Organogenesis dan konservasi in vitro pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.).

ORGANOGENESIS DAN KONSERVASI IN VITRO
PAMELO (Citrus maxima (Burm.) Merr.)

KARTIKA NING TYAS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Organogenesis dan Konservasi
In Vitro Pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.).” adalah karya saya sendiri
dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.

Bogor, Agustus 2012


Kartika Ning Tyas
NRP A262070071

ABSTRACT
KARTIKA NING TYAS. Organogenesis and In Vitro Conservation of
Pummelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.). Under the direction of Slamet
Susanto, Iswari Saraswati Dewi and Nurul Khumaida.
Indonesia has high diversity of pummelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) which
economically potential. The pummelo diversity must be conserved to overcome
its extinction due to biotic and abiotic stresses. In vitro conservation using slow
growth technique can be considered as an alternative of ex-situ conservation. The
objective of this research was to study pummelo organogenesis and to find out an
effective medium to conserve pummelo using slow growth technique. Three
experiments were conducted in this research to conserve pummelo. Organogenesis
was induced on pummelo leaf, root and epicotyl to find out the best explant and
medium to produce pummelo shoot effectively. Two conservation experiments
using slow growth were conducted to find out the best medium to conserve
pummelo. The first conservation experiment was done using reduction of MS
medium and sucrose concentration, while the second conservation method was

done using osmotic regulator and retardant. The results showed effective direct
organogenesis of pummelo could be induced by culturing epicotyl explant
vertically in MS medium without plant growth regulator under 24 hour light. In
the first conservation experiment, the best medium to conserve pummelo using
reduction of MS medium and sucrose concentration was MS medium without
sucrose that inhibited leaf formation 37%, shoot elongation 75%, root elongation
49,4%, and the estimation to conserve pummelo was 30,7 months. While in the
second conservation experiment, the best medium to conserve pummelo using
osmoticum and retardant is MS + sorbitol 2% + paclobutrazol 7,5 ppm, that
inhibited shoot length 65,1%, leaf formation 84,6%, root number 20%, root
length 81%, and the estimation to conserve pummelo was 22,2 months. However,
based on percentage of growth inhibition to the planlet and the appearance of the
conserved planlet, the more suitable medium to conserve pummelo was MS +
sorbitol 2% + paclobutrazol 7,5 ppm. After conservation periode, pummelo could
grow normally in recovery medium (MS0) and aclimatization medium (soil :
husk : compos = 2 : 1 :1).
Keyword : pummelo, slow growth, conservation, osmoticum, paclobutrazol

RINGKASAN
KARTIKA NING TYAS. Organogenesis dan Konservasi In Vitro Pamelo

(Citrus maxima (Burm.) Merr.). Dibimbing oleh Slamet Susanto, Iswari Saraswati
Dewi dan Nurul Khumaida.
Indonesia memiliki plasma nutfah pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.)
yang beragam dan potensial secara ekonomi. Budidaya pamelo pada sebagian
besar sentra produksi dilakukan di lahan pekarangan yang rentan terhadap alih
fungsi lahan dan dilakukan tidak secara intensif sehingga tanaman mudah
terserang hama penyakit. Kekayaan plasma nutfah pamelo pada masing-masing
sentra produksi bersifat khas sehingga perlu dijaga kelestariannya, antara lain
melalui konservasi eks-situ secara in vitro menggunakan teknik pertumbuhan
lambat (slow growth). Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari
organogenesis pada pamelo dan mendapatkan media yang efektif

untuk

konservasi in vitro pamelo melalui pertumbuhan lambat.
Penelitian ini terdiri atas tiga percobaan. Percobaan pertama adalah
organogenesis untuk menginduksi pembentukan tunas adventif pada eksplan
daun, akar dan epikotil pamelo untuk mendapatkan eksplan dan media yang
efektif dalam menghasilkan tunas adventif secara langsung. Dua percobaan
konservasi dilakukan untuk mendapatkan media yang sesuai untuk konservasi

pamelo. Percobaan konservasi pertama dilakukan menggunakan penurunan
konsentrasi media MS dan sukrosa, sedangkan percobaan konservasi kedua
dilakukan menggunakan osmotikum dan retardan.
Hasil pengamatan menunjukkan penggunaan eksplan epikotil yang dikultur
secara vertikal pada media MS0 dengan lama penyinaran selama 24 jam
merupakan cara paling efektif untuk memperoleh tunas secara langsung. Eksplan
dapat menghasilkan 1 – 3 tunas/eksplan, dengan tingkat keberhasilan 100%. Pada
Pada percobaan konservasi dengan menggunakan penurunan konsentrasi media
MS dan sukrosa, media terbaik adalah MS tanpa sukrosa, media ini menyebabkan
penghambatan

pembentukan

daun

37%,

pemanjangan

tunas


75%

dan

pemanjangan akar 49,4%. Media MS tanpa sukrosa diperkirakan dapat digunakan
untuk konservasi pamelo selama 30,7 bulan. Sementara itu pada percobaan
konservasi dengan osmotikum dan retardan, planlet yang berasal dari tunas

adventif dengan empat daun yang dikonservasi pada media MS + sorbitol 2% +
paklobutrasol 7,5 ppm merupakan yang terbaik. Media ini menyebabkan
penghambatan

pemanjangan

tunas

65,1%,

pembentukan


daun

84,6%,

pembentukan akar 81% serta panjang akar 20%. Tunas adventif yang dikonservasi
pada media ini diperkirakan dapat dikonservasi selama 22,2 bulan. Jika
dibandingkan dengan konservasi pamelo pada media MS tanpa sukrosa maka
berdasarkan persen penghambatan pertumbuhan dan visual planlet yang tetap
hijau tampak konservasi pamelo yang paling sesuai adalah dengan menggunakan
tunas adventif pada media MS + sorbitol 2% + paklobutrasol 7,5 ppm.
Media konservasi tetap dapat memelihara kemampuan tumbuh planlet
selama tujuh bulan periode konservasi. Planlet dapat membentuk daun baru satu
bulan setelah subkultur pada media pemulihan (MS0). Pada konservasi dengan
penurunan konsentrasi media MS dan sukrosa, planlet yang dapat membentuk
daun baru sebanyak 83,33% pada media yang mengandung sukrosa dan 66,67%
pada media yang tidak mengandung sukrosa. Pada konservasi dengan osmotikum
dan retardan, semua planlet yang berasal dari tunas adventif dapat membentuk
daun baru. Planlet yang berasal dari pucuk kecambah yang dapat membentuk
daun baru sebanyak 66,7% pada media yang mengandung sukrosa 3%, 33,3%

pada media MS + sorbitol 2% + paklobutrasol 7,5%, 50% pada media MS +
sorbitol 2% + paklobutrasol 15 ppm, sedangkan planlet yang tumbuh di media MS
+ sorbitol 2% tanpa paklobutrasol belum membentuk daun baru.
Aklimatisasi planlet pada media campuran tanah liat, sekam dan kompos (2
: 1 : 1) memberikan tingkat keberhasilan yang tinggi. Semua planlet pada
perlakuan konservasi tetap hidup setelah satu bulan aklimatisasi, kecuali planlet
yang berasal dari media MS + sorbitol 2%. Planlet pada media tersebut masih
mengalami klorosis ketika diaklimatisasi.
Keyword

:

pamelo, pertumbuhan
paklobutrasol

lambat,

konservasi,

osmotikum,


© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya
untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya tulis
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan masalah;
dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

ORGANOGENESIS DAN KONSERVASI IN VITRO
PAMELO (Citrus maxima (Burm.) Merr.)

KARTIKA NING TYAS

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Ujian Tertutup:
1. Dr. Agus Purwito, MSc. Agr.
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian
IPB.
2. Dr. Dewi Sukma, M.Si.
Staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas
Pertanian IPB.
Penguji Ujian Terbuka:
1. Prof. Riset Dr. Ika Mariska, M.Sc.
Staf Peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Sumber Daya Genetik Pertanian.
2. Dr. Diny Dinarti, M.Si.
Staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas
Pertanian IPB.


HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian

: Organogenesis dan Konservasi In Vitro Pamelo
(Citrus maxima (Burm.) Merr.).

Nama Mahasiswa

: Kartika Ning Tyas

NRP

: A 262070071

Program Studi

: Agronomi dan Hortikultura


Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Slamet Susanto, M.Sc.
Ketua

Dr. Iswari Saraswati Dewi
Anggota

Dr. Nurul Khumaida, M.S.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Munif Ghulamahdi, M.S.

Dr. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Tanggal Ujian: 30 Juli 2012

Tanggal lulus: 31 Agustus 2012

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
disertasi yang berjudul “Organogenesis dan Konservasi In Vitro Pamelo (Citrus
maxima (Burm.) Merr.)”.
Penelitian dan penulisan disertasi ini berlangsung dibimbing Prof. Dr.
Slamet Susanto, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan dua Anggota
Komisi Pembimbing yakni Dr. Iswari Saraswati Dewi, dan Dr. Nurul Khumaida,
M.S. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang tulus atas waktu dan kesempatan yang telah diluangkan dalam mengarahkan
dan membimbing penulis.
Penelitian dan penyelesaian disertasi ini sebagian didanai oleh KKP3T
2009 dan Ristek 2010, karena itu penulis menyampaikan banyak terima kasih
kepada Kementerian Pertanian dan Kementerian Negara Riset dan Teknologi
selaku pemberi dana, serta tim peneliti KKP3T 2009 dan Ristek 2010. Ucapan
terima kasih penulis sampaikan juga kepada Dr. Arifah Rahayu M.Si., M. Randi
Ginting, SP dan Nugroho, SP atas kebersamaannya dalam penelitian.
Penghargaan yang setinggi-tingginya serta rasa terima kasih yang tulus,
penulis sampaikan juga kepada :
1. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang telah memberikan ijin belajar dan
beasiswa pada semester lima sampai tujuh kepada penulis.
2. Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor LIPI yang telah
memberikan ijin belajar.
3. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Program
Studi Agronomi dan Hortikultura Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor yang telah menerima penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian
Bogor.
4. Dr. Sandra Arifin Azis, M.S. dan Dr. Dewi Sukma, M.Si., selaku penguji luar
komisi saat ujian prelim lisan; Dr. Agus Purwito, M.Sc. Agr. dan Dr. Dewi
Sukma, M.Si. selaku penguji luar komisi saat sidang tertutup serta Prof. Dr.
Ika Mariska, M.Sc. dan Dr. Diny Dinarti, M.Si, selaku penguji luar komisi

saat sidang terbuka yang telah memberikan saran-saran dan koreksi untuk
menyempurnakan tulisan ini.
5. Staf pengajar di Program Studi Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian
IPB yang telah mengajarkan berbagai ilmu untuk penulis.
6. Prof. Dr. Didy Sopandie M.Agr. dan Dr. Dorly untuk semua bantuannya.
7. Kepala beserta Staf Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman dan Laboratorium
Mikroteknik Faperta IPB, atas kerjasama, kebersamaan, dan bantuannya.
8. Rekan-rekan AGH 2007 atas kebersamaan dan bantuannya yang tanpa pamrih.
9. Keluarga Dr. La Muhuria M.P. (alm); Dr. Sri Rahayu M.Si., Tri Lestari, M.Si
dan Bapak Sukimin atas bantuan dan doanya.
10. Ayahanda Drs. Mulyadi (alm) dan ibunda Siti Kartini (alm) serta Ibunda Dra.
Siti Rochani, M.Pd. yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan
kasih sayang dan do‟anya.
11. Suami tercinta Ir. Gunawan Setyono yang telah memberi dana dan ijin untuk
melanjutkan studi ke Sekolah Pascasarjana IPB dan anak-anak yang
tersayang: Aslam, Nabil dan Arkaan atas do‟a, dorongan, pengertian, dan
pengorbanannya.
12. Keluarga besar Wignyo Sartono, Bani Sidiq dan Bani Chusaini atas doanya.
13. Adik-adik sekeluarga: Endah Safitri, M.T.; Ratna Adi Jaya, SE; dr. Evi
Rokhayati, SpA atas iringan do‟a dan motivasinya.
14. Rekan-rekan di Sekolah Pascasarjana IPB, PKT-Kebun Raya Bogor-LIPI,
Laboratorium Kultur Jaringan IPB serta semua pihak yang telah memberikan
dukungan dan bantuan serta doa.
Semoga karya ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan,
khususnya di bidang pertanian. Amin.

Bogor, Agustus 2012

Kartika Ning Tyas

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Surakarta pada 7 April 1969, merupakan putri pertama dari
empat bersaudara dari ayah Drs. Mulyadi dan Ibu Siti Kartini. Penulis dididik dan
dibesarkan Ibu Dra. Siti Rochani, M.Pd. Penulis menikah dengan Ir. Gunawan
Setyono dan telah dikaruniai tiga putra.
Pada Juli 1987, penulis diterima melalui jalur PMDK di Fakultas Pertanian
Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta Jurusan Budidaya Pertanian Program
Studi Agronomi dan lulus pada bulan Maret 1992. Jenjang Strata dua (S-2) diikuti
pada Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
mulai pada Agustus 2003 dan selesai September 2006.

Selanjutnya, sejak

Agustus 2007 penulis mengikuti pendidikan jenjang Strata tiga (S-3) di Program
Studi Agronomi dan Hortikultura Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Tahun 1992-1993 penulis bekerja sebagai dosen honorer di Fakultas
Pertanian Universitas Islam Batik Surakarta. Sejak 1 April 1994 penulis bekerja di
Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor-LIPI sampai sekarang.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................

xv

DAFTAR TABEL ............................................................................................

xvii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

xviii

1. PENDAHULUAN .......................................................................................

1

Latar Belakang .............................................................................................
Tujuan ..........................................................................................................
Hipotesis ......................................................................................................
Manfaat ........................................................................................................
Bagan Alur penelitian .................................................................................

1
3
3
4
4

2. TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................

5

Botani, Asal Usul dan Manfaat Pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr. .....
Perbanyakan dan Budidaya Pamelo ............................................................
Konservasi Plasma Nutfah ...........................................................................
Konservasi in vitro .......................................................................................
Penurunan konsentrasi media untuk konservasi in vitro .....................
Pengaturan potensial osmotik pada media untuk konservasi in
vitro......................................................................................................
Penggunaan retardan dalam konservasi in vitro...................................
Organogenesis Langsung ...............................................................................
Zat Pengatur Tumbuh yang mempengaruhi organogenesis .................
Auksin ..................................................................................................
Sitokinin ...............................................................................................
Giberelin ..............................................................................................

5
6
7
9
10

3. ORGANOGENESIS TUNAS SECARA LANGSUNG PADA DAUN,
AKAR DAN EPIKOTIL DARI BIJI PAMELO {Citrus maxima (Burm.)
Merr.} YANG DIKECAMBAHKAN SECARA IN VITRO........................
Abstrak ........................................................................................................
Abstract .......................................................................................................
Pendahuluan..................................................................................................
Bahan dan Metode........................................................................................
Hasil dan Pembahasan .................................................................................
Simpulan.......................................................................................................
Saran ...........................................................................................................

11
12
14
17
18
20
21

23
23
23
24
25
28
36
36

4. KONSERVASI PAMELO {Citrus maxima (Burm.) Merr.} DENGAN
PENURUNAN KONSENTRASI MEDIA MS DAN SUKROSA ..............

37

Abstrak .........................................................................................................
Abstract ........................................................................................................
Pendahuluan..................................................................................................
Bahan dan Metode........................................................................................
Hasil dan Pembahasan .................................................................................

37
37
38
39
40

Simpulan ......................................................................................................
Saran ............................................................................................................
5. KONSERVASI PAMELO (Citrus maxima (Burm.) Merr.) DENGAN
REGULATOR OSMOTIK DAN RETARDAN ..........................................
Abstrak .........................................................................................................
Abstract ........................................................................................................
Pendahuluan..................................................................................................
Bahan dan Metode........................................................................................
Hasil dan Pembahasan .................................................................................
Simpulan ......................................................................................................
Saran ............................................................................................................
6. 6. PEMBAHASAN UMUM ............................................................................
7. SIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
LAMPIRAN .....................................................................................................

xvi

51
52
53
53
53
54
55
57
68
69
70
76
77
83

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1.1

Bagan alur penelitian .............................................................................

4

2.1

Model pengendalian dalam siklus sel pada transisi dari G1 ke S oleh
sukrosa, auksin dan sitokinin ..................................................................

11

2.2

Struktur kimia paklobutrazol (Milfont et al. 2008) ...............................

12

2.3

Penghambatan oleh paklobutrazol (----) pada tiga tahap pembentukan
Gibberelin yang dapat menyebabkan akumulasi phytol (klorofil),
asam absisik dan squalene ....................................................................

13

2.4

Tahapan yang dilalui sel-sel eksplan dalam organogenesis langsung . ......

15

2.5

Regulasi phytohormon dalam tanaman ......................................................

17

2.6

Konsentrasi relatif auksin dan sitokinin diperlukan secara khusus
untuk pertumbuhan dan morfogenesis ...................................................

18

2.7

Interkonversi IAA dan IBA ........................................................................

19

2.8

NAA. Auksin sintetik yang digunakan dalam kultur jaringan tanaman

20

2.9

Benzyl adenine, sitokinin yang digunakan dalam kultur jaringan
tanaman ..................................................................................................

21

2.10 Struktur kimia GA3................................................................................

21

3.1

Organogenesis pada daun pamelo yang diinkubasi di ruang gelap .......

29

3.2

Irisan melintang eksplan daun pamelo „Adas Duku‟ yang membentuk
akar adventif ..........................................................................................

29

Tunas adventif yang tumbuh pada eksplan akar pamelo yang
diinkubasi di ruang terang 4 BSK ..........................................................

31

Tunas adventif pada eksplan epikotil pamelo yang diinkubasi di
ruang gelap .............................................................................................

33

Tunas adventif pada eksplan epikotil pamelo yang diinkubasi di
ruang terang ..........................................................................................

35

Irisan melintang pada eksplan epikotil menunjukkan tunas adventif
tumbuh secara langsung dari kambium di antara berkas pembuluh ......

35

Pertumbuhan tunas pamelo pada konservasi dengan penurunan
konsentrasi media MS dan sukrosa ........................................................

41

Pertumbuhan daun pamelo pada perlakuan konservasi dengan
penurunan konsentrasi media MS dan sukrosa ......................................

41

Penambahan jumlah daun pada konservasi dengan penurunan
konsentrasi media MS dan sukrosa tujuh bulan setelah konservasi ......

43

Waktu tumbuh akar pada konservasi dengan penurunan konsentrasi
media MS dan sukrosa ...........................................................................

44

3.3
3.4
3.5
3.6
4.1
4.2
4.3
4.4

4.5
4.6

Jumlah akar pamelo pada konservasi dengan penurunan konsentrasi
media MS dan sukrosa tujuh bulan setelah konservasi .........................
Anatomi akar pamelo pada konservasi dengan penurunan konsentrasi
media MS dan sukrosa ...........................................................................

44
46

Keragaan visual pamelo „Adas Duku‟ pada konservasi dengan
penurunan konsentrasi media MS dan sukrosa tujuh bulan setelah
konservasi ..............................................................................................

46

Persentase pertumbuhan relatif tinggi tunas pamelo pada konservasi
dengan penurunan konsentrasi media MS dan sukrosa .........................

47

Persentase pertumbuhan relatif pembentukan daun pamelo pada
konservasi dengan penurunan konsentrasi media MS dan sukrosa .......

48

4.10 Persentase pertumbuhan relatif pembentukan akar pamelo pada
konservasi dengan penurunan konsentrasi media MS dan sukrosa .......

48

4.11 Persentase pertumbuhan relatif panjang akar pamelo pada konservasi
dengan penurunan konsentrasi media MS dan sukrosa .........................

49

4.7

4.8
4.9

5.1

Penambahan tinggi tunas pamelo pada konservasi dengan osmotikum
dan retardan tujuh bulan setelah konservasi ..........................................

58

Penambahan jumlah daun pamelo pada konservasi dengan osmotikum
dan retardan tujuh bulan setelah konservasi ..........................................

59

Jumlah akar pamelo pada konservasi dengan osmotikum dan retardan
tujuh bulan setelah konservasi ...............................................................

60

Panjang akar pamelo pada konservasi dengan osmotikum dan retardan
tujuh bulan setelah konservasi ...............................................................

61

Anatomi akar plantlet pamelo pada konservasi dengan osmotikum dan
retardan ..................................................................................................

61

Keragaan visual plantlet yang berasal dari pucuk kecambah pamelo
„Adas Duku‟ pada konservasi dengan osmotikum dan retardan ...........

62

Keragaan visual plantlet yang berasal dari tunas adventif pamelo
„Adas Duku‟ tujuh bulan setelah konservasi dengan osmotikum dan
retardan ..................................................................................................

63

Persentase pertumbuhan relatif jumlah daun pamelo pada konservasi
dengan osmotikum dan retardan tujuh bulan setelah konservasi ...........

64

Persentase pertumbuhan relatif panjang tunas pamelo pada konservasi
dengan osmotikum dan retardan tujuh bulan setelah konservasi ...........

65

5.10 Persentase pertumbuhan relatif jumlah akar pamelo pada konservasi
dengan osmotikum dan retardan tujuh bulan setelah konservasi .........

65

5.11 Persentase pertumbuhan relatif panjang akar pamelo pada konservasi
dengan osmotikum dan retardan tujuh bulan setelah konservasi ..........

66

5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7

5.8
5.9

xviii

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

3.1 Organogenesis pada eksplan daun pamelo „Adas Duku‟ dua bulan
setelah kultur ...........................................................................................

28

3.2 Respon akar pamelo „Adas Duku‟ pada empat bulan setalah kultur .......

31

3.3 Inisiasi tunas pada eksplan epikotil pamelo „Adas Duku‟ di ruang gelap
pada media yang berespon dua bulan setelah kultur ................................ 33
3.4 Pengaruh posisi eksplan epikotil pamelo „Adas Duku‟ terhadap inisiasi
tunas di media MS0 dua bulan setelah kultur ........................................... 34
4.1 Pengaruh tunggal penurunan konsentrasi media MS dan sukrosa
terhadap tinggi tunas pamelo „Adas Duku‟ tujuh bulan setelah
konservasi ................................................................................................. 42
4.2 Pengaruh tunggal penurunan konsentrasi media MS dan sukrosa
terhadap panjang akar pamelo „Adas Duku‟ tujuh bulan setelah
konservasi ................................................................................................. 45
4.3 Pemulihan dan aklimatisasi pamelo „Adas Duku‟ setelah konservasi
dengan penurunan konsentrasi media MS dan sukrosa ............................ 50
4.4 Perkiraan lama konservasi dengan penurunan konsentrasi media MS
dan sukrosa berdasar pertumbuhan panjang tunas.................................... 51
5.1

Pemulihan dan aklimatisasi pamelo „Adas Duku‟ setelah konservasi
dengan menggunakan osmotikum dan retardan ...................................... 67

5.2 Perkiraan lama konservasi dengan osmotikum dan retardan berdasar
pertumbuhan panjang tunas ...................................................................... 68
6.1 Persentase pertumbuhan relatif pamelo „Adas Duku‟ pada media
konservasi dengan penurunan konsentrasi media MS dan sukrosa
selama tujuh bulan .................................................................................... 72
6.2 Persentase pertumbuhan relatif pamelo „Adas Duku‟ pada media
konservasi dengan osmotikum dan retardan selama tujuh bulan ............. 74

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1

Pamelo „Adas Duku‟ dari Magetan Jawa Timur ......................................

84

2

Karakter pamelo „Adas Duku‟..................................................................

85

3

Komposisi Media MS (Murashige dan Skoog 1962) ...............................

88

4

Hasil uji percobaan konservasi dengan penurunan konsentrasi media
MS dan sukrosa ......................................................................................... 89

5

Hasil uji percobaan konservasi dengan osmotikum dan retardan ............. 91

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara asal dan tempat penyebaran
tanaman jeruk (Niyomdham 1997). Berbagai jenis jeruk telah ditemukan tumbuh
dari dataran rendah sampai tinggi. Salah satu jenis jeruk yang potensial untuk
dikembangkan adalah jeruk pamelo {Citrus maxima (Burm.) Merr.}. Renstra
Badan Litbang Pertanian 2005-2009 juga menyebutkan bahwa pamelo merupakan
salah satu jenis buah-buahan yang mendapatkan prioritas utama untuk
dikembangkan.
Pamelo potensial dikembangkan karena mempunyai karakteristik yang
khas yaitu buahnya berukuran besar, memiliki rasa segar dan daya simpan lama
sampai empat bulan (Susanto 2004) dan beberapa kultivar pamelo mengandung
105 mg vitamin C per 100g bagian yang dapat dimakan (Ara et al. 2008).
Disamping itu pamelo memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi bagi petani
karena harga per buahnya dapat mencapai Rp. 5.000 (di Sumedang, Magetan, dan
Pangkep) sampai Rp. 15.000 (di Aceh, Pati/Kudus), sedangkan rata-rata
produksinya dapat mencapai 200 buah/pohon per tahun.
Kekayaan plasma nutfah pamelo beragam, masing-masing sentra produksi
memiliki kultivar pamelo yang berbeda. Sampai saat ini ada 17 aksesi pamelo
yang telah diidentifikasi dan dilepas menjadi varietas unggulan nasional,
diantaranya Cikoneng ST dari Sumedang; Nambangan, Sri Nyonya, dan Magetan
dari Magetan; dan Giri Matang dari Aceh. Namun demikian, masih banyak aksesi
pamelo potensial yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia yang belum
mendapat perhatian seperti Muria Merah berbiji, Muria Putih tanpa biji dan Muria
Putih berbiji di Kudus; serta Jawa dan Adas Duku di Magetan (Susanto 2010).
Keragaman plasma nutfah pamelo merupakan kekayaan yang dapat dimanfaatkan
untuk perbaikan tanaman dan pengembangan varietas baru tanaman pamelo.
Masalah yang dihadapi dalam pelestarian plasma nutfah pamelo antara lain aksesi
yang hanya terdapat pada sentra produksi tertentu, budidaya yang sebagian besar
di lahan pekarangan, perawatan tanaman yang tidak intensif dan kesukaan
konsumen terhadap aksesi tertentu yang dapat berpengaruh terhadap kelestarian

plasma nutfah karena pamelo yang dibudidayakan secara luas adalah pamelo yang
disukai konsumen. Pamelo „Adas Duku‟ merupakan salah satu pamelo yang
potensial dikembangkan karena mempunyai daging buah berwarna merah dan
kandungan naringin yang lebih rendah dibandingkan pamelo „Nambangan‟
(Rahayu 2012), sehingga tingkat kegetirannya lebih rendah dibandingkan
„Nambangan‟. Pamelo „Adas Duku‟ termasuk salah satu pamelo yang terancam
punah karena jarang dibudidayakan disebabkan daging buahnya yang cepat
mengering jika tidak segera dipanen setelah masak. Pada umumnya, penundaan
masa panen dilakukan petani untuk menunggu harga yang sesuai.
Upaya konservasi perlu dilakukan untuk mencegah kepunahan pamelo,
baik akibat tidak dibudidayakan maupun akibat cekaman biotik dan abiotik.
Konservasi dapat dilakukan, baik secara in-situ dengan membuat kebun koleksi
di sentra produksi pamelo maupun secara eks-situ. Pelestarian eks-situ dilakukan
bukan di habitat alamiahnya melainkan di suatu tempat penyimpanan atau bank
gen (Towill 2005), dan konservasi secara in vitro (Wattimena et al. 1992).
Teknik konservasi in vitro meliputi (1) konservasi jangka pendek
(penyimpanan dalam keadaan tumbuh), (2) konservasi jangka menengah
(penyimpanan dengan metode pertumbuhan lambat atau pertumbuhan minimal),
dan (3) konservasi jangka panjang dengan metode kriopreservasi (Rao 2004;
Leunufna 2004). Pelestarian secara in vitro mempunyai beberapa kelebihan,
seperti penghematan area, tenaga kerja, biaya dan waktu, juga kemudahan dalam
pertukaran plasma nutfah (Towill 2005).
Teknik pertumbuhan lambat dapat dilakukan melalui: 1) penurunan suhu
lingkungan dan intensitas cahaya (Hu dan Wang 1983; Withers 1985), 2)
penggunaan osmotikum seperti sukrosa dan manitol (Withers 1985; Bessembinder
et al. 1993), 3) penurunan taraf beberapa faktor esensial seperti pengenceran
media (Desbrunais et al. 1992), dan 4) penggunaan zat penghambat tumbuh
seperti paklobutrasol, cycocel, dan ancymidol (Withers 1985).
Pada konservasi in vitro, penggunaan tunas

sebagai eksplan akan

mempermudah pemulihan dan penggunaannya setelah konservasi (Botau et al.
2005). Tunas sebagai sumber eksplan harus dapat diinduksi secara langsung

2

melalui organogenesis dari bagian-bagian tanaman yang bersifat meristematik
sehingga perubahan genetik yang terjadi relatif kecil (Trigiano dan Gray 2005).
Jenis tanaman yang telah berhasil disimpan dengan teknik pertumbuhan
lambat antara lain ubi jalar (Roostika dan Sunarlim 2001), ubi kayu (Sunarlim dan
Zuraida 2001), gembili (Sunarlim et al. 2004), kentang hitam (Roostika et al.
2005), talas (Dewi 2002). Pada pamelo cv Sri Nyonya, Dewi et al. (2010)
melaporkan bahwa dari pengamatan sampai dengan lima bulan setelah kultur,
pertumbuhan lambat dapat diinduksi menggunakan media MS + sorbitol 2%.
Namun, konservasi in vitro untuk menginduksi pertumbuhan lambat pada pamelo
menggunakan media kombinasi penurunan konsentrasi media MS dan sukrosa
serta kombinasi perlakuan osmotikum dan retardan belum dilakukan pada pamelo.
Tujuan
Tujuan umum dari penelitian ini untuk mempelajari konservasi pamelo
secara in vitro melalui pertumbuhan lambat.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mendapatkan eksplan dan media yang efektif menginduksi tunas melalui
organogenesis langsung pada pamelo.
2. Mendapatkan media konservasi pamelo melalui pertumbuhan lambat
dengan penurunan konsentrasi media MS dan sukrosa.
3. Mendapatkan media konservasi pamelo melalui pertumbuhan lambat
dengan penggunaan osmotikum dan retardan.
Hipotesis
1. Terdapat jenis eksplan dan media yang efektif dalam membentuk tunas
melalui organogenesis langsung pada pamelo.
2. Terdapat komposisi media MS dan konsentrasi sukrosa tertentu yang
dapat menghambat pertumbuhan planlet pamelo.
3. Terdapat komposisi media MS mengandung osmotikum dan konsentrasi
retardan yang dapat menghambat pertumbuhan planlet pamelo.

3

Manfaat
1. Media dan eksplan yang efektif untuk mendapatkan tunas melalui
organogenesis langsung pada pamelo.
2. Media konservasi untuk jangka menengah (lebih dari lima bulan) melalui
pertumbuhan lambat untuk pamelo.
Alur Penelitian
Penelitian dilakukan dalam tiga percobaan. Pada percobaan pertama
dilakukan organogenesis pada daun, akar dan epikotil pamelo (Citrus maxima
(Burm.) Merr.). Media dan eksplan terbaik yang dapat menghasilkan tunas
melalui induksi tunas secara langsung kemudian digunakan untuk menyediakan
eksplan bagi percobaan kedua dan ketiga. Percobaan kedua adalah konservasi
pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) menggunakan penurunan konsentrasi
media MS dan sukrosa, dan percobaan ketiga adalah konservasi pamelo (Citrus
maxima (Burm.) Merr. dengan osmotikum dan retardan. Bagan alur kerangka
penelitian “Organogenesis dan Konservasi

In Vitro Pamelo (Citrus maxima

(Burm.) Merr.)” disajikan pada Gambar 1.1.
PAMELO
Organogenesis langsung:
 Macam eksplan (daun, akar, epikotil)
 ZPT : BAP (0,1,2 ppm) dan NAA (0; 0,5; 1 ppm)
 Kondisi inkubasi : terang dan gelap
 Posisi eksplan : vertikal dan horisontal
Konservasi in vitro pamelo:
 Konsentrasi media MS (1/2 MS dan MS) dan sukrosa (0, 1, 2, 3%)
 Osmotikum (sukrosa 3%, sorbitol 2%) dan retardan (paklobutrasol 0; 7,5
dan 15 ppm)

Eksplan dan media efektif untuk organogenesis
langsung dan media konservasi pamelo dengan
pertumbuhan lambat
Gambar 1.1 Bagan alur penelitian organogenesis dan konservasi in vitro pamelo

4

2. TINJAUAN PUSTAKA
Botani, Asal Usul dan Manfaat Pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.
Jeruk (Citrus) terdiri atas tiga spesies asal, yaitu Citrus medica L. (citron),
Citrus maxima (Burm.) Merr. (pamelo) dan Citrus reticulata Blanco (mandarin).
Pamelo memiliki sinonim C. grandis (L.) Osbeck, C. decumana L., C. aurantium
var. grandis L. dan C. aurantium var. decumana L. (Manner et al. 2006). Pamelo
memiliki jumlah kromosom 2n = 18 (Niyomdham 1997). Hasil persilangan antara
pamelo dan mandarin (Citrus × aurantium) menghasilkan tiga hibrid pamelo
yaitu: 1. Citrus × aurantium (pomelo × mandarin) sering disebut sebagai jeruk
asam (sour orange) yang lebih banyak membawa sifat pamelo daripada mandarin.
2. Citrus × sinensis (pomelo × mandarin) yang sering disebut jeruk manis (sweet
orange) yang lebih banyak membawa sifat mandarin daripada pamelo. Kelompok
ini termasuk semua silangan dari orange, mandarin dan grapefruit seperti tangor,
ortanique, tangelo dan hasil persilangan baliknya (Page dan Nova). 3. Citrus ×
paradisi (pomelo × orange) sering disebut sebagai grapefruit (Mabberley 1997).
Tanaman pamelo berbentuk pohon dengan tinggi dapat mencapai 15 meter
(Manner et al. 2006). Daun pamelo berbentuk bulat telur sampai jorong; dengan
ukuran 5-20 cm x 2-12 cm; pangkal membundar sampai menjantung; tepi daun
rata sampai beringgit dangkal; ujung daun lancip sampai tumpul. Terdapat bintikbintik kelenjar minyak. Panjang tangkai daun dapat mencapai 5 cm, bersayap
yang lebarnya dapat mencapai 2 cm. Daun muda berwarna hijau muda, daun tua
berwarna hijau agak suram (Niyomdham 1997). Bunga pamelo tunggal atau
dalam tandan bunga; kuncup berwarna putih, kelopak bunga 3-5. Stamen 25-35,
beberapa tidak berkembang sempurna. Tangkai putik panjang (Dianxiang dan
Mabberley 2008).
Buah pamelo termasuk buah buni, berbentuk agak bulat seperti bola sampai
berbentuk seperti buah pir (pyriform). Diameter buah 10-30 cm. Kulit buah
berwarna hijau dan menjadi kuning ketika masak. Bintik-bintik kelenjar minyak
banyak terdapat pada permukaan kulit. Tebal kulit buah 1-4 cm. Buah terdiri atas
8-16 bagian (septa/juring). Septa-septa buah mudah dilepas satu sama lain. Septa
berisi daging buah. Kotiledon berwarna putih, embrio tunggal. Biji bersifat
rekalsitran (Niyomdham 1997).

Pamelo berasal dari Malesia yang meliputi Semenanjung Malaysia,
Filipina, Thailand bagian selatan, Sarawak, Brunai, Indonesia, Papua Nugini dan
pulau-pulau kecil di sekitar Papua Nugini. Pamelo kemudian tersebar sampai ke
Indochina; Cina bagian selatan dan bagian selatan Jepang dan dan menyebar ke
arah barat ke India, wilayah Mediteran dan Amerika Tropik. Pamelo telah
dibudidayakan dengan baik di China, Jepang, Vietnam, Malaysia, Indonesia dan
Thailand (Niyomdham 1997).
Menurut Ara et al. (2008) buah pamelo mengandung 90,3 g air, 0,3 g
mineral, energi 38 k.cal, 0,5 g protein, 0,3 g lemak, 8,5 g karbohidrat, 37 mg
kalsium, 0,2 mg zat besi, 120 μg karoten, 0,06 mg vitamin-B1, 0,04 mg vitaminB2 dan 105 mg vitamin C per 100g bagian yang dapat dimakan. Buah pamelo
biasanya dimakan segar atau dibuat jus, kadang dibuat selai dan sirop. Kulit buah
mengandung beberapa senyawa volatil dan secara tradisional digunakan untuk
mengobati batuk, memar dan epilepsi. Lapisan kulit luar dapat dimanfaatkan
untuk membuat manisan. Lapisan kulit bagian tengah (albedo) dapat diekstrak
untuk diambil pektinnya yang digunakan sebagai serat diet untuk mengurangi
berat badan (Morton 1987).
Perbanyakan dan Budidaya Pamelo
Pamelo dapat diperbanyak dengan biji, stek, cangkok, dan penyambungan.
Perbanyakan dengan biji menghasilkan tanaman yang memerlukan waktu sekitar
5-6 tahun untuk berbuah (Niyomdham 1997). Tanaman juga peka terhadap
penyakit, dan sulit memperoleh tanaman yang sama dengan induknya (true to
type) serta cenderung berduri lebih banyak dibanding dari hasil penyambungan
(Manner et al. 2006). Secara komersial, pamelo biasanya diperbanyak dengan
menempel/okulasi mata tunas (Anonim 2007).
Pamelo tumbuh baik pada ketinggian kurang dari 400 m di atas permukaan
laut, pada tanah dalam dengan tekstur medium. Suhu harian 25–30 oC, curah
hujan 1.500-1.800 mm dengan 3-5 bulan kemarau. Pamelo biasanya ditanam
dengan jarak tanam 8-10 m x 6-8 m (Niyomdham 1997).
Bunga pamelo tumbuh pada awal musim hujan. Buah matang 7-10 bulan
setelah muncul bunga. Hasil buahnya dapat mencapai 200 buah per pohon. Panen

6

raya biasanya terjadi pada bulan April-Juli dan panen kecil dilakukan pada bulan
Desember-Januari.

Perawatan

tanaman

pamelo

meliputi

pemupukan,

pengendalian hama penyakit, pemangkasan dan pembungkusan buah (Deptan
2007). Dosis pupuk N, P dan K yang direkomendasikan berdasarkan hasil panen
untuk tanaman pamelo Nambangan di tanah Entisol Sukomoro, Kabupaten
Magetan adalah 150% dari total NPK yang terangkut buah atau setara dengan
2,775% (N : P : K = 2 : 1 : 4) dari bobot buah yang dipanen per tahun. Dosis
tersebut 50% diaplikasikan pada awal musim hujan dan sisanya diaplikasikan
empat bulan dari pemupukan pertama (Sutopo et al. 2006).
Penyakit yang dapat menyerang tanaman pamelo antara lain CVPD (Citrus
Vein Phloem Degeneration) yang disebabkan oleh Liberobacter asiaticus (bakteri
gram negatif) melalui perantaraan vektor kutu loncat Diaphorina citri. Penyakit
lainya adalah tristeza (CTV), puru berkayu (CVEV), exocortis (CEV), psorosis
(CPsV), cachexia xyloporosis (CcaV), dan tatter leaf (CTLV) (Anonim 2007).
Konservasi Plasma Nutfah
Keanekaragaman hayati adalah variasi yang ada pada spesies tumbuhan dan
hewan, material genetiknya dan ekosistem tempat spesies tersebut berada
(Indrawan et al. 2007). Pamelo Indonesia juga memiliki keragaman yang khas
pada masing-masing sentra produksi. Kultivar pamelo yang terdapat di Indonesia
antara lain „Giri Matang‟ (Putih Manis), „Putih Asam‟, „Merah Manis‟ dan „Merah
Asam‟ (Aceh), „Bageng Taji‟ (Pati), „Muria Putih‟ dan „Muria Merah‟ (Kudus),
„Nambangan‟, „Bali Merah‟, „Bali Putih‟, „Adas Duku‟, „Jawa‟, „Magetan‟, „Sri
Nyonya‟

(Magetan)

(Susanto

2010).

Beberapa

kultivar

pamelo

telah

dibudidayakan secara luas di sentra produksi seperti Giri Matang, Bageng Taji,
Nambangan dan Bali Merah yang juga merupakan varietas unggulan yang telah
dilepas pemerintah. Keberadaan pamelo yang bersifat khas dan budidayanya di
lahan pekarangan ini rentan terhadap kerusakan habitat dan serangan hama
penyakit, sehingga upaya konservasi diperlukan untuk menjaga kelestariannya.
Tujuan utama dari kegiatan konservasi adalah untuk mengoleksi dan
mengelola keragaman genetik agar terjamin keberadaannya di masa yang akan
datang (Rao 2004). Konservasi perlu dilakukan sesuai prinsip etika biologi

7

konservasi yang meliputi: 1. Keanekaragaman spesies dan komunitas biologi
harus dilindungi, 2. Kepunahan spesies yang terlalu cepat harus dihindari, 3.
Kompleksitas ekologi harus dipelihara, 4. Evolusi harus berlanjut, dan 5.
Keanekaragaman hayati memiliki nilai intrinsik (Indrawan et al. 2007).
Konservasi dapat dilakukan secara in-situ dan eks-situ. Konservasi secara
in-situ meliputi pengelolaan sumber daya genetik di habitat alaminya, baik
sebagai komunitas tumbuhan liar dan tidak dibudidayakan atau kultivar-kultivar
tanaman di lahan petani sebagai komponen pada sistem budidaya tradisional.
Konservasi eks-situ meliputi konservasi di luar habitat alami melalui bank biji,
kebun-kebun koleksi dan kebun raya. Penyimpanan DNA dan polen secara tidak
langsung juga berkontribusi pada konservasi eks-situ sumber daya genetik
tanaman (Towill 2005).
Konservasi eks-situ pamelo antara lain telah dilakukan oleh kebun koleksi
Balai Penelitian Jeruk dan Tanaman Tropika di Batu Malang. Konservasi eks-situ
dengan menanam koleksi hidup pada tanaman jeruk dilakukan di dalam rumah
kassa yang bebas serangga (insect-proof screenhouse) dan di kebun koleksi. Di
dalam rumah kassa, koleksi diharapkan akan terlindungi dari patogen yang ada di
tanah dan udara. Untuk keperluan tersebut, maka rumah kassa biasanya memiliki
dua lapis dinding kassa dan dua lapis pintu masuk serta jadwal pengendalian hama
penyakit pada interval waktu tertentu. Selain itu, koleksi ditanam di dalam wadah
supaya terhindar dari aliran permukaan. Jumlah koleksi yang ditanam minimum
dua tanaman/genotipe, yang diperbarui setiap 10 tahun (Carimi et al. 2012).
Koleksi pamelo dapat ditanam pada kebun koleksi jeruk, yang sebaiknya
memenuhi syarat: 1. berlokasi sekurang-kurangnya 100 m dari kebun komersial,
bebas patogen dan inokulum jamur perusak (Phoma traecheiphila), 2. tanahnya
subur dan tidak ditanami jeruk selama lima tahun, bebas dari tunggul-tunggul
jeruk, bebas nematoda dan jamur penting dalam pertanian, 3. terhindar dari aliran
permukaan, 4. tidak ada tanaman selain jeruk. Jumlah koleksi yang ditanam 4–8
tanaman/genotipe, koleksi dipetakan dan dilabel dengan baik. Penanaman
dilakukan pada plot yang homogen untuk satu spesies tunggal. Pengendalian
hama penyakit dilakukan secara rutin. Plot diperbarui setiap 40 tahun (Carimi et
al. 2012).

8

Keuntungan dari koleksi hidup adalah bersifat sama dengan induknya (true
to type). Namun demikian, konservasi eks-situ pada kebun koleksi rawan terhadap
kerusakan akibat hama penyakit dan bencana alam, perlu lahan luas, tenaga dan
biaya untuk perawatan koleksi (Rao 2004). Untuk itu diperlukan metode lainnya
yang dapat mengatasi kelemahan metode konservasi ini yaitu dengan konservasi
eks-situ secara in vitro.
Konservasi In Vitro
Teknik kultur in vitro merupakan teknologi alternatif yang dapat
diterapkan untuk menghindari kepunahan tanaman. Tujuan utama dari konservasi
plasma nutfah secara in vitro adalah mengurangi jumlah subkultur dan
memelihara keragaman genetik pada suatu spesies dalam kondisi steril tanpa
mengubah stabilitas genetik (Moges et al. 2003). Teknik konservasi in vitro
mempunyai beberapa kelebihan, seperti penghematan area, tenaga kerja, biaya
dan waktu, juga kemudahan dalam pertukaran plasma nutfah. Selain itu, dapat
mencegah hilangnya genotipe akibat cekaman biotik dan abiotik yang banyak
terjadi di kebun-kebun koleksi (Rao 2004, Towill 2005).
Teknik konservasi in vitro dapat dilakukan untuk jangka pendek dengan
cara sub kultur secara rutin setiap dua bulan sekali ke dalam media yang sama.
Teknik konservasi jangka menengah dengan pertumbuhan lambat dapat dilakukan
dengan menggunakan satu atau kombinasi beberapa faktor dengan periode
konservasi sampai 15 tahun. Konservasi jangka panjang dilakukan melalui
kriopreservasi di dalam nitrogen cair pada suhu -192 oC (Rao 2004). Teknik
penyimpanan in vitro jangka pendek dan jangka menengah dengan tindakan
subkultur yang berulang-ulang kurang efisien, karena memerlukan waktu, tenaga,
ruangan, dan biaya. Subkultur juga dapat menyebabkan kultur mengalami
kontaminasi dan kehilangan vigoritas karena kehabisan unsur hara yang terdapat
dalam media dan berpeluang terjadinya perubahan genetik akibat penggunaan zat
penghambat tumbuh dalam jangka waktu yang relatif lama (Kartha 1985).
Konservasi dengan induksi pertumbuhan lambat dapat dilakukan melalui
berbagai cara antara lain berupa pengurangan komposisi hara media,
penyimpanan pada suhu rendah, induksi stres osmotik,

penggunaan zat

9

penghambat pertumbuhan dan penggunaan tempat kultur yang lebih besar dan
volume media yang lebih banyak (Withers 1985; Hu dan Wang 1983).
Penggunaan suhu rendah merupakan teknik utama yang dilakukan untuk
konservasi in vitro. Teknik ini dapat mengurangi masalah penyakit, frekuensi
subkultur, hemat tenaga, dan ruang, tetapi memerlukan energi listrik untuk
menjaga kestabilan suhu. Penghambatan pertumbuhan dapat terjadi pada suhu
rendah karena dinding sel planlet menjadi tebal akibat akumulasi lemak tidak
jenuh, sehingga pembelahan dan pemanjangan sel terhambat (Shibli et al. 2006).
Suhu yang diperlukan untuk konservasi tergantung ekologi dan asal geografi
masing-masing spesies yang dikoleksi, umumnya berkisar 0–5oC. Beberapa
tanaman telah berhasil dikonservasi pada suhu rendah seperti kopi (Debrunais et
al. 1992) dan minth (Reed 1999).
Penurunan konsentrasi media untuk konservasi in vitro
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara in vitro dipengaruhi oleh
faktor genetik, lingkungan dan komponen media. Media kultur dapat dengan
mudah dimanipulasi sesuai tujuan. Media kultur in vitro terdiri dari 95% air, hara
makro dan mikro, zat pengatur tumbuh, vitamin, gula dan kadang ditambahkan
material organik sederhana sampai komplek (Beyl 2005).
Media MS (Murashige dan Skoog 1962) merupakan media yang paling
sesuai dan paling sering digunakan dalam kultur in vitro. Media ini dikembangkan
dari hasil analisis mineral jaringan tembakau. Media MS merupakan media
dengan kandungan „garam tinggi‟ karena kandungan garam K dan N tinggi (Beyl
2005). Dalam konservasi in vitro, untuk menghambat pertumbuhan kultur dapat
dilakukan dengan penurunan konsentrasi media MS. Besarnya penghambatan
pertumbuhan akan berpengaruh pada periode konservasi (Catana et al. 2010)
Gula merupakan bagian penting dari media yang akan mensuplai nutrisi
bagi kultur, sumber energi dan sumber karbon yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan kultur (Javed dan Ikram 2008). Gula diperlukan
dalam media karena sebagian besar kultur tanaman tidak dapat berfotosintesis
secara efisien disebabkan pembentukan jaringan dan organisasi seluler yang
belum sempurna, kurangnya klorofil, pertukaran gas terbatas, dan kondisi
lingkungan yang tidak optimum seperti intensitas cahaya yang rendah (Beyl

10

2005). Penyerapan molekul gula ke jaringan tanaman terjadi melalui osmosis dan
transpor aktif dengan pompa proton (H+) (Thorpe et al. 2008). Jenis dan
konsentrasi gula tergantung pada jenis dan tahap perkembangan tanaman yang
dikultur (Beyl 2005). Gula dalam media juga berfungsi sebagai regulator osmotik
atau osmotikum (Hilae dan Te-chato 2005).
Gula yang yang digunakan dalam kultur antara lain glukosa, fruktosa, dan
sukrosa. Sukrosa merupakan sumber karbon yang biasa digunakan dalam kultur
jaringan karena dapat dimanfaatkan semua tanaman. Sukrosa bersama auksin dan
sitokinin juga berperan dalam menginduksi terjadinya siklus sel (Gambar 2.1),
sehingga kekurangan sukrosa pada tanaman akan berpengaruh terhadap siklus sel
(Gahan 2007). Konsentrasi sukrosa dalam kultur jaringan tanaman yang
menghasilkan pertumbuhan optimal berkisar antara 20–60 gL-1 (Beyl 2005).
CycD2

Sucrose induced

CycD3

Cytokinin induced

Cdk

Auxin induced

CycD 3-cdk complex
Inactive
Rb-E2F
CycD 3-cdk-phophosphorylated
Rb- ph