Sikap Konsumen Terhadap Kopi Bubuk Instan Top Kopi di Wilayah Kota Bogor, Jawa Barat

SIKAP KONSUMEN TERHADAP KOPI BUBUK
INSTAN TOP KOPI DI WILAYAH KOTA BOGOR,
JAWA BARAT

DEBBY FEBRINA SIMANJUNTAK

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sikap Konsumen
Terhadap Kopi Bubuk Instan Top Kopi Di Wilayah Kota Bogor, Jawa Barat
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013
Debby Febrina Simanjuntak
NIM H34090052

ABSTRAK
DEBBY FEBRINA SIMANJUNTAK. Sikap Konsumen Terhadap Kopi Bubuk
Instan Top Kopi di Wilayah Kota Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh Dra.
YUSALINA, M.Si.
Top Kopi adalah produk kopi baru yang muncul di tahun 2012. Penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik dan pola konsumsi konsumen
Top Kopi dan Kapal Api dan menganalisis sikap konsumen terhadap atribut kopi.
Penelitian ini menggunakan alat analisis Analisis Deskriptif, Fishbein dan MannWhitney U Test. Karakteristik konsumen Top Kopi < 20 tahun, asal daerah Sunda,
SMA/SMK, belum menikah, dan pelajar, sedangkan Kapal Api 21-30 tahun, asal
daerah suku Sunda, menikah, dan pegawai swasta. Konsumen Kapal Api dan Top
Kopi mengkonsumsi kopi instan seminggu ≥ 5 kali, membeli dari warung, atribut
pertimbangan mengkonsumsi kopi adalah rasa, motivasi membeli untuk
kesegaran. Sumber informasi bagi konsumen Top Kopi berdasarkan keputusan

sendiri setelah mencoba berbagai merek kopi, Konsumen Kapal Api mendapatkan
informasi dari Iklan TV, dan yang berpengaruh dalam membeli kopi instan kedua
konsumen adalah keputusan sendiri. Konsumen Kapal Api dan Top Kopi
memiliki sikap netral terhadap produk dan tidak menunjukkan perbedaan sikap.
Kata kunci: Kopi, Sikap, Perilaku Konsumen

ABSTRACT
DEBBY FEBRINA SIMANJUNTAK. Consumer Attitude Toward Top Kopi
Instant Coffee in Bogor City, West Java. Supervised by Dra. YUSALINA, M.Si.
Top Kopi is a new coffee brand that started to be produced in 2012. The
aim of this research is to identify characteristics and patterns of consumption Top
Kopi and Kapal Api and to analyze consumer attitudes toward attributes,. This
method used in this research is Descriptive Analysis, Fishbein, and Mann-Whitney
U Test The Characteristics consumers Top Kopi are < 20 years, Sundanese,
SMA/SMK, unmarried, and student/ undergraduate, consumers Kapal Api are 2130 years, Sundanese, SMA/SMK, and employees. The consumption patterns of
consumers, consuming instant coffee ≥ 5 times a week, bought from shops, coffee
consumption considerations attributes of taste, motivation to buy is freshness, own
decisions to consume coffee, while Kapal Api from television advertising, and
influential in buying second header instant consumer groups derived from the
decision itself. Both group consumers of Kapal Api and Top Kopi have neutral

attitude and did not show differences.
Keywords : Coffee, Attitude, Consumer behavour.

SIKAP KONSUMEN TERHADAP KOPI BUBUK
INSTAN TOP KOPI DI WILAYAH KOTA BOGOR,
JAWA BARAT

DEBBY FEBRINA SIMANJUNTAK

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi : Sikap Konsumen Terhadap Kopi Bubuk Instan Top Kopi di
Wilayah Kota Bogor, Jawa Barat
Nama
: Debby Febrina Simanjuntak
NIM
: H34090052

Disetujui oleh

Dra. Yusalina, M.Si
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2012 ini ialah perilaku
konsumen, dengan judul Sikap Konsumen Terhadap Kopi Bubuk Instan Top Kopi
di Wilayah Jawa Barat.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Dra. Yusalina, M.si selaku dosen
pembimbing atas segala bimbingan dan arahan selama penelitian ini dilaksanakan,
serta Eva Yolyndi Aviny, Sp. MM dan Tintin Sarianti, Sp. MM yang telah banyak
memberi saran. Di samping itu, Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada
kedua orang tua, teman-teman Agribisnis 46 serta seluruh keluarga, atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013
Debby Febrina Simanjuntak

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Komoditi Kopi
Standar Mutu Kopi
Studi Pustaka Penelitian Terdahulu Tentang Minuman
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis Dan Sumber Data
Penarikan Sampel dan Model Pengumpulan Data
Metode Pengolahan Data dan Analisis Data

Uji Validitas
Uji Reliabilitas
Definisi Operasional
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
SIKAP KONSUMEN TERHADAP KOPI BUBUK INSTAN TOP KOPI
Karakteristik Umum Responden Top Kopi dan Kapal Api
Pola Konsumsi Konsumen Kopi Bubuk Instan
Analisis Sikap Konsumen Kopi Bubuk Instan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

x
xi
xii
xii
1

1
4
6
6
7
7
8
9
12
12
15
17
17
17
17
19
20
21
26
35

37
37
41
45
56
56
57
57
62
65

DAFTAR TABEL
1 Produksi perkebunan di Indonesia tahun 2011-2012*
2 Luas Areal dan Produksi Kopi Indonesia Menurut Jenis Tahun 20072011
3 Pangsa Pasar (Market Share) Industri Kopi Tahun 2009-2012
4 Top Brand Index kopi 2013
5 Syarat Mutu Umum Biji Kopi Robusta
6 Syarat Mutu Umum Biji Kopi Arabika
7 Sebaran Penduduk Kota Bogor dan Jumlah Responden 4
Wilayah Kecamatan di Kota Bogor, 2011

8 Tujuan penelitian dan alat analisis yang digunakan
9 Hasil Uji Validitas Pada Atribut Kopi
10 Skor Evaluasi (ei) Untuk Setiap Atribut Pada Analisis Fishbein
11 Skor Kepercayaan (bi) Untuk Setiap Atribut Pada Analisis
Fishbein
12 Berikut Daftar Ukuran Atribut-Atribut Dugaan dengan Skala
Likert
13 Penyebaran Penduduk Kota Bogor Tahun 2012
14 PDRB Perkapita Kota Bogor Tahun 2009-2011 (Rupiah)
15 Umur Sampel Konsumen Top Kopi dan Kapal Api
16 Asal Daerah Konsumen Top Kopi dan Kapal Api
17 Pendidikan Terakhir Konsumen Top Kopi dan Kapal Api
18 Status Pernikahan Konsumen Top Kopi dan Kapal Api
19 Pekerjaan Konsumen Top Kopi dan Kapal Api
20 Rata-rata Pendapatan Perbulan Konsumen Top Kopi dan
Kapal Api
21 Rata-rata Konsumsi Kopi Bubuk Instan Perminggu
22 Sebaran Tempat Membeli Kopi Bubuk Instan
23 Atribut yang Paling Berpengaruh dalam Membeli Kopi Bubuk
Instan

24 Motivasi Membeli Kopi Bubuk Instan
25 Sumber Informasi Kopi Bubuk Instan
26 Sumber yang Berpengaruh dalam Membeli Kopi Bubuk Instan
27 Nilai Prioritas Atribut Pada Sampel Konsumen Top Kopi dan
Kapal Api
28 Nilai Kepercayaan Atribut Sampel Konsumen Top Kopi dan Kapal Api
29 Nilai Sikap Konsumen (Ao) Top Kopi dan Kapal Api

1

2
4
5
8
9
22
20
23
25
21
28
36
36
37
38
39
39
40
40
41
42
43
43
44
45
43
51
56

DAFTAR GAMBAR
3 Kerangka Pemikiran Operasional

16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Output Uji Validitas Atribut Kopi Bubuk Instan
Output Uji Reliabel Atribut Kopi Bubuk Instan
Output The Mann-Whitney U Test
Riwayat Hidup

60
61
62
63

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Agribisnis merupakan salah satu subsektor yang memberikan kontribusi besar
dalam pencapaian surplus perdagangan Indonesia dari sektor pertanian. Sektor ini
merupakan sektor yang sangat luas. Terdapat beberapa subsektor yang meliputi
sektor pertanian, yaitu subsektor tanaman pangan, perikanan, hortikultura,
perkebunan, perikanan, dan kehutanan. Berdasarkan subsektor perkebunan
terdapat komoditi-komoditi yang memiliki peranan penting dalam perkembangan
agribisnis di Indonesia.
Tanaman kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki
keunggulan agribisnis. Hal ini dapat dilihat dari produksi komoditas perkebunan
tahun 2011-2012 pada Tabel 1.
Tabel 1 produksi perkebunan di Indonesia tahun 2011-2012*
No Produksi (ton)
2011
2012*
1
Cacao
712,231
936,266
2
Kopi
638,647
657,138
3 Teh
150,776
150,949
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011
Keterangan : *) Angka Sementara
Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi cocoa lebih tinggi dari teh dan kopi,
akan tetapi produksi kopi memiliki jumlah yang lebih tinggi dari teh yaitu
638,647 ton dan produksi kopi juga mengalami peningkatan pada tahun 2012
yaitu 657,138 ton. Hal ini menunjukkan bahwa kopi memiliki potensi untuk
dikembangkan. Selain itu juga terjadi peningkatan kebutuhan terhadap kopi, baik
di dalam negeri maupun di luar negeri. Kopi menjadi komoditas yang penting
bagi pertumbuhan ekonomi dunia, baik dari segi konsumsi maupun dari segi
produksi. Hal ini terlihat bahwa kopi merupakan industri global yang
mempekerjakan lebih dari 20 juta orang, kemudian merupakan komoditi yang
menempati urutan kedua setelah minyak bumi, dengan lebih dari 400 miliar
cangkir yang dikonsumsi setiap tahun, dengan demikian, kopi menjadi minuman
paling populer di dunia setelah air putih (SWA, 2010).
Disamping itu, tanaman kopi merupakan komoditi ekspor yang memiliki nilai
jual tinggi karena tidak semua negara dapat menanam kopi. Indonesia merupakan
salah satu negara penyumbang kopi terbesar keempat di dunia setelah Brazil,
Vietnam, dan Colombia. Menurut data Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia (2011),
Indonesia mampu memasok kebutuhan kopi dunia kurang lebih dari 5.9 persen,
Brazil 25.1 persen, Vietnam 11 persen, dan Colombia 8.6 persen 1.

1

Aeki. Industri Kopi Indonesia. 2011. http://www.aeki-aice.org/. [19 November 2012].

2

Kopi merupakan minuman yang sangat digemari oleh penduduk
Indonesia. Hal ini terbukti, adanya peningkatan konsumsi kopi di Indonesia
secara keseluruhan. Berdasarkan informasi yang di dapat dari ICO Coffee
Statistics, bahwa secara keseluruhan konsumsi kopi di Indonesia diprediksi
mengalami peningkatan yang signifikan yaitu naik 25 persen tiap
tahunnya,dan ICO juga memperkirakan total produksi kopi dunia periode
2012-2013 mencapai 8,643.6 ton dari sebelumnya hanya 8,073.6 ton periode
2011-2012 2
Pada umumnya, kopi yang di ekspor Indonesia ada dua jenis yaitu kopi
Robusta dan kopi Arabika. Untuk Kopi Arabika, Indonesia mengekspor
tujuh persen untuk konsumsi dunia, sedangkan untuk kopi Robusta
Indonesia menyumbang sekitar 91 persen 3. Kedua kopi ini, memiliki
citarasa yang sangat berbeda. Biasanya mutu kopi dipengaruhi oleh
keadaan-keadaan khusus geografis suatu daerah, ketinggian, iklim, keadaan
tanah, pemeliharaan tanamannya, pemetikan buah, dan pengolahannya
sehingga, keadaan ini membuat mutu dari setiap kopi berbeda-beda.
Salah satu keunggulan yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu
negara pengekspor terbesar di dunia adalah dari luas lahan. Indonesia
memiliki luas lahan perkebunan yang cukup luas. Hal ini dapat ditunjukkan
pada Tabel 2.
Tabel 2 Luas areal dan produksi kopi Indonesia menurut Jenis tahun 2007- 2011
Tahun
Arabika
Robusta
Jumlah
Luas
Luas
Areal Produksi
Areal
Produksi Produksi Produksi
2007
2008
2009
2010
2011*

228,931
239,476
281,398
283,343
296,854

124,098
129,66
147,631
148,487
155,383

1,058,478
1,063,417
984,839
985,133
1,011,146

549,088
553,278
534,961
535,589
553,617

1,287,409
1,302,893
1,266,237
1,268,476
1,308,000

673,186
682,938
682,592
684,076
709,000

Keterangan: *Angka proyeksi
Sumber: Ditjenbun, Kementrian Pertanian, 2011

Tabel 2 menunjukkan adanya peningkatan luas areal kopi Arabika
setiap tahunnya mulai dari 2007 sampai 2011 akan tetapi, luas areal kopi
jenis Robusta mengalami penurunan sejak tahun 2009 sampai 2010 dan
kembali meningkat di tahun 2011. Secara garis besar, adanya peningkatan
luas areal kopi tersebut mengindikasikan adanya peningkatan jumlah
2

Indonesia Urutan Ketiga Eksportir Kopi Terbesar Dunia. 2012.
http://bisnis.liputan6.com/read/508855/indonesia-urutan-ketiga-eksportir-kopi-terbesardunia-di-2012 [ 14 Februari 2013].
3
Perkebunan Kopi. 2012. http://www.anneahira.com/perkebunan-kopi.hm [3
Februari 2013]

3

produksi kopi. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai
keunggulan dari segi luas lahan yang memungkinkan dapat memasok
kebutuhan kopi dunia.
Selain dijadikan sebagai komoditas ekspor, kopi juga berkembang di
dalam negeri. Perkembangan bisnis kopi terjadi di sektor hilir dengan
berdirinya berbagai industri pengolahan kopi, terdapat 308 industri
pengolahan kopi di Indonesia (Kemenperin, 2011). Pada awalnya industri
pengolahan kopi hanya memproduksi kopi bentuk bubuk biasa. Akan
tetapi,seiring perkembangan jaman dan perubahan gaya hidup masyarakat,
terutama masyarakat perkotaan, yang cenderung konsumtif dan menyenangi
produk instan, mengakibatkan produsen kopi mulai melakukan inovasi
dengan memproduksi kopi bubuk dalam bentuk instan. Dengan demikian
produk olahan kopi yang beredar dipasaran saat ini, antara lain; (1) kopi
bubuk, yaitu kopi yang biasa diperdagangkan dan dijual dalam bentuk
bubuk dengan berbagai merek, (2) Kopi bubuk instan merupakan campuran
kopi dan gula saja dan (3) campuran antara kopi, gula, dan susu dengan
berbagai merek, (4) Coffeemix merupakan campuran kopi, gula, dan krimer
yang dikemas dengan berbagai merek dan (5) Kopi Cappucino merupakan
campuran kopi, krim, dan susu yang dalam penyajiannya biasa ditambahkan
whipped cream yang ditaburi dengan bubuk kayu manis.
Selain bersaing dalam industri minuman kopi, persaingan antara merek
juga terjadi dalam industri kopi. Saat ini, dipasaran beredar berbagai macam
merek kopi, antara lain: Alicafe, Miwon, Indocafe ginseng, Nescafe,
Indocafe, Torabika, Good Day, dan Kapal Api.
Salah satu merek kopi baru yang ada dipasaran adalah Top Kopi yang
diproduksi oleh PT Harum Alam Segar. Produk ini muncul pada tahun
2012. Top kopi dihasilkan dari perpaduan antara kopi Arabika dengan kopi
Robusta.Produk ini memiliki empat varian kopi, yaitu kopi murni, kopi
gula, kopi susu serta kopi mocca. Produk Top Kopi dijual seharga Rp1 000
per sachet sehingga terjangkau oleh seluruh elemen masyarakat Indonesia
dari usia muda hingga tua yang merupakan target pasarnya.
Sebagaimana diketahui adanya persaingan antar merek yang terjadi di
industri kopi olahan, hal ini menjadi tantangan besar bagi PT Harum Alam
Segar untuk dapat bersaing di industri ini. Pada kelas-kelas tertentu
masyarakat sangat fanatik dengan minuman kopi, bahkan pada merek-merek
tertentu. Hal ini terjadi karena sedikit sekali konsumen yang dapat
meninggalkan kebiasaan meminum kopi dengan tingkat perpindahan merek
kopi relatif sangat kecil (kurang dari 20 persen) karena pengaruh cita rasa
yang tinggi (Wicaksena, 2006). Hal ini juga diperkuat dari hasil Matari
Advertising dalam Sumarwan (2004) yang membuktikan bahwa peminum
kopi umumnya loyal terhadap merek pilihannya sebagaimana perokok. Oleh
karena itu, persaingan ini menjadi nilai tersendiri bagi PT Harum Alam
Segar untuk menarik perhatian konsumen untuk mau mengkonsumsi
produknya.
Dengan demikian, penting sekali bagi perusahaan untuk mengenal
karakteristik konsumen, khususnya konsumen kopi. Pengetahuan tentang
perilaku konsumen merupakan salah satu cara perusahaan dalam memenuhi
kebutuhan konsumen dan mengetahui apakah produk yang ditawarkan

4

sudah sesuai dengan harapan konsumen berdasarkan kinerja atribut atau
belum sesuai. Dengan memahami perilaku konsumennya, diharapkan PT
Harum Alam Segar dapat menciptakan tingkat penjualannya, sehingga
dapat mencapai profit maksimum melalui penetapan strategi pemasaran
yang tepat.

Perumusan Masalah
Setiap perusahaan yang bergerak dibidang industri pengolahan tidak
pernah lepas dari permasalahan. Sebagaimana diketahui bahwa Top Kopi
merupakan merek dagang baru dari industri produk kopi. Kopi ini
setidaknya tengah dihadapkan pada masalah persaingan kopi yang memiliki
banyak pemain didalamnya. Di awal kemunculannya, produk ini telah
melakukan berbagai langkah strategis untuk dapat menarik konsumen yaitu
dengan melakukan riset dan pengembangan. Perusahaan ini telah melakukan
riset selama dua tahun untuk menganalisis peluang bisnis dan tren pasar,
kemudian diikuti dengan penciptaan produk yang memiliki diferensiasi dan
memilih duta merek (brand ambassador). Di tengah persaingan yang
semakin ketat, perusahaan berusaha untuk menjangkau pasar dari berbagai
segmen dengan menggunakan beberapa artis sebagai brand ambassador.
Perusahaan ini gencar melakukan aktivitas above the line (ATL) dan
below the line (BTL). Untuk ATL, promosi dilakukan melalui media massa
secara periodik baik cetak, elektronik ataupun media online. Selain itu, Top
Kopi juga kerap muncul di media massa non-periodik seperti billboard dan
brosur. Banyaknya pesaing yang berada pada bisnis kopi ini merupakan
tantangan besar bagi Top Kopi dalam menjalankan bisnisnya. Persaingan
juga terjadi pada perebutan pangsa pasar. Hal ini dapat ditunjukkan pada
Tabel 3.
Tabel 3 Pangsa pasar (market share) industri kopi tahun 2009-2011
Nama Perusahaan

Merek

PT. Santos Abadi Jaya

Kapal Api

Market share
2009
2010
2011

Peringkat
2009
2010

2011

43.6

39.4

35.7

1

1

1

18.9

22.1

24.4

2

2

2

Nescafe

9.9

8.3

5.2

3

4

5

Torabika

7.5

6.2

8.5

4

5

3

ABC
PT. Santos Abadi Jaya

PT. Nestle Indonesia
PT. Mayora Indah
Tbk

PT. Sari Incofood
Indocafe
6.4
9.1
8.4
5
3
4
Corporation
Sumber: Majalah SWA, No.16/XXV/27 Juli-5 Agustus 2009, No.090/XXVI/ April-11 Mei
2010, No.15/XXVI/ 15-28 Juli 2010 dan No.15/XXVII/18-27 Juli 2011

5

Pada Tabel 3, pasar disegmentasikan menjadi dua, yaitu pasar kopi
instan dan pasar kopi bubuk. Terlihat pada Tabel 3, Secara keseluruhan
dalam pangsa pasar minuman kopi, Kapal Api menduduki market share
paling tinggi dari Tahun 2009 hingga Tahun 2011. Akan tetapi, apabila
pasar dipecah menjadi dua segmen, maka Nescafe unggul daripada Kapal
Api dalam kopi instan, sedangkan Kapal Api unggul dalam kopi bubuk.
Kapal Api sebagai salah satu pesaing yang unggul di industri kopi,
gencar melakukan inovasi untuk bersaing dengan kompetitor-kompetitornya
di industri minuman kopi instan, yaitu dengan mengeluarkan berbagai
macam varian produk kopi instan kepasaran, seperti, Kapal Api Special Mix,
Kapal Api Kopi Susu, Kapal Api Mocca, dan Kapal Api Rasa Mantap.
Kuatnya daya saing Kapal Api ini menjadi perlu diperhatikan oleh Top Kopi
sebagai pendatang baru. Kuatnya daya saing Kapal Api juga dapat dilihat
dari hasil riset yang dilakukan oleh Top Brand pada Tabel 4.

No
1
2
3
4
5
6

Merek
Kapal Api
ABC
Torabika
Luwak
Sidikalang
Top Kopi

Tabel 4 Top Brand Index kopi 2013
Top Brand Index (TBI) (%)
52.9
24.8
6.5
3.8
2.3
1.9

Tabel 4 menunjukkan bahwa Kapal Api menempati urutan pertama
pada brand kopi. Hal ini dapat dilihat dari nilai TBI dari Kapal Api adalah
sebesar 52.9 persen, sedangkan nilai TBI Top Kopi berada pada urutan
ketujuh dengan nilai 1.9 persen. merek yang rendah akan mempengaruhi
persepsi konsumen terhadap produk, karena dengan merek yang kuat akan
membangun citra yang akan memberikan keyakinan, jaminan mutu, serta
prestise tertentu pada konsumen
Perusahaan sangat perlu untuk memperhatikan atribut-atribut yang ada
pada produknya karena atribut produk adalah karakteristik dari suatu produk
yang berfungsi sebagai atribut evaluatif konsumen terhadap produk.
Penilaian terhadap atribut produk dapat menggambarkan sikap konsumen
terhadap produk tersebut dan sekaligus dapat mencerminkan perilaku
konsumen dalam membelanjakan dan mengkonsumsi suatu produk tertentu.
Untuk mengetahui sikap dan perilaku konsumen perusahaan harus
mengetahui karakteristik dari konsumennya. Pengetahuan tentang
karakteristik konsumen kopi menjadi hal penting yang harus dicermati
perusahaan, mengingat persaingan yang tinggi diantara berbagai perusahaan
kopi. Dengan demikian, hal ini menjadi sangat menarik untuk dianalisis
bagaimana Top Kopi sebagai produk baru yang diperkenalkan kepasaran
mampu menarik perhatian konsumen dan seberapa besar konsumen
menyukai produk ini selama kemunculannya di pasaran.

6

Berdasarkan penjelasan di atas permasalahan-permasalahan yang
menjadi pedoman peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai
berkut:
1. Bagaimana karakteristik dan pola konsumsi konsumen Top Kopi dan
Kapal Api?
2. Bagaimana sikap konsumen terhadap atribut Top Kopi dan Kapal Api ?

Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi karakteristik dan pola konsumsi konsumen Top Kopi
dan Kapal Api.
2. Menganalisis sikap konsumen terhadap atribut Top Kopi dan Kapal Api.

Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah memberikan informasi
kepada pihak yang berkepentingan mengenai bagaimana sikap konsumen
terhadap atribut produknya dan juga melihat bagaimana sikap konsumen
terhadap produk pesaingnya, yang dalam hal ini adalah Kapal Api sehingga,
dapat mengembangkan produk-produknya melalui penetapan langkahlangkah operasional dalam meningkatkan daya saing di pasar.
Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini dapat digunakan sumber
acuan dan perbandingan dalam penelitian lebih mendalam lagi mengenai
preferensi konsumen bubuk kopi instan.
Bagi peneliti, penelitian ini memiliki banyak manfaat sebagai
penambah wawasan dan sebagai wadah dalam penerapan ilmu selama
dibangku kuliah.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada merek kopi yaitu, Top Kopi. Alasan
pemilihan pada merek tersebut adalah karena merek Top Kopi merupakan
jenis merek baru yang ada dipasaran, sedangkan untuk merek
pembandingnya adalah Kopi Kapal Api. Pemilihan pada merek Kapal Api
dilakukan karena merek ini merupakan produk yang sudah lama ada di
pasaran, sehingga demikian, penelitian ini sangat menarik dilakukan untuk
melihat bagaimana kinerja antara produk baru dengan produk yang sudah
lama dipasaran di mata konsumen dan bagaimana preferensi konsumennya.
Penelitian ini juga terbatas pada varian dengan campuran kopi gula dan
objek yang dijadikan dalam penelitian ini adalah berjenis kelamin laki-laki.

7

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Komoditi Kopi
Kopi merupakan tanaman perkebunan yang memiliki genus Coffea.
Tanaman kopi pertama kali ditemukan di daerah Ethiopia. Tanaman ini menyebar
ke negara Arab, Persia hingga tumbuh subur di negara Yaman dan juga termasuk
di Indonesia. Tanaman kopi termasuk tumbuhan tropik yang sangat mampu
melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan keadaan kawasan dengan
menghendaki tumbuh pada suhu di atas 35oC dan sebaliknya suhu dingin-beku
(frost) dapat merusak panen bahkan mematikan tanaman kopi (Siswoputro, 1993).
Di Indonesia, tanaman kopi diperkenalkan pertama kali oleh VOC pada
periode tahun 1696-1699 dan ditanam di sekitar Jakarta. Perkebunan kopi berskala
besar menyebar ke daerah Lampung, Sumatra Barat, Sumatera Utara, Sumatera
Selatan, Bali, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Musim panen
kopi di Indonesia tidak serentak sama waktunya, dimulai dari daerah bagian barat
terus disusul panen di daerah-daerah timur. Musim panen mulai dari kebun-kebun
kopi di Aceh, terus Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, bersamaan di Jawa
Timur dan Sulawesi dan terus ke timur. Berlangsung mulai bulan April sampai
Oktober setiap tahun (Siswoputro, 1993).
Berdasarkan penyebaran kopi yang sangat cepat di Indonesia, menjadikan
komoditi ini juga mengalami perkembangan yang cepat. Seiring dengan
perkembangan teknologi, pada tahun 2004 telah dikembangkan kopi untuk
mengantisipasi isu sadar lingkungan. Kopi sebagai produk minuman, persyaratan
‘kesehatan’ produk tersebut menjadi sangat penting, walaupun produk tersebut
relatif masih baru tetapi pasar produk tersebut berkembang cukup pesat, dengan
karakteristiknya yang bebas dari berbagai bahan kimia sintetis dan harganya
relatif tinggi. Di Indonesia baru satu produsen yang dianggap mampu
menghasilkan produk organik yaitu kopi yang diproduksi Gayo Mountain Coffee.
Selain itu, Indonesia juga memiliki beberapa macam kopi khas daerah (specialty
coffee). Seperti Toraja Coffee, Java Coffee, Sidikalang Coffee, dan Mandailing
Coffee (Sumarwan, 2004).
Selain kopi daerah, kopi instan juga sangat berkembang di indonesia.
Menurut Departemen Perindustrian RI (Standar Industri Indonesia No. 0724-83),
kopi instan adalah produk kering yang mudah larut dalam air dan kopi ini
diperoleh seluruhnya dengan cara mengekstrak biji tanaman kopi (Coffea Sp.)
yang telah disangrai, hanya dengan menggunakan air. Kopi instan dibuat dari kopi
bubuk yang diekstrak dengan menggunakan air (Clark, 1988). Di dalam
Encyclopedia Britanica (1983), disebutkan bahwa pada pembuatan kopi instan,
sejumlah konsentrasi kopi cair dipekatkan. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan pengeringan semprot dari konsentrasi kopi tersebut, menggunakan
udara panas, mengeringkannya pada keadaan vacuum, atau dengan lyophilization
(pengeringan dingin). Operasi dari pembuatan kopi instan lebih kompleks dan
beragam pada berbagai perusahaan yang memproduksinya.
Mengingat perkembangan kopi yang sangat cepat, dengan munculnya
berbagai macam kopi, minuman kopi menjadi produk yang digemari konsumen
karena memiliki cita rasa yang khas. Citarasa kopi dipengaruhi oleh jenis kopi,

8

lingkungan tempat tumbuh, dan cara pengolahan. Kopi mengandung kafein yang
dapat digolongkan sebagai obat pemacu syaraf pusat yang berguna untuk
meningkatkan semangat kerja, melawan kantuk dan keletihan mental (stres). Oleh
karena itu, setelah minum kopi seseorang akan merasakan kesegaran psikis
(Siswoputro, 1993).
Hasil penelitian WHO menunjukkan bahwa kopi dapat mencegah gejala
kanker dan usus besar, tetapi kopi juga mempunyai beberapa efek negatif seperti
mendorong peningkatan tekanan darah tinggi dan mempercepat denyut jantung.
Oleh karena itu, dengan semakin berkembangnya teknologi pengolahan kopi, kini
telah diproduksi kopi bebas kafein yang dikenal dengan istilah free caffeinde
caffeinated coffee, sehingga kopi cukup aman untuk dikonsumsi
(Siswoputro,1993).

Standar Mutu Kopi
Di Indonesia standar Biji kopi SNI: 2907-2008 merupakan standar legal
dalam sistem perdagangan di Indonesia. Saat ini standar tersebut baru berjalan
pada tingkat pengambilan sampel/contoh ketika akan melakukan ekspor barang,
sedangkan standar yang juga menyebutkan sampai pada tingkat produksi belum
banyak berkembang, sehingga pada kopi yang diperdagangkan tersebut memiliki
sistem produksi yang terstandar. Lebih spesifik produk tersebut akan memiliki
karakter yang berbeda dan teraktualisasi. Diharapkan nilai tambah pada lini on
farm akan terakui dan memiliki nilai jual/ tawar yang terus menguat. Tabel 5 yang
menunjukkan persyaratan mutu kopi untuk jenis Robusta dan Tabel 5 untuk kopi
Arabika.
Tabel 5 Syarat mutu umum biji Kopi Robusta
Kriteria
Kadar Kotoran (Ranting, Batu, Tanah Dll)
Serangga Hidup
Biji Berbau Busuk
Biji Tidak Lolos Ayakan 3 Mm X 3 Mm
D (8 Mesh)
Biji Ukuran Besar, Tidak Lolos Ayakan
E 3.5 Mesh
F Kadar Air
Sumber: Bank Indonesia, 2011
No Test
A
B
C

Satuan
Persyaratan
% (w/w)
Maks 0.5
Bebas
Negatif
% (w/w)

Maks lolos 1

% (w/w)
% (b/b)

Maks lolos 1
Maks 13

Sesuai dengan penetapan standar mutu, mutu kopi ditentukan berdasarkan
standar yang telah ditentukan. Pada Tabel 5, biji kopi yang dikatakan memiliki
kualitas baik, apabila biji kopi memiliki kadar kotoran maks 0.5 persen, bebas dari
serangga hidup, biji tidak berbau busuk, biji yang lolos ayakan dengan ukuran
3Mm x 3 Mm (8 Mesh) maks lolos satu persen, biji ukuran besar tidak lolos
ayakan dengan ukuran 3.5 Mesh maks lolos satu persen dan kadar air maksimal
13 persen.

9

Tabel 6 Syarat mutu umum biji Kopi Arabika
No Test
Kriteria
A Kadar Air
Kadar Kotoran (Ranting,
B Baru,Tanah, Dll
C Serangga Hidup
Biji Berbau Busuk Dan Berbau
D Kapang
E Biji Ukuran Besar (Ayakan 7.5Mm)
Biji Ukuran Sedang (Lolos Ayakan
F 7.5 Mm
Biji Ukuran Kecil (Lolos Ayakan 6.5
G Mm)
Sumber: Bank Indonesia,2011

Satuan
% (w/w)

Persyaratan
Maks 12

% (w/w)
-

Maks 0.5
Negatif

%

Bebas
Maks.2.5

%

Maks.2.5

%

Maks.2.5

Pada Tabel 6 menunjukkan syarat mutu umum biji kopi jenis Arabika.
Untuk menentukan biji kopi Arabika yang memiliki kualitas yang baik, syarat
mutu yang telah ditentukan apabila, kadar air maksimal 12 persen, kadar kotoran
maksimal 0.5 persen, tidak terdapat serangga hidup, biji kopi bebas dari bau
busuk dan berbau kapang, biji ukuran besar lolos ayakan dengan ukuran 7.5 Mm
maksimal 2.5 persen, untuk biji ukuran sedang dengan lolos ayakan ukuran 7.5
Mm jumlahnya maksimal 2.5 persen dan biji ukuran kecil dengan lolos ayakan
memiliki ukuran 6.5 Mm jumlahnya maksimal 2.5 persen.Berdasarkan Komite
Akreditasi Nasional (AKN,2011), adapun manfaat yang diperoleh dengan adanya
standar mutu kopi adalah 4:
a. Bagi produsen/petani: Unit produksi akan masuk dalam sistem standart yang
legal dan akan memiliki nilai tambah.
b. Bagi pedagang/eksportir: Dengan adanya kopi yang memiliki label SNI lebih
mudah untuk menawarkan. Tidak terjadi bias persepsi dalam menentukan
mutu.
c. Bagi Negara/regulator: kopi akan memiliki nilai jual dan nama yang baik
diantara produsen/pembeli kopi dan kakao dunia serta melakukan pembinaan
pada pemangku kepentingan terkait.

Studi Pustaka Tentang Minuman
Penelitian terdahulu tentang preferensi konsumen terhadap minuman
dilakukan oleh Priyatno (2011). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
preferensi konsumen terhadap atribut kopi bubuk dan kopi instan, bagaimana
korelasi antara atribut-atribut kopi bubuk dan kopi instan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi preferensi konsumen kopi. Penelitian ini menggunakan alat
analisis Man-Whitney, Chi-square, Fishbien, dan Rank-spearman. Hasil penilaian
responden adalah secara keseluruhan, sikap konsumen terhadap kopi langsung
siap seduh terutama kopi bubuk lebih positif dibandingkan dengan sikap
4

AKN. 2011. Arti Penting SNI Kopi dan Kakao. http://i-ccqc.com/news/sni-kopi-dan-kakao
[7 Februari 2012]

10

konsumen terhadap kopi instan dan korelasi atribut dengan preferensi konsumen
membantu konsumen dalam pemasaran produk yang dikembangkan oleh
produsen olahan kopi. Berdasarkan uji Rank-spearman, untuk konsumen bubuk
instan beberapa atribut yang berkorelasi positif adalah harga, merek, kemasan,
ampas, kemudahan memperoleh produk, komposisi dan aroma, sedangkan untuk
kopi bubuk atribut yang memiliki korelasi dengan preferensi adalah harga,
kemasan, ampas, rasa manis, kekentalan, dan kualitas. Untuk uji Chi-square, uji
hubungan variabel demografi dengan preferensi, dari konsumen kopi instan
variabel pendidikan dan jumlah keluarga berpengaruh terhadap preferensi kopi
instan, sedangkan untuk kopi bubuk tidak ada yang berpengaruh terhadap
preferensi konsumen.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Tambunan (2001). Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis bagaimana perilaku konsumen terhadap teh siap
saji. Penelitian ini menggunakan alat analisis Fishbein dan biplot. Adapun
penilaian responden yang dianggap penting mengenai evaluasi dan penilaian
kepercayaan terhadap atribut pada teh siap saji yaitu (berdasarkan urutan tingkat
kepentingan) citarasa teh murni, ketersediaan, aroma, rasa manis, isi (volume),
warna, harga, kemasan, merek, dan rasa pahit. Responden menyatakan bahwa
manfaat yang diperoleh dari minuman teh siap saji adalah dari kepraktisannya dan
umumnya mereka mengkonsumsi produk tersebut pada saat dalam perjalanan.
Pengenalan konsumen terhadap produk teh siap saji sebanyak 42.48 persen adalah
dari toko/supermarket/warung.
Selanjutnya, Lisiadi (2011) meneliti sikap konsumen terhadap minuman sari
buah nutrisari ready to drink (RTD). Alat analisis yang digunakan adalah
analisisdeskriptif, Fishbein, dan kesenjangan (GPA). Hasil dari penelitian ini
yaitu sebagian besar responden memiliki pendapatan berkisar Rp1000 000-Rp500
000 yang menunjukkan daya beli konsumen yang kuat. Tujuan meminum produk
Nurtrisari Ready to drink adalah kepraktisan dan kemudahan dalam
mengkonsumsi. analisis sikap skor Fishbein terhadap minuman sari buah
Nurtrisari Ready to drink terhadap produk pembandingnya seperti Buavita dan
ABC Juice menunjukkan, Nutrisari lebih disukai responden secara keseluruhan
daripada produk pembandingnya. Hasil penilaian responden terhadap Nutrisari,
produk ini masih memiliki harga yang cukup tinggi dibandingkan kedua produk
pembandingnya. Akan tetapi, meskipun Nutrisari merupakan produk follower dari
ABC juice dan Buavita, produk ini memiliki penilaian kepercayaan dari tingkat
kinerja yang tinggi, disusul Buavita dan ABC Juice.
Sejalan dengan Adityo (2006), penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
sikap konsumen terhadap Frestea, Tekita dan Teh Sosro dalamkemasan botol dan
membandingkan sikap konsumen terhadap Frestea, Tekita dan Teh Sosro kemasan
botol serta merumuskan strategi Bauran Pemasaran kepada perusahaan. Penelitian
ini menggunakan alat analisis multiatribut Fishbein. Hasil penelitian
menunjukkan penilaian responden terhadap Frestea dalam kemasan botol cukup
baik. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan ketiga jenis merek di atas
Minuman Frestea menduduki peringkat ketiga yaitu Teh Botol Sosro dan Tekita.
Hal ini dapat terjadi karena sebagai produk yang masih cukup baru, Frestea belum
mampu memberikan kualitas serta keunikan produk yang lebih baik dari kedua
produk lainnya yang lebih dahulu hadir dan dikenal oleh konsumen. Tingkat
kebersihan kemasan menjadi satu-satunya atribut yang dinilai sangat baik

11

dilaksanakan oleh perusahaan, sedangkan untuk inovasi dalam produk aroma
baru, konsumen kurang menerima produk yang memiliki aroma melati yang kuat
dan kemasan yang unik. Akan tetapi, berdasarkan hasil survey yang dilakukan,
menyatakan bahwa peningkatan pada aroma teh yang khas lebih dapat diterima
oleh konsumen. Konsumen tersebut justru merasa dengan kuatnya aroma melati
pada Frestea mengurangi kenikmatan rasa teh yang mereka cari dari sebuah
minuman teh kemasan botol dapat diterima maksimal oleh konsumen.
Sementara itu, Munandar, Udin, & Amelia (2003) melakukan penelitian
dengan menggunakan alat analisis Fishbein, dengan tujuan untuk menilai
evaluasi konsumen terhadap air minum dalam kemasan secara umum dan nilai
keyakinan konsumen terhadap beberapa merek air minum dalam kemasan (Aqua,
Ades, 2 Tang, Vit, Total, Prima dan Bening). Berdasarkan perhitungan nilai
evaluasi, atribut yang dianggap penting oleh konsumen adalah atribut
kehigienisan, bau, harga, kemudahan mendapatkan produk, rasa, bentuk kemasan,
dan iklan serta citra merek. Oleh karena itu, produsen (pengusaha) air minum
dalam kemasan perlu lebih meningkatkan kualitas dari delapan atribut tersebut
terutama kehigienisan. Pada ukuran kemasan gelas dan botol dilakukan penilaian
skala terhadap enam merek yaitu Aqua, Ades, 2 Tang, Vit, Total, dan Prima.
Berdasarkan hasil penelitian, urutan merek yang disukai konsumen untuk ukuran
gelas sesuai dengan total nilai sikap konsumen (Ao) adalah merek Aqua, Ades, 2
Tang, Vit, Total, dan Prima. Pada ukuran botol, urutan merek yang disukai
konsumen adalah Aqua, Ades, Vit, 2 Tang, Total, dan Prima. Hasil perhitungan
untuk ukuran kemasan galon (19 liter) menunjukkan bahwa urutan merek yang
disukai komsumen adalah Aqua, Ades, Vit, 2 Tang, Total, Bening, dan Prima.
Pada seluruh ukuran kemasan, Aqua adalah merek yang paling disukai konsumen
karena dinilai lebih higienis, bau dan rasanya sesuai, bentuk kemasannya menarik,
mudah didapat, promosinya menarik, dan memiliki citra merek yang baik.
Demikian juga penelitian yang dilakukan Wahyudian, Sumarwan, &
Hartoyo (2004). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana positioning
merek kopi di mata konsumen terhadap beberapa atribut kopi dan menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam mengkonsumsi kopi. Secara
umum analisis data dilakukan dengan menggunakan software SAS (Statistical
Analysis System). Namun, dengan beberapa pertimbangan untuk kepraktisan,
analisis data dilakukan pula dengan menggunakan software SPSS (Statistical
Package for Social Sciences). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah biplot dan regresi berganda. Hasil penelitian ini menjelaskan, pada
dasarnya responden tidak mengkonsumsi kopi karena menderita penyakit tertentu
dan alasan konsumen mengkonsumsi kopi karena untuk mengurangi rasa kantuk,
hanya merupakan kebiasaan, dan untuk menyegarkan badan.Berdasarkan
penilaian yang di dapat dari responden alasan utama konsumen membeli merek
tertentu didasari pada rasa kopi yang enak dan aroma yang khas. Faktor utama
responden mengkonsumsi kopi karena faktor lingkungan keluarga dan usia.
Adapun hasil survey yang dilakukan terhadap responden merek kopi yang paling
banyak dikonsumsi adalah Kapal Api dan Nescafe.
Penelitian yang akan dilakukan saat ini memiliki persamaan dan perbedaan
dengan penelitian terdahulu. Terdapat beberapa persamaan alat analisis yang
digunakan pada penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan saat
ini. Persamaan dilihat dari alat analisis yang digunakan oleh Priyatno (2011),

12

Tambunan (2002), Lisiadi (2011), Adityo (2006), dan Munandar et al (2003),
keempat peneliti tersebut menggunakan alat analisis multiatribut Fishbein,
sedangkan pada penelitian yang dilakukan Wahyudian, Sumarwan, & Hartoyo
(2004), menggunakan alat analisis regresi berganda dan biplot. Multiatribut Fishbein
digunakan pada penelitian saat ini adalah untuk menganalisis preferensi konsumen
terhadap kopi bubuk instan Top Kopi dan Kapal Api. Persamaan lain dengan
penelitian terdahulu juga terdapat pada lokasi penelitian yaitu, penelitian yang
dilakukan Adityo (2006), menggunakan alat analisis Rank spearman, MannWhitney. Perbedaan yang terdapat dengan penelitian terdahulu yaitu waktu, dan
objek penelitian yang akan diteliti. Objek penelitian yang akan diteliti adalah kopi
bubuk instan Top Kopi dan Kapal Api, sedangkan objek yang menjadi penelitian
terdahulu adalah kopi instan dan kopi bubuk semua merek, teh siap saji, minuman
sari buah, Freshtea, Tekita, Teh Sosro, dan Air Minum dalam Kemasan.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsumen
Konsumen adalah orang yang melakukan tindakan menghabiskan nilai
barang dan jasa setelah mengeluarkan sejumlah biaya. Tujuan utama dari
mengkonsumsi barang dan jasa adalah memenuhi kebutuhan dan diukur sebagai
kepuasan yang diperoleh serta besarnya kepuasan yang diperoleh dari
mengkonsumsi suatu barang dan jasa terhadap biaya yang dikeluarkan (Kotler,
2000).
Surmawan (2003) membagi dua jenis konsumen yaitu konsumen individual
dan konsumen organisasi. Jenis pertama yaitu konsumen individu, meliputi
konsumen yang membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, digunakan
oleh anggota keluarga yang lain, atau untuk diberikan kepada orang lain sebagai
hadiah atau pemberian. Dalam konteks barang dan jasa yang dibeli kemudian
digunakan langsung oleh individu sering disebut sebagai “pemakai akhir” atau
“konsumen akhir”.
Perilaku Konsumen
Menurut Setiadi (2008), perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung
terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa,
termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Untuk
memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat pelaku
usaha harus memahami apa yang konsumen pikirkan (kognisi) dan konsumen
rasakan (pengaruh), apa yang dilakukan (perilaku), dan apa serta dimana (kejadian
di sekitar) yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa,
dan dilakukan konsumen, sedangkan The American Marketing Association
mendefinisikan perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan
kognisi, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan
pertukaran dalam hidup mereka. Berdasarkan definisi tersebut terdapat tiga ide
penting, yaitu (1) perilaku konsumen adalah dinamis; (2) melibatkan interaksi

13

antara afeksi dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar; serta (3) melibatkan
pertukaran.
Sikap
Sikap menurut Engel et al. (1994) merupakan evaluasi menyeluruh yang
memungkinkan orang merespon dengan cara menguntungkan secara konsisten
dengan obyek atau alternatif yang diberikan. Sikap kerap terbentuk sebagai hasil
dari kontak langsung dengan obyek sikap.
Lebih jauh lagi sikap dikonseptualisasikan sebagai perasaan positif atau
negatif terhadap merek dan dipandang sebagai hasil dari penilaian merek dan
atribut evaluatif yang penting. Sikap disebut juga sebagai konsep yang paling
khusus dan sangat dibutuhkan dalam psikologis sosial kontemperor. Menurut
Thurstone (1993), dikutip oleh Setiadi (2010), sikap adalah sebagai salah satu
konsep yang cukup sederhana yaitu jumlah pengaruh yang dimiliki seseorang atas
atau menentang suatu objek, sedangkan Allport (1937), mengajukan definisi yang
lebih luas, bahwa sikap adalah suatu mental dan syaraf sehubungan dengan
kesiapan untuk menanggapi, diorganisasikan melalui pengalaman dan memiliki
pengaruh yang mengarahkan atau dinamis terhadap perilaku. Definisi ini
mengadung makna bahwa sikap adalah mempelajari kecenderungan memberikan
tanggapan terhadap suatu objek baik disenangi maupun tidak disenangi secara
konsisten. Ditambahkan oleh Boove dan Thili (1992), sikap relevan terhadap
perilaku pembelian yang ditampilkan oleh sikap yang terbentuk sebagai hasil dari
pengalaman langsung individu dengan produk, berdasarkan informasi yang
diberikan oleh pihak ataupun pengetahuan yang diperoleh dari media massa.
Perilaku mnegacu pada pembeliaan konsumen dan pola penggunaan untuk
produk dan jasa yang dimiliki. Kebutuhan informasi biasanya berfokus pada apa
yang dibeli, berapa banyak, dimana, dan kapan pembeliaan dilakukan, situasi dan
kondisi yang melingkupi pembeliaan, serta karakteristik pembeli (Schiffman and
Kanuk, 2000).
Penataan sikap (attitude scalling) merupakan istilah yang biasa dipakai
untuk mengacu pada proses pengukuran sikap. Penataan skala sikap dalam
pemasaran cenderung berfokus pada pengukuran keyakinan respon tentang
atribut-atribut produk (komponen kognitif) dan perasaan responden tentang daya
tarik aribut-atribut ini (komponen aektif). Kombinasi keyakian dan perasaan
biasanya diasumsikan untuk menentukan niat membeli (komponen perilaku).
Model sikap multiatribut dapat digunakan untuk mengetahui hubungan
pengetahuan produk yang dimiliki konsumen dengan sikap terhadap produk
berkenaan dengan ciri atau atribut produk ( Engel, et al., 1994).
Pola Konsumsi
Menurut Sumarwan (2004) Pola konsumsi merupakan gaya hidup yang
menggambarkan pilihan seseorang dalam menggunakan waktu dan uang. Pada
hakekatnya, dengan mempelajari pola konsumsi dapat dinilai sampai seberapa
jauh perkembangan kesejahteraaan masyarakat pada saat ini. Pola konsumsi
pangan sangat ditentukan oleh faktor sosial ekonomi rumah tangga seperti tingkat
pendapatan, harga pangan-non pangan, selera dan kebiasaan makan. Di dalam
analisis pola konsumsi, faktor sosial budaya didekati dengan menganalisa data
golongan pendapatan rumah tangga, sedangkan geografis didekati dengan lokasi

14

desa-kota dari rumah tangga yang bersangkutan. Pola konsumsi pangan juga
dipengaruhi oleh karakteristik rumah tangga yaitu jumlah anggota rumah tangga,
struktur, umur, jenis kelamin, pendidikan dan lapangan pekerjaan.
Menurut Harper, Deaton dan Drisket (1985) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi pola konsumsi makanan rumah tangga. Faktor tersebut antara lain
pendapatan dan pengetahuan gizi. Kebiasaan pola konsumsi tercermin dalam
kebudayaan keluarga yang biasa disebut “gaya hidup” (lifestyle). Sudiarti (1997)
menyatakan bahwa “gaya hidup” merupakan hasil interaksi berbagai indikator
ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup. Indikator-indikator tersebut antara
lain adalah: (a) indikator ekonomi, yaitu pendapatan yang selanjutnya akan
mempengaruhi daya beli dan ketersediaan uang kontan untuk membeli pangan;
(b) indikator sosial, yaitu pendidikan, pengetahuan gizi atau kesehatan dan
struktur rumah tangga yang meliputi jumlah anggota rumah tangga, dan
pengambilan keputusan dalam rumah tangga; (c) indikator budaya, yaitu jenis
suku, kepercayaan dan agama. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa yang termasuk
budaya adalah cara-cara seseorang dalam berpikir, berperasaan dan berpandangan
tentang makanan.
Atribut
Atribut produk merupakan penilaian tersendiri, bagi konsumen yang akan
mempengaruhi penilaian mereka seutuhnya, terhadap produk yang bersangkutan.
Konsumen melakukan penilaian dengan mengadakan evaluasi terhadap atribut
produk dan memberikan kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut yang
dimiliki oleh suatu produk.
Menurut Engel et al (1994), atribut produk merupakan karakteristik suatu
produk yang berfungsi sebagai atribut evaluatif selama pengambilan keputusan,
dimana atribut tersebut tergantung pada jenis produk dan tujuannya.
Menurut Kotler (2001), atribut produk adalah mutu ciri (keseluruhan ciri
serta sifat dari suatu produk yang berpengaruh pada kemampuannya untuk
memuaskan kebutuhan) dan model produk (produk yang melaksanakan fungsinya
meliputi keawetan, keandalan, ketepatan, kemudahan dipergunakan, dan
diperbaiki serta atribut lain).
Dalam mengevaluasi atribut produk, ada dua sasaran pengukuran yang
penting, yaitu, (1) mengidentifikasi kriteria evaluasi yang mencolok dan (2)
memperkirakan saliensi relatif dari masing-masing atribut produk (Engel, 1994).
Kriteria evaluasi yang mencolok ditentukan dengan menggunakan atribut yang
menduduki peringkat tertinggi. Saliensi biasanya diartikan sebagai kepentingan
dan berbagai kriteria evaluasi. Kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut
produk, dicerminkan oleh pengetahuan konsumen terhadap suatu produk atau
manfaat yang diberikan oleh suatu produk.
Atribut produk pada umumnya terdiri atas tiga tipe, yaitu ciri-ciri atau rupa
(feature), fungsi (function), dan manfaat (benefit). Ciri-ciri dapat berupa ukuran,
karakteristik, estetis, komponen atau bagian-bagiannya, bahan dasar, proses,
manufaktur, servis atau jasa, penampilan, harga, susunan maupun trade/merek dan
lain-lain. Atribut fungsi jarang digunakan dan lebih sering diperlakukan sebagai
ciri-ciri atau manfaat. Atribut manfaat dapat berupa kegunaan, kesehatan, dan
penghematan, misalnya waktu. Manfaat dapat juga berupa manfaat langsung dan
manfaat tidak langsung.

15

Kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut produk merupakan
kekuatan harapan dan keyakinan konsumen terhadap atribut yang dimiliki oleh
suatu produk. Adapun atribut-atribut yang digunakan di dalam penelitian ini
adalah merek, kemudahan memperoleh produk, harga, ampas, iklan, penghilang
rasa kantuk, aroma, kualitas, kekentalan, kekuatan warna, dan kemasan.

Kerangka Pemikiran Operasional
Pola konsumsi manusia setiap tahun akan mengalami perubahan seiring
dengan perkembangan jaman. Kebutuhan akan produk akan semakin bertambah
seiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta kemajuan teknologi yang
berpengaruh kepada perubahan gaya hidup dan tren. Kemudahan akan sebuah
produk akan menjadi prioritas konsumen. Demikian halnya dengan produk kopi,
Seiring dengan meningkatnya aktivitas orang yang semakin tinggi dan keadaan
tren dalam gaya hidup serta mobilitas yang tinggi, maka banyak konsumen lebih
memilih meminum kopi bubuk instan. Keadaan ini mendorong berkembangnya
industri pengolahan kopi instan di Indonesia. Perubahan pola konsumsi ini
menuntut perusahaan pengolahan kopi untuk meningkatkan inovasi dalam
produknya. Perusahaan berusaha menangkap permintaan pasar kopi yang
menyebabkan persaingan ketat diantara pesaing lainnya.Tingginya persaingan
industri yang terjadi, maka perusahaan harus lebih mendalami perilaku konsumen
sebagai sasaran penting dalam penawaran produknya.
Kopi yang dianggap sesuai dengan keinginan konsumen akan di pilih
konsumen. Perbedaan kriteria dalam menentukan pilihan kopi yang menyebabkan
adanya perbedaan dalam sikap konsumen dalam mengkonsumsi kopi. Salah satu
faktor yang menyebabkan adanya perbedaan tersebut yaitu keberadaan atribut
yang melekat pada produk tersebut, contohnya adalah atribut merek adalah salah
satu indikator yang dapat mempengaruhi sikap konsumen terhadap suatu produk.
Kecenderungan konsumen kopi lebih loyal terhadap satu merek merupakan
indikator adanya kekuatan merek. Harga juga merupakan pendukung apakah
produk tersebut memberikan manfaat bagi konsumen karena harga merupakan
indikator bagi perolehan nilai suatu produk bagi konsumen. Harga yang
kompetitif tentunya diminati konsumen akan tetapi, jika perusahaan ingin menarik
pangsa pasar yang lebih banyak, maka harga tidak dapat dijadikan faktor utama
dalam proses pembelian. Harga secara positif akan mempengaruhi sikap
konsumen untuk membeli namun, tidak memastikan bahwa produk tersebut akan
dibeli oleh konsumen (willingness to buy). Namun, jika didukung dengan merek
yang unggul, maka kepercayaan konsumen akan suatu produk akan
mempengaruhi preferensi dalam membeli. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut atribut apa saja yang mempengaruhi konsumen dalam
membeli kopi, sehingga tujuan dilakukannya penelitian ini dapat terlihat jelas
yaitu untuk mengetahui karakteristik konsumen. Kemudian menilaipreferensi
konsumen terhadap atributi.
Untuk meningkatkan penjualan, pelaku industri harus mampu dalam
meningkatkan atribut-atribut penting dalam produknya. Atribut-atribut yang
digunakan dalam penelitian ini adalah merek, kemudahan memperoleh produk,
harga, ampas, iklan, penghilang rasa kantuk, aroma, kualitas, kekentalan,

16

kekuatan warna, dan kemasan. Dalam penentuan atribut menggunakan sumber
acuan dari Priyatno (2011), sedangkan untuk penentuan karakteristik konsumen,
diacu dari penelitian Adityo (2006). Penelitian ini menggunakan alat analisis
Multiatribut Fishbein dan The Mann Whitney-U Test. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat dari kerangka pemikiran operasional berikut:

PELUANG INDUSTRI KOPI
BUBUK INSTAN
1. Perubahan pola konsumsi
konsumen yang
mengutamakan kemudahan
dalam mengkonsumsi kopi
2. Industri Kopi Bubuk Instan
berpotensi untuk
dikembangkan

Variabel
Usia
Pendidikan terakhir
Statu