Nifas Involusi Uteri TINJAUAN KEPUSTAKAAN

B. Nifas

Masa nifas post partumpuerperium berasal dari bahasa latin yaitu dari kata ” Puer” yang artinya bayi dan ” Parous” yang artinya melahirkan. Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, biasanya berlanhsung selama 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan Ambarwati dan Wulandari, 2009, hlm. 1 Masa post partum adalah waktu yang diperlukan agar organ genitalia interna ibu kembali menjadi normal secara anatomis dan fungsional yaitu sekitar 6 minggu Manuaba, 2007, hlm. 368 Efek oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uteri sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.

C. Involusi Uteri

1. Pengertian Involusi uteri adalah perubahan keseluruhan alat genetalia kebentuk sebelum hamil, Di mana terjadi pengreorganisasian dan pengguguran desidua serta pengelupasan situs plasenta, sebagaimana diperhatikan dengan pengurangan dalam ukuran dan berat uterus Saleha, 2009, hal.13 . Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali kebentuk sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus Ambarwati dan Wulandari, 2009, hal.73 Universitas Sumatera Utara 2. Proses Involusi uteri Proses involusi uteri adalah sebagai berikut: 1. Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uteri. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula selama kehamilan. 2. Atrofi jaringan, yaitu jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot-otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan berenerasi menjadi endometrium yang baru. 3. Efek oksitoksin kontraksi Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hormon oksitosin yang terlepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah dan membantu proses hemostatis. Kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi perdarahan. Selama 1 sampai 2 jam pertama postpartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi teratur, karena itu penting sekali menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir akan merangsang pelepasan oksitosin karena hisapan bayi pada payudara. Selama tahap ketiga persalinan, oksitosin Universitas Sumatera Utara menyebabkan pemisahan plasenta. Kemudian seterusnya bertindak atas otot yang menahan kontraksi, melepaskan plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih menyusui bayinya, isapan sang bayi akan merangsang keluarnya oksitosin lagi dan ini membantu uterus kembali ke bentuk normal dan pengeluaran air susu Ambarwati dan Wulandari, 2009, hal. 74 3. Faktor-faktor yang dapat mengganggu involusi uterus Uterus mempunyai peranan penting dalam proses reproduksi. Kelainan uterus, baik bawaan maupun yang diperoleh, dapat mengganggu lancarnya kehamilan, persalinan dan masa nifas. Berikut ini beberapa faktor yang dapat mengganggu involusi uterus. a. Mioma uteri Mioma uteri adalah salah satu faktor yang dapat mengganggu involusi uterus, bahkan berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Mioma uteri merupakan tumor uterus, di mana pertumbuhan dan perkembangannya menjadi lebih cepat karena pengaruh hormon pada masa kehamilan. Perubahan bentuknya menyebabkan rasa nyeri di perut. Komplikasi sering terjadi pada masa nifas karena sirkulasi dalam tumor mengurang akibat perubahan sirkulasi yang dialami oleh wanita setelah bayi lahir. Universitas Sumatera Utara b. Endometritis Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan tempat terjadinya lupa, permukaannya yang tidak rata dan berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus menjadi tempat tumbuhnya kuman-kuman yang menyebabkan infeksi nifas. Endometritis adalah infeksi yang sering terjadi pada masa nifas. Yang sering terjadi akibat kuman yang masuk ke endometrium dan menempel di daerah bekas insersio plasenta. Jika terjadi infeksi nifas maka akan mengganggu involusi uterus, di mana uterus agak membesar dan disertai dengan rasa nyeri serta uterus teraba lembek. d. Ada sisa plasenta Proses mengecilnya uterus dapat terganggu karena tertinggalnya sisa plasenta dalam uterus, sehingga tidak jarang terdapat pendarahan dan terjadi infeksi nifas. Sarwono, 2002, hal.702. 4. Perubahan –perubahan selama postpartum a. Tinggi fundus uteri Involusi uterus dari luar dapat diamati, yaitu dengan memeriksa fundus uteri Segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm di bawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm di atas pusat dan menurun kira-kira 1 cm setiap hari. Pada hari ke dua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm di bawah pusat. Pada hari 3-4 tinggi fundus uteri 2 cm di bawah pusat. Pada hari 5-7 tinggi fundus uteri setengah pusat simpisis. Pada hari ke 14 tinggi fundus uteri tidak Universitas Sumatera Utara teraba. Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi posisi fundus uteri berada kurang lebih pertengahan antara pusat dan simpisis, atau sedikit lebih tinggi. Dua hari kemudian, kurang lebih sama dan kemudian mengerut, sehingga dalam dua minggu telah turun masuk ke dalam rongga pelvis dan tidak dapat diraba lagi dari luar. Involusi Uteri Tinggi Fundus Uteri Dalam centimeter Berat Uterus Plasenta lahir Setinggi pusat 13 cm 1000 gr 7 hari minggu I Pertengahan antara pusat dan sympisis 7,5 cm 500 gr 14 hariminggu ke II Tidak teraba 5 cm 350 gr 6 minggu Normal 5 cm 60 gr b. Lochea Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa postpartum. Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea mempunyai reaksi basaalkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea mempunyai bau amisanyir seperti darah menstruasi, meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lochea mempunyai perubahan karena proses involusi yang dapat dilihat dari 4 tahapan sebagai berikut: 1. Lochea rubramerahkrulenta, yaitu lochea yang muncul pada 1- 4 hari masa postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi darah Universitas Sumatera Utara segar, jaringan sisa-sisa plasenta, di dinding rahim, lemak bayi, lanugo rambut bayi dan mekonium. 2. Lochea pada tahap kedua dikenal dengan lochea sanguinolenta, yaitu cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir. Berlangsung dari hari ke 4-7 postpartum. 3. Lochea tahap ketiga dikenal dengan lochea serosa, lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit dan robekanlaserasi plasenta. Muncul pada hari ke 7-14 postpartum. 4. lochea albaputih pada tahap keempat. Lochea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir servik dan serabut jaringan yang mati. Lochea ini berlangsung selama 2-6 minggu postpartum. c. Servik Servik mengalami involusi bersama-sama dengan uterus. Warna servik sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasiperlukaan kecil. Karena robekan kecil selama dilatasi, servik tidak pernah kembali pada keadaan sebelum hamil. Servik tidak berkontraksi sehingga pada perbatasan antara korpus uteri dan servik terbentuk cincin. Universitas Sumatera Utara d. Vulva dan vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6-8 minggu postpartum. 5. Tindak lanjut asuhan postpartum di rumah Kunjungan I: Dilakukan 6-8 jam setelah persalinan dengan tujuan mencegah perdarahan waktu nifas karena atonia uteri, mendeteksi dan merawat penyebab lain dari perdarahan, rujukan bila perdarahan berlanjut, memberikan konseling pada Ibu atau pada salah satu anggota keluarga bila terjadi pendarahan banyak, menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara mencegah terjadinya hipotermi. Jika petugas kesehatan membantu persalinan, petugas harus mengawasi 2 jam pertama setelah persalinan. Kunjungan II: Dilakukan 6 hari setelah persalinan dengan tujuan memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus uteri di bawah umbilicus, tidak ada pendarahan dan tidak berbau. Menilai adanya tanda- tanda demam, infeksi atau pendarahan abnormal. Memastikan Ibu dapat cukup makanan, cairan dan istirahat. Memastikan Ibu menyusukan bayi dengan baik, serta memberikan konseling pada Ibu mengenai asuhan pada bayi. Kunjungan III: Dilakukan pada 2-3 minggu setelah persalinan yang bertujuan untuk memastikan involusi uteri berjalan normal. Pada kunjungan ini, tujuan kunjungan sama dengan kunjungan II. Universitas Sumatera Utara Kunjungan IV: Dilakukan 4-6 minggu setelah persalinan, menanyakan kepada Ibu tentang penyakit yang Ibu dan bayi alami, memberikan konseling KB secara dini, kemudian memperhatikan tali pusat bayi. Memperhatikan kondisi umum bayi, membicarakan tentang pemberian asi dan memperhatikan apakah bayi menyusu dengan benar. Memberi konseling pada Ibu tentang pemberian asi ekslusif, mencatat semua hal- hal yang dianggap perlu serta jika ada yang tidak normal segera merujuk Ibu atau bayi ke puskesmas atau rumah sakit Saleha, 2009, hal.84. Universitas Sumatera Utara

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFENISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realita agar terlihat keterkaitan antar variabel, baik variabel yang diteliti maupun variabel yang tidak diteliti Nursalam, 2003, hlm. 55. Variabel independen dalam penelitian ini adalah efektifitas Inisiasi menyusu dini dan variabel dependen adalah involusi uteri. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas Inisiasi menyusu dini terhadap involusi uteri pada Ibu post partum. Penelitian ini terdiri dari dua kelompok yang diidentifikasi berdasarkan involusi uteri sesudah dilakukan Inisiasi menyusu dini. Hasil yang diharapkan adalah terjadi involusi uteri pada Ibu post partum setelah dilakukan inisiasi menyusu dini. Variabel Independen Variabel Dependen Skema 1: Kerangka konsep penelitian Inisiasi menyusu dini Kelompok Intervensi Dilakukan Inisiasi menyusu dini Kelompok Kontrol Tidak dilakukan Inisiasi menyusu dini Involusi uteri Universitas Sumatera Utara