Mental disorder dalam al-qur'an (tafsir maudui tentang mental disorder ragam dan penanggulangan

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ushuluddin (S. Ud)

Oleh :

RAHMI MELDAYATI NIM : 106034001254

PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh :

RAHMI MELDAYATI NIM : 106034001254

PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ushuluddin (S. Ud)

Oleh :

RAHMI MELDAYATI NIM : 106034001254

    

Di Bawah bimbingan :

Prof. Dr. Ahmad Mubarak , M.A. NIP. 150 050 741

PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh :

RAHMI MELDAYATI NIM : 106034001254

    

Di Bawah bimbingan :

Prof. Dr. Ahmad Mubarak , M.A. NIP. 150 050 741

PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(5)

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 2 September 2010


(6)

Ganggauan mental adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut tidak disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagian-bagian anggota tubuh, meskipun kadang-kadang gejalanya terlihat pada fisik. Dan juga bisa mengakibatkan manusia melampaui batas keseimbangan/kewajaran mengantar kepada terganggunya fisik, mental dan bahkan kepada tidak sempurnanya amal seseorang. Sehingga menghalangi mereka bertaqarrub kepada allah Swt. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana ganggaun kejiwaan dalam al-Qur'an serta penyebab dan cara mengatasinya dengan cara mempelajari gangguan kejiwaan dari segi Psikologi secara umum dengan cara mengumpulkan data-data yang berkenaan dengan pembahasan ini.


(7)

Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا

Tidak dilambangkan

ب

b be

ت

t te

ث

ts ted an es

ج

j je

ح

h h dengan garis bawah

خ

kh ka dan ha

د

d de

ذ

dz de dan zet

ر

r er

ز

z zet

س

s es

ش

sy es dan ye

ص

s es dengan garis di

bawah

ض

d de dengan garis di

bawah

ط

t te dengan garis di

bawah

ظ

z zet dengan garis di

bawah

vii   


(8)

غ

gh ge dan ha

ف

f ef

ق

q ki

ك

k ka

ل

l el

م

m em

ن

n en

و

w we

ه

h ha

ء

´ apostrof

ي

y ye

Vokal

Vokal dalam Bahasa Arab, seperti vocal Bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong.

Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

a fathah

i kasrah

u dammah

viii   


(9)

ي

ai a dan i

و

au a dan u

Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas

î i dengan topi di atas

û u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu لا, dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti dengan syamsiyyah

maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda ( _ ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, ّ yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. akan tetapi, hal

ix   


(10)

x   

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/. Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t).

Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (isim), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.


(11)

Dengan menyebut asma-Mu, Engkau adalah satu-satu Nya yang menjadi tujuan hidup hamba dan rhido-Mu adalah satu-satunya yang hamba harapkan. Setiap hembusan nafas senantiasa menyebut asma-Mu, mengagungkan dan memuji kebesaran-Mu. Tasbih dan tahmid tertuju pada Dzat yang telah menciptakan bumi seisinya dan segala kebesaran yang memancar dari-Nya. Shalawat beserta salam senantiasa tercurah pada baginda Rasullah saw yang telah memancarkan cahaya terang kenabiannya pada setiap kalbu seluruh umatnya, dan cinta kasihnya yang memberikan syafaat pada setiap pengikutnya.

Dengan segala keterbatasan hamba sebagai seorang insan, penuh ketulusan dan harapan hamba Mu yang hina ini tiada hentinya memanjatkan syukur Alhamdulillah yang tiada taranya kepada-Mu ya Rabb. Yang telah menggerakkan hati, jiwa dan pikiran sehingga dapat menyelasaikan skripsi ini ,yang tanpa keredhoan-Mu pastilah hamba tidak akan mampu berbuat apa-apa. Terimaksih atas beribu-ribu nikmat yang telah engkau berikan kepada hamaba mu yang berlumur dosa ini, terimakasih telah memberikan hamba izin untuk masih bisa menghirup berartinya udara kehidupan ini, dan berkenan memberikan kesempatan kepada hamba untuk dapat memberikan senyum kebahagian untuk orang-orang yang hamba cinta dan yang mencintai hamba

Rasa terimaksih yang sangat mendalam penulis haturkan kepada segenap orang-orang yang berada disekeliling penulis, yang telah banyak membantu

i  


(12)

• Bapak Prof. DR. Zainun Kamaluddin., MA selaku dekan Fakultas Ushuluddin, bapak Bustamin.MA selaku ketua jurusan Tafsir hadis(terima kasih atas segala bimbingan dan kerendahan hati bapak yang senantiasa selalu tersenyum sepanjang hari), bapak Rifki Muhammad Fathi MA selaku sekretaris jurusan TAFSIR hadis (terimaksih atas segala saran-saran dan motivasi untuk penulis untuk sekolah lebih tinggi lagi).

• Bapak Prof. DR. Ahmad Mubarok selaku pembimbing penulis dan keluarga , tiada kata yang dapat penulis ucapakan selain rasa terima kasih yang amat mendalam atas kesedian bapak untuk meluangkan waktu mau membimbing penulis dengan jadwal kegiatan bapak yang begitu padat. Terimaksih pak..

• Terima kasih kepada bapak Eva Nugraha, MA selaku dosen akedemik (terimaksih pak atas semua ilmu dan kritikan yang membangun untuk kelancaran penulis dalam menulis skripsi ini, bapak DR. Suryadinatha, MA (terimaksih pak yang senantiasa tiada lelah menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis dan nasihat-nasihat untuk penulis, bapak Rifki Mukhtar, MA (terimaksih pak yang selalu memberikan penulis semangat untuk segera menyelasaikan skripsi ini.) dan terima kasih kepada pak muslim serta istri yang telah banyak memudahkan urusan penulis.

• Terimakasih kepada segenap dosen Fakultas Ushuluddin yang telah berkenan memberikan ilmunya, yang telah berkenan menemani dalam

ii  


(13)

Utama, Perpustakaan Ushuluddin dan Perpustakaan Iman Jama' yang telah bersedia membantu penulis.

• Kedua orang tua penulis yang sangat penulis cintai dan sayangi yang menjadi semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini papa DR. H. Dasril MA dan mama Dra. Hj. Herawati Johan, tiada kata yang dapat penulis ucapakan selain uraian air mata yang tiada hentinya karna melukiskan begitu tulus cinta dan kasih sayang mama dan papa yang memberikan kepercayaan penulis sekolah jauh dari mama dan papa, terimaksih ma..pa..atas keikhlasannya melepas anak mu untuk tidak menghabiskan banyak waktu dengan mama dan papa karna menuntut ilmu. terima kasih ananda hanturkan atas do'a, cinta dan kasih sayangnya. Dan abang penulis Ahmad Fadhli , serta adik-adik penulis Hafiz Satia Putra, Hafizah Srikandi Putri, Faiz Faidurrahman serta ponakan kecil ku Aisyah Zhilan Zhalila (terimaksih atas motivasi dan cinta kasihnya saudara-saudara ku tercinta )

• Pada para guru penulis. Ust. Awis Karni Husain, Ust. Metriadi, Bapak Tubagus Wahyudi beserta keluarga dan pabak Fir'aun maulana yang berkenan mendidik jiwa penulis, semoga Allah Swt melimpahkan cahaya guruku kepadaku selamanya. Amien

• Pada sahabat tercinta dan terkasih penulis, Ulfa Adilla adik merangkap sahabat penulis yang setia menuggu dan membantu penulis setiap waktu

iii  


(14)

iv  

 

Ziah, Via, Rida, Ijon, Resti, Mita, Ira, Isil, Itoh, Vika. Dan banyak lagi yang sanagat nayak sekali kalau penulis jabarkan, (semoga allah meberikan balasan kebaikan kepada kalian semua. Amien

• Kepada teman, sahabat terdekat penulis ''Eri Prima" yang selalu memotivasi penulis untuk menjadi lebih baik lagi. thank for Ur time that have been spent with me, may Allah Swt give U a merciful and easier life in worldly paradise and real paradise in the day after, and hopefully all of Ur dream will be achieved soon. Amien..

• Teman-teman Tafsir Hadis, HMI, keluarga besar Kahfi al-karim, teman-teman KKN Lembang "Laskar Sunten Jaya" dan Himapokus Jakarta.

Akhir kata, penulis haturkan pula penghargaan setinggi-tingginya kepada pihak yang tidak dapat dicantumkan satu persatu. Hanya doa dan harapan semoga kehidupan yang lebih baik dapat menjadi balasan untuk semua kebaikan yang kalian berikan kepada penulis. Jazakumullah ahsanul jaza.


(15)

v

 

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 9

C. Kajian Pustaka ... 10

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

E. Metodelogi Penelitian dan Teknik Penulisan ... 12

F. Sistimatika Penulisan ... 13

BAB II MANUSIA DAN MENTAL DISORDER A. Mental Disorder ... 17

B. Manusia sebagai Basyar ... 21

C. Manusia Sebagai Insan ... 24

1. Manusia Menurut Tinjauan Psikologi ... 26

2. Manusia Menurut Tinjauan Ruhani ... 31

BAB III. MACAM-MACAM MENTAL DISORDER A. Neurosis ... 43


(16)

vi

 

BAB IV. MENTAL DISORDER DAN PENAGGULANGANNYA DALAM AL-QUR'AN

A. Macam-macam hati dalam al-Qur'an ... 62 B. Penyebab gangguan mental dalam al-Qur'an ... 66 C. Macam-macam gangguan mental dalam al-Qur'an dan

metode penanggulangannya ... 69

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 98 B. Saran-Saran ... 99 DAFTAR PUSTAKA ... 100


(17)

A. Latar Belakang Masalah

Bukti kasih sayang Allah kepada hambanya adalah dengan adanya al-Qur’an sebagai pedoman dalam segala aspek kehidupan dan juga memberikan solusi atas segala permasalahan hidup manusia itu sendiri. Al-Qur`an merupakan penyembuh dan rahmat bagi kaum mukminin. Yaitu menghilangkan segala hal berupa keraguan, kemunafikan, kesyirikan, penyimpangan, dan penyelisihan yang terdapat dalam hati. Al-Qur`an- lah yang menyembuhkan itu semua. Di samping itu, ia merupakan rahmat yang dengannya membuahkan keimanan, hikmah, mencari kebaikan dan mendorong untuk melakukannya. Hal ini tidaklah didapatkan kecuali oleh orang yang mengimani, membenarkan, serta mengikutinya. Bagi orang yang seperti ini, al-Qur`an akan menjadi penyembuh dan rahmat.1

Pada hakikat nya semua manusia dan aktifitasnya senantiasa mengharapkan efektif dan efisien. Untuk tercapainya harapan tersebut perlu ditunjang oleh kondisi yang memadai, di antaranya fisik dan psikis harus dalam keadaan sehat. Dengan demikian maka hidup sehat2 merupakan suatu yang didambakan oleh setiap orang, namun yang dirasakan selama ini dengan

      

1

Abdullah bin Muha mmad bin Abd al- Rahman bin Ishaq al-Syekh. Tafsir Ibnu Katsir, Penerbit: , Pustaka Imam Syafi'I, hal 3/60 

2

WHO(1984) menyebutkan bahwa batasan sehat tidak hanya dalam arti fisik, psikologik dan sosial tetapi juga sehat dalam arti spiritual/agama. Empat dimensi sehat mencakup : bio, psiko, sosio, spiritual ( Dadang Hawari Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. (Jakarta Dana Bhakti primayasa, 1996), hlm 12 


(18)

perkembangan sains dan teknologi muncul gangguan penyakit yang semakin beragam, muncul kondisi yang dapat mengakibatkan beban psikologis tidak saja keluarga, masyarakat yang lebih luas tapi juga pribadi, demikian wabah kegelisahan telah melanda masyarakat muslim modern.3 Menurut Kartini Kartono,” bahwa tingkah laku dan sikap seseorang dianggap normal dan abnormal tergantung pada lingkungan kebudayaan tempat tinggal tersebut.4 Sedangkan menurut Hossen Nasr sebagaimana yang dikutip oleh HM Yamin Syukur dalam bukunya Zuhud Di abad Modern dinyatakan bahwa :

"Masyarakat modern yang mendewa-dewakan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi telah kehilangan Visi Ilahi sehingga mengakibatkan timbulnya psikologis yakni adanya kehampaan spiritual. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta filsafat rasionalisme sejak abad XVIII kini dirasakan tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok manusia dalam aspek nilai-nilai transenden, satu kebutuhan dari itu tidak heran kalau akhir-akhir ini banyak dijumpain orang steres, bingung, resah gelisah gundah gulana dan setumpuk penyakit kejiwaan yang disebabkan karna tidak mempunyai pegangan dalam hidup.5

Memperkuat pendapat di atas Dadang Hawari mengatakan “

“Sebagai dampak modernisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pola gaya hidup masyarakat dan Negara maju sudah berubah, dimana nilai moral, etika, agam dan tradisi lam aditinggal kan karna dianggap usang. Kemakmuran materi yang diperoleh ternyata tidak selamnya membawa pada kesejahteraan. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Negara maju telah kehilangan aspek spiritual yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, apakah ia seorang beragama atau pun orang yang sekuler sekali pun kekosongan spiritual, kerohanian dan kehampaan keagamaan inilah yang menimbulkan permasalahan dibidang kesehatan jiwa, sehubungan dengan itu para ahli kini berpendapat bahwa

      

3

Hanna jumhana busthaman, Integrasi Psikologi Dengan Islam Menuju Psikologi Islami, (Yogyakarta,: pustaka pelajar, 1995) hlm21 

4

Karini kartono, Pskologi Abnormal Dan Patologi Seks (bandung : mandar maju : 1989) hlm 21 

5

HM. Amin Syukur, Zuhud Diabad Modern ( Yogyakarta : pustaka pelajar, 2000) hlm 178 


(19)

manusia bukanlah makluk biopsiko social melainkan juga biopsiko

spiritual.6

Berangkat dari problema masyarakat modern di atas Islam datang sebagai rahmatan lil a’lamin ajarannya tidak hanya menyangkut ibadah tetapi juga mengandung sumber acuan dalam mengatasi gangguan jiwa.

Allah Swt berfirman (Q.S Yunus : 57)

Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.

Ganguan mental (mental disorder) merupakan salah satu bentuk permasalahan yang sering juga dialami oleh umat muslim yang terkadang mereka yang mengalaminya hanya terkukung dengan penderitaan yang ada tanpa ada solusi nya karena mereka sendiri kadang tidak menyadari.

Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an beberapa ayat yang jelas membicarakan gangguan mental dan dampaknya terhadap kesehatan fisik. Penjelasan tersebut membuktikan bahwa ada hubungan antara jiwa dan kesehatan fisik. Di samping itu Rasullah Saw juga melarang kita terlalu terbawa emosi yang berlebihan agar kita bisa menikmati hidup dengan sehat dan bahagia, dan Q.S Al-Nahl: 58 7

      

6

Dadang Hawari Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. ( Jakarta Dana Bhakti primayasa, 1996), hlm 12 

7

Thalbah, Hisyam dkk Enisklopedi Mu’jizat Al-Qur’an dan hadis,buku jilid 4 (pskoterapi islam)hlm 3 


(20)

dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.”

Akan tetapi, segala sesuatu yang melebihi batas bisa berbalik menjadi tidak berguna. Ketika kondisi tersebut dibiarkan menjadi kebiasaan, pelaku akan menjadi orang yang selalu bersedih dan terbebani rasa gelisah dan derita.

Rasullah Saw mengingatkan kita terhadap sikap marah dalam sabdanya “ Jangan Marah”, marah yang dimaksud disini bukanlah marah biasa (cepat reda), tetapi marah yang terus menerus, melawati batas yang lumrah, karena marah seperti ini merupakan salah satu pemicu gangguan jantung kronis yang mematikan serta mengurangi sistim imun (kekebalan tubuh), dan tentu saja akan berefek pada mental dan kejiwaan seseorang.8

Para ahli berpendapat bahwa sejumlah gangguan jiwa mempengaruhi kondisi fisik. Penyakit-penyakit jiwa dan tekanan sosial yang terus menerus berdampak pada imunitas tubuh dan tentu saja akan menimbulkan bermacam-macam penyakit tertentu. Kondisi seperti ini juga menyebabkan berkurangnya imunitas pada otak dan lain-lain.9

Q.S Al-Isra’: 82

      

8

Thalbah, Hisyam dkk Enisklopedi Mu’jizat Al-Qur’an dan hadis,buku jilid 4 (pskoterapi islam, hal 5 

9

Thalbah, Hisyam dkk Enisklopedi Mu’jizat Al-Qur’an dan hadis,buku jilid 4 (pskoterapi islam hal 7 


(21)

“ dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”.

Nabi Saw. juga mengisyaratkan bahwa ada keluhan fisik yang terjadi karena gangguan mental. Seseorang datang mengeluhkan penyakit perut yang diderita saudaranya setelah diberi obat berkali-kali, tetapi tidak kunjung sembuh dinyatakan oleh Nabi Saw. bahwa,

ﺎ ﺛﺪﺣ

شﺎﻴ

ﻦﺑ

ﺪﻴﻟﻮﻟا

ﺎ ﺛﺪﺣ

ﻰ ﻷا

ﺎ ﺛﺪﺣ

ﺪﻴ

ةدﺎ

ﻲﺑأ

آﻮ ﻤﻟا

ﻲﺑأ

ﺪﻴ

:

نأ

ﻼﺟر

ﻰ أ

ﻲ ﻟا

ﻰ ﺻ

ﷲا

و

لﺎ ﻓ

ﻲﺧأ

ﻲﻜ ﺸ

ﻄﺑ

لﺎ ﻓ

)

ا

ﻼﺴ

. (

ﻢﺛ

ﺎ أ

ﺔﻴ ﺎ ﻟا

لﺎ ﻓ

)

ا

ﻼﺴ

. (

ﻢﺛ

ﺎ أ

ﺔ ﻟﺎ ﻟا

لﺎ ﻓ

)

ا

ﻼﺴ

. (

ﻢﺛ

ﺎ أ

لﺎ ﻓ

؟

لﺎ ﻓ

)

قﺪﺻ

ﷲا

بﺬآو

ﻦﻄﺑ

ﻚﻴﺧأ

ا

ﻼﺴ

. (

ﺎ ﺴﻓ

أﺮ ﻓ

 

Seseorang mengadukan kepada Nabi Saw bahwa saudaranya sedang sakit perut, Nabi menyuruhnya untuk meminumkan madu kepada saudaranya tersebut, lalu dia pun memberikan madu itu, namun masih tetap sakit, Nabi Saw menjawab; Maha benar Allah dan telah berbohong perut saudaramu itu (maksudny belum sembuh sakitnya dan minumkan lagi hingga sembuh). "Perut saudaramu berbohong" (HR Bukhari).10

Penyakit-penyakit kejiwaan pun beraneka ragam dan bertingkat-tingkat. Sikap angkuh, benci, dendam, fanatisme, loba, dan kikir yang antara lain di sebabkan karena bentuk keberlebihan seseorang. Sedangkan rasa takut, cemas, pesimisme, rendah diri dan lain-lain adalah karena kekurangannya.11

      

10

M. Shihab Quraish, Wawasan Al-Qur’an, (Jakarta : Mizan,1996), hlm 189 

11M. Shihab Quraish, Wawasan Al-Qur’an, (Jakarta : Mizan,1996),


(22)

Psikologi12, sebagaimana ilmu-ilmu lain yang sejenis, selalu berpijak pada hasil penelitian dari fenomena yang tampak, sementara manusia sebagai objek penelitian psikologi sangatlah kompleks. Kompleksitas manusia secara umum dapat dikaji dari dua sisi. Pertama menyangkut aspek jasmani atau kebendaan. Kajian pada aspek ini tidak akan banyak mengalami kesulitan dalam merumuskan berbagai teori ilmu pengetahuan karna objeknya dapat diamati dengan jelas. Kedua menyangkut aspek rohani atau mental spiritual. Pada aspek ini diperlukan suatu usaha yang lebih serius dan pendekatan multidimensi. Pengamatan yang hanya didasarkan pada indra tidak menjamin akurasi data atau informasi yang diperoleh sebagaimana pada objek jasmani atau kebendaan yang dapat diamati dengan cermat, bahkan bisa menjadi data atau informasi yang kurang tepat atau keliru. Pendekatan multidimensi pada aspek rohani di antaranya dapat dilakukan melalui informasi profertik (wahyu tuhan).bagi umat islam informasi profertik—yang termaktub dalam al-Qur’an diyakini sebagai informasi yang absolut, karena bersumber dari Allah Swt yang tentu saja paling tahu tentang manusia ciptaan-Nya.

Pendekatan melalui informasi profetik dalam membahas manusia sangatlah penting mengingat informasi profertik bersumber dari Tuhan dimana Tuhan sebagai pencipta manusia, siapa yang lebih tahu tentang manusia selain pencipta manusia itu sendiri, Tuhan.

Memang banyak pakar psikologi mencoba melakukan kajian untuk kemudian membuat suatu rumusan mengenai manusia. Dalam ranah ilmu

      

12

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa/mental. Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya, sehingga Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental.  


(23)

psikologi terdapat empat aliran utama sebagai manusia : pertama aliran

behaviorisme, aliran ini dipeloporioleh Ivan Pavlov, Jonn B. Wasson dan B.F. Skinner. Kedua, aliran psikoanalisis, aliran ini dikembangkan oleh Sigmund Frued. Ketiga, humanistic, dipelopori oleh Abraham H. Maslow dan Carl Ransom Rogers13. Dan keempat aliran transpersonal.14

Karenanya, untuk dapat menghasilkan suatu pandangan yang tepat dan seimbang dalam memahami manusia terdapat dua model informasi yang dapat digunakan sebagai analisis dalam mengkaji dan meneliti manusia. Pertama,

signal Allah Swt yang terdapat dalam jagad raya sebagai fenomena alam. Biasa disebut ayat kauniyah, tanda kebesaran Allah Swt yang melekat pada alam. Kedua, informasi yang diperoleh dari ayat-ayat Al-Qur’an. Biasa disebut ayat qauliyah, tanda kebesaran allah yang diinformasikan melalui firman-Nya. Kedua sumber ini pada dasarnya bersumber dan bertemu pada satu titik. Karenanya, pada level tertentu kedua informasi ini memberikan kepastian yang sama.15

Ayat Al-Qur’an dalam menyajikan informasi tentang ayat qauliyah

biasanya bersifat global, hanya beberapa hal saja yang bersifat terperinci, dan tidak sedikit pula yang hanya memberikan motivasi atau ransangan untuk melakukan penelitian terhadap fenomena alam. Manusia diberi motivasi agar mengguanakan akalnya untuk memahami fenomena alam. Sebagaimana firman Allah Swt :

      

13

Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam : Solusi Islam Atas Problem-Problem Psikologi. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1995), cet II hal 66-69 

14

Hanna Jumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Dengan Islam, Menuju Psikologi Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1995) cet I hlm 49 

15

Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam : Solusi Islam Atas Problem-Problem Psikologi. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1995), cet II hal 66-69 


(24)

Q.S Al-Nur :43

43. tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, Maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-dipalingkan-Nya. Kilauan kilat awan itu Hampir-hampir menghilangkan penglihatan.

Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, Maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.

Manusia dirangsang untuk bertanya dan mencari jawab jika sesuatu tidak diketahuinya, Q.S Al-Nahl ;43


(25)

dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,

Bahkan manusia juga diransang untuk melakukan penelitian terhadap diri manusia itu sendiri. Q.S Al-Dzariyat:21

Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?

Uraian yang mendetail mengenai gangguan mental banyak dijumpai dalam kajian Psikologi. Sementara Al-Qur’an juga mempunyai kajian mengenai gannguan mental dan penganggualangannya tetapi tidak memberikan uraian secara mendetail tentang bagaimana sebenarnya gangguan mental dan penanggulangannya sehingga membutuh kan penafsiran lebih lanjut . Al-Qur’an hanya berbicara tentang manusia sebagai makhluk Allah sejalan dengan kenyataan dan dinamika kehidupan manusia itu sendiri. oleh sebab itu penulis ingin membahas apa saja gangguan mental dalam Al-Qur’an dan bagaimana penanggulangannya sesuai dengan kajian Al-Qur’an.

Dan dari pemaparan diatas penulis tertarik untuk memebahas masalah tersebut dalam skripsi yang berjudul “MENTAL DISORDER DALAM AL-QUR’AN: Tafsir Maudui’ Tentang Ragam dan Penanggulanganya Dalam Al-Qur’an”.

B. Pembatasan dan perumusan Masalah

Agar pembahasan skripsi ini dapat terarah dan memiliki fokus dalam pembahsannya maka penulis merasa perlu memberikan batasan masalah yang


(26)

merupakan upaya menentukan aspek-aspek tertentu dari masalah yang akan diteliti. Mengingat pembahasan mengenai gangguan jiwa/mental sangat luas maka penulis membatasi pada pembahasan gangguan jiwa yang diantaranya: psikosomatik16, neorosis(gelisah), depresi17 (sedih) dan psikosis18( gangguan jin/makhluk halus lainnya) beserta pengendalian/ penaggulangannya perspektif Al-Qur’an.

Berdasarkan pembatasan masalah sebagaimana penulis paparkan diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan, “bagaimana konsep al-qur’an dalam mengatasi gangguan mental/jiwa?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penulisan ini secara formal digarap dalm rangka memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana program Strata Satu (S-1) pada jurusan tafsir hadis, adapun tujuan non formal kajian ini adalah :

1. Mengetahui bagaimana sebenarnya gangguan jiwa/mental dipandang dari Pskologi dan al-Qur’an.

2. Menggali berbagai petunjuk yang ditawarkan dalam al-Qur’an bagaimana menanggulangi gangguan jiwa/mental?

D. Kajian Pustaka

      

16

Bersangkutan dengan jiwa dan raga, bersangkut paut dengan gangguan emosi,( J.S Badudu, Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia, hal 292 

17

Gangguan terhadap jiwa seseorang yang membuatnya merasa sangat tertekan, sedih dan murung 

18

kelainan jiwa disertai dengan disintegrasi kepribadian dan gangguan kontak dengan kenyataan. 


(27)

Untuk menghindari terjadinya kesamaan pada skripsi ini dengan skripsi yang lain, penulis terlebih dahulu menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan atau memiliki kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan menjadi acuan bagi penulis untuk tidak mengangkat objek pembahasan yang sama sehingga diharapkan kajian yang penulis lakukan tidak terkesan plagiat dari kajian yang telah ada.

Setelah penulis melakukan penelusuran, tertanya tidak begitu banyak pembahasan yang membahas permasalahan ini. Tetapi penulis menemukan beberapa karya ilmiah yang terkait dengan pebahasan yang penulis garap, yang bisa membantu penulis jadikan sebagai sumber sekunder dalam penulisan skripsi ini, yaitu ;

1. Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung; Pustaka Setia, 2003). Focus pembahasan ini adalah psikologi , mualai dari faedah mempelajari psikologi, sejarah perjalanan psikologi sebagai ilmu pengetahuan, hingga manusia sebagai objek materi psikologi.

2. M. Ustman Najati, psikologi Dalam Al-Qur’an; Terapi Qur’ani Dalam Penyembuhan Gangguan Kejiwaan, (Bandung Pustaka Setia, 2005). Ini merupakan terjemahan dari buku aslinya Alqur’an Wa ‘Iil Al-Nafs. Dalam buku ini kajaian tentang gangguan jiwa masih dengan pendekatan psikologi, kalaupun bersumber dari Al-Qur’an jauh dari pendekatan Maudhu’i.


(28)

3. Emosi Manusia Dalam Al-Qur’an, oleh sholahuddin, Jurusan Tafsir Hadis, UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2007. Fokus kajian skripsi ini fokus pada emosi manusia dalam Al-Qur’an.

4. Takut Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, oleh Siti Mutmainnah Zahra, Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2003. Fokus kajian skripsi ini pada lafal khafa

dan khasya yang dikomparasikan dengan ilmu jiwa

5. Thalbah, Hisyam dkk Mu’jizat Al-Qur’an Dan Hadis,jilid 4 (Psikoterapi Terapi Islam), dalam.buku ini membahas tentang macam-macam gangguan mental secara singkat.

E. Metodologi Penelitian Dan Teknik Penulisan 1. Metode Pengumpulan Data

Penulisan skripsi ini menggunakan penelitian kepustakaan ( library research) yaitu mengumpulkan data-data dari berbagai literatur,terdiri dari buku-buku, kitab tafsir dan hadis, dan dengan menelaah artikel-artikel yang mendukung dan memiliki relevansi dengan masalah yang penulis bahas. Karena penulisan ini berkaitan dengan Al-Qur’an maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan metode tafsir yaitu metode tematik (maudhu’i). adapun langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai berikut;

a. Menentukan topik bahasan

b. Menghimpun dan menetapkan ayat-ayat yang membahas persoalan tersebut;


(29)

c. Menyusun bahasan dalam suatu kerangka; d. Mempelajari semua ayat yang terpilih 2. Metode Pembahasan

Sebuah karya ilmiah pada suatu bidang ilmu dalam setiap pembahasan pasti menggunakan metode tertentu dalam menganlisa permasalahn-permasalahan yang sedang digeluti. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah deskriftif analitik, yaitu penulis menggambarkan permasalahan dengan didasari data-data yang ada lalu dianalisa untuk ditemukan kesimpulan.

3. Teknik Penulisan

Untuk penulisan skripsi ini secara umum penulis berpedoman pada buku petunjuk “ pedoman penulisan skripsi, Tesis dan Disertasi “ yang diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah Jakarta, 2006, sedangkan untuk sistimatikannya mengacu pada “ Pedoman akademik ‘ Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Sedangkan untuk kutipan Al-Qur’an dan terjemahannya mengacu kepada Qur’an in Word Ver 1.2.0

F. Sistimatika Penulisan

Skripsi ini disusun menggunakan sistimatika pembahasan bab \per bab. Kemudian dijelaskan dalam sub-sub tema pembahasan. Adapun sistimatika penulisan sebagai berikut :

Bab pertama, pendahuluan yang terdiri dari sub-sub bab yang menjelaskan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, kajian putaka, metodologi penelitian dan sistimatiaka penulisan,


(30)

Bab kedua, penulis menjabarkan tentng manusia, karna manusia adalah objek penelitian dasar pada skripsi ini dan otomatis kita juga harus lebih tau secara mendetail bagaimana sebenarnya manusia tersebut dan pengertian apa itu gangguan mental, pada bab kedua ini juga dijabarkan manusia dari pandangan pskologi dan rohani.

Bab ketiga, membahas macam-macam gangguan mental/jiwa yang disejalankan dengan ilmu psikologi, neorosis(kegelisahan), depresi, psikosis, psikomatik.

Bab keempat membahas bagaimana gangguan kejiwaan dalam al-qur'ana konsep dan solusi Al-Qur’an bagaimana menanggulangi gangguan jiwa/mental.

Terakhir, penutup, bab kelima berisi atas kesimpulan apa yang telah dibahas berkenaan dengan gangguan mental pada manusia beserta saran-saran serta rekomendasi untuk kemajuan ilmu pengetahuan.


(31)

Manusia adalah makhluk yang paling mulia dibanding makluk yang lain. Manusia adalah pemimpin atau yang mengatur alam ini. Manusia adalah makhluk yang mempunyai kepribadian yang unik. Karakteristik kepribadian yang unik ini menjadikan manusia sulit untuk dipahami dibanding makhluk lain, sehingga manusia menjadi makhluk yang “misterius” kemisteriusan ini menarik perhatian manusia sepanjang zaman. Banyak para filosof dan ilmuwan mencoba membangun konsep untuk mengungkap kemisteriusan manusia. Murtadha Muthahhari misalnya, mengatakan bahwa manusia lebih luhur dan lebih gaib dari apa yang dapat didefinisikan oleh kata-kata tersebut.1 Ahmad Mubarok dalam bukunya, Psikologi Qur’ani, mengatakan bahwa sosok manusia memang

sophisticated, rumit, dan memerlukan kesungguhan ekstra kuat untuk

mengenalinya.

Di dalam al-Qur’an terdapat 12 istilah kunci yang digunakan untuk menjelaskan manusia, yaitu, insa n, uns, basyar, ru h, qalb, ‘aql, nafs, bani a dam, na s, una s, dzurriyah a dam, dan

al-fithrah. Dari 12 kata kunci yang terkandung di dalam ayat-ayat al-Qur’an ini

dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok. Pertama, kelompok yang membicarakan manusia dari sisi fisik-biologisnya, yaitu kelompok yang tergabung dalam istilah al-Basyar. Kedua, kelompok ayat yang membicarakan

      

1

Murtadha Muthahari, perspektif al-Qur’an Tentang Manusia dan Agama (terj), (Bandung: Mizan, 1994),h. 117 


(32)

manusia secara totalitas fisik-psikis, yaitu ayat-ayat yang mengandung istilah ins, insa n, una s, na s, bani a da m,dzuriyyah a da m, dan

al-nafs. Ketiga, kelompok ayat yang membicarakan manusia dari segi psikisnya,

yaitu ayat-ayat yang tergabung dalam istilah al-aql, al-qalb. al-ruh. Dan

al-fithrah.2

Berdasarkan penelitian atas ayat-ayat-ayat tersebut dapat dirumuskan tiga aspek utama pada diri manusia, yaitu aspek jismiah, aspek nafsiah, dan aspek

ruhaniah.aspek jismiah adalah keseluruhan organ fisik-biologis, sistem sel,

kelenjer dan sistem syaraf. Aspek nafsiah adalah keseluruhan kualitas insaniah yang khas milik manusia, berupa pikiran, perasaan dan kemauan. Aspek ini mengandung tiga dimensi, yaitu al-nafs, al-aql, dan al-qalb. Aspek ruhaniah adalah keseluruhan potensi luhur psikis manusia yang memancar dari dua dimensi, yaitu dimensi al-ruh dan dimensi al-fitrah.3

Melalui aliran psikologi yang telah dikembang Nampak bahwa sebenarnya psikologi telah berupaya memahami kesejatian manusia. Hal ini nampak dari perkembangan teori-teori yang telah dikembangkan oleh ilmuwan barat. Namun jika dilakukan perbandingan antara teori psikologi (barat) dengan konsep atau rumusan yang dihasilkan berdasarkan penelitian atas ayat-ayat al-Qur’an, sebagaimana yang telah kami sebutkan diatas, nampak bahwa teori-teori yang dikembangkan oleh ilmuwan barat masih bersifat parsial. Jika aliran humanistik berkutat pada aspek nafsiah, tepatnya pada dimensi al-nafsu, al-aql, dan al-qalb, yang memusatkan perhatian pada sisi kualitas kemanusian berupa pikiran,

      

2

Baharuddin, kata pengantar, Paradigma, h. xi-xii   3


(33)

perasaan, dan kemauan, maka aliran psikoanalisis dan behaviorisme berkutat pada aspek jismiah-nafsiah, terutama pada dimensi al-nafs, aspek ruhaniah, (dengan dua dimensi, al-ruh dan al-fitrah) belum diakomodasi oleh psikologi (ilmuwan Barat).

A. Pengertian mental disorder

Gangguan kejiwaan adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut tidak disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagian-bagian anggota tubuh, meskipun kadang-kadang gejalanya terlihat pada fisik.4

Sedangkan dalam laporan tahunan organisasi psikiatri yang terbit pada tahun 1952 dinyatakan bahwa gangguan kejiwaan adalah merupakan sejumlah kelainan yang terjadi bukan pada kelainan jasmani, anggota tubuh atau kerusakan pada sistim (walaupun gejalanya bersifat badaniah).5

Pendapat lain menyatakan, pribadi yang abnormal itu mempunyai atribut secara relatif mereka itu jauh dari status integrasi. Ada tingkat atribut

inferior dan superior. Kompleks-kompleks inferior ini misalnya terdapat pada

penderita pikopat,neorosa dan psikosa dan komplek-komplek superior terdapat pada kelompok kaum idiot sarant (kaum ilmuwan / cerdik pandai yang bersifat idiot). Mereka ini mempunyai I.Q yang tinggi dan memiliki bakat-bakat khusus yang luar biasa; misalnya dibidang musik, matematik, teknik dan sebagainya, akan tetapi mereka menderita defekt atau defisiensi mental secara total, sehingga tingkah lakunya aneh-aneh, kejam, sadistik atau

      

4

. Zakiah Deradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1995), cet ke-16, h. 33  5

Musthafa Fahmi, Kesahatan Jiwa; Dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, Terj. Zakiah Deradjat, (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), cet. I, h. 58 


(34)

sangat abnormal. Pribadi yang abnormal ini selalu diliputi konflik batin, miskin jiwanya, dan tidak stabil, tanpa perhatian pada lingkungannya, terpisah hidupnya dari masyarakat, selalu gelisah dan takut, dan jasmaninya sering sakit-sakitan.6

Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian gangguan kejiwaan atau keabnormalan . Maslow dan Mittelman mendeskripsikan tentang pribadi yang normal dengan mental yang sehat sebagai berikut:

1. "memiliki perasaan aman (sense of scurity) yang tepat. Dalam suasana demikian dia mampu mengadakan kontak dengan orang lain dalam bidang kerjanya, di lapangan sosial, pergaulan dan dalam lingkungan keluarga." 2. "memiliki penilaian diri (self evaluation) dan insight yang rasional. Juga

punya harga diri yang cukup dan tidak berkelebihan, memiliki perasaan sehat secara mental, tanpa ada rasa-rasa berdosa. Dan memiliki kemampuan untuk menilai tingkah laku manusia lain yang tidak sosial dan tidak human sebagai fenomena masyarakat yang menyimpang.

3. "memiliki spontanitas dan emosionaloitas yang tepat. Ia mampu menciptakan hubungan yang erat, kuat dan lama, seperti persahabatan, komunikasi sosial dan relasi cinta. Dan mampu mengekspresikan rasa kebencian dan kekesalan hatinya tanpa kehilangann kontrol terhadap diri sendiri. Ia memiliki kesanggupan untuk ikut merasa dan ikut mengerti pengalaman serta perasaan orang lain. Ia bisa bergembira dan tertawa. Ia mampu menghayati arti penderitaan dan kebahagiaan tanpa lupa diri."

      

6


(35)

4. "mempunyai kontak dengan realitas secara efesien." Yaitu kontak dengan dunia fisik/materil, tanpa ada fantasi dan angan-angan yang berlebihan. Ia punya kontak dengan dunia sosial, karena memiliki pandangan hidup yang realistis dan cukup luas tentang dunia manusia ini. Ia memilki kemampuan untuk menerima macam-macam cobaan hidup dan kejutan-kejutan hidup dengan rasa besar hati. Selanjutnya ia memiliki kontrol yang real dan efesien dengan diri pribadinya (internal word). Dan memiliki kemampuan untuk mengadakan adaptasi, merubah dan mengasimilisikan diri, jika lingkungan social dan dunia eksternal tidak dapat dirubahnya."

5. "dia memiliki dorongan dan nafsu-nafsu jasmaniyah yang sehat, serta memiliki kemampuan untuk memenuhi dan memuaskannya." Ada attitude yang sehat terhadap tuntunan-tuntunan fungsi-fungsi jasmani tersebut. dan ia mampu memenuhinya, akan tetapi tidak diperbudak oleh dorongan dan nafsu-nafsu tersebut. Ada kemampuan untuk dapat menikmati kesenangan hidup ini, yaitu menikmati benda-benda dan pengalaman-pengalaman fisik (makan, minum, tidur, rekreasi) dan bisa cepat pulih dari kelelahan. Ia memeilki nafsu seks yang sehat, seta ada kemampuan untuk memenuhiu kebutuhan seks tersebut tanpa dibarengi oleh rasa takut dan berdosa, dan tidak pula berlebih-lebihan. Ada kemampuan dan gairah untuk bekerja, tanpa dorongan yang berlebih-lebihan, dan ia tahan menghadapai kegagalan, kerugian-kerugian dan kemalangan-kemalangan.”

6. "mempunyai pengetahuan diri yang cukup." Antara lain bisa menghayati motif-motif hidsupnya dalam status kesadaran. Menyadari nafsu-nafsu dan


(36)

hasratnya, cita-cita dan tujuan hidupnya yang realistis, dan bisa mebatasi ambisi-ambisi dalam batas-batas kenormalan. Juga tahu menggapai segala pantangan-pantangan pribadi dan pantangan social. Ia bisa melakukan kompensasi yang bersifat positif, mampu menghindari mekanisme mepertahankan diri dengan cara yang tidak sehat, tidak real dan tidak tepat sejauh mungkin dan bisa menyalurkan rasa inferiornya."

7. "mempunyai tujuan/objek hidup yang adekwat. "Dalam artian, tujuan hidup tersebut bisa dicapai dengan kemampuan sendiri, sebab sifatnya realistis dan wajar. Ditambah ia mempunyai keuletan un tuk mencapai tujuan hidupnya. Ia memiliki tujuan hidup, dan aktifitas perbuatannya berefek baik serta bermanfaat bagi masyarakat."

8. "Mempunyai kemampuan untuk belajar dari pengalaman hidupnya. Yaitu ada kemampuan menerima dan mengolah pengalamannya tidak secara kaku. Juga ada kesanggupan belajar secara spontan, serta bisa mengadakan evaluasi terhadap kekuatan sendiri dan situasi yang dihadapinya, agar supaya ia sukses. Ia akan menghindari metode-metode pelarian diri yang keliru, dan memperbaiki metode kerjanya guna mencapaiu sukses yang lebih besar."

9. “Adanya kesanggupan untuk bisa memuaskan tuntutan-tuntutan dan kebutuhan-kebutuhan dari kelompiknya dimana ia berada. “sebabnya, ia tidak terlalu berbeda dari anggota kelompok lainnya. Ia bisa mengikuti adat, tata cara dan norma-norma dari kelompoknya."

10.“Adanya integrasi dalam kepribadian. “ Adanya perkembanagan dan pertumbuhan jasmani dan rohani yang bulat. Ia bisa mengadakan asimilasi


(37)

dan adaptasi terhadap perubahan sosial, dan mempunyai minat terhadap macam-macam aktifitas. Disamping itu memiliki moralitas dan kesadaran yang tidak kaku dan sifatnya fleksibel terhadap group dan masyarakatnya. Adanya kemampuan untuk mengadakan konsentrasi terhadap satu usaha. Dan tidak ada konflik-konflik yang serius di dalam dirinya sendiri.7"

Kriteria-kriteria tersebut diatas merupakan ukuran ideal. Dalam arti, merupakan standar yang relative tinggi sifatnya. Seorang yang normal itu tidak bisa diharapkan memenuhi dengan mutlak kriteria-kriteria tersebut. Sebab pada umumnya manusia normal pasti memiliki kekrangan-kekurangan dalam beberapa segi kepribadiannya. Namun demikian ia tetap memiliki kesehatan mental yang cukup baik, sehingga bisa digolongkan dalam kelompok orang yang normal, maka jika seseorang itu terlampau jauh menyimpang dari kriteria-kriteria tersebut, dan banyak segi-segi karakteristiknya yang deficient (rusak, tidak efisien), maka pribadi tersebut digolongkan dalam kelompok abnormal.

B. Manusia Sebagai Basyar

Term basyar secara bahasa (lughawi, leksikal) berarti fisik manusia.8 Makna ini diambil dari beberapa uraian tentang makna basyar tersebut. Diantara uraian Abu al-Husain Ahmad Bin Faris Zakariya dalam mu’jam

al-Maqayis fi al-Lughah bahwa semua kata yang huruf asalnya terdiri dari

ba’(ب), syin (ش), dan ra’(ر) berarti sesuatu yang nampak jelas dan biasanya

      

7

Kartini Kartono, “Psikologi Abnormal”, Bandung: Alumni, 1995, h 5-6  8

Musa Asy’ari, Manusia Pembentukan Kebudayaan dalam al-Qur’an. (Yogyakarta: LESFI, 1992), h. 34 


(38)

Al-Qur’an menggunakan term basyar untuk menjelaskan manusia sebanyak 37kali. Dari 37 term basyarini di klasifikasikan kedalam lima kelompokarti pemakaian, yaitu:

1. Menerangkan tentang kemanusian rasul dan nabi adalah basyar. Sebagaimana manusia pada umumnya yang secara biologis mempunyai ciri-ciri yang sama, seperti membutuhkan makan, minum, dan kebutuhan biologis lainnya. Terdapat 24 ayat, yaitu surah Ali Imra n, al-Ma i'dah,

al-An’a m, hu d/11:27; Yusu f/12;31; Ibrahim/14 :10,11;

al-Isra /17:93; Al-Kahfi/18:110; al-Anbiya /21:3,34 ; al-Mu’minun/23: 24,

33, 34, 47; al-Syua’ra/26:154, 186; Yassin/36: 15 ; Fusshilat/41: 6; al

-Syu’ara /42; 51; al-Qomar/54: 24; al-Tagha bun/64: 6 dan al

-Muddatstsir/74: 25.12

      

9

Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakaria, Mu’jam al-Maqayis fi al-Lughah, (Beirut, Libanon; Dar al-Fikr, 1994), cet I, h. 135 

10

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta, Karya Agung, 1990), cet. VIII, h 65; Lihat juga di dalam A. W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya:Pustaka Progersif,2002), cet XXV, h 86 

11

M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir MaudhuiAtas Berbagai Persoalan

Umat, (Bandung: Mizan, 1996), cet. II h. 279 

12

Dalam surah al-Kahfi/18: 110term basyar oleh Ibn Katsir ditafsirkan bahwa Muhammad sebagai basyar tidak mengetahui hala-hal yang gaib, tidak mengetahui pula data sejarah masa lalu dari bangsa-bangs ayang disebutkan dalam al-Qur’an. Apa yang disampaikan nabi bukan pengetahuannya, karna beliau basyar pengetetahuannya terbatas seperti keterbatasan

basyar yang lain, hanya saja Allah Swt memberi beliau informasi tentang hal tersebut melalui

wahyu. Lihat Muhamad al-Shabuny, Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir, (Beirut: Dar al- Qur’an, 1981), jil. II, h. 440 


(39)

2. Menerangkan tentang proses penciptaan manusia. Terdapat 5 ayat yaitu surah : al-Hijr/15: 28,33;al-Furqa n/25:54; al-Ru m/30: 20 dan Sha d/38: 71.

3. Menerangkan tentang manusia pada umumnya. Terdapat 5 ayat, yaitu surah al-Nahl/16: 103; Maryam/19: 17. 26; dan al-Muddasir/74: 31.36. 4. Berhubungan dengan masalah hubungan seksual. Terdapat dua ayat yaitu

surah Ali Imra n/3: 47 dan Maryam/19: 20.

5. Menerangkan tentang kulit manusia.terdapat satu ayat, yaitu surah

al-Muddatstir/74: 29.13

6. Menerangkan bahwa manusia semuanya akan mati. Terdapat satu ayat yaitu surah al-Anbiya /21: 34.

Dilihat dari penggunaan kata basyar dalam seluruh ayat, sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, terlihat bahwa kata basyar digunakan untuk menggambarkan manusia dari segi fisik-biologisnya, seperti kulit manusia, kebutuhan biologisnya berupa makan, minum, berhubungan seks dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia yang dijelaskan dengan istilah basyar menekankan pada gejala umum yang melekat pada fisik manusia yang secara umum relatif sama. manusia sebagai basyar tidak lain adalah manusia yang dalam kehidupannya sangat tergantung pada kodrat alamiahnya, seperti makan, minum, berhubuangan seks, tumbuh, berkembang, dan akhirnya mati.

      

13

Ayat ini diartikan kulit manusia sebagaimana pendapat ibn ‘Abbas dan al- Akhfasy.

Lihat Shadiq Hasan Khan, Fath al-Bayn fi Maqashid al-Qur’an,(Kairo: mathaba’ah al-Ashimah, tt.), jil. 10, h. 134 


(40)

C. Manusia Sebagai Insan

Term al-insa n mempunyai tiga asala kata, pertama, berkata dari kata

anasa yang berarti abshara, yaitu melihat,’alima yang berarti mengetahui,dan

istilah isti’dza n yang berarti meminta izin. Kedua, berasal dari kata nasiya yang artinya lupa. Dan yang ketiga, berasal dari kata al-uns yang berrti jinak, harmoni, dan tampak. Menurut Ibnu Zakariya, semua kata yang kata asalnya terdiri dari huruf alif (ا), nun (ن) dan sin (س) mempunyai makna asli jinak, harmonis, dan tampak dengan jelas.14 Manusia dengan term al-insan menunjukkan pada ciri-ciri khasnya, yaitu jinak, tampak jelas kulitnya, juga potensial untuk memelihara dan melanggar aturan sehingga ia dapat menjadi makhluk yang harmonis (memelihara aturan) sekaligus kacau (melanggar aturan).

Manusia sebagai insan jika ditinjau dari segi asal kata anasa yang berarti melihat (abshara), mengetahui (a’lima), dan meminta izin

(isti’dza n), maka ia memiliki sifat-sifat potensial dan aktual untuk mampu

berfikir dan bernalar. Dengan berfikir manusia mampu mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, yang baik baik dan yang buruk, sehingga dapat melakukan pilihan untuk senantiasamalakukana hal yang benardan baik.

Manusia sebagia insan jika ditinjau dari asal kata nasiya yang berarti lupa, menunjukkan bahwa manusia mempunyai potensi untuk lupa, bahkan hilang ingatan atau kesadarannya. Sedangkan jika ditinjau dari asal kata al-uns

      

14

Ibn Mazhur, Lisan al-Ara bi, (Kairo: Dar al-Ma'rif, tt.), jil.VII, h.306: Lihat juga A.W.Munawir, al-Munawwir, h .43 


(41)

atau anisa yang berarti jinak, menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang jinak, ramah, serta dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Manusia (al-ins) sebagai makhluk yang jinak berkaitan dengan tujuan diciptakannya agar senantiasa mengabdikan dirinya kepada allah Swt. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam ayat berikut :

”dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku.”(Q.S. al-Dzariyat/51: 56)

Jinak berarti juga dapat diatur secara tertib, sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur’an sebagaiman berikut:

di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.”(Q.S. al-Naml/27:

17)

Manusia sebagai insan juga merupakan makhluk pembangkang, sehingga mendapatkan tantangan dari Allah Swt. Sebagaimana di sebebutkan dalam ayat berikut:

” Hai jama'ah jin dan mAanusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya


(42)

Manusia sebagai makhluk jinak membawanya menjadi penghuni surga, sedangkan sebagai makhluk pembangkang membawanya menjadi penghuni neraka.

Manusia sebagai insan adalah totalitas fisik dan psikis. Jika aspek fisik-biologis banyak dijelaskan dalam term al-basyar, maka pemhasan aspek psikis manusia bisa ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek psikologi dan aspek ruhani.

1. Manusia Menurut Tinjauan Psikologi

Pandangan tentang manusia jika di tilitik dari aspek psikologi tidak terlepas dari paradigma psikologi yang bercorak antroposentrisme yang menempatkan manusia sebagai pusat dari segala pengalaman dan relasi-relasinya serta penentu utama segala peristiwa yang menyangkut masalah manusia dan kemanusian.

Sampai dengan penhujung abad XX dalam ranah psikologi terdapat empat aliran besar , yaitu psikoanalisis, behaviorisme (behavior

psychology), humanistic (humanistic psychology), transpersonal

(transpersonal psychology). Masing-masing aliran meninjau manusia dari

sudut pandang yang berbeda, dan dengan metodologi tertentu berhasil menentukan berbagai dimensi dan asa tentang kehidupan manusia,kemudian membangun teori dan filsafat mengenai manusia.15

      

15

Hanna Jumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Dengan Islam: Menuju Psikologi


(43)

Aliran psikoanalisis dipelopori oleh Sigmud Freud (1856-1039).16 Berangkat dari pengalaman dengan para pasien, Freud menemukan ragam dimensi dan prinsip-prinsip mengenai manusia yang kemudian menyusun teori psikologi. Dalam pandangan aliran ini kepribadian manusia terdiri atas tiga sistem, yaitu id atau es (dorongan-dorongan biologis, libido seksualita)17, ego atau ich (kesadaran terhadap realitas hidup), dan

superego atau uberich (kesadaran normative) yang berinterksi satu sama

lain dan masing-masing memiliki fungsi dan mekanisme yang khas.

Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia. Id selalu berprinsip memenuhi keinginannya sendiri

(pleasure principle), termasuk di dalamnya naluri seks dan agresivitas.

Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dan tuntutan rasional dan reaslistik. Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud yang rasional. Ia bergerak berdasrkan prinsip yang realitas (reality principle). Sedangkan superego berisi ata hati atau conscience. Kata hati ini berhubungan dengan lingkungan sosial dan mempunyai nilai-nilai moral, sehingga merupakan kontrol atau sensor terhadap dorongan-dorongan yang datang dari id. Superego menghendaki agar dorongan-dorongan tertentu saja dari id yang

      

16

Freud dilahirkan pada 6 Mei 1856, dari sebuah keluarga Yahudidi Freiberg, Moravia, sebuah kota kecil di Austria (kini menjadi bagian di Cekoslowakia). Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung; Pustka Setia, 2003), cet. I, h. 115  

17


(44)

di realisasikan. Sedangkan dorongan-dorongan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral tetap tidak dipenuhi.18

Selain ketiga sistim tersebut, manusia memiliki tiga strata kesadaran (struktur kejiwaan manusia), yaitu alam bawah sadar (the

conscious), alam prasadar (the preconscious),dan alam tak sadar (the

unconscious) yang secara dinamis berinteraksi satu dengan yang lainnya.

Tiga strata kesadaran ini dapat digambarkan-disederhanakan dan diumpamakan sebagai “gunung es yang terapung disamudra” sebagian kecil tampak dipermukaan (alam sadar), bagian terbesar tidak tampak, karena ada didalam samudra (alam tak sadar), dan diantara keduanya ada bagian yang karena gerak naik-turunnya gelombang kadang-kadang hilang terendam dibawah permukaan kadang-kadang tampak di permukaan (alam prasadar).19

Dalam hubungannya dengan jiwa seseorang, yang tampak dari luar hanya sebagian kecil, yaitu “alam sadar”. Bagian yang terbesar dari jiwa seseorang tidak bisa di lihat dari luar, dan ini merupakan “alam tak sadar”. Antara kesadaran dan ketidaksadaran terdapat suatu perbatasan yang disebut “alam prasadar”. Dorongan yang terdapat dalam “alam prasadar” ini sewaktu-waktu dapat muncul kedalam kesadaran.

Aliran behaviorisme dipelopori oleh Jons Watson20 (1878-1958). Aliran ini mendasarkan diri pada konsep stimulus-respons. Mereka

      

18

Alex Sobur, Psikologi h. 113-114  19

H. D. Bastaman, Integras, h. 50  20

Linda L, Davidoff, Psikologi:Suatu Pengantar . Penerjemah Mari Juniati. (Jakarta: Erlangga, 1998), edisi II, jil. I, h. 15  


(45)

memandang bahwa ketika dilahirkan pada dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa (netral). Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia yang buruk. Lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia yang baik. Pandangan ini beranggapan bahwa apapun jadinya seseorang, satu-satunya yang menentukan adalah lingkungannya. 21

Teori behaviorisme memberikan kontribusi penting ditemuaknnya asas-asas perubahan perilaku manusia. Pertama, classical conditioning (pembiasaan klasik): suatu ransangan (netral) akan menimbulkan pola reaksi tertentu apabila rangsangan itu sering diberikan bersamaan dengan rangsangan lain yang cara alamiah menimbulkan pola reaki tersebut. Prinsip pembiasaan ini ditemukan oleh Ivan Pavlov dan dikembangkan oleh J. B. Watson.

Kedua, law of effect (hukum akibat): perilaku yang menimbulkan

akibat-akibat yang memuaskan si pelaku cendurung akan diulangi, sebaliknya, perilaku yang menimbulkan akibat-akibat yang tidak memuaskan atau merugikan cenderung akan dihentikan. Prinsip ini di temukan oleh Edwar Thondike dan dikembangkan oleh B. F. Skinner.

Ketiga, operant conditioning (pembiasaan operant): suatu pola

perilaku akan menjadi mantap apabila dengan perilaku itu berhasil diperoleh hal-hal yang diinginkan pelaku (penguat positif), atau mengakibatkan hilangnya hal-hal yang tak diinginkan (penguat negative). Dilain pihak suatu

      

21


(46)

pola perilaku tertentu akan menghilang apabila perilaku itu mengakibatkan dialaminya hal-hal yang tidak menyenangkan (hukuman), atau mengakibatkan hilangnya hal-hal yang menyenangkan si pelaku (penghapusan). Prinsip ini dipelopori oleh B. F Skinner.

Keempat, modeling (peneladanan): dalam kehidupa sosial perubahan

perilaku terjadi karena proses peneladanan terhadap perilaku orang lain yang disenangi dan di kagumi, prinsip ini dikemukakan oleh Albert Bandura.

Keempat asas perbahan perilaku ini berkaitan langsung dengan proses belajar (learning process) yang melibatkan unsur-unsur kognisi (pemikiran), afeksi (perasaan), konasi (kehendak), dan aksi (tindakan). Atau dengan istilah lain cipta, rasa, karsa, dan karya.22

Aliran humanistic dipelopori oleh Abraham Maslow (1908-1970). Aliran ini berasumsi bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi yang baik dan memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki otoritas atas kehidupannya sendiri. Ia makhluk dengan julukan the self determining

being yang mampu sepenuhnya menentukan tujuan-tujuan yang paling

diinginkannya dan cara-cara mencapai tujuan itu yang dianggap paling tepat.23 Aliran ini sangat menghargai keunikan pribadi, penghayatan subyektif, kebebasan, tanggung jawab dan kemampuan manusia dalam mengembangkan dan mengaktualisasi diri (self actualization).24

      

22

H. D. Bastaman, Integrasi, h. 51-52  23

H. D. Bastaman, Integrasi h. 52  24

Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam, h. 68-69; Linda L Davidoff, Psikologi, h. 7-8 


(47)

Aliran transpersonal (transpersonal psychology) merupakan kelanjutan atau suatu bentuk pengembangan aliran humanistic (humanistic psychology). Unsur penting yang menjadi sasaran telaah psikologi transpersonal adalah potensi-potensi luhur (the highest potentials) dan fenomena kesadaran (state

of consciousness) manusia.

The state of consciousness atau lebih populer disebut the altered

states of consciousness adalah pengalaman-pengalaman alih dimensi,

memasuki alam-alam kebatinan, kesatuan mistik, komunikasi batiniah, pengalaman meditasi, dan sebagainya.

Potensi luhur (the biggest potentials) manusia menghasilkan telaah-telaah seperti altered states of consciousness, extra sensory perception, transendensi diri,keruhanian, potensi luhur dan peripurna, dimensi diatas alam kesadaran, pengalaman mistik, ekstasi, parapsikologi, paranormal, daya-daya batin, pengalaman spiritual, dan praktek-praktek keagamaan.

Aliran transpersonal (transpersonal psychology) menaruh perhatian pada dimensi spiritual manusia yang ternyata mengandung berbagai potensi dan kemampuan luar biasa yang sejauh ini terabaikan oleh psikologi kontemporer dan dianggap sebagai garapan kaum batiniah, agamawan, dan mistikus.25

2. Manusia Menurut Tinjauan Ruhani

      

25

Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam, h. 68-69; Linda L Davidoff, Psikologi, , h. 53-54 


(48)

”Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan

bersujud.” Q.S. al-Hijr/15: 29)

Manusia adalah kesatuan antara dua unsur, yaitu unsur materi yang kemudian menjadi raga dan jasad (atau dalam istilah Arab disebut Jism ) manusia yang berasal dari sari pati tanah dan unsur immaterial yang berupa ruh (unsur suci) yang berasal dari Tuhan.

Penciptaan manusia dari unsur suci (ruh) dipertegas pula dengan ayat lain yang menyatakan bahwa manusia diciptakan berdasarkan fitrah Allah Swt. Dengan demikian manusia diharapkan tetap pada fitrah yang suci dalam menjalani kehidupannya. Inilah yang menjadi keistimewaan manusia dibandingkan dengan makhluk lain.

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) sfitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi

kebanyakan manusia tidak mengetahui.”(Q.S. al-Rum/30:30)

Pembahasan mengenai aspek ruhani manusia …ditilik melalului empat unsur utama keruhanian manusia, yaitu kalbu (qalb), ruh (ruh), akal (aql), dan nafsu (nafs).

Pertama, kalbu (qalb), adalah bentuk masdar dari qalaba yang artinya


(49)

atau jantung26, segumpal daging yang berbentuk lonjong seperti sebuah

shanaubar,27 terletak dalam rongga dada sebelah kiri yang terus-menerus

berdetak selama manusia masih hidup.

“(yaitu) ketika mereka datang kepa da mu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan

bermacam-macam purbasangka.”( Q.S. al-Ahzab/ 33: 10)28

Sedangkan kalbu dalam pengertian ruhani adalah sesuatu yanag dapat mengenal dan mengetahui segalanya serta menjadi sasaran perintah, cela, hukuman, dan tuntutan dari Tuhan. Kalbu dalam pengertian ini merupakan karunia Tuhan berupa subtansi halus dan indah, bersifat ruhaniah dan ketuhanan (lathifah al-rabbaniyah) serta mempunyai hubungan khusus yang sulit dipahami dengan organ jantung. Kalbu dalam pengertian inilah yang menjadi hakikat kemanusian yang dapat menangkap pengertian, pengetahuan, dan 'arif.

Dalam al-Qur’an kata qalb disebutkan sebanyak 122 kali yang tersebar dalam 45 surah dan 112 ayat. Sesuai denagan namanya, qalb memiliki tabiat tidak konsisten (sering berubah, taqalub). Ia suka berpaling, kecewa, dan kesal, mengambil keputusan, berprasangka, menolak, menginkari, dapat diuji, ditundukkan, diperlonggar dan dipersempit, dan bahwa ditutup rapat.

      

26

A. W. Munawwir, al-Munawwir, h. 1145; lihat juga Mahmud Yunus, Kamus

Arab-Indonesia, h. 353 

27

Karenanya dalam bahasa Indonesia ada istlah "hati sanubari"  28


(50)

Qalb dalam al-Qur’an disebut juga istilah shadar, karena qalb merupakan tempat terbitnya cahaya iman dan islam. Sebagaimana ditegaskan dalam al- Qur’an:

Maka Apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan

yang nyata.(Q.S. al-Zumar/39: 22)

Disebut dengan fu’ad, karena menjadi tempat terbitnya ma’rifah kepada Allah. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut:

⌧ ⌧

hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya[12. Maka Apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya?13. dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,14. (yaitu) di Sidratil Muntaha15. di

dekatnya ada syurga tempat tinggal, (Q.S al-Najm/53: 11-15).

Disebut dengan lubb, karena qalb menjadi tempat terbitnya tauhid.


(51)

Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan

kepa da mu,(Q.S al-Thalaq/65: 10)

Dan qalb disebut juga syaghaf, karena menjadi tempat munculnya kecintaan terhadap sesama makhluk dan manusia.

30. dan wanita-wanita di kota berkata: "Isteri Al Aziz[752] menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), Sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya Kami

memandangnya dalam kesesatan yang nyata." (Q.S. Yusuf/12: 30)

Qalb juga memiliki daya emosional yang dapat menampung penyakit-penyakit jiwa.

10. dalam hati mereka ada penyakit[23], lalu ditambah Allah penyakitnya;

dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.( Q.S.

al-Baqarah/2: 10)

Sebagaimana ‘aql, qalb juga memiliki daya intelektual. Bedanya, jika ‘aql lebih menekankan pada sisi fikir, maka qalb lebih menekankan pada sisi zikir. Kesatuan antara fikir dan zikir tersebut merupakan daya jiwa khas manusia, inilah yang dimaksud dengan dimensi insaniyah psikis manusia. Pengembangan pikiran yang terlepas hubungannya dengan qalb akan menghasilkan pengetahuan lahiriyah dari realitas yang ditangkap, sebaliknya,


(52)

qalb yang terlepas dari pikiran (‘aql) akan membuat seseorang hanya menangkap dimensi spiritual dari realitas yang ada. Karenanya manusia dituntut untuk menghubungkan keduanya dalam hubungan yang porposional. Hubungan keduanya dapat digambarkan sebagai berikut:

Pikir

‘Aql + Qalb

Zikir

Orang yang mampu mempertemukan antara ‘aql dan qalb dalam menemukan kebenaran inilah yang diistilahkan al-Qur’an dengan ulul

al-bab.29

Kedua, roh (ruh). Dalam bahasa arab, disamping kata ruh juga dikenal kata ruh yang artinya rahmat, dan kata ruh yang artinya angin. Ruh dalam bahasa arab juga digunakan untuk menyebut jiwa, nyawa, nafas, wahyu, perintah dan rahmat.30 Menurut Ibn Zakaria, kata ruh dan semua kata yang memiliki kata aslinya terdiri dari huruf ra’, waw, ha’, mempunyai arti dasar besar, luas, dan asli.31 Makna ini mengisyaratkan bahwa ruh merupakan sesuatu yang agung, besar dan mulia, baik nilai maupun kedudukannya dalam diri manusia.

      

29

Abdurahhamn Saleh," Teori-Teor Pendidikan Berdasarkan Al-Qur'an", penerjemah Arifin dan Zainuddin, (Jakarta: Rineka Cipta,19900, h. 97 

30

Ibn Manzhur, Lisan Al- Arab, jil. II, h. 1763-1771 ; lihat juga Mahmud Yunus, Kamus

Arab-Indonesia, h. 149; A.W. Munawwir, al-munawwir, h.545 

31


(53)

Term ruh yang ada di dalam al-Quran disebutkan sebanyak 24 kali memiliki makna yang bermacam-macam. Ruh disebut sebagai nyawa yang menyebabkan seseorang masih tetap hidup32, malaikat,33 rahmat Allah,34 dan juga disebut sebagai (bermakna) al-Quran.35

Ruh Allah diciptakan kepada manusia melalui proses al-nafakh berarti tiupan dan hembusan.36 Jadi Allah ‘meniupkan’ atau ‘ menghembuskan’ disini, menurut al- Zamakhsyari, adalah menghidupkan.37 Sedangkan menurut al-Ghazali al-nafakh dapat dipahami dari dua sisi. Dilihat dari sisi Allah

al-nafakh adalah al-jud al-illahi (kemurahan Allah) yang memberikan wujud

kepada sesuatu yang menerima wujud. Al-jud ini mengalir dengan sendirinya atas segala hakikat yang diadakan-Nya. Bila dari sisi al-nuthfah maka al

-nafakh berarti kesempurnaan kondisi untuk menerima, sehingga al-nafs

tercipta pada al-nuthfah itu oleh Allah tanpa terjadi sesuatu perubahan pada diri Allah.38

Ruh merupakan dimensi jiwa manusia yang bernuansa ilahiyah. Implikasinya dalam kehidupan manusia adalah aktualisasi potensi luhur batin manusia berupa keinginan mewujudkan nilai-nilai ilahiyah yang tergambar dalam nama-nama Allah (al-asma’ al-husna) dan berprilaku agama (makhluk agamis). Ini sebagai konsekuensi logis dimensi ruh yang berasal dari Tuhan,

      

32

Q.S al-Isra'/17: 85  33

Q.S. al-Syua'ra'/26: 193  34

Q.S. al-Mujadillah/58: 22  35

Q.S. al-syura'/42: 52. Menurut al-Zamakhsyari (467-538 H/1074-1143), kalimat ruhan min amrina dalam aya ini berarti wahyu. Wahyu disamakan dengan ruh karena keduanya sama-sama berfungsi untuk menghidupkan. Wahyu menghidupkan agama, sedangkan ruh menghidupkan jasad. Lihat al-Zamkhsyari, al-Kasysaf, (Beiru, Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1995), cet. I, juz. IV, h. 227 

36

Mahmud Yunus, kamus Arab-Indonesia, h. 360: A.W. Munawwir, al-Munawwir, h. 1442-1443; lihat juga Ibn Zakariya, Mu'jam Maqayis, h. 1040 

37

Al-Zamakhsyari, al-Khasyaf, h. juz. II, h. 555  38


(54)

maka ia memiliki sifat-sifat yang dibawa dari asalnya tersebut. Sedangkan dalam hubungannya dengan dimensi jiwa manusia, maka ruh merupakan dimensi spiritual yang menyebabkan jiwa manusia dapat dan memerlukan hubungan dengan hal-hal yang bersifat spiritual.39

Ketiga, akal (‘aql). Kata ‘aql dalam al-quran tidak pernah disebutkan dalam bentuk kata benda (isim), tetapi diungkapkan dalam bentuk kata kerja (fi’il). Kata ‘aql dan berbagai bentuknya dalam al-quran disebutkan sebanyak 49 kali.’Aql adalah musytaq dari kata ‘aqala yang bermakna habasa yang berarti mengikat, memahami, atau menahan40. Karenanya, seseorang yang menggunakan akalnya disebut dengan ‘aqil, yaitu orang yang dapat mengikat dan menahan hawa nafsunya. Ibn Zakariya (w. 395 H ) mengatakan bahwa semua kata yang memiliki akar kata yang terdiri dari huruf ‘ain, qaf, dan lam menunjuk kepada arti kemampuan mengendalikan sesuatu, baik berupa perkataan, pikiran, maupun perbuatan.41

Berdasarkan analisis bahasa sebagaimana di atas. Maka dapat dipahami bahwa orang yang menggunakan akalnya pada dasarnya adalah orang yang mampu mengikat hawa nafsunya, sehinggga hawa nafsunya tidak dapat menguasai dirinya. Ia mampu mengendalikan dirinya dari dorongan nafsu dan juga dapat memahami kebenaran agama hanyalah orang-orang yang tidak dikuasai nafsunya. Sebaliknya, orang yang tidak dapat menguasai hawa

      

39

Baharuddin, paradigma, h. 146  40

Mahmud Yunus, kamus Arab-Indonesia, h. 275: A.W. Munawwir, al-Munawwir, h. 956-957; lihat juga Ibn manzhur, lisanul 'Arab, jil. XIII, h. 485; lihat juga Raghib al-Asfhahaniy, Mu'jam Mufradhat, H. 354 

41


(55)

nafsunya tidak dapat menguasai hawa nafsunya tidak dapat memahami kebenaran agama.

Menurut Ibrahim Madkur, akal juga dapat dipahami sebagai suatu potensi ruhani untuk membedakan antara yang haqq dan bathil.42 Menurut Abbaas Mahmud ‘Aqqad (1307-1383 H) akal adalah penahan hawa nafsu.43 Akal adalah petunjuk yang membedakan antara hidayah dan kesesatan. Akal dalam pengertian ini bukanlah otak sebagai salah satu organ tubuh, tetapi, daya pikir yang terdapat dalam jiwa manusia. Akal dapat memperoleh ilmu pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Akal merupakan potensi gaib yang tidak dimiliki makhluk lain, meskipun makhluk tersebut memiliki otak.

Penggunaan kata ‘aql dalam bentuk fi’il dalam al-quran menunjukkan ‘aql bukanlah suatu subtansi (jauhar) yang bereksistensi, melainkan aktivitas dari suatu subtansi.44 Sedangkan mengenai substansi yang ber-‘aqal terdapat perbedaan. Menurut al-Gazali, substansi yang berakal adalah Qalb.45 Sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran:

      

42

Ibrahim Madkur, Mu'jam Al-Falsafi, (Kairo: al-Hai'ah al- Ammah li al-Syu'un al- Muthabi' al-Amriyah,1979), h.120  

43

Abbas Mahmud Aqqad, Al-Insan Fi Al-Qur'an Al- Karim, (Kairo: Dar al-Islam, 1973), h.22 

44

Baharuddin, paradigma, h. 118  45


(56)

46. Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada (Q.S. al-Hajj/22: 46)

Alasan yang dikemukan al-ghazali diantaranya adalah: (1) akal sering disebut dengan nama qalb (Q.S al-Hajj/22:46; Al-A’raf/7: 179; dan Qaf/50: 37); (2) tempat kebodohandan lupa adalah qalb, dengan demikian maka qalb merupakan tempat akal dan pemahaman (Q.S al-Baqarah/2: 7, 10; al- Nisa/4: 155; al-Taubah/9: 64; al-Fath/48: 11; al-Muthaffifin/83: 14; Muhammad/47: 29; dan al-Hajj/22: 46): (3) apabila manusia berfikir secara berlebihan maka kalbunya akan terasa jenuh dan sesak, sehingga ia seperti terkena penyakit; dan (4) qalb merupakan organ yang bersininim dengan aql.46

Wahbah Zukhaili mengatakan bahwa yang berakal adalah otak.47 Diantara alasanya mengataknnya adalah: (1) otak merupakan sistem pengingat mnusia; (2) alat yang dapat mencapai daya kognisi adalah otak; (3) apabila sistem otak rusak maka manusia menjadi gila; (4) dalam bahasa sehari-hari orang yang sedikit kecerdasannya disebut “lemah otak” dan (5) aql mampu mencapai puncak kemulian, karena itulah letaknya dikepala48.

Berdasarkan berbagai penggunaan kata aql, sebagai dimensi insaniyah, sedikitnya mencakup dua makna, pertama, akal adalah instrument jiwa yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya; kedua, akal mampu

      

46

Baharuddin, Paradigma, h. 118-119  47

Wahbah al-Zukhaili, Tafsir al-Munir FI al-Aqa'id wa al-Syari'ah wa al-Manhaj, (Beirut: Dar al-Fikr,1991), juz. IX, h. 131-233 

48


(57)

menemukan, mengembangkan, dan mengkontruksi hukum alam menjadi teori-teori ilmu pengetahuan.49

Dan yang terakhir , keempat, adalah nafsu (nafs). Dalam bahasa arab term al-nafs digunakan untuk banyak hal, seperti: roh, diri manusia, hakikat sesuatu, darah,saudara, kepunyaan, kegaiban, ukuran samakan kulit, jasad, kedekatan, zat, mata. Kebesaran, dan perhatian.50 Ada yang menunjukkna arti totalitas manusia, ada yang menunjukkan pada apa saja yang terdapat dalam diri manusia yang menghasilkan tingkah laku, dan ada pula yang menunjukkan kepada diri tuhan. Dalam konteks pembicaraan tentang manusia, disamping untuk menyebut totalitas manusia, nafs juga menunjuk pada sisi dalam manusia yang mempengaruhi perbuatannya, berpotensi baik atau buruk. Didalam al-Qur’an, kata nafs yang digunakan dalam berbagai bentuk dan aneka makna, dijumpai sebanyak 297 kali, masing-masing dalam bentuk

mufrad (singular) sebanyak 140 kali,51 sedangkan dalam bentuk jama’

terdapat dua versi, yaitu nufus sebanyak 2kali, dan anfus sebanyak 153 kali,52 dalam bentuk fi’il ada dua kali.53

Penggunaan nafs untuk menyebut totalitas manusia dapat dijumpai dalam ayat berikut:

      

49

Baharuddin, Paradigama,, h. 124  50

Ibn Manzhur, Lisanul A'rab, jil, VI, h. 4500-4501  51

Dalam hitungan Ahmad Mubarak sebanayk 142 kali, terdiri atas 77 tanpa idhafah dan 65 dalam bentuk idhafah. Lihat Ahmad Mubarak, Jiwa dalam al-Qur'an, (Jakarta: Paramadina, 2000), h. 42 

52

I Ahmad Mubarak, Jiwa dalam al-Qur'an, (Jakarta: Paramadina, 2000), h. 43  53


(58)

“oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain[411], atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya[412]. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu[413] sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka

bumi.”(Q.S al-Maidah/5:32)

Pada ayat ini term nafs digunakan untuk menyebutkan totalitas manusia secara fisik dan psikis didunia, yakni manusia hidup yang bisa dibunuh (mati). Berbeda dengan ayat diatas , pada surah Yassin/36: 54 term

nafs digunakan untuk menyebut manusia di alam akhirat . disamping dua ayat

diatas, term nafs yang digunakan untuk menyebut totalitas manusia juga dapat di jumpai dalam surah al-Baqarah/2: 61, Yusuf /12: 54, al-Dzariyat/51:21,

dan an-Nahl/16:111.

Penggunaan term nafs untuk menyebut sisi dalam manusia terdapat dalam surah al-Ra’d/13: 10 :


(59)

“sama saja (bagi Tuhan), siapa diantaramu yang merahasiakan ucapannya, dan siapa yang berterus-terang dengan Ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari.”

Menurut Ahmad Mubarok, dalam bukunya yang berjudul Jiwa dalam

Al-Qur’an, kesanggupan manusia untuk merahasiakan dan berterus-terang

dengan ucapannya merupakan petunjuk adanya sisi dalam sisi luar manusia. Jika sisi luar manusia dapat dilihat dari perbuatan lahirnya, maka sisi dalam berfungsi sebagai penggerak.

Nafs sebagai sisi dalm manusia sangat erat kaitannya dengan nafs yang berpotensi (sebagai) penggerak tingkah laku. Sebagimana yang dijelaskan dalam ayat berikut :

“Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka

merobah keadaan yang ada pada dirinya sendiri ” (Q.S al-Ra’d/13: 11)

Nafs sebagai penggerak tingkah laku di dalamnya terkandung gagasan, pikiran, kemauan, dan tekad untuk melakukan suatu perbuatan.


(1)

yang buruk

b. Tabah menahankan segala macam musibah yang menimpa dirikarena itu Allah memerintahkan kepada manusia untuk bersabar sebagaimana firman Allah dalam surat al-Kahfi: 28

Artinya: “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” 

 

“Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Q.S Luqman: 17).


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada bab ini penulis berusaha untuk menyimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan pembahasan yang telah penulis paparkan, namun demikian ini bukanlah kesimpulan final. Disini penulis menyimpulkan beberapa point yaitu:

1. Dalam al-Qur'an jarang disebut gangguan mental yang sering disebut

adalah penyakit hati (fi kulubihim maradlhun). Hal ini berkitan dengn perbedaan penekanan makna jiwa antara perspektif psikologi dan psikologi agama. Psikologi lebih menekankan aspek berpikir, sedangkan agama lebih menekankan aspek merasa. Dengan demikian maka ada perbedaan penekanan antara penyakit mental dan penyakit hati. Dari pemaparan tentang gangguan kejiwaan/ mental dapat disimpulkan bahwa dalam al-Qur'an gangguan kejiwaan/mental bisa disebut juga dengan penyakit hati, penyakit hati adalah segala seseuatu yang mengakibatkan manusia melampaui batas keseimbangan/kewajaran dan mengantar kepada terganggunya fisik, mental, dan bahkan kepada tidak sempurnanya amal dan iman seseorang.

2. Sebagaimana yang telah termaktub dalam al-Qur'an bahwa al-Qur'an

mempunyai metode qur'ani dalam mengatasi gangguan jiwa serta

memberikan bahayanya gangguan kejiwaan apabila terdapat dalam diri kita, apalai bagi seorang muslim, dan metode yang diantaranya ditawarkan


(3)

yaitu dengan menyadari bahwa gangguan jiwa berasal dari akhlak yang rendah dan itu bisa disembuhkan dengan metode-metode yang telah ditawarkan dalam al-Qur'an, Ketiga, Waspada (mawas diri) dari hal-hal

yang akan mendekati gangguan mental, keempat, Tobat dan Kelima

berdo'a sungguh-sungguh kepada Allah Swt bahwa setiap penyakit pasti bisa disembuhkan dengan izin Allah Swt.

B. Saran

Penelitian manusia selama ini banyak dilakukan oleh psikologi yang berbasis pada realitas empiris. Sehingga banyak teori-teori tentang manusia (termasuk didalamnya gangguan kejiwaan) yang lahir dari psikologi. Belum banyak kajian tentang manusia yang bersumber dari al-Qur'an yang dapat menghasilkan suatu yang teoritis, sistimatis dan aplikatif. Karenanya penelitian-penelitian atau kajian-kajian terhadap al-Qur'an perlu lebih di galakkan lagi. Dengan harapan islam mampu menghasilkan suatu teori sendiri tentang manusia yang berbasis al-Qur'an yang teoritis, sistimatis dan aplikatif.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Al Baqiy, Muhammad Fu'ad. Mu'jam Mufahras li Alfazh al Quran al-Karim.

Beirut: Dar al-Fikr, 1981

'Aqqad, Abbas Mahmud, al-Insan fi al-Quran al-Karim. Kairo: Dar al-Islam,

1973

Al-Ashfahanny, al-Raghib. Mu'jam Mufradat Alfazh al-Quran. Beirut, Libanon: Dar al-Fikr, t.t.

Asy'ari, Musa. Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam al-Quran. Yokyakarta:

LESFI, 1992

Asyarie, Sukmadjaja dan Yusuf, Rosy. Indeks al-Quran. Bandung: Pustaka, 1996 Bastaman, Hanna Djumhana, Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi

Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 1998

Drewer, James. Kamus Psikologi. Penerjemah Nancy Simanjutak. Jakarta: Bina

Aksara, 1998

al-Ghazali. Mi'raj al-Salikin. al-Qohirah: al-Tsaqafah al-Islamiyah, 1964 Hady, Samsul. Islam Spriritual. Malang: UIN Malang Press. 2007

Hasan, Abdul Hasib, "Mengendalikan Marah", Majalah Keluarga Safina, No. 5/Th. I, Juli 2003

Hawari, Dadang. Al Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Jakarta:

Dhana Bhakti Primayasa. 1996

Hawwa, Sa'id bin Muhammad Daib. Mensucikan Jiwa: Konsep Tazkiatun Nafs


(5)

Ibn Manzhur, Lisan al-Arabi, Kairo: Dar al-MA'arif, t.t.

al-Jauziyyah, Ibnu Qayyim. ad-Daa' wa ad-Dawaa'. terj. Jakarta: Pustaka Imam Syafi'i. 2009

---, Keajaiban Hati. terj. Jakarta: Pustaka Azzami. 1999

Kartono, Kartini. Psikologi Abnormal dan Pantologi Seks. Bandung: Mandar

Maju. 1981

Lari, Sayyid Mujtaba Musawi Sayyid. Menumpas Penyakit Hati. terj. Jakarta: PT. Lentera Basritama. 1997

Lubis, Namora Lumangga. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana. 2009 Mubarok, Ahmad. Psikologi Qur'ani. Jakarta: Pustaka Fidaus, 2001

---. Jiwa dalam al-Quran. Jakarta: Paramadina, 2000

---. Psikologi Keluarga. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara bekerjasama

dengan The International Institute of Islamaic Thiugt Indonesia, 2005

Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif.

2002

Muthahari, Murtadha. Perspektif al-Quran tentang Manusia dan Agama. Terj.

Bandung: Mizan, 1994

Najati, M. Utsman. Psikologi dalam al-Quran: Terapi Qurani dalam

Penyembuhan Gangguan Kejiwaan. terj. Bandung: Pustaka SEtia. 2005

---. Jiwa dalam Pandangan Para Filosof Muslim. Penerjemah Gazi

Saloom, Bandung: Pustaka Hidayah. 2002

Nasution, Harun. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI Press. 1985

Pulungan, Syahid Mu'ammar. Manusia dalam al-Quran. Surabaya: PT. Bina Ilmu. t.t.


(6)

Purwanto, Yadi dan Mulyono, Rachmat. Psikologi Marah. Bandung: Reflika Aditama. 2006

Shihab, M. Quraish. Wawasan al-Quran: Tafsir Maudhu'I Atas Berbagai

Persoalaan Umat. Bandung: Mizan, 1995

---, Membumikan al-Quran, Bandung: Mizan. 1995 Sobur, Alex. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia, 2003

Shaleh, Abdul Rahman dan Wahab, Muhbib Abdul. Psikologi Suatu Pengantar:

Dalam Perspektif Islam. Jakarta: Kencana. 2005

al-Shabuniy, Muhammad Ali. Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir. Beirut: Dar

al-Quran. 1981

Syukur, Amin. Zuhud di Abad Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2000

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Karya Agung. 1990

Zaini, Syahminan. Penyakit Rohani dan Pengobatannya. Jakarta: Kalam Mulia.