Analisis biaya pengolahan gondorukem dan terpentin di OGT.Sindangwangi, KPH Bandung Utara, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat-Banten

ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN
TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG
UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III
JAWA BARAT – BANTEN.

Dwi Nugroho Artiyanto
E 24101029

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN
TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG
UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III
JAWA BARAT – BANTEN.

Oleh:
Dwi Nugroho Artiyanto
E 24101029


Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

DWI NUGROHO ARTIYANTO (E24101029). Analisis Biaya Pengolahan
Gondorukem dan Terpentin di PGT. Sindangwangi, KPH Bandung Utara,
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat – Banten, dibawah bimbingan Ir.
Bintang C.H. Simangunsong. MS., Ph.D.
Salah satu pemanfaatan tegakan pinus yang sudah lama dilakukan adalah
sebagai penghasil getah. Di Indonesia, penyadapan getah pinus pertama kali
dilakukan di Aceh, pada tahun 1924. Pabrik pengolahan getah pinus pertama
didirikan pada tahun 1938 di Lampahan. Pabrik pengolahan tersebut dibangun
oleh pihak Prancis, namun bekerja dengan kapasitas tidak penuh ( hanya bekerja
beberapa hari dalam satu bulan) karena pasokan getah pinus masih kurang.

Sementara itu, di Pulau Jawa, penyadapan getah pinus dimulai di lereng-lereng
Gunung Lawu dan Gunung Wilis pada tahun 1947 (Soetomo, 1972). Pabrik
pengolahan getah pinus di Jawa diantaranya berada di Bandung, Pekolangan,
Cilacap, Pekalongan Ponorogo dan Trenggalek.
Getah pinus yang telah disadap kemudian diolah dan menghasilkan
gondorukem dan terpentin. Gondorukem digunakan sebagai bahan baku yang
penting bagi industri-industri batik, kulit, sabun cuci, cat, isolator, kertas dan
vernis. Sedangkan terpentin digunakan untuk bahan industri cat dan vernis,
ramuan semir sepatu, pelarut bahan organik, bahan pembuatan kamper sintetis
serta kegunaan lainnya.
Kapasitas industri gondorukem yang ada saat ini, khususnya yang dimilki
Perhutani belum dapat dimanfaatkan secara optimum akibat kurangnya bahan
baku getah. Di lain pihak, Perhutani saat ini sedang berusaha meningkatkan
pendapatannya dari komoditas non kayu. Atas dasar ini, efesiensi produksi perlu
dilakukan untuk meminimumkan biaya produksi sehingga keuntungan dapat
meningkat meskipun penerimaan tetap.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses produksi pengolahan
getah pinus menjadi gondorukem dan terpentin dan melakukan analisis biaya
produksi gondorukem dan terpentin. Sehingga dapat dilakukan efesiensi produksi
melalui pengendalian biaya

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2006-Februari 2006 di pabrik
Gondorukem dan Terpentin (PGT) Sindangwangi, KPH Bandung Utara, Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten. Penelitian ini menggunakan data primer
dan data sekunder. Data tersebut digunakan dalam perhitungan analisis biaya
produksi dan anlisis rugi laba.
PGT. Sindangwangi berlokasi di Desa Nagrek, Kecamatan Nagrek,
Kabupaten Bandung yang masuk dalam wilayah kerja KPH Bandung Utara.
Kebutuhan bahan baku PGT. Sindangwangi, diperoleh dari KPH-KPH yang ada
di wilayah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten.
PGT. Sindangwangi mengolah bahan baku getah selama 5 tahun terakhir
berkisar 53,6-64,5%. Hal ini menunjukkan kurangnya pasokan bahan baku.
Sedangkan rendemen pengolahan getah menjadi gondorukem berkisar 59,8-78,9%
dan menjadi terpentin berkisar 13,6-16,1%. Selain itu, pendapatan selama 5 tahun
berkisar Rp. 10,4 milyar-Rp. 23,22 milyar.
Biaya produksi gondorukem dan terpentin PGT. Sindangwangi tahun 2005
adalah Rp.16,9 milyar/tahun atau Rp.4.564/kg gondorukem. Biaya tetap yang
dikeluarkan adalah Rp.5,1 milyar/tahun atau Rp. 1.380/kg gondorukem. Biaya

variabel yang dikeluarkan adalah Rp.11.8 milyar/tahun atau Rp. 3.184/kg
gondorukem. Biaya terbesar pada tahap persiapan bahan baku (50,5%) disusul

tahap pengolahan bahan baku (32,6%) dan umum (14,7%).
Harga pokok gondorukem diperhitungkan dengan memperhatikan
besarnya keuntungan yang ingin diperoleh oleh perusahaan, yaitu sebesar 18%
dari biaya produksi. Besarnya harga pokok gondorukem sebesar Rp 4.462/kg.
Harga pokok tersebut lebih kecil dari pada harga jual dalam negeri yang besarnya
Rp 4.953/kg tetapi lebih kecil lagi dari pada harga jual ekspor yang besarnya Rp
5.375kg. Sehingga apabila gondorukem tersebut dijual ekspor maka perusahaan
akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari pada dijual dalam negeri.
Analisis rugi laba dalam penelitian ini menunjukkan besarnya produksi
gondorukem adalah 3.710,6 ton dan terpentin sebesar 758,7 ton, nilai investasi
sebesar Rp. 15,7 milyar, biaya produksi sebesar Rp. 16,9 milyar, BEP sebesar
2.620,76 ton atau 26,2%, ROI sebesar 40,3%, pendapatan sebesar Rp. 19,31
milyar dan laba sebesar Rp. 6,32 milyar. PGT.Sindangwangi memproduksi
gondorukem diatas BEP tersebut, hal ini menunjukkan bahwa PGT.
Sindangwangi tidak mengalami kerugian dalam kegiatan produksinya. Dilain
pihak PGT. Sindangwangi sudah mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan
gondorukem dan terpentin. Tetapi perusahaan masih jauh berproduksi dari
kapasitas terpasangnya, untuk itu perusahaan perlu menambah produksinya agar
memperoleh keuntungan yang lebih besar lagi.


LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian

:

Analisis Biaya Pengolahan Gondorukem dan Terpentin di
PGT Sindangwangi, KPH Bandung Utara, Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat – Banten.

Nama Mahasiswa

:

Dwi Nugroho Artiyanto

NRP

:


E 24101029

Program Studi

:

Teknologi Hasil Hutan

Menyetujui :
Dosen Pembimbing

Ir. Bintang C. H. Simangunsong, MS., Ph.D.
Tanggal:

Mengetahui :
Dekan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
Tanggal:


Tanggal lulus: 31 Mei 2006

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Karanganyar pada tanggal 20 Oktober 1982 dari ayah
Sugiyo dan ibu Sri Suparti. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara.
Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum
Majelis Tafsir Al Qur’an (SMUMTA) Surakarta, Kota Madya Surakarta, Jawa
Tengah. Pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih program studi Pengolahan Hasil Hutan,
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis tidak hanya mengikuti kegiatan
akademik

saja.

Untuk

mengasah


kemampuan

berorganisasi

dan

kepemimpinannya, penulis aktif mengikuti berbagai organisasi seperti Badan
Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Kehutanan pada tahun 2003 dan aktif dalam

organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Hutan pada tahun 2004. Penulis
mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Hutan di Kesatuan Pemangkuan Hutan
Banyumas dengan jalur Baturaden-Cilacap dan Praktek Umum Pengelolaan Hutan
di Kesatuan Pemangkuan Hutan Cepu, Ngawi, Blora dan Madiun selama satu
bulan pada tahun 2004. Penulis juga mengikuti kuliah kerja profesi di PT. Rakabu
Furniture, Surakarta, selama dua bulan pada tahun 2005.
Penulis menyusun karya ilmiah yang berjudul “ANALISIS BIAYA
PENGOLAHAN


GONDORUKEM

DAN

TERPENTIN

DI

PGT.

SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI
UNIT III JAWA BARAT – BANTEN.” sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan.

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan besar Nabi

Muhammad

SAW.

PENGOLAHAN

Penelitian

dengan

GONDORUKEM

judul

DAN

“ANALISIS

TERPENTIN


BIAYA

DI

PGT.

SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI
UNIT III JAWA BARAT – BANTEN.”, ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan rujukan sehingga menjadi pertimbangan dalam penelitian lainnya.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ir. Bintang C. H. Simangunsong, MS., Ph.D. Pembimbing atas berbagai
masukan dan saran dalam penyusunan skripsi.
2. Ir. Edje Djamhuri selaku dosen penguji dari Departemen MNH dan Ir. Agus
Priyono Kartono, M.Si. selaku dosen penguji dari Departemen KSH atas
saran, nasihat, dan masukannya.
4. Kedua orang tua penulis atas segala curahan kasih sayang, doa, dan nasihat
selama perkuliahan hingga penyelesaian karya ilmiah ini.
5. Teman-teman THH 38 atas segala bantuan, kebersamaan dan kerjasamanya
selama ini.
6. Gongliers atas persahabatan dan dukungannya dalam suka maupun duka.
Penulis menerima masukan baik saran maupun kritik membangun demi
kesempurnaan karya ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Juni 2006

Dwi Nugroho Artiyanto

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...........................................................................................................

i

DAFTAR TABEL ...................................................................................................

ii

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................

iii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ...........................................................................................
Tujuan ........................................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA
Gondorukem dan Terpentin ........................................................................
Proses Produksi Gondorukem .....................................................................
Persyaratan dan Kualitas Gondorukem .......................................................
Produksi, Biaya, Eksport dan Harga Jual Gondorukem dan Terpentin ......
Hutan Pinus Sebagai Penghasil Getah Pinus ..............................................

4
5
9
12
16

METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................................
Jenis Data ....................................................................................................
Metode Pengumpulan Data .........................................................................
Analisis Data ...............................................................................................

29
29
29
30

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
Industri Pengolahan Getah Pinus ................................................................

35

HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi dan Rendemen ..............................................................................
Biaya Produksi ............................................................................................
Analisis Harga Pokok..................................................................................
Analisis Rugi-Laba .....................................................................................
Sistem Pemasaran .......................................................................................

42
42
46
47
51

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .................................................................................................
Saran............................................................................................................

53
53

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................

54

LAMPIRAN ............................................................................................................

56

DAFTAR TABEL
Nomor

Teks

Halaman

1. Persyaratan Umum Gondorukem ........................................................

10

2. Persyaratan Khusus Mutu Gondorukem..............................................

10

3. Klasifikasi Kualitas Gondorukem .......................................................

11

4. Produksi dan Rendemen Gondorukem dan Terpentin Indonesia .......

12

5. Produksi dan Rendemen Gondorukem Dan Terpentin Perhutani .......

13

6. Rekapitulasi Biaya Tetap dan Biaya variabel PGT. Cimanggu ..........

14

7. Penjualan Luar Negeri Gondorukem dan Terpentin
Tahun 1998 – 2002 Perhutani..............................................................

15

8. Ekspor Gondorukem Ke Berbagai Negara Tahun 2000 – 2003 ..........

16

9. Daftar Harga Jual Dasar Gondorukem dan Terpentin .........................

16

10. Luas Hutan Pinus Menurut KPH dan Fungsi Hutannya......................

18

11. Perincian Kawasan Hutan Pinus Menurut Ketinggian di atas
Permukaan Laut ..................................................................................

19

12. Sumber Benih Pinus merkusii di Perum Perhutani .............................

19

13. Perincian Kawasan Hutan Pinus Menurut Jenis Tanah .......................

20

14. Perincian Kawasan Hutan Pinus Menurut Tipe Iklim Oldeman .........

21

15. Realisasi Produksi Kayu dan Getah Pinus Perum Perhutani
tahun 1999 – 2003 dibandingkan dengan Kapasitas
Industri Pengolahan. ...........................................................................

25

16. Kemampuan Pengolahan Getah Pinus ................................................

26

17. Perkembangan Produksi Getah Selama 5 Tahun (1999 - 2003)..........

27

18. Realisasi Produksi Getah Pinus Perum Perhutani selama 5 Tahun
terakhir, Berdasarkan Luas Sadapan dan Jumlah Pohon
yang Disadap. ......................................................................................

28

19. Penerimaan Getah Pinus Tahun 2001-2005 PGT. Sindangwangi .......

36

20. Rekapitulasi Produksi dan Pendapatan PGT. Sindangwangi
Tahun 2001 – 2005 .............................................................................

43

21. Rekapitulasi Biaya Tetap dan Variabel (Rp Juta / tahun) Setiap
Tahapan dan Komponen PGT.Sindangwangi Tahun 2005 ................

45

22. Rekapitulasi Biaya Tetap dan Biaya Variabel (Rp/kg gondorukem)

PGT. Sindangwangi tahun 2005 ........................................................

45

23. Rekapitulasi biaya tetap dan biaya variabel PGT.Sindangwangi ........

46

24. Rekapitulasi Biaya Tetap dan Biaya Variabel menurut KPH
Bandung Utara, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten 2005...

46

25. Laporan Rugi Laba ..............................................................................

47

26. Produksi Getah Pinus Perum Perhutani Berdasar Produktivitas
Rata-rata Per Hektar dan Per Pohon ...................................................

49

Nomor

Lampiran

Halaman

1. Ekspor Gondorukem ke Berbagai Negara Tahun 2000 – 2003 .............

56

2. Inventaris, Penyusutan dan Bunga Modal PGT Sindangwangi .............

58

3. Gaji Pegawai PGT. Sindangwangi .......................................................

62

4. Biaya Umum PGT. Sindangwangi ........................................................

63

3. Rekapitulasi Biaya Variabel setiap Tahapan Produksi
PGT. Sindangwangi...............................................................................

64

DAFTAR GAMBAR
No

Teks

Halaman

1. Tahap kegiatan dalam proses produksi gondorukem dan terpentin .....

6

2. Grafik Break Event Point ....................................................................

34

3. Proses pengolahan getah pinus PGT. Sindangwangi ...........................

37

4. Unit Melter di PGT. Sindangwangi .....................................................

37

5. Unit Settler di PGT Sindangwangi.......................................................

38

6. Unit Ketel Pemasak di PGT. Sindangwangi ........................................

39

7. Gudang penyimpanan gondorukem di PGT. Sindangwangi ................

40

8. Struktur organisasi PGT.Sindangwangi ...............................................

41

9. Sistem pemasaran gondorukem dan terpentin ....................................

51

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu

sumber kekayaan alam yang dapat

diperbaharui dan mempunyai multi fungsi, seperti fungsi produksi dan fungsi
konservasi. Hutan dapat menghasilkan kayu dan non kayu yang berguna bagi
kebutuhan hidup manusia. Oleh karena itu sumberdaya hutan harus dimanfaatkan
secara maksimal dan rasional dengan tetap melaksanakan prinsip kelestariannya
yang sejalan dengan sasaran yang ingin dicapai oleh pemerintah dalam sektor
kehutanan. Produksi hutan berupa kayu sudah dimanfaatkan sejak dulu sebagai
bahan bangunan maupun meubel, tetapi produksi kayu tersebut kurang
memperhatikan kaidah kelestarian hutan, sehingga produksi kayu dari waktu ke
waktu semakin menurun, akibat sumber daya hutan yang semakin berkurang.
Pada era teknologi sekarang ini, bukan saatnya lagi kayu dijadikan
prioritas dalam pemanfaatan hutan, karena masih banyak hasil hutan non kayu
yang belum dimanfaatkan secara optimum. Seperti getah, akar, kulit, daun dan
buah, yang apabila diolah dengan teknologi yang tepat akan menghasilkan nilai
tambah yang tinggi.
Salah satu hasil hutan non kayu adalah getah pinus yang dihasilkan dari
tegakan pinus. Getah pinus yang telah disadap kemudian diolah dan menghasilkan
gondorukem dan terpentin. Gondorukem digunakan sebagai bahan baku yang
penting bagi industri-industri batik, kulit, sabun cuci, cat, isolator, kertas dan
vernis. Sedangkan terpentin digunakan untuk bahan industri cat dan vernis,
ramuan semir sepatu, pelarut bahan organik, bahan pembuatan kamper sintetis
serta kegunaan lainnya.
Di Indonesia, penyadapan getah pinus pertama kali dilakukan di Aceh,
pada tahun 1924. Pabrik pengolahan getah pinus pertama didirikan di Lampahan,
Aceh pada tahun 1938. Pabrik tersebut dibangun oleh pihak Prancis namun
bekerja dengan kapasitas tidak penuh yaitu hanya bekerja beberapa hari dalam
satu bulan karena pasokan getah pinus masih kurang. Sementara itu, di Pulau
Jawa, penyadapan getah pinus dimulai di lereng–lereng Gunung Lawu dan
Gunung Wilis pada tahun 1947 (Soetomo, 1972). Pabrik pengolahan getah pinus

di Jawa diantaranya berada di Bandung, Pekolangan, Cilacap, Pekalongan
Ponorogo dan Trenggalek.
Kawasan hutan Kelas Perusahaan Pinus Perum Perhutani terletak di pulau
Jawa, tersebar 6 KPH di Unit I Jawa Tengah, 7 KPH di Unit II Jawa Timur, dan
12 KPH Unit III Jawa Barat dan Banten. Luas total hutan pinus Perhutani adalah
944.527 hektar, dimana 569.971 ha terletak di areal Hutan Produksi, 331.939 ha
di areal Hutan Lindung dan 42.617 ha di areal Hutan Suaka Marga Satwa.
(Statistik Perhutani, 2003)
Kapasitas industri gondorukem yang ada di Perhutani belum dapat
dimanfaatkan secara optimum akibat kurangnya bahan baku getah. Kapasitas
industri gondorukem Perhutani saat ini sebesar 145.020 ton/tahun, sedangkan
produksi getah pinus Perhutani rata-rata 81.096 ton/tahun. Sementara, Perhutani
saat ini sedang berusaha meningkatkan pendapatannya dari komoditas non kayu.
Efesiensi produksi jelas perlu dilakukan untuk meminimumkan biaya produksi
sehingga keuntungan meningkat meskipun penerimaan tetap. Kegiatan efesiensi
produksi ini juga berarti turut serta mensukseskan pelaksanaan program
pembangunan kehutanan di bidang ekonomi, khususnya sebagai penghasil devisa
negara dari sektor komoditi non migas yang sekarang sedang digalakkan.
Di lain pihak keberhasilan industri atau usaha ditentukan oleh kemampuan
mengelola atau memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Aktifitas produksi tidak
terlepas dari tujuan tercapainya efesiensi pemanfaatan sumberdaya tersebut.
Dalam kaitannya dengan pengembangan industri gondorukem dan terpentin,
besarnya biaya produksi menjadi indikator utama yang perlu diperhatikan. Hal ini
dapat dihitung melalui analisis biaya, sehingga tingkat produksi minimum dan
keuntungan dapat diketahui melalui analisis titik impas (Break Event Analisys).
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mengadakan penelitian Analisis Biaya
Pengolahan Gondorukem dan Terpentin. Penelitian ini dilakukan di Pabrik
Gondorukem dan Terpentin Sindangwangi, KPH Bandung Utara, Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui proses produksi pengolahan getah pinus menjadi gondorukem
dan terpentin.
2. Menghitung biaya produksi gondorukem dan terpentin
3. Melakukan analisis rugi laba perusahaan.

Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan :
1. Dapat menjadi masukan bagi pihak manajemen perusahaan dalam
pengambilan keputusan dan penyusunan rencana bisnis internal.
2. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan rujukan bagi penelitian
selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Gondorukem dan Terpentin
Pengertian dan Kegunaan Gondorukem
Rosin atau yang lebih dikenal sebagai gondorukem dalam dunia
perdagangan merupakan produk olahan dari getah pinus yang saat ini merupakan
komoditi andalan non migas. Pengolahan gondorukem di Indonesia bukan hanya
dilakukan dengan cara penyulingan getah pohon Tusam (Pinus merkusii), baik itu
dengan atau tanpa bantuan tekanan dan uap. Gondorukem yang dihasilkan
digunakan dalam industri perekat, industri batik, kertas, sabun, lilin, serta
keperluan lainnya (Susilowati, 2001).
Silitonga dan Suwardi (1977) menyatakan gondorukem terdiri dari 8090% senyawa asam. Secara garis besar asam resin gondorukem dapat dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu tipe abietat dan pimarat. Tipe abietat terdiri dari
asam-asam abietat, levopimarat, palustrat, neoabietat, dehidroabietat dan tetra
dehidroabietat. Tipe pimarat terdiri dari asam pimarat dan isopimarat. Asam
abietat, neoabietat dan levopimarat bersifat tidak stabil dan mudah terisomer oleh
panas dalam suasana asam, sedangkan tipe pimarat lebih stabil.
Gondorukem

mengandung

10-13%

bahan

netral

yang

akan

mempengaruhi titik lunak dan sifat kristalisasinya. Gondorukem merupakan
campuran kompleks yang sebagian besar terdiri dari asam-asam resin dan
sebagian kecil komponen bukan asam. Asam-asam resin tersebut merupakan asam
monokarboksilat yang mempunyai rumus molekul C20H30O2. Gondorukem
berdasarkan sumber bahan bakunya dibagi menjadi tiga macam, yaitu
gondorukem getah (gum rosin), gondorukem kayu (wood rosin) dan gondorukem
tall oil (tall oil rosin) (Silitonga dan Suwardi, 1977).
Gondorukem getah diperoleh dari residu penyulingan getah hasil sadapan
pohon pinus. Gondorukem kayu diperoleh dari hasil ekstraksi tunggul kayu
dengan bahan pelarut organik dan larutan tersebut disuling. Gondorukem tall oil
diperoleh dari hasil penyulingan bertingkat tall oil kasar yang merupakan hasil
ikutan industri pulp. Gondorukem yang diperoleh dari tiga macam sumber bahan
baku tersebut disebut gondorukem non-modifikasi (Kirk dan Othmer, 1972).

Pengertian dan Kegunaan Terpentin
Terpentin merupakan bagian hidrokarbon yang mudah menguap
dari getah pinus. Hidrokarbon ini dipisahkan dari bagian yang tidak menguap
(gondorukem) melalui cara penyulingan. Berdasarkan sumber bahan bakunya ada
3 jenis terpentin yaitu terpentin getah (gum terpentin), terpentin kayu (wood
turpentine), dan terpentin sulifat (sulphat turpentine) (Wiyono dan Silitonga,
1989).
Silitonga et al (1973) menyatakan terpentin adalah minyak yang diperoleh
sebagai hasil sampingan dari pembuatan gondorukem. Oleh karena sifatnya yang
khusus maka minyak terpentin banyak digunakan baik sebagai bahan pelarut
ataupun sebagai minyak pengering seperti ramuan semir (sepatu, logam, dan
kayu), sebagai bahan substitusi kamper dalam pembuatan seluloid (film) dan
pelarut bahan organik. Jumlah terpentin yang terkandung dalam getah pinus
berkisar antara 10-17,5%. Getah yang segar akan menghasilkan persentase
terpentin yang lebih tinggi. Terpentin hasil penyulingan bersifat korosif, oleh
sebab itu perlu disimpan pada tempat (drum) yang digalvanisasi. Harga drum ini
cukup mahal jika dibandingkan dengan harga terpentin itu sendiri. Terpentin juga
dapat tersimpan dalam tempat yang terbuat dari alumunium atau plastik dan
disimpan ditempat yang tidak terkena cahaya.

Proses Produksi Gondorukem
Proses produksi pengolahan getah pinus menjadi gondorukem dan
terpentin sebagai berikut, yaitu : penerimaan getah, penampungan getah,
pemanasan awal, pengenceran getah, pencucian awal, pencucian ulang,
penampungan getah bersih, pemasakan getah, penampungan gondorukem dan
terpentin. Proses produksi ini ada beberapa modifikasi yang bertujuan untuk
mempermudah proses produksi itu sendiri dan meningkatkan mutu gondorukem
yang dihasilkan. Secara umum tahap proses produksi gondorukem disajikan pada
Gambar 1.

PENERIM
AAN
GETAH

PENAMPUNGA
N GETAH

PEMASAK
AN GETAH

PENAMPUNG
AN

PENAMPU
NGAN

PEMANAS
AN AWAL
PENCUCIA
N ULANG

PENGENCE
RAN
PENCUCI
AN

PENAMPU
NGAN

Gambar 1. Tahap Kegiatan dalam Proses Produksi Gondorukem

Penerimaan Getah
Penerimaan getah dilakukan untuk menyortir getah hasil dari sadapan yang
telah dikumpulkan oleh pengumpul. Getah yang telah disadap dikumpulkan di
Tempat Pengumpulan Getah sebelum dikirimkan ke pabrik. Getah pinus yang
baru dikirim dari Tempat Pengumpulan Getah (TPG) masih bercampur dengan
kotoran-kotoran berupa daun, tatal, jonjot, tanah dan lain-lain.

Penampungan Getah
Getah pinus ini ditampung dalam suatu tempat yang disebut dengan bak
getah yang berukuran 10x5x3 m3 . Dalam bak getah ada beberapa peralatan yaitu
close steam yang berfungsi untuk mengencerkan getah, open steam yang
berfungsi untuk mengencerkan getah yang mengkristal, stayner yang berfungsi
untuk menyaring kotoran dan kran pengeluaran getah.

Pemanasan Awal
Getah dari bak getah dialirkan ke blow case melalui talang getah dan
dilakukan pemanasan pendahuluan hingga mencapai suhu 70-800C. Setelah
dicapi suhu pemanasan tersebut, selanjutnya getah dipindahkan ke tangki melter
sampai habis. Fungsi dari blow case adalah sebagai pemanasan awal agar getah
menjadi encer sehingga mudah dialirkan ke tangki melter.

Pengenceran
Pengenceran dilakukan di dalam tangki melter dengan mencampurkan
terpentin sebanyak 1.000 kg lalu dipanasi kembali hingga mencapai suhu 70800C, kemudian getah diendapkan 4-6 menit. Kotoran air yang terendap dibuang
atau dialirkan ke bak penampungan limbah sampai habis melalui pipa
pembuangan. Getah yang ada kemudian dialirkan ke filter press B-1 untuk
difiltrasi menggunakan steam dengan tekanan 0,2-2 kg/cm2. Setelah getah
difiltrasi, getah dipindahkan ke tangki settler sampai habis. Adapun fungsi dari
melter adalah untuk melarutkan getah dan terpentin, menyaring kotoran yang
terbawa dalam getah dan mencairkan getah yang mengkristal.
Pencucian Awal
Pencucian awal dilakukan dalam tabung settler dengan menggunakan air
sebanyak 200 liter dari tangki water tretment, kemudian dicampurkan dengan
larutan asam oksalat sebanyak 7,5 kg (0,3% setiap batch) dari tangki asam
oksalat. Asam oksalat ini berfungsi untuk mengikat kotoran dan ion besi yang
tercampur dalam larutan getah. Setelah tercampur dengan asam oksalat, larutan
getah diendapkan 5-10 menit, kemudian air dan kotoran dialirkan ke bak
penampungan limbah melalui pipa pembuangan sampai habis. Apabila larutan
getah masih terlihat kotor, harus dilakukan pencucian ulang sebanyak 2-3 kali
sampai larutan getah terlihat bersih, kemudian dipindah ke tangki scrubbing
sampai habis.

Pencucian Ulang
Pencucian

kembali

dilakukan

dalam

tangki

scrubbing

dengan

menambahkan air hangat sebanyak 1.000 liter dari water treatment sambil
dilakukan pengadukan dengan menggunakan agigator selama 10-15 menit. Suhu
larutan dalam tangki scrubbing dipertahankan pada suhu 70-800C. Kemudian
larutan getah diendapkan selama 5-10 menit. Air dan kotoran yang telah
mengendap dibuang ke bak penampungan limbah melalui pipa pembuangan
sampai habis. Pencucian getah dapat dilakukan ulang bila larutan getah belum
memenuhi standar berdasarkan informasi dari quality controller.

Penampungan Getah Bersih
Jika larutan getah telah dinyatakan lulus oleh quality controller, larutan
getah dipindahkan ke tangki penampung A1 dan A2 sampai habis melalui filter
press B-2 yang dilengkapi dengan filter duck dan filter wire mesh agar kotoran
yang masih tertinggal dapat tersaring. Bila larutan getah dalam tangki penampung
A1 dan A2 sudah memenuhi kapasitas pemasakan, dilakukan pengendapan,
kemudian kotoran dibuang ke bak penampungan limbah.
Pemasakan Getah
Pemasakan

getah

dimaksudkan

untuk

mematangkan

getah

dan

mengeluarkan air serta komponen lainnya yang terdapat dalam getah dengan
menggunakan energi panas yang dihasilkan oleh boiler. Dengan pemasakan maka
sifat–sifat getah akan lebih stabil serta memiliki daya tahan yang lama.
Pemasakan ini dilakukan dalam suatu ketel pemasak khusus yang mempunyai
ketahanan terhadap suhu dan tekanan. Tangki pemasak dirancang untuk bekerja
pada tekanan yang dilengkapi dengan coil pemanas, closed steam, open steam,
kaca pengamat, dan kran untuk pengeluaran terpentin. Ketel pemasak ini mampu
menampung getah sebanyak 4.800 kg.
Prosesnya, getah yang sudah bersih dan siap dimasak dalam tangki
penampung dimasukkan ke dalam tangki ketel pemasak melewati filter gaff.
Setelah getah masuk ke dalam ketel pemasak lalu dilakukan pemanasan hingga
mencapai suhu 160-1700C. Selama pemanasan, suhu, aliran, tekanan dan
condensor harus selalu dikontrol. Ketika awal pemasakan pada suhu 130-1400C
uap air dan uap terpentin menguap dan masuk ke condensor yang ditarik oleh
pompa vakum untuk diembunkan atau dicairkan.
Penampungan Gondorukem dan Terpentin
Hasil dari kondensasi dialirkan ke tangki separator untuk memisahkan
antara air dan terpentin. Setelah keduanya terpisah terpentin dialirkan ke tangki
penampung terpentin A yang disiapkan untuk digunakan dalam proses
pengenceran getah dalam tangki melter. Pada suhu 130-1400C sampai suhu akhir
pemanasan hasil terpentinnya dialirkan ke tangki penampung terpentin B sebagai
terpentin produk. Terpentin dalam tangki terpentin B dipindahkan ke tangki

terpentin sementara melalui tangki dehidrator. Dalam dehidrator terpentin disaring
kembali dengan garam industri agar kandungan air yang masih terdapat dalam
terpentin dapat tertinggal. Kemudian terpentin dialirkan kembali ke tangki
terpentin produk. Sedangkan untuk gondorukem jika suhu sudah mencapai 1700C
dibiarkan untuk sementara kemudian didinginkan hingga suhu 1350C dan dipanasi
kembali sampai suhu 1450C agar panasnya menyebar. Setelah itu gondorukem
siap dikemas.
Hasil penelitian Helmi Kamilla (2004) menunjukkan rendemen produksi
gondorukem mencapai 68-70% sedangkan rendemen terpentin mencapai 10-18%.
Rendemen gondorukem sangat ditentukan oleh kualitas dari getah sebagai bahan
baku gondorukem dan kualitas gondorukem yang ingin dicapai itu sendiri.

Persyaratan dan Kualitas Gondorukem
Persyaratan Gondorukem
Sumadiwangsa dan Silitonga (1974) menyatakan bahwa penetapan
persyaratan dan kualitas gondorukem secara laboratoris dapat digolongkan
kedalam sifat fisik dan sifat kimia. Sifat fisik meliputi : berat jenis, titik lunak,
warna, persen tramisi, dan kerapuhan. Sedangkan sifat kimia meliputi bilangan
asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, bilangan iod bagian tak tersabun,
kadar kotoran, kadar air, dan kadar terpentin tersisa.
Tabel 1. menunjukkan persyaratan umum gondorukem untuk Indonesia
sebelum dikelompokkan menjadi beberapa kelas mutu yang berbeda-beda.
Persyaratan ini merupakan standar pengolahan getah pinus menjadi gondorukem
dan terpentin di Indonesia. Sedangkan persyaratan khusus mutu gondorukem yang
merupakan persyaratan untuk berbagai kualitas gondorukem disajikan pada Tabel
2. Persyaratan khusus ini digunakan untuk memisahkan gondorukem menjadi
mutu-mutu tertentu untuk berbagai tujuan diantaranya untuk ekspor dan di jual di
dalam negeri.

Kualitas Gondorukem
Kualitas gondorukem berdasarkan persyaratan yang disajikan pada Tabel 1
dan 2 tersebut dibagi menjadi 4, yaitu Prima, Pertama, Kedua dan Lokal (SNI

2001). Sedangkan Gadner (1937) dalam Silitonga dkk (1973) membagi kualitas
gondorukem menjadi 12 macam kualitas berdasarkan warna seperti disajikan
pada Tabel 3.

Tabel 1. Persyaratan Umum Gondorukem di Indonesia
Persyaratan umum gondorukem
Indikator
satuan
1)
2)
Warna
Pecahan
Titik leleh
Titik Cair
Berat Jenis
Bilangan Asam
Bilangan Ester
Bilangan Penyabunan
Bilangan Iod
Bagian Tak Tersabun
Kelarutan dalam Potroleum Ester

0

C
C
%

0

Tidak berwarna hitam
Pecah seperti kaca
750C
1200C – 1350C
1,045 – 1,085
150 – 175
160 - 190
7 – 20
160 – 190
170 - 220
118 – 190
25-26
4 – 9%
80 – 99
-

1) Sumber : Silitonga et al (1973)
2) Sumber : SNI (2001)

Tabel 2. Persyaratan Khusus Mutu Gondorukem di Indonesia
Indikator
Satuan
Persyaratan khusus
Mutu
U
P
D
Warna
X
WW
WG
0
> 78
> 76
C
> 78
Titik Lunak
< 0,05
< 0,07
Kadar kotoran
%
< 0,02
< 0,04
< 0,05
Kadar abu
%
< 0,01
Komponen menguap
%
1000
Malang
500-1000, > 1000
Pasuruan
500-1000
Probolinggo
500-1000, > 1000
Jember
500
Bondowoso
500-1000
Banyuwangi Barat
500-1000
Unit III
Bogor
>1000
Sukabumi
500-1000
Cianjur
>1000
Purwakarta
500-1000
Bandung Utara
500-1000, > 1000
Bandung Selatan
>1000
Garut
>1000
Tasikmalaya
500-1000, > 1000
Ciamis
500-1000
Kuningan
500-1000
Majalengka
500-1000, > 1000
Sumedang
500-1000,> 1000
Sumber: Statistik Perhutani (2003)
Tabel 12. Sumber Benih Pinus merkusii di Perum Perhutani
Tipe Sumber Benih dan Luasannya
Lokasi
Areal Produksi Benih
Kebun Benih Semai (Ha)
Unit I
234,30
96,0
Unit II
99,50
96,0
Unit III
64,50
54,0
Jumlah
398,30
246,0
Sumber: Statisti Perhutani (2003)

Tabel 13. Perincian Kawasan hutan pinus menurut jenis tanah
KPH
Jenis Tanah
Keterangan
Unit I
Banyumas Barat
Banyumas Timur
Kedu Selatan
Kedu Utara
Pekalongan Barat
Pekalongan Timur
Surakarta
Unit II
Lawu Ds

Kediri
Malang
Pasuruan
Probolinggo
Jember
Bondowoso
Banyuwangi Barat
Unit III

Kompleks Mediteran Merah
™ Regosol
bertekstur
pasir,
Kuning, Grumosol dan Regosol
permeabilitas cepat, terdapat di
daerah pegunungan berapi muda
Latosol dan Andosol
dan kipas alluvial.
Kompleks Podsolik Merah
Kuning, Latosol dan Litosol
Regosol, Latosol dan Andosol ™ Grumosol mempunyai kesuburan
sedang, pH di bawah 6.5, kendala
Regosol dari endapan di daerah
penggunaan
biasanya
dari
bukit, Grumosol dari endapan
ketersediaan air.
liat di daerah datar
Latosol dan Andosol, Andosol ™ Mediteran Merah Kuning umunya
dan Regosol
ditemukan pada kaki-kaki bukit
Kompleks Podsolik Merah
dan dataran berombak pada
Kuning, Latosol dan Litosol
gunung berapi tua dan batu kapur,
kesuburan cukup baik, pH dan KB
tinggi.
Kompleks Mediteran Merah
Kuning dan Litosol
™ Latosol terdapat pada topografi
Aluvial, Mediteran Merah
landai, curah hujan cukup, tanah
Kuning dan Grumosol,
ini termasuk relative agak subur.
Mediteran Merah Kuning dan
Litosol
™ Andosol terdapat pada ketinggian
Litosol dan Regosol, Regosol
>1000 m dpl, kesuburan sedang,
Regosol
suhu rendah dan kurang sinar
Latosol dan Andosol
matahari.
Regosol
™ Podsolik
Merah
Kuning,
Regosol
umumnya terdapat di dataran,
Regosol
kesuburan rendah, peka erosi.

Latosol, Kompleks Podsolik
Merah Kuning, Latosol dan
Litosol
La