Model Industri Pakan Ruminansia Berkelanjutan Di Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah

MODEL INDUSTRI PAKAN RUMINANSIA BERKELANJUTAN
DI KABUPATEN JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH

SKRIPSI
KHOLISHOTUL FAUZIYAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

RINGKASAN
KHOLISHOTUL FAUZIYAH. D24070300. 2012. Model Industri Pakan
Ruminansia Berkelanjutan di Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Skripsi.
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, MSc. Agr.
Pembimbing Anggota : Ir. Burhanuddin, MMA.
Bahan baku pakan lokal yang berbasis hasil samping pertanian dan industri
pertanian sangat berpotensi menjadi bahan baku pakan ternak, namun potensi ini
belum termanfaatkan secara baik dan optimal yang disebabkan karena belum adanya

data dan informasi yang akurat mengenai jumlah dan ketersediaan bahan baku pakan
lokal. Pabrik pakan merupakan salah satu komponen pendukung industri pakan yang
sebagian besar sumber bahan pakan dan pasar terdapat di perdesaan, pabrik pakan
akan berjalan baik jika suplai bahan baku tersedia secara kontinyu.
Penelitian ini dilakukan di Jepara, Jawa Tengah dengan bahan penelitian
berupa hasil pertanian, hasil samping pertanian, dan hasil samping industri pertanian.
Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan tujuan: 1). mengidentifikasi dan
mengevaluasi ketersediaan sumber bahan pakan lokal; 2). menganalisis daya dukung
sumber bahan pakan lokal; dan 3). membuat model industri pakan ruminansia
berkelanjutan di Jepara. Data yang digunakan berupa data primer dan sekunder yang
dianalisis secara deskriptif yang terdiri dari: 1). identifikasi dan evaluasi ketersediaan
sumber bahan pakan lokal; 2) analisis daya dukung sumber bahan pakan lokal; 3)
analisis model industri pakan ruminansia berkelanjutan di Jepara. Penelitian ini
bermanfaat menjadi data dan informasi dasar dalam pengembangan industri pakan di
Indonesia pada umumnya dan di Kabupaten Jepara pada khususnya dengan
memanfaatkan sumber bahan lokal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi bahan pakan lokal yang
tersedia sebagai pakan ternak dari total produksi adalah jerami padi sebesar 70%,
jerami jagung sebesar 91%, jerami kacang tanah sebesar 95%, jerami kacang kedelai
sebesar 98%, daun ubi jalar sebesar 90%, daun ubi kayu sebesar 98%, pucuk tebu

sebesar 95%, dedak padi sebesar 100%, ampas tahu sebesar 60%, dan ampas tempe
sebesar 100%. Daya dukung Jepara berdasarkan produksi potensial sebanyak
40.156,46 ST, produksi efektif sebanyak 36.207,88 ST, dan produksi riil sebanyak
27.480,79 ST. Estimasi peningkatan populasi ternak (PPT) Jepara berdasarkan
produksi potensial sebanyak 3.894,46 ST, produksi efektif sebanyak -54,12 ST, dan
produksi riil sebanyak -8.781,21 ST. Daerah yang mempunyai nilai daya dukung dan
PPT tertinggi adalah Kecamatan Nalumsari dan Batealit. Pengembangan model
industri pakan ruminansia berkelanjutan menggunakan prinsip pertanian terpadu
yaitu integrasi antara pabrik pakan, industri pertanian, industri bahan baku pakan,
serta industri pupuk organik dan bioenergi. Pabrik pakan ruminansia di Jepara
diarahkan untuk memproduksi konsentrat sapi potong dengan kebutuhan konsentrat
sebanyak 577,20 ton/bulan untuk 9.620 ekor sapi bakalan dengan alternatif lokasi
pabrik yang direkomendasikan yaitu Kecamatan Pakis Aji, Mlonggo, dan Bangsri.
Kata-kata kunci: model industri pakan, ruminansia, Jepara

ABSTRACT
Model of Sustainable Ruminant Feed Industry in Jepara, Central Java
Kholishotul, F., H. A. Sukria, Burhanuddin
Feed restrictiveness is the main problem in animal production, whereas agricultural
products, agricultural and agroindustrial by products are very potential feedstuffs.

But there are not accurate data and information of their quantity and availability.
Feedmill is one of supporting component of feed industry. To synchronize the
direction of its development an analysis of local potential feed availability is required
as the important issue. The aims of this research are to identify local feedstuff
availability, to evaluate its carrying capacity, and to develop model of feed industry.
The benefit of this research to become as a basic data and information for feed
industry development in Indonesia and especially in Jepara. This research had been
conducted in Jepara, Central Java; and based on survey method. The primer data
were obtained by observation and interview, whereas the seconder data were
collected from related instances and institutions in Jepara. Location of this research
was determined with purposive sampling method and number of respondents with
random sampling. The results showed production of available local feedstuffs were:
soybean straw was 98%, cassava leaf was 98%, rice bran was 100%, and tempe dreg
was 100%. The optimal carrying capacity of Jepara based on the real production was
27480.79 AU. Model of sustainable ruminant feed industry was designed based on
integrated farming that consist of feedmill, agroindustrial industry, feed raw material
industry, organic fertilizer and bioenergy industry. Feedmill was recommended to
produce 577.20 tons/month concentrate for 9.620 beef cattle and its alternative
location were Pakis Aji, Mlonggo, and Bangsri.
Keywords : model of feed industry, ruminant, Jepara


MODEL INDUSTRI PAKAN RUMINANSIA BERKELANJUTAN
DI KABUPATEN JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH

KHOLISHOTUL FAUZIYAH
D24070300

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jepara, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 7 September
1989. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Abdul

Jamil dan Ibu Nihayatun Ni’mah.
Riwayat pendidikan penulis yaitu TK Tarbiyatul Athfal Kedungleper (19931995), TPQ Ma’arif I Kedungleper (1994-1996), Madin Miftahul Huda Kedungleper
(1996-2002), MI Miftahul Huda Kedungleper (1995-2001), MTs. Hasyim Asy’ari
Bangsri (2001-2004), MA Hasyim Asy’ari Bangsri (2004-2007). Pada tahun 2007
penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(INTP), Fakultas Peternakan (Fapet), Institut Pertanian Bogor (IPB) melaui jalur
Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB)
Kementrian Agama RI.
Penulis pernah mengikuti magang di Laboratorium Bahan Makan Ternak,
Fapet IPB pada tahun 2008 dan di PT. Lembu Jantan Perkasa (LJP) Serang Banten
pada tahun 2009. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi
baik sebagai pengurus maupun anggota, diantaranya adalah Lembaga Dakwah
Fakultas (LDF) FAMM Al-an’am, Bina Desa “Fapet Goes to Village”, Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) IPB, Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama’
(KMNU) IPB, Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama’ (LPPNU)
Kabupaten Bogor, Ikatan Santri Mahasiswa Al-Ihya’ (ISMA) Dramaga, Community
of Santri Scholars of Ministry of Relegious Affairs (CSS MoRA) IPB dan nasional,
Forum for Scientific Studies (Forces) IPB, Forum Mahasiswa Nahdlatul Ulama’
(Formanu) Indonesia, Ikatan Mahasiswa Bogor Jepara (Imagora), dan Silaturrahmi
Mahasiswa Jepara Jakarta (Simaharaja).


KATA PENGANTAR
Alhamdu lillaahirobbil ‘aalamiin wash-sholaatu wassalaamu ‘alaa sayyidil
mursaliin wa ‘alaa aalihii wa ash-haabihi ajma’iin, puji syukur penulis panjatkan
kepada Allah SWT atas segala taufiq, hidayah, serta inayah-NYA, sehingga penulis
mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Model Industri Pakan Ruminansia
Berkelanjutan di Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah”. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurah kepada Sayyidina Muhammad SAW, seraya berharap
semoga dengan syafa’atnya menjadikan ilmu yang dimiliki penulis dan skripsi ini
menjadi bermanfaat dan penuh berkah.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada seluruh pihak yang telah membantu proses penelitian dan penulisan skripsi
ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk
perbaikan dan pengembangan karya ilmiah ini.

Bogor, Januari 2012
Penulis


DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .......................................................................................

i

ABSTRACT...........................................................................................

ii

LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................

iv

RIWAYAT HIDUP ...............................................................................


v

KATA PENGANTAR ..........................................................................

vi

DAFTAR ISI .........................................................................................

vii

DAFTAR TABEL .................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR .............................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................


xi

PENDAHULUAN .................................................................................

1

Latar Belakang ...........................................................................
Tujuan ........................................................................................

1
3

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................

4

Model dan Pemodelan Sistem ...................................................
Bahan Baku Pakan Lokal Ruminansia Berbasis Hasil
Samping Pertanian dan Hasil Samping Industri

Pertanian ....................................................................................
Jerami Padi ........................................................................
Jerami Jagung ...................................................................
Daun Ubi Kayu .................................................................
Pucuk Tebu .......................................................................
Jagung ...............................................................................
Ubi Kayu ...........................................................................
Dedak Padi ........................................................................
Ampas Tahu ......................................................................
Ampas Tempe ...................................................................
Industri Pakan Berkelanjutan .....................................................

4

6
7
8
8
9
10

11
12
13
14
14

MATERI DAN METODE .....................................................................

18

Lokasi dan Waktu ......................................................................
Desain Penelitian ......................................................................
Data dan Instrumen ...................................................................
Analisis Data .............................................................................
Identifikasi dan Evaluasi Ketersediaan
Bahan Pakan Lokal ...........................................................

18
18
18
19
19

Analisis Daya Dukung Hasil Samping
Pertanian (DDHSP)...........................................................
Analisis Daya Dukung Hasil Samping
Industri Pertanian (DDHSIP) ............................................
Analisis Daya Dukung Kabupaten Jepara ........................
Analisis Peningkatan Populasi Ternak (PPT) ...................
Analisis Model Industri Pakan Ruminansia
Berkelanjutan ....................................................................

25

KEADAAN UMUM LOKASI ..............................................................

26

HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................

36

Identifikasi dan Evaluasi Ketersediaan Sumber Bahan
Pakan Lokal bagi Industri Pakan Ruminansia ..........................
Daya Dukung Sumber Bahan Pakan Lokal
bagi Industri Pakan Ruminansia ................................................
Model Pengelolaan Sumber Bahan Pakan Lokal
bagi Industri Pakan Ruminansia Berkelanjutan .........................

22
24
24
25

36
56
63

KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................
Kesimpulan ................................................................................
Saran .......................................................................................

75
75

UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................

76

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................

77

LAMPIRAN...........................................................................................

81

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1.

Mutu Standar Jagung ..................................................................

10

2.

Mutu Standar Tepung Ubi Kayu .................................................

11

3.

Mutu Standar Dedak Padi ...........................................................

12

4.

Komposisi Kimia Bahan Baku Pakan Lokal...............................

20

5.

Rata-rata Produktivitas BK Hasil Samping Pertanian ................

20

6.

Standar Satuan Ternak per Ekor Ternak .....................................

24

7.

Banyaknya Desa/Kelurahan, Rw, RT, dan KK
di Kabupaten Jepara Tahun 2009 ................................................

26

8.

Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Jepara ..........................

28

9.

Produksi Komoditas Tanaman Pangan
Kabupaten Jepara Tahun 2009 ....................................................

30

Produksi Potensial Hasil Samping Pertanian Berdasarkan BK,
PK (% BK), dan TDN (% BK) di Kabupaten Jepara (ton/tahun)

38

Produksi Efektif Hasil Samping Pertanian Berdasarkan BK,
PK (% BK), dan TDN (% BK) di Kabupaten Jepara (ton/tahun)

38

Produksi Riil Hasil Samping Pertanian Berdasarkan BK, PK
(% BK), dan TDN (% BK) di Kabupaten Jepara (ton/tahun) .....

39

Produksi Hasil Samping Industri Pertanian
di Kabupaten Jepara (ton/tahun) .................................................

41

Ketersediaan Hasil Samping Pertanian
di Kabupaten Jepara dalam Satu Tahun ......................................

49

Persentase (%) Pemanfaatan Hasil Samping pertanian
di Kabupaten Jepara ....................................................................

52

Angka Konversi dari Hasil Samping Industri Pertanian
di Kabupaten Jepara ....................................................................

54

Kapasitas Tampung Hasil Samping Industri Pertanian
(KTHSIP) (ST) ............................................................................

59

18.

Estimasi Peningkatan Populasi Ternak (PPT) (ST) ....................

61

19.

Data Hasil Survei Terhadap Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pemilihan lokasi ........................................

67

Susunan Bahan Pakan Konsentrat Sapi Potong I
(berdasarkan % BK) ....................................................................

69

Susunan Bahan Pakan Konsentrat Sapi Potong II
(berdasarkan % BK) ....................................................................

70

10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

20.
21.

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Luas Panen Komoditas Tanaman Pangan Kabupaten Jepara
Perbulan Tahun 2009 ..................................................................

29

2. Populasi Ternak Ruminansia (ekor) di Kabupaten Jepara
Tahun 2009 .................................................................................

31

3. Populasi Ternak Ruminansia (ST) di Kabupaten Jepara
Tahun 2009 ..................................................................................

32

4. Indeks Konsentrasi Ternak (IKT) Ternak Ruminansia Besar
di Kabupaten Jepara .....................................................................

33

5.

Indeks Konsentrasi Ternak (IKT) Ternak Ruminansia Kecil
di Kabupaten Jepara ....................................................................

33

Wilayah yang Memiliki Potensi Ternak Ruminansia
yang Tinggi (IKT>1,0)................................................................

35

Persentase (%) Produksi Hasil Samping Pertanian
di Kabupaten Jepara ....................................................................

40

Sebaran Hasil Samping Industri Pertanian
di Kabupaten Jepara ....................................................................

42

Indeks Konsentrasi Produksi Pakan (IKPP)
dari Hasil Samping Pertanian ......................................................

43

Sebaran Hasil Pertanian dan Hasil Samping Pertanian
di Kabupaten Jepara ....................................................................

45

Pola Ketersediaan Hasil Samping Industri Pertanian
dalam Satu Tahun di Kabupaten Jepara ......................................

48

Persentase (%) Ketersediaan Hasil Samping Industri
Pertanian Selama Satu Tahun di Kabupaten Jepara ....................

50

Daya Dukung Hasil Samping Pertanian (DDHSP) Berdasarkan
Produksi Potensial, Efektif, dan Riil di Kabupaten Jepara ........

57

14.

Indeks Daya Dukung Hasil Samping Pertanian (IDDHSP) ........

58

15.

Daya Dukung Kabupaten Jepara (ST) ........................................

60

16.

Model Analisis Industri Pakan Ruminansia Berkelanjutan
di Kabupaten Jepara ..................................................................

65

Model Industri Pakan Ruminansia Berbasis Pertanian
Terpadu di Kabupaten Jepara ......................................................

71

6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

17.

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1.

Topografi Kecamatan di Kabupaten Jepara ................................

82

2.

Luas Panen Tanaman Pangan perbulan Tahun 2009 ................

82

3.

Populasi Ternak Ruminansia (ekor) Kabupaten Jepara
Tahun 2009 .................................................................................

83

Populasi Ternak Ruminansia (ST) Kabupaten Jepara
Tahun 2009 .................................................................................

84

Populasi Ternak Ruminansisa Berdasarkan Umur dan
Jenis Kelamin di Kabupetan Jepara Tahun 2009 (ekor) .............

85

6.

Indeks Konsentrasi Ternak (IKT) di Kabupaten Jepara..............

86

7.

Produksi Hasil Samping Pertanian Berdasarkan BK, PK
(% BK), dan TDN (% BK) di Kabupaten Jepara (ton) ...............

87

Produksi Hasil Samping Industri Pertanian Berdasarkan BK,
PK (% BK), dan TDN (% BK) di Kabupaten Jepara (ton) .........

88

Indeks Konsentrasi Produksi Pakan (IKPP)
dari Hasil Samping Pertanian ......................................................

89

10.

Pola Tanam di Kabupaten Jepara ................................................

90

11.

Persentase (%) Ketersediaan Hasil Samping
Pertanian Selama Satu Tahun di Kabupaten Jepara ....................

90

Persentase (%) Ketersediaan Hasil Samping
Industri Pertanian Selama Satu Tahun di Kabupaten Jepara ......

91

13.

Keadaan Umum Responden di Kabupaten Jepara ......................

92

14.

Daya Dukung Hasil Samping Pertanian Berdasarkan
BK, PK, TDN di Kabupaten Jepara (ST) ....................................

93

Indeks Daya Dukung Hasil Samping Pertanian
Berdasarkan BK, PK, TDN di Kabupaten Jepara .......................

94

16.

Kapasitas Tampung Hasil Samping Industri Pertanian (ST) ......

95

17.

Daya Dukung Kabupaten Jepara Berdasarkan BK, PK,
dan TDN (ST) .............................................................................

96

Peningkatan Populasi Ternak Kabupaten Jepara
Berdasarkan BK, PK, dan TDN (ST) ..........................................

97

19.

Kuisioner Penelitian (A1) ...........................................................

98

20.

Kuisioner Penelitian (A2) ...........................................................

102

21.

Kuisioner Penelitian (A3) ...........................................................

103

22.

Kuisioner Penelitian (A4) ...........................................................

105

4.
5.

8.
9.

12.

15.

18.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesalahan penerjemahan konsep transformasi struktur ekonomi selama ini
telah menyebabkan terjadinya pembangunan yang tidak seimbang antara di
perkotaan dengan di perdesaan. Saat ini masyarakat desa cenderung lebih memilih
bekerja di perkotaan dari pada bekerja di sektor pertanian yang sebagian besar berada
di perdesaan. Profil kemiskinan di Indonesia Maret 2009 menunjukkan bahwa
penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan sebesar 32,53 juta
(14,15%). Sedangkan sebagian besar (63,38%) penduduk miskin berada di daerah
perdesaan dan lebih dari 70% penduduk miskin perdesaan bekerja di sektor pertanian
(BPS, 2009).
Melihat kenyataan di atas, perlu adanya suatu langkah strategis yang dapat
membangkitkan gairah masyarakat perdesaan untuk berkarya dan melakukan usaha
sendiri di desanya. Tahap pertama yang harus dilakukan adalah pemilihan sektor
dominan di perdesaan yang menyentuh hajat hidup orang kebanyakan masyarakat
desa. Dari statistik di atas, jelaslah bahwa sektor pertanian adalah sektor utama yang
harus ditangani secara serius oleh pemerintah. Persepsi bahwa pertanian adalah milik
“masyarakat terbelakang” harus diubah dengan cara mewujudkan pertanian sebagai
basis pembangunan desa yang industrialis. Berdasarkan pengalaman empiris
menunjukkan bahwa tidak ada suatu negarapun yang mampu mencapai tahapan
menuju pembangunan yang berkelanjutan dan digerakkan oleh sektor industri serta
jasa berbasis teknologi modern, tanpa didahului dengan membangun sektor pertanian
yang tangguh (Tabrany, 2006).
Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan
sektor pertanian yang mempunyai peran besar dalam kegiatan perekonomian
perdesaan. Sesuai dengan karakteristik peternakan, ternak ruminansia bertumpu pada
proses biologi dan mengandalkan pada sumberdaya alam yang berada di perdesaan,
maka keberadaan agribisnis akan berada di perdesaan. Dengan demikian
perencanaan pembangunan sistem agribisnis peternakan harus dimulai dari kejelasan
identitas dan potensi lokal yang akan dikembangkan (Lembaga Pengabdian Kepada
Masyarakat UNPAD, 2001).

Pengembangan usaha ternak ruminansia perlu memperhatikan tiga komponen
utama yang saling terkait, yaitu tersedianya lahan, ternak, dan pakan (Soedarjat,
2000). Salah satu kendala dalam pengembangan industri peternakan di Indonesia
adalah keterbatasan ketersediaan pakan (Suryana, 2000). Padahal sekitar 70% dari
total biaya produksi merupakan biaya pakan dan penyediaan pakan yang baik dari
segi kualitas, kuantitas maupun kesinambungan ketersediaannya merupakan faktor
utama dalam peningkatan produktifitas ternak dan pertumbuhan industri peternakan.
Feedmill (pabrik pakan) merupakan salah satu komponen pendukung industri
pakan dalam menyediakan pakan yang dapat dikonsumsi ternak untuk memenuhi
kebutuhan gizinya. Pabrik pakan dapat berjalan baik jika suplai bahan baku tersedia
secara kontinyu baik kualitas maupun kuantitas dengan dukungan pasar yang tinggi
dan kompetitif. Di sisi lain, sesungguhnya sumber bahan pakan dan pasar bagi pabrik
pakan sebagian besar terdapat di perdesaan sehingga merupakan suatu keniscayaan
untuk membangun indutrialisasi di perdesaan berbasis industri pakan, sehingga dapat
menumbuhkan industri pengolahan bahan baku pakan dan industri peternakan itu
sendiri.
Saat ini Pemerintah Kabupaten Jepara sedang berupaya membangun Program
Pembangunan Kampung Teknologi Jepara yang direncanakan berlokasi di Desa
Suwawal, Kecamatan Pakis Aji. Kegiatan yang direncanakan diantaranya adalah
sektor industri dan produksi. Sektor industri seperti industri pengolahan paska panen
dan sektor produksi meliputi budidaya tanaman pangan dan holtikultura, perkebunan,
dan peternakan. Kegiatan di Kampung teknologi ini dilakukan dengan pendekatan
sustainabilty (keberlanjutan). Ternak yang telah dibudidayakan di kawasan
perencanaan adalah ternak sapi potong yang menjadi usaha awal dan dapat
dikembangkan menjadi usaha inti (Kampung Teknologi) dan plasma (masyarakat).
Pembangunan industri pakan ruminansia sangat berperan untuk mendukung
industri peternakan ruminansia di Kabupaten Jepara khususnya bagi Program
Pembangunan Kampung Teknologi dalam menyediakan ketersediaan konsumsi
daging dan produk turunannya bagi masyarakat sebagai tambahan sumber protein.
Perencanaan pembangunan industri pakan ruminansia di Kabupaten Jepara harus
dimulai dari kejelasan identitas dan potensi lokal yang akan dikembangkan.

2

Menurut data ternak Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Jepara tahun
2009, ruminansia merupakan ternak dengan populasi terbanyak yaitu 126.850 ekor
yang bertumpu pada proses biologi dan mengandalkan pada sumber bahan baku
pakan lokal berbasis pertanian dan agroindustri yang berada di Kabupaten Jepara.
Sebagian besar produksi tanaman pangan di Kabupaten Jepara mengalami
peningkatan dibanding tahun 2008 yang mengakibatkan hasil samping pertanian juga
meningkat. Namun, ketersediaan bahan pakan lokal tersebut belum termanfaatkan
secara baik dan optimal, kondisi ini salah satunya disebabkan karena belum adanya
data dan informasi yang akurat mengenai jumlah dan ketersediaan bahan baku pakan
lokal di Kabupaten Jepara dan belum adanya pengelolaan pakan lokal yang baik.
Untuk mengatasi permasalahan diatas maka perlu dibuat model pengelolaan sumber
bahan baku untuk menghasilkan suplai bahan baku secara kontinyu dan
berkelanjutan di tingkat on farm sehingga pengelolaan sumber bahan lokal
bisa dioptimalkan di perdesaan. Penelitian ini bermanfaat menjadi data dan informasi
dasar dalam pengembangan industri pakan di Indonesia pada umumnya dan di
Kabupaten Jepara pada khususnya dengan memanfaatkan sumber bahan lokal.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1.

Mengidentifikasi dan mengevaluasi ketersediaan sumber bahan pakan lokal bagi
industri pakan ruminansia di Kabupaten Jepara.

2.

Menganalisis daya dukung sumber bahan pakan lokal sebagai pakan ruminansia
di Kabupaten Jepara.

3.

Membuat model pengelolaan sumber bahan pakan lokal bagi industri pakan
ruminansia untuk menghasilkan suplai bahan baku secara kontinyu di tingkat on
farm.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Model dan Pemodelan Sistem
Penggunaan model memegang peranan penting dalam dunia ilmu
pengetahuan dan dunia bisnis. Istilah model sering diartikan sebagai suatu tiruan
dalam kondisi yang sebenarnya atau dengan kata lain, model didefinisikan sebagai
suatu representatif atau formalisasi dalam bahasa tertentu dari suatu sistem nyata atau
merupakan penyederhanaan (abstraksi) dari sistem yang nyata dari sebuah kejadian
atau objek tertentu (Kosasi, 2002).
Model tidak mencakup semua aspek riil, tetapi hanya karena karakteristik
yang esensial sesuai dengan konteks pemecahan masalah yang hendak dilakukan.
Model digunakan untuk pembuatan konsep, mengukur suatu sistem, dan membuat
perencanaan, model juga berguna dalam menguji hipotesis ilmiah, dengan cara
membandingkan simulasi tersebut dengan observasi keadaan yang sesungguhnya.
Suatu

model

yang

baik

memiliki

beberapa

faktor

yang

perlu

dipertimbangkan. Antara lain memiliki suatu kumpulan struktur data tertentu,
misalnya dalam bentuk tabel, hubungan hirarki atau jaringan; suatu kumpulan
operasi yang dapat diterapkan pada struktur data, misalnya pembaharuan, pencarian
informasi dan kombinasi; suatu kumpulan aturan yang menetapkan atau mengubah
status nilai pada struktur database (Kosasi, 2002). Selain itu, perilaku suatu model
harus menyerupai sistem yang sesungguhnya dengan syarat tidak melanggar prinsip
berpikir dari sebuah sistem.
Simarmata (1985) membagi model menurut fungsi, referensi waktu dan
struktur. Model, menurut fungsinya dibagi menjadi:
1.

Model deskriptif yaitu model yang hanya menggambarkan situasi sebuah sistem
tanpa rekomendasi dan peramalan.

2.

Model prediktif yaitu model yang hanya menunjukkan apa yang akan terjadi
bila sesuatu terjadi.

3.

Model normatif yaitu model yang menyediakan jawaban terbaik terhadap suatu
persoalan.

Menurut referensi waktu, model dibagi menjadi:
1.

Model statis yaitu model yang tidak memasukkan faktor waktu dalam
perumusannya.

2.

Model dinamis yaitu model yang mempunyai unsur waktu dalam perumusannya

Pembagian model menurut struktur, yaitu:
1.

Model ikonik yaitu model yang meniru sistem aslinya tapi ada skala tertentu.

2.

Model analog yaitu model yang meniru sistem aslinya dengan hanya mengambil
beberapa karakteristik utama dan menggambarkannya dengan benda atau sistem
lain secara analog.

3.

Model simbolik yaitu model yang menggambarkan sistem yang ditinjau dengan
simbol-simbol matematika. Dalam hal ini sistem diwakili oleh variabel-variabel
dan karakteristik sistem yang ditinjau.
Menetsch dan Park (1977) mengemukakan bahwa sistem adalah segala

bentuk struktur yang memiliki lebih dari dua komponen yang saling berinteraksi
secara fungsional. Menurut Bartoscezuk dan Nakamori (2002) menyebutkan sistem
dinamis adalah yang berhubungan dengan bagaimana segala sesuatu berubah dari
waktu ke waktu, termasuk didalamnya apa yang sebagian besar orang anggap
penting. Sistem ini menggunakan simulasi komputer untuk mengambil pengetahuan
yang telah dipahami oleh kita mengenai dunia sekililing kita dan untuk
memperlihatkan mengapa sistem sosial dan fisik kita berprilaku sebagaimana saat
ini. Sistem dinamis menunjukkan bagaimana kebijakan pengambilan keputusan kita
sebagian besar merupakan sebab dari problem yang bisanya kita timpakan pada
orang lain, dan bagaimana caranya mengidentifikasikan kebijakan yang dapat kita
turuti untuk dapat meningkatkan situasi.
Gaspersz (1992) menyatakan, suatu sistem terdiri dari elemen-elemen yang
tergantung dan bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Menggambarkan proses
bekerjasamanya dalam keadaan yang sebenarnya adalah mustahil. Oleh karena itu
perlu disederhanakan dengan jalan merangkaitkan keadaan suatu bentuk tertentunya
disebut model. Pada dasarnya ada dua aspek dari model yaitu: (1) representasi yang
merupakan pemetaan dari karakteristik sistem konkrit yang akan dipelajari, (2)
abstraksi yang merupakan transformasi karakteristik sistem konkrit itu menggunakan
simbol-simbol matematika sehingga biasa disebut model matematika.

5

Bahan Baku Pakan Lokal Ruminansia Berbasis Hasil Samping
Pertanian dan Hasil Samping Industri Pertanian
Salah satu keuntungan komparatif daerah beriklim tropis seperti Indonesia
adalah peluang berlangsungnya proses fotosintesis oleh tanaman sepanjang tahun.
Kondisi ini menawarkan produksi biomasa tanaman yang sangat besar yang dapat
ditransformasikan menjadi bahan baku pakan ternak.
Namun, ketersediaan bahan baku pakan lokal berbasis pertanian dan industri
pertanian di Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain: 1) belum adanya data dan informasi yang akurat
mengenai jumlah dan ketersediaan bahan baku pakan untuk ternak, 2) hasil-hasil
penelitian yang berkaitan dengan aspek nutrisi maupun teknologi pengolahannya
masih berkutat pada skala penelitian atau skala lapangan yang terbatas, 3) belum
adanya produksi bahan baku pakan yang menghasilkan komposisi nutrisi dan
prosedur pengolahannya yang baku, sehingga memiliki mutu yang standar, baik fisik
maupun kimia, terutama di lokasi yang menjadi sumber bahan baku pakan (Sukria
dan Krisnan, 2009).
Bahan pakan lokal menurut Sukria dan Krisnan (2009) adalah setiap bahan
baku yang merupakan sumberdaya lokal yang berpotensi dimanfaatkan sebagai
pakan secara efesien oleh ternak, baik sebagai suplemen, komponen konsentrat atau
pakan dasar. Bahan ransum sapi yang diberikan peternak dapat disederhanakan
menjadi tiga yaitu: hijauan setempat, sumber energi (dedak padi, ubi kayu, dll) dan
suplemen protein.
Bahan pakan dapat berupa: 1) hasil sisa tanaman (crop residues), 2) hasil
ikutan/samping/limbah

tanaman

(crop-by

products),

dan

3)

hasil

ikutan/samping/limbah industri agro (agroindustry-by products). Hasil sisa tanaman
adalah bagian tanaman yag tersedia dan dapat dimanfaatkan sebagai pakan setelah
produk utama dipanen. Hasil ikutan/samping tanaman adalah bagian tanaman yang
tersedia dan dapat dimanfaatkan setiap saat selama umur tanaman. Hasil
ikutan/samping industri agro adalah bahan atau produk samping yang dihasilkan
industri pengolahan bahan baku asal pertanian menjadi produk hasil pertanian
(Sukria dan Krisnan, 2009).
Sukria dan Krisnan (2009) menyatakan bahwa berdasarkan kandungan SK
bahan makanan ternak dapat dibagi ke dalam dua golongan yaitu bahan penguat
6

(konsentrat) dan hijauan. Konsentrat dapat berasal dari bahan pangan atau dari
tanaman seperti serealia (misalnya jagung dan gandum), kacang-kacangan (misalnya
kacang tanah dan kacang kedelai), umbi-umbian (ubi kayu dan ubi jalar), dan dapat
juga berasal dari hewan (misalnya tepung tulang dan tepung ikan), atau hasil
samping industri pertanian (misalnya dedak padi dan ampas tahu). Adapun hijauan
yang biasa digunakan sebagai pakan adalah rumput lapang, hasil samping pertanian
seperti jerami padi dan jerami jagung.
Hasil samping pertanian dan industri pertanian memiliki potensi yang cukup
besar sebagai sumber pakan ternak ruminansia (Mariyono dan Romjali, 2007).
Sumber hasil samping pertanian diperoleh dari komoditi tanaman pangan yang
ketersediaannya dipengaruhi oleh pola tanam dan luas area panen (Syamsu, 2006).
Jenis hasil samping pertanian yang sering digunakan sebagai pakan ternak
adalah jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah, jerami kedelai, pucuk ubi
kayu, dan pucuk ubi jalar (Djajanegara, 1999). Ketersediaan hasil samping pertanian
ini dapat digunakan sebagai pakan ternak terutama di musim kemarau. Sedangkan
beberapa hasil samping industri pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan
sebagai bahan baku pakan lokal diantaranya adalah dedak padi, limbah ubikayu
(onggok dan gaplek), bungkil kelapa, ampas tahu, ampas tempe, dan hasil sampingan
sawit (Sinurat, 2001).
Jerami Padi
Jerami padi merupakan hijauan dari tanaman padi setelah biji dan bulirnya
dipetik untuk kepentingan manusia dan telah dipisahkan dari akarnya. Kualitas
jerami padi sangat tergantung dengan beberapa faktor seperti kondisi iklim, waktu
panen, kondisi lahan, dan pola tanam (Wanapat et al., 2009). Komponen seratnya
sangat tinggi yaitu mengandung hemiselulosa 21-29%; selulosa 35-49% dengan nilai
koefisien cerna bahan organik berkisar 31-59%; sedangkan kandungan lignin
berkisar antara 4-8% (Sukria dan Krisna, 2009). Jerami padi mengandung bahan
organik yang secara potensial dapat dicerna, oleh karena itu jerami padi merupakan
sumber energi yang besar bagi ternak ruminansia, tetapi kenyataannya yang dapat
dicerna oleh ternak ruminansia hanya 45-50% (Hidayat, 2002). Penggunaan jerami
padi hasil bio-proses fermentatif menggunakan Probion selama 3 minggu dan

7

penambahan zink organik dalam pakan domba berpengaruh positif terhadap
produktivitas ternak (Haryanto et al., 2005).
Jerami Jagung
Jerami jagung merupakan limbah yang ditinggalkan setelah jagung dipanen
yang berupa daun dan batang. Jerami padi sudah banyak digunakan sebagai pakan
ternak terutama sebagai pengganti sumber serat atau mengganti 50% dari rumput dan
hijauan tetapi jerami jagung memiliki kecernaan dan kadar protein yang rendah.
Jerami jagung juga memiliki sifat yang voluminous. Jerami jagung merupakan bahan
makanan yang memiliki kualitas yang rendah dan tidak akan mencukupi untuk
kebutuhan ternak kecuali jika diberi tambahan suplemen pada pakannya. Kandungan
bahan kering jerami jagung 28%, protein 8,2% dan TDN 48% (Sukria dan Krisnan,
2009).
Sebelum digunakan sebagai pakan ternak sebaiknya jerami jagung diolah
terlebih dahulu. Pengolahan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas jerami dan
daya simpan jerami jagung. Pengolahan jerami jagung dapat dilakukan dengan
menjadikan jerami jagung sebagai hay atau silase. Pembuatan silase sebaiknya
dilakukan segera setelah panen agar kadar air masih cukup untuk proses pembuatan
silase (Parakkasi, 1999). Pemberian limbah tanaman jagung dalam bentuk hay,
silase, atau fermentasi dibandingkan dengan pakan tradisional dapat meningkatkan
bobot badan harian sapi (Anggraeny et al., 2005). Kualitas pakan dari biomassa
jagung ini tidak berbeda dengan kualitas pakan yang diolah dari jerami sorgum yang
juga dapat mencapai kadar protein 7,16 % - 11,78 % (Sajimin et al., 2003).
Penambahan daun lamtoro atau bungkil kelapa pada kambing betina lokal
yang mendapatkan pakan dasar jerami jagung dapat meningkatkan konsumsi pakan,
kecernaan pakan, dan pertambahan bobot badan harian (Marsetyo, 2006). Silase
ransum komplit berbasis hasil sampingan jagung dan sampingan ubi kayu
menunjukkan kualitas fermentasi dan nutrisi yang baik setelah enam minggu ensilase
serta layak disimpan sebagai sumber pakan ternak (Lendrawati, 2008).
Daun Ubi Kayu
Hampir 10-40% dari tanaman ubi kayu terdiri atas daun. Daun ubi kayu
sangat baik untuk sumber protein karena mempunyai kandungan protein tinggi
sekitar 28,8% akan tetapi defesien asam amino methionin dan sistein (Sukria dan

8

Krisnan, 2009). Daun ubi kayu mengandung protein dan lemak lebih tinggi
dibanding tulang dan tangkai, akan tetapi abunya lebih rendah. Silase daun ubi kayu
muda dapat memperbaiki nilai nutrisi ransum ternak.
Wanapat et al. (2007) melaporkan hay daun ubikayu dapat menggantikan
pemakaian bungkil kedele pada sapi perah di daerah tropis. Selain berfungsi sebagai
sumber protein, daun ubikayu juga berperan sebagai anti cacing (anthelmintic) dan
kandungan taninnya berpotensi meningkatkan daya tahan saluran pencernaan ternak
terhadap mikroorganisme parasit (Wanapat dan Knampa, 2006).
Tinggi rendahnya kandungan HCN merupakan pembatas dalam penggunaan
daun ubi kayu sebagai pakan. Kandungan HCN daun ubi kayu dapat diturunkan
dengan pengeringan, perebusan, penambahan methionin atau senyawa lain yang
mengandung sulfur (Adegbola, 1977). Kavana et al. (2005) melaporkan perlakuan
silase daun ubikayu selama 3 bulan dapat menurunkan kadar HCN dari 289 mg/kg
menjadi 20,1 mg/kg. Perlakuan silase ransum komplit basis hasil sampingan ubi kayu
mempunyai kualitas fermentasi dan nutrisi in vitro maupun in vivo lebih baik
dibandingkan dengan silase ransum komplit berbasis hasil sampingan jagung dan
sawit (Lendrawati, 2008).
Pucuk Tebu
Selain menghasilkan gula sebagai produk utama, tanaman tebu juga
menghasilkan beberapa produk turunan yang dapat dimanfaatkan. Produk turunan
terdiri dari dua kelompok yaitu hasil samping perkebunan dan hasil samping industri
gula. Hasil samping perkebunan berupa pucuk tebu, sedangkan hasil samping
industri gula berupa baggase, tetes/molases, dan blothong.
Pucuk tebu adalah komponen hasil samping yang proporsinya mencapai 14%
dari bobot total tanaman tebu (Wahyono dan Hardianto, 2004). Pucuk tebu memiliki
daya cerna dan nilai gizi yang relatif rendah, hal tersebut dapat dilihat dari
kandungan SK yang cukup tinggi. Akan tetapi dengan tindakan pengolahan kimiawi,
hayati fisik, secara signifikan mampu meningkatkan daya cerna, kandungan gizi dan
konsumsi pakan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pucuk tebu dapat
menggantikan peran rumput gajah, tanpa memberikan efek negatif baik pada sapi
potong maupun sapi perah. Kelebihan pucuk tebu adalah biasa dipanen pada musim
kemarau, sehingga akan sangat membantu kontinyuitas penyediaan pakan.

9

Pucuk tebu dapat diproses dalam bentuk silase dan hay (kering), Pucuk tebu
dalam bentuk hay mempunyai nilai nutrisi yang rendah yaitu BK 85%, PK 5,5%, dan
EM 7 MJ/kg serta nilai kecernaan BK sebesar 27,5%. Apabila digunakan sebagai
pakan ternak, pucuk tebu dapat digolongkan kedalam pakan hijauan berkualitas
rendah. Selain nutrisinya, pucuk tebu juga memiliki faktor pembatas lain yaitu
kemungkinan adanya residu zat kimia organoklorine (OCs). OCs seperti dieldrin
yang digunakan sebagai pestisida di sebagian besar perkebunan tebu, bahan kimia ini
cukup resisten dan berada di tanah sebagai residu.
Jagung
Jagung merupakan butiran yang mempunyai nilai TDN, net energi (NE), dan
lemak yang tinggi, SK yang rendah dan kaya akan bahan ekstrak tanpa nitrogen
(Beta-N) sehingga mudah dicerna. Akan tetapi kandungan PK jagung rendah dan
defesiensi asam amino lisin. Mutu standar jagung dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Mutu Standar Jagung
Komposisi

Mutu I

Kadar air (%) maksimum

14,0

Protein kasar (%) minimum

7,5

Serat kasar (%) maksimum

3,0

A b u (%) maksimum

2,0

Lemak (%) maksimum

3,0

Aflatoxin (pbb) maksimum

50,0

Ocratoxin (pbb) maksimum

5,0

Butir pecah (%) maksimum

5,0

Warna lain (%) maksimum

5,0

Benda asing (%) maksimum

2,0

Kepadatan (kg/cm3) minimum

700

Sumber: SNI (1998)

Jagung merupakan pakan yang sangat baik untuk ternak, jagung sangat
disukai ternak dan pemakaiannya dalam ransum ternak tidak ada pembatasan, kecuali
untuk ternak yang akan dipakai sebagai bibit. Pemakaian yang berlebihan untuk
ternak ini dapat menyebabkan kelebihan lemak dan sulit untuk berproduksi. Jagung
tidak mempunyai anti nutrisi dan sifat pencahar.
10

Ubi Kayu
Tanaman ubi kayu merupakan tanaman yang potensial sebagai pakan ternak
ruminansia. Seluruh bagian strukturnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan.
Sebagai sumber serat dapat digunakan batangnya, sebagai sumber energi dapat
digunakan umbinya, dan sebagai sumber protein dapat digunakan daunnya.
Tanaman ubi kayu mulai berproduksi pada umur 10-12 bulan, bila dilakukan
penanaman secara tradisional dengan rataan produksi 5-12 ton per hektar, tetapi bila
dilakukan penanaman dengan varietas yang baik dan dengan penanaman yang baik
maka produksi rata-rata dapat mencapai 40-60 ton per hektar. Jika sistem produksi
dan panennya dapat dirancang dengan baik, maka tanaman ubi kayu dapat
diandalkan sebagai pakan masa depan (Sukria dan Krisnan, 2009).
Umbi kayu merupakan karbohidrat utama dan dapat menggantikan jagung
sebagai sumber energi dalam ransum ternak babi dan unggas. Penggunaan ubi kayu
dalam ransum harus diimbangi dengan protein yang lebih tinggi. Kadar Ca dan P
cukup, akan tetapi kandungan asam oksalat yang tinggi (0,1-0,31), sehingga dapat
mempengaruhi penyerapan Ca dan Zn. Mutu standar tepung ubi kayu dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Mutu Standar Tepung Ubi Kayu
Komposisi

Mutu I

Kadar air (% b/b) maksimum

12

Serat kasar (% b/b) maksimum

4,0

A b u (% b/b) maksimum

1,5

Asam sianida (mg/kg) maksimum

40,0

Kehalusan (%) minimal

90,0

Cemaran Logam
Timbal (Pb) (mg/kg) maksimum

1,0

Tembaga (Cu)(mg/kg) maksimum

10,0

Seng (Zn) (mg/kg) maksimum

40,0

Sumber: SNI (1996)

Suatu faktor pembatas dalam penggunaan ubi kayu adalah racun asam sianida
(HCN) yang terdapat dalam bentuk glikosida sianogenik dalam ubi kayu, yaitu

11

lanamarine (±93% dari bentuk glikosida sianogenik) dan lotaustarin (7%).
Penggunaan ubi kayu dalam ransum ruminansia berdasarkan beberapa penelitian
adalah 40-90%. Kandungan HCN dapat direduksi melalui proses pengeringan,
perendaman, perebusan, fermentasi, dan kombinasi dari proses-proses ini (Sukria dan
Krisnan, 2009).
Dedak Padi
Dedak padi merupakan sisa dari penumbukan atau penggilingan padi (Sukria
dan Krisnan, 2009). Dedak padi didefinisikan sebagai hasil ikutan pengolahan padi
menjadi beras terutama terdiri dari lapisan kulit ari. Banyaknya dedak padi yang
dihasilkan bergantung pada cara pengolahan, jumlah dedak padi dapat mencapai 10%
dari jumlah gabah yang digiling. Menurut Sofyan et al. (2000) angka konversi untuk
dedak kasar adalah 14,44%. Sebanyak 26,99% dedak halus, 3% bekatul, dan 11,17% menir dapat dihasilkan dari berat gabah kering. Persyaratan mutu standar
dedak padi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Mutu Standar Dedak Padi
Komposisi

Mutu I

Mutu II

Mutu III

Kadar air (%) maksimum

12

12

12

Protein kasar (%) minimum

12

10

8

Serat kasar (%) maksimum

11

14

16

A b u (%) maksimum

11

13

15

Lemak (%) maksimum

15

20

20

Asam lemak bebas (% dari lemak) maks

5

8

8

0,04-0,30

0,04-0,30

0,04-0,30

0,6-1,6

0,6-1,6

0,6-1,6

Aflatoxin (ppb) maksimum

50

50

50

Silika (%) maksimum

2

3

4

Calsium (%)
Fosfor (%)

Sumber: SNI (1996)

Dedak padi pada usaha pembibitan dapat menggantikan konsentrat komersial
hingga 100% terutama dedak padi kualitas sedang sampai baik yang biasa disebut
dengan pecah kulit (PK) 2 atau separator (Mariyono dan Romjali, 2007). Dedak padi

12

mempunyai kandungan serat kasar yang cukup tinggi, penggunaan yang terlalu tinggi
dikhawatirkan memberi pengaruh negatif pada ternak.
Menurut Sofyan et al. (2000) pemanfaatan dedak padi dalam ransum ternak
umumnya sampai 25% dari campuran konsentrat. Pembatas dilakukan karena
pemakaian dedak padi dalam jumlah besar dapat menyebabkan susahnya
pengosongan saluran pencernaan karena sifat pencahar pada dedak. Pemakaian
dedak padi dalam jumlah besar dapat memungkinkan ransum tersebut mudah
mengalami ketengikan selama penyimpanan karena dedak mengandung lemak yang
tinggi

(14-18%).

Masalah

ketengikan

dapat

diatasi

dengan

jalan

pengeringan/pemanasan segera setelah penggilingan padi, atau dengan menggunakan
zat anti ketengikan.
Penambahan kapur atau zeolit dalam penyimpanan dedak padi dapat
mengurangi peningkatan kadar air, oksidasi dan hidrolisis lemak sampai dengan
penyimpanan dua belas minggu dibandingkan tanpa penambahan kapur atau zeolit.
Kapur dan zeolit memberikan efektivitas yang sama dalam menekan pertumbuhan
kapang selama penyimpanan dedak padi.
Pengolahan dedak dapat dilakukan dalam tiga perlakuan, yaitu perlakuan
fisik, perlakuan kimia, dan perlakuan biologi. Sama halnya dengan pengolahan
limbah pertanian yang lain, pengolahan dedak bertujuan untuk meningkatkan
kualitas, memperbaiki daya simpan, dan menghilangkan hambatan dalam
penggunaannya sebagai pakan ternak. Pengolahan fisik dapat dilakukan dengan dua
pendekatan. Pendekatan pertama dengan pendekatan perbaikan sistem penggilingan,
perdekatan kedua dengan klasifikasi dedak.
Sejauh ini, dedak padi bukan lagi sebagai limbah, tetapi telah menjadi hasil
samping yang mempunyai pasar tersendiri. Pemanfaatan utama adalah industri pakan
ternak. Pemanfaatan lain yang telah berkembang dan peralatannya sudah dijual
secara komersial adalah mengolahnya menjadi pellet.
Ampas Tahu
Pada industri pembuatan tahu akan dihasilkan hasil samping industri berupa
ampas tahu. Angka konversi ampas tahu menurut Tabrany (2006) adalah 28-37,5%
dengan angka konversi rata-rata sebesar 33,27% dan menurut Sofyan et al. (2000)
angka konversi untuk ampas tahu antara 25-67% dengan angka konversi rata-rata

13

39,02%. Ampas tahu berasal dari kacang kedelai sehinga anti nutrisi yang terdapat
dalam ampas tahu adalah sama dengan kedelai, hanya saja konsentrasinya lebih
sedikit karena mengalami pengolahan.
Ampas tahu merupakan hasil samping industri pertanian yang dapat
digunakan sebagai pakan ternak karena mengandung zat gizi yang cukup tinggi.
Ampas tahu tidak mempunyai sifat pencahar akan tetapi mempunyai kadar air yang
tinggi, yaitu sekitar 89,96% karena dihasilkan dalam bentuk basah sehingga tidak
tahan terhadap penyimpanan. Pemberian ampas tahu sebagai pakan konsentrat
ruminansia biasanya diberikan dalam bentuk basah karena lebih disukai ternak dari
pada diberikan dalam bentuk kering (Tabrany,2006).
Ketersediaan ampas tahu pada masing-masing daerah bergantung dari jumlah
pabrik tahu dan kesanggupan untuk memproduksi tahu daerah tersebut. Komposisi
kimia ampas tahu juga sangat bergantung pada proses pembuatan yang beragam.
Penggunaan ampas tahu berkisar 12-95% dari campuran konsentrat. Berdasarkan
kandungan airnya, sebaiknya ampas tahu tidak diberikan lebih dari 41% (Sukria dan
Krisnan, 2009).
Ampas Tempe
Ampas tempe (kulit ari kedelai) merupakan hasil samping dari industri
pembuatan tempe. Ampas tempe ini dihasilkan dari proses perendaman dan
perebusan kacang kedelai yang kemudian dilakukan pelepasan kulit ari kedelai dan
selanjutnya dilakukan peragian dan pembungkusan, adapun angka konversi ampas
tempe sebesar 10-15% dengan konversi rata-rata sebesar 12,5%. Kandungan protein
kasar ampas tempe cukup baik sebesar 17,93% akan tetapi memiliki kandungan
serat kasar yang cukup tinggi yaitu sebesar 17,70% (Tabrany 2006).
Industri Pakan Berkelanjutan
Industri pengolahan adalah semua kegiatan ekonomi yang menghasilkan
barang dan jasa yang bukan tergolong produk primer. Produk primer adalah produk produk yang tergolong bahan mentah, yang dihasilkan oleh kegiatan eksploitasi
sumberdaya alam hasil pertanian, kehutanan, kelautan, dan pertambangan, dengan
kemungkinan mencakup produk pengolahan awal sampai dengan bentuk dan
spesifikasi teknis yang standar dan lazim diperdagangkan sebagai produk primer
(Deperind, 2005).

14

Industri pakan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan
mengubah suatu bahan pakan baik secara manual, mekanis, dan kimia menjadi pakan
yang dapat dikonsumsi ternak untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Kebutuhan gizi
yang dimaksud adalah kebutuhan gizi untuk hidup pokok dan kebutuhan gizi untuk
berproduksi dan bereproduksi. Industri pakan ternak merupakan bagian yang sangat
penting dalam jaringan global produksi pangan manusia dan mata rantai utama dalam
rantai pangan manusia (Gill, 1994).
Industri pakan ternak di dalam negeri sangat berperan mendukung industri
peternakan dalam menyediakan ketersediaan konsumsi daging dan produk
turunannya bagi masyarakat sebagai tambahan sumber protein. Pakan memiliki
kontribusi 70% dari total biaya produksi peternakan, sehingga tetap menjadi suatu
bisnis yang cerah.
Peternakan yang modern dapat meneruskan perannya sebagai perputaran
utama pertanian. Dengan industri pakan, peternakan mengubah hasil samping
pertanian yang tidak dapat dimakan dalam jumlah yang sangat