikan pada
tanggal 27 Agustus 1991 oleh Menteri Kehutanan Ir. Hasrul Harahap.
Pabrik Gondorukem dan Terpentin (PGT) Sindangwangi didirikan
berdasarkan berdasarkan Keputusan Direksi Perhutani No. 691/Kpts/dir/1990
dengan kapasitas produksi 10.000 ton per tahun, dengan rendemen gondorukem
sebesar 68% dan terpentin sebesar 12% diproyeksikan untuk penjualan dalam
negeri dan luar negeri dengan sasaran kualitas hasil produksi gondorukem adalah
kualitas WW-X. Pemasok getah berasal dari 12 KPH yaitu, Sukabumi, Garut,
Sumedang, Cianjur, Bandung Utara, Bandung Selatan, Purwakarta, Bogor,
Kuningan, Tasikmalaya, Majalengka, dan Ciamis.
Pabrik Gondorukem dan Terpentin (PGT) Sindangwangi ini merupakan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada di bawah tanggung jawab
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, sejak tahun 2006 dinaungi oleh
Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Kayu dan Non kayu Unit III Bandung Jawa
Barat dan Banten
Pabrik Gondorukem dan Terpentin (PGT) Sindangwangi mulai membangun
sistem manajemen mutu pada bulan Juni tahun 2000 dan dinyatakan lulus ISO
9002 oleh assesor dari MALQA. Pada tahun 2010 telah dilakukan upgrade
menjadi ISO 9001 versi 2008. Dengan keberhasilan meraih sukses implementasi
ISO 9001 PGT Sindangwangi diharapkan untuk dapat terus mempertahankan
kualitas produk yang baik maka setiap kegiatan di PGT Sindangwangi harus
berdasarkan rencana operasional kerja dan Standard Operational Prosedure
(SOP).

Lokasi Perusahaan
Pabrik Sindangwangi ini berada di daerah kaki Gunung Batu dengan jarak
lebih dari 40 km dari kota Bandung yang berkedudukan di Desa Nagreg,
Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung. Pabrik ini dibangun dengan luas
mencapai ± 3 ha. Luas keseluruhan komplek pabrik beserta kantor, gudang, dan
perumahan karyawan sekitar 27.000 m2, sementara luas bangunannya sekitar 946
m2. Pabrik ini diproyeksikan untuk penjualan dalam negeri dengan sasaran
kualitas hasil produksi gondorukem adalah kualitas WW-X. Sedangkan
berdasarkan topografinya sebagian besar wilayah di Kabupaten Bandung
merupakan pegunungan atau daerah perbukitan dengan ketinggian diatas
permukaan laut bervariasi dari 500 m sampai 1.800 m. Secara umum letak

15

Kabupaten Bandung yang berada di dataran tinggi atau pegunungan membuat
suhu udara di kabupaten ini cukup sejuk, yaitu berkisar antara 12 0C - 24 0C.

Struktur Organisasi, dan Ketenagakerjaan
Struktur organisasi PGT sindangwangi terdiri dari beberapa Kepala Urusan
yang dipimpin oleh seorang Manager. Secara rinci dapat dilihat pada Lampiran
15.
PGT Sindangwangi memiliki tenaga kerja berjumlah 43 orang, yang terdiri
dari 32 orang pegawai perusahaan, 7 orang pegawai pelaksana, 4 orang
outsourcing (staf pembantu operator), 12 orang satpam (outsourcing) berasal dari
yayasan dan juga terdapat pekerja borongan.
Secara umum pengaturan jam kerja yaitu :
1. Karyawan di bagian produksi, jam kerja selama 6 hari dalam satu
minggu dengan sistem kerja 3 shift kerja yaitu :
Shift 1
: Bekerja pukul 07.00 – 15.00 WIB.
Shift 2
: Bekerja pukul 15.00 – 23.00 WIB.
Shift 3
: Bekerja pukul 23.00 – 07.00 WIB.
2. Karyawan di bagian administrasi bekerja dari hari Senin sampai Sabtu
dari pukul 08.00 – 16.00 WIB.
Setiap shift melakukan pergantian jam kerja tiap satu minggu sekali dengan
urutan pergantian jam kerja pagi-malam-sore dan seterusnya. Hal ini bertujuan
untuk meningkatkan efisiensi pabrik dan kesejahteraan karyawan.
Apabila pasokan getah melimpah seperti tanggal-tanggal tutupan, maka
bagian produksi suka mengadakan lembur. Lembur diadakan pada hari minggu
dengan waktu kerja 8 jam.
Sistem upah didasarkan pada jenis pegawai, pangkat dan golongan yang ada
di Perum Perhutani. Pegawai perusahaan mendapatkan gaji pokok, tunjangan, dan
asuransi jamsostek. Gaji pokok berdasarkan golongan dan masa kerja, biasanya
setiap 2 tahun sekali terdapat kenaikan gaji berkala sebesar 4%.
Sedangkan pegawai pelaksana mendapatkan Upah Minimum Perum
Perhutani, tunjangan, jamsostek, dan Dana Pensiun lembaga kesehatan yang
bekerjasama dengan simponi BNI.
Proses Produksi
Proses produksi pengolahan getah pinus menjadi gondorukem dan
terpentin sebagai berikut, yaitu : penerimaan getah, penampungan getah,
pemanasan awal, pengenceran getah, pencucian awal, pencucian ulang,
penampungan getah bersih, pemasakan getah, penampungan gondorukem dan
terpentin. Secara umum tahap proses produksi gondorukem disajikan pada gambar
2.

16

Gambar 2 Skema proses produksi
Keterangan Gambar :
BG
: Bak getah
M
: Melter
ST
: settler
W
: washer
PN
: Tangki penampung
TTPS : Tangki terpentin proses sementara
D
: Tangki dehidrator
TTPds : Tangki terpentin produk sementara
TPTP : Tangki proses sementara
TTP : Tangki terpentin produk
MS
: Tangki pemasak
RC
: Reflak condensor
ST
: Tangki separator
CT
: Tangki condensor
V
: Vakum
F1
: filter GAF RBT4
F2
: Filter GAF PO5
F3
: Filter GAF PO1
APW : Air pengumpan washer
IPAL : Instalasi pengolahan air limbah
Getah yang berasal dari KPH-KPH dan datang ke PGT. Sindangwangi
langsung di tampung pada bak getah. Bak Getah ini berfungsi sebagai tempat
sortir getah berdasarkan kualitas mutunya. Pada proses penampungan ini
diterapkan prinsip FIFO (first in first out) yang artinya getah yang masuk pertama
dalam bak getah harus diproses lebih awal.

17

Pada proses pengenceran ini terjadi pencampuran getah dengan 1.000 kg
terpentin ke dalam larutan getah dalam tangki melter kemudian dipanaskan pada
suhu 68-80 oC selama 10-15 menit. Pengenceran getah ini bertujuan untuk
memudahkan pemisahan kotoran dari getah, selain itu juga memudahkan dalam
pemindahan dan penyaringan.Tangki melter dilengkapi dengan steam penekan
yang berfungsi sebagai pengaduk agar larutan getah homogen, suhu menyebar
merata, dan untuk menekan larutan getah agar tersaring.
Proses Pencucian dilakukan dengan mencampurkan larutan getah dengan
asam oksalat yang berfungsi untuk mengikat ion Fe dan memudahkan pemisahan
kotoran halus. Ion besi akan membentuk endapan besi oksalat. Setelah kotoran
dan air dibuang dengan membuka knop pada tangki settler serta getah yang
dicampur asam oksalat diendapkan selama 6-10 menit. Kemudian mencuci larutan
getah dari kotoran-kotoran halus dengan menggunakan adukan agitator dengan
kecepatan 1.500 rpm yang ditambahkan air didalam settler. Banyaknya asam
oksalat yang ditambahkan sekitar 3-4 kg per satu kali pencucian. Pada tahap ini
dilakukan pemanasan sampai suhu 60-80 oC dan sambil diaduk dengan agitator ±
5 menit.
Larutan diendapkan sehingga diperoleh 3 lapisan yaitu lapisan atas berupa
lapisan getah, lapisan tengah berupa lapisan kotoran halus/jonjot, dan lapisan
bawah berupa lapisan air. Setelah diendapkan ± 10 menit, air dan kotoran di blow
down dan larutan getah dapat dikirim ke tangki penampung untuk proses
selanjutnya. Getah yang terbuang saat proses blow down masuk dalam tangki
penampung kemudian diendapkan beberapa saat dan setelah getah terpisah dengan
air dan kotoran, getah tersebut disedot menuju pada tangki washer.
Tangki penampung ada sebanyak 2 buah dengan kapasitas 7.000 liter.
Berfungsi menampung larutan getah bersih dari tangki settler yang selanjutnya
siap dikirim ke tangki pemasak. Penampung getah bersih ini juga berfungsi
sebagai ukuran jumlah larutan getah yang akan dimasak. Pada proses ini juga
dilakukan pengendapan kotoran yang masih lolos filter, kemudian sebelum
dipindahkan ke tangki pemasak getah di blow down dulu.
Proses pemasakan larutan getah menjadi gondorukem dan terpentin pada
prinsipnya menggunakan metode destilasi uap yaitu pemisahan berdasarkan titik
didih. Metode destilasi uap adalah metode penyulingan cairan yang tidak saling
campur dengan air yaitu dengan menghembuskan uap air panas ke dalamnya. Cara
ini bergantung pada kenyataan bahwa tekanan uap (demikian juga titik didih)
campuran dari cairan tidak saling campur lebih rendah dari pada tekanan uap dari
setiap cairan murni penyusunnya. Kemudian melakukan pengontrolan pada kaca
pengamat di bagian atas ketel pemasak yang bertujuan untuk mencegah
terbawanya larutan getah ke tangki kondensor dan melakukan peludangan
(Canning).
Cairan gondorukem hasil pemasakan harus diuji oleh Quality Control untuk
mengetahui mutunya setelah dimasukkan kedalam kaleng. Cairan gondorukem
dimasukkan ke dalam kaleng gondorukem dengan berat bersih 240 kg. Pada
kaleng tertulis nomor masak, nomor kaleng, dan mutu gondorukem serta kaleng
diletakkan diatas palet. Selanjutnya kaleng diletakkan di gudang penyimpanan
gondorukem.
Terpentin merupakan hasil destilasi dan pemanasan larutan getah yang
berbentuk cairan saat proses pemasakan berlangsung. Uap terpentin mulai

18

menguap pada suhu 90-100oC karena adanya tekanan vacum pada tangki. Di
kondensor uap terpentin didinginkan (dengan air) dan berubah menjadi cairan.
Cairan ini berupa air dan minyak terpentin. Cairan masuk ke tangki separator.
Pada tangki ini terjadi pemisahan air dengan minyak terpentin. Air lebih besar dari
terpentin sehingga air berada dibawah dan terpentin berada diatas. Air yang
dihasilkan akan dialirkan ke tangki kondensat, sedangkan minyak terpentin akan
masuk ke tangki terpentin I.
Dari tangki terpentin I, terpentin dikirim ke tangki terpentin II. Di tangki ini
terdapat 2 pipa yaitu pipa atas dan pipa bawah. Terpentin yang mengalir melalui
tangki bawah mengalir ke tangki proses untuk digunakan dalam proses
pengenceran getah. Sedangkan pipa yang atas mengalirkan terpentin ke
dehidrator. Pada dehidrator ditambahkan garam industri dengan tujuan untuk
mengikat air yang masih terkandung pada terpentin. Di dehidrator juga terjadi
penghilangan sisa-sisa air dalam terpentin. Terpentin yang berada di tangki ini
diu