Analisa Perbandingan Berat Jenis dan Kuat Tekan Antara Beton Ringan dan Beton Normal Dengan Mutu Beton K-200

(1)

ANALISA PERBANDINGAN BERAT JENIS DAN KUAT TEKAN

ANTARA BETON RINGAN DAN BETON NORMAL DENGAN

MUTU BETON K-200

(Kajian Eksperimental)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Dalam Menempuh Colloqium Doctum/Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

040404003

ERI PRAWITO

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Beton ringan adalah beton yang mempunyai berat 800 kg/m3 s/d 2000 kg/m3. Penggunaan beton ringan adalah untuk mengurangi berat sendiri dari struktur sehingga komponen struktur pendukungnya seperti pondasinya akan menjadi lebih hemat.

Pada penelitian ini dipergunakan batu apung, karena batu apung mempunyai berat yang ringan. Sehingga didapat beton yang tergolong dalam beton ringan (mempunyai berat 800 kg/m3 s/d 2000 kg/m3). Mutu beton yang direncanakan adalah K-200 kg/cm2 pada umur 21 hari. Pengujian kuat tekan dan berat jenis beton dilakukan pada umur 7, 14, dan 21 hari, masing-masing 3 buah benda uji yang berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan batu apung sebagai pengganti kerikil dapat membuat beton menjadi beton ringan. Untuk nilai slump terjadi penurunan 2,33%. Hasil pengujian silinder beton menunjukkan penurunan kuat tekan 32,93% pada umur 7 hari; 55,79% pada umur 14 hari; 55,92% pada umur 21 dari kuat tekan beton normal, sedangkan terhadap kuat tekan rencana terjadi penurunan 13,84% pada umur 7 hari; 44,32% pada umur 14 hari; 47,94% pada umur 21 hari. Untuk berat jenis 24,47% pada umur 7 hari; 21,75% pada umur 14 hari; 20,58% pada umur 21 hari.


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang memberi rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga Tugas Akhir yang berjudul “Analisa Perbandingan Berat Jenis dan Kuat Tekan Antara Beton

Ringan dan Beton Normal Dengan Mutu Beton K-200” dapat terselesaikan

dengan baik. Adapun Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil bidang studi Struktur pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Ibu Nursyamsi, S.T., M.T selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc. selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu Dosen/Staf pengajar Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh pegawai administrasi yang telah banyak memberikan bantuan.

6. Teristimewa buat Ayah dan Ibu tercinta atas segala pengorbanan, cinta, kasih sayang, kepercayaan serta do’a yang tiada batas untuk penulis. Baktiku Tak

Akan Dapat Membalas Segalanya… Kepada kakak dan adikku tersayang :

kak eva dan aulia (thanks atas support dan do’anya).

7. Teman-teman seperjuangan, PH (Mario, ical, fauzi), Tasbi2 (tungkir, waloed, ole, me’en), Dogar, Sukrik, Gazoeth, Mike, Emir, Anggodo, Ani, Cot Dogol, Kingson, Gober, Buncit, joseph, dan semua teman stambuk ’04 lainnya. 8. Asisten beserta staf Laboratorium Beton USU, Ary ‘07, tami ‘06, yusuf ‘06,

dan lainnya. Terima kasih atas bantuannya dalam pengecoran dan pengujian beton.


(4)

9. Thank’s to adik-adik ’07, nchen (yang selalu ada setiap dibutuhkan), arsyad, zul, jora, muna, ruksel, dan yang lainnya.

10.Thank’s to malvin’06, vertig ‘06, andi’09, dan adik-adik lainnya.

Atas segala bantuan dan budi baik yang penulis peroleh selama ini, kiranya Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda.

Penulis menyadari, bahwa dalam melaksanakan penelitian hingga selesai Tugas Akrir ini tentu saja masih banyak ditemukan kekurangan dan kelemahan, atas kekurangan dan kelemahan tersebut penulis mengharapkan saran konstruktif guna perbaikan pada penelitian masa yang akan datang.

Semoga hasil Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat, baik untuk manfaat praktis maupun untuk manfaat teoritis.

Medan, Desember 2010 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang... 1

I.2 Maksud dan Tujuan ... 3

I.3 Pembatasan Masalah ... 4

I.4 Metodologi Penelitian ... 5

I.6 Manfaat Penelitian ... 6

I.6 Sistematika Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Beton ... 8

a. Beton Ringan ... 10

b. Beton mutu tinggi ... 13

c. Beton dengan workabilitas tinggi ... 13

d. Beton Serat ... 13

e. Beton dengan Polimer ... 14


(6)

h. Beton Dengan Pemadatan Roller ... 15

II.2 Bahan ampuran Beton ... 15

II.2.1 Semen ... 16

II.2.2 Agregat ... 20

II.2.2.1 Jenis Agregat ... 23

II.2.2.1.1 Batu Apung ... 23

II.2.2.1.2 Pasir ... 25

II.2.2.1.3 Kerikil ... 26

II.2.3 Air ... 26

II.3 Kuat Tekan Beton ... 27

II.3.1 Ukuran dan Bentuk Agregat ... 30

II.3.2 Faktor Air Semen ... 30

II.3.3 Umur Beton... 30

II.3.4 Jumlah Semen ... 31

II.3.5 Perawatan Beton (curing) ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Umum ... 32

III.2 Urutan Tahapan Penelitian ... 32

III.2.1 Penyediaan Bahan Penyusun Beton ... 32

III.2.2 Persiapan dan Pemeriksaan Bahan ... 34

III.2.3 Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton ... 40

III.2.3.1 Agregat Halus ... 40

III.2.3.2 Agregat Kasar ... 43


(7)

III.2.3.2.2 Batu Apung... 46

III.2.3.3 Semen ... 49

III.2.4 Perencanaan Campuran Beton ( Mix Design ) ... 49

III.2.5 Pembuatan Benda Uji Silinder ... 50

III.2.6 Pemeriksaan Nilai Slump ... 51

III.2.7 Pengujian Kuat Tekan Beton Umur 7, 14 dan 21 Hari ... 51

III.2.8 Perhitungan Berat Jenis Beton... 52

III.2.9 Analisa dan Kesimpulan ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Nilai Slump ... 53

IV.2 Berat Jenis Beton ... 54

IV.2.1 Berat Jenis Beton Ringan ... 54

IV.2.2 Berat Jenis Untuk Beton Normal ... 58

IV.3 Kuat Tekan Silinder Beton ... 62

IV.4 Perbandingan Berat Jenis dan Kuat Tekan Antara Beton Ringan Terhadap Beton Normal ... 64

IV.4.1 Perbandingan Kuat Tekan Beton ... 64

IV.4.2 Perbandingan Berat Jenis ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan... 70

VI.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

Tabel 1.1 : Distribusi Pengujian Benda Uji Silinder ... 6

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Bahan Baku Semen ... 17

Tabel 2.2 : Susunan Besar Butiran Agregat Halus ... 21

Tabel 2.3 : Susunan Besar Butiran Agregat Kasar ... 22

Tabel 2.4 : Komposisi Kimia Batu Apung ... 24

Tabel 2.5 : Perbandingan Kekuatan pada Berbagai Benda Uji ... 29

Tabel 2.6 : Faktor Konversi Untuk Kuat Tekan Beton 28 hari ... 29

Tabel 3.1 : Susunan Butiran Agregat Halus ... 36

Tabel 3.2 : Susunan Besar Butiran Agregat Kasar ... 37

Tabel 4.1 : Nilai Slump ... 53

Tabel 4.2 : Berat Benda Uji Silinder Untuk Beton Ringan ... 55

Tabel 4.3 : Berat Jenis Untuk Beton Ringan ... 57

Tabel 4.4 : Berat Benda Uji Silinder Untuk Beton Normal ... 58

Tabel 4.5 : Berat Jenis Untuk Beton Normal ... 60

Tabel 4.6 : Berat Jenis Beton Ringan dan Beton Normal ... 61

Tabel 4.7 : Pengujian Kuat Tekan Silinder ... 63

Tabel 4.8 : Persentase Perbandingan Kuat tekan Beton Ringan Terhadap Beton Normal ... 65

Tabel 4.9 : Persentase Perbandingan Kuat tekan Beton Ringan Terhadap Kuat Tekan Rencana K-200 ... 66

Tabel 4.1.1 : Persentase Perbandingan Berat Jenis antara Beton Ringan dengan Beton Normal ... 68


(9)

Gamba 1.1 : Bahan Campuran / Agregat dari Beton Ringan ... 3

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Agregat batu apung ... 24 Gambar 4.1 : Penurunan Nilai slump antara beton normal dengan beton

ringan ... 54 Gambar 4.2 : Grafik berat jenis beton ringan dan beton normal ... 62 Gambar 4.3 : Grafik Kuat tekan Beton Ringan dan Beton Normal ... 64 Gambar 4.4 : Grafik Persentase Kuat Tekan Beton Ringan dengan Beton

Normal ... 66 Gambar 4.5 : Grafik persentase Kuat tekan Beton Ringan Terhadap Kuat

Tekan Rencana K-200 ... 67 Gambar 4.6 : Grafik persentase Berat Jenis Beton Ringan Terhadap Beton


(10)

ABSTRAK

Beton ringan adalah beton yang mempunyai berat 800 kg/m3 s/d 2000 kg/m3. Penggunaan beton ringan adalah untuk mengurangi berat sendiri dari struktur sehingga komponen struktur pendukungnya seperti pondasinya akan menjadi lebih hemat.

Pada penelitian ini dipergunakan batu apung, karena batu apung mempunyai berat yang ringan. Sehingga didapat beton yang tergolong dalam beton ringan (mempunyai berat 800 kg/m3 s/d 2000 kg/m3). Mutu beton yang direncanakan adalah K-200 kg/cm2 pada umur 21 hari. Pengujian kuat tekan dan berat jenis beton dilakukan pada umur 7, 14, dan 21 hari, masing-masing 3 buah benda uji yang berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan batu apung sebagai pengganti kerikil dapat membuat beton menjadi beton ringan. Untuk nilai slump terjadi penurunan 2,33%. Hasil pengujian silinder beton menunjukkan penurunan kuat tekan 32,93% pada umur 7 hari; 55,79% pada umur 14 hari; 55,92% pada umur 21 dari kuat tekan beton normal, sedangkan terhadap kuat tekan rencana terjadi penurunan 13,84% pada umur 7 hari; 44,32% pada umur 14 hari; 47,94% pada umur 21 hari. Untuk berat jenis 24,47% pada umur 7 hari; 21,75% pada umur 14 hari; 20,58% pada umur 21 hari.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Gempa yang kembali terjadi di Indonesia tidak lepas dari kenyataan bahwa letak kepulauan kita yang berada di garis pergeseran antara lempengan tektonik Australia dan Pasifik, pergeseran antara kedua lempengan tektonik tersebut kerap menimbulkan terjadinya gempa bumi Tektonik. Disamping itu, di Indonesia juga terdapat lebih dari 400 gunung berapi, dimana 100 diantaranya masih aktif dan dapat menyebabkan terjadinya gempa bumi Vulkanik. Fakta tercatat, Indonesia mengalami tiga kali getaran dalam sehari, gempa bumi sedikitnya satu kali dalam sehari dan sedikitnya satu kali letusan gunung berapi dalam setahun.

Selama ini masyarakat sangat mengenal dengan baik konstruksi beton. Disisi lain, masyarakat juga dikejutkan banyaknya konstruksi bangunan yang rusak akibat gempa. Ini dikarenakan konstruksi beton itu berat, sehingga jika ada gempa maka gaya gempa akan sangat tergantung 2 hal yakni percepatan gempa dan bangunan. Semakin berat bangunan atau semakin besar percepatan gempa maka gaya gempa yang timbul semakin besar.

Kalau perecepatan gempa tidak akan bisa kita pengaruhi, sedangkan berat gempa bisa didesain dengan memakai bahan yang ringan. Lazimnya beton yang biasa digunakan mempunyai berat jenis 2400 kg/m3, akan tetapi saat ini sudah sangat berkembang beton dan mempunyai berat jenis yang lebih ringan yakni beton ringan.

Beton ringan ini pertama kali dikembangkan di Swedia pada tahun 1923 sebagai alternatif material bangunan untuk mengurangi penggundulan hutan. Beton


(12)

ringan ini kemudian dikembangkan lagi oleh Joseph Hebel di Jerman di tahun 1943. Melalui produk Hebel, beton ringan pun mendapat julukan “Aerated Lightweight Concrete (ALC)”. Hasilnya, beton ringan aerasi ini dianggap sempurna, termasuk material bangunan yang ramah lingkungan, karena dibuat dari sumber daya alam yang berlimpah. Sifatnya kuat, tahan lama, mudah dibentuk, efisien, dan berdaya guna tinggi. Di Indonesia sendiri beton ringan mulai dikenal sejak tahun 1995, saat didirikannya PT Hebel Indonesia di Karawang Timur, Jawa Barat.

Secara umum berdasarkan German Building Code DIN 1045, beton dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis sbb:

1. Kondisi Lingkungan (Umwelt Bedingungen), a.l. tahan terhadap korosi, korosi terhadap tulangan dan korosi terhadap beton.

2. Beton yang sudah mengeras (Festbeton) a.l. terhadap kuat tekan dan terhadap berat jenis

3. Beton segar(Frishbeton) a.l, Terhadap konsistensi dan terhadap jenis agregat.

Dari 3 klasifikasi diatas beton ringan termasuk klasifikasi no 2 yakni beton yang sudah mengeras, yakni terhadap berat jenis. Dengan mengacu German Building Code yakni DIN 1045 klasifikasi Beton berdasarkan berat jenis dibedakan dengan a.l. normal (Normalbeton), beton ringan (Leichtbeton) dan beton berat

(Schwerbeton). Berat jenis beton normal adalah 2000 kg/m3-2600 kg/m3, dan untuk beton berat adalah > 2600 kg/m3. Sedangkan Beton Ringan mempunyai berat Jenis 800 s/d 2000 kg/m3.

Berdasarkan DIN 4226, bagian ke dua bahwa agregat beton ringan tidak boleh larut dalam air demikian juga jika dipakai tulangan agregatnya tidak boleh


(13)

memberikan efek karat terhadap tulangannya. Bahan agregat dari beton sebagai pencampur semen adalah dari sejenis material yang diolah dari tanah liat seperti Blaehton, ataupun dari Kaca dan polystrol. Contoh dari bahan agregat tersebut dapat dilihat di gambar 1.

Gambar 1.1 bahan campuran/agregat dari beton ringan

Selain itu, material/agregat lainnya terdapat di gunung berapi/vulkan atau dari limbah pabrik tertentu, seperti : batu apung, abu terbang, dan lainnya. Dalam hal ini penulis akan membuat beton ringan dengan menggunakan agregat kasar berupa batu apung. Penggunaan batu apung ini adalah untuk mendapatkan beton yang tergolong dalam beton ringan, yaitu beton yang mempunyai berat jenis 800 kg/m³ s/d 2000 kg/m³.

I.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berat jenis dan kuat tekan dari beton ringan yang akan dibuat dengan menggunakan batu apung, sebagai bahan pembandingnya digunakan beton normal dengan mutu beton yang sama. Dari penelitian ini kita akan mendapatkan kesimpulan hasil perbandingan beton ringan dengan beton normal.


(14)

I.3. Pembatasan Masalah

Untuk membatasi luasnya ruang lingkup masalah maka di buat batasan-batasan masalahnya, yaitu :

1. Mutu beton yang direncanakan adalah K-200 kg/cm², pada umur 21 hari. 2. Menggunakan material,

a. untuk beton normal : batu pecah dan pasir b. untuk beton ringan : batu apung dan pasir 3. Standar pengujian adalah ASTM standart dan SK SNI.

4. Perawatan beton dengan cara perendaman dalam air untuk silinder. 5. Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 7 hari, 14 hari, dan 21

hari, masing-masing 3 buah untuk setiap variasi beton, dengan benda uji silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm.

Gambar 1.2 Benda Uji Silinder


(15)

I.4. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah kajian eksperimental di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Adapun tahap-tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut :

1. Penyediaan bahan penyusun beton : batu pecah, batu apung, pasir, dan semen. 2. Pemeriksaan bahan penyusun beton.

• Analisa ayakan agregat halus dan agregat kasar.

• Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no.200) • Pemeriksaan kadar liat (clay lump) pada agregat kasar.

Pemeriksaan kandungan organic (colorimetric test) pada agregat halus. • Pemeriksaan berat isi agregat halus dan agregat kasar.

• Pemeriksaan berat jenis dan absorbs agregat halus dan agregat kasar. 3. Mix design (perencanaan campuran)

Penimbangan/penakaran bahan penyusun beton berdasarkan uji karakteristik. Bahan penyusun beton dan mutu beton yang direncanakan dalam penelitian ini adalah K-200 kg/cm².

4. Percobaan / Pembuatan benda uji silinder Adapun sampel yang digunakan adalah : a. Sampel I, beton normal.

b. Sampel II, beton ringan dengan menggunakan material batu apung. Untuk lebih jelasnya jumlah benda uji yang akan di buat dapat dilihat pada table 1.1 di bawah ini.


(16)

Table 1.1 Distribusi Pengujian Benda Uji Silinder

SAMPEL

Jumlah Benda Uji Untuk Kuat Tekan Beton

7 Hari 14 Hari 21 Hari

I 3 3 3

II 3 3 3

Jumlah 6 6 6

5. Pengujian nilai slump (slump test ASTM C143-90a) Untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan beton. 6. Perhitungan berat jenis sampel

Rumus untuk menghitung berat jenis benda adalah perbandingan berat benda tersebut terhadap volumenya.

7. Pengujian kuat tekan beton (ASTM C39-86) pada umur 7, 14, dan 21 hari. 8. Analisa hasil percobaan.

I.5. Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan teknologi beton, khususnya dalam pembuatan beton ringan. Sehingga nantinya dapat diperoleh beton ringan dengan mutu tinggi.


(17)

I.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan latar belakang penelitian, permasalahan yang akan diamati, tujuan yang akan dicapai, pembatasan masalah, dan metodologi penelitian yang dilaksanakan oleh penulis.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisikan keterangan umum dan khusus mengenai bahan beton yang akan diteliti berdasarkan referensi-referensi yang didapat oleh penulis.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini berisikan prosedur penyediaan bahan yang digunakan dalam penelitian, yaitu : agregat kasar, agregat halus, semen, air, dan batu apung, dan disertai pembuatan benda uji, penghitungan berat jenis, dan proses pengujian.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisikan data dan analisa hasil pengujian beton di laboratorium serta pembahasannya.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bagian akhir laporan tugas akhir ini terdapat kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan dan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Beton

Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu–batuan yang direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan pasta semen. Singkatnya dapat dikatakan pasta bahwa semen mengikat pasir dan bahan-bahan agregat lain (batu kerikil, basalt dan sebagainya). Rongga diantara bahan-bahan kasar diisi oleh bahan-bahan halus. Penerangan sepintas lalu ini memberikan bayangan bahwa harus ada perbandingan optimal antara agregat campuran yang bentuknya berbeda-beda agar pembentukan beton dapat dimanfaatkan oleh seluruh material.

Dalam konstruksi, beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi aggregat dan pengikat semen. Bentuk paling umum dari beton adalah beton semen Portland, yang terdiri dari agregat mineral (biasanya kerikil dan pasir), semen dan air.

Biasanya dipercayai bahwa beton mengering setelah pencampuran dan peletakan. Sebenarnya, beton tidak menjadi padat karena air menguap, tetapi semen berhidrasi, mengelem komponen lainnya bersama dan akhirnya membentuk material seperti batu. Beton digunakan untuk membuat perkerasan jalan, struktur bangunan, pondasi, jalan, jembatan penyeberangan, struktur parkiran, dasar untuk pagar/gerbang, dan semen dalam beton atau tembok blok. Nama lama untuk beton adalah batu cair.


(19)

Beton normal diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu beton normal dan beton ringan. Beton normal tergolong beton yang memiliki densitas sekitar 2,2 – 2,4 gr/cm3 dan kekuatannya tergantung pada komposisi campuran beton (mix

design).

Sedangkan untuk beton ringan memiliki densitas < 1,8 gr/cm3, begitu juga dengan kekuatannya sangat bervariasi dan sesuai dengan penggunaan dan pencampuran bahan bakunya. Jenis dari beton ringan ada dua, yaitu beton ringan berpori (aerated concrete) dan beton ringan tidak berpori (non aerated concrete). Beton ringan berpori adalah beton yang dibuat agar strukturnya terdapat banyak pori. Beton semacam ini diproduksi dengan bahan baku dari campuran semen, pasir, gypsum, CaCO3 dan katalis aluminium. Dengan adanya katalis Al selama terjadi

reaksi hidratasi, semen akan menimbulkan panas (reaksi eksotermal) sehingga timbul gelembung-gelembung gas H2O, CO2 dari reaksi tersebut. Akhirnya gelembung

tersebut akan menimbulkan jejak pori dalam beton yang sudah mengeras. Semakin banyak gas yang dihasilkan akan semakin banyak pori yang terbentuk dan beton akan semakin ringan.

Berbeda dengan beton non aerated, pada beton ini ditambahkan agregat ringan dalam pembuatannya, seperti batu apung (pumice), serat sintesis dan alami, slag baja, perlite, dan lain-lain. Pembuatan beton ringan berpori jauh lebih mahal karena menggunakan bahan-bahan kimia tambahan dan mekanisme pengontrolan yang cukup sulit.

Dalam perkembangannya banyak ditemukan beton baru hasil modifikasi, seperti beton ringan, beton semprot (shotcrete), beton fiber, beton berkekuatan


(20)

tinggi, beton berkekuatan sangat tinggi, beton mampat sendiri (self compacted

concrete), dan lain-lain.

Kemajuan teknologi beton yang dikembangkan untuk menanggulangi kekurangan yang dimiliki beton normal disebut dengan beton spesial. Beton spesial biasanya terbuat dari campuran semen Portland dan agregat alami dan dibuat secara konvensional. Beberapa jenis beton yang bisa dikategorikan sebagai beton spesial diantaranya adalah :

a. Beton Ringan (Lightweight Concrete)

Teknologi material bahan bangunan berkembang terus, salah satunya beton ringan aerasi (Aerated Lightweight Concrete/ALC) atau sering disebut juga (Autoclaved Aerated Concrete/ AAC). Sebutan lainnya Autoclaved Concrete, Cellular Concrete, Porous Concrete, di Inggris disebut Aircrete and Thermalite. Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis (density) lebih ringan daripada beton pada umumnya. Tujuan penggunaan beton ringan adalah untuk mengurangi berat sendiri dari struktur sehingga komponen struktur pendukungnya seperti pondasinya akan menjadi lebih hemat.

Beton ringan AAC ini pertama kali dikembangkan di Swedia pada tahun 1923 sebagai alternatif material bangunan untuk mengurangi penggundulan hutan. Beton ringan AAC ini kemudian dikembangkan lagi oleh Joseph Hebel di Jerman di tahun 1943. Hasilnya, beton ringan aerasi ini dianggap sempurna, termasuk material bangunan yang ramah lingkungan, karena dibuat dari sumber daya alam yang berlimpah. Sifatnya kuat, tahan lama, mudah dibentuk, efisien, dan berdaya guna tinggi. Di Indonesia sendiri beton ringan mulai dikenal sejak tahun 1995, saat didirikannya PT Hebel Indonesia di Karawang Timur, Jawa Barat.


(21)

Pembuatan beton ringan ini pada prinsipnya membuat rongga udara di dalam beton. Ada tiga macam cara membuat beton aerasi, yaitu :

 Yang paling sederhana yaitu dengan memberikan agregat/campuran isian beton ringan. Agregat itu bisa berupa batu apung, sterofoam, batu alwa, atau abu terbang yang dijadikan batu.

 Menghilangkan agregat halus (agregat halusnya disaring, contohnya debu/abu terbangnya dibersihkan).

 Meniupkan atau mengisi udara di dalam beton. Cara ketiga ini terbagi lagi menjadi secara mekanis dan secara kimiawi.

Proses pembuatan beton ringan atau Autoclaved Aerated Concrete secara kimiawi kini lebih sering digunakan. Sebelum beton diproses secara aerasi dan dikeringkan secara autoclave, dibuat dulu adonan beton ringan ini. Adonannya terdiri dari pasir kuarsa, semen, kapur, sedikit gypsum, air, dan dicampur alumunium pasta sebagai bahan pengembang (pengisi udara secara kimiawi). Setelah adonan tercampur sempurna, nantinya akan mengembang selama 7-8 jam. Alumunium pasta yang digunakan dalam adonan tadi, selain berfungsi sebagai pengembang ia berperan dalam mempengaruhi kekerasan beton. Volume aluminium pasta ini berkisar 5-8% dari adonan yang dibuat, tergantung kepadatan yang diinginkan. Adonan beton aerasi ini lantas dipotong sesuai ukuran.

Adonan beton aerasi yang masih mentah ini, kemudian dimasukkan ke autoclave chamber atau diberi uap panas dan diberi tekanan tinggi. Suhu di dalam autoclave chamber sekitar 183ºC. Hal ini dilakukan sebagai proses pengeringan atau pematangan. Kalau adonan ini dijemur di bawah terik matahari hasilnya kurang maksimal karena tidak bisa stabil dan merata hasil kekeringannya.


(22)

Beton tanpa butiran halus yang dibuat dengan kerikil agregat bukan langsung merupakan beton ringan, meskipun beratnya hanya dua pertiga dari berat beton padat, tetapi sebaiknya dipertimbangkan juga beton yang dibuat dengan agregat yang lebih ringan. Agregat yang dipergunakan meliputi lelehan tepung abu bakar yang mengeras, batu tulis, tanah liat yang direnggangkan, sisa bara yang berbusa, batu apung atau “scoria” (sejenis batu).

Tidak seperti beton biasa, berat beton ringan dapat diatur sesuai kebutuhan. Pada umumnya berat beton ringan berkisar antara 800 kg/m³ s/d 2000 kg/m³. Karena itu keunggulan beton ringan utamanya ada pada berat, sehingga apabila digunakan pada proyek bangunan tinggi (high rise building) akan dapat secara signifikan mengurangi berat sendiri bangunan, yang selanjutnya berdampak kepada perhitungan pondasi.

Keuntungan lain dari beton ringan antara lain : memiliki nilai tahanan panas

(thermal insulation) yang baik, memiliki tahanan suara (peredaman) yang baik,

tahan api (fire resistant), transportasi mudah dan dapat mengurangi kebutuhan bekisting (formwok) dan perancah (scaffolding). Sedangkan kelemahan beton ringan adalah nilai kuat tekannya (compressive strength), sehingga sangat tidak dianjurkan penggunaan untuk perkuatan (struktural).

Aplikasi/penggunaan beton ringan bisa berupa batu beton beton, panel dinding, lintel (balok beton), panel lantai, atap, serta kusen atau ambang pintu dan jendela. Beberapa produk ada yang diperkuat lagi dengan ditanamkan besi beton di dalamnya. Salah satu contoh untuk panel dinding atau panel lantai. Beton AAC tak sekuat beton konvensional. Perbandingannya hanya 1/6 dari kekuatan beton


(23)

konvensional. Meskipun berupa rongga udara, beton ringan aerasi dapat menahan beban hingga 1200 psi.

Berat jenis beton dengan agregat ringan yang kering udara sangat bervariasi, tergantung pada pemilihan agregatnya , apakah pasir alam atau agregat pecah yang ringan halus yang dipergunakan. Berat jenis sebesar 1850 kg/m3 dapat dianggap sebagai batasan atas dari beton ringan yang sebenarnya, meskipun nilai ini kadang – kadang melebihi.

b. Beton mutu tinggi (High Strength Concrete)

Beton dengan kuat tekan yang lebih besar dari 40 MPa sudah bisa dikategorikan sebagai beton mutu tinggi. Beton ini dikembangkan untuk membuat struktur yang menuntut tingkat kepentingan yang tinggi misalnya bangunan-bangunan dengan tingkat keamanan tinggi seperti jembeton, gedung tinggi, reaktor nuklir dan lain-lain.

c. Beton dengan workabilitas tinggi (High Workability Concrete)

Umumnya tingkat kesulitan dalam pengerjaan beton dikaitkan dengan tingkat keenceran campurannya atau kemampuannya mengalir (flowing consistency), semakin encer beton akan semakin mudah dikerjakan. Encer yang dimaksud bukan semata encer karena diberi banyak air, justru dengan kebanyakan air mutu beton akan semakin rendah karena material penyusunnya bisa terpisah-pisah (segregated). Yang dimaksud disini adalah beton yang mudah mengalir tetapi tetap memiliki mutu yang baik seperti beton normal atau mutu tinggi.

d. Beton Serat (Fiber Reinforced Concrete)

Adalah beton yang materialnya ditambah dengan komponen serat yang bisa berupa serat baja, plastik, glass ataupun serabut dari bahan alami. Walaupun serat


(24)

dalam campuran tidak terlalu banyak meningkatkan kekuatan beton terhadap gaya tarik, perilaku struktur beton tetap semakin baik misalnya meningkatkan regangan yang dicapai sebelum runtuh, meningkatkan ketahanan beton terhadap benturan dan menambah kerasnya beton.

e. Beton dengan Polimer (Polymers Concrete)

Dengan pemberian polimer sebagai bahan perekat tambahan pada campuran beton, akan dihasilkan beton dengan kuat tekan yang lebih tinggi dan dalam waktu yang lebih singkat. Bahan yang ditambahkan bisa berupa latex maupun emulsi dari bahan lain. Jenis ini cocok digunakan pada terowongan, tambang dan pekerjaan lain yang membutuhkan kekuatan beton dalam waktu singkat bahkan dalam hitungan jam.

Disamping itu, jenis beton polimer bisa dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan ketahanan terhadap bahan kimia tertentu. Metode panambahan polimer selain pada campuran beton, bisa juga dilakukan pada saat beton sudah kering dengan tujuan untuk menutup pori-pori beton dan retak kecil (microcrac) karena pengeringan sehingga didapatkan beton yang kedap air (inpermiable) sehingga keawetan beton bisa meningkat.

f. Beton Berat (Heavyweight Concrete)

Kebalikan dari beton ringan adalah beton berat, dimana beton jenis ini memiliki berat isi yang lebih tinggi dari beton normal (2400 kg/m³) yaitu sekitar 3300 kg/m³ s/d 3800 kg/m³ . Beton berat biasanya digunakan pada bangunan-bangunan seperti untuk perlindungan biologi, instalasi nuklir, unit kesehatan dan bagunan fasilitas pengujian dan penelitian atom. Beton berat dibuat dengan menggunakan agregat berat seperti bijih besi maupun bahan alami yang berat.


(25)

g. Beton Besar (Mass Concrete)

Merupakan beton pada struktur masif dengan dengan volume yang sangat besar seperti pada bendungan, pintu air maupun balok dan pilar besar dan masif. Beton berat dibuat dengan perlakuan yang berbeda dengan beton normal mengingat timbulnya panas yang berlebihan pada campuran beton dan terjadinya perubahan volume yang juga menjadi sangat besar.

Perlakuan untuk penanganan beton berat bisa dilakukan dengan mengubah komposisi campuran seperti pengurangan semen, penambahan bahan aditif pembentuk gelembung udara dan penggunaan agregat yang memiliki kepadatan tinggi.

h. Beton Dengan Pemadatan Roller (Roller Compacted Concrete)

Pada pekerjaan-pekerjaan besar dan khusus seperti jalan berbahan beton dan bendungan, pemadatan beton harus dilakukan dengan menggunakan roller vibrator . Untuk pemadatan dengan roller, campuran beton harus cukup kering agar roller tidak teggelam tatapi tetap harus memiliki sifat basah agar distribusi bahan perekat (semen) ke seluruh permukaan agregat menjadi merata.

II.2. Bahan Campuran Beton

Bahan campuran beton memiliki peranan yang penting untuk memperoleh beton sesuai keinginan. Bahan ini harus memenuhi bebarapa syarat agar dapat digunakan dalam campuran beton. Beton terdiri dari agregat halus (pasir), agregat kasar (dalam hal ini batu apung dan kerikil), air, dan semen.


(26)

II.2.1 Semen

Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu: semen non hidrolik dan semen hidrolik.

Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non hidrolik adalah kapur. Sedangkan semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik, semen pozzolan, semen terak, semen alam, semen Portland, semen Portland pozzolan, semen Portland terak tanur tinggi, semen alumina dan semen expansif.

Semen adalah bahan yang digunakan untuk campuran agregat (pasir halus dan kasar). Fungsi utama semen sebagai bahan perekat untuk mengikat butir-butir agregat sehingga membentuk suatu massa yang padat dan mengisi rongga udara di antara butir-butir agregat sehingga banyak digunakan pada pembangunan di sektor konstruksi sipil.

Jenis semen yang digunakan dalam pembuatan beton ringan ini adalah semen Portland. Pengaruh dari semen pada kekuatan beton ringan untuk suatu perbandingan bahan-bahan ditentukan oleh kehalusan butiran-butiran dan komposisi kimianya melalui hidrasi untuk mengikat dan menyatukan agregat menjadi padat. Bahan utama pembentuk semen portland dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini :


(27)

Tabel 2.1 Bahan Baku Semen

Jenis Bahan Kadar (%)

Batu Kapur (CaO) 60-65

Pasir Silikat (SiO2) 17-25

Tanah Liat (Al2O3) 3-8

Biji Besi (Fe2O3) 0,5-6

Magnesia (MgO) 0,5-4

Sulfur (SO3) 1-2

Soda/potash (Na2O + K2O) 0,5-1

Ada beberapa jenis semen Portland jika dilihat dari beberapa segi; segi kebutuhan, penggunaan dan kekuatan. Sebagaimana dijelaskan dibawah ini :

1. Segi Kebutuhan; yaitu yang sesuai dengan kebutuhannya semen Portland terbagi: a. Semen Portland mengeras cepat (raping harderning Portland cement).

Semen jenis ini memiliki kadar C3S atau C3A tinggi yang digiling halus

sehingga derajat pengerasannya pada umur muda tinggi. b. Semen Portland tahan sulfat.

Pada waktu pembuatannya semen ini dibuat dengan kadar C3A rendah.

Sekalipun jenis semen ini disebutkan tahan sulfat, tidak berarti tahan terhadap asam sulfat. Yang dimaksud sulfat disini adalah garam sulfat yang larut. Misalnya, air laut, rawa, dan sebagainya, dimana kadar SO3 lebih dari 1%.

c. Semen Portland dengan panas rendah (low hit cement).

Semen ini memiliki kadar C3S maksimum 35% dan kadar C3A maksimum


(28)

untuk konstruksi yang tebal, dimana bahaya panas dalam inti beton massa dapat mengakibatkan kerusakan pada konstruksi.

d. Semen Portland Pozzolan.

Semen ini merupakan campuran dari semen Portland biasa dengan pozzolan 10-30%. Penggunaannya adalah untuk bangunan yang dapat gangguan garam sulfat atau panas rendah.

e. Masonry Cement.

Semen ini adalah semen Portland yang dicampur dengan bubuk batu atau batuan kapur sampai 50%. Penggunaan semen ini untuk mengaduk pasangan. f. Semen Portland Putih.

Semen Portland dimana bahan dasarnya mengandung senyawa besi rendah. Kadar Fe2O3 pada semen ini dibatasi 0,5%. Sebab senyawa besi menimbulkan

warna tua pada semen. Proses pembuatan semen ini memerlukan ketelitian tinggi dan bahan dasarnya mahal. Oleh karena itu, harga semen putih lebih mahal dari semen biasa.

g. Semen Alumunium.

Semen ini terbuat dari batu kapur dan bauksit. Dengan komposisi campuran 60-70% kapur dan 30-40% bauksit. Bahan-bahan ini digiling halus kemudian dibakar dengan suhu tinggi (1600ºC). Waktu pengikatan sekitar 1 jam, tetapi setelah 24 jam semen telah mencapai kekuatan 100% dan warna semen abu-abu muda. Adapun penggunaannya terutama untuk konstruksi bangunan yang tahan gangguan sulfat dan untuk bangunan tahan suhu tinggi.

2. Segi Penggunaan; yaitu ditinjau dari penggunaannya menurut ASTM semen Portland dapat dibedakan menjadi 5 jenis :


(29)

a. Jenis I, semen Portland jenis umum (normal Portland cement) yaitu jenis semen Portland untuk penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang tidak memerlukan sifat-sifat khusus.

b. Jenis II, semen jenis khusus dengan perubahan-perubahan (modified Portland

cement). Semen ini memiliki panas hidrasi lebih rendah dan keluarnya panas

lebih lambat daripada semen jenis I. jenis ini digunakan untuk bangunan tebal seperti pilar dengan ukuran besar. Panas hidrasi yang agak rendah dapat berakibat retak-retak pengerasan. Jenis ini dapat pula digunakan untuk bangunan drainase ditempat yang memiliki konsentrasi sulfat agak tinggi. c. Jenis III, semen Portland dengan kekuatan awal tinggi (high early strength

Portland cement). Jenis memperoleh kekuatan besar dalam waktu yang

singkat. Umumnya digunakan untuk perbaikan bangunan beton yang perlu segera digunakan.

d. Jenis IV, semen Portland dengan panas hidrasi rendah (low heat Portland

cement). Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan yang

memerlukan panas hidrasi yang rendah dan kekuatannya lambat. Jenis ini dipergunakan untuk bangunan beton massa seperti bendungan.

e. Jenis V, semen Portland tahan sulfat (sulfate resisting Portland cement). Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan pada bangunan yang terkena sulfat seperti di tanah dan di air yang tinggi kadar alkalinya. Pengerasan berjalan lebih lambat daripada semen Portland biasa.

3. Segi Kekuatan; ditinjau dari kekuatannya semen Portland dapat dibedakan menjadi 4, yaitu :


(30)

a. Semen Portland mutu S-400 yaitu semen Portland dengan kuat tekan pada umur 28 hari sebesar 400 kg/cm².

b. Semen Portland mutu S-475 yaitu semen Portland dengan kuat tekan pada umur 28 hari sebesar 475 kg/cm².

c. Semen Portland mutu S-550 yaitu semen Portland dengan kuat tekan pada umur 28 hari sebesar 550 kg/cm².

d. Semen Portland mutu S-S yaitu semen Portland dengan kuat tekan pada umur 1 hari sebesar 225 kg/cm² dan pada umur 7 hari sebesar 525 kg/cm².

II.2.2 Agregat

Agregat yang banyak digunakan pada campuran beton sifatnya yang ekonomis adalah pasir dan kerikil. Pasir dan kerikil diperoleh dari lubang-lubang galian atau dikeruk dari dasar sungai atau dasar laut. Agregat ini menempati kira-kira 70% volume beton.

Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton. Batuan yang baik dipakai sebagai agregat adalah butiran-butiran yang keras, kompak, tidak pipih dan kekal (tidak mudah berubah volumenya karena pengaruh cuaca dan keadaan sekelilingnya).

Agregat yang digunakan dalam campuran beton harus memiliki gradasi butiran yang baik, artinya harus terdiri dari butiran yang beragam besarnya, agar dapat memiliki daya ikat antara butiran dan mengurangi semen. Butiran yang kecil kan mengisi pori-pori antara butiran besar, sehingga akan diperoleh campuran yang padat dan volume pori sekecil mungkin. Pengukuran besar butir agregat didasarkan atas suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan alat yang berupa


(31)

ayakan dengan besar lubang yang telah ditetapkan. Pada tabel 2.2 dapat dilihat ukuran diameter agregat halus.

Tabel 2.2 Susunan Besar Butiran Agregat Halus

Ukuran Lubang Ayakan (mm) % Lolos Kumulatif

9.50 100

4.75 95-100

2.36 80-100

1.18 50-85

0.60 25-60

0.30 10-30

0.15 2-10

Ukuran butir agregat didefenisikan sebagai butiran yang dapat lolos pada suatu ukuran ayakan tertentu. Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya menembus ayakan 4,8 mm. agregat halus disebut juga pasir, dapat diperoleh langsung dari dasar sungai dan galian ataupun berasal dari hasil pemecahan batu. Agregat yang butirannya lebih kecil dari 1,20 mm disebut pasir halus.

Agregat kasar adalah agregat dengan butiran-butiran yang tertinggal diatas ayakan 4,80 mm s/d 40 mm. batu adalah agregat yang besar butirannya lebih dari 40mm. Secara umum agregat kasar sering disebut sebagai kerikil (ukuran butiran antara 5mm s/d 40mm), kericak dan batu pecah. Cara yang paling banyak dilakukan untuk membedakan jenis agregat adalah dengan analisa besar butirannya. Pada tabel 2.3 dapat dilihat ukuran butiran agregat kasar.


(32)

Tabel 2.3 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar

Ukuran Lubang Ayakan (mm) % Lolos Kumulatif

38.10 95-100

19.10 35-70

9.52 10-30

4,76 0-5

Didalam beton, agregat halus dan kasar mengisi sebagian volume beton, sehingga sifat-sifat dan mutu agregat sangat mempengaruhi sifat dan mutu beton. Penggunaan agregat dalam beton adalah :

a. Untuk menghemat penggunaan semen Portland b. Untuk menghasilkan kekuatan yang besar pada beton c. Untuk mengurangi susut pengerasan beton

d. Untuk mencapai susunan yang padat pada beton, dengan gradasi agregat yang baik akan didapat beton yang padat pula

e. Mengontrol sifat dapat dikerjakan (workability) adukan beton.

Gradasi yang baik pada agregat dapat menghasilkan beton yang padat, sehingga volume rongga berkurang yang dapat menghasilkan beton dengan kekuatan besar. Gradasi agregat dan ukuran butiran maksimun agregat akan memberi pengaruh terhadap :

• Luas permukaan agregat

• Jumlah air pengaduk yang digunakan • Kadar semen dalam beton


(33)

Semakin banyak bahan batuan yang digunakan dalam beton maka akan semakin hemat dalam penggunaan semen Portland sehingga harga beton dapat lebih murah. Tentu saja dalam penggunaan agregat tersebut ada batasnya, sebab pasta semen diperlukan untuk pelekatan butir-butir dalam pengisian rongga-rongga halus dalam adukan beton. Agregat tidak susut, maka susut pengerasan pada beton hanya disebabkan oleh adanya pengerasan pasta semen. Semakin banyak agregat semakin berkurang susut pengerasan beton.

II.2.2.1 Jenis Agregat

Hampir semua faktor yang berkenaan dengan kelayakan suatu agregat endapan (quarry) berhubungan dengan sejarah geologi dari daerah sekitarnya. Proses geologis yang membentuk suatu quarry atau modifikasi yang berurutan, menentukan ukuran, bentuk, lokasi, jenis, keadaan dari batuan, serta gradasi, dan sejumlah faktor lainnya.

II.2.2.1.1 Batu Apung

Batu apung adalah salah satu agregat yang berasal dari alam, biasanya berasal dari muntahan lahar panas gunung berapi, kemudian dilanjutkan proses pendinginan secara alami dan terendapkan di dalam lapisan tanah selama bertahun-tahun. Batu apung (pumice) berwarna terang, mengandung buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas, dan biasanya disebut juga sebagai batuan gelas volkanik silikat. Gambar bentuk dari agregat batu apung diperlihatkan pada gambar 2.1.


(34)

Gambar 2.1 Agregat batu apung

Batu apung memiliki struktur multi rongga sehingga memiliki densitas yang sangat kecil (< 1gr/cm3). Sifat-sifat yang dimiliki batu apung antara lain: peresapan air (water absorption) 16,67%, berat jenis 0,8 gr/cm3, hantaran suara (sound

transmission) rendah, rasio kuat tekan terhadap beban tinggi, konduktifitas panas

(thermal conductivity) rendah, dan ketahanan terhadap api sampai dengan 6 jam. Adapun kandungan atau komposisi kimia yang terdapat di dalam batu apung diperlihatkan pada tabel 2.4, terlihat bahwa komposisi dominan dari batu apung berturut-turut adalah SiO2, K2O, Na2O dan Fe2O3, sedangkan senyawa lainnya relatif

kecil. Batu apung dapat digunakan sebagai bahan utama untuk pembuatan beton ringan karena mempunyai sifat antara lain: porositas tinggi, densitas rendah, isolasi termal tinggi dan tahan terhadap goncangan seperti gempa.

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Batu Apung

Komposisi % Berat

SiO2 59,0

Al2O3 16,6

Fe2O3 4,8

CaO 1,8

Na2O 5,2

K2O 5,4

MgO 1,8


(35)

Batu apung yang merupakan agregat alamiah yang ringan serta umum penggunanya. Asalkan bebas dari debu volkanik yang halus dan bahan yang bukan vulkanik asalnya, seperti lempung, batu apung menghasilkan beton ringan yang memuaskan dengan berat jenis antara 720 kg/m3 dan 1440 kg/m3.

Batu apung yang digunakan pada penelitian ini berasal dari daerah Tuntungan dengan diameter maksimum 40 mm.

II.2.2.1.2 Pasir

Batu pasir (Bahasa Inggris: sandstone) adalah batuan endapan yang terutama terdiri dari mineral berukuran pasir atau butiran batuan. Sebagian besar batu pasir terbentuk oleh kuarsa atau feldspar karena mineral-mineral tersebut paling banyak terdapat di kulit bumi. Seperti halnya pasir, batu pasir dapat memiliki berbagai jenis warna, dengan warna umum adalah coklat muda, coklat, kuning, merah, abu-abu dan putih. Karena lapisan batu pasir sering kali membentuk karang atau bentukan topografis tinggi lainnya, warna tertentu batu pasir dapat dapat diidentikkan dengan daerah tertentu. Sebagai contoh, sebagian besar wilayah di bagian barat Amerika Serikat dikenal dengan batu pasir warna merahnya.

Batu pasir tahan terhadap cuaca tapi mudah untuk dibentuk. Hal ini membuat jenis batuan ini merupakan bahan umum untuk bangunan dan jalan. Karena kekerasan dan kesamaan ukuran butirannya, batu pasir menjadi bahan yang sangat baik untuk dibuat menjadi batu asah (grindstone) yang digunakan untuk menajamkan pisau dan berbagai kegunaan lainnya.

Pasir yang digunakan dalam sampel ini adalah pasir sungai yang ukuran butirannya sangat halus dan lolos ayakan 100 mesh. Butiran pasir yang halus ditambah semen akan mengisi rongga butiran yang halus sehingga diperoleh hasil


(36)

yang baik. Tetapi jika butiran pasir kasar, hasilnya akan kurang memuaskan karena rongga antara butiran cukup lebar sehingga tegangan tidak dapat menyebar secara merata.

Agregat halus yang digunakan pada penelitian ini adalah pasir sungai yang berasal dari daerah Tuntungan.

II.2.2.1.3 Kerikil

Kerikil berasal dari disintegrasi alami dari batuan alam atau berupa batu pecah yang dihasilkan oleh alat pemecah batu (stone crusher), dan mempunyai ukuran butir antara 4,8mm – 40mm. Agregat kasar yang digunakan pada penelitian ini adalah batu pecah yang berasal dari Tuntungan dengan ukuran maksimum 40 mm.

II.2.3 Air

Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang dihasilkan.

Air digunakan untuk membuat adukan menjadi bubur kental dan juga sebagai bahan untuk menimbulkan reaksi pada bahan lain untuk dapat mengeras. Oleh karena itu, air sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pengerjaan bahan. Tanpa air, konstruksi bahan tidak akan terlaksana dengan baik dan sempurna.


(37)

Nilai banding berat air dan semen untuk suatu adukan beton dinamakan

water cement ratio (w.c.r). Agar terjadi proses hidrasi yang sempurna dalam adukan

beton, pada umumnya dipakai nilai w.c.r 0,40-0,65 tergantung mutu beton yang hendak dicapai, umumnya memakai nilai w.c.r yang rendah, sedangkan dilain pihak untuk menambah daya workability diperlukan nilai w.c.r yang lebih tinggi.

Kekuatan dan mutu beton umumnya sangat dipengaruhi oleh air yang digunakan. Air yang digunakan harus disesuaikan pada batas yang memungkinkan untuk pelaksanaan pekerjaan campuran beton dengan baik. Jumlah air yang digunakan pada campuran beton dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :

1. Air bebas, yaitu air yang diperlukan untuk hidrasi semen. 2. Air resapan agregat.

II.3 Kuat Tekan Beton

Beton yang baik adalah beton yang memiliki kuat tekan yang tinggi, sebab beton yang tidak cukup kekuatannya menurut kebutuhan menjadi tidak berguna. Secara umum kekuatan beton dipengaruhi oleh dua hal yaitu faktor air semen dan kepadatan beton dengan faktor air semen yang cukup untuk proses hidrasi semen dan dapat dipadatkan dengan sempurna akan memiliki kekuatan optimal. Hanya saja untuk memperoleh kuat tekan yang lebih tinggi memerlukan banyak hal yang harus dipertimbangkan.

Dalam pembuatan beton, peranan air sangat penting. Selama pengerasan beton masih tergantung kepada semen, maka faktor air semen sangat menentukan. Jika air semen kurang maka pengerasan semen akan kurang sempurna, mengakibatkan timbulnya pori-pori pada beton. Demikian juga sebaliknya jika air


(38)

semen terlalu banyak akan timbul bleeding. Jadi untuk memperoleh beton yang kuat, campuran beton harus padat sesudah mongering.

Untuk mencapai kekuatan beton yang sempurna, ada beberapa hal yang mempengaruhi antara lain :

• Keadaan selama terjadinya pengerasan

• Selama semen mengeras, harus selalu cukup air untuk proses pengerasan agar gel tidak mongering sebelum proses pengeringan selesai, sehingga diperoleh beton yang padat dan tidak berpori.

• Karena pengerasan semen memerlukan waktu, maka beton di uji jika telah mencapai umur 21 hari untuk mendapatkan kuat tekan optimal.

Disamping hal tersebut diatas, kuat tekan beton juga ditentukan oleh perbandingan semen, agregat halus, agregat kasar (kerikil dan batu apung), dan air. Dengan mempertimbangkan beberapa hal yaitu: sifat semen, sifat agregat, ukuran maksimum agregat dan kehalusan.

Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :

………..(1)

Dimana : fc’= kekuatan tekan (kg/cm²) P = beban tekan (kg)


(39)

Standar deviasi dihitung berdasarkan rumus :

………..(2)

Dimana : s = standar deviasi (kg/cm²)

σ’b = kekuatan masing-masing benda uji (kg/cm²) σ’bm = kekuatan beton rata-rata (kg/cm²)

N = jumlah total benda uji hasil pemeriksaan

Berdasarkan PBI ’71 Bagian 3, Bab 4 Pekerjaan Beton bahwa kekuatan tekan beton pada berbagai umur benda uji adalah seperti tabel berikut :

Tabel 2.5 Perbandingan Kekuatan pada Berbagai Benda Uji

Benda Uji Perbandingan Kekuatan Tekan

Kubus 15x15x15 cm 1,00

Kubus 20x20x20 cm 0,95

Silinder 15x30 cm 0,83

Untuk estimasi kekuatan tekan masing-masing benda uji terhadap beton yang berumur 28 hari, dapat diambil dari PBI ’71, seperti tabel berikut ini :

Tabel 2.6 Faktor Konversi Untuk Kuat Tekan Beton 28 hari

Umur Beton (hari) 3 7 14 21 28 90 365

Semen Portland Biasa 0,40 0,65 0,88 0,95 1,00 1,20 1,35 Semen Portland dengan

Kekuatan awal Tinggi


(40)

II.3.1 Ukuran dan Bentuk Agregat

Semakin kecil area permukaan agregat, maka semakin kecil pula kebutuhan air untuk campuran beton. Dengan semakin kecilnya faktor air semen, maka kekuatan beton semakin meningkat. Penggunaan agregat dengan ukuran butir maksimum yang lebih besar, dapat menurunkan kekuatan beton.

II.3.2 Faktor Air Semen

Secara umum, semakin besar nilai f.a.s, semakin rendah mutu kekuatan beton. Dengan demikian, untuk menghasilkan sebuah beton yang bermutu tinggi, f.a.s dalam beton haruslah rendah, sayangnya hal ini menyebabkan kesulitan dalam pengerjaannya. Umumnya nilai f.a.s minimum untuk beton normal sekitar 0,4 dan nilai maksimumnya 0,65. Tujuan pengurangan f.a.s ini adalah untuk mengurangi hingga seminimal mungkin porositas beton yang dibuat sehingga akan dihasilkan beton mutu tinggi.

Kekuatan tekan beton dapat diperhitungkan dengan penggunaan faktor air semen. Kekuatan tekan beton menurun jika perbandingan jumlah berat pemakaian air terhadap berat semen ditingkatkan.

II.3.3 Umur Beton

Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Biasanya nilai kuat tekan ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari. Kekuatan beton akan naik secara cepat (linier) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikannya tidak terlalu signifikan. Umumnya pada umur 7 hari kuat tekan


(41)

mencapai 70% dan pada umur 14 hari mencapai 85%-90% dari kuat tekan umur 28 hari.

II.3.4 Jumlah Semen

Jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan jumlah kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi. Pada jumlah semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit sehingga adukan beton sulit dipadatkan yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Namun jika jumlah semen yang terlalu berlebihan berarti jumlah air juga berlebihan sehingga beton mengandung banyak pori yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Jika nilai slump sama (fas rendah), beton dengan semen lebih banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi.

II.3.5 Perawatan Beton (curing)

Kekuatan tekan beton bertambah seiring dengan umur beton dan perawatan beton. Peningkatan suhu air baik untuk perawatan beton ataupun pencampuran beton dapat meningkatkan kekuatan beton lebih cepat. Penggunaan curing dengan system uap dapat meningkatkan kekuatan beton lebih cepat dibandingkan dengan system perawatan beton dengan metode perendaman.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Umum

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Secara umum urutan tahap penelitian meliputi :

a. Penyediaan bahan penyusun beton b. Pemeriksaan bahan

c. Perencanaan campuran beton d. Pembuatan benda uji

e. Pemeriksaan nilai slump

f. Pengujiaan kuat tekan beton umur 7 hari, 14 hari, dan 21 hari

III.2. Urutan Tahapan Penelitian

III.2.1 Penyediaan Bahan Penyusun Beton dan alat- alat yang digunakan

Bahan – bahan penyusun beton dalam penelitian ini adalah: 1. Agregat Halus; berasal dari Tuntungan,

2. Agregat Kasar; berasal dari Tuntungan, 3. Batu Apung; berasal dari Tuntungan,

4. Semen; menggunakan semen Portland tipe I merek Semen Padang dalam kemasan 50 kg,

5. Air; berasal dari saluran air bersih pada Laboratorium Bahan rekayasa Departemen Teknik Sipil, USU.


(43)

Peralatan yang digunakan berasal dari Laboratorium Bahan rekayasa Departemen Teknik Sipil, USU. Peralatan yang digunakan meliputi alat untuk persiapan bahan, pembuatan benda uji dan alat untuk pengujian. Alat-alat yang digunakan antara lain :

1. Timbangan; digunakan untuk menimbang berat bahan campuran beton dan berat benda uji.

2. Ayakan; digunakan untuk menganalisa gradasi agregat dan batu apung.

3. Mesin Sieve Shaker; mesin ini digunakan untuk mengayak agregat yang sudah dimasukkan dalam suatu susunan saringan uji. Susunan saringan diletakkan di atas mesin sieve shaker dan diklem. Mesin akan mengayak secara mekanik dan waktu pengayakan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.

4. Kerucut Abrams; digunakan untuk mengukur nilai slump pada adukan beton segar. Kerucut Abrams terbuka pada kedua ujungnya dengan diameter 10 cm pada bagian atas, 20 cm pada bagian bawah dan tinggi 30 cm. Pada pengujian nilai slump ini, beton dipadatkan dengan alat penumbuk yang berdiameter 1,6 cm dan panjang 60 cm.

5. Mesin uji Los Angeles; mesin uji ini digunakan untuk menguji ketahanan aus dari agregat kasar.

6. Bejana Rudelof; digunakan untuk menguji kekerasan dari agregat kasar. 7. Oven; digunakan untuk mengeringkan agregat kasar, agregat halus, dan batu

apung.

8. Alat pengaduk beton (concrete mixer); digunakan untuk mencampur bahan beton.


(44)

9. Cetakan beton silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm.

10.Alat uji tekan (compressor machine); untuk mengetahui beban kerja maksimum beton, sehingga diketahui kekuatan benda uji.

11.Bak perendam; bak yang berisi air yang digunakan untuk merendam benda uji pada masa perawatan sebelum benda diuji.

12.Vibrator; untuk memadatkan adukan beton pada saat adukan beton baru dituang kedalam cetakan.

III.2.2 Persiapan dan Pemeriksaan Bahan

1. Agregat Halus (pasir)

Agregat halus yang digunakan sebagai bahan pengisi beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

a. Analisa ayakan (ASTM C 139-a) bertujuan untuk mengetahui gradasi butiran pasir dan menentukan finenes modulus pasir. Pemeriksaan gradasi pasir dilakukan dengan mengayak contoh pasir pada satu set ayakan. Dari hasil ayakan ditimbang berat sampel yang tertinggal pada masing-masing ayakan. Derajat kehalusan agregat ditentukan oleh modulus kehalusan (finenes modulus). Nilai FM dapat dicari dengan rumus :

batasan-batasan fineness modulus : • Pasir halus : 2,2 < FM ≤ 2,6 • Pasir sedang : 2,6 < FM ≤ 2,9


(45)

b. Berat jenis dan penyerapan pasir (ASTM C 128-93). Berat jenis pasir adalah perbandingan antara berat pasir dengan perubahan volume akibat adanya pasir. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorsi) pasir.

c. Berat isi pasir (ASTM C 29M-21a), bertujuan untuk menentukan berat isi pasir dalam keadaan padat dan longgar.

d. Colorimetric test (ASTM C 40-92) bertujuan untuk memeriksa kadar bahan organik yang terkandung didalam pasir. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan merugikan beton, atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna gelap dari standar percobaaan Abrams-Harder.

e. Clay lump (ASTM C 117-95) untuk memeriksa kandungan lumpur pasir. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 5% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melampaui 5% maka agregat halus harus dicuci.

f. Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat :

• Jika dipakai Natrium-Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10% • Jika dipakai Magnesium-Sulfat, bagian yang hancur maksimum

15%

Agregat halus (pasir) yang dipakai dalam penelitian ini berasal dari daerah Tuntungan, Medan.


(46)

Tabel 3.1 Susunan Butiran Agregat Halus (ASTM, 1991) Ukuran Lubang Ayakan (mm) % Lolos Kumulatif

9.50 100

4.75 95-100

2.36 80-100

1.18 50-85

0.60 25-60

0.30 10-30

0.15 2-10

2. Agregat Kasar (kerikil dan batu apung)

Agregat kasar yang digunakan untuk beton merupakan hasil disintegrasi dari batuan-batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dari alat pemecah batu, dengan syarat ukuran butirannya lolos ayakan 38,1 mm dan tertahan diayakan 4,76 mm.

a. Analisa ayakan (ASTM C 136-95a) untuk mengetahui gradasi atau distribusi butiran kerikil. Analisa ini dilakukan dengan menggunakan satu set ayakan yang dimasukkan kedalam mesin sieve shaker.

b. Berat Jenis dan penyerapan kerikil (ASTM C 127-88, 1993), untuk menentukan berat jenis kering, berat jenis semu dan berat jenis ssd kerikil serta menentukan peresapan (absorsi) kerikil.

c. Los Angeles Test (ASTM C 131-89) untuk mengetahui daya tahan agregat kasar (kerikil) terhadap pengausan. Percobaan ini dilakukan


(47)

dengan menggunakan mesin Los Angeles. Untuk batu apung, tidak dilakukan percobaan ini.

d. Rudolof Test, untuk mengetahui kuat tahan tekan dari agregat kasar. Jika kerikil yang digunakan dalam adukan beton memiliki daya tahan terhadap tekan yang tinggi maka beton yang dihasilkan akan memiliki kuat tekan yang baik.

e. Clay lump test (ASTM C 142-78, 1990), untuk menentukan persentase kadar liat pada kerikil, sehingga kerikil yang digunakan tidak mengandung unsur-unsur yang dapat mengurangi daya lekat kerikil dan semen dalam adukan beton.

Tabel 3.2 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991) Ukuran Lubang Ayakan (mm) % Lolos Kumulatif

38.10 95-100

19.10 35-70

9.52 10-30

4,76 0-5

Agregat kasar (kerikil dan batu apung) yang dipakai pada penelitian ini berasal dari daerah Tuntungan, Medan.

3. Semen

Tidak dilakukan pengujian yang mendetail terhadap semen, hanya dilakukan pemeriksaan secara fisik saja apakah semen tersebut sudah beku atau masih layak untuk digunakan. Semen yang digunakan pada penelitian ini adalah SEMEN PADANG tipe 1 dalam kemasan 1 zak 50 kg.


(48)

Semen mempunyai sifat-sifat yang sangat mempengaruhi beton, yaitu : a. Kehalusan (finess)

Kehalusan semem mempengaruhi waktu pengerasan pasta semen. Makin halus butiran semen makin baik kualitas semen, karena lebih luas permukaan yang dapat dihidrasi sehingga lebih banyak gel semen yang terbentuk pada umur muda, maka kekuatan awal yang dicapai akan lebih tinggi.

b. Waktu Pengikatan Semen

Waktu pengikatan semen penting untuk diperhatikan karena selama pengikatan ini terjadi reaksi kimia antara semen dan air supaya proses tersebut berlangsung dengan sempurna dan juga pengikatan yang tidak terlalu cepat memberikan kesempatan untuk mengerjakan adukan beton. Batas waktu pengikatan semen terdiri atas waktu ikat awal dan waktu ikat akhir, sebagai berikut :

• Waktu ikat awal > 60 menit • Waktu ikat akhir < 480 menit

Panas hidarasi, panas hidrasi adalah panas yang dikeluarkan oleh adukan semen yang dapat menyebabkan keretakan pada beton.

c. Pengembangan Volume (le chathelier)

Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari beton, oleh karena itu pengembangan beton dibatasi besarnya ± 0,8%. Pengembangan semen ini disebabkan karena adanya CaO yang bebas, yaitu CaO yang tidak sempat bereaksi dengan oksida-oksida lain. Adanya CaO ini yang bereaksi dengan air akan membentuk Ca(OH)2 pada saat kristalisasi


(49)

volumenya akan membesar. Akibat perbesaran volume tersebut akan mendesak ruang antar partikel dan akan timbul retak pada beton.

4. Air

Kekuatan dan mutu beton umumnya sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang dipergunakan. Air yang dipergunakan harus disesuaikan dalam batas yang memungkinkan untuk pelaksanaan pekerjaan campuran beton dengan baik.jumlah air yang digunakan pada campuran beton dapat dibagi dua kategori, yaitu :

• Air bebas, yaitu air yang digunakan untuk keperluan hidrasi semen. • Air serapan agregat.

Air yang dipergunakan untuk campuran beton harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, bahan padat, sulfat, klorida dan bahan lainnya yang dapat merusak beton dan baja tulangan, sebaiknya digunakan air yang dapat diminum.

b. Air keruh sebelum digunakan harus diendapkan selama minimal 24 jam atau jika dapat disaring terlebih dahulu.

c. Harus memenuhi batas-batas yang diizinkan.

Air yang digunakan pada penelitian ini diperiksa secara fisik saja karena air yang dipakai berasal dari saluran air bersih pada Laboratorium Bahan Rekayasa, dan tidak mengandung zat-zat yang membahayakan bagi campuran beton.


(50)

III.2.3 Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton

Pemeriksaan karakteristik bahan penyusun beton adalah :

III.2.3.1 Agregat Halus

Agregat halus (pasir) yang dipakai dalam campuran beton diperoleh dari daerah Tuntungan, Medan. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap agregat halus meliputi :

• Analisa ayakan pasir

• Pencucian pasir lewat ayakan no.200 (pemeriksaan kadar lumpur) • Pemeriksaan kandungan organic (colorimetric test)

• Pemeriksaan kadar lumpur pasir • Pemeriksaan berat isi pasir

• Pemeriksaan berat jenis dan absorbs pasir

a. Tujuan analisa ayakan pasir adalah:

Analisa Ayakan Pasir

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus kehalusan pasir (FM)

b. Pedoman :

Agregat halus dibagi dalam beberapa kelas berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), yaitu :

• Pasir halus : 2,20 < FM < 2,60 • Pasir sedang : 2,60 < FM < 2,90 •


(51)

c. Dari hasil pemeriksaan ayakan pasir tersebut :

Didapat nilai FM = 2,35. Termasuk dalam pasir sedang dan layak digunakan dalam percobaan.

a. Tujuan percobaan adalah :

Pencucian pasir lewat ayakan no.200

Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir. b. Pedoman :

Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan melebihi 5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka pasir harus dicuci.

c. Dari hasil pemeriksaan ini didapat kandungan lumpur dalam pasir = 2,3%. Berdasarkan hasil pemeriksaan, pasir tersebut layak digunakan dalam percobaan ini.

a. Tujuan percobaan ini adalah :

Pemeriksaan Kandungan Organik

Untuk memeriksa kadar bahan organic yang terkandung di dalam pasir b. Pedoman :

Standar warna no.3 adalah batas yang menentukan apakah kadar bahan organic pada pasir lebih kurang dari yang disyaratkan.

c. Dari hasil pemeriksaan didapat :

Kandungan organic pada pasir pada nomor 3, maka pasir tersebut layak digunakan dalam percobaan.


(52)

a. Tujuan pemeriksaan berat isi pasir adalah :

Pemeriksaan Berat Isi Pasir

Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat dan longgar.

b. Pedoman :

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi pasir dengan cara merojok lebih besar daripada berat isi pasir dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa pasir akan lebih padat bila dirojok dari pada disiram. Dengan mengetahui berat isi pasir maka kita dapat mengetahui berat pasir dengan hanya mengetahui volumenya saja.

c. Dari hasil pemeriksaan didapat :

Berat isi pasir cara merojok = 1553,49 kg/m³ Berat isi pasir cara menyiram = 1467,76 kg/m³

a. Tujuan pemeriksaan ini adalah ;

Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Pasir

Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbs) pasir.

b. Pedoman :

Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat pasir dalam keadaan SSD dengan volume pasir dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (saturated

surface dry) dimana permukaan pasir jenuh dengan uap air sedangkan

dalamnya kering, keadaan pasir kering dimana pori-pori pasir berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana pasir basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau


(53)

penyerapan air adalah persentase dari berat pasir yang hilang terhadap berat pasir kering dimana absorbs terjadi dari keadaan SSD kering.

Hasil pengujian harus memenuhi :

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu c. Hasil pemeriksaan didapat :

Berat jenis kering = 2,39 gr/cm² Berat jenis SSD = 2,44 gr/cm² Berat jenis semu = 2,51 gr/cm² Absorbs pasir = 2,04 %

Berdasarkan hasil pemeriksaan pasir tersebut layak digunakan dalam percobaan ini.

III.2.3.2 Agregat Kasar

Agregat kasar (batu pecah dan batu apung) yang dipakai dalam campuran beton diperoleh dari daerah Tuntungan, Medan. Pemeriksaan yang dilakukan pada agregat kasar meliputi :

a. Untuk batu pecah

• Analisa ayakan batu pecah

• Pemeriksaan keausan menggunakan mesin pengaus Los Angeles • Pemeriksaan berat isi batu pecah

• Pemeriksaan kadar lumpur kerikil

• Pemeriksaan berat jenis dan absorbs batu pecah b. Untuk batu apung


(54)

• Pemeriksaan berat isi batu apung • Pemeriksaan kadar lumpur kerikil

• Pemeriksaan berat jenis dan absorbs batu apung

III.2.3.2.1 Batu Pecah

a. Tujuan pemeriksaan ini adalah :

Analisa ayakan

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus kehalusan batu pecah (FM)

b. Pedoman :

1.

2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan modulus kehalusan (FM) antara 5,5 sampai 7,5

c. Dari hasil pemeriksaan ayakan tersebut :

Didapat nilai FM : 6,90 < 7,5. Maka batu pecah tersebut layak digunakan dalam percobaan.

a. Tujuan pemeriksaan ini adalah

Pemeriksaan Keausan dengan Mesin Los Angeles

Untuk memeriksa ketahanan aus agregat kasar. b. Pedoman :

1.

2. Pada pengujian keausan dengan mesin Los Angeles, persentase keausan tidak boleh lebih dari 50%


(55)

Persentase keausan : 28,26% < 50%, dari segi tingkat keausan maka agregat kasar tersebut layak digunakan dalam percobaan.

a. Tujuan pemeriksaan berat isi batu pecah adalah :

Pemeriksaan Berat Isi Batu Pecah

Untuk menentukan berat isi (unit weight) agregat kasar dalam keadaan padat dan longgar.

b. Pedoman :

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi batu pecah dengan cara merojok lebih besar daripada berat isi batu pecah dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa batu pecah akan lebih padat bila dirojok dari pada disiram. c. Dari hasil pemeriksaan didapat :

Berat isi pasir cara merojok = 1816,98 kg/m³ Berat isi pasir cara menyiram = 1692,45 kg/m³

Dengan mengetahui berat isi batu pecah maka kita dapat mengetahui berat batu pecah dengan hanya mengetahui volumenya saja.

a. Tujuan pemeriksaan ini adalah ;

Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Batu Pecah

Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi) batu pecah.

b. Pedoman :

Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat batu pecah dalam keadaan SSD dengan volume batu pecah dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (saturated surface dry) dimana permukaan batu pecah jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering, keadaan batu pecah kering dimana pori-pori


(56)

batu pecah berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana batu pecah basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat batu pecah yang hilang terhadap berat batu pecah kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD kering.

Hasil pengujian harus memenuhi :

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu c. Hasil pemeriksaan didapat :

Berat jenis kering = 2,64 gr/cm² Berat jenis SSD = 2,68 gr/cm² Berat jenis semu = 2,75 gr/cm² Absorbs pasir = 1,54 %

Berdasarkan hasil pemeriksaan batu pecah tersebut layak digunakan dalam percobaan ini.

III.2.3.2.2 Batu Apung

a. Tujuan pemeriksaan ini adalah :

Analisa ayakan

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus kehalusan batu apung (FM)

b. Pedoman :

1.

2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan modulus kehalusan (FM) antara 5,5 sampai 7,5


(57)

c. Dari hasil pemeriksaan ayakan tersebut :

Didapat nilai FM : 6,95 < 7,5. Maka batu apung tersebut layak digunakan dalam percobaan.

a. Tujuan pemeriksaan berat isi batu apung adalah :

Pemeriksaan Berat Isi Batu Apung

Untuk menentukan berat isi (unit weight) agregat kasar dalam keadaan padat dan longgar.

b. Pedoman :

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi batu apung dengan cara merojok lebih besar daripada berat isi batu apung dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa batu apung akan lebih padat bila dirojok dari pada disiram. c. Dari hasil pemeriksaan didapat :

Berat isi pasir cara merojok = 871,70 kg/m³ Berat isi pasir cara menyiram = 730,19 kg/m³

Dengan mengetahui berat isi batu apung maka kita dapat mengetahui berat batu apung dengan hanya mengetahui volumenya saja.

a. Tujuan pemeriksaan ini adalah ;

Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Batu Apung

Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi) batu apung.

b. Pedoman :

Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat batu apung dalam keadaan SSD dengan volume batu apung dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (saturated surface dry) dimana permukaan batu apung jenuh dengan uap air


(58)

sedangkan dalamnya kering, keadaan batu apung kering dimana pori-pori batu apung berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana batu apung basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat batu apung yang hilang terhadap berat batu apung kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD kering.

Hasil pengujian harus memenuhi :

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu c. Hasil pemeriksaan didapat :

Berat jenis kering = 1,17 gr/cm² Berat jenis SSD = 1,64 gr/cm² Berat jenis semu = 2,22 gr/cm² Absorbs pasir = 40,29 %


(59)

III.2.3.3 Semen

Pemeriksaan pada semen dilakukan untuk mengetahui karakteristik semen.

a. Tujuan pemeriksaan kehalusan semen adalah

Kehalusan Semen

Untuk mengetahui kadar kehalusan semen. b. Pedoman :

• Lolos ayakan no.100 (0,30 mm) : 100% • Lolos ayakan no.200 (0,15 mm) : ≥ 90% c. Hasil pemeriksaan :

• Lolos ayakan no.100 (0,30 mm) : 100% • Lolos ayakan no.200 (0,15 mm) : 95%

Dari hasil pemeriksaan semen tersebut layak digunakan dalam percobaan.

III.2.4 Perencanaan Campuran Beton ( Mix Design )

Perencanaan campuran beton dimaksudkan untuk mengetahui komposisi atau proporsi bahan-bahan penyusun beton. Proporsi bahan-bahan penyusun beton ini ditentukan melalui sebuah perancangan beton (mix design). Hal ini dilakukan agar proporsi campuran dapat memenuhi syarat teknis secara ekonomis. Dalam menentukan proporsi campuran pada penelitian ini digunakan metode Departemen Pekerjaan Umum yang berdasarkan SK SNI T-15-1990-03.

Kriteria dasar perancangan beton dengan menggunakan metode Departemen Pekerjaan Umum ini adalah kekuatan tekan dan hubungan dengan faktor air semen. Perencanaan campuran beton (mix design) dan hasil pemeriksaan agregat dapat dilihat pada lampiran.


(60)

III.2.5 Pembuatan Benda Uji Silinder

Langkah-langkah dalam pembuatan benda uji adalah :

1. Dilakukan pemeriksaan terhadap bahan campuran yaitu :pasir, kerikil, batu apung, semen dan air. Masing-masing bahan harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

2. Pasir, kerikil, batu apung dalam keadaan jenuh kering muka atau disebut juga dengan SSD (Saturated Surface Dry). Kemudian bersama dengan semen dan air ditimbang sesuai dengan komposisi campuran dan kapasitas concrete mixer.

3. Siapkan cetakan beton berbentuk silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Olesi cetakan dengan vaselin.

4. Bahan-bahan yang telah ditimbang dimasukkan kedalam concrete mixer (sebelumnya concrete mixer telah dibasahi dengan air, agar air yang digunakan tidak terserap oleh concrete mixer). Kemudian air dimasukkan sedikit demi sedikit.

5. Lakukan pengadukan sampai diperoleh adukan yang homogendan tercampur rata. Kemudian matikan concrete mixer.

6. Adukan beton segar diambil untuk uji slump. Pemeriksaan nilai slump dilakukan dengan memakai kerucut Abrams, hal ini dilakukan ntuk mengetahui tingkat kelecekan (consistency) adukan beton. Pada saat pengisian adukan kedalam kerucut Abrams, adukan tidak diisi sekaligus, namun diisi setinggi sepertiga kerucut Abrams dan dirojok sebanyak 25 kali dengan besi perojok. Begitu seterusnya sampai adukan memenuhi kerucut


(61)

Abrams. Kemudian kerucut Abrams diangkat dan diukur tinggi nilai slump yang diperoleh. Sisa adukan dimasukkan kedalam cetakan silinder.

7. Penuangan adukan kedalam cetakan tidak sekaligus. Dilakukan tiga kali pengisian, masing-masing sepertiga dari volume cetakan. Setiap lapis dipadatkan terlebih dahulu dengan vibrator, baru dilanjutkan penuangan lapisan berikutnya sampai cetakan penuh.

8. Setelah 24 jam berada dalam cetakan, benda uji dikeluarkan dari cetakan kemudian dimasukkan kedalam bak perendam.

9. Sehari sebelum pengujian kuat tekan, benda uji dikeluarkan dari bak peremdam dan dikeringkan.

10.Dilakukan pengujian kuat tekan dengan menggunakan mesin kompres. Pengujian dilakukan pada umur 7 hari, 14 hari dan 21 hari.

III.2.6 Pemeriksaan Nilai Slump

Pemeriksaan nilai slump dilakukan setelah adukan yang sudah tercampur merata, dituangkan ke atas sebuah pan besar yang tidak menyerap air, dan kemudian adukan diukur kekentalannya dengan menggunakan metode slump test dari kerucut

Abrams-Harder.

III.2.7 Pengujian Kuat Tekan Beton umur 7, 14 dan 21 hari

Pengujian dilakukan pada umur silinder beton 7, 14 dan 21 hari untuk beton ringan dan beton normal masing-masing sebanyak 3 buah. Sehari sebelum pengujian sesuai umur rencana, silinder beton dikeluarkan dari bak perendaman. Pengujian kuat


(62)

tekan beton dilakukan dengan menggunakan mesin kompres manual berkapasitas 200 ton.

Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :

Dimana : fc’ = kekuatan tekan (kg/cm²) P = beban tekan (kg)

A = luas permukaan benda uji (cm²)

III.2.8 Perhitungan Berat Jenis Beton

Sebelum dilakukan pengujian kuat tekan silinder beton untuk umur 7, 14 dan 21 hari, terlebih dahulu silinder beton di timbang beratnya. Setelah diketahui berat dari silinder beton, maka dapat dihitung berat jenisnya dengan rumus :

Dimana : ρ = berat jenis benda uji (kg/m³)

W = berat benda uji (kg) V = volume benda uji (m³)

III.2.9 Analisa dan Kesimpulan

Setelah tahap-tahap diatas telah dilakukan maka selanjutnya dilakukan analisa, perhitungan kuat tekan dan berat jenis beton.


(63)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Nilai Slump

Nilai slump selalu dihubungkan dengan kemudahan pengerjaan beton (workabilitas), hal ini dipengaruhi beberapa faktor antara lain :

• Gradasi dan bentuk permukaan agregat • Faktor air semen

• Volume udara pada adukan beton • Karakteristik semen

• Bahan tambahan

Hasil pengujian nilai slump yang dilakukan pada beton normal dan beton ringan dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Nilai Slump

Jenis Beton Nilai Slump (cm)

Persen Perubahan Nilai Slump (%)

Beton Normal 22,7 -

Beton Ringan 17,4 2,33

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai slump antara beton ringan dengan beton normal, hal ini sesuai dengan sifat dari batu apung yaitu menyerap air.


(64)

Penurunan nilai slump antara beton ringan dengan beton normal dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Penurunan Nilai slump antara beton normal dengan beton ringan

IV.2 Berat Jenis Beton

Penimbangan berat beton dilakukan pada umur 7, 14, dan 21 hari yang dimaksudkan untuk mengetahui berat jenis dari beton ringan dan beton normal yang telah dibuat.

IV.2.1 Berat Jenis Beton Ringan

Dari hasil penimbangan berat benda uji silinder untuk beton ringan pada umur 7, 14, 21 hari dapat dilihat pada tabel 4.2

22,7

17,4

0 5 10 15 20 25

Beton Normal Beton Ringan

N

il

a

i S

lu

m

p

(

cm

)

Jenis Beton

Nilai Slump (cm)


(65)

Tabel 4.2 Berat Benda Uji Silinder Untuk Beton Ringan Umur

Beton

Berat Beton (kg)

Rata-rata Sampel I Sampel II Sampel III

7 9,4 9,6 9,7 9,6

14 9,8 9,9 9,8 9,8

21 10,1 10 10 10

Untuk menghitung berat jenis dari benda uji dapat menggunakan rumus :

Dimana : ρ = Berat Jenis Beton (kg/m3

) W = Berat Beton (kg)

V = Volume Beton (m3) Perhitungan Berat Jenis Beton Ringan

• Umur 7 hari a. Sampel I

Volume untuk benda uji silinder (15cm X 30cm) adalah :


(66)

Jadi, berat jenis untuk sampel I adalah :

b. Sampel II

Volume untuk benda uji silinder (15cm X 30cm) adalah :

Jadi, berat jenis untuk sampel II adalah :

c. Sampel III

Volume untuk benda uji silinder (15cm X 30cm) adalah :


(67)

Jadi, berat jenis untuk sampel III adalah :

Untuk umur 14 dan 21 hari dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini :

Tabel 4.3 Berat Jenis Untuk Beton Ringan

Umur Beton

Berat Jenis Beton (kg/m3)

Rata-rata Sampel I Sampel II Sampel III

7 1.773,58 1.811,32 1.830,18 1805,027

14 1.849,06 1.867,92 1.849,06 1855,347


(68)

IV.2.2 Berat Jenis Untuk Beton Normal

Dari hasil penimbangan berat benda uji silinder untuk beton normal pada umur 7, 14,21 hari dapat dilihat pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Berat Benda Uji Silinder Untuk Beton Normal Umur

Beton

Berat Beton (kg)

Rata-rata Sampel I Sampel II Sampel III

7 12,6 12,8 12,6 12,7

14 12,5 12,6 12,6 12,6

21 12,6 12,7 12,6 12,6

Untuk menghitung berat jenis dari benda uji dapat menggunakan rumus :

Dimana : ρ = Berat Jenis Beton (kg/m3

) W = Berat Beton (kg)

V = Volume Beton (m3) Perhitungan Berat Jenis Beton Ringan

• Umur 7 hari d. Sampel I

Volume untuk benda uji silinder (15cm X 30cm) adalah :


(69)

Jadi, berat jenis untuk sampel I adalah :

e. Sampel II

Volume untuk benda uji silinder (15cm X 30cm) adalah :


(70)

f. Sampel III

Volume untuk benda uji silinder (15cm X 30cm) adalah :

Jadi, berat jenis untuk sampel III adalah :

Untuk umur 14 dan 21 hari dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini :

Tabel 4.5 Berat Jenis Untuk Beton Normal

Umur Beton

Berat Jenis Beton (kg/m3)

Rata-rata Sampel I Sampel II Sampel III

7 2.377,35 2.415,09 2.377,35

2389,93 14 2.358,49 2.377,35 2.377,35

2371,063 21 2.377,35 2.396,23 2.377,35


(71)

Tabel 4.6 Berat Jenis Beton Ringan dan Beton Normal

Jenis Beton Benda Uji Umur (Hari)

Berat Jenis

(Kg/m3) Rata – Rata

Beton Ringan

I

7

1.773,58

1805,027

II 1.811,32

III 1.830,18

Beton Normal

I

7

2.377,35

2389,93

II 2.415,09

III 2.377,35

Beton Ringan

I

14

1.849,06

1855,347

II 1.867,92

III 1.849,06

Beton Normal

I

14

2.358,49

2371,063

II 2.377,35

III 2.377,35

Beton Ringan

I

21

1.905,66

1893,08

II 1.886,79

III 1.886,79

Beton Normal

I

21

2.377,35

2383,643

II 2.396,23


(72)

Gambar 4.2 Grafik berat jenis beton ringan dan beton normal.

IV.3 Kuat Tekan Silinder Beton

Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 7, 14, dan 21 hari yang dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran perkembangan kekuatan tekan beton pada beton ringan dan beton normal. Hasil pengujian kuat tekan silinder beton dapat dilihat pada tabel 4.7.

1805,027 1855,347 1893,08 2389,93 2371,063 2383,643

0 500 1000 1500 2000 2500

0 5 10 15 20 25

B

e

ra

t

Je

n

is

(

k

g

/m

²)

Umur Beton (hari)

Berat Jenis Beton Ringan dan Beton Normal

Beton Ringan Beton Normal


(1)

Gambar 4.5 Grafik persentase Kuat tekan Beton Ringan Terhadap Kuat

tekan Rencana K200

IV.4.2 Perbandingan Berat Jenis

Dari tabel 4.3 dan tabel 4.5 dapat kita buat perbandingan berat jenis beton ringan dengan beton normal. Persentase perbandingan berat jenis beton ringan dengan beton normal dapat dilihat pada tabel 4.1.1

13,84

44,32 47,94

0 20 40 60 80 100

0 5 10 15 20 25

P

e

rs

e

n

ta

se

(

%

)

Umur Beton (hari)

Persentase Kuat Tekan Beton Ringan

Terhadap Kuat tekan Rencana K-200

Persentase Kuat Tekan Beton Ringan Terhadap Kuat tekan Rencana K-200


(2)

Tabel 4.1.1 Persentase Perbandingan Berat Jenis antara Beton Ringan dengan

Beton Normal

Jenis Beton Benda Uji Umur (Hari)

Berat Jenis

(Kg/m3) Rata – Rata

Persentase Berat Jenis Beton Ringan

Terhadap Beton Normal (%) Beton Ringan I 7 1.773,58 1805,027 24,47

II 1.811,32

III 1.830,18

Beton Normal

I

7

2.377,35

2389,93

II 2.415,09

III 2.377,35

Beton Ringan I 14 1.849,06 1855,347 21,75

II 1.867,92

III 1.849,06

Beton Normal

I

14

2.358,49

2371,063

II 2.377,35

III 2.377,35

Beton Ringan I 21 1.905,66 1893,08 20,58

II 1.886,79

III 1.886,79

Beton Normal

I

21

2.377,35

2383,643

II 2.396,23

III 2.377,35


(3)

Gambar 4.6 Grafik persentase Berat Jenis Beton Ringan Terhadap Beton

Normal 24,47

21,75 20,58

0 5 10 15 20 25 30

0 5 10 15 20 25

P

e

rs

e

n

ta

se

(

%

)

Umur Beton (hari)

Persentase Berat Jenis Beton Ringan

Terhadap Beton Normal

Persentase Berat Jenis Beton Ringan Terhadap Beton Normal


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Beton ringan adalah beton yang mempunyai berat antara 800 kg/m3 s/d 2000 kg/m3. Beton ringan yang dibuat pada penelitian ini memenuhi syarat kualifikasi beton ringan yaitu :

a. Umur 7 hari = 1805,027 kg/m3

b.

Umur 14 hari = 1855,347 kg/m3 c. Umur 21 hari = 1893,080 kg/m3

2. Hasil pengujian silinder beton menunjukkan penurunan kuat tekan beton pada beton ringan pada umur 7, 14,dan 21 hari masing-masing 32,93%; 55,79%; dan 55,92% dari kuat tekan beton normal. Sedangkan terhadap kuat tekan rencana yaitu k-200 adalah 13,84% untuk umur 7 hari, 44,32% untuk umur 14 hari, dan 47,94% untuk umur 21 hari.

3. Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa beton ringan yang dibuat dengan menggunakan batu apung hanya dapat memenuhi setengah dari kuat tekan rencana. Jadi untuk membuat beton ringan dengan bahan batu apung agar didapat kuat tekan sesuai dengan kuat tekan rencana, maka pada saat perhitungan mix design, kuat tekan rencana harus dibuat dua kali lebih besar dari kuat tekan tekan yang akan dicapai pada umur 28 hari.


(5)

V.2 Saran

1. Diharapkan dari penelitian ini dapat dikembangkan pada peneliti selanjutnya dengan mengubah komposisi batu apungnya menjadi 80% , 60%, 50% dan seterusnya, atau ditambah dengan zat-zat adiktif sehingga didapat beton ringan dengan mutu tinggi.

2. Sebaiknya beton yang menggunakan batu apung sebagai agregat kasarnya tidak menahan beban structural.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, “Annual Book Of ASTM Standart, Section For Construction Volume 04.02

Concrete And Agregates”, Philadelphia, USA, 1991.

Anonim, “ Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971”, Departemen Pekerjaan Umum, Yayasan LPMB, Bandung, 1971

Anonoim, “Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di Laboratorium”, Standart SK SNI M – 62 – 1990 – 03, Departemen Pekerjaan Umum, yayasan lpmb, Bandung, 1990.

Dipohusodo, Istimawan,”Struktur Beton Bertulang”, Edisi Pertama, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999.

Murdock, L. J Dan Brook, K.M., “Bahan Dan Praktek Beton”, Edisi Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1991.

Mulyono, Tri, “Teknologi Beton” Penerbit ANDI Yogyakarta, 2003.

Nugraha, Paul, “Teknologi Beton” Penerbit ANDI Yogyakarta, 2007.