Determining the Right Fuel Inventory by EOQ Probabilistic Methods (Case Study XYZ Gas Station in Bogor)

(1)

ANDRY KURNIAWAN B

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

ii

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa semua pernyataan dalam laporan akhir yang berjudul:

”Menentukan Persediaan BBM yang Tepat Melalui Metode EOQ Probabilistik

(Studi Kasus SPBU XYZ di Kabupaten Bogor)”

merupakan hasil karya saya sendiri, dengan arahan dari Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Laporan akhir ini belum pernah diajukan dalam bentuk apapun untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka Laporan Akhir ini.

Bogor, Juli 2011

Andry Kurniawan B F052054145


(3)

iii

Probabilistic Methods (Case Study XYZ Gas Station in Bogor). Supervised by

MA’MUN SARMA as Chairman, and NORA H. PANDJAITAN as member Frequency of fuel ordering at XYZ gas station was irregular because it was decided based on estimated needs. It caused sometimes the tank could be empty or over stock. This condition results in difficulty to predict the provision of funds for fuel payment. According to this problem, it was necessary to analyse the influence of stock volume and total of fuel sale on fuel ordering at XYZ gas station. The objectives of this study were : a) to identify profile and controlling process of fuel inventory at XYZ gas station, b) to analyse cost parameter which influenced fuel ordering, c) to determine optimum of fuel ordering; and d) to determine the right time for fuel ordering. Primary datas were collected by using questionnaires and secondary data were consist of total receipts, sales and stocks of premium, pertamax and diesel (solar) fuel in 2008, and its prices in 2008. Analysis was done by EOQ probabilistic methods.

The analysis result by EOQ probabilistic method showed that the premium optimum order was 23.942 lt. According to the capacity of tank trucks carrying fuel, then the premium ordering by XYZ gas station was 24,000 kl. Solar products showed optimum order value of 10.933 lt. In accordance with the capacity of tank trucks carrying fuel, then diesel fuel ordering was 8,000 kl. Optimum order for pertamax product was 2.484 lt. The capacity of the lowest fuel tank truck was 8.000 lt, so the value of pertamax ordering was 8.000 lt. It means that every time pertamax excess would be 5.516 lt and this condition would increase cost savings for pertamax inventory. This was additional costs that must be accepted by XYZ gas station due to limitations of Pertamina fuel tank truck capacity.The result analysis showed that premium ordering was done when premium stock in the inventory tank was 24.008 lt, or when solar stock in the inventory tank was 12.682 lt for solar ordering and when pertamax stock in the inventory tank was 1.534 lt for pertamax ordering.

Key words: EOQ Probabilistic, premium inventory, solar inventory, pertamax inventory, gas station


(4)

iv

Metode EOQ Probabilistik (Studi Kasus SPBU XYZ di Kabupaten Bogor).

Dibimbing oleh Ma’mun Sarma sebagai ketua dan Nora H. Pandjaitan sebagai anggota.

Pelaksanaan operasional Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sangat tergantung pada penerimaan, penjualan serta stok BBM. Melalui ketiga aktivitas utama inilah SPBU menjalankan bisnisnya. Frekuensi penerimaan tidak teratur karena umumnya didasarkan pada perkiraan kebutuhan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya stok tangki kosong atau berlebih. Kondisi ini berdampak pada kesulitan dalam memperkirakan kebutuhan dana untuk pembayaran BBM. Untuk itu perlu dilakukan penelitian guna melihat pengaruh jumlah stok dan penjualan BBM terhadap keputusan penerimaan BBM oleh pengusaha SPBU.

Tujuan penelitian ini adalah a) Mengidentifikasi profil dan proses pengendalian persediaan BBM di SPBU XYZ, b) Mengetahui komponen biaya yang berpengaruh dalam penebusan BBM SPBU XYZ, c) Menentukan jumlah pemesanan persediaan BBM yang optimum, dan d) Menentukan saat pesan persediaan yang tepat untuk penebusan BBM. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner mengenai profil dan karakteristik SPBU. Data Sekunder mencakup data-data kuantitatif yaitu : data jumlah penerimaan, penjualan dan stok produk premium, pertamax dan solar selama tahun 2008, serta data harga ke tiga jenis BBM tersebut selama tahun 2008. Analisa data dilakukan dengan menggunakan metode EOQ (economic order quantity) probabilistik.

Parameter yang digunakan di SPBU XYZ dalam menentukan jumlah pemesanan BBM adalah pertama melalui prediksi penjualan, ke dua menentukan minimal stok yang harus ada di dalam tangki pendam dan ketiga adalah menentukan frekuensi maksimal pemesanan dalam waktu satu minggu adalah dua kali. Pemesanan juga harus disesuaikan dengan kapasitas muatan tangki truk atau kontainer yang akan digunakan sebagai sarana transportasi pengangkut BBM dari depot Pertamina ke SPBU. Biaya persediaan SPBU XYZ terdiri dari biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya kehabisan persediaan. Total biaya persediaan yang paling tinggi adalah untuk produk premium. Hal ini terjadi karena dibandingkan dengan produk solar dan pertamax, frekuensi pemesanan premium adalah yang paling tinggi yaitu hampir setiap hari,.

Berdasarkan hasil analisis dengan metode pengendalian EOQ probabilistik untuk premium diusulkan jumlah pemesanan optimum adalah 23.942 lt. Sesuai dengan kapasitas truk tangki pengangkut BBM, maka jumlah pemesanan penebusan BBM premium SPBU XYZ adalah sebesar 24,000 kl. Untuk BBM solar nilai pemesanan optimum adalah 10.933 lt. Sesuai dengan ketersediaan truk tangki pengangkut BBM, maka jumlah penebusan solar adalah 8,000 kl. Untuk BBM pertamax diusulkan jumlah pemesanan optimum adalah 2.484 lt. Kapasitas truk tangki pengangkut BBM terendah adalah 8.000 l maka jumlah penebusan BBM pertamax adalah sebesar 8.000 l. Hal ini menyebabkan setiap kali penebusan pertamax terjadi kelebihan jumlah pemesanan sebanyak 5.516 lt. Kelebihan pemesanan ini mengakibatkan bertambahnya biaya simpan persediaan


(5)

v

stok di tangki pendam sebesar 24.008 lt. Pemesanan ulang solar SPBU XYZ yang tepat adalah pada saat kondisi persediaan tersisa sebesar 12.682 lt, sedangkan pemesanan ulang pertamax yang optimum dapat dilakukan pada saat jumlah stok persediaan pertamax sebesar 1.534 lt.

Kapasitas truk tangki pengangkut BBM yang terbatas merupakan kendala bagi SPBU untuk melakukan pemesanan penerimaan BBM yang optimum. Kendala ini berpengaruh cukup signifikan terhadap pengendalian biaya total persediaan. Keterbatasan ini disikapi oleh SPBU XYZ dengan konsistensi pengendalian persediaan dalam tangki pendam dan melakukan pemesanan ulang pada saat yang tepat dengan memperhitungkan frekuensi pemesanan sehingga tidak melebihi stok persediaan yang diusulkan.


(6)

vi

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

vii

ANDRY KURNIAWAN B

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

viii

Nama Mahasiswa : Andry Kurniawan B, SP

Nomor Pokok : F.052054145

Menyetujui, Juli 2011

Komisi Pembimbing,

Dr.Ir. Ma’mun Sarma, MS. MEc Dr.Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA

(Ketua) (Anggota)

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing,DEA Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr


(9)

ix

Puji Syukur disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasihNya, sehingga laporan akhir ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB) dapat diselesaikan.

Disadari bahwa laporan akhir ini tidak akan tersusun tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, disampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr.Ir. Ma’mun Sarma, MEc selaku ketua Komisi Pembimbing atas pengarahan, bimbingan, dan dorongan dalam penyusunan dan penyelesaian laporan akhir.

2. Dr.Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA selaku anggota Komisi Pembimbing atas pengarahan dan bimbingannya.

3. Ir. Pramono D. Fewidarto, MS selaku dosen penguji luar komisi, yang telah memberikan bimbingan tentang teori persediaan.

4. Seluruh staf administrasi dan dosen pengajar PS MPI IPB yang telah membantu dan membuka cakrawala dan wawasan untuk menggali informasi lebih mendalam dalam proses penyampaian materi studi.

5. Manajemen SPBU XYZ yang telah memberikan kesempatan dan data untuk penyelesaian laporan akhir ini.

6. Teman-teman di unit Penjualan BNI KCU Bogor dan teman terdekat atas semangat serta dukungan yang diberikan selama kuliah sampai penyusunan laporan akhir ini selesai.

7. Ayahanda Waluyo (alm) dan ibunda Sri Subekti Ningsih untuk dukungan yang telah diberikan.

8. Rekan-rekan MPI Angkatan VII untuk kebersamaan dan masukan yang diberikan selama proses pembuatan laporan akhir.


(10)

x

tidak langsung.

Diharapkan laporan akhir ini dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, saran dan kritik membangun akan diterima bagi perbaikan dan penyempurnaan di masa mendatang.

Bogor, Juli 2011


(11)

xi

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 10 Mei 1976 sebagai putra dari Bapak Waluyo, BSc (alm) dan Ibu Hj. Sri Subektiningsih, SPd. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2006 penulis diterima di Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada tahun 2000 penulis diterima bekerja di Lembaga Bioteknologi Atma Jaya Jakarta. Pada tahun 2002 penulis diterima bekerja di PT. Alfa Retailindo Tbk di Jakarta dan pada tahun 2003 diterima bekerja di PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Penulis ditempatkan di Cabang Bogor sebagai Customer Service. Pada tahun 2005 penulis dipindahkan ke unit Dalam Negeri dan Kliring dan sejak tahun 2007 penulis dipindahkan ke Unit Penjualan.


(12)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan Penelitian... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Kecil dan Menengah (UKM)... 5

2.2. SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Untuk Umum)... 6

2.3. Bahan Bakar Minyak (BBM)... 8

2.4. Persediaan... 11

2.5. Pengambilan keputusan... 18

2.6. Pasar Bisnis... 21

2.7. Kajian Penelitian Terdahulu... 26

III. METODE KAJIAN 3.1 Pengumpulan Data... 29

3.2 Metode Analisis... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Perusahaan……….. 32

4.2 Persedian BBM SPBU XYZ ……….……….. 32

4.3 Pengendalian Persediaan Bahan Baku SPBU XYZ ...….………... 34

4.4 Analisa Biaya Persediaan BBM SPBU XYZ ……...……….. 37

4.5 Kondisi Usulan Pengendalian Persediaan..……….. 43

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...……….. 52

5.2 Saran...……….……….. 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(13)

xii

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Data Penerimaan BBM SPBU XYZ tahun 2008... 3

2. Tipe SPBU... 7

3. Biaya Initial Fee SPBU... 7

4. Ukuran Tangki Pendam SPBU Pertamina... 12

5. Data Ringkasan Bahan Bakar Premium Tahun 2008... 35

6. Data Ringkasan Bahan Bakar Solar Tahun 2008... 36

7. Data Ringkasan Bahan Bakar Pertamax Tahun 2008... 37

8. Komponen Biaya Pemesanan BBM SPBU XYZ... 38

9. Komponen Biaya Penyimpanan BBM SPBU XYZ... 40


(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Pola kerjasama SPBU-Pertamina... 6

2. Tangki Pendam BBM SPBU... 11

3. Standard Tangki SPBU Pertamina... 11

4. Ukuran Tangki Pendam SPBU Pertamina... 12

5. Model Deterministik vs Probabilistik... 15

6. Masalah Persediaan... 16

7. Masalah Kehabisan Persediaan dan Persediaan Cadangan dalam Masa Teng gang... 19

8. Purchase Decision Making... 20

9. Aktivitas Pembelian Bisnis... 23


(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Hasil Kuesioner... ... 57 2. Biaya Operasional SPBU XYZ... 59 3. Data Penjualan, Stok, Penerimaan dan Harga Premium Tahun 2008……..…... 61 4. Data Penjualan, Stok, Penerimaan dan Harga Solar Tahun 2008……..…... 68 5. Data Penjualan, Stok, Penerimaan dan Harga Pertamax Tahun 2008……..…... 76 6. Analisa Harapan Pemakaian Premium Data Penjualan Januari–November 2008 83 7. Analisa Harapan Pemakaian Solar Data Penjualan Januari – November 2008… 90 8. Analisa Harapan Pemakaian Pertamax Data Penjualan Januari–November2008 97 9. Analisa Persediaan Cadangan Premium Data Penjualan Januari – November 2008...…...….... 104 10. Analisa Persediaan Cadangan Solar Data Penjualan Januari – November

2008...…..….. 111 11. Analisa Persediaan Cadangan Pertamax Data Penjualan Januari – November 2008...…...…..….. 118


(16)

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peranan Pemerintah, lembaga-lembaga di sektor keuangan dan pelaku-pelaku usaha. Pemerintah sebagai pembuat dan pengatur kebijakan diharapkan dapat memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha, sehingga pelaku usaha mampu memanfaatkan kebijakan dan melaksanakan kegiatan usaha dengan lancar. Hal ini nantinya dapat mempercepat pembangunan ekonomi. Salah satu pelaku usaha yang memiliki peranan penting namun terlupakan di Indonesia.

UMKM tidak selalu berperan hanya sebagai pendukung dalam kontribusi ekonomi nasional. UMKM memiliki beberapa permasalahan yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu: Pertama Permasalahan dasar seperti keterbatasan modal, SDM, pengembangan produk, dan akses pemasaran; Kedua, UMKM terutama usaha menengah yang telah memiliki baik akses keuangan maupun pemasaran, menghadapi permasalahan lanjutan (advanced problems), antara lain pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang belum optimal, kurangnya pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar, permasalahan hukum yang menyangkut perijinan, hak paten, prosedur kontrak penjualan, serta peraturan yang berlaku di negara tujuan ekspor; Ketiga, Di antara basic problems dan advanced problems ada permasalahan antara (intermediate problems), yang terkait dengan penyelesaian masalah-masalah dasar, antara lain dalam hal prosedur perijinan, perpajakan, agunan dan hukum. Dengan pemahaman terhadap permasalahan di atas, solusi dan penanganannyapun seharusnya berbeda.

Indonesia sebagai negara penghasil minyak bumi memiliki tingkat konsumsi BBM melebihi 60 milyar liter per tahun dengan konsumsi dari sektor transportasi sebesar 40 % dari kuota BBM yang ditetapkan pemerintah, dan sebesar 80 % dari konsumsi tersebut berasal dari konsumsi transportasi darat. Usaha Pemerintah mengurangi subsidi menimbulkan reaksi besar dari masyarakat. Namun di sisi lain justru mengundang para investor untuk melakukan bisnis penyaluran BBM di Indonesia. Hal ini dikarenakan meningkatnya pertumbuhan konsumsi BBM dan


(17)

adanya dorongan liberalisasi hilir oleh UU Migas No 22/2001. Para pengusaha dapat berinvestasi pada SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) sebagai salah satu lembaga penyalur BBM. Pertamina dalam memberikan ijin pembangunan dan pengoperasian SPBU pada para pengusaha, memiliki berbagai persyaratan diantaranya kelayakan investasi dengan masa kembali modal (payback period) selama 5 tahun operasi dan margin keuntungan 5%. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian valuasi ekonomi bisnis penyaluran BBM melalui SPBU.

Bisnis usaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) adalah salah satu bentuk bisnis yang termasuk dalam UMKM yang bergerak dalam jasa pelayanan penjualan BBM serta produk Pertamina. Bisnis SPBU merupakan bisnis yang menjanjikan dengan perputaran dana dan keuntungan yang pasti. SPBU merupakan usaha yang membutuhkan modal investasi besar, dengan pendapatan yang besar dan bersifat likuid. Modal yang dibutuhkan tergantung pada lahan calon lokasi SPBU dan rencana bisnis yang akan dijalankan.

Melalui model matematis yang dianalisis, diketahui bahwa dengan margin keuntungan yang berlaku sekarang (5%), belum dapat secara keseluruhan memberi nilai keuntungan yang baik pada bisnis penyaluran BBM SPBU. Untuk bertahan pada margin 5% tersebut, sebuah SPBU harus mengembangkan sumber pendapatan lain (non BBM) agar dapat memperoleh tambahan nilai ekonomi yang baik (Maya 2006).

SPBU XYZ sebagai lokasi studi kasus terletak di Cibinong merupakan salah satu SPBU di Kabupaten Bogor yang merupakan SPBU percontohan PERTAMINA, sudah berdiri sejak tahun 1986 dan terletak di lokasi jalur strategis di lintas utama Jakarta-Bogor. Pada Tabel 1 disajikan data penerimaan BBM SPBU XYZ selama tahun 2008 untuk produk premium, solar dan pertamax.

Pelaksanaan operasional SPBU sangat tergantung oleh penerimaan, penjualan serta stok BBM. Melalui ketiga aktivitas utama inilah SPBU menjalankan bisnisnya. Pemenuhan kebutuhan penerimaan BBM SPBU berasal dari Pertamina sebagai pemasok tunggal. SPBU yang telah tercatat bagai SPBU

“Pasti Pas” ini memiliki permasalahan terutama pada penentuan nilai penerimaan dan persediaan stok di tangki BBM. Nilai pemesanan penerimaan BBM


(18)

didasarkan pada perkiraan kebutuhan yang ditunjukkan Tabel 1 di mana nilai penerimaan tiap bulan sangat berfluktuasi. Selain itu frekuensi pemesanan penerimaan BBM yang dilakukan tidak teratur, sehingga muncul permasalahan pada persediaan stok BBM di tangki yaitu adanya akumulasi nilai penguapan yang besar jika BBM terlalu lama tersimpan di dalam tangki. Persediaan stok yang tidak terkontrol juga sering menyebabkan terjadinya kondisi yaitu run-outs bila tangki stok BBM sampai kosong/habis dan retains mengacu pada kondisi jika stok persediaan BBM di tangki SPBU belum bisa diisi oleh truk pengirim karena BBM yang tersisa masih cukup banyak.

Tabel 1. Data Penerimaan BBM SPBU XYZ tahun 2008

Sumber : Laporan Tahunan SPBU XYZ

Permasalahan lain yang muncul dengan nilai penerimaan yang kurang terencana yaitu bagaimana menentukan waktu yang tepat untuk melakukan pemesanan penerimaan BBM. Untuk itu perlu dilakukan penelitian guna melihat pengaruh jumlah stok dan penjualan BBM terhadap keputusan penerimaan BBM oleh pengusaha atau pengelola SPBU. Astana (2007) menyatakan bahwa persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan, yang akan digunakan untuk

Bulan Premium (lt) Solar (lt) Pertamax (lt)

Januari 587.000 144.000 16.000

Februari 587.000 128.000 16.000

Maret 587.000 144.000 16.000

April 613.000 160.000 16.000

Mei 685.000 160.000 16.000

Juni 613.000 160.000 8.000

Juli 648.000 156.800 8.000

Agustus 648.000 156.800 8.000

September 672.000 156.800 16.000

Oktober 620.000 110.299 16.000

November 476.000 142.200 32.000


(19)

memenuhi tujuan tertentu, misalnya akan digunakan dalam proses produksi. Persediaan berpengaruh terhadap besarnya biaya operasi, sehingga kesalahan dalam mengelola persediaan akan mengurangi keuntungan. Perusahaan sering kali mengalami masalah persediaan, persediaan terlalu banyak atau sebaliknyab terjadi kekurangan. Kedua kondisi tersebut mengakibatkan timbulnya biaya yang besar, sehingga diperlukan manajemen persediaan untuk menganalisa tingkat persediaan yang optimum.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang ditemui dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Berapa jumlah pemesanan BBM setiap kali melakukan penebusan ? 2. Kapan saat melakukan pemesanan persediaan BBM yang tepat ? 3. Kondisi persediaan stok run-out, retains dan penguapan yang

merugikan.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi profil dan proses pengendalian persediaan BBM di SPBU XYZ.

2. Mengetahui komponen biaya yang berpengaruh dalam penebusan BBM SPBU XYZ.

3. Menentukan jumlah pemesanan yang optimum persediaan BBM yang optimum.


(20)

Usaha kecil dan menengah (UKM) memegang peranan penting dalam ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha (establishment) maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Usaha kecil atau mikro adalah usaha dengan jumlah total penjualan (turn over) setahun yang kurang dari Rp. 1 milyar. Usaha menengah yaitu usaha dengan total penjualan tahunan yang berkisar antara Rp. 1 milyar - Rp. 50 milyar. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan Kantor Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop & UKM), usaha kecil termasuk usaha rumah tangga atau mikro pada tahun 2000 meliputi 99,9 % dari total usaha-usaha yang ada di Indonesia, sedangkan usaha menengah meliputi 0,14 % dari total jumlah usaha kecil di Indonesia.

Selain penciptaan lingkungan bisnis yang kondusif, program-program pengembangan UKM yang diarahkan pada supply driven strategy sebaiknya mulai ditinggalkan, sebagai pengganti dari arah program ini yakni pengembangan program UKM yang berorientasi pasar yang didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan kebutuhan UKM (market oriented, demand driven programs). Fokus dari program ini yakni pertumbuhan UKM yang efisien ditentukan oleh pertumbuhan produktivitas UKM yang berkelanjutan, dan nantinya akan mendorong pertumbuhan UKM yang berkelanjutan. Secara lebih spesisfik Ratna (2007) membagi fokus pengembangan UKM baru yang berorientasi pasar tersebut dalam empat unsur pokok, yaitu: (1) pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif bagi UKM; (2) pengembangan lembaga-lembaga finansial yang bisa memberikan akses kredit yang lebih mudah kepada UKM atas dasar transparansi; (3) pelayanan jasa-jasa pengembangan bisnis non-finansial kepada UKM yang lebih efektif; dan (4) pembentukan aliansi strategis antara UKM dan UKM lainnya atau dengan usaha besar di Indonesia atau di luar negeri.

Kriteria usaha menengah sebagai berikut (INPRES No 10,1999) :

a) Memiliki kekayaan bersih lebih besar dan Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp l0.000.000.000.00 (sepuluh miliar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;


(21)

b) Milik warga negara Indonesia;

c) Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai dan berafiliasi baik langsung maupun tidak Iangsung dengan usaha besar;

d) Berbentuk usaha orang perseorangan. badan usaha yang tidak berbadan hukum dan atau badan usaha yang berbadan hukum.

2.2. SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Untuk Umum)

SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum) merupakan prasarana umum yang disediakan oleh PT. Pertamina untuk masyarakat luas guna memenuhi kebutuhan bahan bakar. Pada umumnya SPBU menjual bahan bakar sejenis premium, solar dan pertamax. SPBU merupakan usaha yang membutuhkan modal investasi besar, dengan pendapatan yang besar dan bersifat likuid. Modal yang dibutuhkan tergantung pada lahan calon lokasi SPBU dan rencana bisnis yang akan dilaksanakan. Kontrak kerjasama berlaku selama minimal 15 tahun, dengan masa pembaruan kontrak setiap 5 tahun sekali. Pola baru kemitraan yang ditawarkan Pertamina seperti ditunjukkan Gambar 1 adalah saling menguntungkan kepada semua pihak. Prinsip keterbukaan, kecepatan dan kualitas pelayanan, dan proyeksi keuntungan yang atraktif menjadi falsafah.

Sumber: Pola Kerja Sama Pertamina, 2007

Gambar 1. Pola Kerjasama SPBU-Pertamina

Bentuk kerjasama yang di tawarkan oleh Pertamina dapat dibedakan atas :

- DODO (Dealer Owned Dealer Operated), SPBU DODO PT. Pertamina adalah SPBU milik swasta, baik lahan, investasi, maupun operasionalnya.

PERTAMINA SPBU

Biaya Jasa Dukungan Bisinis


(22)

- CODO (Company Owned Dealer Operated), SPBU CODO PT. Pertamina merupakan SPBU sebagai bentuk kerjasama antara PT. Pertamina dengan pihak-pihak tertentu. Antara lain kerjasama pemanfaatan lahan milik perusahaan ataupun individu untuk di bangun SPBU PT. Pertamina.

Dalam pembangunan sebuah SPBU, luas minimal lahan tergantung dari letak lahan yang akan dibangun menjadi sebuah SPBU. Apabila lahan yang akan dibangun SPBU terletak di jalan besar/utama, maka luas lahan yang harus dimiliki minimal 2500 m². SPBU dibedakan atas 5 tipe yaitu tipe A,B,C,D dan E seperti disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Tipe SPBU

KOMPONEN TIPE A TIPE B TIPE C TIPE D TIPE E Minimal Ukuran Lahan (m²) 2500 1600 1225 900 700

Min Lebar Muka Jalan (m) 50 40 35 30 20

Selang (Jumlah) Min. 26 20 – 25 16 - 20 10 - 16 Max 10 Kapasitas Tangki Min (kl) Min. 160 kl Min. 140 kl Min. 100 kl Min. 80 kl Min. 60 kl

Tabel 3 menunjukkan bahwa setiap 5 tahun SPBU harus membayar Initial Fee ke Pertamina yang jumlah nya berdasarkan perkiraan volume penjualan yang telah disepakati. Jumlah Initial Fee telah ditetapkan oleh Pertamina berdasarkan tipe SPBU .

Tabel 3. Biaya Initial Fee SPBU

TYPE SPBU PERKIRAAN VOLUME PENJUALAN INITIAL FEE (Rp.) SPBU TYPE A Volume Penjualan > 35 kl 800.000.000,- SPBU TYPE B 25 kl < Volume Penjualan < 35 kl 650.000.000,- SPBU TYPE C 20 kl < Volume Penjualan < 25 kl 500.000.000,- SPBU TYPE D 15 kl < Volume Penjualan < 20 kl 350.000.000,- SPBU TYPE E Volume Penjualan < 15 kl 250.000.000,-

Sistem informasi SPBU merupakan program aplikasi komputer untuk bisa mengotomasikan sistem pelaporan SPBU. Baik laporan harian maupun rekapitulasi bulanan yang menyangkut kondisi stok BBM per jenis (premium,


(23)

pertamax dan solar) yang diperoleh dari kalkulasi data meteran dan pengukuran volume tangki. Dengan sistem itu, petugas SPBU hanya perlu memasukkan data meteran awal dan meteran akhir setiap pompa (per shift atau per hari). Lalu sistem akan otomatis menghitung jumlah pengeluaran yang dilakukan, untuk selanjutnya dicetak ke dalam bentuk laporan harian. Selain informasi stok BBM, dapat pula diketahui berapa deviasi antara stok berdasarkan catatan/meteran dan stok berdasarkan pengukuran fisik. Dengan demikian, rekapitulasi penjualan BBM selama satu bulan dibandingkan dengan jumlah stok BBM yang dimiliki serta harga pokok penjualannya (HPP) dan margin laba/rugi bisa terkelola dengan baik. (Pertamina 2009)

Melalui model matematis yang dianalisis, diketahui bahwa dengan margin keuntungan yang berlaku sekarang (5%), belum dapat secara keseluruhan memberi nilai keekonomian yang baik pada bisnis penyaluran BBM SPBU. Untuk bertahan pada margin 5% tersebut, sebuah SPBU harus mengembangkan sumber pendapatan lain (non BBM) agar dapat memberi nilai ekonomi yang baik. Margin 5% hanya dapat memberi nilai ekonomi yang baik bagi SPBU yang didirikan dekat jalan tol dengan tambahan pendapatan (non BBM) dari pengoperasian

“Convinience Store Bright Pertamina” dan atau “Pertamina Service Speed Station”, dua konsep bisnis yang ditawarkan Pertamina sebagai bisnis pendukung SPBU. Margin yang memberikan nilai ekonomi yang baik tanpa adanya usaha tambahan untuk SPBU dekat area perumahan besarnya 10%, SPBU dekat pusat perbelanjaan besarnya diatas 10%, dan SPBU dekat lintas provinsi besarnya >10 % (Maya, 2006).

2.3. Bahan Bakar Minyak (BBM)

Bahan bakar minyak (BBM) adalah bahan bakar yang diproses dari pengilangan minyak bumi maupun minyak yang berasal dari nabati. Produk yang dikategorikan sbagai BBM adalah prduk seperti bensin, minyak diesel (solar), minyak tanah, avtur dan avigas. BBM adalah satu-satunya komoditas yang mendapatkan perlakuan khusus, di mana harga BBM terus disubsidi agar dapat terjangkau oleh masyarakat luas dan ketersediaannya di seluruh pelosok tanah air dijamin oleh pemerintah. (Siahaan, 2008). BBM yang dipasarkan di Indonesia diantaranya, yaitu :


(24)

2.3.1. Bahan Bakar Bensin

Jenis bahan bakar minyak bensin merupakan nama umum untuk beberapa jenis BBM yang diperuntukkan kepada mesin dengan pembakaran menggunakan perapian. Di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis bahan bakar bensin yang memiliki nilai mutu pembakaran berbeda. Nilai mutu jenis BBM bensin ini dihitung berdasarkan RON (Research Octane Number). Berdasarkan nilai tersebut BBM bensin yang ada di Indonesia dibedakan menjadi tiga jenis yaitu ; RON 88, RON 92, dan RON 95.

Bahan bakar RON 88 adalah bahan bakar minyak jenis destilat berwarna kekuningan yang jernih. Penggunaan bahan bakar premium pada umumnya adalah bahan bakar kendaraan bermotor bermesisn bensin antara lain : mobil, motor, dan motor tempel. Bahan bakar ini juga sering disebut gasoline atau petrol. Bahan bakar RON 88 ini di Indonesia hanya dijual oleh pihak SPBU Pertamina yaitu dengan nama premium.

2.3.2. Bahan Bakar Pertamax

Bahan bakar yang memiliki RON 92 adalah bahan bakar yang ditujukan untuk kendaraan bermotor yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan tanpa timbal (unleaded). Bahan bakar RON 92 ini dikeluarkan oleh pihak Pertamina dengan nama pertamax di SPBU Petronas dengan nama Primax 92 dan SPBU Shell dengan nama Shell Super.

Bahan bakar yang memiliki RON 95 merupakan jenis BBM yang telah memenuhi standar World Wide Fuel Charter (WWFC) ditujukan untuk kendaraan yang berteknologi mutakhir yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan ramah lingkungan. Pertamaxplus sangat direkomendasikan untuk kendaraan yang memiliki kompresi ratio lebih dari 10.5 dan juga menggunakan teknologi Electronic Fuel Injection (EFI), Variable Valve Timing Intellegent (VVTi), Variable Timing Intellegent (VVTi), Turbochargers dan catalytic converters. Bahan bakar RON 95 ini dikeluarkan SPBU PERTAMINA dengan nama Pertamax Plus, SPBU Petronas dengan nama Primax 92 dan SPBU Shell dengan nama Shell Super Extra.


(25)

2.3.3. Bahan Bakar Solar

Minyak Solar (HSD), High Speed Diesel (HSD) merupakan BBM jenis solar yang memiliki angka performa octane number mencapai 45, jenis BBM ini umumnya digunakan untuk mesin transportasi diesel yang umum dipakai dengan sistem injeksi pompa mekanik (injection pump) dan electronic injection. Jenis BBM ini diperuntukkan untuk jenis kendaraan bermotor transportasi dan mesin industri. Minyak solar atau Automotive Diesel Oil (ADO) sebagai salah satu hasil kilang minyak merupakan bahan bakar destilasi menengah (middle destilate) yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan energi khususnya bahan bakar minyak (BBM) untuk bahan bakar di sektor transportasi, industri dan kelistrikan di Indonesia. Sekitar 10 tahun terakhir dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2004, penggunaan minyak solar diperkirakan mencapai rata-rata lebih 41 persen dari total penggunaan BBM dalam negeri.

Minyak solar sebenarnya adalah BBM yang diperuntukkan untuk sektor transportasi. Namun dalam kenyataannya bahan bakar tersebut banyak pula yang dipergunakan untuk sektor-sektor lainnya seperti sektor industri dan pembangkit listrik. Selama sepuluh tahun terakhir, yaitu dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2004 total kebutuhan minyak solar untuk semua sektor meningkat dengan pertumbuhan rata-rata sekitar lima persen per tahun, sehingga total kebutuhan atau penggunaan minyak solar tersebut meningkat lebih dari 1,5 kali lipat selama periode tersebut. Sesuai dengan peruntukkannya, sebagian besar dari dari minyak solar dipergunakan untuk sektor transportasi, disusul untuk sektor industri dan pembangkit listrik. Meskipun pangsa penggunaan minyak solar untuk sektor pembangkit listrik paling kecil, namun kebutuhan minyak solar pada sektor tersebut yang paling pesat pertumbuhannya, yaitu meningkat lebih dari sembilan persen per tahun, sedangkan kebutuhan minyak solar pada sektor transportasi dan industri, masing-masing hanya meningkat 4,26 persen dan 4,69 persen per tahun.

Sahlan (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengukuran kapasitas bahan bakar pada tangki pendam di sebuah SPBU seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3, merupakan suatu hal mutlak yang harus dilakukan, yaitu untuk mengetahui persediaan bahan bakar dalam tangki. Pengukuran bahan bakar yang dilakukan saat ini kurang efisien, hal ini


(26)

dikarenakan pengukuran kapasitas bahan bakar dalam tangki pendam SPBU dilakukan manual. Pengukuran dengan menggunakan sensor merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam proses pengukuran kapasitas tangki. Salah satu sensor yang dapat digunakan dalam pengukuran kapasitas bahan bakar dalam tangki pendam SPBU yaitu dengan menggunakan potensiometer yang hasilnya ditampilkan secara visual secara ke dalam layer. Ukuran tangki pendam BBM SPBU disajikan pada Tabel 4.

Sumber : CV.Sinar Baru Perkasa

Gambar 2. Tangki Pendam BBM SPBU

Sumber : CV.Sinar Baru Perkasa


(27)

Tabel 4. Ukuran Tangki Pendam SPBU Pertamina

Sumber : CV.Sinar Baru Perkasa

Kamarga (2008) mengungkapkan bahwa SPBU juga menimbulkan polusi udara akibat penguapan bensin yang terjadi pada tangki timbun maupun dispenser. Polusi udara tersebut dapat menimbulkan bahaya kebakaran, bahaya kesehatan, maupun kerugian ekonomi. Untuk itu, perlu dikembangkan sebuah sistem vapor recovery yang dapat mengurangi polusi udara sekaligus me-recover kehilangan akibat penguapan bensin yang tidak terkendali tersebut.

2.4. Persediaan

Inventory atau persediaan adalah barang-barang yang berada di gudang atau dalam proses produksi (Work in Process) yang digunakan untuk mendukung kesuksesan manufaktur sebuah produk dan mendistribusikannya ke konsumen. Inventory dapat berupa produk jadi yang siap dijual, produk pelengkap atau produk pendukung, produk setengah jadi atau dapat juga berupa bahan mentah (Fogarty, 1991).

Inventory pada kenyataannya memakan tempat untuk penyimpanan, memerlukan perlakuan tertentu atau handling, dapat menjadi usang dan mengalami penurunan, memerlukan asuransi, dikenakan beban pajak, dan terkadang juga dapat hilang atau dicuri. Dan pada kasus tertentu inventory hanya akan meningkatkan biaya tanpa meningkatkan pendapatan. Oleh karena itu dibutuhkan Inventory Management, yaitu suatu pendekatan untuk mengatur aliran produk dalam sebuah supply chain dan mendapatkan level pelayanan yang dibutuhkan dengan biaya yang dapat diterima. Pergerakan dan aliran produk adalah kunci dari konsep inventory management dan juga pada seluruh supply


(28)

chain, sehingga bila aliran itu terhenti, maka biaya akan bertambah. Oleh karena itu bila memungkinkan, maka inventory akan dibuat sekecil mungkin.

Mulyana (2007) menyatakan bahwa, persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan untuk digunakan memenuhi tujuan tertentu. Persediaan dapat berbentuk bahan mentah, bahan penolong, barang dalam proses maupun barang jadi. Sebagai salah satu asset penting perusahaan pengelolaan persediaan pun memperoleh perhatian dari manajemen. Tanpa persediaan sama sekali adalah tidak baik dan persediaan banyak sekali juga itu tidak baik. Unsur biaya yang terdapat dalam persediaan diklasifikasikan menjadi tiga.yaitu biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya kekurangan persediaan. Biaya pemesanan dikeluarkan terkait aktifitas pemesanan bahan atau barang sejak dari penempatan pemesanan sampai tersedia di gudang. Dalam kegiatan produksi biaya pemesanan ini disebut set up costs atau biaya untuk menyiapkan mesin-mesin proses manufaktur dari suatu rencana produksi. Selain biaya pemesanan dalam persediaan pun terkandung biaya penyimpanan. Yang termasuk dalam biaya penyimpanan diantaranya sewa gudang, biaya administrasi pergudangan, gaji pelaksana pergudangan, biaya listrik. Biaya penyimpanan dalam keberadaannya dapat sebagai persentase dari rata-rata per tahun maupun rupiah per tahun per unit barang. Sedangkan biaya kekurangan persediaan ini timbul sebagai akibat tidak adanya persediaan pada waktu diperlukan. Biaya kekurangan persediaan ini bukan biaya riil melainkan suatu kehilangan kesempatan termasuk di dalamnya karena proses produksi terhenti dari sebab tidak ada persediaan dalam proses, biaya administrasi tambahan, tertundanya permintaan, bahkan pelanggan yang kabur. Biaya pemesanan, biaya penyimpanan, biaya kekurangan persediaan terkandung di dalam persediaan.

Oka Sudana (2007), menyampaikan bahwa sistem Informasi Manajemen Inventory adalah sistem informasi yang mengelola data transaksi dan persediaan dalam gudang. Perusahaan yang bergerak dibidang produksi umumnya memerlukan Sistem Inventory. Sistem Inventory biasanya terdiri dari Sistem Penerimaan Barang, Sistem Pembelian Barang dan Sistem Gudang. Sistem ini harus dapat memberikan informasi inventory seperti informasi pengeluaran


(29)

barang, pembelian barang, penerimaan barang dan informasi lain secara cepat dan akurat, selain itu sistem dapat mempermudah kerja user.

Siswanto (2007), menyatakan bahwa salah satu persoalan manajemen yang potensial adalah persediaan. Dalam hal ini, istilah persediaan mencakup persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang dalam proses, dan persediaan barang jadi. Manajemen yang tidak baik terhadap persediaan bisa berakibat serius terhadap organisasi. Kondisi situasi serba pasti dan tidak pasti yang dihadapi oleh manajemen memunculkan model-model persediaan deterministik dan nir-deterministik. Pengelompokan ini murni dipengaruhi oleh karakteristik permintaan dan waktu pesanan datang.

Berdasarkan dua karakteristik utama parameter-parameter masalah persediaan, yaitu tingkat permintaan dan periode kedatangan pesanan, model-model persediaan dibedakan menjadi Model Deterministik dan Model Probablistik (Gambar 5). Kelompok model Deterministik ditandai oleh karakteristik tingkat permintaan dan periode kedatangan pesanan yang bisa diketahui sebelumnya secara pasti. Sebaliknya, jika salah satu atau kedua parameter itu tidak diketahui secara pasti sebelumnya sehingga harus didekati dengan distribusi probabilitas, maka hal itu menandai Model Probabilistik.Tujuan yang hendak dicapai dalam penyelesaian masalah persediaan adalah meminimumkan biaya total persediaan. Biaya-biaya yang digunakan dalam analisis adalah :

a. Biaya Pesan (Ordering Cost)

Biaya pesan timbul pada saat terjadi proses pemesanan suatu barang. Biaya biaya pembuatan surat, telepon, fax dan biaya-biaya overhead lain yang secara proporsional timbul karena proses pembuatan sebuah pesanan.

b. Biaya simpan (Carrying Cost)

Biaya simpan timbul pada saat terjadi proses penyimpanan barang. Sewa gudang, premi asuransi, biaya keamanan, dan biaya-biaya overhead lain yang relevan atau timbul karena proses penyimpanan suatu barang. Dalam hal ini, jelas sekali bahwa biaya-biaya tetap muncul meskipun persediaan tidak ada adalah bukan termasuk dalam kategori biaya simpan.


(30)

c. Biaya Kehabisan Persediaan (Stockout Cost)

Biaya kehabisan persediaan timbul pada saat persediaan habis atau tidak tersedia. Termasuk dalam kategori ini adalah kerugian karena mesin berhenti, atau karyawan tidak bekerja, peluang yang hilang untuk memperoleh keuntungan.

d. Biaya Pembelian (Purchase Cost)

Biaya pembelian timbul pada saat pembelian suatu barang. Secara sederhana biaya-biaya yang termasuk dalam kategori ini adalah biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar pembelian barang.

Sumber : Siswanto (2007)

Gambar 5. Model Deterministik vs Probabilistik

Namun demikian Gambar 6 menunjukkan, biaya-biaya yang digunakan tersebut muncul karena proses pengendalian persediaan sehingga relevan digunakan sebagai parameter model persediaan. Kesalahan dalam penggunaan atau proses penetapan kategori biaya-biaya tersebut sebagai parameter model akan

Masalah-masalah persediaan

Deterministik Probabilistik

1. P System 2. Q System 3. EOQ dasar 4. EOQ potongan

pembelian 5. EOQ back Order 6. EPQ

7. Wagner and Within 8. Silver and Meal 9. MRP

1. Analisis Marginal 2. EOQ Probabilistik 3. Simulasi


(31)

mengakibatkan kesalahan dalam proses pembuat keputusan manajemen persediaan.

Sumber : Siswanto 2007

Gambar 6. Masalah Persediaan

Model-model persediaan probabilistik ditandai oleh perilaku permintaan D(j) dan lead time L yang tidak dapat diketahui sebelumnya secara pasti sehingga perlu didekatidengan distribusi probabilitas. Jika salah satu bersifat probabilistik, maka asumsi pesanan datang pada saat persediaan habis mungkin tidak terpenuhi. Masalah kehabisan persediaan Ketika salah satu demand (permintaan) atau lead time (saat tenggang pesan) tidak bisa diketahui secara pasti sebelumnya, ada tiga kemungkinan yang akan terjadi yaitu persediaan habis ketika pesanan tiba, persediaan habis tepat pada saat pesanan tiba dan persediaan belum habis saat pesanan tiba.

Keempat kasus di atas telah memberi gambaran bagaimana perilaku permintaan (demand) dan saat pesanan datang (lead time), yang menyimpang dari perkiraan semula, bisa membawa akibat yang merugikan. Ini dapat berupa kehabisan atau kelebihan persediaan. Oleh karena itu, jalan keluar untuk mengantisipasi penyimpangan itu perlu dibentuk cadangan keras (iron stock) atau safety stock melalui pendekatan distribusi probabilitas. Persediaan Cadangan (safety stock) yaitu ketika permintaan (demand) selama periode kedatangan

Masalah-masalah Persediaan

Peminimuman biaya total persediaan

Biaya Pesan Biaya Pembelian

Biaya Simpan Biaya Kehabisan


(32)

pesanan (lead time) tidak bisa diketahui sebelumnya secara pasti, maka deviasi kapan persediaan dibutuhkan dan kapan persediaan datang harus diketahui. Distribusi normal akan digunakan untuk menggambarkan perilaku penyimpangan tersebut.

Model Probabilistik

Berbeda dengan EOQ model deterministik, model EOQ probabilistik memperhitungkan perilaku permintaan dan tenggang waktu pesanan datang (lead time) yang tidak pasti atau tidak bisa ditentukan sebelumnya secara pasti. Perilaku yang selalu berubah itu membawa akibat pada timbulnya masalah kehabisan persediaan, dimana sebagai jalan keluarnya, persediaan cadangan atau safety stock diadakan.

Ketidakpastian permintaan dan tenggang waktu pesanan memunculkan dua masalah baru. Pertama, keinginan untuk membangun persediaan cadangan yang tentu saja akan menimbulkan tambahan jenis biaya baru yang belum diperhitungkan oleh model EOQ dasar, yaitu biaya persediaan cadangan yang bersifat tetap. Kedua, jika persediaan cadangan tidak diadakan maka kehabisan persediaan akan menimbulkan biaya sebagai akibat berhentinya sistem, penurunan produktivitas, dan lain-lain. Kedua jenis biaya itu tentu saja berlawanan arah. Jika persediaan cadangan semakin besar, maka sebaliknya biaya kehabisan persediaan akan semakin kecil. Perlu ditambahkan kedua biaya tersebut sehingga berubah menjadi :

BTP = DS + Q h + BS + BKP Q 2

Di mana :

BTP = Biaya Total Persediaan (Rp) D = Kebutuhan (lt)

Q = Jumlah yang dipesan setiap kali pesanan dibuat (lt) S = Biaya pemesanan setiap kali pesanan dibuat (Rp) h = Biaya penyimpanan setiap unit persediaan (Rp) BS = Biaya Simpan (Rp)


(33)

Kehabisan persediaan disebabkan oleh kemungkinan tingkat pemakaian persediaan yang berbeda dari yang direncanakan atau tenggang waktu pesanan yang berbeda dari yang telah dijanjikan, maka besar kecilnya biaya kehabisan persediaan atau BKP sangat tergantung kepada sampai seberapa besar peluang kehabisan persediaan selama masa tenggang pesanan.

BKP = DBK ∑ ( Ki – SP ) P (Ki) Q

Dimana :

BK = Biaya Kehabisan Persedian per unit (Rp) Ki = Kebutuhan masa tenggang

SP = Saat Pesan Ulang

P = Siklus Pesan Ulang

Biaya simpan dalam probabilistik terdiri atas dua macam. Pertama, biaya simpan untuk setiap siklus pesanan. Kedua, biaya simpan persediaan cadangan

BS = h (SP – HP)

HP = Harapan pemakaian masa tenggang pesan Biaya total persediaan untuk model probabilistik adalah :

BTP = DS + Q h + h (SP – HP) + DBK ∑ ( Ki – SP ) P (Ki)

Q 2 Q

Q optimal model probabilistik adalah :

Q = (S + BK ∑ ( Ki – SP ) P (Ki) h

2.5. Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan adalah proses yang dikembangkan secara bertahap dan sistematis. Artinya memiliki kriteria yang sistematis melalui sistem-sistem prosedur tertentu yang jelas dan teratur. Suatu kriteria yang baik haruslah yang dapat memenuhi tiga syarat berikut :mempunyai suatu ukuran atau nilai yang jelas untuk pengambilan keputusan yang tepat, dapat digunakan untuk menilai berbagai alternatif pilihan, dapat dengan mudah dihitung dan dijabarkan. (Nasendi dan Anwar, 1985).


(34)

Gambar 7. Masalah Kehabisan Persediaan dan Persediaan Cadangan dalam Masa Tenggang (Siswanto 2007)

Hasil kajian Kusumawardani (2007), menunjukkan penilaian kepada prinsip pendekatan faktual dalam mengambil keputusan oleh pemilik perusahaan

pada IKM ”ChiDe Wrougt Iron Design”adalah pada rentang kriteria setuju yaitu

fakta yang terjadi antara lain kebijakan dan rencana kerja perusahaan didasarkan pada data dan informasi yang riil di lapangan, perusahaan menggunakan data statistik sebelum mengambil keputusan seperti data tingkat penjualan.

Suardi (2001) menyatakan keputusan yang efektif didasarkan kepada hasil analisis data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Langkah-langkah yang digunakan dalam menerapkan prinsip ini adalah :

1. Melakukan pengujian serta pengumpulan data dan informasi. 2. Memastikan data dan informasi yang akurat, dapat dipercaya. 3. Menganalisis data dan informasi dengan metode yang benar. 4. Memahami penggunaan teknik statistik.

5. Membuat keputusan dan menindaklanjutinya berdasarkan hasil analisis dan pengalaman.

Menurut Hawkins et al. (2007), terdapat tiga tipe proses pembelian yaitu: nominal decision making, limited decision making dan extended decision making (Gambar 8). Nominal decision making dapat juga digambarkan sebagai proses pembelian yang berdasarkan kebiasaan (habitual decision making) yang dalam

Q

Q

HP

SP K

Persediaan Tersedia

Persediaan Cadangan


(35)

proses pembeliannya tidak melalui tahap evaluasi alternatif. Limited decision

making merupakan tahap-tahap proses pembelian yang memerlukan adanya

evaluasi alternatif atas produk/jasa yang akan dibeli, pencarian informasi dapat bersumber dari internal dan atau eksternal dan adanya tahap evaluasi alternatif sebelum tahap pembelian dilakukan. Sedangkan extended decision making merupakan suatu proses pembelian yang melalui tahap-tahap pembelian yang lebih kompleks seperti pada tahap evaluasi alternatif dan tahap penilaian setelah pembelian yang dapat menghasilkan ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan terhadap produk atau jasa yang dibeli.

Gambar 8. Purchase Decision Making (Hawkins et al., 2007)

Secara garis besar tahap-tahap proses pembelian melalui beberapa tahap sebagai berikut :

a. Pengenalan Kebutuhan (problem recognition)

Tahapan pengenalan kebutuhan mulai dirasakan konsumen ketika adanya ketidaksesuaian antara keadaaan aktual (situasi konsumen sekarang) dengan keadaan yang diinginkan.

Low-involvement purchase

Nominal decision making

Problem recognition Selective Information search Limited internal Purchase Postpurchase No dissonance Very limited evaluation Problem recognition Generic Postpurchase Dissonance Complex evaluation Purchase Alternative evaluation Many attributes Complex decision rules Many alternatives Information search Internal External Problem recognition Generic

Extended decision making High-involvement

purchase

Limited decision making

Information search Internal

External

Alternative evaluation Few attributes Simple decision rules Few alternatives

Purchase

Postpurchase No dissonance Limited evaluation


(36)

b. Pencarian Informasi (information search)

Pencarian informasi adalah suatu aktivitas yang termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan (pencarian internal) atau perolehan informasi dari lingkungan (pencarian eksternal). Sumber-sumber informasi dapat bersumber dari:

1. Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan.

2. Sumber komersial: iklan, wiraniaga, agen, kemasan, pajangan. 3. Sumber publik: media massa, organisasi penilai konsumen. 4. Sumber pengalaman: ingatan, penanganan.

c. Evaluasi Alternatif (alternative evaluation)

Evaluasi alternatif adalah dimana konsumen mengevaluasi berbagai alternatif dan membuat pertimbangan nilai yang terbaik untuk memenuhi kebutuhannya.

d. Keputusan Pembelian (purchase)

Tahap ini dimana konsumen harus mengambil keputusan mengenai apa yang dibeli, dimana membeli, kapan akan membeli dan bagaimana cara membayarnya.

e. Evaluasi Setelah Pembelian (postpurchase)

Evaluasi dilakukan setelah proses pembelian terjadi. Hasil evaluasi setelah pembelian dapat berupa kepuasan atau ketidakpuasan. Jika konsumen merasa puas, maka keyakinan dan sikap yang terbentuk akan berpengaruh positif terhadap pembelian selanjutnya.

2.6. Pasar Bisnis

Pasar bisnis meliputi semua perusahaan /organisasi yang membeli barang dan jasa untuk digunakan dalam proses produksi barang dan jasa lainnya, atau untuk dijual kembali demi memperoleh keuntungan. Bila dibandingkan dengan pasar konsumen, pasar bisnis biasanya mempunyai unit pembelian yang lebih sedikit namun lebih besar, dan lebih berkonsentrasi secara geografis. Permintaan bisnis merupakan turunan,biasanya inelastis, dan lebih berfluktuasi. Lebih banyak pembeli yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan pembelian, dan pembeli bisnis lebih terlatih serta lebih professional daripada pembeli konsumen. Secara umum, pengambilan keputusan pembelian bisnis lebih kompleks, dan proses pembeliannnya lebih formal daripada pembelian konsumen (Kotler dan Amstrong, 2001).


(37)

Karakter pasar bisnis adalah pada struktur dan permintaan pasar, sifat unit pembelian (the nature of buying unit) dan tipe keputusan dan proses pengambilan keputusan yang terkait.

Stuktur dan permintaan pemasaran pasar bisnis mencakup :

- Pembeli pasar bisnis berjumlah lebih sedikit namun lebih besar - Pelanggan bisnis lebih berkonsentrasi secara geografis

- Permintaan pembeli bisnis berasal /diturunkan dari permintaan konsumen akhir

- Permintaan dalam kebanyakan pasar bisnis lebih inelastis (tidak terlalu dipengaruhi perubahan harga dalam jangka pendek)

- Permintaan dalam pasar bisnis lebih berfluktuasi dan lebih cepat. Sifat unit pembelian pasar bisnis mencakup :

- Pembelian bisnis melibatkan lebih banyak pembeli

- Pembelian bisnis melibatkan proses pembelian yang lebih profesional Tipe keputusan dan proses pembelian mencakup :

- Pembeli bisnis biasanya menghadapi keputusan pembelian yang lebih kompleks

- Proses pembelian bisnis lebih formal

- Dalam pembelian bisnis,pembeli dan penjual bekerja sama lebih erat dan membangun hubungan jangka panjang yang lebih dekat.

Pada model perilaku pembeli bisnis pemasaran dan rangsangan lain mempengaruhi perusahaan pembeli, dan menimbulkan tanggapan tertentu dari pembeli. Sebagaimana pembelian pelanggan, Rangsangan pemasaran untuk pembelian bisnis terdiri dari 4P : product (produk), price (harga), place (tempat/distribusi), dan promotion (promosi). Rangsangan lain termasuk kekuatan-kekuatan utama dalam lingkungan : ekonomis, teknologis, politis, budaya, dan kompetitif. Rangsangan-rangsangan ini memasuki perusahaan dan berubah menjadi tanggapan pembeli : pilihan produk dan jasa;pilihan pemasok; kuantitas pesanan; dan perjanjian pembelian, pelayanan, dan pembayaran.

Dalam perusahaan, aktivitas pembelian terdiri dari dua bagian utama : pusat pembelian, yang terdiri dari semua orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan, dan proses pengambilan keputusan pembelian. Model tersebut


(38)

memperlihatkan bahwa pusat pembelian dan proses pengambilan keputusan pembelian dipengaruhi baik oleh faktor-faktor organisasional, antarpribadi, dan individual, maupun oleh faktor lingkungan (Gambar 9).

Gambar 9. Aktivitas Pembelian Bisnis

Terdapat tiga tipe utama kondisi pembelian (buying situation), salah satu sisi ekstremnya adalah straight rebuy (pembelian kembali langsung), yang merupakan keputusan rutin. Sisi ekstrem yang lain adalah new task (tugas baru), yang mungkin memerlukan riset mendalam. Di tengah-tengah adalah modified rebuy (pembelian kembali yang dimodifikasi), yang membutuhkan riset sedikit. Kondisi straight rebuy, kondisi pembelian bisnis pada waktu pembelian secara rutin memesan kembali sesuatu tanpa modifikasi sama sekali. Kondisi modified rebuy, kondisi pembelian bisnis pada saat pembeli ingin memodifikasi spesifikasi produk, harga, perjanjian-perjanjian atau pemasok. Kondisi new task, sebuah kondisi pembelian pada saat pembeli membeli produk atau jasa pada pertama kalinya (Kotler dan Amstrong, 2001).

Menurut Kotler dan Armstrong (2001), unit pengambilan keputusan dalam perusahaan pembeli disebut pusat pembelian (buying center), yaitu semua individu dan unit yang berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan bisnis. Pusat pembelian termasuk semua anggota perusahaan yang memainkan salah satu dari lima peran dalam proses pengambilan keputusan pembelian, yaitu :

LINGKUNGAN

Rangsangan Pemasaran Produk, Harga, Tempat, Promosi

Rangsangan Lain Ekonomi, Teknologi, Politik, Budaya, Persaingan

Perusahaan Pembeli

(Pengaruh Organisasional)

TANGGAPAN PEMBELI

Pilihan produk atau jasa Pilihan Pemasok Kuantitas Pesanan Waktu dan perjanjian Pengiriman

Perjanjian Pelayanna Pembayaran Pusat Pembelian

(Pengaruh antarpribadi dan individu)

Proses Pengambilan Keputusan membeli


(39)

- Users (para pengguna) adalah para anggota perusahaan yang akan menggunakan produk atau jasa tersebut. Pengguna memulai dengan proposal pembelian dan membantu mendefinisikan spesifikasi produk.

- Influencers (pihak-pihak yang berpengaruh) sering membantu menentukan spesifikasi dan juga menyediakan informasi untuk penilaian beberapa alternatif. Personil teknis merupakan influencers yang cukup penting.

- Buyers (para pembeli) mempunyai otoritas formal untuk memilih pemasok dan menentukan perjanjian pembelian. Para pembeli sering membantu membentuk spesifikasi produk, namun peran utama mereka adalah memilih vendor dan bernegosiasi.

- Deciders (para pengambil keputusan) mempunyai kekuasaan formal dan

informal untuk memilih atau menyetujui pemasok akhir. Pada pembelian yang rutin, pembeli sering juga merupakan pengambil keputusan (deciders), atau paling tidak merupakan pihak yang meyetujui keputusan tersebut (approvers). - Gatekeepers (penjaga gerbang) mengendalikan aliran informasi kepada yang

lain. Sebagai contoh, agen-agen pembelian sering mempunyai otoritas untuk mencegah orang-orang penjualan (salespersons) menemui para pengguna atau para pengambil keputusan. Gatekeepers lainnya meliputi personil teknis dan bahkan para sekretaris pribadi.

Pusat pembelian bukanlah unit yang tetap dan diidentifikasikan secara formal dalam perusahaan pembeli, namun merupakan seperangkat peran pembelian yang dimainkan oleh orang-orang yang berbeda untuk pembelian yang berbeda-beda.

Gambar 10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembeli Bisnis Lingkungan

Ekonomi Teknologi Politik/Hukum Persaingan Budaya

Organisasional Tujuan Kebijakan Prosedur

Struktur Organisasi Sistem

Interpersonal Otoritas Status Empati Kepersuasifan

Individual Usia Pendidikan Posisi Pekerjaan Kepribadian Sikap Thd Resiko


(40)

Pengaruh-pengaruh besar pada perilaku pembeli bisnis (Gambar 10) yaitu :

- Faktor Lingkungan, Para pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan ekonomi masa kini dan masa datang, seperti tingkat permintaan primer, prospek ekonomi dan biaya memegang uang. Saat ketidakpastian ekonomi meningkat,para pembeli bisnis tidak membuat investasi baru dan berusaha mengurangi inventori mereka. Faktor lingkungan yang semakin penting adalah kekurangan bahan baku utama. Banyak perusahaan sekarang lebih bersedia membeli dan menyimpan lebih banyak inventori bahan-bahan langka untuk menjamin kecukupan pasokan.

- Faktor-faktor Organisasional, Setiap organisasi pembelian memiliki tujuan, kebijakan, prosedur, struktur dan sistem sendiri-sendiri. Tren organisasi dalam area pembelian, yang pertama adalah upgrade purchasing (pembelian uang meningkat). Tekanan persaingan mengubah dari purchasing department (departemen pembelian) yang menekankan pada pembelian dengan harga

semurah-murahnya menjadi procurement department (departemen

pemerolehan). Perusahaan juga bergerak menuju centralized purchasing (pembelian yang terpusat). Pembelian terpusat memberikan kekuatan pembelian yang lebih kepada perusahaan, sehingga dapat menghemat banyak. - Faktor-faktor Antarpribadi, Pusat pembelian biasanya melibatkan banyak

partisipan yang saling mempengaruhi.

- Faktor-faktor Individual, Faktor individual dipengaruhi oleh karakter pribadi seperti umur, pendapatan, pendidikan, identifikasi profesional, kepribadian dan sikap dalam menghadapi resiko.

Proses pembelian bisnis mencakup (Kotler dan Amstrong, 2001) : - Pengenalan masalah

- Deskripsi kebutuhan secara umum - Spesifikasi Produk

- Pencarian Pemasok

- Spesifikasi rutin pemesanan - Pengkajian kinerja


(41)

2.7. Kajian Penelitian Terdahulu

Kusuma (2010) mengungkapkan bahwa sistem akuisisi data monitoring level pada realplant dengan menggunakan 2 sensor level sebagai alat ukur dan penerima data input pada tangki yang berbeda serta mikrokontroler sebagai kontroler,output akhir sistem akuisisi data ini pada tampilan LCD. Pada sistem akuisisi data ini diperoleh respon hasil dari alat yang dibuat. Akurasi alat rata-rata 99% dan error rata-rata 1%, sedangkan sensitivitas 1,58 dimana saat data dibaca dan diolah bekerja maksimal. Perbandingan antara tinggi dan diameter tangki sangat berpengaruh pada kemampuan kerja sensor.

Isnarti (2008) merumuskan sebuah model dinamis yang disebut sebagai Dynamic Integrated Inventory and Distribution Problem (DIIDP). Pada model statis semua informasi mengenai inventory level dan laju demand dari retailer harus diketahui sebelum memutuskan jadwal dan rute pengiriman. Pada keadaan yang dinamis, supplier harus lebih responsif. Pemasok harus memenuhi permintaan pengiriman baru yang diterima selama kendaraan telah diberangkatkan. Tujuan model DIIDP adalah meminimumkan biaya distribusi dengan menjamin tidak terjadi stock out.

Untuk penerapan model, dibuat metode heuristik yang mengkombinasikan algoritma Tabu Search dan Nearest Neighbor. Kemudian dilakukan evaluasi performansi heuristik yang dijalankan berdasarkan kondisi nyata Instalasi Surabaya Group (ISG) Pertamina. ISG Pertamina adalah supplier yang bertanggung jawab untuk melakukan pengisian BBM di SPBU. Hasil percobaan numerik menunjukkan bahwa metode heuristik mampu bekerja dengan baik untuk melakukan pengaturan rute ulang jadwal dan rute kendaraan sehingga meminimumkan biaya distribusi.

Ardhanarysvari (2008) melakukan penelitian yang bertujuan untuk merancang strategi distribusi yang baru dengan menerapkan Inventory Routing Problem (IRP) guna meminimumkan total cost. PT Petrokimia Gresik yang menentukan besarnya quantity delivery yang optimal, interval waktu pengiriman yang tepat, serta rute kendaraan yang terbaik ke masing-masing kios. Dengan menerapkan konsep IRP tersebut, maka kios tidak perlu lagi mengelola inventory sehingga dapat mengurangi inventory holding cost. Berdasarkan penelitian ini,


(42)

sistem distribusi dengan menggunakan konsep IRP dapat mengurangi total cost sebesar Rp 403.437,- per hari atau Rp 145.237.606,- per tahun, dengan melakukan pengiriman pupuk sebanyak 3 kali dalam periode 6 hari dan dalam jumlah yang sama. Hasil tersebut diperoleh setelah melalui fase inisialisasi dan fase improvement.

Menurut Meinardy (2007), tingkat inventory yang tinggi pada gudang bahan baku PT. X menjadi permasalahan dan menyebabkan terhambatnya modal kerja perusahaan, perputaran bahan baku rendah, dan biaya inventory yang tinggi. PT. X yang berlokasi di Sidoarjo adalah sebuah perusahaan Food and Beverage dengan produk utama Kerupuk. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pengaturan tingkat inventory pada gudang bahan baku sehingga tercapai suatu kondisi yang sesuai dengan kebutuhan PT. X yaitu tingkat inventory yang rendah dan mampu mendukung kegiatan produksi.Dengan data tahun-tahun sebelumnya yang dimiliki oleh PT. X, dilakukan perencanaan kebutuhan bahan baku dan pengaturan tingkat inventory dengan menggunakan MRP, serta dilakukan perkiraan tingkat permintaan untuk setiap produk PT. X yang akan datang. Dengan demikian PT. X memiliki tingkat inventory bahan baku yang lebih rendah daripada sebelumnya, dalam jumlah yang tepat, dan tentunya dengan biaya yang relatif lebih rendah dari sebelumnya.

Astana (2007) melakukan perencanaan kebutuhan material dengan metode MRP yang penerapannya diawali dengan melakukan peramalan akan jumlah permintaan / produksi untuk waktu yang akan datang. Peramalan tersebut menggunakan metode Moving Average WithLinear trend dan Single Eksponential Smoothing With Linear Trend. Dengan mengetahui harga bahan penyusun, data kebutuhan material, stuktur produk, dan biaya untuk persediaan material, kemudian dilakukan perbandingan biaya perencanaan persediaan dengan menggunakan metode Lot For Lot (LFL), Fixed Period Requirement (FPR), Fixed Order Quantity (FOQ). Metode ini diterapkan di PT Torsina Redikon, dan dari ketiga metode tersebut dipilih metode yang menghasilkan biaya paling minimum. Dari analisa yang dilakukan, teknik lot size Lot For Lot (LFL) menghasilkan biaya total persediaan yang terendah yaitu Rp. Rp.9.652.434.320,00


(43)

Beberapa mekanisme dan rancangan basis data tetap mengacu pada sistem yang telah ada sehingga proses-proses pada aplikasi sistem akan relatif sama. Sistem ini dapat memberikan informasi permintaan barang ke gudang (store requisition), pengeluaran barang (stock transfer), permintaan pembelian barang (purchase requisition), pembelian barang (purchase order), penerimaan barang (receiving), Informasi mengenai barang yang telah rusak (spoil), pengembalian barang (retur) dan informasi inventory lainnya. Rancangan basis data menggunakan dua database untuk menanggulangi masalah volume data transaksi. Setiap akhir tahun akan dilakukan backup transaksi, yaitu pemindahan data transaksi dari database aktif ke database history sehingga beban volume data transaksi pada database aktif akan berkurang dan sistem dapat bekerja lebih cepat. Selain itu proses pemelihaaran akan menjadi relatif lebih mudah (Sudana 2007).


(44)

3.1.1 Lokasi dan Waktu

Lokasi kajian utama adalah SPBU XYZ di Cibinong Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2009 dengan mengambil data bulan Januari – Desember tahun 2008.

3.1.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara : (1) Studi kepustakaan (eksplorasi), (2) Pengamatan langsung di SPBU,(3) Membuat daftar pertanyaan (kuesioner) dan wawancara dengan manajemen perusahaan. Bentuk kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1.

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuisioner mengenai profil dan karakteristik SPBU. Data Sekunder mencakup data-data kuantitatif, yaitu :

- Data harian jumlah penjualan premium, pertamax dan solar tahun 2008 - Data harian jumlah penerimaan premium, pertamax dan solar tahun 2008 - Data harian jumlah stok premium, pertamax dan solar selama tahun 2008 - Data harga premium, solar dan pertamax selama tahun 2008

3.2 Metode Analisis 3.2.1 Deskriptif Kualitatif

Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif terhadap karakteristik responden SPBU dan proses pengendalian persediaan BBM SPBU. Hal ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data dari hasil kuesioner sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku umum.

3.2.2 Analisis data

Dalam penelitian ini analisis data kuantitatif dilakukan dengan metode EOQ Probabilistik (Siswanto, 2007) dengan asumsi :

- Perilaku penerimaan tidak pasti


(45)

I. Harapan Pemakaian dalam Masa Pesan (HP) dihitung dengan persamaan :

HP = ∑ ((X (Y/n)) Dimana :

X = penjualan per hari (lt),Januari – November 2008 Y = frekuensi kemunculan data

n = jumlah data

II. Pemesanan optimal (Q)dihitung dengan persamaan :

Bila diasumsikan bahwa peluang kehabisan persediaan adalah nol maka :

∑(ki - SP) P (Ki) = 0 sehingga :

Di mana :

Q = Jumlah yang dipesan setiap kali pesanan dibuat (lt) D = Kebutuhan (lt)

S = Biaya pemesanan setiap kali pesanan dibuat (Rp.) h = Biaya penyimpanan setiap unit persediaan (Rp.)

III. Peluang Kehabisan Persediaan P(KP) dihitung dengan persamaan :

Dimana :

P (KP) = Peluang kehabisan persediaan BKP = Biaya kehabisan persediaan (Rp.)

Didapatkan nilai peluang kehabisan persediaan P (KP) yang pada kurva normal menunjukkan nilai z atau faktor keamanan. Nilai faktor keamanan ini selanjutnya akan digunakan dalam analisis perhitungan persediaan cadangan.


(46)

IV. Persediaan cadangan dihitung dengan persamaan : Persediaan Cadangan = Faktor keamanan X σ

Faktor keamanan sudah diketahui yaitu sebesar z. Nilai σ didapatkan dari perhitungan :

σ = ∑(Xi – X)2 n

dimana :

Xi = data penjualan per hari (lt), Januari – November 2008

X = jumlah total penjualan di bagi dengan jumlah hari penjualan (lt)

N = jumlah data

V. Saat Pesan Ulang Ekonomis

Saat Pesan Ulang ekonomis diperkirakan dengan persamaan :

Saat Pesan Ulang = Persediaan Cadangan (l) + Harapan Pemakaian Persediaan Saat Pesan (l)


(47)

4.1 Kondisi Umum Perusahaan

Kecamatan Cibinong yang termasuk dalam Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 42,49 km2 mencakup 12 desa dan termasuk klasifikasi desa swasembada dan desa kota. Kecamatan Cibinong mempunyai sebanyak 40.327 rumah tangga dan jumlah penduduk mencapai 182.844 jiwa yang terdiri dari 89.582 laki-laki dan 93.262 perempuan. Kepadatan penduduk 3.912 (jiwa / km2). Stasiun Pengisi Bahan Bakar (SPBU) berlokasi di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Latar belakang berdirinya SPBU ini pada 3 Desember 1999 adalah atas gagasan pribadi pemilik dengan pertimbangan bahwa prospek usaha SPBU menjanjikan. SPBU didirikan dengan menggunakan modal awal dari pemilik sebesar Rp. 500 juta dan hingga saat ini modal awalnya telah mencapai Rp. 1 Milyar dan telah memiliki aset senilai Rp. 15 M. Pegawai yang dipekerjakan pada SPBU XYZ saat ini berjumlah 36 orang dengan rincian yang rinciannya disampaikan pada Lampiran 1. Jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dijual yaitu premium, solar dan pertamax sedangkan jenis non BBM yang dijual yaitu pelumas. Penghargaan yang telah diterima yaitu SPBU Pasti Pas 2009 dan SPBU Percontohan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) 2005.

4.2 Persedian BBM SPBU XYZ 4.2.1. Pemesanan BBM

Mekanisme transaksi pemesanan BBM Pertamina oleh SPBU XYZ dilakukan melalui Bank. Pemesanan dapat dilaksanakan lebih cepat, mudah dan aman karena menggunakan sistem host to host single entry yang akurat serta efisien.

Sistem ini memungkinkan pemilik SPBU tidak perlu datang untuk menebus Delivery Order (DO) ke kantor Pertamina tetapi cukup hanya melalui Bank. Rekening SPBU di Bank dapat langsung dipotong sesuai dengan permintaan pembelian dan DO akan tercetak di Depot pengiriman produk Pertamina, untuk pengiriman barang sesuai dengan keinginan pembeli. Transaksi berdasarkan sistem host to host ini merupakan fasilitas online payment banking


(48)

sistem. Sistem ini merupakan fasilitas kerjasama online payment Bank dengan sistem Pertamina.

Proses transaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : Nasabah SPBU menyetorkan sejumlah uang sesuai jumlah BBM yang ditebus. Kemudian dilakukan transaksi penebusan BBM melalui sistem H2H OPBS. Setelah transaksi terjadi dan diperoleh bukti berupa nomer SO (sales order) maka rekening giro SPBU akan dipotong dan akan dimasukkan ke rekening pertamina secara otomastis sesuai pembelian BBM. Pada saat itu juga akan tercatat secara on line jumlah pemesanan BBM di Pertamina dalam bentuk DO (delivery order) yang merupakan bukti perintah pengiriman BBM ke SPBU. Proses pengiriman BBM oleh Pertamina ke SPBU dilakukan paling cepat sehari setelah proses pemesanan melalui Bank. BBM akan dikirimkan menggunakan truk tangki pengangkut BBM.

4.2.2. Persediaan BBM

Penerimaan BBM dengan truk tangki BBM akan diperiksa setibanya di SPBU yaitu kesesuaian data SO dengan DO dari Pertamina yang mencakup jenis BBM, jumlah BBM, identitas truk tangki pengiriman, tanggal waktu pemesanan dan tanggal waktu pengiriman BBM. Jaminan kesesuaian jumlah pengiriman pesanan BBM dilakukan Pertamina melalui penyegelan pada truk tangki pengiriman BBM. Nilai toleransi yang berlaku sesuai aturan Pertamina mengenai jumlah kekurangan pengiriman pesanan BBM adalah pada batas jumlah kekurangan maksimal 10 lt per 8.000 lt pengiriman BBM. SPBU selanjutnya melakukan pengukuran kualitas BBM yang diterima dengan menggunakan alat pengukur kualitas BBM (dari Pertamina) pada sampel yang diambil per 8.000 lt. Setelah melalui pemeriksaan kualitas, kesesuaian pesanan dengan pengiriman BBM, kemudian BBM dimasukkan ke dalam tangki pendam persediaan BBM di SPBU. Sebelum dan sesudah proses pemasukan BBM dari truk tangki pengiriman ke tanki pendam, SPBU melakukan pemeriksaan jumlah BBM di dalam tangki pendam untuk menentukan jumlah BBM yang diterima di dalam tangki pendam.

Pengukuran persediaan stok BBM di dalam tangki pendam dilakukan SPBU setiap hari pada jam tujuh pagi. SPBU kemudian melakukan perbandingan nilai stok persediaan dengan hasil pencatatan nilai penjualan BBM melalui mesin


(49)

pompa BBM. Hasil pemeriksaan ini digunakan untuk melihat kesesuaian jumlah pengeluaran BBM dari tangki pendam dan hasil penjualan BBM.

4.3 Pengendalian persediaan SPBU XYZ

Pengendalian persediaan BBM di SPBU XYZ dilakukan secara sederhana berdasarkan data penjualan dan persediaan stok BBM. Pemesanan BBM dilakukan SPBU XYZ dalam satuan liter. Truk tangki pengiriman BBM Pertamina tersedia dengan kapasitas angkut 8.000 lt, 16.000 lt, 24.000 lt dan 32.000 lt.

Kriteria yang dilakukan SPBU XYZ dalam menentukan jumlah pemesanan BBM adalah pertama melalui prediksi penjualan, ke dua berdasarkan stok minimal yang harus ada di dalam tangki pendam dan ketiga adalah frekuensi maksimal pemesanan dalam waktu satu minggu. Dalam ssatu minggu maksimal dapat dilakukan 2 kali pemesanan. Perkiraan volume penjualan BBM didapatkan SPBU XYZ dari rata-rata penjualan hari sebelumnya dan berdasarkan pengalaman. Jumlah stok minimal persediaan BBM di dalam tangki pendam SPBU XYZ ditentukan sebesar minimal dua kali tingkat penjualan hari sebelumnya.

Tenggang waktu (lead time) pengiriman pesanan BBM dari saat pemesanan sampai pesanan diterima oleh SPBU membutuhkan waktu satu hari. Frekuensi pemesanan disesuaikan dengan tingkat penjualan per hari. SPBU XYZ cenderung meningkatkan frekuensi pemesanan untuk mengantisipasi jika suatu saat terjadi kelangkaan bahan baku BBM. Pengendalian persediaan bahan baku persediaan BBM penting bagi SPBU XYZ untuk kelancaran proses pelayanan.

4.3.1. Bahan Bakar Premium

Penentuan jumlah nilai penerimaan premium oleh SPBU XYZ mempertimbangkan terhadap nilai stok persediaan dan nilai penjualan. Fekuensi penerimaan premium yang sangat tinggi ditunjukkan oleh Tabel. 5, yaitu 305 penerimaan dalam setahun dengan rata-rata jumlah sekali penerimaan 24.630 l perhari dan rata-rata intensitas pemesanan dilakukan setiap hari. Jumlah


(1)

155 351 -190.60 36,328.36

156 422 -119.60 14,304.16

157 344 -197.60 39,045.76

158 315 -226.60 51,347.56

159 308 -233.60 54,568.96

160 464 -77.60 6,021.76

161 348 -193.60 37,480.96

162 251 -290.60 84,448.36

163 242 -299.60 89,760.16

164 234 -307.60 94,617.76

165 330 -211.60 44,774.56

166 425 -116.60 13,595.56

167 238 -303.60 92,172.96

168 225 -316.60 100,235.56

169 310 -231.60 53,638.56

170 389 -152.60 23,286.76

171 308 -233.60 54,568.96

172 379 -162.60 26,438.76

173 441 -100.60 10,120.36

174 326 -215.60 46,483.36

175 301 -240.60 57,888.36

176 338 -203.60 41,452.96

177 340 -201.60 40,642.56

178 394 -147.60 21,785.76

179 349 -192.60 37,094.76

180 392 -149.60 22,380.16

181 264 -277.60 77,061.76

182 392 -149.60 22,380.16

183 279 -262.60 68,958.76

184 285 -256.60 65,843.56

185 239 -302.60 91,566.76

186 276 -265.60 70,543.36

187 455 -86.60 7,499.56

188 336 -205.60 42,271.36

189 309 -232.60 54,102.76

190 324 -217.60 47,349.76

191 276 -265.60 70,543.36

192 338 -203.60 41,452.96

193 255 -286.60 82,139.56

194 411 -130.60 17,056.36

195 447 -94.60 8,949.16

196 294 -247.60 61,305.76

197 366 -175.60 30,835.36

198 343 -198.60 39,441.96

199 285 -256.60 65,843.56

200 301 -240.60 57,888.36

201 389 -152.60 23,286.76

202 347 -194.60 37,869.16

203 334 -207.60 43,097.76

204 335 -206.60 42,683.56

205 286 -255.60 65,331.36


(2)

No. Penjualan

207 322 -219.60 48,224.16

208 544 2.40 5.76

209 346 -195.60 38,259.36

210 313 -228.60 52,257.96

211 423 -118.60 14,065.96

212 250 -291.60 85,030.56

213 292 -249.60 62,300.16

214 304 -237.60 56,453.76

215 375 -166.60 27,755.56

216 367 -174.60 30,485.16

217 385 -156.60 24,523.56

218 290 -251.60 63,302.56

219 288 -253.60 64,312.96

220 337 -204.60 41,861.16

221 340 -201.60 40,642.56

222 500 -41.60 1,730.56

223 363 -178.60 31,897.96

224 293 -248.60 61,801.96

225 216 -325.60 106,015.36

226 253 -288.60 83,289.96

227 441 -100.60 10,120.36

228 299 -242.60 58,854.76

229 433 -108.60 11,793.96

230 236 -305.60 93,391.36

231 308 -233.60 54,568.96

232 299 -242.60 58,854.76

No. Penjualan

233 321 -220.60 48,664.36

234 395 -146.60 21,491.56

235 391 -150.60 22,680.36

236 410 -131.60 17,318.56

237 293 -248.60 61,801.96

238 354 -187.60 35,193.76

239 476 -65.60 4,303.36

240 366 -175.60 30,835.36

241 226 -315.60 99,603.36

242 529 -12.60 158.76

243 439 -102.60 10,526.76

244 444 -97.60 9,525.76

245 475 -66.60 4,435.56

246 473 -68.60 4,705.96

247 441 -100.60 10,120.36

248 446 -95.60 9,139.36

249 467 -74.60 5,565.16

250 568 26.40 696.96

251 390 -151.60 22,982.56

252 610 68.40 4,678.56

253 462 -79.60 6,336.16

254 325 -216.60 46,915.56

255 381 -160.60 25,792.36

256 427 -114.60 13,133.16

257 430 -111.60 12,454.56


(3)

259 492 -49.60 2,460.16

260 366 -175.60 30,835.36

261 533 -8.60 73.96

262 466 -75.60 5,715.36

263 477 -64.60 4,173.16

264 553 11.40 129.96

265 516 -25.60 655.36

266 396 -145.60 21,199.36

267 585 43.40 1,883.56

268 413 -128.60 16,537.96

269 716 174.40 30,415.36

270 559 17.40 302.76

271 742 200.40 40,160.16

272 567 25.40 645.16

273 552 10.40 108.16

274 599 57.40 3,294.76

275 508 -33.60 1,128.96

276 404 -137.60 18,933.76

277 389 -152.60 23,286.76

278 350 -191.60 36,710.56

279 429 -112.60 12,678.76

280 418 -123.60 15,276.96

281 515 -26.60 707.56

282 382 -159.60 25,472.16

283 466 -75.60 5,715.36

284 486 -55.60 3,091.36

285 519 -22.60 510.76

286 342 -199.60 39,840.16

287 474 -67.60 4,569.76

288 475 -66.60 4,435.56

289 341 -200.60 40,240.36

290 698 156.40 24,460.96

291 381 -160.60 25,792.36

292 709 167.40 28,022.76

293 681 139.40 19,432.36

294 422 -119.60 14,304.16

295 403 -138.60 19,209.96

296 570 28.40 806.56

297 441 -100.60 10,120.36

298 420 -121.60 14,786.56

299 607 65.40 4,277.16

300 515 -26.60 707.56

301 417 -124.60 15,525.16

302 401 -140.60 19,768.36

303 441 -100.60 10,120.36

304 546 4.40 19.36

305 494 -47.60 2,265.76

306 900 358.40 128,450.56

307 1,183 641.40 411,393.96

308 1,346 804.40 647,059.36

309 1,336 794.40 631,071.36


(4)

No. Penjualan

311 678 136.40 18,604.96

312 1,293 751.40 564,601.96

313 1,392 850.40 723,180.16

314 1,464 922.40 850,821.76

315 1,077 535.40 286,653.16

316 1,021 479.40 229,824.36

317 1,047 505.40 255,429.16

318 1,149 607.40 368,934.76

319 1,406 864.40 747,187.36

320 1,659 1,117.40 1,248,582.76

321 1,459 917.40 841,622.76

322 1,379 837.40 701,238.76

323 1,839 1,297.40 1,683,246.76

No. Penjualan

324 1,421 879.40 773,344.36

325 1,516 974.40 949,455.36

326 1,455 913.40 834,299.56

327 1,804 1,262.40 1,593,653.76

328 1,467 925.40 856,365.16

329 1,462 920.40 847,136.16

330 1,911 1,369.40 1,875,256.36

331 1,250 708.40 501,830.56

332 327 -214.60 46,053.16

333 1,865 1,323.40 1,751,387.56 334 1,957 1,415.40 2,003,357.16

335 932 390.40 152,412.16


(5)

iv

Andry Kurniawan B. ”Menentukan Persediaan BBM yang Tepat Melalui Metode EOQ Probabilistik (Studi Kasus SPBU XYZ di Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh Ma’mun Sarma sebagai ketua dan Nora H. Pandjaitan sebagai anggota.

Pelaksanaan operasional Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sangat tergantung pada penerimaan, penjualan serta stok BBM. Melalui ketiga aktivitas utama inilah SPBU menjalankan bisnisnya. Frekuensi penerimaan tidak teratur karena umumnya didasarkan pada perkiraan kebutuhan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya stok tangki kosong atau berlebih. Kondisi ini berdampak pada kesulitan dalam memperkirakan kebutuhan dana untuk pembayaran BBM. Untuk itu perlu dilakukan penelitian guna melihat pengaruh jumlah stok dan penjualan BBM terhadap keputusan penerimaan BBM oleh pengusaha SPBU.

Tujuan penelitian ini adalah a) Mengidentifikasi profil dan proses pengendalian persediaan BBM di SPBU XYZ, b) Mengetahui komponen biaya yang berpengaruh dalam penebusan BBM SPBU XYZ, c) Menentukan jumlah pemesanan persediaan BBM yang optimum, dan d) Menentukan saat pesan persediaan yang tepat untuk penebusan BBM. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner mengenai profil dan karakteristik SPBU. Data Sekunder mencakup data-data kuantitatif yaitu : data jumlah penerimaan, penjualan dan stok produk premium, pertamax dan solar selama tahun 2008, serta data harga ke tiga jenis BBM tersebut selama tahun 2008. Analisa data dilakukan dengan menggunakan metode EOQ (economic order quantity) probabilistik.

Parameter yang digunakan di SPBU XYZ dalam menentukan jumlah pemesanan BBM adalah pertama melalui prediksi penjualan, ke dua menentukan minimal stok yang harus ada di dalam tangki pendam dan ketiga adalah menentukan frekuensi maksimal pemesanan dalam waktu satu minggu adalah dua kali. Pemesanan juga harus disesuaikan dengan kapasitas muatan tangki truk atau kontainer yang akan digunakan sebagai sarana transportasi pengangkut BBM dari depot Pertamina ke SPBU. Biaya persediaan SPBU XYZ terdiri dari biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya kehabisan persediaan. Total biaya persediaan yang paling tinggi adalah untuk produk premium. Hal ini terjadi karena dibandingkan dengan produk solar dan pertamax, frekuensi pemesanan premium adalah yang paling tinggi yaitu hampir setiap hari,.

Berdasarkan hasil analisis dengan metode pengendalian EOQ probabilistik untuk premium diusulkan jumlah pemesanan optimum adalah 23.942 lt. Sesuai dengan kapasitas truk tangki pengangkut BBM, maka jumlah pemesanan penebusan BBM premium SPBU XYZ adalah sebesar 24,000 kl. Untuk BBM solar nilai pemesanan optimum adalah 10.933 lt. Sesuai dengan ketersediaan truk tangki pengangkut BBM, maka jumlah penebusan solar adalah 8,000 kl. Untuk BBM pertamax diusulkan jumlah pemesanan optimum adalah 2.484 lt. Kapasitas truk tangki pengangkut BBM terendah adalah 8.000 l maka jumlah penebusan BBM pertamax adalah sebesar 8.000 l. Hal ini menyebabkan setiap kali penebusan pertamax terjadi kelebihan jumlah pemesanan sebanyak 5.516 lt. Kelebihan pemesanan ini mengakibatkan bertambahnya biaya simpan persediaan


(6)

v

pertamax. Tambahan biaya ini merupakan konsekuensi yang harus diterima oleh SPBU XYZ yang disebabkan oleh terbatasnya kapasitas angkut truk tangki BBM Pertamina. Pemesanan ulang premium yang tepat adalah pada saat ketersediaan stok di tangki pendam sebesar 24.008 lt. Pemesanan ulang solar SPBU XYZ yang tepat adalah pada saat kondisi persediaan tersisa sebesar 12.682 lt, sedangkan pemesanan ulang pertamax yang optimum dapat dilakukan pada saat jumlah stok persediaan pertamax sebesar 1.534 lt.

Kapasitas truk tangki pengangkut BBM yang terbatas merupakan kendala bagi SPBU untuk melakukan pemesanan penerimaan BBM yang optimum. Kendala ini berpengaruh cukup signifikan terhadap pengendalian biaya total persediaan. Keterbatasan ini disikapi oleh SPBU XYZ dengan konsistensi pengendalian persediaan dalam tangki pendam dan melakukan pemesanan ulang pada saat yang tepat dengan memperhitungkan frekuensi pemesanan sehingga tidak melebihi stok persediaan yang diusulkan.