1. Batasan Perilaku Normal dan Tidak Normal abnormal

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository ©2006 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Batasan Perilaku Normal dan Tidak Normal abnormal

Acocella dkk 1995 memberikan beberapa kriteria dalam upaya memahami apakah suatu perilaku dapat dikatakan normal atau tidak normal abnormal, walaupun mungkin yang paling umum adalah norma-norma yang ada dalam satu masyarakat. Adapun kriteria tersebut adalah: 1. Norm Violation: Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia adalah mahluk sosial sehingga ia selalu berada bersama-sama dengan manusia lain dalam satu komunitas. Di setiap komunitas ada tata-cara atau norma-norma yang mengatur perilaku dari setiap manusia yang di dalamnya saling berinteraksi satu dengan lainnya. Tata cara atau norma ini merupakan aturan main yang bisa saja berlaku sama pada dua atau beberapa komunitas, tetapi juga bisa berbeda. Oleh sebab itu, satu perilaku yang diterima sebagai peritaku yang ‘benar’ bisa saja menjadi perilaku yang ‘salah’ jika kita berada pada komunitas lain. “Every human groups lives by a set of norms - rules that tell us what it it ‘right’ and ‘wrong’ to do, and when and where and with, whom.” Jika lingkungan komunitas dimana seseorang itu berada termasuk kecil dan terintegrasi dengan baik maka ketidaksetujuan terhadap norma yang berlaku juga semakin kecil. Sebaliknya, jika ternyata lingkungan komunitasnya besar dan merupakan masyarakat yang kompleks lebih mungkin menimbulkan ketidak-setujuan mengenai mana perilaku yang diterima dan mana yang tidak. 4 Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository ©2006 2. Statistical Rarity: Kriteria ini berdasaran sudut pandang statistik yang menyatakan bahwa suatu perilaku itu normal atau tidak normal abnormal tergantung pada dimana perilaku tersebut muncul. Suatu perilaku dinyatakan abnormal jika berada pada titik deviasi dari penyebaran rata-rata, baik itu rata-rata atas maupun rata-rata bawah dari kurve normal. “abnormality is any substantial deviation from a statistically calculated average. Those who fall within the ‘golden mean’ -those, in short, who do what most other people do - are normal, while those behavior differs from what of the majority are abnormal.” 3. Personal Discomfort: Penetapan suatu perilaku apakah normal atau tidak normal abnormal tergantung pada penghayatan masing-masing individu atas pengalaman atau aktivitas kehidupannya sehari-hari. Kriteria ini lebih liberal karena tidak ditetapkan oleh pihak di luar dirinya sebagaimana dua kriteria sebelumnya, melainkan ditentukan oleh normalitas keadaan diri mereka sendiri. Memang kelemahan dari kriteria ini adalah karena tidak adanya standar untuk mengevaluasi perilaku itu sendiri, tetapi banyak digunakan dalam sesi psikoterapi dimana penetapan perilaku seseorang bukan dari orang lain tetapi oleh diri mereka sendiri yang menetapkan apakah mereka merasa tidak bahagia unhappy dengan beberapa aspek dalam kehidupannya. “If people are content with their lives, then their lives are of no concern to the mental health establishment. If, on the other hand, they are distressed over their thoughts or behavior, then they require treatment” 5 Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository ©2006 4. Maladaptive Behavior: Kriteria ini bisa tumpang-tindih dengan kriteria pertama norm violation karena perilaku normal atau tidak normal abnormal menurut kriteria ini berkaitan dengan adaptif-tidaknya suatu perilaku. Jika seseorang menampilkan perilaku yang sesuai dengan tuntutan lingkungan sekitar maka perilakunya termasuk kategori normal. Sebaliknya, jika ternyata perilaku yang ditampilkan tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan sekitar maka perilakunya adalah perilaku yang tidak-normal abnormal. “Many norms are rules for adapting our behavior to our own and our society’s requirements” 5. Deviation from an Ideal: Yang menjadi tolok ukur dalam menetapkan tidak normalnya abnormal suatu perilaku adalah segala penyimpangan dari ideally well adjusted personality. Hal ini berkaitan dengan teori-teori psikologis yang pada akhirnya membuat individu mengatakan bahwa dirinya tidak normal atau minimal membutuhkan penanganan psikologis, sekalipun tidak ada simptom-simptom yang nyata. “Several psychological theories describes an ideally well-adjusted personality, any deviation from which is interpreted as abnormal, to a greater or lesser degree.” 6. A Combined Standard: Psikolog saat ini lebih melihat suatu perilaku tidak hanya berdasarkan fakta-fakta ilmu atau sekedar nilai-nilai sosial tetapi merupakan penggabungan dari fakta dan nilai yang berlaku, sebagaimana yang dikombinasikan pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder DSM. “The definition of mental disorder must rest on both facts and values.” 6 Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository ©2006 Maher dkk dalam Acocella, 1995 mengemukakan 4 kategori dasar dari suatu perilaku sebagai indikasi dari gangguan mental, yaitu: 1. Tingkah laku yang berbahaya bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain tanpa memperhatikan minat dirinya. 2. Kontak realitas yang rendah. 3. Reaksi emosi yang tidak tepat terhadap situasi interaksi. 4. Tingkah laku yang erratic, yang tidak dapat diprediksikan. Upaya memahami perilaku yang tidak normal abnormal juga disampaikan oleh Neale dkk 2001. Kriteria yang diajukan hampir sama dengan yang diajukan oleh Acocella dkk, yaitu yang berkaitan dengan statistical frequency dan violation of norms, juga adanya personal distress yang relatif sama dengan kriteria ke-3 yaitu personal discomfort. Tetapi selain ketiga hal tersebut, ia juga mengajukan kriteria disability or dysfunction dan unexpectedness. Disability or dysfunction berkaitan dengan terkendalanya individu dalam menjalani kegiatan di beberapa area kehidupannya, seperti pekerjaan atau dalam menjalin hubungan personal karena keabnormalannya. Distress dan disability dianggap abnormal ketika hal tersebut merupakan respon yang tidak diharapkan terhadap stresor lingkungan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa suatu perasaan cemas atau kecemasan atau anxiety dapat dikatakan normal jika : 1. Hampir seluruh atau sebagian besar orang lain juga mengalami kecemasan. 2. Individu itu sendiri tidak merasa terganggu secara emosional akan perasaan cemasnya. Maksudnya, ia tahu bahwa ia cemas hanya saja hal tersebut tidak membuatnya terkendala dalam menjalani aktivitas sehari-harinya, baik yang berkaitan dengan aktivitas belajar, pekerjaannya maupun dalam kehidupan sosial sehari-haribergaul. Ia 7 Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository ©2006 bisa tetap berkarya serta memahami dan mentaati peraturan atau norma sosial yang berlaku. Jika ternyata individu mengalami hal yang justru sebaliknya, maka dapat dikatakan bahwa anxiety yang dialami tidak-normal.

II. 2.Gambaran tentang Anxiety