Pembuatan Karbon Aktif dari Kulit Salak (Salacca Sumatrana) dengan Aktivator Seng Klorida (ZnCl2)

(1)

PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI KULIT SALAK

(

SALACCA SUMATRANA

) DENGAN AKTIVATOR SENG

KLORIDA (ZnCl

2

)

SKRIPSI

Oleh

ARDIANO OKTAVIANUS SAHAT TUA

100405022

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

JUNI 2015


(2)

PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI KULIT SALAK

(

SALACCA SUMATRANA

) DENGAN AKTIVATOR SENG

KLORIDA (ZnCl

2

)

SKRIPSI

Oleh

ARDIANO OKTAVIANUS SAHAT TUA

100405022

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

JUNI 2015


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI KULIT SALAK (SALACCA

SUMATRANA) DENGAN AKTIVATOR SENG KLORIDA (ZnCl2) Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya. Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, 11 Juni 2015

Ardiano Oktavianus Sahat Tua NIM. 100405022


(4)

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan kasih-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Pembuatan Karbon Aktif dari Kulit Salak (Salacca

Sumatrana) dengan Aktivator Seng Klorida (ZnCl2)”, berdasarkan hasil penelitian

yang penulis lakukan ketika menjadi mahasiswa Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Hasil penelitian ini:

1. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang pengolahan limbah dengan menggunakan karbon aktif dari kulit salak yang diaktivasi.

2. Memberikan ide terhadap para entrepreneur untuk melakukan usaha dalam menghasilkan karbon aktif dari kulit salak yang diaktivasi.

3. Menambah nilai ekonomi limbah kulit salak.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, Penulis banyak mendapat pengarahan dan bimbingan Dosen pembimbing Penulis. Untuk itu secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Prof. Dr. Ir. Muhammad Turmuzi, MS.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 11 Juni 2015

Penulis,


(6)

DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada:

1. Mereka yang tidak percaya bahwa pelayanan sangat baik dilakukan bila diiringi dengan studi terkhususnya di Teknik Kimia USU, Medan.

2. Orang tua (B. Pangaribuan & T. D. Silalahi), abang (Yonathan Pangaribuan) dan adik (M. Angelina Pangaribuan) penulis yang tersayang.

3. Dra. Siswarni MZ, MS, selaku dosen pembimbing akademik dan selaku dosen penguji yang memberikan saran serta kritik untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Muhammad Yusuf Ritonga, MT, selaku dosen penguji yang memberikan saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Si, selaku Ketua Jurusan Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

6. Dr. Ir. Fatimah, MT, selaku Sekretaris Jurusan Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

7. Ir. Renita Manurung, MT selaku Koordinator Tugas Akhir Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

8. Staf Pegawai Administrasi Departemen Teknik Kimia USU yang telah membantu penulis dalam hal administrasi penyelesaian skripsi ini.

9. Yustina Br Silitonga, ST sebagai sahabat beradu argumen dan alasan kuat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

10.Seluruh pihak yang telah memberi bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat ditulis satu per satu.


(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Ardiano Oktavianus Sahat Tua NIM : 100405022

Tempat / Tgl Lahir : Jakarta / 30 Oktober 1992 Nama Orang Tua : B. Pangaribuan

Alamat Orang Tua :

Jl. Gabus Raya No. 201, Perumnas II. Kelurahan Kayuringin Jaya. Kecamatan Bekasi Selatan. Kota Bekasi.

Asal Sekolah

 TK Strada Budiluhur Bekasi tahun 1997 – 1999

 SD Strada Budiluhur Bekasi tahun 1999 – 2005

 SMP Negeri 1 Bekasi tahun 2005 – 2008

 SMA Negeri 1 Bekasi tahun 2008 – 2010 Pengalaman Organisasi

 Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Fakultas Teknik USU (GMKI FT-USU) periode 2011/2012 sebagai Biro Organisasi dan Komunikasi

 Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Fakultas Teknik USU (GMKI FT-USU) periode 2012/2013 sebagai Ketua


(8)

ABSTRAK

Karbon aktif dapat dibuat dari berbagai bahan baku baik anorganik maupun organik. Salah satu bahan organik yang potensial adalah kulit salak. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kondisi optimum pembuatan karbon aktif yang terbuat dari kulit salak yang diaktivasi dengan ZnCl2. Metodologi penelitian meliputi proses penyiapan bahan baku, aktivasi, pirolisa dan pengujian. Rasio sampel-ZnCl2 yang digunakan adalah 1: 1 2⁄ , 1: 2 3⁄ , 1:1 dan 1:2 g/g, temperatur pirolisa adalah 400, 450, 500, 550 dan 600 oC serta waktu pirolisa adalah 1, 2 dan 3 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi operasi optimum, yaitu rasio sampel-ZnCl2 1:2 g/g, temperatur pirolisa 550 °C dan waktu pirolisa 3 jam menghasilkan nilai iodine tertinggi sebesar 772,24 mg/g yang telah sesuai dengan SNI 1995 yaitu minimal 750 mg/g.


(9)

ABSTRACT

Activated carbon can be made of organic or anorganic materials. Salak peel is a potential organic material as activated carbon. This research aimed to understand the optimum condition to produce activated carbon made from salak peel with activating agent Zinc Chloride (ZnCl2). The method included preparation of raw material, chemical activation, pyrolysis and iodine value test. The ratios of ZnCl2 are 1: 1 2⁄ , 1: 2 3⁄ , 1:1 and 1:2 g/g, the activation times are 1, 2 and 3 hours, and the acivation temperatures are 400, 450, 500, 550 and 600 oC. Results showed that the optimum conditions are at 1:2 ratio of sample- ZnCl2, 550 °C of activation temperature, and 3 hours of activation time. The highest iodine value was 772,24 mg/g which has passed SNI 1995 with the minimum value 750 mg/g.


(10)

DAFTAR ISI

halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI iv

RIWAYAT HIDUP PENULIS v

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

DAFTAR SINGKATAN xiv

DAFTAR SIMBOL xv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 2

1.3 TUJUAN PENELITIAN 2

1.4 MANFAAT PENELITIAN 3

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 3

BAB II TINJUAN PUSTAKA 4

2.1 KULIT BUAH SALAK 4

2.2 KARBON AKTIF 4

2.3 PROSES PENGAKTIVAN KARBON 6

2.3.1 Aktivasi Fisika 7

2.3.2 Aktivasi Kimia 8

2.4 Zat Aktivator 8

2.4.1 Zat Aktivator KOH 9

2.4.2 Zat Aktivator ZnCl2 9


(11)

2.5 ADSORBEN TERMODIFIKASI ZnCl2 11 2.5.1 Kualitas Adsorben dari Bahan Baku Limbah Termodifikasi ZnCl2 11 2.5.2 Kualitas Adsorben dari Bahan Bahan Baku Alami Termodifikasi ZnCl2 12 2.6 FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS KARBON

AKTIF 13

2.6.1 Bahan Baku 13

2.6.2 Temperatur Aktivasi 13

2.6.3 Waktu Aktivasi 14

2.6.4 Konsentrasi Zat Aktivator 15

2.7 PIROLISA 15

2.7.1 Reaksi dalam Proses Pirolisa 16

2.7.1.1 Reaksi Dehidrasi 16

2.7.1.2 Reaksi Fragmentasi 17

2.7.2 Jenis-jenis Pirolisa 17

2.7.2.1 Pirolisa Lambat-Karbonisasi 17

2.7.2.2 Pirolisa Cepat 18

2.7.2.3 Pirolisa Lambat-Torrefaction 18

2.8 ADSORPSI 18

2.9 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADSORPSI 19

2.10 APLIKASI KARBON AKTIF 20

2.10.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aplikasi Karbon Aktif 20

2.11 APLIKASI INDUSTRI 22

2.12 ANALISA EKONOMI 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 24

3.2 BAHAN PENELITIAN 24

3.3 PERALATAN PENELITIAN 24

3.4 RANGKAIAN PERALATAN 25

3.4.1 Rangkaian Peralatan Pembuatan Arang Aktif dan Analisa Nilai Iodine 25 3.4.2 Vertical Tubular Reactor (Furnace) 26

3.5 PROSEDUR PENELITIAN 27


(12)

3.5.2 Pembuatan Karbon Aktif 27

3.6 PROSEDUR ANALISA NILAI IODINE 28

3.7 FLOWCHART PERCOBAAN 29

3.7.1 Flowchart Persiapan Bahan Baku 29

3.7.2 Flowchart Pembuatan Karbon Aktif 30

3.7.3 Flowchart Analisa Nilai Iodine 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32

4.1 ANALISA PERSEN YIELD 32

4.1.1 Pengaruh Waktu Aktivasi terhadap %Yield 32 4.1.2 Pengaruh Rasio Sampel-ZnCl2 terhadap %Yield 34 4.1.3 Pengaruh Temperatur Aktivasi terhadap %Yield 35

4.2 ANALISA NILAI IODINE 36

4.2.1 Pengaruh Temperatur Aktivasi terhadap Nilai Iodine 36 4.2.2 Pengaruh Waktu Aktivasi terhadap Nilai Iodine 38 4.2.3 Pengaruh Rasio Sampel-ZnCl2 terhadap Nilai Iodine 39

4.3 ANALISA RECYLE ZnCl2 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 43

5.1 KESIMPULAN 43

5.1 SARAN 43


(13)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 2.1 Karbon Aktif Granular 6

Gambar 2.2 Karbon Aktif Serbuk 6

Gambar 2.3 Model Norit 7

Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Aktifasi dengan Aktifator ZnCl2 10 Gambar 2.5 Mekanisme Reaksi Aktifasi dengan Aktifator H3PO4 11 Gambar 2.6 Hubungan Temperatur Aktivasi Terhadap Nilai Iodine Karbon Aktif 14 Gambar 2.7 Hubungan Waktu Aktivasi terhadap Nilai Iodine Karbon Aktif 15 Gambar 2.8 Hubungan Rasio sampel-ZnCl2 terhadap Nilai Iodine Karbon Aktif 15 Gambar 2.9 Alat Pirolisa Lambat-Karbonisasi 18

Gambar 2.10 Alat Pirolisa Cepat 18

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Pembuatan Karbon Aktif dan Analisa Nilai Iodine 25 Gambar 3.2 Vertical Tubular Reactor (Furnace) 26

Gambar 3.3 Flowchart Persiapan Bahan Baku 29

Gambar 3.4 Flowchart Pembuatan Karbon Aktif 30 Gambar 3.5 Flowchart Analisa Bilangan Iodine 31 Gambar 4.1 Hubungan Waktu Aktivasi terhadap %Yield 32 Gambar 4.2 Hubungan Rasio Sampel-ZnCl2 terhadap %Yield 34 Gambar 4.3 Hubungan Temperatur Aktivasi terhadap %Yield 35 Gambar 4.4 Hubungan Temperatur Aktivasi terhadap Nilai Iodine 36 Gambar 4.5 Hubungan Waktu Aktivasi terhadap Nilai Iodine 38 Gambar 4.6 Hubungan Rasio Sampel-ZnCl2 terhadap Nilai Iodine 39 Gambar 4.7 Hubungan % Yield Recycle ZnCl2terhadap Temperatur Aktivasi 41

Gambar L3.1 Persiapan Bahan Baku 52

Gambar L3.2 Aktivasi Kimia dan Pirolisa 52


(14)

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 2.1 Komposisi Kulit Salak Pondoh dan Gading 4 Tabel 2.2 Kandungan Karbon Aktif yang Dihasilkan 5 Tabel 2.3 Kondisi Operasi pada Setiap Jenis Proses Pirolisis Beserta Produk 17 Tabel 2.4 Rincian Singkat Bahan Baku yang Digunakan Beserta Total Biaya 23 Tabel L1.1 Data Pembuatan Karbon Aktif Dengan Aktivator ZnCl2 50 Tabel L4.1 Standar Kualitas Arang Aktif Menurut SNI (1995) 56 Tabel L4.2 Standar Kualitas Arang Aktif Menurut PERTAMINA 57


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran 1 Data Percobaan 50

Lampiran 1.1Data Pembuatan Karbon Aktif dengan Aktivator ZnCl2 50

Lampiran 2 Lampiran Perhitungan 52

Lampiran 2.1Perhitungan Bahan 52

Lampiran 2.2Perhitungan Nilai Iodine 52

Lampiran 3 Lampiran Gambar 54

Lampiran 3.1Persiapan Bahan Baku 54

Lampiran 3.2Aktivasi Kimia dan Pirolisa 54

Lampiran 3.2Analisa Nilai Iodine 55

Lampiran 4 Tabel Standar Kualitas Karbon Aktif 56 Lampiran 4.1 Standar Kualitas Arang Aktif Menurut SNI (1995) 56 Lampiran 4.1 Standar Kualitas Arang Aktif menurut PERTAMINA 57


(16)

DAFTAR SINGKATAN

pH Power of Hydrogen

SNI Standar Nasional Indonesia


(17)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

Tegangan permukaan

G Energi bebas

A Luas permukaan

T Suhu absolut K

P Tekanan

Z1 Rasio sampel- ZnCl2 1:1/2 g/g

Z2 Rasio sampel- ZnCl2 1:2/3 g/g

Z3 Rasio sampel- ZnCl2 1:1 g/g

Z4 Rasio sampel- ZnCl2 1:2 g/g

X1 Massa sampel mula-mula g

X2 Massa kering sampel setelah aktivasi g

X3 Massa sampel setelah pirolisa g

X4 Massa kering sampel setelah pencucian g X Massa iodine yang teradsopsi oleh karbon aktif mg

N1 Konsentrasi larutan iodin N

N2 Konsentrasi larutan natrium tiosulfat N

V Volume natrium tiosulfat terpakai ml


(18)

ABSTRAK

Karbon aktif dapat dibuat dari berbagai bahan baku baik anorganik maupun organik. Salah satu bahan organik yang potensial adalah kulit salak. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kondisi optimum pembuatan karbon aktif yang terbuat dari kulit salak yang diaktivasi dengan ZnCl2. Metodologi penelitian meliputi proses penyiapan bahan baku, aktivasi, pirolisa dan pengujian. Rasio sampel-ZnCl2 yang digunakan adalah 1: 1 2⁄ , 1: 2 3⁄ , 1:1 dan 1:2 g/g, temperatur pirolisa adalah 400, 450, 500, 550 dan 600 oC serta waktu pirolisa adalah 1, 2 dan 3 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi operasi optimum, yaitu rasio sampel-ZnCl2 1:2 g/g, temperatur pirolisa 550 °C dan waktu pirolisa 3 jam menghasilkan nilai iodine tertinggi sebesar 772,24 mg/g yang telah sesuai dengan SNI 1995 yaitu minimal 750 mg/g.


(19)

ABSTRACT

Activated carbon can be made of organic or anorganic materials. Salak peel is a potential organic material as activated carbon. This research aimed to understand the optimum condition to produce activated carbon made from salak peel with activating agent Zinc Chloride (ZnCl2). The method included preparation of raw material, chemical activation, pyrolysis and iodine value test. The ratios of ZnCl2 are 1: 1 2⁄ , 1: 2 3⁄ , 1:1 and 1:2 g/g, the activation times are 1, 2 and 3 hours, and the acivation temperatures are 400, 450, 500, 550 and 600 oC. Results showed that the optimum conditions are at 1:2 ratio of sample- ZnCl2, 550 °C of activation temperature, and 3 hours of activation time. The highest iodine value was 772,24 mg/g which has passed SNI 1995 with the minimum value 750 mg/g.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Aplikasi utama dari karbon aktif adalah menghilangkan kotoran dari gas dan cairan. Permukaan karbon aktif dapat mengikat molekul dari fase gas atau cair oleh gaya van der Waals sehingga terbentuk konsentrasi molekul yang tinggi pada permukaannya. Selain itu ada juga yang disebut chemisorption, yaitu pengikatan oleh gaya yang lebih kuat yang yang berasal dari “daerah aktif” dari permukaan karbon. Hal ini membuat karbon aktif menjadi adsorben yang sangat berguna dalam banyak aplikasi industri [1]. Karbon aktif mampu menyerap senyawa organik seperti organik volatil, pestisida dan benzena. Karbon aktif juga efektif dalam menyerap klorin dan beberapa logam [2].

Dalam beberapa tahun terakhir telah disadari pentingnya limbah pertanian sebagai sumber bahan baku murah dan terbarukan untuk produksi karbon aktif. Studi tentang produksi karbon aktif dari limbah pertanian seperti biji kurma [3], sabut kelapa [4], tongkol jagung [5], tempurung kelapa [6], kulit kacang tanah [7], kulit buah teh [8], kulit singkong [9], biji mangga [10] dan limbah apel [11] telah dilakukan sebelumnya dan menghasilkan karbon aktif yang layak pakai. Kulit salak juga merupakan salah satu limbah pertanian yang berpotensi sebagai karbon aktif layak pakai [12].

Salak (Salacca edulis Reinw) berasal dari Asia Tenggara. Buah ini memiliki bentuk menyerupai telur. Kulit buah berwarna coklat dan tampak seperti kulit ular. Salak berisi tiga potong biji ditutupi dengan daging putih. Di Indonesia ada banyak kultivar salak, namun sebagian besar dari mereka memiliki rasa sepat. Salak tidak berbentuk batang melainkan daun yang berkecambah dari permukaan tanah. Daging buah salak ketat di dalam dan tandannya bulat. Kulit buah ditutupi dengan sisik yang teratur, memberikan penampilan kulit reptil. Bagian yang dapat dimakan adalah daging putih yang aromatik dan tembus pandang, rasanya mirip campuran nanas dan pisang. Masing-masing buah mengandung 1 sampai 3 biji berwarna coklat gelap. Daging buahnya dapat dimakan dan terdiri dari tiga lobus [13]. Setelah dikupas,


(21)

kulitnya menjadi limbah dan dalam penelitian ini digunakan sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif.

Pradhan [14] dalam penelitiannya menggunakan proses aktivasi kimia yang dimulai dengan penghalusan bahan baku lalu impregnasi dengan zat aktivator dan kemudian pengeringan sampel serta pirolisa dengan laju alir nitrogen 70 ml/min pada temperatur 500-800 °C. Proses ini diakhiri dengan pencucian sampel hasil pirolisa dengan HCl 1,2 M dan 500 ml akuades serta pengeringan menggunakan oven.

Banyak penelitian tentang pembuatan karbon aktif yang telah dilakukan sebelum ini. Pradhan [14] membuat karbon aktif dari limbah lumpur kertas dengan aktivator ZnCl2. Aktivasi dengan ZnCl2 menghasilkan karbon aktif dengan porositas yang baik. Dihasilkan karbon aktif dengan luas permukaan spesifik yang besar (737.6 m2/g) dan nilai iodine yang tinggi (764.8 mg/g). Namasivayam dan Sangeetha [4] membuat karbon aktif dari limbah pertanian, sabut kelapa,dengan aktivator ZnCl2 menghasilkan adsorben yang efektif untuk menghilangkan nitrat dari larutan. Sodeinde [6]membuat karbon aktif dari tempurung kelapa dengan aktivator ZnCl2 dan disimpulkan bahwa karbon aktif yang dibuat mengkatalisis reduksi hexamine kobalt (III). Konversi hexamine kobalt (III) meningkat dengan adanya karbon aktif tersebut.

Dengan memperhatikan beberapa hal diatas mengenai keberadaan karbon aktif yang sangat berguna bagi aplikasi industri, sedikitnya penelitian karbon aktif dengan bahan baku kulit salak dan tingginya kualitas karbon aktif yang diciptakan melalui aktivator ZnCl2, maka dilakukan penelitian tentang pembuatan karbon aktif dari kulit salak yang diaktivasi dengan seng klorida.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah banyaknya limbah kulit salak yang dibuang begitu saja dan tingginya harga karbon aktif yang diproduksi dari bahan baku non-limbah.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu untuk mengetahui kondisi operasi optimum pembuatan karbon aktif dari limbah kulit salak dengan aktivator ZnCl2.


(22)

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah:

4. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang pengolahan limbah dengan menggunakan karbon aktif dari kulit salak yang diaktivasi.

5. Memberikan ide terhadap para entrepreneur untuk melakukan usaha dalam menghasilkan karbon aktif dari kulit salak yang diaktivasi.

6. Menambah nilai ekonomi limbah kulit salak.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium IKM (Industri Kimia dan Mineral) Balai Riset dan Standarisasi Sumatra Utara, Laboratorium Operasi Teknik Kimia dan Laboratorium Kimia Analisa, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini menggunakan bahan-bahan seperti kulit salak, ZnCl2, HCl, natrium thiosulfat dan iodine. Sedangkan peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah furnace, Ball mill, tabung gas N2, beaker gelas, pengaduk, buret, erlenmeyer, gelas ukur, dan kertas saring.

Penelitian ini memiliki ruang lingkup dan batasan sebagai berikut:

1. Sampel yang digunakan adalah kulit salak yang diperoleh dari Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

2. Variabel penelitian adalah suhu pirolisis, rasio sampel/ZnCl2 dan waktu pirolisa sebagai berikut:

 Rasio sampel/ZnCl2 : 1: 1 2⁄ , 1: 2 3⁄ , 1:1, 1:2 g bahan/g aktivator

 Temperatur pirolisa : 400, 450, 500, 550 dan 600⁰C

 Waktu pirolisa : 1,2 dan 3 jam Sedangkan variabel tetapnya adalah:

 Temperatur aktifasi : 85°C

 Diameter sampel : 0,3 mm (50 mesh)

 Waktu aktivasi : 4 jam

 Laju alir nitrogen : 105 cm3/menit

3. Analisa yang dilakukan adalah analisa %yield karbon aktif, %yield recovery ZnCl2 dan nilai iodine karbon aktif.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KULIT BUAH SALAK

Salak (Salacca spp.) adalah contoh buah yang khas yang hanya tersedia di pasar lokal. Nama "buah ular" menunjukkan struktur dan warna kulit salak yang sangat mirip dengan kulit reptil. Buah salak berasal dari pohon-pohon palem kecil berduri dan tumbuh di hutan hujan tropis dataran rendah. Tanaman betina dari spesies ini menghasilkan buah seukuran dengan buah ara dan memiliki rasa manis. [15]. Secara khusus, salak yang tumbuh di Sumatra bagian utara (Padang Sidempuan) merupakan salah satu dari tiga jenis salak utama yang ada di Indonesia. Salak Sidempuan merupakan jenis yang berbeda dari dua jenis lainnya dan khas yang nama botaninya Salacca sumatrana (Becc).

Kulit salak mengandung air, karbohidrat, mineral dan protein. Tabel berikut menunjukkan komposisi kulit salak pondoh dan gading.

Tabel 2.1 Komposisi Kulit Salak Pondoh dan Gading [16]

Komposisi Salak Pondoh Salak Gading

Kadar Air 74,67% 30,06%

Kadar Karbohidrat 3,8% 5,5%

Kadar Protein 0,565% 1,815%

Menurut Sahputra [16] yang meneliti potensi ekstrak kulit dan daging buah salak sebagai antidiabetes, hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak daging dan kulit buah salak mengandung flavanoid, tanin, alkaloid dan hidrokuinon.

2.2 KARBON AKTIF

Karbon aktif didefinisikan sebagai bahan yang mengandung karbon dengan luas permukaan internal yang besar dan struktur berpori kompleks yang dihasilkan dari pengolahan bahan baku pada reaksi suhu tinggi. Karbon aktif terdiri dari 87 sampai 97% karbon tetapi juga mengandung unsur-unsur lain tergantung pada bahan baku dan metode pengolahan yang digunakan. Struktur berpori karbon aktif memungkinkan karbon aktif tersebut untuk menyerap bahan-bahan berfasa cair dan


(24)

gas [17]. Volume pori karbon aktif biasanya berukuran antara 0,2 sampai 0,6 cm3/g. Sedangkan luas permukaannya berukuran antara 800 sampai 1500 m2/g [18].

Penggunaan pertama karbon aktif yang diketahui adalah oleh masyarakat Mesir Kuno yang memanfaatkannya untuk memurnikan minyak dan untuk tujuan pengobatan. Berabad-abad kemudian, karbon digunakan di dalam penyimpanan air minum dalam tong-tong kayu. Pada awal abad ke-19, arang yang berasal dari kayu dan tulang digunakan dalam skala besar untuk dekolorisasi dan pemurnian gula tebu [19].

Karbon aktif merupakan adsorben yang umum digunakan untuk menghilangkan kontaminan organik dari udara karena pori-pori yang sangat banyak dan luas permukaan internal yang besar [20]. Selain itu, karbon aktif juga dapat digunakan untuk menyaring bahan kimia berbahaya dari air dan udara yang terkontaminasi [21].

Pada Tabel 2.2 dijelaskan kandungan bahan dalam pembuatan karbon aktif dari berbagai jenis bahan baku mentah.

Tabel 2.2 Kandungan Karbon Aktif yang Dihasilkan [22] No. Bahan Baku Mentah Kandungan

Karbon (%wt) Volatil (%) Komponen Kelembapan in situ (%)

1. Kayu 50 >65 _

2. Gambut 60 >60 75

3. Batubara Coklat 71 52 30

4. Sub-bituminous 80 40 5

5. Batubara high volatile bituminous 86 31 3 6. Batubara medium volatile bituminous 90 22 <1 7. Batubara low volatile bituminous 91 14 1

8. Semi-antrasit 92 8 1

9. Antrasit 95 2 2

Berdasarkan ukuran partikelnya, ada dua jenis karbon aktif yang utama yaitu karbon aktif granular dan karbon aktif serbuk. Karbon aktif granular merupakan partikel dengan bentuk yang tidak seragam berukuran 0,2 – 0,5 mm. Karbon aktif granular dapat digunakan pada pengolahan limbah cair maupun gas. Sedangkan karbon aktif serbuk jauh lebih kecil dari karbon aktif granular dengan ukuran kurang dari 0,18 mm. Karbon aktif serbuk biasanya digunakan pada pengolahan limbah cair [23].


(25)

Gambar 2.1 Karbon Aktif Granular [24]

Gambar 2.2 Karbon Aktif Serbuk [24]

Secara umum, ukuran diamater pori dalam suatu karbon aktif biasanya dikelompokkan sebagai berikut [22]:

1. Mikropori memiliki dimensi < 2,0 nm

2. Mesopori memiliki dimensi antara 2 sampai 50 nm 3. Makropori memiliki dimensi > 50 nm

2.3 PROSES PENGAKTIFAN KARBON

Bahan karbon yang terdapat di alam tidak langsung dapat berfungsi sebagai karbon aktif. Bahan tersebut harus melalui proses-proses aktifasi terlebih dahulu. Proses ini dilakukan dengan beberapa cara yang melibatkan pembentukan pori-pori, pelebaran pori-pori, modifikasi permukaan pori-pori dan juga modifikasi proses karbonisasi itu sendiri [22]. Aktifasi karbon aktif dapat dilakukan melalui aktifasi fisika dan/atau aktifasi kimia.


(26)

Gambar 2.3 (a) Sebuah model Norit yang menunjukkan struktur dalam karbon aktif yang terdiri dari lapisan atom karbon. (b) Setelah proses aktifasi lapisan ini hilang

sebagian [22]

2.3.1 Aktifasi Fisika

Aktifasi fisika adalah proses pembentukan struktur pori-pori molekuler produk karbon dan pelebaran luas permukaannya pada temperatur tinggi antara 800-1000 °C dengan keberadaan gas-gas pengoksidasi seperti steam, CO2 dan udara [25]. Reaksi endotermik untuk aktifasi menggunakan steam dan CO2 dapat dilihat dibawah ini [26]:

Molekul H2O lebih kecil daripada CO2 dan berdifusi lebih cepat ke dalam pori-pori karbon. Dengan demikian, reaksi dengan steam berlangsung lebih cepat [26].

Pada aktifasi dengan CO2 terjadi oksidasi eksternal dan pembentukan pori-pori yang lebih besar dibandingkan aktifasi dengan steam. Oksidasi eksternal dan internal bergantung pada baik/buruknya pori-pori yang terbentuk pada bahan karbon [26].

Aktifasi dihubungkan dengan pengurangan kadar karbon sehingga mengurangi massa karbon aktif. Massa yang berkurang bertambah secara linear dengan waktu dan temperatur aktifasi. Aktifasi pada temperatur rendah membentuk mesopori dan mikropori, sedangkan makropori terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi [26].

C + H2O CO + H2 C + CO2 2CO CO + H2O CO2 + H2


(27)

Untuk aktifasi dengan oksigen, reaksi yang berlangsung adalah [26]:

Kedua reaksi di atas adalah eksotermis, terjadi proses pembakaran pada reaksi di atas. Reaksi tersebut sulit untuk dikontrol. Pemanasan berlebih pada satu titik selalu terjadi sehingga produk yang diperoleh tidak seragam. Reaksi ini sangat agresif, mengakibatkan pengurangan massa yang berlebihan [26].

2.3.2 Aktifasi Kimia

Aktifasi kimia dicapai dengan proses penguraian atau pelepasan molekul air (dehidrasi), biasanya pada struktur bahan baku selulosa. Aktifasi umumnya digunakan untuk produksi karbon aktif dari serbuk gergaji, kayu atau gambut. Proses ini meliputi impregnasi bahan baku berkarbon dengan zat aktifator, biasanya kayu, dan proses karbonisasi campuran tersebut [26].

Aktifasi kimia dimulai dengan meng-impregnasi bahan karbon dengan larutan pekat zat aktifator. Proses ini mendegradasi senyawa selulosa. Bahan yang telah di-impregnasi kemudian di-pirolisa pada temperatur antara 400 dan 600°C. Produk hasil pirolisa didinginkan kemudian dicuci untuk menghilangkan zat aktifator yang tertinggal, yang kemudian dapat di-recycle. Pada proses kalsinasi, terjadi pengarangan dan aromatisasi bahan karbon serta pembentukan struktur yang berpori [26]. Bermacam-macam tipe zat aktifator dapat digunakan, seperti asam pospat, seng klorida, asam sulfat, kalium sulfida, KSNS, hidroksi logam alkali, carbonat serta klorida Ca2+, Mg2+, Fe3+ [27] [28]. Semua zat aktifator adalah zat pendehidrasi yang mendorong proses dekomposisi dalam pirolisa dan menghambat pembentukan tar, asam asetat, metanol dan lain-lain serta meningkatkan yield karbon aktif [26].

2.4 ZAT AKTIFATOR

Zat aktifator memiliki fungsi sebagai agen dehidrasi yang mempengaruhi proses dekomposisi saat pirolisa. Agen tersebut menghambat pembentukan tar sehingga meningkatkan yield karbon dan juga kemampuan adsorpsi-nya [29]. Zat aktifator ada bermacam-macam seperti seng klorida, asam pospat, aluminium klorida, magnesium klorida, kalium hidroksida, natrium hidroksida dan lain

C + O2 CO2 2C + O2 2CO


(28)

sebagainya. Namun, zat yang paling umum digunakan dalam industri adalah seng klorida (ZnCl2), asam pospat (H3PO4) dan kalium hidroksida (KOH) [22].

2.4.1 Zat Aktifator KOH

Reaksi kimia antara KOH dan bahan karbon dapat dituliskan sebagai berikut [29]:

4 KOH + C K2CO3 + K2O + 2 H2 1

2 KOH K2O + H2O 2

C + H2O (steam) H2 + CO 3

CO + H2O H2 + CO2 4

K2O + CO2 K2CO3 5

K2O + H2 2 K + H2O 6

K2O + C 2 K + CO 7

K2CO3 + 2 C 2 K + 3 CO 8

KOH bereaksi dengan karbon amorf pada temperatur tinggi untuk membentuk K2CO3, K2O dan Hidrogen. Steam yang terbentuk pada tahap 2 menghasilkan CO dari C pada tahap 3. Proses ini membentuk pori-pori. Karbon lainnya juga bereaksi untuk mereduksi K+ menjadi K dalam tahap 7 dan 8. Semua reaksi karbon ini berkontribusi dalam menciptakan struktur berpori dalam bahan karbon [29]. Kelebihan aktifasi dengan KOH dibandingkan dengan zat lainnya adalah kemampuan zat K yang mudah untuk membentuk senyawa berpori dengan karbon [30].

2.4.2 Zat Aktifator ZnCl2

Kemampuan ZnCl2 untuk mengaktifkan (menghasilkan porositas) prekursor karbon didasarkan pada fungsi dehidrasinya. Selama proses aktifasi, ZnCl2 menghilangkan hidrogen dan atom oksigen dari bahan karbon seperti air, sehingga mengarah ke pembentukan porositas serta meningkatkan komposisi karbon [22]. Mekanisme reaksi aktifasi oleh ZnCl2 dapat dilihat pada gambar 2.4.

Zhonghua Hu et al. [31], telah menghasilkan bahan karbon aktif (luas permukaan spesifik 1465 m2/g) dengan mengaktifkan Elutrilithe (limbah dari batubara) dengan ZnCl2. Karena secara alamiah ZnCl2 adalah agen dehidrasi, dapat


(29)

mengubah perlakuan pirolisa terhadap prekursor karbon. ZnCl2 akan diselingi ke dalam matriks karbon melalui impregnasi. Saat pirolisis, prekursor karbon yang telah diresapi ZnCl2 ter-dehidrasi menyebabkan proses pembentukan arang dan aromatisasi serta penciptaan pori-pori. Cairan ZnCl2 yang terbentuk memiliki mobilitas tinggi. Selanjutnya saat peningkatan suhu aktifasi, di luar titik didih ZnCl2 (1003K), interaksi antara atom karbon dan spesies Zn mengakibatkan pelebaran signifikan dari antar permukaan dalam karbon dan menciptakan pori-pori dalam matriks karbon. Selama interaksi dengan karbon tersebut, ZnCl2 membantu penghapusan air dari struktur karbon dengan menanggalkan hidrogen dan oksigen dari prekursor karbon.

Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Aktifasi dengan Aktifator ZnCl2 [56]

2.4.3 Zat Aktifator H3PO4

Partikel yang diimpregnasi dengan asam pospat bersifat elastis karena asam dari H3PO4 itu sendiri memisahkan serat-serat selulosa dan menghasilkan depolimerisasi parsial dari hemiselulosa dan lignin sehingga mengurangi ketahanan mekanisnya. Impregnasi juga memulai konversi karbon yang menghasilkan tar pada permukaan partikel. Tar tersebut adalah hasil dari depolimerisasi selulosa yang dikatalis oleh asam pospat [29].

Pada rasio impregnasi yang rendah, morfologi karbon hampir identik dengan arang yang terbentuk. Namun pada rasio yang tinggi, morfologi original karbon sudah hilang karena sebagian besar dari struktur selulosa telah terdegradasi dan


(30)

terekstraksi dari interior ke eksterior partikel. Proses ini memodifikasi struktur meso dan makropori karbon [29].

Gambar 2.5 Mekanisme Reaksi Aktifasi dengan Aktifator H3PO4 (22)

Menurut Hsu dan Teng [32] dalam pembuatan karbon aktif dengan aktifasi kimia, aktifator seperti ZnCl2 dan H3PO4 lebih baik digunakan untuk material lignoselulosa seperti ampas tebu, dibandingkan dengan aktifator yang bersifat basa yaitu KOH. Hal ini karena material lignoselulosa memiliki kandungan oksigen yang tinggi dan aktifator yang bersifat asam tersebut bereaksi dengan gugus fungsi yang mengandung oksigen, sedangkan untuk aktifator KOH bereaksi baik dengan karbon sehingga bahan baku yang memiliki kandungan karbon yang tinggi lebih baik menggunakan aktifator KOH.

KOH baik dalam membentuk mikropori yang lebar dan distribusi yang luas dari mikropori tersebut, namun mesopori yang dihasilkan sangat sedikit. Sedangkan, ZnCl2 menghasilkan mikropori yang lebar dan mesopori yang kecil. H3PO4 membentuk mikropori namun seiring dengan terbentuknya mesopori yang lebar dan bahkan makropori [22].

2.5 ADSORBEN TERMODIFIKASI ZnCl2

2.5.1 Kualitas Adsorben dari Bahan Baku Limbah Termodifikasi ZnCl2

Menurut Pradhan [14] yang meneliti pembuatan karbon aktif dari limbah lumpur kertas dengan aktifator ZnCl2, karbon aktif yang dihasilkan tersebut memiliki porositas yang lebih baik dibandingkan dengan penggunan aktifator KOH atau KCl. Dihasilkan karbon aktif dengan luas permukaan spesifik yang besar (737,6 m2/g) dan


(31)

nilai iodine tinggi (764,8 mg/g). Menurut penelitian Namasivayam dan Sangeetha [4] tentang pembuatan karbon aktif dari limbah pertanian (sabut kelapa) dengan aktifator ZnCl2 menghasilkan adsorben yang efektif untuk menghilangkan nitrat dari larutan (10,3 mg nitrat per g adsorben).

2.5.2 Kualitas Adsorben dari Bahan Bahan Baku Alami Termodifikasi ZnCl2

Menurut Olayiwola [9] yang meneliti pembuatan karbon aktif dari kulit singkong dengan aktifator ZnCl2, parameter yang paling efektif untuk meng-adsorpsi logam Ni, Cd, Cr dan CN dari air limbah yaitu pada rasio sampel- ZnCl2 1:1 g/g. Berdasarkan penelitian Sodeinde[6] tentang pembuatan karbon aktif dari tempurung kelapa dengan aktifator ZnCl2 dapat disimpulkan bahwa karbon aktif yang dibuat dapat mengkatalisis reduksi hexamine kobalt (III) dengan baik. Konversi hexamine kobalt (III) meningkat pesat dengan adanya karbon aktif tersebut. Menurut Rahmawati [33] yang meneliti pembuatan karbon aktif termodifikasi ZnCl2, karbon aktif tersebut dapat digunakan untuk menyerap residu klorin dalam air. Waktu optimum adsorpsi untuk karbon aktif tersebut adalah 30 menit dengan kapasitas adsorpsi 83,9566 μg/g dan efisiensi 83,97% pada larutan kaporit 2,0 ppm. Dari penelitian Gao, et.al [8]tentang pembuatan karbon aktif dari kulit buah teh dengan aktifator ZnCl2 diperoleh karbon aktif dengan luas permukaan sebesar 1024,19 m2/g, total volume pori 0,7463 cm3/g dan kapasitas adsorpsi methylene blue 291,5 mg/g.

Diperoleh data dari penelitian Kwaghger dan Adejoh[10] tentang pembuatan karbon aktif dari biji mangga dengan aktifator ZnCl2 bahwa harga optimal yield karbon adalah 85,41%, rasio impregnasi sebesar 1:2,8 dan waktu aktifasi selama 4,95 jam. Berdasarkan penelitian Owabor dan Iyaomolere[34] tentang pembuatan karbon aktif dari periwinkle shell dengan aktifator ZnCl2 diperoleh kondisi-kondisi optimum yaitupada rasio impregnasi antara 1,0 sampai 1,5 dengan kemampuan meng-adsorpsi

iodine sebesar 104,95 mg/g dan porositas 0,003947 kemudian pada rasio impregnasi


(32)

2.6 FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS KARBON AKTIF

2.6.1 Bahan Baku

Bahan lignoselulosa merupakan prekursor umum yang digunakan dan di dalam industri pembuatan karbon aktif lignolselulosa merupakan 45% dari total bahan baku yang digunakan. Untuk menghasilkan karbon aktif dengan kadar abu yang rendah, kandungan logam haruslah rendah pula, namun kandungan senyawa volatil diperlukan untuk kontrol dalam proses manufaktur. Bahan baku seperti batok kelapa dan biji buah sangat populer untuk banyak jenis karbon aktif, karena densitasnya yang relatif tinggi, sifat kekerasan dan kandungan senyawa volatil yang ideal untuk pembuatan karbon aktif granular. Batok kelapa, biji buah peach dan olive digunakan secara komersial untuk produksi karbon aktif mikropori, yang berguna untuk berbagai aplikasi yang sangat luas [35].

2.6.2 Temperatur Aktifasi

Temperatur, khususnya temperatur aktifasi akhir, mempengaruhi karakteristik karbon aktif yang dihasilkan. Menurut penelitian beberapa peneliti, suhu aktifasi secara signifikan mempengaruhi hasil produksi karbon aktif dan juga luas permukaan karbon aktif [35].

Pradhan [14] melakukan penelitian pembuatan karbon aktif dari lumpur kertas dan sekam padi menggunakan aktifator ZnCl2. Temperatur aktifasi yang digunakan dalam penelitian adalah 500 oC, 550 oC, dan 600 oC. Nilai iodine karbon aktif yang diperoleh meningkat dari suhu 400 oC hingga 600 oC, yaitu sebesar 543,2 menjadi 769,5 mg/g. Hubungan tersebut disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 2.6.


(33)

Gambar 2.6 Hubungan Temperatur Aktifasi terhadap Nilai Iodine Karbon Aktif [14] Variasi nilai iodine karbon aktif diselidiki sebagai fungsi temperatur aktifasi. Lumpur kertas digunakan sebagai bahan dan waktu aktifasi tetap pada 1 jam. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.6, nilai iodine meningkat secara progresif seiring peningkatan suhu aktifasi, dan kemudian menurun saat suhu melebihi 600 °C. Pada suhu tinggi (600 °C), dinding pori antara pori-pori yang berdekatan hancur dan mikropori mengalami kerusakan, yang menyebabkan penurunan nilai iodine karbon aktif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suhu optimum untuk produksi karbon aktif dari kertas lumpur sekitar 600 °C [14].

2.6.3 Waktu Aktifasi

Selain suhu aktifasi, waktu aktifasi juga mempengaruhi proses karbonisasi dan sifat karbon aktif [35]. Pada waktu aktifasi 1 hingga 3 jam pada temperatur 600oC luas permukaan karbon aktif meningkat, ditunjukkan dari nilai iodine yang meningkat yaitu sebesar 338,08 menjadi 439,88 mg/g. Hal tersebut dapat dilihat pada penelitian Vitidsant, Suravattanasakul dan Damronglerd [36] tentang pembuatan karbon aktif dari cangkang kelapa sawit melalui proses pirolisa dan aktifasi uap. Ketika waktu pada pirolisa meningkat, beberapa senyawa volatil yang berada di bagian dalam partikel bisa menguap lebih banyak [36]. Hasil penelitian ditunjukkan pada Gambar 2.7.

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

450 500 550 600 700 800 900

N

ilai

Iodi

ne

(m

g/

g)


(34)

Gambar 2.7 Hubungan Waktu Aktifasi terhadap Nilai Iodine Karbon Aktif [36]

2.6.4 Konsentrasi Zat Aktifator

Aktifasi dengan memvariasikan konsentrasi ZnCl2 sangat mempengaruhi pengembangan tekstur pori [37]. Dari hasil penelitian yang dilakukan Nsami, et al. [38] tentang karbon aktif dari biji cola dengan aktifator ZnCl2 dipaparkan bahwa pada rentang rasio sampel-ZnCl2 1:0,5 sampai 1:1,5 g/g, kapasitas adsorpsi maksimum adalah rasio sampel-ZnCl2 1:1,5 g/g dan disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Hubungan Rasio sampel-ZnCl2 terhadap Nilai Iodine Karbon Aktif [38]

2.7 PIROLISA

Pirolisa adalah proses dekomposisi termal yang terjadi tanpa adanya oksigen. Pirolisa adalah langkah mula-mula dari pembakaran dan gasifikasi [39]. Proses ini selalu menghasilkan padatan (arang), cairan (air dan senyawa organik), dan gas (CO, CO2, CH4, H2) [40].

0 100 200 300 400 500

1 2 3

N ilai Iodi ne (m g/ g)

Waktu Aktivasi (Jam)

0 100 200 300 400 500 600 700 800

0,5 1 1,5 2

N ilai Iodi ne (m g/ g)


(35)

Produk pirolisa dapat digunakan sebagai bahan bakar atau sebagai bahan baku untuk industri kimia. Karena sifat dari prosesnya, yield produk pirolisa yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan yield produk proses lainnya. Secara umum, produk pirolisa lebih murni dan karena itu dapat digunakan dengan efisiensi yang lebih besar. Bahan baku yang cocok untuk pirolisa adalah batubara, kotoran manusia dan hewan, sisa makanan, kertas, kardus, plastik, karet dan biomassa [41].

Sifat termal dari komponen biomassa sangat besar dipengaruhi oleh senyawa-senyawa anorganik di dalamnya. Ketika senyawa-senyawa-senyawa-senyawa tersebut dipanaskan selama pirolisa, panas dari senyawa-senyawa tersebut akan menjadi energi untuk proses pirolisa pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini menghasilkan rangkaian reaksi kompleks yang berlangsung berulang-ulang dan menghasilkan berbagai produk termasuk bio-oil, arang dan gas [41].

2.7.1 Reaksi dalam Proses Pirolisa

Pengaruh proses pirolisa terhadap umpan biomassa secara langsung dapat dilihat seiring proses pirolisa berlangsung. Sebagai contohnya warna biomassa berubah dari putih menjadi coklat, lalu hitam. Ukuran dan berat biomassa berkurang seiring hilangnya feksibilitas dan kekuatan mekanisnya. Pada temperatur sekitar 350

°C, weight loss mencapai 80% dan biomassa yang tersisa terkonversi menjadi arang.

Pemanasan lebih lanjut hingga 600 °C mengurangi massa arang sekitar 9% dari masssa biomassa original. Reaksi utama pirolisa adalah reaksi dehidrasi dan fragmentasi. Melalui kedua reaksi tersebut, beberapa produk akan dihasilkan. Produk akhirnya dapat dibagi 3 kategori, yaitu: senyawa-senyawa volatil yang memiliki berat molekul dibawah 105 (CO, CO2, H2O, asetol, furfural, dan aldehida tak jenuh), tar dan arang [41].

2.7.1.1 Reaksi Dehidrasi

Reaksi dehidrasi adalah salah satu reaksi utama dalam pirolisa. Reaksi ini dominan pada temperatur rendah, yaitu dibawah 300 °C. Hasil dari reaksi ini adalah pengurangan massa molekul biomassa, menguapnya air, produk CO, CO2 dan arang. Pada pirolisa lambat, reaksi ini merupakan reaksi yang dominan [41].


(36)

2.7.1.2 Reaksi Fragmentasi

Reaksi fragmentasi dominan pada temperatur di atas 300 °C. Hasil dari reaksi ini adalah depolimerisasi biomassa menjadi senyawa glukosa anhydro dan senyawa volatil ringan yang mudah terbakar. Pada pirolisa cepat, reaksi ini merupakan reaksi yang dominan [41].

2.7.2 Jenis-jenis Pirolisa

Jenis-jenis pirolisa, kondisi dan produknya dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini [42].

Tabel 2.3 Kondisi Operasi pada Setiap Jenis Proses Pirolisis Beserta Produk [42]

No. Jenis Kondisi Cairan Padatan Gas

1. Cepat Temperatur reaktor 500°C, laju pemanasan sangat cepat > 1000°C /det, waktu tinggal uap panas 1 det

75% 12% arang 13%

2.

Intermediat Temperatur reaktor 400-500°C, laju pemanasan 1 – 1000°C/det, waktu tinggal uap panas 10-30 det

50% 25% arang 25% 3.

Lambat-torrefaction Temperatur reaktor 290°C, laju pemanasan 1°C/det, waktu tinggal padatan 30 menit

0-5% 77% padatan

23% 4.

Lambat-Karbonisasi Temperatur reaktor 400-500°C, laju pemanasan 1°C/det, waktu tinggal padatan berjam-jam sampai berhari-hari

30% 33% arang 35%

2.7.2.1 Pirolisa Lambat-Karbonisasi

Pirolisa ini sudah sejak lama dilakukan (1000 tahun lebih). Proses ini memiliki waktu tinggal yang panjang mulai dari 30 menit hingga berhari-hari. Sumber panasnya berasal dari pembakaran sebagian dari umpannya dan produk utamanya merupakan arang [39].


(37)

Gambar 2.9 Alat Pirolisa Lambat-Karbonisasi [39] 2.7.2.2 Pirolisa Cepat

Pirolisa cepat merupakan teknologi yang baru berkembang. Teknologi ini hanya memerlukan waktu tinggal yang singkat. Produk utamanya adalah bio-oil, arang dan gas [39]. Produksi arang dan tar sangat kecil selama proses ini [41].

Gambar 2.10 Alat Pirolisa Cepat [39] 2.7.2.3 Pirolisa Lambat-Torrefaction

Torrefaction adalah proses pirolisa ringan yang mengubah biomassa

lignoselulosa menjadi bahan padat dengan densitas energi yang lebih tinggi,

grindability yang lebih baik dan kelembaban yang lebih rendah dari biomassa asli

[42].

2.8 ADSORPSI

Adsorpsi adalah proses yang terjadi ketika gas atau zat terlarut dalam cairan terakumulasi pada permukaan padatan (adsorben), membentuk molekul lapisan film atau atom (adsorbat). Adsorpsi berbeda dari absorpsi, di mana zat berdifusi ke cairan atau padatan untuk membentuk larutan [43]. Gaya yang membawa physisorption sebagian besar adalah "Gaya dispersi" (dinamai demikian untuk sifatnya menyerupai dispersi optik) dan gaya tolakan jarak pendek. Selain itu, gaya elektrostatik (Coulomb) juga berperan atas adsorpsi molekul polar, atau dengan permukaan


(38)

dengan dipol permanen. Secara keseluruhan gaya ini disebut gaya van der Waals, yang dinamai oleh fisikawan Belanda Johannes van der Waals Diderik [44]. Driving

force untuk adsorpsi kimia adalah pengurangan tegangan permukaan antara fluida

dan adsorben sebagai hasil proses adsorpsi pada permukaan[45].

Permukaan atau tegangan antarmuka, , adalah perubahan energi bebas, G, yang menghasilkan luas antara dua fase, A, meningkat. Definisi adalah [45]:

=

, , (2.1)

2.9 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADSORPSI

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi adsorpsi adalah [45]:

1. Luas permukaan adsorben. Ukuran lebih besar menyiratkan kapasitas adsorpsi yang lebih besar.

2. Ukuran partikel adsorben. Ukuran partikel yang lebih kecil mengurangi perpindahan internal yang diffusional dan pembatasan massa untuk penetrasi adsorbat dalam adsorben (yaitu, keseimbangan lebih mudah dicapai dan adsorpsi optimal dapat dicapai).

3. Waktu kontak atau waktu tinggal. Semakin lama waktu adsorpsi akan lebih sempurna.

4. Kelarutan zat terlarut (adsorbat) dalam cairan (limbah). Zat sedikit larut dalam air akan lebih mudah dihilangkan dari air (yaitu, teradsorpsi) daripada zat dengan kelarutan tinggi. Selain itu, zat non-polar akan lebih mudah dihilangkan daripada substansi polar karena substansi polar memiliki afinitas yang lebih besar untuk air.

5. Afinitas zat terlarut untuk adsorben (karbon). Permukaan karbon aktif hanya sedikit polar. Oleh karena itu zat non-polar akan lebih mudah dijemput oleh karbon daripada zat polar.

6. Jumlah atom karbon. Untuk zat dalam seri homolog yang sama sejumlah besar atom karbon umumnya dikaitkan dengan polaritas yang lebih rendah dan karenanya potensi untuk teradsorpsi menjadi lebih besar.


(39)

7. Ukuran molekul dan ukuran pori-pori. Molekul besar mungkin terlalu besar untuk masuk ke dalam pori-pori kecil. Hal ini dapat mengurangi kinerja adsorpsi.

8. Derajat ionisasi molekul adsorbat. Molekul terionisasi lebih tinggi teradsorpsi ke tingkat ionisasi yang lebih kecil daripada molekul netral.

9. pH. Derajat ionisasi dipengaruhi oleh pH (misalnya, asam lemah atau lemah basis). Hal ini mempengaruhi adsorpsi.

2.10 APLIKASI KARBON AKTIF

Arang (karbon aktif atau karbon berpori) ditemukan oleh Hippocrates, bapak kedokteran. Aplikasi yang paling awal diketahui adalah penggunaannya sebagai obat untuk meredakan masalah pencernaan yang saat ini telah berkembang menjadi obat overdosis [22].

Aplikasi lainnya dari arang adalah pada Perang Dunia I sebagai pengisi gas masker untuk melindungi tentara terhadap klorin, fosgen dan gas mustard dalam peperangan. Meskipun jumlah tentara yang kehilangan nyawa dari perang gas melebihi puluhan ribu, namun jumlah yang selamat dengan memanfaatkan masker gas jauh lebih tinggi. Topeng gas (respirator) pada dasarnya adalah silinder yang diisi dengan arang dari karbonisasi tempurung kelapa. Dilaporkan pada waktu itu bahwa respirator ini lebih efektif terhadap klorin (Cl2) dan fosgen (COCl2) dibandingkan dengan gas mustard (Cl-CH2-CH2-CH2-S-CH2-Cl, l, l-thiobis (2-chloroethane)). Molekul gas mustard akan terserap lebih lambat daripada molekul klorin dan fosgen karena ukuran dan bentuk molekulnya yang lebih besar. Dua aplikasi utama lain dari arang adalah dalam penggunaan kembang api dan mesiu [22].

2.10.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aplikasi Karbon Aktif

Bahan baku yang beda menghasilkan jenis karbon aktif yang berbeda-beda juga. Perberbeda-bedaan jenis ini membuat karbon aktif yang satu lebih diminati dibanding yang lainnya pada aplikasi-aplikasi yang berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi-nya adalah [61]:


(40)

1. Berat molekul

Seiring berat molekul meningkat, karbon aktif lebih efektif mengadsorpsi partikel karena molekulnya paling sedikit larut dalam air. Namun, struktur pori karbon harus cukup besar untuk memungkinkan molekul masuk ke dalamnya. Campuran berat molekul yang tinggi dan rendah harus disesuaikan untuk penyerapan jenis partikel yang sulit teradsorpsi.

2. pH

Kebanyakan senyawa organik kurang larut dan lebih mudah teradsorpsi pada pH rendah. Dengan meningkatnya pH, kemampuan adsorpsi menurun. Sebuah aturan praktis ditemukan dengan meningkatkan ukuran karbon dua puluh persen untuk setiap unit pH di atas netral (7,0).

3. Konsentrasi Kontaminan

Semakin tinggi konsentrasi kontaminan, semakin besar kapasitas adsorpsi karbon aktif. Molekul kontaminan lebih mungkin untuk berdifusi ke dalam pori-pori dan terserap. Konsentrasi kontaminan tinggi membutuhkan waktu kontak yang lebih lama dengan karbon aktif. Adsorpsi senyawa organik juga meningkat dengan adanya kesadahan air.

4. Ukuran Partikel

Karbon aktif pada umumnya berukuran 30 mesh (terbesar), 40 mesh (paling umum), dan 50 mesh (paling halus). Semakin halus ukurannya akan semakin meningkatkan kontak dan kemampuan adsorpsinya. Sebuah aturan ditemukan, yaitu karbon aktif 50 mesh memiliki kemampuan adsorpsi 2 sampai 3 kali lebih besar daripada karbon aktif 40 mesh dan 10 hingga 20 kali lebih besar daipada karbon aktif 30 mesh.

5. Laju Alir

Pada umumnya, semakin rendah laju alir akan menyebabkan kontaminan semakin lambat untuk teradsorpsi ke dalam pori. Adsorpsi oleh karbon aktif hampir selalu meningkat seiring semakin lama-nya waktu kontak. Ketika menggunakan laju alir yang lebih tinggi dengan karbon aktif yang halus kenaikan pressure drop harus diperhatikan.


(41)

6. Temperatur

Temperatur air yang lebih tinggi menurunkan viskositas larutan dan meningkatkan laju difusi partikel ke dalam pori. Temperatur yang lebih tinggi juga dapat merusak ikatan adsorpsi yang menyebabkan penurunan kemampuan adsorpsi. Oleh karena itu, temperatur bergantung pada senyawa organik yang diadsorpsi, namun pada umumnya, temperatur yang lebih rendah meningkatkan laju adsorpsi.

2.11 APLIKASI INDUSTRI

Karbon aktif digunakan dalam industri makanan dan minuman untuk menghilangkan warna atau bau dari produk seperti jus buah, madu, gula, pemanis, minyak sayur, minuman beralkohol, soft drinks, dan lain-lain. Dalam proses-proses kimia, karbon aktif membantu mengontrol kualitas produk seperti antibiotik, vitamin dan steroid dengan menghilangkan impurities dan juga zat-zat kimia beracun. Aplikasi-aplikasi karbon aktif lainnya seperti dry cleaning pada industri, pembersih larutan electroplating, pembersih akuarium dan dekafeinasi [22].

2.12 ANALISA EKONOMI

Karbon aktif merupakan komoditi yang dibutuhkan untuk dikembangkan penggunaannya, mulai dari skala rumah tangga sampai skala pabrik. Selain itu, komoditi ini memiliki kecenderungan peningkatan produksi setiap tahunnya, khususnya di Indonesia.

Karena karbon aktif ini berpotensi yang baik, perlu dilakukan kajian ekonomi terhadap hal ini. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dilakukan kajian ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual karbon aktif. Berikut ini adalah harga bahan baku dan produk.

Harga kulit salak = Rp 1.000.000/ ton Harga ZnCl2 = Rp 11.700.000/ ton Biaya listrik = Rp 1.428/ kWh Harga karbon aktif = Rp 21.840.000/ ton

Perhitungan sederhana dalam basis 1 ton bahan baku dan asumsi rasio bahan baku : larutan aktifator ZnCl2 adalah 1 : 2 kg/kg, maka dirincikan sebagai berikut:


(42)

Kulit salak 1 kg ukuran 50 mesh = 1000 kg ZnCl2 yang dibutuhkan = 2000 kg Air yang dibutuhkan = 20000 kg

Karbon aktif yang dihasilkan = 360,4 kg karbon aktif Bila dimasukkan dengan rincian biaya produksi, maka diperoleh: Kulit salak = Rp 1.000.000

Kebutuhan ZnCl2 = 2 x Rp 11.700.000 = Rp 23.400.000

Kebutuhan Air = liter × , × =Rp 13.186.000 Sehingga total biaya produksi yang dibutuhkan disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 2.4 Rincian Singkat Bahan Baku yang Digunakan Beserta Total Biaya

Asumsi spesifikasi furnace adalah 445 kW selama 1 jam sehingga energi yang dibutuhkan untuk 3 jam adalah 1335 kWh

Biaya energi yang dibutuhkan = 1335 kWh × . = Rp . .

Maka biaya total yang dibutuhkan = Rp 37.586.000 + Rp 1.906.380 = Rp 39.492.380 Harga jual produk = , × Rp . . = Rp . .136

ZnCl2 dapat di daur ulang sehingga untuk produksi berikutnya biaya ZnCl2 dan air ditiadakan.

Biaya produksi menjadi biaya bahan baku + biaya energi

= Rp 1.000.000 + Rp 1.906.380 = Rp 2.906.380 Jadi diperoleh laba kotor Rp 7.871.136 - Rp 2.906.380 = Rp 4.964.756

Dan dibutuhkan produksi sebanyak 6,4 kali untuk mendapatkan laba bersih.

Dari perhitungan berbasiskan 1 ton kulit salak di atas, karbon aktif ini memberikan nilai keuntungan yang cukup baik. Oleh karena itu, produksi komersial karbon aktif dari kulit salak dengan aktifator ZnCl2 ini layak untuk dipertimbangkan.

Bahan Baku Jumlah (kg) Biaya (Rp) Kulit Salak 1000 1.000.000 Aktifator ZnCl2 2000 23.400.000

Air 20000 13.186.000


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1.6 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian, Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan dan Laboratorium IKM (Industri Kimia dan Mineral), Baristand Sumatra Utara, Medan.

1.7 BAHAN PENELITIAN

Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: 1. Kulit salak di peroleh dari Kabupaten Tapanuli Selatan

2. Iodine (0,1 N)

3. Seng klorida (ZnCl2)

4. Natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N 5. Indikator amilum

6. Aquadest

7. Asam klorida (HCl 0,8 N)

3.3PERALATAN PENELITIAN

Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain:

1.

Vertical Tubular Reactor (Furnace)

2. Erlenmeyer 3. Buret 4. Pipet tetes 5. Corong gelas 6. Timbangan 7. Tabung Nitrogen 8. Desikator

9. Kertas saring 10. Statif dan klem

11. Hot plate


(44)

3.4 RANGKAIAN PERALATAN

3.4.1 Rangkaian Peralatan Pembuatan Arang Aktif dan Analisa Nilai Iodine

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Pembuatan Karbon Aktif dan Analisa Nilai Iodine Keterangan gambar :

1.

Vertical Tubular Reactor (Furnace)

2. Erlenmeyer 3. Buret 4. Pipet tetes 5. Corong gelas 6. Timbangan 7. Tabung Nitrogen 8. Desikator

9. Kertas saring 10. Statif dan klem

11. Hot plate


(45)

3.4.2 Vertical Tubular Reactor (Furnace)

Gambar 3.2 Vertical Tubular Reactor (Furnace)

Reaktor vertikal tubular ini terbuat dari bahan stainless steel yang berbentuk prisma tegak segienam. Didalamnya dipasang elemen pemanas dan dilengkapi dengan batu api. Tutup reaktor ini dilengkapi dengan 6 drat sebagai penguncinya, dimana pada bagian ini juga dipasang pipa untuk mengeluarkan gas campuran dan dihubungkan ke penampung uap. Pada reaktor tersebut, gas N2 dialirkan masuk ke dalam reaktor dari bagian bawah melalui suatu pipa. Temperatur dan waktu diatur pada kontrol panel yang dipasang pada dinding di sebelah reaktor.

Sampel yang telah kering ditimbang dan dimasukkan pada cawan porselin dan masukkan kedalam alat Vertical Tubular Reactor, lalu pastikan bahwa alat pirolisa beserta sistem panelnya berfungsi dengan baik dan ketersediaan gas N2 dengan kemurnian tinggi. Pastikan regulator gas berfungsi dengan baik dan set laju alir. Aliran pipa pembuangan ditampung dengan menggunakan wadah penampung. Selanjutnya diset kondisi operasi alat vertical tubular reactor sesuai kondisi yang telah ditentukan dan aliran gas N2 yang dialirkan pada reaktor tersebut, bila suhu telah tercapai yaitu 400, 450, 500, 550 dan 600 °C dengan kecepatan alir 105 cm3/menit dipertahankan temperatur masing – masing selama 1, 2 dan 3 jam. Setelah proses pirolisis maka aliran gas N2 diakhiri bila suhu operasi pada vertical tubular


(46)

3.5 PROSEDUR PERCOBAAN

3.5.1 Persiapan Bahan Baku

Kulit salak yang diperoleh dari kabupaten Tapanuli Selatan dicuci dengan air keran beberapa kali hingga bersih. Kemudian kulit salak dikeringkan pada suhu 110 °C dengan oven hingga beratnya konstan. Lalu kulit salak digerus menjadi bubuk dalam alat ball mill. Setelah itu, serbuk kulit salak diayak dengan ayakan 50 mesh.

3.5.2 Pembuatan Karbon Aktif

Disiapkan beaker gelas 500 ml. Lalu diisi dengan akuades sebanyak 150 ml. Untuk larutan Z1 (1:1/2 g/g) ditambahkan 1 g padatan ZnCl2 untuk setiap 0,5 g sampel dalam beaker gelas. Untuk larutan Z2 (1:2/3 g/g) ditambahkan 1 g padatan ZnCl2 untuk setiap 0,67 g sampel dalam beaker gelas. Untuk larutan Z3 (1:1 g/g) ditambahkan 1 g padatan ZnCl2 untuk setiap 1 g sampel dalam beaker gelas. Untuk larutan Z4 (1:2 g/g) ditambahkan 1 g padatan ZnCl2 untuk setiap 2 g sampel dalam beaker gelas. Kemudian diaduk pada suhu 85°C hingga semua padatan terlarut sempurna. Serbuk hasil ayakan 50 Mesh ditimbang terlebih dahulu (X1). Kemudian direndam dalam larutan ZnCl2 dengan variasi Z1, Z2, dan Z3, diaduk dan dijaga suhu larutan 85 oC selama 4 jam. Lalu serbuk yang telah direndam dikeringkan dalam oven hingga berat konstan. Serbuk kemudian ditimbang kembali (X2). Setelah itu, serbuk kering di-pirolisa dalam furnace dengan laju alir nitrogen 105 cm3/menit selama 1, 2 dan 3 jam dan dengan variasi suhu 400, 450, 500, 550 dan 600°C. Hasil pirolisa disimpan dalam desikator hingga mencapai suhu kamar dan kembali ditimbang (X3). Kemudian serbuk dibilas dengan larutan HCl 0,8 N dan akuades. Pada akhirnya serbuk dikeringkan pada suhu 110 °C dengan oven selama 8 jam dan ditimbang (X4).


(47)

3.6 PROSEDUR ANALISA NILAI IODINE

Ditimbang 0,7-2 gram karbon aktif dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Ditambahkan 10 ml HCl 5% dan dipanaskan hingga mendidih selama 30 detik. Kemudian erlenmeyer tersebut didinginkan hingga mencapai suhu kamar lalu ditambahkan 100 ml larutan iodin 0,1 N. Erlenmeyer dikocok selama 30 detik lalu disaring menggunakan kertas saring. 20-30 ml filtrat mula-mula dibuang dan sisanya disimpan dalam beker gelas. Kemudian diambil 50 ml filtrat dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N sampai warna kuning pada larutan hampir hilang. Lalu ditambahkan 1 ml larutan amilum dan dititrasi kembali hingga warna biru larutan menjadi bening. Kemudian volume larutan natrium tiosulfat yang terpakai dicatat. Data yang diperoleh dihitung dengan rumus[46]:

I

n

=

X (3.3)

Dimana:

In = mg iodine teradsopsi oleh m gram karbon aktif X = (12.693 N1) – (279,246 N2 V)

N1 = normalitas larutan iodin

N2 = normalitas larutan natrium tiosulfat V = volume natrium tiosulfat terpakai (ml) m = massa karbon aktif (gram)


(48)

3.7 FLOWCHART PERCOBAAN

3.7.1 Flowchart Persiapan Bahan Baku

Gambar 3.3 Flowchart Persiapan Bahan Baku Mulai

Kulit salak dicuci dengan air hingga bersih

Kulit salak yang telah bersih dikeringkan dalam oven 110°C hingga berat konstan

Setelah kering, kulit salak digerus dengan ball mill hingga halus Hasil gerusan diayak dengan ayakan 50 mesh dan

dimasukkan dalam wadah tertutup


(49)

3.7.2 Flowchart Pembuatan Karbon Aktif

Gambar 3.4 Flowchart Pembuatan Karbon Aktif Kemudian serbuk dibilas dengan HCl 0,8 N dan akuades

Selesai

Serbuk kering dipirolisa dalam furnace dengan laju alir nitrogen 105 cm3/menit selama 1, 2, dan 3 jam dengan suhu 400, 450, 500, 550 dan 600°C

Setelah itu, hasil pirolisa disimpan dalam desikator hingga mencapai suhu kamar.

Serbuk dikeringkan pada suhu 110 °C dengan oven selama 8 jam Sampel direndam dalam larutan ZnCl2 tersebut,

diaduk dan dijaga suhu larutan 85 °C selama 4 jam.

Serbuk yang telah direndam dikeringkan dalam oven hingga berat konstan

Mulai

Disiapkan beaker gelas 500 ml lalu diisi dengan akuades sebanyak 150 ml Ditambahkan ZnCl2 1: 1 2⁄ , 1: 2 3⁄ , 1:1 atau 1:2 g

bahan /g ZnCl2


(50)

3.7.3 Flowchart Analisa Nilai Iodine

Gambar 3.5 Flowchart Analisa Bilangan Iodine Ditambahkan 10 ml HCl 5% dan dipanaskan

hingga mendidih selama 30 detik

Lalu ditambahkan 1 ml larutan amilum dan dititrasi kembali hingga warna biru larutan menjadi bening

Selesai Mulai

Kemudian diambil 50 ml filtrat dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N sampai warna kuning pada larutan hampir hilang

Kemudian volume larutan natrium tiosulfat yang terpakai dicatat

Ditimbang 0,7-2 gram karbon aktif dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml

Kemudian erlenmeyer tersebut didinginkan hingga mencapai suhu kamar lalu ditambahkan

100 ml larutan iodin 0,1 N

Erlenmeyer dikocok sewaktu 30 detik lalu disaring menggunakan kertas saring dan disimpan dalam gelas


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian pembuatan karbon aktif menggunakan bahan baku kulit salak. Terlebih dahulu kulit salak dihaluskan hingga berukuran 50 mesh. Secara garis besar, pembuatannya dimulai dengan perendaman kulit salak dalam larutan ZnCl2 dengan konsentrasi tertentu pada temperatur 85°C selama 4 jam, dan dilanjutkan dengan pirolisis pada temperatur tertentu selama waktu tertentu dengan adanya aliran gas nitrogen. Kemudian karbon aktif dicuci dengan larutan HCl dan akuades. Hasil campuran disaring, dikeringkan dan ditimbang lalu dilanjutkan dengan analisa bilangan iodin.

4.1 ANALISA PERSEN YIELD

Yield adalah kuantitas produk yang diperoleh dari reaksi. Pada penelitian ini,

data %yield karbon aktif diperoleh dengan melakukan penimbangan sampel pada awal keadaan (berat kering sampel mula-mula) dan pada akhir proses (berat kering karbon aktif). Adapun nilai % yield dapat ditunjukkan melalui persamaan:

%Yield =karbon aktif setelah pengeringan grsampel mula − mula gr x %

4.1.1 Pengaruh Waktu Aktivasi terhadap %Yield

Pengaruh waktu aktivasi terhadap %yield karbon aktif dari kulit salak disajikan dalam bentuk grafik yang dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Hubungan Waktu Aktivasi terhadap %Yield

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%

1 2 3

%

Yi

el

d

Waktu Aktivasi (Jam)

600 °C, 1:1/2 g/g 400 °C, 1:2/3 g/g 400 °C, 1:1 g/g


(52)

Pembuatan karbon aktif menggunakan furnace yang telah dilengkapi dengan aliran gas nitrogen. Gas nitrogen ini berguna untuk menghindari adanya gas oksigen di dalam furnace selama proses dan membantu mendorong zat volatil keluar dari

furnace. Sampel sebanyak 15 gram dimasukkan ke dalam furnace dan di-pirolisa

dengan variasi waktu 1, 2, dan 3 jam. Dari Gambar 4.1, pada rasio sampel-ZnCl2 1: 1 2⁄ , 1: 2 3⁄ dan 1:1gram/gram, temperatur aktivasi 400 dan 600°C dapat dilihat bahwa %yield menurun seiring dengan meningkatnya waktu aktivasi dari 1, 2 sampai 3 jam. %Yield terendah diperoleh pada waktu aktivasi 3 jam, sedangkan %yield tertinggi diperoleh pada waktu aktivasi 1 jam.

Semakin lama waktu aktivasi maka akan semakin banyak jumlah komponen volatil yang akan diproduksi yang menyebabkan penurunan %yield [47] [48]. Senyawa-senyawa volatil yang berada pada bagian dalam arang dapat menguap bila waktu aktivasi semakin panjang sesuai dengan pernyataan Olafadehan, et al. [49]. Waktu aktivasi harus pada rentang waktu yang cukup supaya semua kandungan air dan komponen-komponen volatil dapat ter-eliminasi [50]. Dengan demikian, semakin panjang waktu aktivasi akan menurunkan %yield karbon aktif yang diperoleh.

Data %yield maksimum diperoleh pada rasio sampel-ZnCl2 1:1 g/g, waktu pirolisis 1 jam dan temperatur aktivasi 400°C yaitu 50,32%. Hasil yang serupa juga diperoleh oleh Thajeel, et al. [50] yang meneliti karbon aktif dari sekam padi menggunakan aktivator ZnCl2 pada waktu aktivasi 1,5 dan 2 jam, terjadi penurunan

%yield seiring meningkatnya waktu aktivasi. %Yield maksimum diperoleh pada

konsentrasi ZnCl2 0,1 N, temperatur aktivasi 500°C dan waktu aktivasi 1,5 jam yaitu sebesar 40%. Kajian ini menunjukkan %yield yang lebih besar daripada penelitian oleh Thajeel, et al. [50].


(53)

4.1.2 Pengaruh Rasio Sampel-ZnCl2 terhadap %Yield

Pengaruh rasio sampel-ZnCl2 terhadap %yield karbon aktif dari kulit salak disajikan dalam bentuk grafik yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Hubungan Rasio Sampel-ZnCl2 terhadap %Yield

Pengujian dilakukan pada variasi rasio sampel-ZnCl2 1: 1 2⁄ , 1: 2 3⁄ , 1:1 dan 1:2 g/g. Pada Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa %yield pada waktu aktivasi 1 dan 3 jam, temperatur aktivasi 500 dan 600°C menunjukkan penurunan seiring peningkatan rasio sampel-ZnCl2. %Yield tertinggi diperoleh pada rasio sampel-ZnCl2 1:0,5 sedangkan yang terendah diperoleh pada rasio sampel-ZnCl2 1:2.

Semakin tinggi konsentrasi ZnCl2, maka semakin rendah perolehan karbon aktifnya karena proses cracking pada arang yang semakin banyak sehingga semakin banyak pula senyawa volatil yang dihasilkan [7]. Proses cracking pada pembuatan karbon aktif merupakan proses pemutusan rantai-rantai senyawa kompleks sehingga menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu karbon dan senyawa-senyawa volatil seperti H2O, O2, CO2 dan CO. Ahmed dan Theydan [51] juga menyatakan bahwa menurunnya yield produk dapat disebabkan oleh pelepasan senyawa-senyawa volatil secara terus-menerus karena semakin banyak terbentuknya pori-pori oleh aktivitas zat aktivator.

Yield karbon aktif maksimum diperoleh pada rasio sampel-ZnCl2 1:0,50 yaitu

23,62%. Anis [52] yang melakukan penelitian tentang karbon aktif dari pericarp biji karet menyatakan hasil yang serupa, dimana %yield karbon aktif semakin menurun

0% 5% 10% 15% 20% 25%

1:1/2 1:2/3 1;1 1;2

%

Yi

el

d

Rasio Sampel-ZnCl2(g/g)

500 °C, 1 jam 500 °C, 3 jam 600 °C, 3 jam


(54)

seiring meningkatnya rasio sampel-ZnCl2 dari 1:0,4 hingga 1:2 gram/gram. %Yield maksimum diperoleh pada rasio sampel-ZnCl2 1:0,4 g/g dan waktu aktivasi 1,5 jam yaitu sebesar 30%. Kajian ini menunjukkan %yield yang lebih besar daripada penelitian oleh Anis [52].

4.1.3 Pengaruh Temperatur Aktivasi terhadap %Yield

Pengaruh temperatur aktivasi terhadap %Yield karbon aktif dari kulit salak disajikan dalam bentuk grafik yang dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Hubungan Temperatur Aktivasi terhadap %Yield

Variasi temperatur aktivasi yang diuji adalah 400, 450, 500, 550 dan 600 °C. Gambar 4.3 menyatakan bahwa %yield pada waktu aktivasi 2 dan 3 jam, rasio sampel-ZnCl2 1:1 dan 1:2 g/g secara umum menunjukkan penurunan seiring peningkatan temperatur aktivasi. %Yield tertinggi diperoleh pada temperatur aktivasi 400 °C sedangkan yang terendah diperoleh pada temperatur aktivasi 600 °C.

Semakin meningkatnya temperatur aktivasi akan mengakibatkan semakin rendahnya perolehan karbon aktif karena proses devolatilisasi dari kulit salak untuk membentuk pori-pori baru [53]. Menurut Yahaya, et al. [54] laju reaksi karbon-ZnCl2 dan karbon-CO2 meningkat seiring meningkatnya temperatur aktivasi, hal ini mengakibatkan penurunan perolehan karbon. Temperatur aktivasi yang semakin tinggi akan meningkatkan proses pembentukan pori-pori sehingga senyawa volatil yang dilepaskan semakin meningkat dan yield semakin rendah [50][7] [49].

%Yield karbon aktif maksimum diperoleh pada temperatur aktivasi 400 °C

yaitu, 30,93%. Hasil yang serupa juga diperoleh oleh Thajeel, et al. [50] yang 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35%

400 450 500 550 600

%

Yi

el

d

Temperatur Aktivasi (°C)

1:1, 2 Jam 1:2, 2 Jam 1:1, 3 Jam 1:2, 3 Jam


(55)

meneliti karbon aktif dari sekam padi menggunakan aktivator ZnCl2 pada temperatur aktivasi 500 hingga 800°C, terjadi penurunan %yield seiring meningkatnya temperatur aktivasi. %Yield maksimum diperoleh pada temperatur aktivasi 500 °C dan waktu aktivasi 1,5 jam yaitu, 40%. Kajian ini menunjukkan %yield yang lebih kecil daripada penelitian oleh Thajeel, et al. [50].

4.2 ANALISA NILAI IODINE

Nilai iodine adalah jumlah miligram iodine teradsorpsi dari larutan oleh 1 gram karbon aktif. Pada penelitian ini data bilangan iodine karbon aktif diperoleh melalui metode European Council of Chemical Manufacturers’ Federations [46]. Persamaan yang digunakan adalah:

In=mX

Dimana:

In = mg iodine teradsopsi oleh m gram karbon aktif X = (12.693 N1) – (279,246 N2 V)

N1 = normalitas larutan iodin

N2 = normalitas larutan natrium tiosulfat V = volume natrium tiosulfat terpakai (ml) m = massa karbon aktif (gram)

4.2.1 Pengaruh Temperatur Aktivasi terhadap Nilai IodinePengaruh temperatur aktivasi terhadap nilai iodine karbon aktif dari kulit salak disajikan dalam bentuk grafik yang dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Hubungan Temperatur Aktivasi terhadap Nilai Iodine

0 200 400 600 800

450 500 550 600

N ilai Iodi ne ( m g/ g)

Temperatur Aktivasi (°C)

1 jam, 1:1/2 2 jam, 1:1/2


(56)

Kemampuan karbon aktif dalam meng-adsorpsi iodine pada larutan diuji pada konsentrasi iodine 0,1 N. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa nilai iodine pada waktu aktivasi 1 dan 2 jam, rasio sampel-ZnCl2 1:1/2 menunjukkan penurunan seiring peningkatan temperatur aktivasi. Nilai iodine tertinggi diperoleh pada temperatur aktivasi 600 °C sedangkan yang terendah diperoleh pada temperatur aktivasi 450 °C.

Jika temperatur aktivasi semakin meningkat, proses pirolisa akan semakin cepat berlangsung dan akan semakin banyak pori-pori aktif di permukaan karbon yang terbentuk [55]. Temperatur aktivasi adalah parameter yang sangat berpengaruh pada struktur pori karbon aktif, yang menentukan kapasitas adsorpsi [14]. Rahmawati, dkk [37] menjelaskan bahwa pada temperatur aktivasi yang semakin tinggi, zat pengotor, yaitu senyawa-senyawa volatil yang menutupi pori akan semakin banyak teruapkan sehingga diperoleh luas permukaan yang semakin besar. Temperatur aktivasi yang semakin tinggi akan meningkatkan proses pembentukan pori-pori dan proses penambahan luas permukaan pori-pori [50][7] [49].

Nilai iodine maksimum diperoleh pada temperatur aktivasi 600 °C yaitu 694 mg/g. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pradhan [14]tentang karbon aktif dari lumpur kertas dan sekam padi menggunakan aktivator ZnCl2, bentuk grafik yang serupa dihasilkan, nilai iodine meningkat pada kenaikan temperatur aktivasi 500 hingga 600 °C dan mencapai maksimum pada temperatur aktivasi 600 °C yaitu 769 mg/g. Kajian ini menunjukkan nilai iodine yang lebih kecil daripada penelitian oleh Pradhan [14].


(57)

4.2.2 Pengaruh Waktu Aktivasi terhadap Nilai Iodine

Pengaruh waktu aktivasi terhadap nilai iodine karbon aktif dari kulit salak disajikan dalam bentuk grafik yang dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Hubungan Waktu Aktivasi terhadap Nilai Iodine

Waktu aktivasi merupakan faktor penting untuk mendapatkan luas permukaan optimum dari karbon aktif. Nilai iodine karbon aktif diuji terhadap variasi waktu aktivasi 1, 2 dan 3 jam. Hasil penelitian pada temperatur aktivasi 450, 500, 550 dan 600 °C, rasio sampel-ZnCl2 1:1 dan 1:2 g/g menunjukkan bahwa nilai iodine meningkat seiring dengan meningkatnya waktu aktivasi. Nilai iodine tertinggi diperoleh pada waktu aktivasi 3 jam sedangkan yang terendah diperoleh pada waktu aktivasi 1 jam.

Waktu aktivasi harus pada rentang waktu yang cukup supaya semua kandungan air dan komponen-komponen volatil dapat ter-eliminasi, waktu tidak boleh terlalu lama karena dapat merusak pori-pori yang sudah terbentuk dan juga tidak boleh terlalu pendek karena pori-pori justru tidak akan terbentuk [50]. Nilai iodine meningkat seiring dengan meningkatnya waktu aktivasi karena beberapa pori-pori baru terbentuk dan adanya pengaturan posisi pori-pori yang sudah ada ketika waktu operasi diperpanjang hingga 3 jam, hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Nsami, et al. [38].

Nilai iodine maksimum diperoleh pada waktu aktivasi 3 jam, yaitu 772 mg/g. Nsami, et al. [38] yang melakukan penelitian tentang karbon aktif dari biji cola

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

1 2 3

N ilai Iodi ne (m g/ g)

Waktu Aktivasi (Jam)

450 °C, 1:1 g/g 500 °C, 1:1 g/g 550 °C, 1:2 g/g 600 °C, 1:1 g/g


(58)

dengan aktivator ZnCl2 menyatakan hasil yang serupa, dimana nilai iodine semakin meningkat seiring meningkatnya waktu aktivasi dari 2 hingga 3 jam dan mencapai maksimum pada waktu aktivasi 3 jam yaitu sebesar 696 mg/g. Kajian ini menunjukkan nilai iodine yang lebih besar daripada penelitian oleh Nsami, et al. [38].

4.2.3 Pengaruh Rasio Sampel-ZnCl2 terhadap Nilai Iodine

Pengaruh rasio sampel-ZnCl2 terhadap nilai iodine karbon aktif dari kulit salak disajikan dalam bentuk grafik yang dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Hubungan Rasio Sampel-ZnCl2 terhadap Nilai Iodine

Nilai iodine karbon aktif diuji terhadap variasi rasio sampel-ZnCl2 1: 1 2⁄ , 1: 2 3⁄ , 1:1 dan 1:2 g/g. Hasil penelitian pada temperatur aktivasi 400 dan 450°C, waktu aktivasi 2 dan 3 jam menunjukkan dengan semakin meningkatnya rasio sampel-ZnCl2, maka semakin meningkat pula nilai iodine-nya.

Sebagai zat aktivator, ZnCl2 bekerja sebagai pembentuk pori-pori pada permukaan karbon aktif, hal ini dapat dilihat dari volume pori-pori yang sama dengan volume padatan ZnCl2 sebagai zat aktivator [22]. Aktivasi dengan memvariasikan konsentrasi ZnCl2 sangat mempengaruhi pengembangan tekstur pori [38]. Malik, et al. [7] juga menyatakan bahwa selama aktivasi, ZnCl2 berfungsi dalam mendegradasi senyawa organik menjadi senyawa volatil dan berfungsi pula dalam pembentukan pori-pori mikro. Nilai iodine akan menjadi rendah bila ZnCl2

0 100 200 300 400 500 600 700 800

1 : 1/2 1 : 2/3 1 ; 1 1 ; 2

N ilai Iodi ne (m g/ g)

Rasio Sampel-ZnCl2(g/g)

400 °C, 2 jam 450 °C, 3 jam


(59)

yang bereaksi dengan sampel untuk membentuk pori-pori tidak cukup [14]. ZnCl2 akan memutus rantai O-H dan ikatan rangkap O-O sehingga ion bebas O akan berikatan dengan ion bebas Zn2+ menggantikan Cl- sesuai pendapat Adinata [56] yang meneliti pemanfaatan limbah kulit pisang sebagai karbon aktif dengan aktivator ZnCl2.

Nilai iodine maksimum diperoleh pada rasio sampel-ZnCl2 1:2 g/g yaitu sebesar 755 mg/g. Nsami, et al. [38] yang melakukan penelitian tentang karbon aktif dari biji cola dengan aktivator ZnCl2 menyatakan hasil yang serupa, dimana nilai

iodine semakin meningkat seiring meningkatnya rasio sampel-ZnCl2 dari 1:1/2

hingga 1:3/2 g/g dan mencapai maksimum pada rasio sampel-ZnCl2 1:3/2 g/g yaitu sebesar 677 mg/g. Kajian ini menunjukkan nilai iodine yang lebih besar daripada penelitian oleh Nsami, et al. [38].

4.3 ANALISA RECOVERY ZnCl2

Seng klorida merupakan nama dari senyawa kimia dengan rumus ZnCl2 dan hidrat nya. Seng klorida tidak berwarna atau putih dan sangat larut dalam air. ZnCl2 bersifat higroskopis maka harus dilindungi dari sumber air, termasuk uap air yang ada di udara sekitar. Seng klorida diaplikasikan secara luas dalam pengolahan tekstil, fluks metalurgi dan sintesis kimia [57]. Dalam aplikasi ZnCl2 pada aktivasi kimia karbon aktif, diketahui bahwa senyawa tersebut dapat di-recyle kembali sebagai aktivator.

Recovery dilakukan dengan pencucian melalui larutan HCl 0,8 N di dalam

gelas beker pada temperatur ruang. Pemilihan konsentrasi ini karena logam Zn tidak dapat larut maksimum pada konsentrasi dibawah 0,8 N, menurut percobaan yang dilakukan. Karbon aktif hasil pirolisa didinginkan dan dimasukkan ke dalam 25 ml larutan HCl 0,8 N.

Pada penelitian ini, data %yield recovery ZnCl2 diperoleh dengan melakukan penimbangan ZnCl2 mula-mula saat melakukan aktivasi kimia, karbon aktif setelah pirolisa (X) dan berat kering karbon aktif setelah pencucian HCl serta akuades (X1). Adapun nilai %yieldrecovery ZnCl2 dapat ditunjukkan melalui persamaan:


(60)

Analisa recovery ZnCl2 terhadap temperatur aktivasi dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Hubungan % Yield Recovery ZnCl2 terhadap Temperatur Aktivasi

Hasil penelitian menyatakan bahwa % Yield Recovery ZnCl2 pada rasio sampel-ZnCl2 1: 1 2⁄ , 1: 2 3⁄ , 1:1 dan 1:2 g/g, waktu aktivasi 2 jam menurun seiring dengan meningkatnya temperatur aktivasi. % Yield Recovery ZnCl2 tertinggi diperoleh pada temperatur aktivasi 400 °C sedangkan yang terendah diperoleh pada temperatur aktivasi 600 °C.

ZnCl2 memiliki titik leleh 283 °C dan titik didih 732 °C [58]. Menurunnya %

Yield Recovery ZnCl2 seiring meningkatnya temperatur aktivasi mungkin terjadi

karena ZnCl2 telah menguap saat ber-fasa cairan, hal ini sesuai dengan peryataan Pringgodigdo [59] bahwa cairan dapat berubah menjadi gas pada suhu di bawah titik didihnya dan penguapan ini dapat terjadi karena molekul-molekul pada permukaan cairan memperoleh cukup energi untuk dapat melepaskan diri dari tarikan molekul-molekul dalam cairan tersebut. Hasil yang serupa juga disampaikan oleh Alhamed [3]yang menemukan bahwa terjadi proses penguapan ZnCl2 pada temperatur aktivasi 400-700 °C melalui analisa thermogravimetric. Temperatur aktivasi yang semakin meningkat mengakibatkan semakin banyaknya energi penguapan sehingga % yield

recovery ZnCl2 semakin menurun.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

400 450 500 550 600

% Y ie ld Re cov er y Zn C l2 Temperatur Aktivasi(°C)

1:1/2; 2 Jam 1:2/3; 2 Jam 1:1, 2 Jam 1:2, 2 Jam


(61)

% Yield recovery ZnCl2 maksimum didapat pada konsentrasi ZnCl2 1:2 g/g, waktu aktivasi 2 jam dan temperatur aktivasi 400 °C, yaitu sebesar 76,10%. Adanya

% Yield Recovery ZnCl2 telah sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Malik, et

al. [7] yang mendapatkan % yield recovery ZnCl2 hingga 80% dan Zhu, dkk [60] yang meneliti tentang karbon aktif dari proses chloromethylation polydivinylbenzene dengan aktivator ZnCl2.


(1)

52

LAMPIRAN 2

LAMPIRAN PERHITUNGAN

L2.1 Perhitungan Bahan

1. Larutan Iodin 0,1 N sebanyak 100 ml

BM Iodine = 126,9 gr/mol

Valensi = 1

M=

Normalitas

Valensi

=0,1 N

M=

Massa

BM

×

1000

V

Massa iodine=

0,1×126,9×100

1000

=1,269 gram

2

. Larutan Amilum 1% sebanyak 100 ml

Amilum=0,01×100

=1 gram

3

. Larutan HCl 0,8 M 100 ml

%b HCl=37,5% ρ HCl=1,18 g/cm

3

M HCl=

b×10×ρ

BM

M HCl=

37,5×10×1,18

36,5

M HCl=12,123 M

M

1

×V

1

=M

2

×V

2

12,123×V

1

=0,8×100


(2)

L2.2 Perhitungan Nilai

Iodine

I

n

=

12.693×N

1

-(279,246 ×N

M

2

×V)

I

n

=

12.693×0,1 -(279,246 ×0,1×17,8)

1

=772,4 mg/g

Sumber : [46]


(3)

54

LAMPIRAN 3

LAMPIRAN GAMBAR

L3.1 Persiapan Bahan Baku

Gambar L3.1 Persiapan Bahan Baku

L3.2 Aktivasi Kimia dan Pirolisa


(4)

L3.3 Analisa Nilai

Iodine


(5)

56

LAMPIRAN 4

TABEL STANDAR KUALITAS KARBON AKTIF

L4.1 Standar Kualitas Arang Aktif Menurut SNI (1995)

Tabel L4.1 Standar Kualitas Arang Aktif Menurut SNI (1995)

Uraian Prasyarat Kualitas

Butiran Serbuk

Bagian yang hilang pada pemanasan 950°C, % Kadar air, %

Kadar abu, %

Bagian tidak mengarang Daya Serap terhadap I2, mg/g

Karbon aktif murni, %

Daya serap terhadap benzena, % Daya serap terhadap biru metilen, mg/g Berat jenis curah, g/ml

Lolos mesh, % Jarak mesh, % Kekerasan, %

Maks 15 Maks 4,5 Maks 2,5

0 Min 750

Min 80 Min 25 Min 60 0,45 – 0,55

- 90 80

Maks 25 Maks 15 Maks 10 0 Min 750 Min 65 - Min 120 0,3-0,35 Min 90 - -


(6)

L4.2 Standar Kualitas Arang Aktif menurut PERTAMINA

Tabel L4.2 Standar Kualitas Arang Aktif menurut PERTAMINA

Uraian Kelas kualitas

1 2 3 4 5

Bentuk Air, % Kerapatan, g/l Partikel, %

4-6 mesh > 12 mesh 12-40 mesh < 40 mesh < 325 mesh < 200 mesh Tyler mesh

Diameter partikel, mm Kekerasan, %

pH

Total Cl, wt % Abu, % Titik nyala, °C Adsorpsi aseton, % Nomor iod Cn Cl Granular Max 3 400-470 Min 95 - - - - - - - Min 95 6,0 - 9,0 Max 0,06 Max 5 Min 390 Min 28,9 - - - Granular - 35 - - - - 4-6 - - - - - - - - - - 0 0 Granular - 35 - - - - 8-30 - - - - - - - - - - 0 0 Granular Max 2 - Max 5 Min 90 Max 5 - - - - 0,1-1,1 - - - - - - Min 1050 - - Serbuk - 30-40 - - - Max 70 Max 90 - - - - 6-9 - - - - 800 - -