Peningkatan Daya Serap Filter Air Dari Karbon Aktif Tempurung Kelapa Dengan Memvariasikan Suhu Pemanasan

(1)

PENINGKATAN DAYA SERAP FILTER AIR DARI KARBON

AKTIF TEMPURUNG KELAPA DENGAN MEMVARIASIKAN

SUHU PEMANASAN

TESIS

Oleh

MASTHURA

117026007/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PENINGKATAN DAYA SERAP FILTER AIR DARI KARBON

AKTIF TEMPURUNG KELAPA DENGAN MEMVARIASIKAN

SUHU PEMANASAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Magister Sains dalam Program Studi

Magister Ilmu Fisika pada Program Pascasarjana

Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

MASTHURA

117026007/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : Peningkatan Daya Serap Filter Air Dari Karbon Aktif Tempurung Kelapa Dengan Memvariasikan Suhu Pemanasan

Nama Mahasiswa : MASTHURA Nomor Induk Mahasiswa : 117026007

Program Studi : Magister Ilmu Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc Dr. Susilawati, M.Si

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan FMIPA USU,

Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc Dr. Sutarman, M.Sc


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PENINGKATAN DAYA SERAP FILTER AIR DARI KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA DENGAN MEMVARIASIKAN SUHU

PEMANASAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah

dijelaskan sumber dengan benar

Medan, Juni 2013

( MASTHURA ) NIM. 117026007


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Masthura

NIM : 117026007

Program Studi : Magister Ilmu Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberi kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-xlusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul:

PENINGKATAN DAYA SERAP FILTER AIR DARI KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA DENGAN MEMVARIASIKAN SUHU

PEMANASAN

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara Berhak Menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasi tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantukan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Juni 2013


(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 24 Juli 2013

PANITIA PENGUJIAN TESIS

Ketua : Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc Anggota : 1. Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc

2. Dr. Susilawati, M.Si

3. Dr. Anwar Dharma Sembiring, M.S 4. Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc 5. Dr. Tulus Ikhsan Nasution, M.Sc


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap Berikut Gelar : Masthura, S.Si Tempat Dan Tanggal Lahir : Medan, 19 Juni 1987

Alamat Rumah : Jln. Alfalah V No. 17 Glugur-Darat I Telepon/Fax/Hp : 085275850262

E-Mail : imastmaniez@yahoo.com

thura1906@gmail.com Instansi Tmpat Bekerja : --

Alamat Kantor : -- Telepon/Fax/Hp : --

DATA PENDIDIKAN

SD : Muhammadiyah 02 Medan Tamat : 1999

SMP : Pertiwi Medan Tamat : 2002

SMA : SMAN 7 Medan Tamat : 2005


(8)

KATA PENGANTAR

Pertama – tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan tugas akhir penulis pada Program Studi Ilmu Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Sutarman, M.Sc, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika, Bapak Dr. Nasruddin MN,M.Eng,Sc, Sekretaris Program Studi Ilmu Fisika, Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi – tingginya penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Nasruddin MN,M.Eng,Sc selaku Pembimbing Utama dan Ibu Dr. Susilawati, M.Si selaku Pembimbing Lapangan yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktu untuk menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya penelitian ini.

Terimakasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada Dewan Penguji dan Penilai Tesis : Bapak Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS, Bapak Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc dan Bapak Dr. Tulus Ikhsan Nasution, M.Sc atas kesediaan mereka untuk menguji dan menilai isi tesis penulis.

Kepada Ayahanda Jonius, Kakak tercinta Amalia Rafiqa dan Adik tersayang Nurul Huda, terimakasih atas segala dukungan, motivasi dan pengorbanan kalian baik berupa moril maupun materil.


(9)

Secara khusus penulis juga ini menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada Kekasih tersayang Abdullah, S.Si, Asisten Lab.Fisika Dasar LIDA USU (Moraida, Melly, Zailani Ray, Zikri dan masih banyak lagi) atas segala bantuan, dorongan, dukungan dan pengorbanan baik berupa moril dan materil.

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak mungkin terlepas dari kesalahan yang ada di luar kemampuan penulis. Oleh sebab itu penulis dengan senang hati akan menerima kritis dan saran yang membangun demi kesempurnaannya.

Medan, Juli 2013


(10)

PENINGKATAN DAYA SERAP FILTER AIR DARI KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA DENGAN MEMVARIASIKAN SUHU

PEMANASAN

ABSTRAK

Telah dilakukan pembuatan karbon aktif tempurung kelapa dengan aktivasi fisika (pemanasan pada suhu 500oC sampai dengan 900oC) dengan waktu penahanan selama 1 jam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui suhu aktivasi optimum karbon aktif tempurung kelapa yang diaktivasi dengan pemanasan dan pengaruh suhu aktivasi karbon aktif tempurung kelapa yang optimum pada penjernihan air sumur. Hasil pengujian karbon aktif tempurung kelapa optimum untuk aktivasi fisika (kadar air 4,86%, kadar ZMM 10,84%, kadar abu 2,04% dan kadar karbon 87,12%) berdasarkan SNI No. 06-3730-1995 adalah pada suhu 700oC, sedangkan daya serap air optimum diperoleh pada suhu 900oC dengan persentase 75,20%. Karbon aktif tempurung kelapa dengan daya serap optimum yang diaktivasi secara fisika digunakan sebagai filter untuk menjernihkan air sumur. Parameter air yang diuji antara lain ; suhu, TDS, kekeruhan, warna, bau, rasa, pH, logam Fe, logam Al, bakteri E.Coli dan bakteri Coliform. Hasil pengujian kualitas air bersih dan air minum menunjukkan bahwa bakteri E.Coli dan bakteri Coliform belum memenuhi standar. Optimalisasi proses penjernihan air untuk mereduksi kontaminan - kontaminan dilakukan dengan proses elektrokoagulasi yang kemudian difilter dengan karbon aktif tempurung kelapa. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua parameter air yang diuji sudah memenuhi standar air bersih (Permenkes No. 416 Tahun 1990) dan air minum (Permenkes No. 492 Tahun 1990) kecuali bakteri Coliform yang belum memenuhi standar air minum.

Kata kunci : Karbon aktif tempurung kelapa, aktivasi, penjernihan air sumur, elektrokoagulasi


(11)

INCREASING WATER FILTER ABSORPTION OF ACTIVATED CARBON FROM COCONUT SHELL WITH VARY HEATING TEMPERATURE

ABSTRACT

The study has been conducted to manufacture of coconut shell activated carbon with activation (heating at a temperature of 500oC to 900oC) with 1 hour detention time. This study aims to determine the optimum temperature activation of coconut shell activated carbon and determine the effect of the activation temperature of optimum coconut shell activated carbon to purify well water. The testing results of coconut shell activated carbon for optimum physical activation (water content 4.86%, ZMM levels of 10.84%, ash content 2.04% and 87.12% carbon content) based SNI No. 06-3730-1995 is at a temperature of 700oC, while the optimum water absorption is obtained at a temperature of 900oC with presentation 75.20%. Coconut shell activated carbon with optimum absorption, which is activated in physics is used as a filter to purify well water. Water parameters were tested, among others: temperature, TDS, turbidity, color, odor, taste, pH, Fe, Al metals, bacteria E. coli and Coliform bacteria. The test results of water quality and drinking water showed that the bacteria E. coli and Coliform bacteria not yet fulfilled the the standard. Optimization of the water purification process to reduce contaminants carried by electrocoagulation process which is then filtered with activated carbon coconut shell. The test results showed that all tested parameters fulfilled freshwater standard (Minister Regulation. 416 of 1990) and drinking water (Minister Regulation. 492 of 1990) except for coliform bacteria that not yet fulfilled drinking water standard.

Keywords: Activated carbon, coconut shell, activation, well water purification, electrocoagulation


(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Batasan Masalah ... 4

1.4 Hipotesis ... 5

1.5 Tujuan Penelitian ... 5

1.6 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Air ... 7

2.1.1 Pengertian Air ... 7

2.1.2 Air Tanah ... 8

2.1.3 Persyaratan Kualitas Air ... 9

2.2 Karbon Aktif ... 14

2.2.1 Karbon Aktif Tempurung Kelapa ... 17

2.2.2 Pembuatan Karbon Aktif ... 19

2.2.3 Standar Kualitas Karbon Aktif ... 23

2.2.4 Pengujian Kualitas Karbon Aktif ... 25


(13)

2.3 Filtrasi ... 27

2.4 Elektrokoagulasi ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 34

3.2 Bahan dan Peralatan ... 35

3.2.1 Bahan ... 35

3.2.2 Peralatan ... 35

3.3 Pengambilan Sampel Air ... 37

3.4 Diagram Alir Penelitian ... 38

3.5 Prosedur Penelitian ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1 Karbon Aktif Tempurung Kelapa Optimum ... 43

4.1.1 Karbonisasi ... 43

4.1.2 Aktivasi Fisika ... 43

4.1.3 Karakteristik Karbon Aktif ... 44

4.1.4 Karakteristik Mikrostruktur Karbon Aktif ... 51

4.2 Penjernihan Air Sumur ... 54

4.2.1 Penjernihan Air Menggunakan Karbon Aktif TK ... 55

4.2.2 Penjernihan Air Menggunakan EC + Karbon Aktif TK ... 57

4.2.3 Perbandingan Penjernihan Air Dengan ... 58

Filter Karbon Aktif TK dan Elektrokoagulasi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

J u d u l Halaman

2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9

Sifat Penting Dari Air Penggunaan Karbon Aktif

Karakteristik Kelapa Dalam, Genjah dan Hibrida

Komponen Penyusun Kimiawi Karbon Aktif Tempurung Kelapa

Karakteristik Secara Umum Tempurung Kelapa Syarat Mutu Arang Aktif Berdasarkan SII-0258-79 Standar Kualitas Arang Aktif Teknis SNI No. 06-3730-1995

Standar Kualitas Arang Aktif Menurut Departemen Kesehatan

Data Hasil Proses Aktivasi Fisika

Data Hasil Pengujian Kadar Air Aktivasi Fisika Data Hasil Pengujian Kadar Zat Mudah Menguap Aktivasi Fisika

Data Hasil Pengujian Kadar Abu Aktivasi Fisika Data Hasil Pengujian Kadar Karbon Aktivasi Fisika Data Hasil Pengujian Daya Serap Air Aktivasi Fisika

Hasil Pengujian Air Sumur Sebelum Diolah

Hasil Pengujian Air Sumur Setelah Difilter Dengan Karbon Aktif Tempurung Kelapa

Hasil Pengujian Air Sumur Setelah Proses EC & Difilter Dengan Karbon Aktif Tempurung Kelapa

7 15 18 19 19 24 24 24 44 45 46 47 49 50 54 53 55 57


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

J u d u l Halaman

2.1 3.1 3.2 3.3 3.4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6

Mekanisme Dalam Elektrokoagulasi Bagan Alir Penelitian Tahap I Bagan Alir Penelitian Tahap II

Penjernihan air dengan metode elektrokoagulasi dan difilter karbon aktif tempurung kelapa

Penjernihan air dengan filter karbon aktif tempurung kelapa

Grafik Kadar Air Terhadap Suhu Aktivasi Fisika

Grafik Kadar Zat Mudah Menguap Terhadap Suhu Aktivasi Fisika

Grafik Kadar Abu Terhadap Suhu Aktivasi Fisika

Grafik Kadar Karbon Terhadap Suhu Aktivasi Fisika

Grafik Daya Serap Air Terhadap Suhu Aktivasi Fisika

Mikrograf SEM Permukaan Karbon Aktif TK Aktivasi Fisika 33 38 39 41 42 45 46 48 49 50 52


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

J u d u l Halaman

A

B C D E

F

G

Data Hasil Pengujian Karbon Aktif Tempurung Kelapa

Data Hasil Pengujian Air Sumur Data Hasil Pengujian Mikrostruktur Gambar Alat Dan Bahan

Prosedur Pengujian Karbon Aktif Tempurung Kelapa

Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/ Menkes /PER/IX/1990

Peraturan Menteri Kesehatan No. 492/ Menkes /PER/IV2010

66

71 75 79 84

86


(17)

PENINGKATAN DAYA SERAP FILTER AIR DARI KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA DENGAN MEMVARIASIKAN SUHU

PEMANASAN

ABSTRAK

Telah dilakukan pembuatan karbon aktif tempurung kelapa dengan aktivasi fisika (pemanasan pada suhu 500oC sampai dengan 900oC) dengan waktu penahanan selama 1 jam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui suhu aktivasi optimum karbon aktif tempurung kelapa yang diaktivasi dengan pemanasan dan pengaruh suhu aktivasi karbon aktif tempurung kelapa yang optimum pada penjernihan air sumur. Hasil pengujian karbon aktif tempurung kelapa optimum untuk aktivasi fisika (kadar air 4,86%, kadar ZMM 10,84%, kadar abu 2,04% dan kadar karbon 87,12%) berdasarkan SNI No. 06-3730-1995 adalah pada suhu 700oC, sedangkan daya serap air optimum diperoleh pada suhu 900oC dengan persentase 75,20%. Karbon aktif tempurung kelapa dengan daya serap optimum yang diaktivasi secara fisika digunakan sebagai filter untuk menjernihkan air sumur. Parameter air yang diuji antara lain ; suhu, TDS, kekeruhan, warna, bau, rasa, pH, logam Fe, logam Al, bakteri E.Coli dan bakteri Coliform. Hasil pengujian kualitas air bersih dan air minum menunjukkan bahwa bakteri E.Coli dan bakteri Coliform belum memenuhi standar. Optimalisasi proses penjernihan air untuk mereduksi kontaminan - kontaminan dilakukan dengan proses elektrokoagulasi yang kemudian difilter dengan karbon aktif tempurung kelapa. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua parameter air yang diuji sudah memenuhi standar air bersih (Permenkes No. 416 Tahun 1990) dan air minum (Permenkes No. 492 Tahun 1990) kecuali bakteri Coliform yang belum memenuhi standar air minum.

Kata kunci : Karbon aktif tempurung kelapa, aktivasi, penjernihan air sumur, elektrokoagulasi


(18)

INCREASING WATER FILTER ABSORPTION OF ACTIVATED CARBON FROM COCONUT SHELL WITH VARY HEATING TEMPERATURE

ABSTRACT

The study has been conducted to manufacture of coconut shell activated carbon with activation (heating at a temperature of 500oC to 900oC) with 1 hour detention time. This study aims to determine the optimum temperature activation of coconut shell activated carbon and determine the effect of the activation temperature of optimum coconut shell activated carbon to purify well water. The testing results of coconut shell activated carbon for optimum physical activation (water content 4.86%, ZMM levels of 10.84%, ash content 2.04% and 87.12% carbon content) based SNI No. 06-3730-1995 is at a temperature of 700oC, while the optimum water absorption is obtained at a temperature of 900oC with presentation 75.20%. Coconut shell activated carbon with optimum absorption, which is activated in physics is used as a filter to purify well water. Water parameters were tested, among others: temperature, TDS, turbidity, color, odor, taste, pH, Fe, Al metals, bacteria E. coli and Coliform bacteria. The test results of water quality and drinking water showed that the bacteria E. coli and Coliform bacteria not yet fulfilled the the standard. Optimization of the water purification process to reduce contaminants carried by electrocoagulation process which is then filtered with activated carbon coconut shell. The test results showed that all tested parameters fulfilled freshwater standard (Minister Regulation. 416 of 1990) and drinking water (Minister Regulation. 492 of 1990) except for coliform bacteria that not yet fulfilled drinking water standard.

Keywords: Activated carbon, coconut shell, activation, well water purification, electrocoagulation


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingginya pencemaran air sumur saat ini sangat mempengaruhi kehidupan manusia dan lingkungan terutama dalam penggunaan air bersih yang semakin lama semakin menurun kuantitasnya. Air dalam sumur yang dibuat oleh warga digunakan untuk minum, mencuci dan lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama lima tahun terakhir, tercemarnya air sumur disebabkan dekatnya lokasi sumur dengan septic tank, dibuat terlalu dangkal dan adanya sampah. Sistem septic tank berpotensi mencemari air sumur, karena rembesan atau kebocoran tangki akibat buruknya perawatan atau kwalitas pembuatannya. Pencemaran air sumur ini juga diperparah dengan adanya warga yang masih Buang Air Besar (BAB) di parit atau di sekitar rumah. Sehingga akibat pencemaran tersebut warna air berubah mejadi kekuningan, keruh, adanya polutan seperti mineral yang menjadikan air berasa, bau dan banyak mengandung bakteri yang apabila digunakan untuk mandi atau pun mencuci peralatan memasak, sangat berisiko menimbulkan penyakit.(http://www.analisadaily.com/news/read/

2012/10/16/81435/pengelolaan_sanitasi_medan_masih_mengkhawatirkan/) Pencemaran air tanah ini juga dialami oleh salah satu sumur didaerah Kelurahan Pahlawan Kecamatan Medan Perjuangan, Sumatera Utara. Walaupun kondisi seperti tersebut air tanah tetap digunakan karena sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok yang dipergunakan untuk keperluan sehari – hari.

Hal inilah yang melatar belakangi penulis melakukan penelitian tentang penjernihan air menggunakan media filter berupa karbon aktif tempurung kelapa dengan memvariasikan suhu pemanasan. Berbagai metode dalam pengolahan/penjernihan air, mulai dari yang berteknologi canggih dan berbiaya tinggi (contohnya : Reverse Osmosis, penukaran ion, sterilisasi ozon dan lainnya ) dan teknologi sederhana serta berbiaya murah tanpa bahan kimia (


(20)

contohnya : metode tradisionil dengan menggunakan lapisan ijuk, pasir dan batu kerikil, metode elektrokoagulasi/elektrolisa, dan karbon aktif). (Endang S, 2008)

Karbon aktif bisa dibuat dari tongkol jagung, ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, tempurung kelapa, sabut kelapa, sekam padi, serbuk gergaji, kayu keras dan batubara. Kemampuan daya serap karbon tergantung kepada luas permukaan partikel dan kemampuan tersebut dapat menjadi lebih tinggi jika karbon diaktivasi dengan menggunakan bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Menurut Sembiring dan Sinaga (2003), karbon aktif yang dibuat secara kimia dapat digunakan untuk menarik logam Zn, Fe, Mn, Cl, PO4 dan SO4 yang terdapat dalam air sumur yang terkontaminasi dan juga dapat digunakan untuk menjernihkan air limbah industri pulp kertas.

Sedangkan karbon aktif yang dibuat secara fisika biasanya digunakan untuk mengembangkan struktur rongga yang ada pada arang sehingga memperluas pemukaannya dan menghilangkan konstituen yang mudah menguap serta membuang produksi tar atau hidrokarbon – hidrokarbon pengotor pada arang.(Swiatkowski 1998 dalam Anton P 2011).

Beberapa penelitian terdahulu, diantaranya oleh Suhartana (2006), membuat karbon aktif tempurung kelapa dengan metode pengaktifan menggunakan larutan NaOH dan H2SO4 yang dapat digunakan untuk menjernihkan air sumur dari Desa Belor Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobongan. Hasil yang diperoleh terjadi penurunan pH sebesar 7,4 dari 8,5, angka kesadahan sebesar 504,15 mg/l dari 581,86 mg/l, dan kekeruhan air (skala NTU) sebesar 3,2 NTU dari 5,2 NTU.

Christina dan Noorce (2006), telah mencoba penggunaan karbon aktif tempurung kelapa yang dijual dipasaran sebagai media saring dapat menurunkan tingkat kekeruhan limbah cair industri tahu dengan rata – rata penurunan menjadi sebesar 76,4 mg/l.

Endang Setyowati (2008), melakukan penelitian dengan menggunakan arang sekam dan arang tempurung kelapa yang sudah ada, di dalam meningkatkan kualitas air sungai di pemukiman pinggir kota Dusun Grobongan. Hasil penelitian menyimpulkan


(21)

terjadi penurunan kandungan bakteri E.Coli dari 2400MPN/100ml menjadi 800 MPN/100ml.

Suparno (2012), mengkaji karbon aktif tempurung kelapa sebagai bahan sedimentasi. Hasil yang diperoleh kecepatan sedimentasi kotoran di dalam air dengan bantuan karbon aktif tempurung kelapa (4,41 ± 0,24) x 10-3 m/s jauh lebih besar dibandingkan menggunakan tawas (2,62 ± 0,14) x 10-3 m/s.

Rosita Idrus, dkk (2013), menentukan kualitas karbon aktif tempurung kelapa yang dipengaruhi suhu aktivasi terhadap penjernihan air dengan metode pengendapan. Hasil yang diperoleh untuk karakteristik terbaik karbon aktif tempurung kelapa yang diaktivasi pada suhu 1000oC dengan kadar air sebesar 7,7%, kadar abu 0,84% dan daya serap terhadap iod 568,318 mg/g. Dan Pengujian karbon aktif pada suhu 1000oC untuk penjernihan air menunjukkan hasil yang maksimal dengan parameter fisik air yaitu warna air menjadi jernih, tidak berbau dan memenuhi pH standar air (7,0 – 7,5)

Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya tentang karbon aktif tempurung kelapa kebanyakan diaktivasi dengan bahan kimia. Karbon aktif tempurung kelapa yang diaktivasi dengan pemanasan pada temperatur tinggi (fisika) belum banyak dikembangkan sehingga dalam penelitian ini penulis tertarik untuk mengembangkan penggunaan karbon aktif dari tempurung kelapa yang diaktivasi dengan pemanasan (fisika). Karbon aktif tempurung kelapa yang optimum tersebut selanjutnya digunakan sebagai media filter pada penjernihan air sumur gali masyarakat di Kelurahan Pahlawan Kecamatan Medan Perjuangan Sumatera Utara.

Proses penjernihan air dilakukan dengan metode elektrokoagulasi yang kemudian difiltrasi dengan media filter karbon aktif tempurung kelapa tersebut. Metode elektrokoagulasi digunakan pada proses penjernihan air karena dapat mereduksi kadar logam yang terkandung di dalam air (Susilawati, 2010). Sedangkan karbon aktif tempurung kelapa dipilih karena mampu menyerap kadar organik dan bakteri – bakteri yang terkadung di dalam air. Proses elektrokoagulasi dengan media filter karbon aktif diharapkan dapat menjadi suatu alternatif dalam menghasilkan air bersih sampai dengan air minum yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari - hari sesuai


(22)

dengan standar air bersih/air minum menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana mengaktivasikan karbon dari tempurung kelapa secara pemanasan (fisika) agar memenuhi syarat mutu arang aktif teknis (SNI No. 06-3730-1995).

2. Apakah metode aktivasi dengan pemanasan (fisika) lebih baik jika dibandingkan dengan metode aktivasi menggunakan bahan kimia

3. Apakah air hasil penjernihan dengan metode elektrokoagulasi dengan karbon aktif tempurung kelapa sebagai filter dapat memenuhi standar kualitas air bersih berdasarkan peraturan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 dan air minum berdasarkan peraturan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010

1.3 Batasan Masalah

1. Sampel yang digunakan adalah sampel air sumur galian yang berasal dari pemukiman masyarakat di Kelurahan Pahlawan Kecamatan Medan Perjuangan, Sumatera Utara.

2. Suhu untuk proses karbonisasi 250oC selama 5 jam

3. Karbon aktif dibuat dari tempurung kelapa dengan suhu aktivasi pemanasan divariasikan dari 500, 600, 700, 800 dan 900oC

4. Ukuran dan bentuk karbon aktif tempurung kelapa yang dibuat adalah 0,1 – 10 mm dengan bentuk butiran(granullar)

5. Elektroda yang digunakan untuk proses elektrokoagulasi adalah Aluminium. 6. Analisis parameter untuk karbon aktif dari tempurung kelapa yaitu : kadar air, kadar zat mudah menguap, kadar abu, kadar karbon dan daya adsorpsi. Analisis untuk air yaitu: pH (derajat keasaman), suhu (Temperatur), warna, kekeruhan, bau/rasa, bakteri E.Coli, Coliform dan logam Al, dan Fe di dalam air sumur galian.


(23)

7. Analisis kwalitas sampel air dilakukan sebelum dan sesudah proses elektrokoagulasi dan filter.

1.4 Hipotesis

Karbon aktif yang dibuat dari bahan tempurung kelapa dengan aktivasi pemanasan (fisika) dapat memenuhi syarat mutu arang aktif teknis (SNI) No. 06-3730-1995 dan hasilnya lebih baik dibandingkan dengan karbon aktif tempurung kelapa dengan metode aktivasi menggunakan bahan kimia.

Penggunaan karbon aktif dari bahan tempurung kelapa yang digunakan sebagai filter dalam penjernihan air dengan metode elektrokoagulasi dapat mengurangi bakteri E. Coli, logam Al, dan Fe dan dapat memenuhi standar kualitas air bersih berdasarkan peraturan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 dan air minum berdasarkan peraturan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010

1.5 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui suhu aktivasi optimum karbon aktif tempurung kelapa yang diaktifkan dengan pemanasan (fisika)

2. Untuk mengetahui apakah air hasil penjernihan dengan metode elektrokoagulasi dan karbon aktif tempurung kelapa sebagai filter sudah memenuhi standar kualitas air bersih berdasarkan peraturan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 dan air minum berdasarkan peraturan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010

1.6 Manfaat Penelitian


(24)

1. Memberikan informasi bahwa air sumur gali masyarakat di Kelurahan Pahlawan Kecamatan Medan Perjuangan, Sumetra Utara dapat diolah menjadi air bersih dan layak untuk dikonsumsi.

2. Tersedianya filter air baru yang lebih murah, simpel dalam penggunaan dan portable yang dihasilkan dari karbon aktif tempurung kelapa.

3. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam mencanangkan program penyediaan dan penyehatan air bersih

4. Memberikan ilmu pengetahuan baru dan teknologi baru tentang pengolahan air


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

2.1.1 Pengertian air

Air merupakan sumber alam yang sangat penting di dunia, karena tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Air juga banyak mendapat pencemaran. Menurut Asmadi (2011), ada 2 jenis pencemar air yang berasal dari :

1. Sumber domestic (rumah tangga), perkampungan, kota, pasar, jalan dan sebagainya

2. Sumber non-domestik (pabrik, industry, pertanian, peternakan, perikanan serta sumber – sumber lainnya.

Air merupakan senyawa kimia yang terdiri dari atom H dan O. Sebuah molekul air terdiri dari satu atom O yang berikatan kovalen dengan dua atom H. Molekul air yang satu dengan molekul air lainnya bergabung dengan satu ikatan hidrogen antara atom H dengan atom O dari molekul air yang lain. Adanya ikatan hidrogen inilah yang menyebabkan air mempunyai sifat-sifat yang khas seperti terlihat pada Tabel 2.1. (Achmad, 2004)

Tabel 2.1 Sifat Penting Dari Air

Sifat Efek dan kegunaan

Pelarut yang sangat baik

Konstanta dielektrik paling tinggi di antara cairan murni lainnya

Tegangan permukaan lebih tinggi daripada cairan lainnya

Transport zat – zat makanan dan bahan buangan yang dihasilkan proses biologi Kelarutan dan ionisasi dari senyawa ini tinggi dalam larutannya

Faktor pengendali dalam fisiologi; membentuk fenomena tetes dan permukaan


(26)

Transparan terhadap cahaya tampak dan sinar yang mempunyai panjang gelombang lebih besar dari ultraviolet Bobot jenis tertinggi dalam bentuk cairan (fasa cair) pada 1oC

Panas penguapan lebih tinggi daripa yang lainnya

Kapasitas kalor lebih tinggi dibandingkan dengan cairan lain kecuali amonia

Panas laten dan peleburan lebih tinggi daripada cairan lain kecuali amonia

Tidak berwarna mengakibatkan cahaya yang dibutuhkan untuk fotosintesis mencapai kedalaman tertentu Air beku (es) mengapung, sirkulasi vertikal menghambat stratifikasi badan air

Menentukan transfer panas dan molekul air antara atmosfer dan badan air

Stabilitas dari temperatur organisme dan wilayah geografis

Temperatur stabil pada titik beku

Sumber : Achmad, 2004

2.1.2 Air Tanah

Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah didalam zone jenuh dimana tekanan hidrostatiknya sama atau lebih besar dari tekanan atmosfernya. Air tanah terbagi atas air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air tanah dangkal, terjadi karena adanya daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Air tanah dangkal ini pada kedalaman 15 m2 sebagai sumur air minum, air dangkal ini ditinjau dari segi kualitas agar baik, segi kuantitas kurang cukup dan tergantung pada musim. Air tanah dalam, terdapat setelah lapis rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam tidak semudah air tanah dangkal karena harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalamannya sehingga dalam suatu kedalaman biasanya antara 100 – 300 m2. (Fety dan Yogi, 2011)

Air tanah terutama berasal dari air hujan yang jatuh di permukaan tanah/bumi dan sebagian besar meresap kedalam tanah dan mengisi rongga – rongga atau pori – pori di dalam tanah. Kandungan air tanah di dalam tanah tergantung dari struktur tanahnya, apakah tanah yang rembes air atau mempunyai lapisan air yang kedap air. (Asmadi, 2011)

Karakteristik air tanah antara lain, (Asmadi, 2011) : a. Kualitas air tergantung pada lapisan tanah yang dilaluinya


(27)

b. Umumnya jernih dan tidak mengandung padatan tersuspensi atau tumbuhan – tumbuhan mati, karena air tanah melalui proses penyaringan alami.

c. Kualitas air tanah dangkal rata – rata kurang baik dan kadang – kadang terkontaminasi air permukaan yang berada disekitarnya. Umumnya kandungan besi dan mangan tinggi

d. Pada air tanah dalam mengandung mineral dalam jumlah yang sangat tinggi dan tergantung pada tanah resapannya

e. Semakin dalam air tanah semakin rendah kandungan oksigen terlarutnya.

2.1.3 Persyaratan Kualitas Air

Parameter Kualitas Air yang digunakan untuk kebutuhan manusia haruslah air yang tidak tercemar atau memenuhi persyaratan fisika, kimia, dan biologis.

1. Persyaratan Fisika (Asmadi, 2011)

Air yang berkualitas harus memenuhi persyaratan fisika sebagai berikut: a. Jernih atau tidak keruh

Air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran-butiran koloid dari tanah liat. Semakin banyak kandungan koloid maka air semakin keruh. Kekeruhan pada air mengindikasikan adanya kandungan tertentu pada air. kekeruhan ini disebabkan

oleh adanya benda tercampur atau benda koloid di dalam air. Partikel – partikel

koloid umumya berasal dari kwarsa (pasir), tanah liat, sisa tanaman, ganggang, zat organik dan lain – lain. Sehingga kekeruhan menjadi salah satu parameter kualitas air.

b. Tidak berwarna

Warna pada air terjadi karena adanya suatu proses dekomposisi pada berbagai tingkat. Tanin, asam humus dan bahan yang berasal dari humus serta dekomposisi pigmen yang dianggap sebagai bahan yang memberi warna yang paling utama, kehadiran unsur besi yang berkaitan dengan zar organik akan membuat warna semakin tinggi. Warna yang disebabkan bahan tersuspensi disebut apparet colour, sedangkan yang disebabkan karena kekentalan organisme atau tumbuh-tumbuhan yang merupakan koloidal disebut true colour.


(28)

Untuk mengukur tingkat warna digunakan satuan PICO. Berdasarkan Permenkes No.416/Menkes/Per/IX/1990, tingkat warna air yang diperbolehkan untuk air bersih adalah 50 TCU dan untuk air minum 15 TCU.

c. Tidak berasa dan berbau

Bau dan rasa biasanya terjadi bersama-sama dan biasanya disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme mikroskopik, serta persenyawaan kimia. Bahan-bahan yang menyebabkan bau dari rasa ini berasal dari berbagai sumber. Karena pengukuran rasa dan bau itu tergantung pada reaksi individual, maka hasil yang dilaporkan juga tidak mutlak. Intensitas bau dilaporkan sebagai berbanding terbalik dengan rasio pencemaran bau sampai keadaan yang nyata tidak berbau

d. Temperaturnya normal

Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa, yang dapat membahayakan kesehatan dan menghambat pertumbuhan mikro organisme.

e. Tidak mengandung zat padatan

Air minum tidak boleh mengandung zat padat lebih dari 1000 mg/liter, sedangkan untuk air bersih tidak lebih dari 1500 mg/liter. Jika angka tersebut melewati maka

akan mengakibatkan air tidak enak rasanya, menimbulkan rasa mual dan Toxaemia

pada wanita hamil.

2. Persyaratan Kimia (Asmadi, 2011)

Kandungan zat atau mineral yang bermanfaat dan tidak mengandung zat beracun. Sehinga persyaratan kimia terdiri dari :

a. pH (derajat keasaman)

pH adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan basa atau asam suatu larutan dan juga merupakan satu cara untuk menyatakan konsentrasi ion H+ . untuk pH yang lebih kecil dari 7 bersifat basa dan pH lebih besar dari 7 bersifat asam.


(29)

Kesadahan ada dua macam yaitu kesadahan sementara dan kesadahan nonkarbonat (permanen). Kesadahan sementara akibat keberadaan Kalsium dan Magnesium bikarbonat yang dihilangkan dengan memanaskan air hingga mendidih atau menambahkan kapur dalam air. Kesadahan nonkarbonat (permanen) disebabkan oleh sulfat dan karbonat, Chlorida dan Nitrat dari Magnesium dan Kalsium disamping Besi dan Alumunium. Konsentrasi kalsium dalam air minum yang lebih rendah dari 75 mg/l dapat menyebabkan penyakit tulang rapuh, sedangkan konsentrasi yang lebih tinggi dari 200 mg/l dapat menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa air. Dalam jumlah yang lebih kecil magnesium dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan tulang, akan tetapi dalam jumlah yang lebih besar 150 mg/l dapat menyebabkan rasa mual.

c. Besi

Air yang mengandung banyak besi akan berwarna kuning dan menyebabkan rasa logam besi dalam air, serta menimbulkan korosi pada bahan yang terbuat dari metal. Besi merupakan salah satu unsur yang merupakan hasil pelapukan batuan induk yang banyak ditemukan diperairan umum. Logam Fe ini dalam kadar yang tinggi akan merusak dinding usus dan menyebabkan kematian. Disamping itu Fe yang tertimbun di dalam alveoli akan menyebabkan berkurangnya fungsi paru-paru. Kandungan Fe yang tinggi menyebabkan air berwarna kuning kecoklatan. Menurut Permenkes RI kandungan Fe maksimum di dalam air minum adalah 0,03 mg/L (Suparno, 2012)

d. Aluminium

logam Aluminium (Al) tidak termasuk logam berat, tetapi kandungan Al dengan konsentrasi yang tinggi dapat bersifat toxic, beracun. Kadar Al yang tinggi di dalam darah akan menyebabkan berbagai masalah seperti anemia, disfungsi ginjal dan disfungsi hati. Di sisi lain bila unsur Al tertimbun dalam jumlah banyak di otak akan menyebabkan orang kehilangan memori, mudah pusing, gangguan keseimbangan badan, Alzheimer, dan mudah gugup. Bahkan kadar Al yang tinggi dalam tubuh manusia dalam waktu yang lama bisa menyebabkan kerusakan DNA. Kadar Aluminium Mximum di dalam air minum yang


(30)

diijinkan oleh Permenkes RI nomor 416 adalah 0,2 mg/L.Air yang mengandung banyak aluminium menyebabkan rasa yang tidak enak apabila dikonsumsi (Suparno, 2012).

e. Zat organic

Larutan zat organik yang bersifat kompleks ini dapat berupa unsur hara makanan maupun sumber energi lainnya bagi flora dan fauna yang hidup di perairan

f. Sulfat

Kandungan sulfat yang berlebihan dalam air dapat mengakibatkan kerak air yang keras pada alat merebus air (panci / ketel)selain mengakibatkan bau dan korosi pada pipa. Sering dihubungkan dengan penanganan dan pengolahan air bekas.

g. Nitrat dan nitrit

Pencemaran air dari nitrat dan nitrit bersumber dari tanah dan tanaman. Nitrat dapat terjadi baik dari NO2 atmosfer maupun dari pupuk-pupuk yang digunakan dan dari oksidasi NO2 oleh bakteri dari kelompok Nitrobacter. Jumlah Nitrat yang lebih besar dalam usus cenderung untuk berubah menjadi Nitrit yang dapat bereaksi langsung dengan hemoglobine dalam daerah membentuk methaemoglobine yang dapat menghalang perjalanan oksigen didalam tubuh. h. Chlorida

Dalam konsentrasi yang layak, tidak berbahaya bagi manusia. Chlorida dalam jumlah kecil dibutuhkan untuk desinfektan namun apabila berlebihan dan berinteraksi dengan ion Na+ dapat menyebabkan rasa asin dan korosi pada pipa air.

i. Zink atau Zn

Batas maksimal Zink yang terkandung dalam air adalah 15 mg/l. penyimpangan terhadap standar kualitas ini menimbulkan rasa pahit, sepet, dan rasa mual. Dalam jumlah kecil, Zink merupakan unsur yang penting untuk metabolisme, karena kekurangan Zink dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhan anak.


(31)

3. Persyatan mikrobiologis (Asmadi, 2011)

Mikrobiologis dapat dibagi dalam empat group, yakni parasit, bakteri, virus dan jamur.Persyaratan mikrobiologis untuk bakteri yang harus dipenuhi oleh air adalah sebagai berikut:

a. Tidak mengandung bakteri patogen, yaitu: bakteri golongan E. coli

Bakteri Eschericia coli adalah bakteri yang sangat identik dengan pencemaran tinja. Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia baik sehat maupun sakit.. Oleh karena itu, dikenal juga dengan istilah koli tinja (Sutrisno,2006).

Air minum tidak boleh mengandung bakteri golongan coli melebihi batas-batas yang telah ditetukan yaitu 1 coloni/100 ml air. Bakteri golongan coli ini berasal dari usus besar dan tanah. Air yang mengandung golongan coli dengan kadar yang melebihi batas yang telah ditentukan, dianggap telah terkontaminasi dengan kototan manusia. Dengan demikian dalam pemeriksaan bakteriologi, tidak langsung diperiksa apakah air itu mengandung bakteri pathogen, tetapi diperiksa dengan indikator bakteri golongan coli (Sutrisno,2006).

b. Tidak mengandung bakteri non patogen yaitu :Phytoplankton coliform

Bakteri Coliform adalah jenis bakteri yang umum digunakan sebagai indikator penetuan kualitas sanitasi makanan dan air. Coliform sendiri sebenarnya bukan penyebab dari penyakit-penyakit bawaan air, namun bakteri jenis ini mudah untuk dikultur dan keberadaannya dapat digunakan sebagai indikator keberadaan organisme patogen seperti bakteri lain, virus atau protozoa yang banyak merupakan parasit yang hidup dalam sistem pencernaan manusia serta terkandung dalam faeses. Organisme indikator digunakan karena ketika seseorang terinfeksi oleh bakteri patogen, orang tersebut akan mengekskresi organisme indikator jutaan kali lebih banyak dari pada organisme patogen. Hal inilah yang menjadi alasan untuk menyimpulkan bila tingkat keberadaan organisme indikator rendah maka organisme patogen akan jauh lebih rendah atau bahkan tidak ada sama sekali (Servais, 2007).


(32)

Bakteri coliform terdapat sangat banyak pada faeses organisme berdarah panas, dapat juga ditemukan di lingkungan perairan, di tanah dan pada vegetasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa apabila terdapat bakteri coliform pada badan air maka badan air tersebut sudah tercemar oleh faeses. Bakteri coliform dijadikan sebagai bakteri indikator karena tidak pathogen, mudah serta cepat dikenal dalam tes laboratorium serta dapat dikuantifikasikan, tidak berkembang biak saat bakteri pathogen tidak berkembang biak, jumlahnya dapat dikorelasikan dengan probabilitas adanya bakteri pathogen, serta dapat bertahan lebih lama daripada bakteri pathogen dalam lingkungan yang tidak menguntungkan (Garneta RB dan Barti SM, 2010)

2.2 Karbon Aktif

Karbon aktif merupakan material amorf berkarbon yang memiliki luas permukaan yang besar yang dibangun oleh struktur pori internalnya melalui proses karbonisasi dan aktivasi. Karbon aktif memiliki luas permukaan yang besar sekitar 500 m2/gram bahkan bisa mencapai 1500 m2/gram. Karbon aktif memiliki densitas yang berbeda - beda. Karbon aktif juga memiliki tingkat kekerasan yang berbeda – beda terhadap tekanan atau geseran tertentu. Perbedaan densitas dan kekerasan karbon aktif sangat bergantung dari bahan baku dan cara pengaktivannya.(Meilita.T. Sembiring, ST dan Tuti. S. Sinaga, ST,2003)

Berdasarkan bahan bakunya, jenis – jenis karbon aktif dibedakan atas : (H.Marsh, 2002)

1. Serbuk Kayu Gergaji dan Potongan-potongan Kayu

Bahan baku jenis ini masuk dalam kriteria batasan-batasan layak, dan fleksible yaitu

a. Mudah untuk diakses dan berkesinambungan, terdapat banyak di Indonesia sebagai negara yang kaya akan kayu hutan.

b. Bahan ini didapatkan sebagai limbah dari industri pengolahan kayu, baik industri hulu seperti industri penggergajian kayu, industri kayu lapis maupun industri hilir seperti industri pembuatan lantai kayu dan industri furniture serta industri barang-barang lain yang terbuat dari kayu.


(33)

c. Kualitas baik, karena kayu yang masuk indusri hulu maupun hilir adalah kayu yang berkualitas sehingga serbuk yang didapatpun berkualitas.

2. Limbah Kayu

Limbah kayu didapat dari hutan yang sedang direhab dan dihijaukan kembali, pangkal pohon dan batang-batang kayu yang tersisa, hutan yang terkena proyek dan sebagainya.

3. Kayu Tanaman Industri

Dalam jangka panjang dapat direncanakan penanaman tanaman kayu khusus untuk bahan baku industri arang aktif. Dengan cara ini bisa fleksibel, kayu yang ditanam disesuaikan jenisnya sesuai dengan permintaan pasar karbon aktif type apa yang pasar inginkan. Bahan baku ini mempunyai sifat dapat di perbaharui ( renewable ).

4. Tempurung Kelapa

Bahan baku ini juga banyak tersedia hampir diseluruh wilayah Republik Indonesia, walaupun harganya lebih mahal sedikit dari serbuk gergaji tetapi mempunyai spesifikasi dan density yang bagus. Bahan baku ini juga masuk dalam 3 kriteria yaitu : Kualitas, biaya, dan akses untuk mendapatkan bahan baku, semua terpenuhi.

5. Bahan baku dari Minyak bumi

Yaitu Residu petrolium, minyak bakar, minyak solar, bitumin dan lain-lain. 6. Arang Sisa dari Industri Arang Briket

Dibandingkan dengan bahan baku yang diatas sisa arang briket adalah tidak memerlukan proses karbonisasi, tapi ketersediaan bahan baku sangat tergantung dari industri arang briket terutama kuantitas dan harganya.

Tabel 2.2 Penggunaan Karbon Aktif

No Pemakai Kegunaan Jenis / Mesh

1 Industri obat dan makanan Menyaring penghilangan bau dan rasa

8x30, 325

2 Minuman keras dan ringan Pengilangan warna, bau pada minuman

4x8, 4x12

3 Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah 4x8, 4x12, 8x30


(34)

4 Pembersih air Penghilangan warna, bau, penghilangan resin

5 Budi daya udang Permurnian, penghilangan ammonia, netrine phenol dan logam berat

4x8, 4x12

6 Industri gula Penghilangan zat – zat warna, menyerap proses penyaringan menjadi lebih sempurna

4x8, 4x12

7 Pelarut yang digunakan kembali

Penarikan kembali berbagai pelarut

4x8, 4x12, 8x30

8 Permurnian gas Menghilangkan sulfur, gas beracun, bau busuk asap

4x8, 4x12

9 Katalisator Reaksi katalisator pengangkut vinil chloride, vinil acetat

4x8, 4x30

10 Pengolahan pupuk Permurnian penghilangan bau 8x30

Sumber: Meilita.T. Sembiring, ST dan Tuti. S. Sinaga, ST (2003)

Berdasarkan bentuknya, karbon aktif dapat dibedakan dalam empat golongan yaitu (Mifbakhuddin, 2010) :

1. Karbon aktif serbuk (powdered activated carbon) berbentuk serbuk dengan ukuran partikel kurang dari 0,8 mm

2. Karbon aktif granular (granular activated carbon), memiliki partikel – partikel yang tidak rata dengan ukuran 0,2 – 0,5 mm

3. Karbon aktif pelet (pelleted activated carbon), berbentuk silinder dengan ukuran diameter 0,8 – 5,0 mm. Karbon aktif ini umumnya digunakan untuk aplikasi dalam fasa gas karena memiliki kandungan debu yang rendah, tetesan bertekanan rendah tapi memiliki kekuatan mekanis yang tinggi 4. Karbon aktif terlapisi polimer (polimers coated carbon), merupakan pori –

pori karbon yang dapat dilapisi dengan biopolimer yang mungkin untuk menghasilkan suatu karbon yang berguna untuk hemoperfusi yaitu suatu teknik treatmen di mana ke dalam darah pasien ditekan dengan senyawa adsorben untuk mengeluarkan senyawa toksik dari dalam darah.

Berdasarkan pori – porinya, karbon aktif dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu Micro-pores (diameter kurang dari 2 nm), Meso-pores (diameter antara 2


(35)

– 25 nm) dan Macro-pores (diameter diatas 25 nm). Karbon tempurung kelapa umumnya terdiri dari micro-pores dan meso-pores dank arena distribusi pori tersebut, karbon temurung kelapa banyak digunakan di pembersihan fase gas dan pemurnian air.(Ario Ardianto, 2008).

2.2.1 Karbon Aktif Tempurung Kelapa

Indonesia sebagai negara tropis memiliki sumber daya alam yang sangat berlimpah seperti buah kelapa (cocos nucifera) yang pemanfaatannya masih sangat terbuka untuk dikaji dan dikembangkan lebih lanjut untuk dapat dimanfaatkan secara optimal. Hal ini juga mengingat bahwa meskipun hampir semua bagian dari buah kelapa telah diambil manfaatnya namun banyak pula yang terbuang menjadi sampah seperti bagian serabut dan tempurungnya. Salah satu pemanfaatan tempurung kelapa yang paling banyak digunakan adalah sebagai bahan bakar arang dan filter air. Arang tempurung kelapa biasanya diolah lebih lanjut menjadi briket dan karbon aktif hingga saat ini digunakan oleh masyarakat untuk keperluan rumah tangga, usaha maupun industri. Dibandingkan dengan bahan arang, karbon aktif lebih praktis, menarik dan bersih. Pembentukan dan pemanfaatan karbon aktif dari arang tempurung kelapa memiliki dua keuntungan, yaitu yang pertama dapat menjernikan dan menyerap bakteri pada air dan keuntungan yang kedua adalah bisa menjadi salah satu penyelesaian masalah sampah lingkungan karena sumber utama bahan bakunya merupakan sampah tempurung kelapa (Panwara, 2011 dan Esmar Budi, 2011)

Jenis tanaman kelapa di Indonesia terdiri dari dua varietas utama, yaitu varietas genjah (nana variety) dan varietas dalam (typical variety). Dengan semakin berkembangnya ilmu pemuliaan pohon maka dikenal golongan ketiga yaitu golongan kelapa hibrida. Kelapa hibrida merupakan hasil persilangan antara varietas genjah dan varietas dalam sehingga dihasilkan sifat-sifat yang baik dari kedua jenis kelapa asal, seperti terlihat pada Tabel 2.3. Kelapa varietas dalam mempunyai batang yang tinggi dan besar, dapat tumbuh mencapai tinggi 30 meter lebih dan dapat mencapai umur 100


(36)

tahun lebih. Kelapa varietas genjah bentuk batangnya ramping dari pangkal sampai ke ujung, tinggi batangnya 5 meter atau lebih dan dapat berumur 50 tahun atau lebih (Menristek, 2005).

Tabel 2.3 Karakteristik Kelapa Dalam, Genjah dan Hibrida

Karakteristik Jenis kelapa

Dalam Genjah Hibrida

Produksi kopra pada umur tahun (ton/ha/tahun)

1,0 0,5 6,0 ~ 7,0

Produksi buah (butir/pohon/tahun) 90 140 140

Kadar minyak daging buah Tinggi Rendah Tinggi

Ketahanan terhadap penyakit Kurang Peka Kurang

Umur berbuah (tahun) 6 ~ 7 3 ~ 4 3 ~ 4

Habitus Pohon Tinggi Pendek Sedang

Sumber : Menristek, 2005

Buah kelapa terdiri dari sabut kelapa, tempurung kelapa, daging kelapa dan air kelapa. Sabut kelapa merupakan bahan berserat dengan ketebalan sekitar 5 cm, dan merupakan bagian terluar dari buah kelapa. Tempurung kelapa terletak di sebelah dalam sabut, ketebalannya berkisar 35 mm. Ukuran buah kelapa dipengaruhi oleh ukuran tempurung kelapa yang sangat dipengaruhi oleh usia dan perkembangan tumbuhan kelapa. Tempurung kelapa beratnya antara 15 – 19 % berat kelapa. (Suhartana, 2006)

Tempurung kelapa selain dapat digunakan sebagai bahan bakar langsung maupun dalam bentuk arang, dapat juga ditingkatkan kegunaannya di dalam industri yaitu sebagai bahan abdorbsi setelah diubah menjadi arang aktif atau karbon aktif. Jadi yang dimaksud dengan arang aktif adalah arang yang mempunyai kemampuan daya absorbsi lebih tinggi dari arang pada umumnya. Perlakuan tersebut dapat dilakukan karena arang yang digunakan dalam pembuatan arang aktif mempunyai komposisi yang tercantum dalam Tabel 2.4. (Christina Rony N, 2006)


(37)

Tabel 2.4 Komponen Penyusun Kimiawi Karbon Aktif Tempurung Kelapa Komponen Persentase (%)

C 74,3

O 21,9

Si 0,2

K 1,4

S 0,5

P 1,7

Sumber : Bledzki,A.K.,dkk (2010)

Secara umum arang aktif dibuat dari arang tempurung dengan pemanasan pada suhu 600-2000oC pada tekanan tinggi. Pada kondisi ini akan terbentuk rekahan – rekahan (rongga) halus dengan jumlah yang sangat banyak, sehingga luas permukaan arang tersebut menjadi besar. Karakteristik secara umum dari tempurung kelapa dapat dilihat pada Tabel 2.5.(Herling D.T, 2009).

Tabel 2.5 Karakteristik secara umum tempurung kelapa

Parameter Persentase (%)

Kadar air (moisture content) Kadar abu (ash content)

Kadar material mudah menguap (volatile matter) Karbon (fixed carbon)

7,8 0,4 18,8 80,8

Sumber:http//www.pdii.lipi.go.id

2.2.2 Pembuatan Karbon Aktif 1. Metode Tradisional

Pembuatan karbon aktif dengan metode tradisional sangat sederhana yaitu dengan menggunakan drum atau lubang bawah tanah dengan cara pengolahan sederhana. Bahan yang hendak dibakar dimasukkan ke dalam drum yang terbuat dari pelat besi atau lubang yang yang telah disiapkan, kemudian dinyalakan sehingga terbakar.


(38)

Pada saat pembakaran drum atau lubang ditutup sehingga hanya ventilasi yang dibiarkan terbuka, untuk sebagai jalan keluarnya asap, ketika asap yang keluar sudah berwarna kebiru-biruan, ventilasi ditutup dan dibiarkan selama lebih kurang 12 jam.

Setelah itu dengan hati-hati tutup drum dibuka dan dicek apakah masih ada bara yang menyala jika masih ada tutup derum ditutup kembali, tidak dibenarkan menggunakan air untuk mematikan bara yang sedang menyala karena dapat menurunkan kualitas karbon yang dihasilkan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1994).

Pembuatan karbon aktif dengan metode ini biasanya menghasilkan keaktifan yang rendah bahkan dibawah keaktifan menurut standar industri Indonesia (SII), hal ini disebabkan proses pembentukan karbon aktif tidak memungkinkan terbentuknya pori-pori dengan baik.

Pada saat pembakaran, residu-residu yang ada pada bahan dasar berupa senyawa-senyawa hidrokarbon ikut terbakar tetapi masih ada tersisa dan tetap masih melekat pada karbon tersebut, residu yang terbakar ini menutupi pori-pori karbon sehingga menurunkan kualitasnya (Sudrajat, 1993).

2. Metode yang diperbaharui

Metode pembuatan karbon aktif yang diperbaharui dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap pengarangan (karbonisasi) dan tahap pengaktifan (aktivasi), dalam metode ini bahan baku dipanaskan dengan jumlah udara seminimal mungkin agar rendemen yang dihasilkan cukup besar. Hasil yang diperoleh dengan metode ini berupa karbon yang memberi keaktifan dan rendemen yang cukup besar.

Sembiring (2003) mengemukakan secara umum dan sederhana proses pembuatan arang aktif terdiri dari tiga tahap, yaitu :

1. Dehidrasi yaitu proses penghilangan air dimana bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170 ºC.

2. Karbonisasi yaitu pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Suhu di atas 170 ºC akan menghasilkan CO, CO2. Hasil dari proses karbonisasi biasanya masih memiliki luas permukaan aktif yang kecil karena masih banyak volatile dan tar


(39)

yang terperangkap dalam karbon sehingga menutupi karbon aktif dan membatasi daya adsorpsi dari karbon tersebut karena masih berikatan dengan volatile dan tar

3. Aktivasi yaitu dekomposisi ter dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan dengan uap atau CO dan asam asetat. Pada suhu 275 ºC, dekomposisi menghasilkan ter, methanol dan hasil samping lainnya. Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400-600 ºC sebagai aktivator.

Proses aktifasi merupakan hal yang penting diperhatikan disamping bahan baku yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorbsi.

Singgih H dan Ratnawati (2010) mengemukakan metode aktivasi yang umum digunakan dalam pembuatan arang aktif adalah :

1. Aktivasi kimia

Aktifasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan pemakaian bahan kimia. Aktifator yang digunakan adalah bahan-bahan kimia seperti hidroksida logam alkali, garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl

2, asam-asam anorganik seperti H

2SO4 dan H3PO4. 2. Aktivasi Fisika

Aktifasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan bantuan panas, uap dan CO

2. Umumnya arang dipanaskan di dalam tanur pada temperatur 800-900 ºC. Oksidasi dengan udara pada temperatur rendah merupakan reaksi isotherm sehingga sulit untuk mengontrolnya. Sedangkan pemanasan dengan uap atau CO

2 pada temperatur tinggi merupakan reaksi endoterm sehingga lebih mudah dikontrol dan paling umum digunakan.


(40)

Sifat karbon aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya adsorpsi (Sembiring, 2003)., yaitu :

1. Sifat Adsorben

Karbon aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing-masing berkaitan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar. Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori-pori arang aktif mengakibatkan semakin besar luas permukaannya. Dengan demikian kecepatan adsorbsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorbsi, dianjurkan agar menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan. Jumlah atau dosis arang aktif yang digunakan juga harus diperhatikan.

2. Sifat Serapan

Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, tetapi kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing-masing senyawa. Adsorbsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari struktur yang sama, seperti deret homolog. Adsorbsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan.

3. Temperatur

Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk mengamati temperatur pada saat berlangsungnya proses. Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsorbsi adalah viskositas dan stabilitas termal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatile, adsorbsi dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih rendah.

4. pH (Derajat Keasaman)

Untuk asam-asam organik, adsorbsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam


(41)

organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorbsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.

5. Waktu Kontak

Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama (Sembiring, 2003).

Semakin lama waktu kontak dapat memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik. Konsentrasi zat-zat organik dan logam dalam air akan turun apabila kontaknya cukup. Waktu kontak biasanya sekitar 10-15 menit.

2.2.3 Standar Kualitas Karbon Aktif

Kualitas karbon aktif tergantung jenis bahan baku, teknologi pengolahan, cara pengerjaan dan ketepatan penggunaannya. Oleh karena itu, bagi produsen karbon aktif yang perlu diketahui adalah kualitas apa yang ingin dihasilkan dengan menggunakan bahan baku yang ada, serta untuk apa tujuan karbon aktif tersebut.

Berbagai versi standar kualitas karbon aktif telah dibuat oleh negara maju seperti Amerika, Inggris, Korea, Jepang dan Jerman. Indonesia telah membuat pula standar mutu karbon aktif menurut Standar Industri Indonesia yaitu SII 0258 – 79 yang kemudian direvisi menjadi SNI 06 - 3730 – 1995. Meskipun demikian, beberapa industri atau instansi membuat persyaratan sendiri dalam menerima kualitas karbon aktif yang ditawarkan, misalnya persyaratan kualitas menurut Kementerian Kesehatan, persyaratan kualitas bagi pengolahan minyak bekas, untuk industri gula, monosodium glutamat, dan lain-lain. Berikut ini disajikan beberapa persyaratan kualitas yang dikemukakan tadi.


(42)

Tabel 2.6 Syarat Mutu Arang Aktif Berdasarkan SII – 0258 – 79

Uraian Persyaratan Kualitas

Bagian yang hilang pada pemanasan 950oC Air

Abu

Bagian yang tidak diperarang Daya serap terhadap larutan I2

Maks. 15% Maks. 10% Maks. 2,5% Tidak ternyata

Min. 20%

Sumber :Standar Kualitas Arang Aktif Menurut SII. 0258-79. Departemen Perindustrian. Jakarta, 1979.

Tabel 2.7 Standar Kualitas Arang Aktif Teknis SNI no. 06 -3730 -1995

No Uraian Satuan Pesyaratan

Butiran Serbuk

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bagian yang hilang pada pemanasan 950o C Air

Abu

Bagian tidak mengarang Daya serap terhadap I2 Karbon aktif murni

Daya serap terhadap benzena Daya serap terhadap biru metilen Berat jenis curah

Lolos mesh 325 Jarak mesh Kekerasan % % % - mg/g % % mg/g g/ml % % % Maks. 15 Maks. 4,5 Maks. 2,5 0 Min. 750 Min. 80 Min. 25 Min. 60 0,45 – 0,55

- 90 90 Maks. 25 Maks. 15 Maks. 10 0 Min. 750 Min. 65 - Min. 120 0,3 – 0,35

Min. 90 - -

Sumber : Arang Aktif Teknis SNI 06-3730-1995. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta, 1995

Tabel 2.8 Standar Kualitas Arang Aktif Menurut Departemen Kesehatan

Uraian Syarat Kualitas

Daya adsorpsi terhadap :

- Gas khloroform jenuh (t = 16-20oC) - Larutan fenol

- Struktur fisik - Kadar abu - pH filtrat - Kelarutan - Logam serat

- Arsen

40% 30%

Struktur halus, bebas dari butiran hitam, tidak berbau dan tidak berasa

Maks. 10% 5.0 – 8.0

Tidak larut dalam air atau alkohol 95% Maks. 50 ppm


(43)

Sumber : Mutu arang aktif kulit kayu A. mangium Wild pada dua cara pengeringan. Farmakope Indonesia. Edisi kedua. ISBN:1749406705. Departemen Kesehatan

RI. Jakarta, 1972

2.2.4 Pengujian Kualitas Karbon Aktif

Pengujian kualitas karbon aktif dilakukan terhadap kadar air dan beberapa faktor yang dapat dijalankan sebagai penentu mutu karbon aktif yang dihasilkan. Metode pengujian didasarkan pada standard SNI No. 06-3730-1995 pengujiannya meliputi :

1. Kadar air

Kadar air tempurung kelapa sangat menentukan kualitas karbon yang dihasilkan. Karbon aktif dengan nilai kadar air rendah akan memiliki pori – pori yang kecil, sehingga karbon yang dihasilkan dari jenis tempurung kelapa memiliki kadar air rendah. Penetapan kadar air karbon aktif bertujuan untuk mengetahui jumlah kadar air yang teruapkan pada karbon aktif yang dihasilkan setelah melalui proses aktivasi. Prosedur perhitungan kadar air karbon aktif tempurung kelapa menggunakan standar SNI No. 06-3730-1995 dengan rumus :

...(2.1)

dimana :

a = Sampel awal ( gram )

b = Sampel hasil penyusutan ( gram )

2. Kadar zat mudah menguap

Besarnya suhu yang digunakan dalam proses pembuatan karbon aktif akan mempengaruhi kadar zat mudah menguap. Semakin tinggi suhu yang digunakan mengakibatkan semakin rendahnya kadar zat mudah menguap pada karbon yang dihasilkan. Penetapan kadar zat mudah menguap bertujuan mengetahui jumlah zat atau senyawa yang belum menguap pada proses karbonisasi dan aktivasi. Perhitungan kadar zat mudah menguap menggunakan standar SNI No. 06-3730-1995 dengan rumus :


(44)

dimana :

a = Massa sampel sebelum pemanasan (gram) b = Massa sampel setelah pemanasan (gram)

3. Kadar abu

Abu adalah bahan yang tersisa apabila karbon dipanaskan hingga massa konstan. Kadar abu ini sebanding dengan kandungan bahan anorganik di dalam karbon aktif. Penetapan kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan oksida logam dalam karbon aktif. Kadar abu merupakan sisa dari pembakaran yang sudah tidak memiliki unsur karbon lagi. Nilai kadar abu menunjukkan jumlah sisa dari akhir proses pembakaran berupa zat – zat mineral yang tidak hilang selama proses pembakaran.(Sudrajat R, 2002 dalam Moh Ashari Y, 2013). Perhitungan kadar abu karbon aktif menggunakan standar SNI No. 06-3730-1995 dengan rumus :

...(2.3)

dimana :

a = Massa sampel awal (gram) b = Massa abu total (gram)

4. Kadar karbon

Fraksi karbon dalam arang aktif adalah hasil dari proses pengarangan selain abu, air dan zat – zat yang mudah menguap. Jenis tempurung sangat berpengaruh pada besarnya nilai karbon dalam arang aktif, karena perbedaan kandungan kimia dalam jenis tempurung kelapa. Penentuan kadar karbon terikat bertujuan untuk mengetahui kandungan karbon setelah proses karbonisasi dan aktivasi. Perhitungan kadar karbon menggunakan standar SNI No. 06-3730-1995 dengan rumus :

...(2.4)

5. Daya serap

Persentase berat air yang mampu diserap karbon aktif di dalam air disebut daya serapan air. Pengujian daya serap ini telah dilakukan terhadap semua jenis variasi


(45)

sampel yang ada. Pengujian daya serap ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005. Pengujian daya serap air (Water absorbtion) dilakukan pada masing-masing sampel pengeringan. Lama perendaman dalam air adalah selama 24 jam dalam suhu kamar. Massa awal sebelum dan sesudah direndam diukur. Untuk mendapatan nilai penyerapan air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

...(2.5) dimana :

Mb = Massa sampel dalam keadaan basah (gr) Mk = Massa sampel dalam keadaan kering (gr)

2.2.5 Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy)

Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan sejenis mikroskop yang menggunakan electron sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda dengan resolusi tinggi. Analisis SEM bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur (termasuk porositas dan bentuk retakan) benda padat. Berkas sinar electron dihasilkan dari filament yang dipanaskan disebut electron gun.

Sistem penyinaran dan lensa SEM sama dengan mikroskop cahaya biasa. Pada pengamatan yang menggunakan SEM lapisan cuplikan harus bersifat konduktif agar dapat memantulkan berkas electron dan mengalirkannya ke ground. Bila lapisan cuplikan tidak bersifat konduktif maka perlu dilapisi dengan emas. (Budi G dan Citra DA, 2007).

2.3 Filtrasi

Filtrasi merupakan pemisahan koloid atau partikel padat dari fluida dengan menggunakan media penyaringan atau saringan. Air yang mengandung suatu padatan atau koloid dilewatkan pada media saring dengan ukuran pori-pori yang lebih kecil dari ukuran suatu padatan tersebut. Hal yang paling utama dalam filtrasi adalah mengalirkan fluida melalui media berpori. Filtrasi dapat terjadi karena adanya gaya dorong, misalnya ; gravitasi, tekanan dan gaya sentrifugal.


(46)

Pokok-pokok bagian yang perlu dikakukan dalam perencanaan proses filtrasi yaitu : (Jannati, Deby dan Shona Mazia. 2009)

1. Ukuran dan kedalaman media penyaring

Media penyaring yang digunakan adalah bak filter. Bak ini merupakan tempat proses filtrasi berlangsung. Jumlah dan ukuran bak tergantung debit pengolahan (minimum menggunakan dua bak).

2. Media filter.

Media filter adalah bahan berbutir/granular yang mempunyai pori-pori. Air mengalir diantara pori-pori dan butiran maka terjadilah proses penyaringan disini. Media dapat tersusun oleh satu macam bahan (single media), dua macam (dual media), atau banyak media (multi media).

Susunan media berdasarkan ukurannya dibedakan menjadi : a. Seragam (uniform)

b. Gradasi (stratified)

c. Tercampur (mixed)

3. Under Drain

Underdain merupakan bahan sistem pengaliran air yang telah melewati proses filtrasi yang terletak di bawah media filter. Fungsi under drain :

a. Untuk mengalirkan air hasil penyaringan (air bersih) dan dialirkan ke clear well.

b. Untuk mendistribusikan air keperluan back wash merata keseluruh media pasir.

Filter Karbon

Filter karbon merupakan metode karbon aktif dengan media granular (Granular Activated Carbon) merupakan proses filtrasi yang berfungsi untuk menghilangkan bahan-bahan organik, desinfeksi, serta menghilangkan bau dan rasa yang disebabkan oleh senyawa-senyawa organik. Selain fungsi tersebut juga digunakan untuk menyisihkan senyawa-senyawa organic dan menyisihkan partikel-partikel terlarut. (Jannati, Deby dan Shona Mazia. 2009)


(47)

Metode pengolahan karbon aktif prinsipnya adalah mengadsorbsi bahan pencemar menggunakan media karbon. Proses adsorbsi tergantung pada luas permukaan media yang digunakan dan berhubungan dengan luas total pori-pori yang terdapat dalam media. Agar proses absorbsi bisa dilakukan secara efektif diperlukan waktu kontak yang cukup antara permukaan media dengan air yang diolah sehingga nantinya zat pencemar dapat dihilangkan. (Jannati, Deby dan Shona Mazia. 2009)

Instalasi pengolahan air minum biasanya menggunakan karbon aktif yang dilakukan sebelum proses ozonisasi karena secara umum unit pengolahan karbon aktif tidak dapat menyisihkan mikroorganisme patogen seperti virus dan bakteri. Selain itu, juga tidak efektif dalam menyisihkan kalsium (Ca) dan magnesium (Mn) yang menimbulkan kesadahan pada air, flour dan nitrat. Sedangkan media yang digunakan dapat berupa arang kayu, batok kelapa dan batubara. (Jannati, Deby dan Shona Mazia. 2009)

Hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan karbon aktif ini adalah debit pengolahan dan headloss yang tersedia, senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam air baku, media yang digunakan, ukuran media karbon aktif, kecepatan filtrasi, waktu kontak, dan waktu pembersihan media karbon aktif. Media karbon aktif harus dibersihkan atau di regenerasi kembali dalam waktu tertentu karena media ini akan mengalami keadaan jenuh dimana kemampuan media untuk mengabsorbsi senyawa-senyawa organik dan polutan akan berkurang. Proses regenerasi karbon aktif ini dilakukan dengan tiga cara yaitu penguapan, pemanasan dan penggunaan bahan kimia. (Jannati, Deby dan Shona Mazia. 2009)

2.4 Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi merupakan suatu proses koagulasi kontinyu dengan menggunakan arus listrik searah melalui peristiwa elektrokimia, yaitu gejala dekomposisi elektrolit, dimana salah satu elektrodanya adalah aluminium


(48)

ataupun besi. Dalam proses ini akan terjadi proses reaksi reduksi dimana logam-logam akan direduksi dan diendapkan di kutub negatif, sedangkan elektroda positif (Al) akan teroksidasi menjadi [Al(OH)3] yang berfungsi sebagai koagulan.

Reaksi kimia yang terjadi pada proses elektrokoagulasi yaitu reaksi reduksi oksidasi, sebagai akibat adanya arus listrik (DC). Pada reaksi ini terjadi pergerakan dari ion-ion yaitu ion positif (disebut kation) yang bergerak pada katoda yang bermuatan negatif. Sedangkan ion-ion negatif bergerak menuju anoda yang bermuatan positif yang kemudian ion-ion tersebut dinamakan sebagai anion (bermuatan negatif).

Elektroda dalam proses elektrokoagulasi merupakan salah satu alat untuk menghantarkan atau menyampaikan arus listrik ke dalam larutan agar larutan tersebut terjadi suatu reaksi (perubahan kimia). Elektroda tempat terjadi reaksi reduksi disebut katoda, sedangkan tempat terjadinya reaksi oksidasi disebut anoda (Bambang HP dan Mining H, 2010)

Proses elektrokoagulasi disusun meliputi proses equalisasi, elektrokimia, sedimentasi dan proses filtrasi. Proses equalisasi dimaksudkan untuk menyeragamkan limbah cair yang akan diolah terutama kondisi pH, pada tahap ini tidak terjadi reaksi kimia. Pada proses elektrokimia akan terjadi pelepasan Al3+ dari plat elektrode (anoda) sehingga membentuk flok Al(OH)3 yang mampu mengikat kontaminan dan partikel-partikel dalam limbah. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang di dalamnya terdapat dua penghantar arus listrik searah yang disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan limbah sebagai elektrolit.

Apabila dalam suatu elektrolit ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, yaitu ion positif (kation) bergerak ke katoda dan menerima elektron yang direduksi dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang dioksidasi. Sehingga membentuk flok yang mampu mengikat kontaminan dan partikel-partikel dalam limbah (Sunardi, 2007).


(49)

Untuk pertimbangan penentuan penggunaan elektrokoagulasi maka Mollah (2001) dalam Susilawati (2010) telah memberikan gambaran tentang keuntungan dan kerugiannya. Keuntungan dari penggunaan elektrokoagulasi adalah sebagai berikut :

1. Elektrokoagulasi membutuhkan peralatan yang simpel dan mudah dioperasikan. 2. Air yang diolah dengan elektrokoagulasi menghasilkan effluen yang jernih, tidak

berwarna dan tidak berbau.

3. Flok yang terbentuk pada elektrokoagulasi memiliki kesamaan dengan flok yang berasal dari koagulasi kimia. Perbedaannya adalah flok dari elektrokoagulasi berukuran lebih besar dengan kandungan air yang sedikit, lebih stabil dan mudah dipisahkan secara cepat dengan filtrasi.

4. Effluen yang dihasilkan elektrokoagulasi mengandung TDS (Total Dissolved Solid) dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan pengolahan kimiawi.

5. Proses elektrokoagulasi mempunyai keuntungan dalam mengolah partikel – partikel koloid yang berukuran sangat kecil, sebab diaplikasikan medan elektrik dengan gerak yang lebih cepat, sehingga proses koagulasi lebih mudah terjadi dan lebih cepat. 6. Proses elektrokoagulasi jauh dari penggunaan bahan kimia sehingga tidak bermasalah

dengan netralisasi kelebihan bahan kimia, dan tidak ada polusi yang kedua yang disebabkan substansi-substansi kimia yang ditambahkan pada konsentrasi yang tinggi.

7. Produksi gelembung-gelembung gas selama elektrolisis dapat membawa polutan-polutan yang diolah untuk naik ke permukaan (flotasi) dimana flok

tersebut dapat dengan mudah terkonsentrasi, dikumpulkan dan dipisahkan (removed).

8. Perawatan reaktor elektrokoagulasi lebih mudah karena proses elektrolisis yang terjadi cukup dikontrol dari pemakaian listrik tanpa perlu memindahkan

bagian-bagian didalamnya.

9. Teknologi elektrokoagulasi dapat dengan mudah diaplikasikan di daerah yang tidak terjangkau layanan listrik yakni dengan menggunakan panel matahari yang cukup


(50)

Sedangkan kerugian dari penggunaan elektrokoagulasi adalah :

1. Elektroda yang digunakan dalam proses pengolahan ini harus diganti secara teratur. 2. Terbentuknya lapisan di elektroda dapat mengurangi efisiensi pengolahan. 3. Penggunaan listrik kadangkala lebih mahal pada beberapa daerah.

4. Teknologi ini membutuhkan konduktivitas yang tinggi pada air limbah yang diolah.

Mekanime Dalam Elektrokoagulasi

Reaktor elektrokimia merupakan sebuah sel elektrokimia dimana kutub anoda yang berupa logam (biasanya alumunium atau terkadang besi) dimana ion logam yang terlepas berfungsi sebagai agen koagulan. Dan secara simultan terjadi gelembung gas hidrogen di kutub katoda.

Elektrokoagulasi mempunyai kemampuan untuk mengolah berbagai macam polutan termasuk padatan tersuspensi, logam berat, tinta, bahan organik, minyak dan lemak, ion dan radionuklida. Karakteristik fisika kimia dari polutan mempengaruhi mekanisme pengolahan misalnya polutan berbentuk ion akan diturunkan melalui proses presipitasi sedangkan padatan tersuspensi yang bermuatan akan diabsorbsi ke koagulan yang bermuatan. Kemampuan elektrokoagulasi untuk mengolah berbagai macam polutan menarik minat industri

untuk menggunakannya.

Gambar 2.1 memperlihatkan proses elektrokoagulasi yang sangat kompleks. Dimana koagulan dan produk hidrolisis saling berinteraksi dengan polutan atau dengan ion yang lain atau dengan gas hidrogen.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 4.3 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Suhu aktivasi optimum karbon aktif yang diaktivasi dengan pemanasan (fisika) berdasarkan pada standar SNI No. 06-3730-1995 didapat pada suhu 700oC dilihat dari parameter kadar air, kadar zat mudah menguap, kadar abu dan kadar karbon.

2. Air sumur hasil penjernihan dengan metode elektrokoagulasi (dengan waktu 15 menit) dan difilter dengan karbon aktif tempurung kelapa pada aktivasi fisika dengan suhu pemanasan 900oC telah memenuhi standar kualitas air bersih No.416/Menkes/Per/IX/1999 dan standar kualitas air minum No.492/Menkes/Per/IV/2010(Parameter : bau, rasa, TDS, warna, kekeruhan , suhu, pH, logam Fe, logam Al), sedangkan untuk parameter mikrobiologi (bakteri E.Coli dan Coliform) hanya memenuhi standar air bersih saja.

5.2 Saran

Beberapa saran untuk penelitian selanjutnya yaitu :

1. Menguji parameter – parameter lain dari karbon aktif seperti daya serap terhadap larutan I2, daya serap terhadap benzene dan daya serap terhadap biru metilen

berdasarkan Arang Aktif Teknis SNI 06-3730-1995.

2. Menguji parameter – parameter lain dari air sumur yang sesuai dengan air bersih No.416/Menkes/Per/IX/1999 dan air minum No.492/Menkes/Per/IV/2010.

3. Efisiensi dan efektivitas dari daya serap karbon aktif sehingga mengetahui jangka waktu dari karbon aktif yang digunakan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Penerbit Andi : Yogyakarta.

Andrea G.K., dkk, 2012, Isoterm Adsorpsi Toluena Pada Arang Aktif Strobilus Pinus,

Jurnal Ilmiah Sains Vol 12 No.2

Anonim, 1995, Arang Aktif Teknis SNI 06 – 3730 – 1995, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta

Anonim, 2008, Metoda Pengambilan Contoh Air Tanah SNI 6989 - 58 – 2008, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta

Anton P, Ahmad Y dan Rini NA, 2011, Adsorpsi Metilen Blue Pada Karbon Aktif Dari Ban bekas Dengan Variasi Konsentrasi NaCl Pada Suhu Pengaktifan 600oC dan 650oC

Ario AB, 2008, Perancangan Cigarette Smoke, Fakultas Teknik UI

Aris Mukimin, 2006, Pengolahan Limbah Industri Berbasis Logam Dengan Teknologi Elektrokoagulasi Flotasi, Tesis Ilmu Lingkungan Universitas Dipenogoro : Semarang

Asmadi, Khayan dan Heru SB, 2011, Teknologi Pengolahan Air Minum, Edisi Pertama, Gosyen Publishing, Yogyakarta, Hal : 16 – 31

Bambang HP dan Mining H, 2010, Pengolahan Limbah Cair Tekstil Menggunakan Proses Elektrokoagulasi Dengan Sel Al – Al, Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”, Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia, Yogyakarta, 26 Januari 2010, ISSN 1693 – 4393

Bledzki,A.K., A.A.Mamun, J.Volk, 2010, Barley Husk and Coconut Shell Reinforced Polypropulene Composites : The Effect of Fibre Physical, Chemical and Surface Properties, Composites Science and Technology, Vol.70, pp.840-846 Budi. G dan Citra. D.A., 2007, Karakterisasi Spektrofotometri IR Dan Scanning

Electron Microscopy (SEM) Sensor Gas Dari Bahan Polimer Poly Ethelyn Glycol (P E G), Teknik Universitas Muria Kudus, Jurusan Kimia FMIPA ITS Surabaya, ISSN : 1979-6870.


(3)

Christina RN dan Noorce CB, 2006, Perbedaan Efektivitas Karbon Aktif Tempurung Kelapa Dan Arang Kayu Dalam Menurunkan Tingkat Kekeruhan Pada Proses Filtrasi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu., MKM Vol. 01 No. 01 Desember 2006

Departemen Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1994, Jakarta

Departemen Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan RI, nomor : 492/menkes/per/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, http://www.slideshare.net/metrosanita/permenkes-492-tahun-2010tentang- persyaratan-kualitas-air-minum, diakses tanggal 16 November 2012

Endang S, 2008, Meningkat Kualitas Air Sungai Dengan Katalisator Bantuan Dan Arang Kasus Pemukiman Pinggir Kota di Dusun Grobongan, Forum Teknik, Volume 32 No. 3 September 2008, ISSN : 0216 – 7565

Erna R, 2013, Karakteristik Briket Biorang Limbah Pisang Dengan Perekat Tepung Sagu, Seminar rekayasa kimia dan proses, ISSN : 1411-4216, Universitas Dipenogoro Semarang

Esmar B, 2011, Tinjauan Proses Pembentukan dan Penggunaan Arang Tempurung Kelapa Sebagai Bahan Bakar, Jurnal Penelitian Sains, Vol 14 No.4(B) 14406 Fety. K dan Yogi S, 2011, Teknik Praktis Mengolah, Laskar Aksara, Bekasi-Jawa Barat,

Hal : 9 – 11

Fredina D. dkk, 2010, Pengaruh Suhu Karbonisasi Terhadap Struktur Dan konduktivitas Listrik Arang Serabut Kelapa, Pusat Penelitian Fisika-LIPI, Jurnal Fisika Vol. 10 – N0. 2.

Garneta RB dan Barti SM, 2010, Korelasi Kualitas Air Dan Insidensi Penyakit Diare Berdasarkan Keberadaan Bakteri Coliform Di Sungai Cikapundung,

Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB

Haniffudin.B., dan Diah. S., 2013, Pengaruh Variasi Temperatur Karbonisasi dan Temperatur Aktivasi Fisika Dari Elektroda Karbon Aktif Tempurung Kelapa Dan Tempurung Kluwak Terhadap Nilai Kapasitansi Electric Double Layer Capacitor (EDLC), Jurnal Teknik pomits Vol. 2 No. 1, Surabaya


(4)

Henok S, 2011, Studi Pembuatan Adsorben dari Zeolit Alam Campur Arang Aktif Tongkol Jagung, Jurnal Saintech, Vol.03 No.04 Desember 2011, ISSN : 2086-9681

H. Marsh, Francisco R.R, 2006, Activated Carbon, Elseiver Science & Technology Books, ISBN : 0080444636

Herling D, 2009, Perbandingan Kualitas Karbon Aktif Yang Dibuat Dari Batok Kelapa Hibrida Dan Batok Kelapa Dalam, Jurusan Kimia MIPA, Universitas Sam Ratulangi, Manado.

Jannati, Deby dan Shona Mazia. 2009. Karbon Aktif sebagai Filter Air. Jakarta. Edisi Cetak : 653. Jakarta.

Mifbakhudin, 2010, Pengaruh Ketebalan Karbon Aktif Sebagai Media Filter Terhadap Penurunan Kesadahan Air Sumur Artetis, Eksplanasi volume 2 nomor 5, Edisi oktober 2010

Moh.Ashari Y & Siti T., 2013, Adsorpsi Ion Cr(VI) Oleh Arang Aktif Sekam Padi ,

UNESA Journal of Chemistry Vol. 2, No.1

Mollah, M.Y.A., Schennach, R., Parga, J. R., and Cocke, D. L., (2001),

Electrocoagulation (EC) – Science and Aplications, Gill Chair of Chemistry & Chemical Engineering, Lamar University, Beaumont, TX 77710, USA.

Mollah, M.Y.A., Morkovsky, P., Gomes, J.A.G., Kesmez, M., Parga, J., Cocke,D.L., (2004), Fundamentals, Present and Future Prespectives of Electrocoagulation,

Journal of Hazardous Material, B114 : pp. 199 -210.

Nurhasni. Dkk, 2012, Penyerapan Ion Aluminium dan Besi Dalam larutan Sodium Silikat Menggunakan Karbon Aktif, Valensi Vol. 2 No. 4, ISSN : 1978 -8193. Panwara,N.L., S.C,Kaushik, Kothari, Surendra, 2011, Role of Renewable Energy

Sources in Environmental Protection : A View A Renewable and Sustainable Energy Reviews, Vol 15, pp.1513 - 1524

Rosita Idrus, dkk., 2013, Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif berbahan Dasar Tempurung Kelapa, Prisma Fisika Vol I, No.1, hal : 50-55 Sembiring, Meilita dan Tuti S. Sinaga. 2003. Arang Aktif (Pengenalan dan Proses


(5)

Servais, Pierre. Et al., 2007. Fecal bacteria in the rivers of the Seine drainage network (France): Sources, fate and modeling., Université Libre de Bruxelles, Bruxelles.

Singgih H dan Ratnawati, 2010, Pembuatan karbon Aktif Dari tempurung Kelapa Sawit Dengan Metode Aktivasi Kimia, Jurnal Sains Materi Indonesia, Vol 12 No. 1, ISSN : 1411 – 1098, hal : 12 – 16

Sudarja, dkk, 2007, Pengolahan Limbah Industri Sawit Sebagai Bahan Bakar Alternatif, Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Vol 10 No 1

Sudrajat. R, 1993, Karakteristik Kayu Sebagai Bahan Energi. Diskusi Industri Perkayuan, Proceeding, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor

Suhartana, 2006, Pemanfaatan Tempurung Kelapa Sebagai Bahan Baku Arang Aktif Dan Aplikasinya Untuk Penjernihan Air Sumur di Desa Belor Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobongan, Vol 9, No.3, ISSN 1410 – 9662.

Sunardi, 2007, Pengaruh Tegangan Listrik Dan Kecepatan Alir Terhadap Hasil Pengolahan Limbah Cair Yang Mengandung Logam Pb, Cd Dan TSS Menggunakan Alat Elektrokoagulasi, Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta, 21 – 22 November 2007, ISSN 1978-0176

Suparno, 2012, Kajian Kristis Terhadap Karbon Aktif Tempurung Kelapa Sebagai Bahan Sedimentasi, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA UNY, Yogyakarta.

Susilawati. 2010. Model Pengolahan Air Gambut Untuk Menghasilkan Air Bersih Dengan Metode Elektrokoagulasi. Disertasi. USU. Medan.

Sutrisno,C.T.2006. Teknologi Penyediaan Air bersih. Cetakan Keenam. Jakarta: Rhineka Cipta.

http://www.analisadaily.com/news/read/2012/10/16/81435/pengelolaan_sanitasi_medan

_masih_mengkhawatirkan/), tanggal akses : 27-01-2013, pukul : 20.14 WIB

http://bapelkescikarang.or.id/bapelkescikarang/images/stories/KurmodTTG/Pengolahan

airbersih/md-1a%20modul%20prinsip-prinsip%20penjernihan%20 air.pdf,


(6)