Optimalisasi aktivasi karbon aktif tempurung kelapa dengan ragam suhu dan konsentrasi aktivator ZnCl2

OPTIMALISASI AKTIVASI KARBON AKTIF TEMPURUNG
KELAPA DENGAN RAGAM SUHU DAN KONSENTRASI
AKTIVATOR ZnCl2

ARUMI PITALOKA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
ARUMI PITALOKA. Optimalisasi Aktivasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
dengan Ragam Suhu dan Konsentrasi Aktivator ZnCl2. Dibimbing oleh
CHARLENA dan LISNA ROSMAYATI.
Karbon aktif tempurung kelapa berpotensi sebagai adsorben karena
kemampuan adsorpsi yang tinggi dalam menjerap pengotor. Salah satu
kegunaanya adalah pada indusri migas untuk mengeliminasi kandungan merkuri
(Hg) dalam gas bumi. Aktivasi karbon aktif dilakukan secara fisika dan kimia.
Aktivasi secara fisika dilakukan dengan memragamkan suhu pemanasan, yaitu

650, 700, dan 800 °C. Aktivasi kimia dilakukan dengan menggunakan activator
ZnCl2 yang diragamkan dengan konsentrasi 3%, 5%, dan 7% (w/v). Kondisi
optimum aktivasi pada penelitian ini ialah karbon aktif dengan perendaman
aktivator ZnCl2 pada konsentrasi 7% setelah pemanasan suhu 700 °C, ditunjukkan
dengan bilangan iodin sebesar 710.48 mg/g dan daya jerap sebesar 41.96%. Hasil
tersebut didukung dengan analisis metode Brunauer, Emmet, and Teller, adsorben
dengan diameter lebih kecil mempunyai luas permukaan yang lebih besar dan
daya jerap lebih besar. Analisis mikroskop elektron payaran yang di lengkapi
EDXA menunjukkan total volume pori terbanyak, yaitu pada karbon aktif dengan
perendaman ZnCl2 konsentrasi 7% setelah pemanasan. Semakin besar konsentrasi
aktivator kimia ZnCl2, jumlah pori semakin banyak sehingga, kemampuan karbon
aktif untuk mengadsorpsi suatu adsorben semakin besar.

ABSTRACT
ARUMI PITALOKA. Optimization of Activation on Coconut Shell Activated
Carbon under Various Temperatures and ZnCl2 Concentrations as Activator.
Supervised by CHARLENA dan LISNA ROSMAYATI.
Coconut shell activated carbon could be used as adsorbent for impurities with
high capacity absorption. One of its functions is in the oil and gas indusri to
eliminate mercury (Hg) in natural gas. Activation of the activated carbon was

done by physicals and chemical means. Activation was carried out by heating at
temperatures of 650, 700, dan 800 °C. Chemical activation was performed using
ZnCl2 in concentration of 3%, 5% and 7% (w/v). The optimum conditions in this
study was, immersion in ZnCl2 7% after at 700° C, as indicated by its iodine
number of 710.48 mg/g and adsorption capacity of 41.96%. These results are
supported by the method of analysis of Brunauer, Emmett and Teller, that
adsorbent with smaller diameter has larger surface and absorption capacity.
Analysis of electron microscopy microscope equipped with EDXA also showed
the highest total pore volume of the activated carbons was that immersed in ZnCl2
7% after heating. The greater the concentration of chemical activators ZnCl2, the
highest the number of pores, meaning the higher the adsorption ability of the
activated carbon.

OPTIMALISASI AKTIVASI KARBON AKTIF TEMPURUNG
KELAPA DENGAN RAGAM SUHU DAN KONSENTRASI
AKTIVATOR ZnCl2

ARUMI PITALOKA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul : Optimalisasi Aktivasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa dengan Ragam
Suhu dan Konsentrasi Aktivator ZnCl2
Nama : Arumi Pitaloka
NIM : G44070042

Disetujui

Pembimbing I

Pembimbing II


Dr. Charlena, M.Si
NIP 19671222 199403 2 002

Dra. Lisna Rosmayati, M.Si
NIP 19680905 199403 2 002

Diketahui
Ketua Departemen Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal lulus :

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat limpahan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul

Optimalisasi Aktivasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa dengan Ragam Suhu dan
Bobot Aktivator ZnCl2. Salawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan semoga kita semua menjadi
pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Charlena, M.Si dan Ibu
Dra. Lisna Rosmayati, M.Si selaku pembimbing yang senantiasa memberikan
arahan, dorongan semangat, dan doa kepada penulis selama melaksanakan
penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf Teknogas di
„LEMIGAS‟, Yudha, Risan, Hadi, Bapak Nanang, Bapak Widodo, atas bantuan
serta masukan selama penelitian berlangsung.
Terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Papa Ir. Moch.
Dwiyanto, Mama Dra. Sudarmi, Adik Arief, Bude Endang, Om Tris, serta seluruh
keluarga atas doa, nasehat, semangat dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada
Narendra Wisnu Cakti atas hati, waktu, pikiran, dan semangatnya selalu
menemani penulis. Kepada Mutia, Feni, Wahyuni, Pertiwi, Siti, Ardita, Dwi Putri,
serta teman-teman seperjuangan di Laboratorium Kimia Anorganik dan Kimia
IPB yang telah membantu memberi masukkan dan saran, penulis mengucapkan
terima kasih.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
perkembangan ilmu pengetahuan.


Bogor, Desember 2011

Arumi Pitaloka

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bantul pada tanggal 16 Februari 1990 dari ayah Ir.
Moch. Dwi Yanto dan ibu Dra. Sudarmi. Penulis adalah putri pertama dari dua
bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMAN 3 Tangerang dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif organisasi IMASIKA sebagai
staf Pengembangan Kimia dan Seni pada tahun 2008/2009 serta menjadi asisten
praktikum Kimia Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun ajaran 2009/2010
dan asisten Kimia Lingkungan 2010/2011. Penulis juga pernah mengajar mata
kuliah Kimia TPB di bimbingan belajar dan privat mahasiswa “Avogadro”. Selain
itu, Penulis sekarang juga sedang menjalankan bisnis di PT. Melia Nature
Indonesia. Bulan Juli–Agustus 2009 Penulis melaksanakan magang di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”, bulan JuliAgustus 2010 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Pusat Pengendalian

Dampak Lingkungan (PUSARPEDAL) kawasan PUSPIPTEK dengan judul
Penentuan Limit Deteksi Minyak dan Lemak Total dalam Air Sungai Cisadane
dengan Metode Gravimetri.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
PENDAHULUAN.......................................................................................... ………………….1
METODE
Alat dan Bahan......................................................................................................................... 2
Lingkup Kerja .......................................................................................................................... 2
Tahap Preparasi ................................................................................................................ 2
Tahap Aktivasi Karbon................................................................................................... 2
Tahap Lanjutan Aktivasi Karbon ................................................................................ 2
Tahap Pengujian ............................................................................................................... 2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi Karbon ..................................................................................................................... 3
Aktivasi Karbon....................................................................................................................... 4

Pengujian Karbon Aktif ........................................................................................................ 4
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .................................................................................................................................... 9
Saran ........................................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 9
LAMPIRAN ................................................................................................................................ 11

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Data EDXA massa Zn dan Cl pada karbon aktif suhu optimum 700 °C .............7
2 Hasil analisis BET pada suhu optimum 700 °C ...................................................8

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Struktur grafit ......................................................................................................4
2 Karbon hasil ayakan 70 mesh .............................................................................4
3 Hubungan ragam konsentrasi ZnCl2 dan suhu 650, 700, dan 800 °C terhadap
bilangan iodin karbon aktif dengan perendaman ZnCl2 setelah pemanasan…...5
4 Bilangan iodin karbon aktif pemanasan suhu 700 °C dengan perlakuan
perendaman ZnCl2 setelah pemanasan, perendaman ZnCl2 sebelum pemanasan,

dan perendaman ZnCl2 sebelum dan setelah pemanasan ....................................5
5 Daya jerap karbon aktif pemanasan suhu 700 °C dengan perlakuan perendaman
ZnCl2 setelah pemanasan, perendaman ZnCl2 sebelum pemanasan, dan
perendaman ZnCl2 sebelum dan setelah pemanasan ...........................................6
6 Pola difraksi sinar-X dispersif energi karbon aktif perendaman ZnCl2
konsentrasi 7% setelah pemanasan ......................................................................7
7 Hasil morfologi karbon aktif perbesaran 50-20 μm dengan perendaman ZnCl2
konsentrasi 3%, 5%, dan 7% ...............................................................................7

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bagan alir proses aktivasi karbon aktif .............................................................12
2 Pembuatan pelarut dan larutan standar .............................................................13
3 Tabel data analisis penetapan bilangan iodin dan daya jerap karbon aktif .......14
4 Perhitungan standardisasi larutan dalam penetapan bilangan iodin karbon aktif
perendaman ZnCl2 setelah pemanasan pada suhu 700 °C .................................16
5 Perhitungan bilangan iodin dan daya jerap karbon aktif...................................18
6 Data SEM dan EDXA karbon aktif dengan perendaman ZnCl2 setelah
pemanasan pada suhu optimum 700 °C.............................................................19
7 Data hasil BET karbon aktif perendaman ZnCl2 konsentrasi 7% setelah

pemanasan .........................................................................................................22

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang
mempunyai areal tanaman kelapa terluas di
dunia sekitar ± 3.7 juta ha. Pemanfaatan
komoditas kelapa tercatat cukup besar, hampir
seluruh bagian kelapa termasuk limbah
tempurung kelapa dapat dimanfaatkan
menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis.
Limbah tempurung kelapa menjadi salah satu
teknologi
alternatif
yang
menunjang
pertumbuhan industri di Indonesia serta
menghasilkan nilai tambah cukup besar
dengan dilakukan pengolahan menjadi karbon
aktif (Prastowo et al. 2008).
Karbon aktif adalah bahan padat yang

berpori-pori dan merupakan hasil pembakaran
dari bahan yang mengandung 85−95% unsur
C (Chand et al. 2005). Selain tempurung
kelapa, karbon aktif dapat dibuat dari semua
bahan yang mengandung karbon, diantaranya:
residu pabrik kertas, residu pengolahan
minyak, kokas dari batubara, minyak bumi
(Haryadi et al. 2005), dan limbah kulit
singkong (Sudaryanto et al. 2006).
Pemilihan tempurung kelapa sebagai
bahan baku karbon aktif atas dasar kualitas
karbon yang dihasilkan lebih baik dari pada
bahan lain, biayanya relatif lebih murah, dan
prosesnya cukup sederhana (Alaerts et al.
1989). Selain itu, pemilihan karbon aktif
tempurung kelapa juga didasarkan pada
potensinya yang cukup besar. Karbon aktif
tempurung kelapa secara luas digunakan
dalam berbagai aplikasi dan dimanfaatkan
untuk mengatasi permasalahan di berbagai
bidang industri (Kismurtono et al. 1999).
Khususnya di industri migas, seperti di
kepulauan Arun dan Bontang, karbon aktif
tempurung kelapa dijadikan adsorben karena
adsorpsinya yang tinggi dalam menjerap
pengotor (Allwar et al. 2008) sehingga dapat
meningkatkan kualitas produksi migas dengan
menaikkan harga dan nilai jual produk migas
tersebut.
Karbon aktif komersial pada umumnya
digunakan
sebagai
adsorben
untuk
mengeliminasi kandungan merkuri (Hg)
dalam gas bumi. Kehadiran merkuri dalam gas
bumi sekalipun dalam jumlah yang kecil
dinilai merugikan karena dapat menurunkan
umur katalis, menyebabkan korosi pada
peralatan dan fasilitas proses di industri
migas, khususnya pada pipa penukar panas
alumunium (Zeng et al. 2004).
Pemisahan merkuri dapat dilakukan
melalui proses adsorpsi, diantaranya dengan

adsorpsi fisik maupun kimia pada konsentrasi
merkuri yang rendah dalam kandungan gas
bumi. Beberapa metode dan bahan kimia
dapat digunakan untuk impregnasi agar dapat
memodifikasi
karbon
aktif
untuk
meningkatkan kemampuan adsorpsi.
Metode aktivasi yang umum digunakan
dalam pembuatan karbon aktif adalah
pemanasan (aktivasi secara fisika) dan bahan
kimia. Proses aktivasi dilakukan dengan
meragamkan perlakuan terhadap suhu aktivasi
dan konsentrasi aktivator. Ragam suhu yang
digunakan pada penelitian ini yaitu suhu 650,
700, dan 800 °C dialiri gas N2 dengan laju
aliran sebesar 150 cm3/menit STP (Alhamed
2006). Aktivator yang dapat digunakan untuk
aktivasi karbon aktif secara kimia adalah
hidroksida logam alkali, garam-garam
karbonat seperti Na2CO3 dan K2CO3 (Adinata
et al. 2007), garam-garam klorida seperti
NaCl, KCl, CaCl2, MgCl2, AlCl3 (Ioannidou
dan Zabaniotou 2007), dan ZnCl2 (Wang et al.
2010), K2HPO4 (Aber et al. 2009), Na2HPO4
(Gercel et al. 2007), dan asam-asam
anorganik seperti H2SO4 dan H3PO4 (Gimba et
al. 2009). Penelitian ini menggunakan ZnCl2
sebagai aktivator kimia. Penggunaan ZnCl2
diragamkan berdasarkan konsentrasi 3%, 5%,
dan 7% (w/v). Penambahan aktivator ZnCl2
bertujuan untuk membentuk pori baru pada
karbon aktif sehingga luas permukaan
semakin besar dan meningkatkan kemampuan
adsorpsi (Zeng et al. 2004).
Kemampuan adsorpsi dan kualitas dari
karbon aktif dapat diketahui melalui pengujian
bilangan iodin mengunakan metode American
Water Works Association (AWWA) B604-96,
metode tersebut didasarkan pada titrasi
iodometri. Pencirian lain dilakukan dengan
mengukur volume pori dan luas permukaan
adsorben dari adsorpsi isoterm nitrogen yang
diukur pada 77K menggunakan metode
Brunauer, Emmet, and Teller (BET) (Spahis
et al. 2008). Morfologi karbon aktif dapat
dilihat menggunakan mikroskop elektron
payaran (SEM) yang dilengkapi EDXA untuk
melihat dan mengukur Cl yang terikat pada
atom karbon.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan suhu
dan konsentrasi aktivator ZnCl2 optimum
untuk karbon aktif dari tempurung kelapa,
menganalisis kemampuan adsorpsi karbon
aktif terhadap iodin dengan mengukur
diameter dan volume pori yang dapat
dihasilkan dari perlakuan berbeda, mencirikan
morfologi dari karbon aktif, dan mengukur
gugus Cl yang terikat pada atom karbon.

2

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan untuk aktivasi
meliputi oven, tabung baja, tanur, desikator,
neraca analitik, pH meter, cawan penguap
dengan tutup, ayakan ukuran 70 mesh, alat
gelas, pipet volumetrik 10 mL, 25 mL, dan 50
mL, kertas saring Whatman No. 40. Alat
untuk pencirian meliputi BET Sorptometer201APC dan SEM JEOL JSM-6390LA yang
dilengkapi dengan JEOL-EDXA.
Bahan-bahan yang digunakan meliputi
karbon tempurung kelapa komersial berasal
dari PT AIM TOPINDO daerah Garut, Jawa
Barat, larutan ZnCl2, HCl, H2SO4, KI, I2,
Na2S2O7, K2Cr2O7, indikator kanji dan
akuades.
Lingkup Kerja
Penelitian ini dilakukan dalam tiga
tahapan, pertama yaitu persiapan sampel dan
pembuatan larutan standar, kedua yaitu
aktivasi sampel,
ketiga yaitu pengujian
bilangan iodin (AWWA B604-96) dan
pencirian sampel karbon dengan BET dan
SEM EDXA. Bagan alir penelitian dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Tahap Preparasi
Persiapan Sampel
Karbon tempurung kelapa komersial
dikeringkan pada suhu 60 °C dan digerus
hingga menjadi partikel yang lebih kecil dan
halus. Selanjutnya, karbon diayak dengan
ayakan ukuran 70 mesh.
Tahap Aktivasi Karbon
Serbuk karbon ditimbang sebanyak 100 g,
kemudian dikeringkan dalam oven dengan
suhu 90 °C selama ± 1 jam. Setelah kering,
sampel dimasukkan ke dalam tabung baja dan
dipanaskan dengan tanur hingga mencapai
suhu 650, 700, dan 800 °C dengan dialiri gas
N2 laju aliran sebesar 150 cm3/menit STP.
Selama proses berlangsung laju panas dan
aliran nitrogen harus dijaga konstan. Sampel
dipertahankan pada suhu 650, 700, dan 800 °C
selama 1 jam sebelum didinginkan dibawah
aliran N2. Setelah dingin, sampel dicuci secara
berurutan dengan larutan HCl 0.5 N, air
hangat kemudian air dingin suhu ruang untuk
menghilangkan sisa residu organik dan
mineral.
Pencucian
dengan
akuades
dilanjutkan sampai air pembilas netral (pH

sekitar 7). Aktivasi secara kimia dengan
merendam serbuk karbon tempurung kelapa
dalam larutan ZnCl2 3%, 5%, 7% (w/v)
selama ± 24 jam. Pengeringan dilakukan
menggunakan wadah cawan penguap didalam
oven selama ± 8 jam pada suhu 100 °C.
Sampel
kemudian
dianalisis
bilangan
iodinnya.
Tahap Lanjutan Aktivasi Karbon
Setelah didapat suhu yang optimum,
kemudian dilanjutkan dengan menggunakan
perlakuan yang berbeda yaitu perendaman
ZnCl2 sebelum aktivasi pemanasan pada suhu
optimum.
Serbuk karbon direndam dengan larutan
ZnCl2 3%, 5%, 7% (w/v) selama ± 24 jam.
Campuran (hasil rendaman) dikeringkan
dalam pengering oven pada suhu 900 C ± 1
jam. Sampel dimasukkan ke dalam tabung
baja dan dipanaskan dengan tanur hingga
mencapai suhu optimum dengan dialiri gas N2
150 cm3/menit STP. Sampel tersebut
dipertahankan pada suhu yang telah
ditentukan tersebut selama 1 jam. Setelah
dingin, sampel dicuci secara berurutan dengan
0.5 N HCl, air hangat, lalu air dingin pada
suhu ruang. Sampel dikeringkan dengan
cawan penguap dalam oven selama + 8 jam
pada suhu 100 °C. Setelah itu, dianalisis
bilangan iodinnya.
Tahap lanjutan dengan perlakuan sampel
direndam ZnCl2 sebelum dan setelah
pemanasan pada suhu optimum. Sampel
direndam kembali dengan dengan larutan
ZnCl2 3%, 5%, 7% (w/v) selama ± 24 jam.
Campuran (hasil rendaman) dikeringkan
dalam pengering oven pada suhu 100 °C ± 8
jam. Selanjutnya, karbon aktif dianalisis
bilangan iodinnya dan dibandingkan dengan
hasil karbon aktif perendaman ZnCl2 setelah
pemanasan.

Tahap Pengujian
Penetapan Bilangan Iodin (AWWA B60496)
Sebanyak 0.1 g sampel ditimbang dalam
labu Erlenmeyer, lalu ditambahkan 5 mL HCl
pekat.
Campuran
dipanaskan
hingga
mendidih, dan setelah mendidih dipertahankan
hingga 30 detik, lalu dinginkan hingga
mendekati suhu ruang. Laruran iodin
ditambahkan 100 mL ke dalam campuran lalu
dihomogenkan. Setelah itu, disaring dengan
kertas saring Whatman. Sebanyak 50 mL

3

filtrat hasil saringan dititrasi dengan larutan
Na2S2O7 0.1 N yang telah distandardisasi.
Pembuatan pelarut dan larutan standar dalam
percobaan ini dapat dilihat pada Lampiran 2.
Titrasi dilakukan hingga mendekati titik akhir
(berwana kuning muda seulas). Selanjutnya,
ditambahkan tiga tetes indikator kanji ke
dalamnya dan dititrasi kembali hingga terjadi
perubahan warna dari biru tua menjadi hijau
muda. Nilai bilangan iodin dihitung dan daya
jerap iodin dalam satuan persen.
Nilai bilangan iodin tersebut dapat
diketahui dengan tahapan perhitungan
menggunakan rumus :
nilai bilangan iodin =
dengan:
=
Keterangan :
X/m = miligram iodin yang teradsorbsi
pergram karbon
A
= normalitas I2 × 12693
B
= normalitas Na2S2O7 × 126.93
Kemampuan daya jerap iodin dapat diukur
menggunakan rumus:
Daya jerap =

× 100%

Keterangan:
b
a
N
126.9

= volume Na2S2O7 pada titrasi blangko
= volume Na2S2O7 pada titrasi sampel
= normalitas Na2S2O7
= bobot atom iodin

Pengukuran Diameter Pori Karbon Aktif
dengan Brunauer, Emmet, and Teller
(BET)
Pencirian karbon aktif ditentukan dengan
adsorpsi N2 pada −196 °C (77K),
menggunakan alat model BET Sorptometer201APC (Zabihi et al. 2010). BET berfungsi
untuk mendeteksi permukaan area contoh,
menggunakan metode adsorpsi gas N2 pada
padatan kemudian data yang diperoleh
dihitung menggunakan teori BET.
Berikut persamaan BET:

Keterangan:
Va = volume gas standar keadaan STP (mL)
P = tekanan parsial gas (Pa)

Po = tekanan uap jenuh (Pa)
Vm = volume gas pada lapisan tunggal (mL)
C = tetapan gas
Jika dibuat garfik
terhadap P/Po
maka akan diperoleh slope S =

dan

intersep I =
Harga Vm dapat diperoleh dari S, Vm =
Sehingga luas permukaan spesifik dapat
dihitung dengan rumus:
S=
Keterangan:
S = luas permukaan spesifik (m2/g)
Vm = volume gas lapisan tunggal (mL)
m = massa molekul gas (g)
N = bilangan Avogadro (6.022 x 1023 mol-1)
τ = luas
penampang
rata-rata
suatu
molekul gas (0.162 nm2 untuk N2)
(European Pharmacopoeia 2005 ).
Pengukuran Morfologi Karbon Aktif
dengan Mikroskop Elektron Payaran
(SEM) dan Sinar-X Dispersif Energi
(EDXA)
Peralatan yang digunakan adalah SEM
JEOL JSM-6390LA yang dilengkapi dengan
JEOL-EDXA dan program untuk melihat
sampel. SEM adalah jenis mikroskop elektron
yang gambar permukaan sampel dengan
menembakkan sinar energi tinggi elektron
dalam suatu pola raster scan (Prabakaran et
al. 2005). Sebagai tahapan persiapan, sampel
serbuk karbon direkatkan kedalam wadah
khusus lalu dilakukan pengamatan dan
pengukuran secara kualitatif dan kuantitatif
terhadap sampel yang dianalisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi Karbon
Karbon yang digunakan dalam penelitian
ini berasal dari karbon tempurung kelapa
komersial. Tempurung kelapa merupakan
bagian dari buah tanaman kelapa (Cocus
nuciefera L). Tempurung kelapa tergolong
dalam kayu keras, didasarkan pada kandungan
airnya yang berkisar 6−9%, dihitung dari
bobot keringnya (Haryadi et al. 2005). Karbon
terbentuk dari tempurung kelapa yang telah
mengalami karbonisasi yaitu pemanasan pada
suhu tinggi sehingga mempunyai kadar air
dan kadar abu yang rendah. Menurut Standar
Industri Indonesia (SII) No.0258-79 kadar air

4

untuk karbon aktif maksimum 10% dan kadar
abu maksimum 2.5%. Dalam penelitian ini
karbon aktif didapatkan kadar air sebesar
6.73% dan kadar abu sebesar 2.08%. Semakin
rendah kadar air, luas permukaan karbon
semakin besar. Semakin rendah kadar abu,
kemurnian dari karbon semakin besar
(Zamrudy 2008).
Karbon aktif tersusun dari atom-atom
karbon yang berikatan secara kovalen
membentuk struktur heksagonal datar pada
sebuah atom C pada setiap sudutnya (Gambar
1). Karbon aktif memiliki struktur beragam, di
antaranya ada yang berbentuk granular,
serbuk, serat, dan monolit (Vargas et al.
2010). Komponennya terdiri atas karbon
terikat, abu, air, nitrogen, dan sulfur
(Sembiring et al. 2003). Pencirian karbon
aktif tempurung kelapa yang baik antara lain
memiliki pori mikro yang tinggi, pori makro
yang rendah, dan kekerasan cukup tinggi
(Suzuki et al. 2007).
Permukaan dasar
Jarak antar
lapisan
Bagian
tepi

Jarak antar
lapisan

Gambar 1 Struktur grafit.
Persiapan sampel karbon dilakukan
dengan
pemanasan
dan
pengayakan.
Pemanasan pada suhu 60 °C dilakukan untuk
menghilanghan uap air (Haryadi et al. 2005).
Pengayakan dengan ayakan ukuran 70 mesh
dilakukan untuk memperoleh partikel yang
lebih kecil dan halus. Hasil pengayakan 70
mesh dapat dilihat pada Gambar 2. Pemilihan
ayakan ukuran sampel 70 mesh didasarkan
pada penelitian sebelumnya Priagantina
(2010), sampel yang memiliki bilangan iodin
yaitu dari ukuran 50, 70, 80, dan 100 mesh,
paling optimum adalah sampel berukuran 70
mesh. Ukuran partikel karbon akan
mempengaruhi kemampuan penjerapan iodin.
Partikel yang lebih halus diharapkan memiliki
luas permukaan yang besar sehingga
meningkatkan kemampuan adsorpsi.

Aktivasi Karbon
Aktivasi sampel karbon bertujuan untuk
menghilangkan senyawa nonkarbon sehingga
diperoleh unsur karbon murni, memperbesar
pori dengan cara memecahkan ikatan
hidrokarbon atau mengoksidasi molekulmolekul
permukaan
sehingga
karbon
mengalami perubahan sifat, baik fisika
maupun kimia, yaitu luas permukaannya
bertambah besar dan berpengaruh terhadap
daya adsorpsi. Proses aktivasi dilakukan
dengan meragamkan perlakuan terhadap suhu
aktivasi dan konsentrasi aktivator ZnCl2.
Ragam suhu aktivasi karbon 650, 700, dan
800 °C dimaksudkan untuk mengetahui suhu
yang optimum untuk karbon aktif tempurung
kelapa sebagai adsorben. Pemanasan pada
suhu 650, 700, dan 800 °C dengan dialiri gas
N2 150 cm3/menit STP dimaksudkan agar
selama
karbonisasi,
dapat
optimal
pembentukkan pori karbon dan mencegah
dekomposisi bahan organik menjadi CO2 dan
H2O, serta menghindari terjadinya reaksi
karbon dengan O2 (Hu et al. 2009).
Pencucian
karbon
setelah aktivasi
dilakukan untuk menghilangkan sisa residu
organik, kontaminan, mineral dan sisa-sisa
logam yang tertinggal dalam rongga pori.
Oksida logam yang tertinggal didalam pori
dapat mempengaruhi daya jerap karbon aktif
pada senyawa tertentu (Setianingsih et al.
2008). Kemampuan adsorpsi juga akan
meningkat bila pH diturunkan yaitu dengan
menambah asam-asam mineral, karena
kemampuan asam mineral akan mengurangi
ionisasi asam organik tersebut (Sembiring et
al. 2003).
Perbedaan konsentrasi ZnCl2 dalam
aktivasi
karbon
dimaksudkan
untuk
mengetahui konsentrasi optimum aktivator
kimia. Penggunaan ZnCl2 sebagai aktivator
kimia sangatlah penting karena selain dapat
menghasilkan pori-pori baru yang mampu
meningkatkan kemampuan adsorpsi merkuri,
perendaman dengan ZnCl2 juga dapat
menghasilkan terbentuknya ikatan C-Cl
dimana gugus Cl tersebut dapat mengikat
merkuri (Hg) secara ikatan kimia menjadi
HgCl atau HgCl2 (Zeng et al. 2004).
Pengujian Karbon Aktif

Gambar 2 Karbon hasil ayakan 70 mesh.

Karbon yang telah diaktifkan, akan
memiliki pori-pori yang terbuka dan daya
jerapnya tinggi. Karbon hasil aktivasi
ditentukan bilangan iodin dan daya jerap iodin
menggunakan metode AWWA B604-96.
Karbon
yang
telah
diaktivasi
akan

5

mengadsorpsi iodin yang ditambahkan, sisa
iodin yang tidak teradsorpsi oleh karbon akan
dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat yang
telah di standardisasi. Larutan standar dan
pelarut yang digunakan ditunjukkan dalam
Lampiran 2. Titik akhir titrasi ditandai dengan
warna I2 yang hilang yaitu kuning seulas
setelah ditambahkan dengan indikator kanji,
berubah dari warna biru tua menjadi tidak
berwarna. Volume larutan tiosulfat yang
tercatat digunakan untuk menentukan
kemampuan karbon aktif tersebut dalam
menyerap iodin. Reaksi yang terjadi dalam
proses titrasi tersebut (Vogel 1989) :
I2 + 2S2O32-

ZnCl2, karena sifat dari proses adsorpsi
eksotermik (Zeng et al. 2004). Akibatnya
adsorben tidak dapat mengadsorpsi iodin
dengan maksimal sehingga daya jerapnya
menurun.

2I- + S4O62-

Daya adsorpsi karbon aktif terhadap iodin
mengindikasikan kemampuan karbon aktif
untuk mengadsorpsi komponen dengan bobot
molekul rendah (Suzuki et al. 2007). Hasil
penentuan bilangan iodin serta daya jerap
setelah aktivasi dengan ragam suhu dan
konsentrasi ZnCl2 dapat dilihat pada Lampiran
1.
Gambar 3 menunjukkan hubungan antara
konsentrasi ZnCl2, suhu, dan hasil pengujian
bilangan iodin dengan perendaman setelah
aktivasi. Semakin tinggi konsentrasi ZnCl2
dan suhu aktivasi bilangan iodinnya semakin
tinggi. Peningkatan suhu aktivasi mampu
meningkatkan daya jerap karbon aktif
terhadap iodium. Hal ini disebabkan karena
semakin tinggi suhu, maka semakin banyak
pelat-pelat karbon yang bergeser yang akan
mendorong senyawa hidrokarbon tar dan
senyawa organik lainnya untuk keluar pada
saat aktivasi (Pari 2004). Karbon aktif dengan
kemampuan menyerap iodin yang tinggi
berarti memiliki luas permukaan yang lebih
besar dan juga memiliki struktur mikropori
dan mesopori yang lebih besar (Suzuki et al.
2007). Dalam pekerjaan ini diketahui bahwa
aktivasi pada suhu 700 °C merupakan suhu
paling optimum dibandingkan suhu 600 °C
dan 800 °C.
Terlihat dalam Gambar 3, aktivasi pada
suhu 800 °C memiliki nilai bilangan iodin
yang lebih kecil dibandingkan pada suhu 700
°C. Hal tersebut disebabkan aktivasi dengan
pemanasan pada suhu yang tinggi lebih dari
suhu 700 °C akan merusak beberapa dinding
pori pada karbon dan menimbulkan oksida
logam yang akan menutupi dinding pori pada
permukaan karbon (Allwar et al. 2008). Selain
itu, pada suhu 800 °C jumlah iodin yang
teradsorpsi mengalami penurunan seiring
dengan meningkatnya konsentrasi larutan

Gambar 3 Hubungan ragam konsentrasi ZnCl2
dan suhu = 650 °C; = 700 °C;
- = 800 °C terhadap bilangan iodin
karbon aktif dengan perendaman
ZnCl2 setelah pemanasan.
Perlakuan kondisi aktivasi optimum juga
dilakukan pada suhu optimum 700 °C dengan
membandingkan nilai bilangan iodin karbon
aktif yang diberi perlakuan perendaman
sebelum pemanasan, perendaman setelah
pemanasan, serta perendaman sebelum dan
setelah pemanasan. Ragam konsentrasi ZnCl2
juga diterapkan pada setiap perlakuan
(Gambar 4).

Gambar 4 Bilangan iodin karbon aktif
pemanasan
suhu 700 °C
dengan
perlakuan
=
perendaman ZnCl2 setelah
pemanasan;
= perendaman
ZnCl2 sebelum pemanasan;
= = perendaman ZnCl2 sebelum
dan setelah pemanasan.

6

Hasil karbon aktif perendaman ZnCl2
sebelum pemanasan didapat bilangan iodinnya
lebih rendah dari perlakuan karbon aktif
dengan perendaman ZnCl2 setelah pemanasan
(Lampiran 3), karena pori karbon aktif belum
terbuka ketika dilakukan perendaman ZnCl2
terlebih dahulu, sehingga penjerapan iodin
kurang maksimal. Sedangkan, hasil aktivasi
dengan perendaman ZnCl2 sebelum dan
setelah pemanasan memiliki hasil lebih besar
dibandingkan perendaman ZnCl2 sebelum
pemanasan. Hal tersebut dikarenakan ikatan
karbon dengan larutan ZnCl2 lebih banyak
dalam produk akan tetapi akan membuat
dinding pori dari karbon rapuh karena
terbentuk pori yang terlalu banyak sehingga
kemampuan menjerap iodin kurang maksimal.
Perbandingan dari ketiga perlakuan karbon
aktif, yaitu perendaman ZnCl2 setelah
pemanasan, perendaman ZnCl2 sebelum
pemanasan, dan perendaman ZnCl2 sebelum
dan setelah pemanasan ternyata bilangan iodin
dan daya jerap lebih maksimal pada kondisi
perendaman ZnCl2 setelah pemanasan, karena
karbon yang dihasilkan dari aktivasi kimia
lebih tinggi daripada aktivasi fisika (Suzuki et
al. 2007). Efek penggunaan bahan kimia
mampu meningkatkan jumlah pori-pori.
Menurut Zhang et al. (2005), aktivasi karbon
aktif tempurung kelapa dengan aktivator
ZnCl2 bertujuan untuk menambah porositas
karbon aktif yang akan terbentuk, sehingga
luas permukaan lebih besar dan daya jerapnya
meningkat. Berikut hubungan daya jerap iodin
terhadap konsentrasi larutan ZnCl2 (Gambar
5).

Gambar 5 Daya jerap karbon aktif pemanasan
suhu 700 °C dengan perlakuan =
perendaman
ZnCl2
setelah
pemanasan;
= = perendaman
ZnCl2 sebelum pemanasan;
=
perendaman ZnCl2 sebelum dan
setelah pemanasan.

Konsentrasi aktivator ZnCl2 dari 3%, 5%,
dan 7% pada pemanasan suhu 700 °C terlihat
mengalami peningkatan cukup signifikan,
semakin besar konsentrasi larutan ZnCl2,
semakin besar bilangan iodin dan daya
jerapnya. Hal tersebut dikarenakan ketika
aktivasi pemanasan pada suhu 700 °C pori
karbon terbentuk dan terbuka dengan
sempurna terlihat pada Gambar 7, sehingga
ketika dilakukan perendaman ZnCl2 dapat
memenuhi pori tersebut dengan ikatan Cl
(Zeng et al. 2004). Karbon aktif dapat
mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa
kimia tertentu yang sifat adsorpsinya selektif,
bergantung pada besar pori-pori dan luas
permukaan. Daya jerap karbon aktif sangat
besar, yaitu 25–1000% terhadap bobot karbon
aktif (Sembiring et al. 2003).
Menurut Pari (2004), besarnya daya jerap
terhadap iodin berkaitan dengan terbentuknya
pori pada karbon aktif. Selain itu juga
berhubungan dengan pola struktur mikropori
yang terbentuk dan mengindikasikan besarnya
diameter pori karbon aktif tersebut yang
mampu dimasuki oleh molekul dengan
diameter kurang dari 10Å. Terlihat dari hasil
BET ukuran diameter karbon aktif pada
penelitian ini lebih dari 100 Å (Tabel 1),
sehingga akan mampu mengadsorpsi iodin.
Daya jerap karbon aktif dengan
perendaman ZnCl2 setelah pemanasan pada
konsentrasi 3%, 5%, dan 7% berturut-turut
25.41%, 28.20%, dan 41.96%. Semakin
meningkatnya konsentrasi ZnCl2, daya jerap
terhadap iodin makin besar . Semakin besar
daya jerap iodin berarti karbon tersebut
memiliki luas permukaan dan pori yang lebih
besar, sehingga daya jerap paling optimum
yaitu konsentrasi ZnCl2 7% dengan
perendaman setelah pemanasan sebesar
41.96% memiliki standar deviasi 0.0000.
Hasil penelitian ini memiliki bilangan iodin
terbesar yaitu 710.48 mg/g. Bilangan iodin ini
telah sesuai dengan standar minimum yang
ditetapkan oleh AWWA B604-96 yaitu
sebesar
500 mg/g. Selain itu, standar
minimum juga ditetapkan oleh SII No.025879 yaitu sebesar 20% (200 mg/g).
Morfologi karbon aktif dalam pekerjaan
ini dicirikan dengan menggunakan SEM yang
dilengkapi penganalisis sinar-X dispersif
energi (EDXA). EDXA yang digunakan untuk
menganalisis unsur dalam bahan. Analisis
dilakukan secara kualitatif dan komposisi
bahan dapat diperoleh dengan memantau
sinar-X yang dihasilkan dari interaksi elektron
dengan spesimen (Abdullah et al. 2008).
Berikut hasil dispersif EDXA karbon aktif

7

pada kondisi
padaTabel 1.

optimum

dapat

dilihat

Tabel 1 Data EDXA massa Zn dan Cl pada
karbon aktif suhu optimum 700 °C
Konsentrasi
ZnCl2 (b/v)
(%)

Zn

Cl

3%

2.42

1.48

5%

1.93

1.60

7%

20.50

4.58

(b)

165
150
135

Counts

120 C
105
90
75
60
Cl

30
15

Zn

Zn
Zn

Si

Cl

1.00

2.00

3.00

Zn

0
0.00

(a)

Massa (%)

Gambar 6 menunjukkan pola difraksi
kandungan Zn dan Cl pada permukaan karbon
aktif dengan perendaman aktivator ZnCl2
setelah pemanasan pada suhu optimum 700
°C. Terlihat bahwa kandungan Cl terbanyak
pada konsentrasi ZnCl2 terbesar yaitu 7%.
Namun, dibandingkan dengan kandungan %
massa Zn, % massa Cl lebih sedikit
dikarenakan Zn tidak hanya berasal dari
ZnCl2, Zn juga diindikasikan berasal dari ZnO
hasil pembakaran pada karbon yang tidak
sempurna sehingga bereaksi dengan oksigen.
Pola difraksi hasil EDXA pada konsentrasi
ZnCl2 lainnya dapat dilihat pada Lampiran 6.

45

karbon aktif dengan perendaman
ZnCl2
konsentrasi 7% setelah pemanasan (Tabel 2).

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00 10.00

keV

Gambar 6 Pola difraksi sinar-X dispersif
energi karbon aktif dengan
perendaman ZnCl2 konsentrasi
7% setelah pemanasan.
Hasil analisis SEM untuk melihat
morfologi karbon aktif dapat dilihat pada
Gambar 6. Terlihat semakin besar konsentrasi
ZnCl2 jumlah pori semakin banyak,
kemampuan karbon aktif untuk menjerap
semakin besar ditampilkan pada Gambar 7.
Total volume pori terbanyak yaitu pada

c (c)

Gambar 7 Hasil morfologi karbon aktif
perbesaran 50-20 μm dengan
perendaman ZnCl2 konsentrasi
3% (a), 5% (b), dan 7% (c)
setelah pamanasan.
Pencirian selanjutnya pada penelitian ini
menggunakan metode Brunauer, Emmet, dan
Teller (BET) yang merupakan teknik untuk
memperkirakan luas permukaan sebagai suatu
parameter yang erat hubungannya dengan
kemampuan
adsorpsi
suatu
adsorben.
Persamaan
BET
digunakan
dalam
menentukan luas permukaan karbon aktif dari
adsorpsi isoterm nitrogen yang diukur pada
77K (Spahis et al. 2008). Analisis BET
bertujuan untuk mengetahui karakter fisik dari
karbon yang memiliki kemampuan optimum
sebagai adsorben. Ciri fisik yang dianalisis
yaitu ukuran diameter pori dan total volume
pori, sehingga diharapkan luas permukaan
akan dapat diperkirakan. Sampel karbon yang
akan dianalisis harus bersih dari kontaminan
seperti air dan minyak, sehingga perlu
dilakukan
pembersihan
permukaan
(degassing) sebelum sampel dianalisis. Proses
pembersihan permukaan berlangsung selama
14 jam dengan cara menyimpan sampel dalam
sel gelas yang kemudian dipanaskan dengan
aliran gas nitrogen dalam kondisi vakum.
Hasil analisis BET ditunjukkan pada Tabel 2.

8

Tabel 2 Hasil analisis BET pada karbon aktif
suhu optimum 700 °C
Ragam Diameter Pori Total Volume
Perlakuan
Pori
(Å)
(cc/g)
3%*
tidak
0.0002618
terdeteksi
5%*
228.547
0.001048
7%*
160.242
0.007596
7%**
105.790
0.009671
7%***
262.725
0.005042
Keterangan: *: perendaman ZnCl2 setelah pemanasan
**: perendaman ZnCl2 sebelum pemanasan
***: perendaman ZnCl2 sebelum dan setelah
pemanasan.

Karbon aktif dari tempurung kelapa
biasanya berbentuk granular yang sangat keras
dengan diameter pori berkisar 20−500 Å, tipe
pori lebih halus (mesopori), dan digunakan
dalam fase gas sebagai penyerap uap
(Setianingsih et al. 2008). Tabel 2
menunjukkan analisis BET pada suhu
optimum 700 °C yaitu perendaman ZnCl2
konsentrasi 3% setelah pemanasan ukuran
diameter pori tidak terdeteksi. Karbon aktif
pada perendaman ZnCl2 konsentrasi 5%
setelah pemanasan memiliki diameter pori
sebesar 228.547 Å lebih besar dibandingkan
dengan diameter pori pada perendaman ZnCl2
konsentrasi 7% setelah pemanasan sebesar
160.242 Å. Diameter pori terbesar yaitu pada
karbon aktif dengan perendaman ZnCl2
sebelum dan setelah pemanasan yaitu sebesar
262.725 Å dan diameter terkecil pada karbon
aktif perendaman ZnCl2 konsentrasi 7%
sebelum pemanasan sebesar 105.790 Å.
Ukuran diameter suatu adsorben yang lebih
kecil ternyata lebih efektif dalam proses
adsorpsi dibandingkan dengan diameter yang
besar. Diameter pori berbanding terbalik
dengan luas permukaan. Hal tersebut
disebabkan karena adsorben dengan diameter
lebih kecil mempunyai luas permukaan yang
lebih besar dan menyebabkan daya jerap lebih
besar (Purnama dan Setiati 2004). Karbon
aktif perendaman ZnCl2 konsentrasi 7%
sebelum pemanasan diharapkan memiliki luas
permukaan yang besar.
Total volume pori pada perendaman
ZnCl2 konsentrasi 7% setelah pemanasan yaitu
0.007596
cc/g lebih besar dibandingkan
dengan konsentrasi ZnCl2 3% dan 5%
(Lampiran 7).
Zhang et al. (2005)
menyatakan bahwa luas permukaan BET
berbanding lurus dengan volume adsorben.
Semakin besar luas permukaan, volume pori
dan daya jerap semakin besar. Rata-rata

volume pori meningkat
seiring dengan
meningkatnya konsentrasi larutan ZnCl2
(Zeng et al. 2004).
Hu et al. (2005) menyatakan bahwa
karbon aktif sebagai adsorben memiliki
porositas tinggi dan luas permukaan yang
besar. Luas permukaan karbon aktif berkisar
antara 300–2000 m2/g dan volume pori lebih
besar dari 30 cm3/100 g. Total volume pori
terbesar pada karbon aktif perendaman ZnCl2
konsentrasi 7% sebelum pemanasan yaitu
0.009671 cc/g dengan diameter pori terkecil
yaitu 105.790 Å. Hasil dari analisis karakter
fisik karbon aktif pada penelitian ini
didapatkan porositas yang rendah. Hal
tersebut diduga preparasi awal karbon aktif
kurang maksimal, ketika perendaman ZnCl2
kurang
proses
pengadukan
sehingga
penjerapan ZnCl2 kurang maksimum, masih
ada karbon yang tidak teraktifkan sempurna.
Karbon aktif juga dibiarkan terlalu lama
dalam suhu ruang karena efektivitas dari
adsorben tidak akan berlangsung lama.
Kondisi karbon aktif dengan perendaman
ZnCl2 setelah pemanasan yang diharapkan
memiliki total volume pori lebih besar
ternyata lebih rendah. Hal tersebut diduga
ketika dialirkan gas nitrogen (analisis BET)
pada pori karbon yang berfungsi untuk
membersihkan dan mengosongkan pori, pori
karbon masih tertutup dengan oksida logam
Zn, sehingga nitrogen tidak dapat masuk
kedalam pori dengan sempurna. Keberadaan
abu hasil oksida logam yang berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya penyumbatan poripori karbon aktif sehingga luas permukaan
karbon aktif menjadi berkurang (Scroder dan
Elisabeth 2006). Menurut Zeng et al. (2004),
Peresapan aktivator ZnCl2 berlebih akan
menurunkan luas permukaan BET sehingga
volume pori dari sampel karbon aktif akan
semakin kecil dikarenakan penyumbatan
porositas internal dengan masuknya molekul
ZnCl2. Selain itu juga menyebabkan korosi di
mana karbon aktif yang terbentuk menjadi
rusak. Hal tersebut dibuktikan dari hasil
EDXA pada Tabel 1 bahwa massa Zn (%)
lebih besar daripada massa Cl (%). Terdapat
oksida logam ZnO yang cukup banyak pada
karbon aktif dengan konsentrasi 3%, 5%, dan
7% dengan perendaman setelah pemanasan
(Lampiran 6).
Karbon aktif yang paling optimum
penjerapannya akan diaplikasikan sebagai
adsorben
yang
akan
mengeliminasi
kandungan Hg dalam gas bumi. Kehadiran
merkuri dalam gas bumi dalam jumlah yang
kecil tetap merugikan karena dapat

9

menyebabkan korosi pada peralatan dan
fasilitas proses di industri migas. Berikut ini
merupakan reaksi pengikatan aktivator kimia
ZnCl2 pada karbon aktif ketika diaplikasikan
untuk menjerap merkuri menurut Zeng et al.
(2004):
ZnCl2 + CnHxOy → Zn + [Cl2− CnHxOy]
Hg0 + [Cl]ˉ → [HgCl]+ + 2e
Hg0 + 2[Cl]ˉ → [HgCl2] + 2e
[HgCl2] + 2[Cl]ˉ → [HgCl4]2–
ZnCl2 berikatan dengan karbon , sehingga
gugus dari Cl akan mengisi pori dalam
karbon. Cl fungsional grup akan meng
adsorpsi kontaminan dalam gas bumi seperti
merkuri berbentuk Hg° yaitu merkuri yang
teroksidasi dalam bentuk merkuri oksida
(HgO). Cl yang ditambahkan berlebih
sehingga akan terbentuk ragam kompleks,
[HgCl]+, [HgCl2], dan [HgCl4]2–.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Aktivasi karbon aktif tempurung kelapa
yang optimum, yaitu pada perendaman
aktivator ZnCl2
dengan konsentrasi 7%
setelah pemanasan pada suhu 700 °C, dengan
bilangan iodin sebesar 710.48 mg/g dan daya
jerap sebesar 41.96%. Hasil pencirian dengan
SEM dan EDXA membuktikan karbon aktif
dengan perendaman ZnCl2 konsentrasi 7%
setelah pemanasan memiliki kandungan Cl
terbesar, yang nantinya akan digunakan untuk
mengikat merkuri dalam gas bumi. Hasil
pencirian dengan BET menunjukkan hasil
yang berbeda, karbon aktif dengan
perendaman ZnCl2 konsentrasi 7% sebelum
pemanasan memiliki total volume pori
terbesar berbanding lurus dengan luas
permukaan. Semakin besar konsentrasi
activator ZnCl2, semakin besar kemampuan
mengadsorpsi suatu adsorben.
Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
untuk menyempurnakan aktivasi karbon aktif
menggunakan
metode
ini
dengan
memaksimalkan tahapan preparasi, seperti
pengadukan saat merendaman ZnCl2 dan
penyimpanan karbon aktif jangan terlalu lama
karena karbon aktif mempunyai masa
efektivitas. Perlu dilakukan juga pengujian
luas permukaan karbon aktif serta adsorpsi
merkuri pada gas bumi.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah M, Virgus Y, Nirmin, Khairurrijal.
2008. Sintesis nanomaterial. J Nanosains
Nanoteknol 1:33-57.
Aber S, Khataee A, Sheydaei M. 2009.
Optimization of activated carbon fiber
preparation from Kenaf using K2HPO4 as
chemical activator for adsorption of
phenolic compounds. Bioresour Technol
100:6586-6591.
Adinata D, Daud W, Aroua MK. 2007.
Preparation and characterization of
activated carbon from palm shell by
chemical
activation
with
K2CO3.
Bioresour Technol 98:145-149.
Alaerts GJ, Jitjaturun V, Kelderman P. Use of
coconut shell based activated carbon for
chromium (VI) removal. Water Science
Technol 1701-1704.
Alhamed YA. 2006. Activated carbon from
dates' stone by ZnCl2 activation. JKAU:
Eng. Sci 17:75–100.
Allwar, Noor M, Asri M. 2008. Textural
characteristics of activated carbons
prepared from oil palm shells activated
with ZnCl2 and pyrolysis under nitrogen
and carbon dioxide. Journal of Physical
Science 19:93-104.
[AWWA]
American
Association B604.
Activated Carbon.

Water
Works
1996. Granular

Chand B, Roop, Meenakshi G. 2005.
Activated Carbon Adsorption. New York:
Lewis.
European Pharmacopoeia 20926. 2005.
Spesific Surface Area by Gas Adsorption.
Gercel O, Ozcan A, Ozcan AS, Gercel HF.
2007. Preparation of activated carbon from
a renewable bio-plant of Euphorbia rigida
by H2SO4 activation and its adsorption
behavior in aqueous solutions. Appl
Surface Sci 253:4843-4852.
Gimba CE, Ocholi O, Egwaikhide PA,
Muyiwa T, Akporhonor E. 2009. New raw
material for activated carbon. I. Methylene
blue adsorption on activated carbon
prepared from Khaya senegalensis fruits.
Cien Inv Agraria 36:107-114.
Haryadi W, Muchalal, Cahyono NR. 2005.
Preparation of activated carbon from silk

10

cotton wood and coconut shell by pyrolisis
with ceramic furnace. Indones J Chem
5:121-124.
Hu C, Zhou J, He S, Luo Z, Cen K. 2009.
Effect of chemical activation of an
activated carbon using zinc chloride on
elemental mercury adsorption. Fuel
Processing Technology 90:812-817.
Ioannidou O, Zabaniotou A. 2007.
Agricultural residues as precursors for
activated carbon production. Renewable &
Sustainable Energy Reviews 11:19662005.
Kismurtono M, Sumarsono, Kurniadi M.
1999. Pembuatan arang aktif dari
tempurung kelapa dan kayu lamtorogung
dengan cara aktivasi kukus. Di dalam:
Prosiding Seminar Nasional III Kimia
dalam Pembangunan Hotel Santika,
Yogyakarta, 20-21 April 1999. Bandung:
LIPI Bandung, hlm 590-599.
[MSDS] Material Safety Data Sheet Number
Z2280. 2009. Zinc Chloride.
Pari G. 2004. Kajian Struktur Arang Aktif dari
Serbuk Gergaji Kayu sebagai Adsorben
Emisi Formaldehida Kayu Lapis [Disertasi
Program Doktor]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Prabakaran K, Balamurunga A, Rajeswari S.
2005. Development of calcium phosphate
bases apatie from Hen‟s eggshell. Bull Mat
Sci 28:115-119.
Prastowo B, Allorerung D, Mahmud Z. 2008.
Peluang kelapa untuk pengembangan
produk kesehatan. Jurnal Pengembangan
Inovasi Pertanian 4:298-315.
Priagantina B. 2010. Kondisi optimum
pembuatan arang aktif dari tempurung
kelapa sebagai adsorben [skripsi]. Bogor:
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri,
Akademi Kimia Analisis.
Purnama H, Setiati. 2004. Adsorpsi limbah
tekstil sintesis dengan jerami padi. Jurnal
Teknik Gelagar 15:1-9.
Scroder, Elisabeth. 2006. Experiment on the
Generation of Activated Carbon from
Biomass. German: Institute for Nuclear
Energy
Technologies
Forschungs
Karlsruhe.
Sembiring, Meiliata T, Sinaga T. 2003.
Pengenalan dan proses pembuatan arang

aktif [tesis]. Medan: Sekolah Pascasarjana,
Universitas Sumatera Utara.
Setianingsih T, Hasanah U, Darjito. 2008.
Study of NaOH- activation temperature
influence toward character of mesoporous
carbon based on textile sludge waste.
Indones J Chem 8:348-352.
Spahis N, Addoun A, Mahmoudi H, Ghaffour
N. 2008. Purification of water by activated
carbon prepared from olive stones.
Desalination 222:519-527.
Sudaryanto Y, et al. 2006. High surface area
activated carbons prepared from cassava
peel by chemical activation chemical
engineering. Widya Mandala Surabaya
Catholic University. hlm 734-739.
Suzuki RM, Andrade AD, Sousa JC,
Rollemberg. 2007. Preparation and
characterization of activated carbon from
rice bran. Biores Technol 98:1985-1991.
Vargas DP, Giraldo L, Moreno JC. 2010.
Preparation and characterization of
activated carbon monoliths with potential
application as phenol adsorbents. EJournal of Chemistry 7:531-539.
Vogel. 1989. Textbook of Macro and
Semimicro Qualitative Inorganic Analysis
5th. London: Longman Group Limited.
Wang Jun, et al. 2010. Preparation of
activated carbon from a renewable
agricultural residue of pruning mulberry
shoot. African Biotechnology 9:27622767.
Zabihi M, Haghighi AA, Ahmadpour A. 2010.
Studies on adsorption of mercury from
aqueous solution on activated carbons
prepared from walnut shell. Journal of
Hazardous Materials 174:251-256.
Zamrudy W. 2008. Pembuatan karbon aktif
dari ampas biji jarak pagar (Jatropha
curcas Linn). Jurnal Teknologi Separasi
2:1978-1989.
Zeng H, Jin F, Guo J. 2004. Removal of
elemental mercury from coal combustion
flue gas by chloride-impregnated activated
carbon. Fuel 83:143-146.
Zhang FS, Nriagu JO, Itoh H. 2005. Mercury
removal from water using activated carbon
derivated from organic sewage sludge.
Water Research 389-395.

11

LAMPIRAN

12

Lampiran 1 Diagram alir proses aktivasi karbon aktif
Persiapan sampel
(Karbon digerus dan diayak dengan ukuran 70 mesh)

Aktivasi sampel karbon dengan perendaman aktivator ZnCl2
konsentrasi 3%, 5%, dan 7% (w/v) setelah pemanasan pada
masing- masing perlakuan suhu 650 °C, 700 °C, dan 800°C

Setelah diperoleh suhu optimum, aktivasi lanjutan dilakukan
dengan perlakuan yang berbeda

Aktivasi sampel karbon
dengan perendaman aktivator
ZnCl2 konsentrasi 3%, 5%,
dan 7% (w/v) sebelum
pemanasan pada suhu 700 °C

Aktivasi sampel karbon
dengan perendaman aktivator
ZnCl2 konsentrasi 3%, 5%, dan
7% (w/v) sebelum dan setelah
pemanasan pada suhu 700 °C

Pengeringan dalam oven selama 8 jam pada suhu 100 °C

Karakterisasi sampel karbon
aktif

Bilangan iodin

BET

SEM

13

Lampiran 2 Pembuatan pelarut dan larutan standar



Pembuatan larutan zink klorida 3%
ZnCl2 ditimbang sebanyak 15 gram, kemudian dilarutkan ke dalam labu ukur
500 mL dengan akuades sampai tanda tera dan dihomogenkan.



Pembuatan larutan asam klorida 0.5 N
Sebanyak 41.45 mL larutan HCl 37% dimasukkan ke dalam labu ukur 1000
mL dan diencerkan dengan akuades sampai tanda tera, lalu dihomogenkan.



Pembuatan larutan iodin 0.0471 N
I2 ditimbang sebanyak 5.9 gram dilarutkan dengan akuades dan ditambahkan
KI sebanyak 57.0 gram sedikit demi sedikit sampai larut, kemudian masukkan
ke dalam labu ukur 1000 mL dilarutkan dengan akuades sampai tanda tera
lalu dihomogenkan.



Pembuatan larutan natrium tiosulfat 0.1 N
Na2S2O3•5H2O ditimbang 25 gram kemudian dimasukkan kedalam labu ukur
1000 mL lalu ditambahkan 0.015 gram Na2CO3, kemudian dilarutkan dengan
akuades sampai tanda tera.



Standardisasi natrium tiosulfat
K2Cr2O7 ditimbang sebanyak 0.4900 gram, lalu dimasukan ke dalam labu
takar 100 mL. Sebanyak 25 mL larutan K2Cr2O7 dimasukkan ke dalam
erlenmeyer kering. Selanjutnya ditambahkan 15 mL HCl pekat dan 10 mL KI
20 %. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga mendekati titik akhir (hingga
berwarna kuning muda) dan ditambahkan indikator kanji. Kemudian dititrasi
kembali hingga terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi hijau muda.



Standardisasi iodium
Sebanyak 25 mL larutan I2 d