Efektivitas Bahan Pembungkus Oksidator Etilen untuk Memperpanjang Masa Simpan Buah Pisang Raja Bulu.

i

EFEKTIVITAS BAHAN PEMBUNGKUS OKSIDATOR
ETILEN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH
PISANG RAJA BULU

BUNGAS SABRINA
A24062355

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

ii

EFEKTIVITAS BAHAN PEMBUNGKUS OKSIDATOR
ETILEN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH
PISANG RAJA BULU

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

BUNGAS SABRINA
A24062355

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Abstract
This research aims to determine the effectiveness of packing materials of
ethylene oxidizer to extend the shelf life and maintain fruit quality of banana
"Raja Bulu". Experiments in this research conducted in the Posharvest
Laboratory of Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture,
IPB from November to December 2010. Banana fruits for the experiment were
obtained from banana growers in Cibanteng, Dramaga, Bogor. A single factor
experiment with four treatments, i.e. no ethylene oxidizer (P0), 30 g of ethylene
oxidizer with gauze wrapped (P1), 30 g of ethylene oxidizer with tissue paper

wrapped (P2) and 30 g of ethylene oxidizer with cement wrapping paper
wrapped (P3) was conducted in a Randomized Block Design with three blocks
and three replication in each block. Data were analyzed by F test and Duncan's
Multiple Range Test at 5% level. The experimental results showed that the
banana "Raja Bulu" can maintain shelf life and is still suitable for consumption
up to 22 days after harvest, while fruit with ethylene oxidizer treatment with
various types of wrapping materials can maintain shelf life and is still suitable for
consumption up to 26 days after harvest.

iii

RINGKASAN

BUNGAS SABRINA. Efektivitas Bahan Pembungkus Oksidator Etilen untuk
Memperpanjang Masa Simpan Buah Pisang Raja Bulu. Dibimbing oleh
WINARSO D. WIDODO dan KETTY SUKETI
Percobaan dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas
bahan pembungkus oksidator etilen untuk memperpanjang umur simpan dan
mempertahankan mutu buah pisang raja bulu. Oksidator etilen yang digunakan
adalah campuran kalium permanganat (KMnO4) dan tanah liat yang berfungsi

untuk mengoksidasi etilen yang dikeluarkan oleh buah selama proses pematangan
sehingga dapat memperpanjang umur simpan buah. Percobaan dilaksanakan dari
bulan November sampai dengan Desember 2010 di Laboratorium Pasca Panen,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Percobaan dilakukan dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) faktor tunggal dengan empat perlakuan, yaitu P0 : Kontrol, P1 : 30 g
bahan oksidator etilen (KMnO4 + tanah liat) dengan pembungkus kain kasa, P2 :
30 g bahan oksidator etilen (KMnO4 + tanah liat) dengan pembungkus kertas
tissue, P3 : 30 g bahan oksidator etilen (KMnO4 + tanah liat) dengan pembungkus
kertas semen. Percobaan terdiri atas tiga kelompok sehingga terdapat 12 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas tiga sampel dan setiap sampel
terdiri atas 2 x setengah sisir pisang. Penyimpanan dilakukan pada suhu ruang
(27-30°C) selama 30 hari setelah perlakuan (HSP).
Pengamatan yang dilakukan berupa pengamatan non destruktif dan
pengamatan destruktif. Pengamatan non destruktif meliputi pengukuran indeks
skala warna kulit buah dan susut bobot buah pada 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27,
dan 30 hari setelah perlakuan (HSP), sedangkan pengamatan destruktif dilakukan
pada 6, 12, 18, 24, dan 30 HSP untuk mengukur kekerasan kulit buah, rasio
daging buah dengan kulit buah, padatan terlarut total (PTT), dan asam tertitrasi
total (ATT).

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan oksidator etilen dengan
bahan pembungkus yang berbeda belum memberikan hasil yang konsisten.

iv
Perlakuan oksidator etilen dapat memperpanjang umur simpan buah pisang empat
hari lebih lama dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Indeks skala warna kulit
buah tetap hijau atau hijau dengan sedikit kuning hingga 30 HSP pada semua
perlakuan.

Perlakuan oksidator etilen dengan pembungkus kain kasa, kertas

tissue, dan kertas semen tidak dapat mempertahankan kekerasan buah,
menghambat susut bobot, dan mempertahankan kandungan asam dan gula tetap
rendah pada buah pisang. Penggunaan oksidator etilen kurang efektif untuk
memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu buah pisang raja bulu.

v

Judul


: EFEKTIVITAS BAHAN PEMBUNGKUS
OKSIDATOR ETILEN UNTUK MEMPERPANJANG
MASA SIMPAN BUAH PISANG RAJA BULU

Nama

: BUNGAS SABRINA

NIM

: A24062355

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS


Dr. Ir. Ketty Suketi, M.Si

NIP. 19620831 198703 1 001

NIP. 19610913 198601 2 001

Mengetahui.
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus : …………………………………………………

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal
30 Agustus 1988. Penulis merupakan anak keempat dari Bapak R. Guntur dan Ibu

Ida Fitriani. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SDN
Sukapura III Cirebon, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTPN 5 Cirebon
dan lulus pada tahun 2003.
Pendidikan selanjutnya ditempuh penulis di SMAN 1 Cirebon selama 2
semester, kemudian melanjutkan pendidikan di SMAN 18 Palembang dan lulus
pada tahun 2006. Tahun 2006 penulis masuk Institut Pertanian Bogor melewati
jalur seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB). Setelah mengikuti tahap
persiapan bersama (TPB), tahun 2007 penulis masuk Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan organisasi dan
kerohanian, yaitu Korps Sukarela (KSR) PMI unit I IPB tahun ajaran 2007-2009,
Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) Fakultas Pertanian tahun ajaran
2008-2009, dan Program Kakak Asuh (Pro KA) tahun ajaran 2007-2009.

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Efektivitas Bahan Pembungkus Oksidator Etilen untuk Memperpanjang
Masa Simpan Buah Pisang Raja Bulu”. Skripsi ini merupakan bagian dari tugas
akhir sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dari berbagai pihak.
Rangkaian terima kasih penulis sampaikan kepada:
1.

Suami, orang tua, dan keluarga atas segala kasih sayang, semangat, dan doa
yang telah diberikan.

2.

Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS. dan Dr. Ir. Ketty Suketi, M.Si. yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian hingga
penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

3.

Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, MSc. sebagai dosen penguji atas saran

dan masukan yang diberikan kepada penulis.

4.

Dr. Ir. Sugiyanta, MSi. sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu
memberikan nasehat dan masukan selama penulis belajar di IPB.

5.

Teman-teman di Wisma Hikmatunnisa atas bantuan, dukungan dan semangat
yang telah diberikan.

6.

Mbak Lassih, Mbak Uma, Kak Kholidi, Pak Agus atas segala fasilitas dan
bantuan selama penulis melaksanakan penelitian.

7.

Semua pihak yang telah memberikan semangat, doa, dan dukungan kepada

penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu

Bogor, Januari 2012

Penulis

viii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
Latar Belakang ............................................................................................ 1
Tujuan.......................................................................................................... 2
Hipotesis ...................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................3
Pisang Raja Bulu ......................................................................................... 3
Mutu dan Umur Simpan .............................................................................. 5

Fisiologi Pasca Panen .................................................................................. 6
Usaha Memperpanjang Umur Simpan ........................................................ 8
BAHAN DAN METODE ......................................................................................12
Waktu dan Tempat .................................................................................... 12
Bahan dan Alat .......................................................................................... 12
Metode Penelitian ...................................................................................... 12
Pelaksanaan Penelitian .............................................................................. 13
Pengamatan ............................................................................................... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................18
Keadaan Umum ......................................................................................... 18
Umur Simpan ............................................................................................ 20
Warna Kulit Buah ...................................................................................... 20
Susut Bobot ............................................................................................... 22
Kekerasan Kulit Buah ............................................................................... 22
Rasio Daging Buah dengan Kulit Buah dan Bagian yang Dapat Dimakan ...... 24
Padatan Terlarut Total (PTT) .................................................................... 25
Asam Tertitrasi Total (ATT) ..................................................................... 25
KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................26
Kesimpulan................................................................................................ 27
Saran .......................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................28
LAMPIRAN ...........................................................................................................32

ix

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1.

Kandungan Nilai Gizi Beberapa Jenis Pisang di Indonesia

4

2.

Faktor yang Mempengaruhi Laju Respirasi pada Buah dan
Tumbuhan………………………………………………….

7

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Bahan
Pembungkus Oksidator Etilen terhadap Pasca Panen Buah
Pisang Raja Bulu…………………………………………...

19

Perubahan Kelunakan Kulit Buah Pisang Raja Bulu selama
Penyimpanan ………………………………………………

23

Perubahan Rasio Daging Buah dengan Kulit Buah dan
Bagian yang Dapat Dimakan Buah Pisang Raja Bulu
selama Penyimpanan ……………………………………...

24

Kandungan Padatan Terlarut Total (PTT) Buah Pisang
Raja Bulu ………………………………………………….

25

Kandungan Asam Tertitrasi Total (ATT) Buah Pisang
Raja Bulu ………………………………………………….

26

Rasio PTT/ATT Buah Pisang Raja Bulu ………………….

26

3.

4.

5.

6.

7.

8.

x

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman
Skema Hubungan antara Proses Pertumbuhan dan Jumlah
CO2 ………………………………………………………..

6

2.

Oksidator Etilen dengan Bahan Pembungkus yang Berbeda

14

3.

Pengemasan Buah dalam Kardus ………………………….

15

4.

Indeks Skala Warna Kulit Buah Pisang …………………...

16

5.

Buah yang terkena Gejala Penyakit pada 15 HSP ………..

19

6.

Perubahan Indeks Skala Warna Kulit Buah Pisang Raja
Bulu ………………………………………………………..

21

Perubahan Susut Bobot Buah Pisang Raja Bulu .................

22

1.

7.

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Halaman
Sidik Ragam Pengaruh Bahan Pembungkus Media
Oksidator Etilen terhadap Umur Simpan Buah Pisang Raja
Bulu ………………………………………………………..

33

Perubahan Warna Kulit Buah Pisang Raja Bulu pada
Setiap Pengamatan ………………………………………...

34

Sidik Ragam Pengaruh Bahan Pembungkus Media
Oksidator Etilen terhadap Susut Bobot Buah Pisang Raja
Bulu ………………………………………………………

36

Sidik Ragam Pengaruh Bahan Pembungkus Media
Oksidator Etilen terhadap Kekerasan Kulit Buah Pisang
Raja Bulu ………………………………………………….

37

Sidik Ragam Pengaruh Bahan Pembungkus Media
Oksidator Etilen terhadap Rasio Daging Buah dengan
Kulit Buah Pisang Raja Bulu ……………………………...

37

Sidik Ragam Pengaruh Bahan Pembungkus Media
Oksidator Etilen terhadap Bagian yang Dapat Dimakan
Buah Pisang Raja Bulu ……………………………………

38

Sidik Ragam Pengaruh Bahan Pembungkus Media
Oksidator Etilen terhadap Padatan Terlarut Total (PTT)
Buah Pisang Raja Bulu ……………………………………

38

Sidik Ragam Pengaruh Bahan Pembungkus Media
Oksidator Etilen terhadap Asam Tertitrasi Total (ATT)
Buah Pisang Raja Bulu ……………………………………

39

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pisang merupakan salah satu buah unggulan Indonesia. Pisang juga
merupakan jenis buah yang memberikan kontribusi besar terhadap produksi
buah-buahan nasional. Produksi pisang Indonesia tergolong cukup besar jika
dibandingkan dengan jenis buah-buahan lainnya. Produksi pisang Indonesia pada
tahun 2010 mencapai 5 755 073 ton (Badan Pusat Statistik, 2010). Potensi pisang
yang besar tersebut kurang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri. Hal ini disebabkan oleh penanganan pasca panen yang belum tepat,
terutama selama proses pengangkutan hingga pemasaran yang menyebabkan
sebagian besar produksi pisang mengalami kerusakan terlebih dahulu sebelum
sampai ke konsumen. Penanganan pasca panen tersebut juga menyebabkan mutu
buah pisang rendah.
Pisang raja bulu merupakan salah satu jenis pisang yang dibudidayakan di
Indonesia. Pisang ini merupakan salah satu jenis pisang raja yang ukurannya
sedang dan gemuk dengan daging buahnya yang sangat manis, berwarna kuning
kemerahan, bertekstur lunak, dan tidak berbiji (BPPT, 2005).
Pisang tergolong buah klimakterik yaitu buah yang mengalami kenaikan
CO2 secara mendadak pada waktu mencapai matang (ripe) (Phan et al., 1986).
Menurut Jannah (2008) buah pisang merupakan jaringan hidup yang tetap
melakukan perubahan fisiologi setelah panen. Buah ini tetap melakukan
reaksi-reaksi metabolisme seperti pada saat masih melekat pada tanaman dengan
cara menggunakan cadangan makanannya. Keadaan tersebut menyebabkan daya
simpan pisang menjadi rendah sehingga pisang menjadi cepat menurun
kualitasnya.
Buah pisang pada tingkat pemasakan lanjut mengeluarkan zat yang
menyebabkan pematangan buah pisang lainnya, yaitu etilen (C2H4). Etilen tersebut
dikeluarkan oleh buah matang yang dapat memacu laju pematangan (Pantastico
et al., 1986a). Pengaruh etilen pada pematangan ini dapat dikurangi dengan
mengoksidasi etilen yang dihasilkan oleh buah sehingga dapat memperpanjang
umur simpan buah. Salah satu senyawa yang dapat mengoksidasi etilen dan

2
mudah didapat adalah Kalium permanganat (KMnO4). Kalium permanganat
merupakan senyawa oksidator kuat yang bersifat non-volatil. Senyawa ini dapat
dipisahkan dari buah-buahan, sehingga mengurangi resiko bahaya kimia
(Wills et al., 1981 dalam Sudewo, 1984).
Penggunaan langsung antara KMnO4 dengan produk tidak dianjurkan.
Oleh karena itu, diperlukan bahan pembawa KMnO4 agar dapar digunakan
sebagai bahan pengoksidasi etilen, tetapi tidak mencemari buah. Bahan yang
dapat digunakan sebagai bahan pembawa KMnO4 antara lain arang aktif, zeolit,
batu apung, oasis serutan gergaji kayu, dan tanah liat. Hasil penelitian Jannah
(2008) menunjukkan bahwa penggunaan zeolit sebagai bahan pembawa KMnO4
dapat memperpanjang umur simpan buah pisang raja bulu tujuh hari lebih lama
dibandingkan dengan umur simpan buah yang tidak diberi perlakuan. Hasil
penelitian Kholidi (2009) menunjukkan bahwa penggunaan campuran tanah liat
dan KMnO4 sebanyak 30 g dengan pembungkus kain kasa mampu
mempertahankan umur simpan buah hingga 21 hari.
Penggunaan jenis bahan pembungkus memberikan pengaruh terhadap
keefektifan bahan pengoksidasi etilen

yang digunakan. Jannah (2008)

merekomendasikan kemasan bahan pengoksidasi etilen sebaiknya berupa bahan
tembus udara. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis
bahan pembungkus yang efektif untuk membungkus bahan pengoksidasi etilen.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas beberapa jenis bahan
pembungkus oksidator etilen untuk memperpanjang umur simpan dan
mempertahankan mutu buah pisang raja bulu.

Hipotesis
Terdapat perbedaan efektivitas pada jenis bahan pembungkus oksidator
etilen yang berbeda terhadap masa simpan dan mutu buah pisang raja bulu.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Pisang Raja Bulu
Pisang (Musa spp. L) merupakan tanaman asli Asia Tenggara. Pisang
termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas
Monocotyledonae, keluarga Musaceae. Tanaman pisang merupakan tanaman
monokarpik, yaitu tanaman yang hanya sekali berbuah setelah itu tanaman
tersebut mati. Pisang yang biasa dikonsumsi segar sebagai buah meja, berasal dari
hasil persilangan alamiah antara Musa acuminata dengan Musa balbisiana
(Verheij, 1991).
Pisang berdasarkan cara mengkonsumsinya dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu banana dan plantain. Banana sering juga disebut sebagai pisang
meja, terdiri dari Musa paradisiaca var. Sapientum dan Musa nana atau Musa
cavendis, atau juga disebut Musa sinensis, contohnya dari pisang ini adalah pisang
ambon, susu, raja, cavendish, barangan, dan mas. Plantain adalah pisang yang
dikonsumsi setelah buahnya dimasak, yaitu Musa paradisiaca forma typica atau
disebut juga Musa paradisiaca normalis, seperti pisang nangka, tanduk, dan
kapok (Samson, 1980).
Buah pisang yang dimakan pada umumnya merupakan buah partenokarpi,
yaitu buah yang berkembang tanpa terjadinya pembuahan. Daging buah yang
dimakan berkembang dari dinding ovari. Pertumbuhan buah dimulai dari
perbanyakan sel, hingga menjadi organ penimbun pangan yang membesar karena
zat-zat makanan bergerak dari source ke bagian ini. Komposisi zat yang ditimbun
tergantung pada jenis pisang. Umumnya zat yang ditimbun berbentuk karbohidrat.
Selama perkembangan terjadi perubahan komposisi tersebut, terutama perubahan
pati menjadi gula (Verheij, 1991).
Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain
menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan yang
lain. Pisang kaya mineral seperti kalium, magnesium, besi, fosfor dan kalsium,
juga mengandung vitamin B dan C serta serotonin yang aktif dalam kelancaran
fungsi otak (Prabawati et al., 2009). Kandungan nilai gizi beberapa jenis pisang di
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

4
Tabel 1. Kandungan Nilai Gizi Beberapa Jenis Pisang di Indonesia
Jenis
Pisang

Kalori Karbohidrat Vitamin Vitamin
(kalori)
(%)
C (mg)
A (SI)

Ambon
Angleng
Lampung
Emas
Raja Bulu
Raja Sere
Uli

99
68
99
127
120
118
146

25.80
17.20
25.60
33.60
31.80
31.10
38.20

3
6
4
2
10
4
75

140.00
76.00
61.80
79.00
950.00
112.00
75.00

Air
(%)
72.00
80.30
72.10
42.00
65.80
67.00
59.10

Bagian yang
Dapat Dimakan
(%)
75
75
75
85
70
85
75

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan, 1992

Pisang raja bulu merupakan salah satu jenis pisang raja yang ukurannya
sedang dan gemuk. Bentuk buahnya melengkung dengan pangkal buah agak bulat.
Kulitnya tebal berwarna kuning berbintik coklat. Daging buahnya sangat manis,
berwarna kuning kemerahan, bertekstur lunak, dan tidak berbiji. Panjang buah
antara 12-18 cm dengan bobot rata-rata 110-120 g. Setiap pohon biasanya dapat
menghasilkan rata-rata sekitar 90 buah (BPPT, 2005).
Pisang raja bulu termasuk buah yang dapat digunakan sebagai buah meja
dan bahan baku olahan atau campuran dalam pembuatan kue. Pada waktu matang,
warna kulit buahnya kuning berbintik coklat atau kuning merata. Setiap tandan
memiliki bobot berkisar 4-22 kg dengan jumlah sisir 6-7 sisir dan jumlah buah
10-16 setiap sisir. Pisang raja cocok untuk diolah menjadi sari buah, dodol, dan
sale (Prabawati et al., 2009).
Tanaman pisang umumnya dipanen pada umur sekitar 12-15 bulan atau
sekitar 4-6 bulan setelah tanaman berbunga. Hal ini sangat tergantung dari jenis
pisang yang ditanam. Pemanenan buah pisang dilakukan sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai. Buah pisang yang akan dipasarkan jarak dekat umumnya
dipanen pada stadia matang penuh, sedangkan buah pisang yang akan dipasarkan
jarak jauh umumnya dipanen pada stadia tingkat kematangan buah ¾ penuh. Buah
yang sudah mencapai stadia matang penuh ditandai dengan bentuk lingir (sudut
tepi buah) yang tidak kelihatan lagi dan buah kadang-kadang pecah. Umumnya
dalam satu tandan terdapat 1-2 buah yang berwarna kuning. Buah pada stadia
tingkat kematangan ¾ penuh ditandai dengan lingir buah yang masih terlihat jelas.
Pemanenan dilakukan dengan memotong ½ - 1∕3 bagian batang dengan tujuan

5
batang menjadi rebah ke bawah dan tandan dapat dengan mudah dipanen. Dalam
pemanenan diusahakan pisang tidak terluka atau memar. Pisang yang baru
dipanen harus dilindungi dari penyinaran matahari secara langsung. Selanjutnya
tandan dipisah-pisah berdasarkan sisirnya. Buah selanjutnya dicuci dan diberi
perlakuan

fungisida

untuk

mencegah

buah

terserang

penyakit

selama

penyimpanan (Satuhu dan Supriyadi, 2000).

Mutu dan Umur Simpan
Sebagian besar perubahan-perubahan fisikokimiawi yang terjadi pada
buah yang sudah dipanen berhubungan dengan mekanisme oksidatif, termasuk di
dalamnya respirasi. Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya
simpan buah klimakterik sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai
ukuran laju jalannya metabolisme dan sering dianggap sebagai petunjuk mengenai
potensi daya simpan buah. Laju respirasi biasanya disertai oleh umur simpan
pendek. Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya
sebagai bahan makanan (Phan et al., 1986).
Buah pisang yang dipanen dan dikonsumsi dalam keadaan segar harus
memenuhi kriteria kualitas. Konsumen biasanya memperhatikan nilai kualitas buah
berdasarkan penampilan, tekstur, rasa dan aroma, kandungan gizi (karbohidrat, lemak,
protein, vitamin, dan mineral) serta tingkat keamanan yaitu kandungan senyawa toksik
dan mikroba (Kader, 1992). Buah pisang merupakan jaringan hidup yang tetap
melakukan perubahan fisiologi setelah panen. Buah ini tetap melakukan reaksi-reaksi
metabolisme seperti pada saat masih melekat pada tanaman dengan cara menggunakan
cadangan makanannya. Keadaan tersebut menyebabkan daya simpan buah pisang
menjadi rendah sehingga pisang menjadi cepat menurun kualitasnya (Jannah, 2008).
Tursiska (2007) menyatakan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh terhadap
peningkatan laju respirasi buah, semakin tinggi suhu maka akan semakin cepat respirasi
terjadi. Degradasi warna menuju kemasakan dipengaruhi oleh suhu dan lama simpan.
Semakin tinggi suhu maka akan mempercepat perubahan warna buah. Nurhasanah
(2006) mengemukakan umur simpan pisang raja bulu dari beberapa daerah relatif sama,
yaitu enam hari. Umur simpan dipengaruhi oleh kerusakan buah selama pengangkutan.

6
Fisiologi Pasca Panen
Buah adalah hasil dari beberapa jenis bentuk pertumbuhan, yaitu
pembesaran bakal buah, pembesaran jaringan yang mendukung bakal buah dan
gabungan dari kedua bentuk tersebut. Pada umumnya tahap-tahap proses
pertumbuhan buah meliputi pembelahan sel, pembesaran sel, pendewasaan sel
(maturation), pematangan (ripening), kelayuan (sanescence) dan pembusukan
(deterioration). Pembelahan sel segera berlangsung setelah terjadinya pembuahan
yang kemudian diikuti dengan pembesaran atau pengembangan sel hingga
mencapai volume maksimum (Winarno dan Wirakartakusumah, 1981)
Buah yang sudah dipanen sebagian besar mengalami perubahan-perubahan
fisikokimiawi yang berhubungan dengan metabolisme oksidatif, termasuk di
dalamnya respirasi. Respirasi dibedakan ke dalam tiga tingkatan, yaitu: a).
pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, b). oksidasi gula menjadi asam
piruvat, dan c). transformasi piruvat dan asam-asam organik lainnya secara
aerobik menjadi CO2, air, dan energi. Protein dan lemak dapat pula berperan
sebagai substrat dalam proses pemecahan ini (Phan et al., 1986)

Jumlah CO2

Pembelahan
Sel

Pembesaran
Sel

Kelayuan

Gambar 1. Skema Hubungan Antara Proses Pertumbuhan dan Jumlah CO2
Sumber: Winarno dan Wirakartakusumah, 1981

Laju respirasi dapat diukur dengan jumlah CO2 yang dikeluarkan. Jumlah
CO2 terus menurun sampai mendekati proses kelayuan. Pada saat kelayuan tibatiba produksi CO2 meningkat, kemudian turun lagi (Gambar 1). Perubahan pola
respirasi yang mendadak sebelum terjadinya proses kelayuan pada beberapa jenis
pertanian dikenal dengan istilah klimakterik. Klimakterik adalah suatu periode

7
mendadak yang unik bagi buah-buahan tertentu, dimana selama proses ini terjadi
serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembuatan etilen.
Proses ini diawali dengan proses pematangan. Berdasarkan sifat klimakteriknya,
proses klimakterik dalam buah dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu klimakterik
menaik,

puncak

klimakterik,

dan

klimakterik

menurun

(Winarno

dan

Wirakartakusumah, 1981).
Faktor yang mempengaruhi laju respirasi adalah kelembaban, pertukaran
gas, perkembangan mikroorganisme saat panen, dan faktor sebelum pemanenan.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi laju respirasi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Faktor yang Mempengaruhi Laju Respirasi pada Buah dan
Tumbuhan
Faktor Lingkungan
Suhu

Konsentrasi Oksigen

Karbondioksida

Karbonmonoksida

Etilen

Tekanan (stress)

Respon
Suhu yang rendah antara 0-20 °C dapat menurunkan
laju respirasi. Namun tingkat laju respirasi tergantung
pada jenis komoditinya.
Pada umumnya suatu pengurangan dalam oksigen (di
bawah 21%) dapat memperlambat respirasi. Ketika
oksigen turun hingga 2 % (tergantung pada jenis
komoditi, suhu, dan durasi) pernapasan anaerobik
meningkat dengan cepat.
Pada umumnya peningkatan karbondioksida (di atas
0.03 %) dapat mengurangi pernapasan aerobik. Pada
konsentrasi di atas 20 % (tergantung pada jenis
komoditi, suhu, dan durasi), pernapasan anaerobik dan
memungkinkan untuk timbulnya kerusakan.
Pada konsentrasi 1-10 % dalam kondisi atmosfer yang
terkontrol dapat mengurangi laju respirasi pada jaringan
tumbuhan.
Konsentrasi C2H4 yang rendah dapat memicu
meningkatnya proses klimakterik yang tidak terikat pada
konsentrasi dan tampilan selanjutnya.
Memar, tekanan air (water stress), ionisasi, radiasi, dan
sejumlah organisme yang muncul seiring meningkatnya
laju respirasi.

Sumber: Taub dan Singh., 1998

Buah klimakterik merupakan buah yang mengalami kenaikan CO2 secara
mendadak. Faktor yang berperan dalam kenaikan CO2 secara mendadak ini dibagi
menjadi dua golongan utama, yaitu faktor fisik dan faktor biokimiawi. Faktor fisik

8
merupakan faktor yang berhubungan dengan permeabilitas kulit untuk gas. Buah
muda mempunyai epidermis yang dilapisi oleh suatu lapisan kutikula tipis, yang
terutama terdiri atas lilin padat. Bila buah menjadi matang, kutikula menjadi lebih
tebal, dan semakin banyak mengandung lilin cair dan minyak sehingga
permeabilitas keseluruhannya berkurang dengan bertambahnya umur. Berbeda
dengan konsep biokimiawi, konsep ini menguraikan bahwa CO2 yang dihasilkan
disebabkan oleh pemisahan dalam oksidasi dan fosforilasi. Pemisahan ini dimulai
pada C2H4 dan dilakukan oleh suatu pemisah alami yang belum teridentifikasi.
Tambahan CO2 bukan dari respirasi, tetapi berasal dari dekarboksilasi asam malat.
Sintesis protein yang memerlukan ATP memegang peran sentral sehingga
respirasi dan fosforilasi yang menyertainya akan diperkuat (Phan et al., 1986).

Usaha Memperpanjang Umur Simpan
Buah-buahan biasanya dipanen dan digunakan bila sudah masak dan
segera memasuki tingkat kematangan. Proses pematangan dan penuaan ini
melibatkan kegiatan sekelompok zat-zat kimia yang dihasilkan oleh tumbuhan itu
sendiri, yaitu hormon-hormon tumbuhan. Senyawa-senyawa ini secara garis besar
dapat digolongkan dalam kelompok yang memacu dan menghambat pematangan.
senyawa-senyawa itu meliputi semua jenis hormon tumbuhan, sitokinin, auksin,
giberelin, zat-zat penghambat, C2H4, zat-zat penyerap, lilin, dan zat-zat lainnya
(Salunke et al., 1986).
Etilen (C2H4) adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu
kamar berbentuk gas. Etilen dapat dihasilkan oleh jaringan hidup pada waktuwaktu tertentu. Dalam kehidupan tanaman, etilen dapat digolongkan sebagai
hormon yang aktif dalam proses pematangan. Etilen disebut hormon karena dapat
memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh tanamann, bersifat
mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik (Winarno dan
Wirakartakusumah, 1981). Buah pisang pada tingkat pemasakan lanjut
mengeluarkan zat yang menyebabkan pematangan buah pisang lainnya, yaitu
etilen (C2H4) yang dikeluarkan oleh buah matang yang dapat memacu pematangan
(Pantastico et al., 1986a).

9
Tujuan utama penyimpanan adalah pengendalian laju transpirasi, respirasi,
infeksi penyakit, dan mempertahankan produk dalam bentuk yang paling berguna
bagi konsumen. Umur simpan dapat diperpanjang dengan pengendalian penyakit
pasca panen, pengaturan atmosfer, perlakuan kimiawi, penyinaran, dan
pendinginan (Pantastico et al., 1986b). Upaya memperpanjang umur simpan dapat
dilakukan dengan mengendalikan proses pematangan yang bertujuan untuk
mencapai umur simpan yang maksimal. Pemberian selaput lilin, O2 yang rendah,
CO2 yang tinggi, dan zat-zat penghambat pematangan terkadang dikombinasikan
untuk memperpanjang umur simpan. Namun timbulnya C2H4 endogen selalu
menjadi masalah (Salunke et al., 1986).
Pendinginan merupakan cara yang paling ekonomis untuk penyimpanan
jangka panjang bagi buah-buahan dan sayur-sayuran segar. Cara-cara lain untuk
mengendalikan pematangan merupakan pelengkap bagi suhu yang rendah. Dalam
iklim tropika yang panas, penyimpanan dalam udara terkendali, pemberian lilin
dan penggunaan kantong-kantong polietilen, tidak dapat dianjurkan tanpa
dikombinasikan dengan pendinginan disebabkan kerusakan akan berlangsung
lebih cepat karena penimbunan panas dan CO2 (Pantastico et al., 1986b).
Penyimpanan pada suhu rendah juga dapat mengendalikan pembusukan pasca
panen dengan mempertahankan daya tahan inang terhadap parasit dan
menghambat pertumbuhan mikroganisme patogen (Eckert, 1986).
Suhu penyimpanan merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi
penuaan buah-buahan dan sayur-sayuran (Pantastico et al., 1986b). Suhu optimum
penyimpanan dan pengangkutan buah pisang berkisar 13-14°C, sedangkan suhu
optimum pematangan berkisar 15-20°C. Kelembaban relatif buah pisang optimum
pada kisaran 90-95% (Kader, 1996).
Proses

penyimpanan

dengan

udara

terkendali

(UT)

merupakan

pembaharuan yang paling penting dalam penyimpanan buah-buahan sejak
penggunaan pendinginan mekanik. Cara ini bila dikombinasikan dengan
pendinginan, secara nyata dapat menghambat kegiatan respirasi, dan menunda
pelunakan,

penguningan,

perubahan-perubahan

mutu,

dan

proses-proses

pembongkaran lainnya dengan mempertahankan atmosfer yang mengandung lebih
banyak CO2 dengan lebih sedikit O2 dibandingkan dalam udara biasa

10
(Do dan Salunke, 1986). Konsentrasi O2 yang rendah dapat menurunkan laju
respirasi dan oksidasi substrat, menunda pematangan sehingga umur komoditi
menjadi lebih panjang, menunda perombakan klorofil, menyebabkan produksi
C2H4 rendah, mengurangi laju pembentukan asam askorbat, mengubah
perbandingan asam-asam lemak tak jenuh, dan menyebabkan laju degradasi
senyawa pektin tidak secepat seperti dalam udara. Kombinasi O2 dan CO2 dapat
menghambat produksi C2H4 sehingga mengurangi laju kematangannya (Ulrich,
1986).
Buah yang disimpan dalam ruang penyimpanan dengan udara terkendali
atau kemasan-kemasan yang kedap udara, air dapat berhimpun dan mengembun.
Jamur dapat berkembang, terlebih dalam keadaan CO2 yang berlebihan. Oleh
karena itu, penggunaan fungisida dianjurkan. Penggunaan fungisida yang efektif
tidak memerlukan adanya penurunan kelembaban, sebab kelembaban sampai
dekat dengan titik jenuh memiliki keuntungan-keuntungan tersendiri. Suatu
atmosfer yang hampir jenuh mempunyai daya perlindungan terhadap kerusakan
akibat pendinginan bagi buah pisang pada suhu 12°C dan pembentukan aroma
buah semakin meningkat (Ulrich, 1986).
Penghambat pematangan maksimal diperoleh dengan mengurangi
pengaruh etilen dari ruang penyimpanan atau kemasan yang tertutup rapat.
Pemberian Kalium Permanganat (KMnO4) merupakan salah satu cara yang efektif
untuk mengoksidasi etilen yang dihasilkan oleh buah-buahan (Ulrich, 1986).
Kalium permanganat merupakan senyawa oksidator kuat yang bersifat non-volatil.
Senyawa ini dapat dipisahkan dari buah-buahan, sehingga mengurangi resiko
bahaya kimia (Wills et al., 1981 dalam Sudewo, 1984).
Hasil penelitian Sholihati (2004) menunjukkan bahwa kontak langsung
antara KMnO4 dengan produk tidak dianjurkan sehingga pengembangan terhadap
penyerap bahan tersebut perlu ditingkatkan. Sholihati menyimpulkan penggunaan
pelet dari arang yang telah direndam dalam KMnO4 memberikan pengaruh
terhadap penekanan produksi etilen. Buah pisang raja bulu dapat ditunda
kematangannya hingga 15 hari.
Penelitian Jannah (2008) menyimpulkan bahwa buah pisang raja bulu
yang diberi perlakuan zeolit dan KMnO4 dapat disimpan tujuh hari lebih lama

11
dibandingkan dengan buah tanpa perlakuan (kontrol). Pisang raja bulu yang diberi
perlakuan KMnO4 dengan bahan penyerap zeolit sebanyak 75 g mampu
mempertahankan umur simpan hingga 17 hari. Dilanjutkan dengan penelitian
Kholidi (2009) dengan penggunaan bahan penyerap etilen berupa campuran tanah
liat dan KMnO4 sebanyak 30 g dengan pembungkus kain kasa mampu
mempertahankan umur simpan hingga 21 hari.
Penggunaan jenis bahan pembungkus memberikan pengaruh terhadap
keefektifan bahan pengoksidasi etilen

yang digunakan. Jannah (2008)

merekomendasikan kemasan bahan pengoksidasi etilen sebaiknya berupa bahan
tembus udara.

12

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai
dengan Desember 2010 di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam percobaan ini adalah buah pisang raja
bulu yang dipanen pada derajat ketuaan ¾ matang yang ditandai dengan warna
buah yang masih hijau dengan sudut buah masih terlihat jelas. Bahan yang
digunakan untuk perlakuan antara lain larutan kalium permanganat (KMnO4)
jenuh; tanah liat sebagai bahan pengoksidasi KMnO4; kain kasa, kertas tissue,
kertas semen sebagai bahan pembungkus oksidator etilen, kotak kardus sebagai
bahan pembungkus pisang, plastik polietilen (PE) transparan sebagai bahan
pembungkus pisang, silica gel sebagai penyerap uap air, kertas koran sebagai
bahan pengisi, larutan phenoftalin, NaOH 0.1 N, dan aquades.
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari timbangan
analitik, penetrometer untuk mengukur kekerasan kulit buah, hand refractometer
untuk mengukur padatan total terlarut, labu takar, dan alat-alat titrasi.

Metode Penelitian
Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) faktor tunggal dengan empat perlakuan, yaitu:
P0 : Kontrol (tanpa bahan oksidator etilen)
P1 : 30 g bahan oksidator etilen (KMnO4 + tanah liat) dengan pembungkus kain kasa
P2 : 30 g bahan oksidator etilen (KMnO4 + tanah liat) dengan pembungkus kertas tissue
P3 : 30 g bahan oksidator etilen (KMnO4 + tanah liat) dengan pembungkus kertas semen

13
Model linier yang akan digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai
berikut:
Yij = µ + αi + βj + εij
Keterangan :
Yij = Pengamatan pada perlakuan bahan pengoksidasi ke-i dan kelompok ke-j
(i=1, 2, 3, 4 ; j=1, 2, 3)
µ

= Rataan umum

αi

= Pengaruh pada bahan pengoksidasi ke-i

βj

= Pengaruh kelompok ke-j

εij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan bahan pengoksidasi ke-I dan
kelompok ke-j
Percobaan terdiri atas tiga kelompok sehingga terdapat 12 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas tiga sampel. Setiap sampel terdiri
atas 2 x setengah sisir pisang yang masing-masing digunakan untuk pengamatan
destruktif dan non destruktif. Pengaruh perlakuan diuji menggunakan analisis
ragam. Jika uji F menunjukkan pengaruh nyata, maka dilakukan uji Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Media Oksidator Etilen
Bahan pengoksidasi etilen dibuat dengan mencampur pasta tanah liat
(bahan 1 kg tanah liat) dengan larutan KMnO4 (75 g/100 ml). Hasil pencampuran
bahan tersebut kemudian dikeringkan lalu dihancurkan sehingga berbentuk
serbuk. Serbuk bahan tersebut kemudian dibungkus dengan masing-masing
pembungkus berisi 30 g serbuk. Jenis pembungkus yang digunakan sesuai dengan
perlakuan (kain kasa, tissue, dan kertas semen) dapat dilihat pada Gambar 2.

14

a

b

c

Gambar 2. Oksidator Etilen dengan Bahan Pembungkus yang Berbeda ; (a)
Kain Kasa; (b) Kertas Tissue; (c) Kertas Semen
Persiapan Buah
Buah pisang yang digunakan diperoleh dari kebun petani di daerah
Cibanteng, Dramaga, Bogor. Buah pisang dipanen pada tingkat kematangan ¾
penuh yang ditandai dengan warna buah yang masih hijau dengan sudut buah
masih terlihat jelas. Buah pisang yang telah dipanen kemudian disisir. Penyisiran
dilakukan terhadap tandan pisang yang memiliki tingkat ketuaan yang hampir
sama. Sisir pisang tersebut kemudian disortasi untuk menentukan pisang yang
layak digunakan dalam percobaan. Sisir pisang yang digunakan yaitu sisir pisang
yang buahnya mempunyai kulit yang mulus tanpa luka serta dengan ukuran yang
relatif seragam. Sisir pisang yang telah disortasi kemudian dipotong menjadi
setengah sisir (6 jari). Setelah dipotong, pisang dibersihkan, kemudian direndam
dalam larutan bayclin 5% selama 15 menit.
Pembungkusan
Kemasan

yang

digunakan

berupa

kotak

kardus

berukuran

45 cm x 25 cm x 10 cm dan plastik polietilen (PE) transparan. Pembungkusan
dilakukan dengan memasukkan pisang yang telah dibersihkan ke dalam plastik
transparan beserta oksidator etilen dan silica gel 5 g. Setiap plastik pisang terdiri
dari 2 x setengah sisir pisang dengan setiap bungkus plastik merupakan satu
sampel percobaan. Setelah itu, pisang yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam
kardus beserta kertas koran. Setiap kardus terdiri atas tiga sampel percobaan
(Gambar 3). Kemudian kardus ditutup dengan menggunakan lakban. Pada saat

15
pembungkusan juga dilakukan pengacakan dengan asumsi bahwa buah memiliki
kematangan yang seragam walaupun berbeda sisir dan letak sisir dalam tandan.
Penyimpanan dilakukan di atas meja pada suhu ruang dengan kisaran suhu 27-30°C.

Gambar 3. Pengemasan Buah dalam Kardus
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan berupa pengamatan non destruktif dan
pengamatan destruktif. Pengamatan non destruktif berupa pengukuran indeks
skala warna kulit buah dan susut bobot buah pada 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27,
dan 30 Hari Setelah Perlakuan (HSP), sedangkan pengamatan destruktif dilakukan
pada 6, 12, 18, 24, dan 30 HSP untuk pengukuran kekerasan kulit buah, rasio
daging buah dengan kulit buah, padatan terlarut total (PTT), dan asam tertitrasi
total (ATT).
Indeks Skala Warna Kulit Buah
Indeks skala warna kulit buah pisang raja bulu diasumsikan sama dengan
penyebaran warna hijau dan kuning buah pisang cavendish. Derajat kekuningan
kulit buah tersebut dinilai dengan angka antara 1 sampai 8 (Gambar 4). Nilai
tersebut adalah:
1 : Hijau

5 : Kuning dengan ujung hijau

2 : Hijau dengan sedikit kuning

6 : Kuning penuh

3 : Hijau kekuningan

7 : Kuning dengan sedikit bintik coklat

4 : Kuning lebih banyak dari hijau

8 : Kuning dengan bercak coklat lebih luas

16

Gambar 4. Indeks Skala Warna Kulit Buah Pisang
Sumber : Kader, 1996

Susut Bobot
Pengukuran susut bobot buah dilakukan dengan membandingkan bobot
pisang awal dengan bobot pada saat pengamatan. Rumus yang digunakan :
% Susut Bobot=

bobot awal-bobot pengamatan
×100%
bobot awal

Rasio Daging Buah dengan Kulit Buah dan Bagian yang Dapat Dimakan
Pengukuran rasio buah dengan daging buah diukur dengan menimbang
bobot buah sebelum dikupas dan setelah buah dikupas. Bobot daging buah yang
diperoleh dibagi dengan bobot kulit buah. Bagian buah yang dapat dimakan
(edible portion) dihitung dengan rumus :
Bagian yang Dapat Dimakan =

Bobot daging buah
×100%
bobot buah

Kekerasan Kulit Buah
Kekerasan kulit buah diukur dengan menggunakan penetrometer.
Pengukuran dilakukan pada buah pisang yang belum dikupas kulitnya. Buah
pisang diletakkan sedemikian rupa di bawah jarum penetrometer. Jarum
penetrometer diletakkan di tiga tempat yang berbeda, yaitu pada bagian ujung,
tengah, dan pangkal. Ketiga data yang diperoleh kemudian dirata-ratakan.

17
Padatan Terlarut Total (PTT)
Kandungan padatan terlarut total (PTT) diukur dengan menghancurkan
daging buah pisang, kemudian dihaluskan dengan menggunakan mortar. Buah
pisang yang telah halus kemudian diambil sarinya dengan menggunakan kain
kasa. Sari buah yang telah diperoleh diteteskan pada prisma refraktometer yang
telah dikalibrasi terlebih dahulu dengan meneteskan aquades. Kadar PTT dapat
dilihat pada alat (ºBrix). Sebelum dan sesudah digunakan, prisma refraktometer
dibersihkan dengan aquades.
Asam Tertitrasi Total
Asam tertitrasi total diukur berdasarkan netralisasi ekstrak buah oleh basa
kuat NaOH. Kandungan ATT diukur dengan menghancurkan daging buah
sebanyak 25 g, kemudian hancuran buah disaring, lalu dimasukkan ke dalam labu
takar 100 ml, dan ditambahkan aquades sampai tanda tera. Filtrat diambil
sebanyak 25 ml dan ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolphtalein (PP)
kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N. Titrasi dilakukan hingga terbentuk
warna merah muda yang stabil. Kandungan ATT dihitung dengan menggunakan
rumus:
ATT ml NaOH/100 g bahan =
fp

ml NaOH × fp
× 100%
bobot contoh pisang (g)

: faktor pengenceran (100 ml/25 ml)

18

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Buah pisang yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kebun petani
yang terletak di Cibanteng, Dramaga, Bogor. Buah pisang dipanen dari pohon
dengan kondisi daun yang sebagiannya telah mengering, buahnya sudah
berdaging dan memiliki tingkat kematangan ¾ penuh yang ditandai dengan warna
buah yang masih hijau dengan sudut buah masih terlihat jelas. Pisang disimpan
pada suhu ruang dengan pembungkus plastik polietilen, pengemas kotak kardus,
dan oksidator etilen dengan pembungkus yang berbeda (kain kasa, kertas tissue,
dan kertas semen).
Secara umum kondisi buah pisang selama penyimpanan cukup baik.
Indeks skala warna kulit buah pisang tidak mengalami perubahan secara
signifikan hingga 30 HSP. Sebagian besar sisir pisang dapat mempertahankan
warna hijau atau hijau dengan sedikit kuning (skala 1 dan 2) hingga 30 HSP,
hanya satu sisir pisang yang mencapai indeks skala warna kulit dengan warna
kuning dengan bercak coklat lebih luas (skala 8) pada perlakuan oksidator etilen
dengan pembungkus kertas tissue. Pembungkus oksidator etilen berupa kertas
tissue mulai rusak pada 6 HSP, pembungkus oksidator etilen berupa kertas semen
mulai rusak pada 19 HSP, sedangkan pembungkus oksidator etilen berupa kain
kasa tidak mengalami kerusakan hingga 30 HSP. Rusaknya pembungkus
oksidator etilen ini menyebabkan bertambah besarnya luas permukaan oksidator
etilen.
Gejala penyakit pasca panen berupa serangan cendawan mulai menyerang
pada 9 HSP. Gejala penyakit ini semakin parah dengan semakin lamanya
penyimpanan. Berdasarkan gejala yang ditimbulkan, buah pisang terkena penyakit
antraknosa. Gejala yang muncul berupa noda merah kecoklatan yang terdapat
pada kulit buah yang mulai matang, dapat dilihat pada Gambar 5a. Selain gejala
penyakit antraknosa, buah pisang juga menunjukkan gejala penyakit crown rot
berupa pembusukan yang merata pada pangkal sisir buah, yang disebabkan oleh
gabungan dari cendawan Collectrotichum musae Arx. Gejala penyakit crown rot
pada buah pisang dapat dilihat pada Gambar 5b.

19

(a)

(b)

Gambar 5. Buah yang terkena Gejala Penyakit pada 15 HSP;
(a) Antraknosa pada Perlakuan Oksidator Etilen dengan
Pembungkus Kain Kasa dan (b) Crown Rot pada Perlakuan
Kontrol
Penyakit pasca panen yang menyerang sebagian pisang menyebabkan
pisang menjadi tidak layak untuk dikonsumsi atau diamati setelah 15 HSP
dikarenakan keadaan pisang yang sudah busuk, berair, dan dipenuhi cendawan.
Pisang yang tidak dapat diamati tersebut membuat data pengamatan pisang yang
diperoleh selama 30 HSP menjadi tidak lengkap di semua perlakuan dan ulangan.
Oleh karena itu, data yang diinterpretasikan hanya sampai 15 HSP.
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Bahan Pembungkus
Oksidator Etilen terhadap Pasca Panen Buah Pisang Raja Bulu
Peubah
Susut Bobot
Kekerasan Kulit Buah
Padatan Terlarut Total
Asam Tertitrasi Total
Rasio Daging dan Kulit
Bagian yang Dapat
Dimakan
Keterangan

:

3
tn
-

Hari Setelah Perlakuan (HSP)
6
9
12
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
tn
tn
tn
tn
tn

15
tn
-

* = Berpengaruh nyata pada α = 5 %
tn = Tidak berpengaruh nyata
- = Tidak dilakukan pengamatan

Rekapitulasi hasil sidik ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa
perlakuan oksidator etilen dengan bahan pembungkus yang berbeda berpengaruh

20
nyata pada asam tertitrasi total pada 6 HSP dan tidak berpengaruh nyata pada
susut bobot, kekerasan kulit buah, padatan terlarut total, rasio daging dan kulit,
serta bagian yang dapat dimakan selama 15 hari pengamatan.

Umur Simpan
Umur simpan buah pisang dihitung berdasarkan perubahan fisik buah,
terutama dari perubahan warna buah. Perhitungan umur simpan buah dilakukan
dari awal percobaan hingga buah tidak layak dikonsumsi. Hasil sidik ragam
(Lampiran 1) menunjukkan bahwa perlakuan oksidator etilen tidak berpengaruh
nyata terhadap umur simpan buah pisang. Buah pisang dengan perlakuan kontrol
dapat mempertahankan umur simpan hingga 22 hari. Perlakuan oksidator etilen
dengan bahan pembungkus kertas tissue dapat mempertahankan umur simpan
buah pisang paling lama yaitu 27 hari, sedangkan oksidator etilen dengan bahan
pembungkus kain kasa dapat mempertahankan umur simpan buah pisang hingga
24 hari dan oksidator etilen dengan bahan pembungkus kertas semen dapat
mempertahankan umur simpan buah hingga 26 hari.

Warna Kulit Buah
Perubahan warna merupakan indikator bagi konsumen untuk menentukan
kematangan buah. Umumnya warna dijadikan kriteria utama oleh konsumen
dalam menilai tingkat kematangan dan kualitas buah-buahan. Buah mengalami
perubahan nyata dalam warna selama pematangan, yang menunjukkan terjadinya
perubahan-perubahan susunan kimiawi dalam buah.
Perubahan warna dapat terjadi melalui proses perombakan maupun proses
sintetik atau keduanya. Perubahan warna pisang dari hijau menjadi kuning
disebabkan oleh rusaknya klorofil tanpa atau hanya sedikit pembentukan zat
karotenoid secara murni. Selama masih berwarna hijau, buah yang mengandung
klorofil masih terjadi kegiatan fotosintesis, tetapi tidak memiliki sumbangan yang
berarti terhadap terjadinya penimbunan gula di dalam buah (Matto et al., 1986).
Menurut Akamine et al. (1986) waktu memiliki peranan penting untuk
menghilangkan warna hijau pada buah, tergantung pada derajat perubahan warna

21
alami dan kerusakan buah. Makin muda warna hijaunya dan makin tua buahnya,
makin pendek waktu yang diperlukan untuk mengurangi kandungan klorofil
sampai suatu jenjang yang diinginkan.
Indeks skala kulit buah pisang raja bulu diasumsikan sama dengan
penyebaran warna hijau dan kuning buah pisang cavendish. Derajat kekuningan
kulit buah tersebut dinilai dengan skor antara 1 sampai 8.

Selama penyimpanan

buah pisang tidak mengalami perubahan warna kulit secara signifikan pada semua
perlakuan (Gambar 6). Sebagian besar sisir pisang dapat mempertahankan warna
hijau atau hijau dengan sedikit kuning (skala 1 dan 2) hingga 30 HSP. Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan oksidator etilen dengan bahan pembungkus yang
berbeda tidak berpengaruh terhadap warna kulit buah secara nyata. Perubahan
warna kulit buah pisang selama penyimpanan ditunjukkan pada Lampiran 2.

4.0

Skor

3.0
P0
P1

2.0

P2
P3

1.0
3

6

9

12

15

Hari Setelah Perlakuan (HSP)
Gambar 6. Perubahan Indeks Skala Warna Kulit Buah Pisang Raja Bulu
Keterangan: P0 (Kontrol); P1 (Pembungkus kain kasa); P2 (Pembungkus
kertas tissue); P3 (Pembungkus kertas semen)

Warna kulit buah yang tidak mengalami perubahan secara signifikan
selama 30 hari penyimpanan pada semua perlakuan diduga karena terjadinya
penghambatan perubahan warna pada kulit buah pisang yang disebabkan oleh
pembungkusan buah pisang dengan plastik polietilen yang ditutup rapat.
Hall et al. (1986) mengemukakan bahwa plastik polietilen memiliki bahan yang
kuat, kedap air, tahan terhadap zat-zat kimia, dan murah. Kemasan yang tidak
diberi lubang membuat hasil-hasil pertanian terlihat lebih baik dibandingkan
dengan kemasan yang diberi lubang. Hal ini disebabkan oleh termodifikasinya

22
udara dalam kemasan menjadi udara dengan kandungan O2 rendah dan CO2 yang
meningkat. Ulrich et al. (1986) mengungkapkan konsentrasi O2 yang rendah dapat
menurunkan laju respirasi dan oksidasi sub